BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Urgensi Pembentukan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis Di Provinsi D.I Yogyakarta. Provinsi D.I Yogyakarta Menyadari bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk menjamin dan memajukan kesejahteraan setiap warga negara serta melindungi kelompok-kelompok masyarkat yang rentan, rentan dalam kemiskinan;
kekurangan;
keterbatasan
dalam
segala
aspek
kehidupan;
kesenjangan serta hidup secara tidak layak dan bermartabat. Karena hal itu pula lah, Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi D.I Yogyakarta menggagas Peraturan Daerah penanganan gelandangan pengemis. Penanganan yang ingin dilaksanakan oleh pemerintah provinsi D.I Yogyakarta adalah penanganan gelandangan dan pengemis dengan langkah-langkah yang komprehensif, efektif, dan berkesinambungan, serta memiliki kepastian hukum untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan ketertiban umum. Penanganan gelandangan dan pengemis sebenarnya sudah dirangkum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan sudah ada produk hukum yang kuat yaitu sebuah Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penangan Gelandangan dan Pengemis,yang bertujuan untuk mencegah timbul nya gelandangan dan pengemis serta melaksanakan usaha rehabilitasi kepada gelandangan dan pengemis agar mereka dapat mencapai taraf hidup,
76
77
kehidupan dan penghidupan yang layak sebagai seorang warga negara Indonesia yang hidup dengan norma-norma yang ada.Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Kepala Dinas sosial Provinsi D.I Yogyakarta pada bulan September 2014, Bapak Drs Untung Sukaryadi, MM mengatakan ikhtiar penyusunan peraturan daerah penanganan gelandangan dan pengemis adalah wujud tekad Yogyakarta bahwa tahun 2015 Yogyakarta bebas dari gelandangan dan pengemis.1Maka apabila Provinsi D.I Yogyakarta hanya menginginkan agar Yogyakarta bebas dari gelandangan dan pengemis maka sebenarnya hal itu sudah terangkum juga didalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana Pasal 504 KUHP yang berbunyi bahwa; 1. Barang siapa meminta-minta ditempat umum dihukum karena memintaminta, dengan kurungan selama-lamanya enam minggu; 2. Minta-minta yang dilakukan bersama-sama oleh tiga orang atau lebih yang masing-masing umurnya lebih dari 16 tahun, dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan. Maka dengan demikian sudah jelas sebenarnya bahwa penegakan agar Provinsi D.I Yogyakarta bebas dari pengemis sudah dicakup oleh KUHP dimana Kepolisian Republik Indonesia adalah yang berwenang untuk menegakkan nya, disamping itu pula didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 505 menyatakan bahwa;
1
Bapak Drs Untung Sukaryadi, MM (24 September 2014) 2015 jogja bebas gepeng, http://dinsos.jogjaprov.go.id/2015-jogja-bebas-gepeng/ ,diakses 19 Oktober 2015,Pukul 02.00 WIB
78
1. Barang siapa dengan tidak mempunyai mata pencaharian mengembara kemana-mana,dihukum karena pelancongan,dengan kurungan selamalama nya tiga bulan; 2. Pelancongan yang dilakukan bersama-sama oleh tiga orang atau lebih yang masing-masing umur nya lebih dari enam belas tahun,dihukum kurungan selama-lama nya enam bulan. Upaya represif dari KUHP ini sebenarnya juga sudah cukup untuk menanggulangi marak nya gelandangan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,sehingga tujuan awal Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta bahwa Yogyakarta 2015 bebas gelandangan dan pengemis sudah seharusnya terlaksana oleh pihak Kepolisian yang menindak nya karena hirarki Kitab Undang Undang Hukum Pidana lebih tinggi daripada Peraturan Daerah. Penanganan gelandangan dan pengemis sejalan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, yakni bertujuan untuk mengubah taraf hidup dengan cara mensejahterakan warga negara Indonesia yang rentan dan berada dalam kondisi sebagai penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dengan cara yang sistematis. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penangulangan Gelandangan dan Pengemis sudah dijelaskan bagaimana mekanisme penanggulangan gelandangan dan pengemis yaitu melalui usaha represif dan usaha preventif, usaha rehabilitasi sosial.2
2
Pasal 1 ayat (4),(5).(6),Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanngulangan Gelandangan dan Pengemis.
79
1. Usaha Preventif adalah usaha secara terorganisir yang meliputi penyuluhan, bimbingan, latihan, dan pendidikan, pemberian bantuan, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang ada hubungan nya dengan pergelandangan dan pengemisan,sehingga akan tercegah terjadinya: a. pergelandangan dan pengemisan oleh individu atau keluarga-keluarga terutama yang sedang dalam keadaan sulit penghidupannya; b. meluasnya pengaruhdan akibat adanya pergelandangan dan pengemisan didalam masyarakat yang dapat menggangu ketertiban dan kesejahteraan pada umumnya; c.
pergelandangan dan pengemisan kembali oleh para gelandangan dan pengemis yang telah di rehabilitir dan telah ditransmigrasikan ke daerah pemukiman baru ataupun telah dikembalikan ke tengah masyarakat.
2. Usaha represif adalah usaha-usaha yang terorganisir, baik melalui lembaga maupun bukan dengan maksud menghilangkan pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya didalam masyarakat. 3. Usaha rehabilitasi adalah usaha – usaha yang terorganisir meliuti usahausaha penyantunan, pemberian latihan dan pendidikan, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali ke daerah-daerah pemukiman baru melalui transmigrasi maupun ke tengah-tengah masyarakat,pengawasan serta pembinaan lanjut, sehingga dengan demikian para gelandangan dan
80
pengemis, kembali memiliki kemampuan untuk hidup secara layak sesuai dengan martabat manusia sebagai warga negara Republik Indonesia. Berbagai jenis peraturan perundang-undangan tersebut diatas sudah cukup sebagai payung hukum penanggulangan gelandangan dan pengemis apabila semua pihak melaksanakan tugas dan fungsi nya sebagaimana mesti nya, tujuan kesejahteraan sosial yang sudah tercapai akan sangat berhubungan dengan kondisi gelandangan dan pengemis, kalau kesejahteraan sosial sudah tercapai maka tidak akan ada gelandangan dan pengemis di D.I Yogyakarta dan Indonesia pada umumnya. Semua kebijakan tersebut adalah kewajiban Pemerintah daerah dalam melaksanakan pelayanan yang sesuai dengan Asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam pelayanan terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial gelandangan dan pengemis, seperti tertuang didalam ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dimana penyelenggaraan nya harus didasari oleh; pertama asas kepastian hukum; kedua asas tertib penyelenggaraan negara; ketiga asas kepentingan umum;keempat asas keterbukaan; kelima asas proporsionalitas; keenam asas professionalitas; ketujuh asas akuntabilitas; kedelapan asas efisiensi; dan terakhir asas efektifitas.3 Terjadi nya tumpang tindih peraturan perundang-undang adalah hal yang harus dihindari Pembuatan produk hukum apapun harus melalui pengkajian dan penyelarasan sesuai dengan ketentuan pasal 19 ayat (3) yang berbunyi4 :
3
Pasal 20 Ayat (1) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Pasal 19 ayat (3) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 4
81
“ Materi yang diatur sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) yang telah
melalui pengkajian dan penyelarasan dituangkan dalam Naskah Akademik”. Tujuan nya adalah agar tidak terjadi tumpang tindih didalam pengaturan perundang-undangan atau kewenangan dalam melaksanakan peraturan perundangundangan. Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merasa bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis perlu ditindaklanjuti dengan peraturan yang lebih Operasional dan dapat di terapkan, hal itulah yang mendasari pembentukan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pegemis. Berbeda dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang penanggulangan Gelandangan dan Pengemis, Perda Penanganan gelandangan dan pengemis ini menambahkan beberapa jenis usaha penanganan nya yaitu; usaha koersif dan usaha reintegrasi sosial.5 Disamping untuk melayani dan melindung gelandangan dan pengemis ada beberapa alasan mengapa Peraturan Daerah ini dibentuk antara lain;6
5
Pasal 1 ayat (1) Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan Dan Pengemis.(Tambahan Lembaran Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1) 6 Hasil wawancara dengan Bapak Ir.Baried Wibawa,Selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial,Tuna Sosial dan Korban NAPZA.Senin 19 Oktober 2015. Senin 19 Oktober 2015
82
1. sudah menjadi kewajiban pemerintah Provinsi D.I Yogyakarta untuk mensejahterakan masyarakat nya sesuai dengan Falsafah jawa dalam pemerintahan Yogyakarta yaitu Hamemayu Hayuning Bawana,7 2. kota Yogyakarta sebagai kota wisata menjadi daya tarik tersendiri bagi gelandangan dan pengemis, untuk hidup mengemis dengan cara mengiba kepada wisatawan di objek – objek wisata yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 3. kota Yogyakarta menjadi terkesan kumuh akibat gelandangan dan pengemis berkeliaran di objek wisata andalan Yogyakarta, 4. tidak terciptanya ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, 5. keselamatan dan kesehatan gelandangan dan pengemis yang rentan, terdapat beberapa kasus tabrak lari terhadap pengemis dan atau gelandangan di Yogyakarta dan juga ada gelandangan dan pengemis yang sakit parah dan tidak ter-urus, 6. pada bulan-bulan tertentu, bulan suci Ramadhan didapati melonjak nya jumlah pengemis di Yogyakarta,baik warga Provinsi D.I Yogyakarta maupun dari luar Provinsi D.I Yogyakarta, 7. mayoritas gelandangan dan pengemis yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah masyarakat yang bukan penduduk D.I Yogyakarta, 8. gelandangan dan pengemis adalah manusia pada usia produktif dengan rentang pendidikan tidak sekolah sampai dengan sarjana strata satu (1). 7
Sebuah nilai luhur tentang kehidupan masyarakat jawa yang jika diartikan kedalam bahasa Indonesia bermakna yaitu Cita-cita untuk menyempurnakan masyarakat dalam sebuah pemerintahan.
83
Gelandangan dan pengemis yang marak berkeliaran di Provinsi D.I Yogyakarta adalah tidak semuanya adalah warga Provinsi D.I Yogyakarta. Kondisi ini tidak terlepas dari status Yogyakarta sebagai kota pariwisata sehingga menarik gelandangan dan pengemis dari luar Provinsi D.I Yogyakarta untuk datang ke Yogyakarta untuk mengemis dan menggelandang. Disaat hari tertentu jumlah gelandangan dan pengemis di Yogyakarta yang datang dari luar Provinsi D.I Yogyakarta akan meningkat drastis, sebagai contoh di Bulan Suci Ramadhan, Idul Fitri,hari libur yang lama, baik dimasa Paskah dan hari Natal. Masa keagamaan dimana mayoritas umat akan melaksanakan ibadah dengan bersedekah menjadi kesempatan bagi gelandangan dan pengemis untuk mengiba sedekah dari mereka. Pada masa liburan hal ini menjadi daya tarik terhadap gelandangan dan pengemis berdatanganan ke Kota Yogyakarta karena banyak nya wisatawan dan atau para pendatang di Yogyakarta. Dari diagram dibawah ini kita bisa melihat jumlah gelandangan dan pengemis yang ditertibkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja D.I Yogyakarta pada Tahun 2013 sebanyak 72% adalah bukan warga D.I Yogyakarta, sisa nya adalah 28% adalah warga Provinsi D.I Yogyakarta8.
8
Data rekapitulasi hasil Penelitian Pemutakhiran Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) serta Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Tahun 2013-2014 di Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.
84
Gelandangan Dan Pengemis Di Provinsi D.I YOGYAKARTA
Bukan Warga Provinsi D.I Yogyakarta Warga Provinsi D.I Yogyakarta
*Diolah penulis dari data Satpol-PP dan Dinas Sosial D.I Yogyakarta. Jumlah gelandangan dan pengemis yang cenderung meningkat hal itu terlihat dari data Satpol PP maupun Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta pada Tahun 2013. Tabel IV.1 Jumlah gelandangan dan pengemis Tahun 2013 yang berhasil di tertibkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi D.I Yogyakarta.9 Kab.Sleman Kab.Bantul
52 Jiwa
15 Jiwa
Kab.Kota
Kab.Kulon Kab.Gunung TOTAL
Yogyakarta
Progo
Kidul
13 Jiwa
7 Jiwa
2 Jiwa
89 Jiwa
*Diolah penulis dari data Satpol-PP dan Dinas Sosial D.I Yogyakarta.
9
Data rekapitulasi hasil Penelitian di Satpol PP Provinsi D.I Yogyakarta,Laporan Kegiatan penertiban Gelandangan dan Pengemis.
85
Hasil ini didapat melalui operasi penertiban di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi D.I Yogyakarta dengan rentang waktu sejak tanggal 20 Juni 2013 hingga 9 September 2013. Tabel IV.2 Hasil Pemutakhiran Data PMKS Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta10 GELANDANGAN
PENGEMIS
TOTAL
129 Jiwa
221 Jiwa
350 Jiwa
*Diolah penulis dari data Satpol-PP dan Dinas Sosial D.I Yogyakarta. Terdapat kondisi lain dimana Wibawa mengatakan bahwa memang perlu diketahui tidak semua gelandangan dan pengemis yang kita temui di tempattempat tertentu memang membutuh kan uluran bantuan kita. Pengemisan ini menjadi bisnis bahkan pekerjaan yang menjanjikan dengan penghasilan yang lumayan menggiurkan dimana seorang pengemis yang mengemis dari pukul 10.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB sedikit nya bisa mendapatkan uang sebanyak Rp.200.000,00 (dua ratus ribu rupiah)
itupun dalam keadaan sepi.11Dalam
beberapa kasus banyak pengemis yang berada dalam binaan Dinas Sosial yang mengaku memiliki penghasilan rata-rata Rp.1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) sampai dengan Rp.2.500.000,00 (dua juta rupiah) setiap bulan nya, sehingga tidak mengherankan ini menjadi objek penghasilan yang menggiurkan
10
Data rekapitulasi hasil Penelitian Pemutakhiran Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) serta Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Tahun 2013 di Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta 11 Hasil wawancara dengan Ibu Nining Sri Wahyuni S.K.M,Selaku Pembina di Camp Assesment,Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Rabu 21 Oktober 2015
86
bagi sebagian gelandangan dan/atau pengemis yang dengan segala kesempurnaan yang ia miliki. Memilih hidup mengemis dan merendahkan harkat serta martabat nya di hadapan orang lain karena dengan mengiba para pengemis ini bisa hidup berkecukupan. Terdapat sebuah kasus dimana seorang ibu tega menjadikan anak nya yang menderita hidrosepalus12 sebagai objek demi mengiba kepada warga masyarakat di sekitaran Lembah UGM disaat sunmor pada hari minggu dan di sepanjang jalan Malioboro Yogyakarta. Ibu ini setelah dirazia Satuan Polisi Pamong Praja dan Dibina oleh Dinas Sosial diketahui bahwa Ibu asal Klaten Jawa Tengah ini adalah orang yang berkecukupan bahkan dia menjadi Rentenir atau seseorang yang meminjamkan uang dengan imbalan bunga kembali di salah satu pasar tradisional di Klaten.13 Kondisi seperti ini pula lah yang memperkuat tekad pembentukan Peraturan Daerah penanganan gelandangan dan pengemis ini,pengemis yang berkeliaran di Yogyakarta adalah pengemis yang sudah terorganisir dengan baik, dalam kasus tertentu ada kelompok pengemis yang memiliki manajemen sendiri seperti pergantian lokasi mengemis dengan tujuan agar orang-orang yang memberi tidak merasa bosan dalam memberi karena pengemis nya selalu berganti-ganti. Pengemis yang tereksploitasi, adalah kelompok pengemis biasa nya adalah anak dibawah umur yang memiliki tuan yang mengeksploitasi mereka dimana pada waktu tertentu mereka dikumpulkan
12
Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan "kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal) atau akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural. Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital. 13 Hasil wawancara dengan Ibu Nining Sri Wahyuni S.K.M,Selaku Pembina di Camp Assesment,Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Rabu 21 Oktober 2015
87
guna mengumpulkan hasil mengemis maupun mengamen. Modus operandi yang bermacam-macam serta motif yang banyak membuat penanganan gelandangan dan pengemis ini dirasa perlu, karena pada dasar nya perputaran uang dalam pengemisan ini adalah dalam jumlah yang besar.Terdapat bos-bos mafia pengemis yang mengekploitasi anak dibawah umur yang dilakukan secara tidak manusiawi.14 Gelandangan dan pengemis adalah korban dari kondisi ketidak seimbangan dalam sebuah pembangunan. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) terdapat juga orang yang difabel sejak lahir atau akibat kecelakaan mereka membutuhkan perhatian Khusus dari pemerintah walaupun dalam banyak kasus yang ditangani oleh Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta banyak warga binaan mereka adalah orang yang sehat secara jasmani dan berada dalam usia produktif. Gelandangan dan pengemis yang dibina oleh Dinas Sosial terdiri dari beberapa jenis mulai dari gelandangan biasa,gelandangan psikotik atau (tidak sehat secara mental), gelandangan difabel, pengemis dikarenakan ketidak sempurnaan secara fisik dan pengemis yang menjadikan mengemis adalah penghasilan utama dan penghasilan sampingan dimana ia mengemis hanya di saat tertentu misal nya disaat masa tunggu panen dan atau di hari besar keagamaan contoh nya bulan puasa, lebaran dan hari hari besar keagaaman lain nya. Gelandangan dan pengemis ini pada umum nya memiliki keluarga dan tempat tinggal sendiri, tetapi karena berbagai alasan mulai dari alasan ekonomi bahkan ada yang beralasan mengemis sebagai gaya hidup. Gelandangan dan pengemis
14
Hasil Penelitian penulis di camp assessment Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.
88
yang dibina oleh Dinas sosial bekerja sama dengan satuan kerja perangkat daerah, polisi dan Tentara Nasional Indonesia ini sering terdapat orang yang dibina kemudian dikembalikan kepada keluarga nya tetapi kembali lagi hidup menggelandang dan atau mengemis karena mereka sudah terlalu nyaman cukup duduk ditempat tertentu mengiba kepada warga masyarakat yang melintas kebutuhan hidup mereka sudah terpenuhi. Adapun penanganan yang di maksud didalam Peraturan Daerah terdapat di pasal 1 Ayat (7),(8),(9),(10)15 adalah antara lain; 1. Upaya preventif adalah usaha secara terorganisir yang meliputi penyuluhan, bimbingan, latihan,dan pendidikan, pemberian bantuan sosial, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang ada hubungan nya dengan pergelandangan dan pengemisan, 2. Upaya koersif adalah tindakan pemakasaan dalam proses rehabilitasi sosial, 3. Upaya rehabilitatif adalah usaha-usaha yang terorganisir penyantunan perawatan, pemberian latihan dan pendidikan, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali baik ke daerah-daerah pemukiman baru melalui transmigrasi maupun ke tengah-tengah masyarakat,pengawasan serta pembinaan lanjut sehingga para gelandangan dan /atau pengemis memiliki kemampuan untuk hidup secara layak dan bermartabat sebagai warga Republik Indonesia,
15
pasal 1 Ayat (7),(8),(9),(10) Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta No 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis.
89
4. Reintegrasi sosial adalah proses pengembalian keadaan keluarga, dan atau masyarakat sehingga dapat menjalankan fungsi-fungsi sosialnya dengan baik sebagaimana masyarakat pada umum nya. Dengan metode usaha penanganan tersebut diatas Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bertujuan untuk mengurangi jumlah gelandangan dan pengemis di Yogyakarta semua pihak diharapkan turut mengambil peran seperti melarang siapun untuk memberikan sumbangan nya kepada gelandangan dan pengemis di tempat-temat umum dan menyalurkan nya organisasi yang berkecimpung didalam nya seperti panti asuhan, lembaga swadaya masyarakat dan lembaga kesejahteraan sosial yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan. Larangan terhadap pemberian uang dan atau sumbangan dalam bentuk apapaun kepada gelandangan dan pengemis ini diatur didalam Perturan Daerah ini didalam pasal 22 ayat (1) dan (2) 16yang berbunyi: 1. Setiap orang/lembaga/badan hukum dilarang memberi uang dan/atau barang dalam bentuk apapun kepada gelandangan dan pengemis ditempat umum. 2. Pemberian uang dan/atau barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disalurkan melalui lembaga/badan sosial sesuai peraturan perundang-undangan. Bertujuan untuk memotong hubungan, antara gelandangan dan pengemis kepada masyarakat yang memberikan bantuan secara langsung diharapkan dengan ada 16
pasal 22 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta No 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis.
90
nya pengaturan ini jumlah gelandangan dan pengemis bisa berkurang akibat tidak adanya penghasilan dari hidup menggelandang atau mengemis. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui peraturan daerah ini juga serius dalam larangan ini terlihat jelas didalam upaya penegakan dengan mekanisme Hukum pidana seperti didalam pasal 24 ayat (5) ketentuan pidana Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 tahun 2014 yang berbunyi; 17 1. Setiap orang yang melanggar ketentuan memberi uang dan/barang dalam bentuk apapun barang dalam bentuk apapun kepada gelandangan dan pengemis di tempat umum sebagaimana di dalam pasal 22 diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) hari dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah). Ketentuan pidana ini memang pada implementasinya susah untuk dilaksanakan, karena memang tidak semua orang menyadari dampak dari uang dan atau barang yang mereka berikan kepada gelandangan di pengemis,bahwa sifat dermawan mereka juga justru menjadikan gelandangan dan pengemis menjadi malas untuk bekerja seperti layak nya orang lain mereka menjadi terbiasa hidup mengemis dan atau menggelandang dalam memenuhi kebutuhan hidup nya.18 Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi D.I Yogyakarta sebagai penegak Perda merasa bahwa jika menegakkan ketentuan pidana ini terkesan dilematis karena tidak semua orang yang memberi karena sifat dermawan nya ada juga yang terpaksa agar
17
ibid pasal 24 ayat (5) Ketentuan Pidana Hasil wawancara dengan Bapak Andy Lilik Ariyanto.,S.IP.,MM. Selaku Kepala Seksi Penegakan Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja,Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Kamis 22 Oktober 2015 18
91
gelandangan dan atau pengemis nya segera pergi, disamping Peraturan Daerah ini masih terlalu dini untuk ditegakkan bagian ketentuan pidana nya. Fokus penegakan Peraturan daerah ini jatuh kepada gelandangan dan pengemis nya agar dapat dibina dengan tujuan agar jumlah gelandangan dan pengemis bisa ditekan.19 Gelandangan dan pengemis yang biasa berkeliaran di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada umum nya adalah jenis gelandangan dan pengemis yang berada pada kategori orang yang menjadikan mengemis dan/atau menggelandang adalah mata pencaharian mereka walaupun mereka secara fisik adala orang yang sehat dan pada usia produktif yang seharusnya dapat bekerja mencari mata pencaharian mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka bukan nya hidup meminta-minta dan mengiba kepada orang lain. Upaya Preventif dengan adanya ketentuan Hukum Pidana bagi gelandangan dan pengemis serta bagi orang atau siapapun yang memberi bantuan uang dan atau barang kepada mereka diharapkan mampu menekan jumlah gelandangan dan pengemis.Upaya koersif yaitu usaha pemaksaan dalam proses rehabilitasi bagi mereka yang terjaring razia gelandangan dan pengemis selanjutnya mereka di rehabilitasi diharapkan dengan upaya rehabilitatif gelandangan dan pengemis saat di kembalikan kepada masyarakat dapat hidup sesuai norma yang ada hidup tanpa mengemis dan menggelandang lagi. Didalam peraturan daerah ini juga diatur mengenai ketentuan pidana bagi mereka yang hidup menggelandang dan/atau
19
Hasil wawancara dengan Bapak Andy Lilik Ariyanto.,S.IP.,MM. Selaku Kepala Seksi Penegakan Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja,Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Kamis 22 Oktober 2015
92
mengemis juga bagi mereka yang memperalat dan/atau mengajak orang lain untuk mengemis yaitu;20 1. Setiap orang yang melanggar ketentuan pergelandangan dan/atau pengemisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf a,diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 6 (enam) minggu dan/atau denda paling banyak Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). 2. Setiap orang yang melanggar ketentuan pergelandangan dan pengemisan secara berkelompok sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf a diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.20.000.000,00 3. Setiap orang yang melanggar ketentuan memperalat orang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 guruf b diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh Juta Rupiah) sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 4. Setiap orang yang melanggar ketentuan mengajak, membujuk membantu, ,memaksa dan mengkordinir orang lain secara perorangan atau berkelompok sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf c diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). 5. Setiap orang yang melanggar ketentuan memberi uang dan/atau barang dalam bentuk apapun kepada gelandangan dan pengemis ditempat umum 20
pasal 24 ayat (1),(2),(3),(4),(5). Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta No 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis
93
sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) hari dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah). Tindak Pidana dalam ketentuan pidana pada Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta ini adalah jenis Pelanggaran. Ketentuan pidana dalam Peraturan daerah ini juga bersifat ultimum remedium Sudikno Mertokusumo didalam buku nya Penemuan Hukum sebuah Pengantar beliau menulis bahwa penegakan Hukum Pidana merupakan solusi terakhir dimana itu berarti Hukum Pidana digunakan sebagai alat terakhir apabila tidak ada lagi solusi penyelesaian yang dirasa bisa menyelesaikan permasalahan ini.21Ketentuan penyidikan yang diatur didalam Perda ini adanya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yaitu dari Kesatuan Polisi Pamong Praja disamping penyidik dari Kepolisian Republik Indonesia. Soedikno didalam bukunya mengatakan hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat terjadi juga pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegak kan. Melalui penegakan penegakan hukum inilah hukum ini menjadi kenyataan. Penegakan dan pelaksanaan hukum sering merupakan penemuan hukum dan tidak sekedar penerapan hukum.22
21
Mertokusumo,Sudikno.2006.PenemuanHukum Sebuah Pengantar.Liberty,Yogyakarta.hlm 128 Sudikno Mertokusumo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum,Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 1-4. 22
94
Bergerak dari penegakan perda tersebut sejak diundangkan pada Bulan Februari 2014 melalui data penertiban Satpol PP D.I Yogyakarta sejak Mei 2014 hingga November 2014 diperoleh data sebagai berikut. Tabel IV.3 Jumlah gelandangan dan pengemis Tahun 2014 yang berhasil di tertibkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi D.I Yogyakarta.23 Kab.Sleman Kab.Bantul
Kab.Kota Yogyakarta
Kab.Kulon Kab.Gunung Progo
Kidul
Total 247
48 Jiwa
29 Jiwa
157 Jiwa
13 Jiwa
NIHIL
Jiwa
*Diolah penulis dari data Satpol-PP dan Dinas Sosial D.I Yogyakarta. Hasil penertiban yang secara signifikan meningkat ini kurang selaras dengan hasil rekapitulasi data Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang merilis data gelandangan dan pengemis didalam buku laporan mereka sebagai berikut;
23
Hasil Penelitian di Satpol PP Provinsi D.I Yogyakarta,Rabu 22 Oktober 2015.
95
Tabel IV.4 Jumlah gelandangan dan pengemis Tahun 2014 yang berhasil didata oleh Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta24 GELANDANGAN
PENGEMIS
Total
112 Jiwa
199 Jiwa
311
*Diolah penulis dari data Satpol-PP dan Dinas Sosial D.I Yogyakarta. Perbedaan hasil pemutakhiran data antara Satpol PP Provinsi D.I Yogyakarta dan Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta. Perbedaan itu terjadi akibat selain Satpol PP Provinsi D.I Yogyakarta Dinas Sosial atau Panti Sosial Bina Karya Juga sesekali melaksanakan penjaringan terhadap gelandangan dan pengemis,maka jumlah jiwa sebanyak 64 jiwa yang tidak terdata dari hasil Laporan Satpol PP tersebut adalah hasil penjaringan yang dilakukan oleh bukan Satpol PP D.I Yogyakarta.25Data penanganan ini juga terkadang tidak selaras juga diakibatkan pendataan yang dilakukan oleh Satpol PP Provinsi D.I Yogyakarta adalah data penertiban dimana setelah diserahkan kepembinaan di Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta terdapat gelandangan dan pengemis yang berhasil melarikan diri dari pembinaan di camp assessment. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan Dan Pengemis yang berlaku efektif sejak bulan Februari 2014 juga dapat dilihat
24
Buku Cetak Hasil Pemutakhiran Data PMKS dan PSKS Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta. Hasil wawancara dengan Bapak Ir.Baried Wibawa,Selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial,Tuna Sosial dan Korban NAPZA.Senin 19 Oktober 2015. 25
96
bagaimana hasil penertiban nya didalam tabel hasil penertiban Satpol PP Provinsi D.I Yogyakarta sejak tanggal 24 Januari hingga 21 Agustus 2015 sebagai berikut. Tabel IV.5 Jumlah gelandangan dan pengemis Tahun 2015 yang berhasil di tertibkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi D.I Yogyakarta.26 Kab.Sleman Kab.Bantul
Kab.Kota Yogyakarta
9 Jiwa
22 Jiwa
166 Jiwa
Kab.Kulon Kab.Gunung TOTAL Progo
Kidul
-
-
197 Jiwa
Pelaksanaan penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP Provinsi D.I Yogyakarta dengan Dinas Sosial beserta Instansi di Provinsi D.I Yogyakarta dengan intensitas yang lebih banyak setelah adanya Perda Penanganan gelandangan dan pengemis ini kemudian menunjukkan hasil yang baik. Turun nya jumlah gelandangan dan pengemis di Provinsi D.I Yogyakarta walaupun tidak secara signifikan membuktikan bahwa peraturan ini bekerja. Sebelum adanya peraturan penanganan gelandangan dan pengemis ini,gelandangan dan pengemis yang di razia hanya akan didata setelah itu dilepas kembali tanpa ada wujud penanganan yang jelas. Peranan setiap satuan kerja seperti Dinas Pendidikan membina agar gelandangan dan pengemis mendapat pendidikan formal maupun informal sehingga terbina dari sisi kependidikan, Dinas Pertanian, memberikan pembinaan dan penyuluhan dalam bertani sehingga selesai dibina mereka dapat kembali ke desa memulai hidup bertani, bertani dengan baik dan benar sehingga 26
Hasil Penelitian di Satpol PP Provinsi D.I Yogyakarta,rekapitulasi hasil kegiatan penertiban.
97
memiliki penghasilan yang cukup secara finansial. Dinas Kesehatan menambah jumlah tenaga kesehatan dalam perawatan gelandangan dan pengemis di camp assessment Dinas Sosial agar kesehatan fisik dan psikis mereka terjaga dan terawat dan semua Instansi yang sekira nya dapat menunjang keberhasilan penanganan ini secara komprehensif. Dengan adanya mekanisme penanganan dari Perda Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis ini dapat mengurangi jumlah gelandangan dan pengemis di Yogyakarta serta menjadikan gelandangan dan pengemis ini menjadi manusia yang mampu berkarya melalui pembinaan yang lebih Terpadu. B. Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dan Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 1. Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Satuan Polisi Pamong Praja adalah Bagian Perangkat Daerah dalam menegak kan Peraturan Daerah dalam Penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.27 Sebagaimana ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja, 27
Pasal 1 ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja.(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094)
98
bahwa tugas Satuan Polisi Pamong Praja adalah menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. Untuk mewujudkan tugas tersebut, maka melalui program peningkatan keamanan dan kenyamanan lingkungan, Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Istimewa Yogyakarta telah melakukan berbagai upaya untuk menekan keberadaan gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Hal tersebut selain dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya juga untuk mewujudkan visi Yogyakarta sebagai kota Pendidikan dan tujuan wisata terkemuka. Hal ini sejalan dengan fungsi pembentukan Satpol PP didalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja antara lain ;28 1. penyusunan program dan pelaksanaan Penegakan Perda,penyelenggaran ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat; 2. pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala daerah; 3. pelaksanaan kebijakan penyelenggaran ketertiban umum dan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat di daerah; 4. pelaksanan kebijakan perlidungan masyarakat; 5. pelaksanaan
kordinasi
penegakan
Perda
dan
peraturan
kepala
daerah,penyelenggaraan ketertiban umum dan ketertiban masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia,Penyidik Pegawai Negeri daerah,dan/atau aparatur lainnya;
28
Ibid Pasal 5
99
6. pengawasan terhadap masyarakat,aparatur,atau badan hukum agar mematuhi dan menaati peraturan daerah dan peraturan kepala daerah; dan 7. pelaksanaan tugas lain nya yang diberikan oleh kepala daerah. Satuan Polisi Pamong Praja melaksanakan penegakan Undang –Undang dalam penanganan gelandangan dan pengemis sudah dilakukan walaupun Peraturan Daerah tentang penanganan gelandangan dan pengemis disusun dikarenakan sudah menjadi tugas pokok fungsi Satpol PP. Menjaga ketertiban umum dan ketentramanan masyarakat adalah termasuk menangani gelandangan dan pengemis yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta.29 Penanganan masalah gelandangan pengemis dan anak jalanan memang harus melibatkan semua stakeholder yaitu pemerintah, masyarakat, LSM dan komunitas atau gelandangan, pengemis dan anak jalan itu sendiri. Dalam penanganannya mereka harus jadi subyek bukan obyek wacana. Sebelumnya rancangan peraturan daerah mengenai gelandangan pengemis dan anak jalanan yang lalu ditolak oleh komunitas dan LSM karena kurangnya keterlibatan komunitas yaitu gelandangan pengemis dan anak jalanan, dan komunitas jalanan lainnya. Oleh karena itu diadakan dialog bersama diantara pihak-pihak yang terkait. Penanganan gelandangan, pengemis dan anak jalanan lebih diutamakan pada pemberdayaan bukan represif tapi preventif.30 Fenomena kemiskinan di
29
Hasil wawancara dengan Bapak Andy Lilik Penegakan Perundang-undangan Satuan Polisi Yogyakarta.Kamis 22 Oktober 2015 30 Hasil wawancara dengan Bapak Andy Lilik Penegakan Perundang-undangan Satuan Polisi Yogyakarta.Kamis 22 Oktober 2015
Ariyanto.,S.IP.,MM. Selaku Kepala Seksi Pamong Praja,Provinsi Daerah Istimewa Ariyanto.,S.IP.,MM. Selaku Kepala Seksi Pamong Praja,Provinsi Daerah Istimewa
100
Provinsi Yogyakarta merupakan hal yang sangat kompleks dan tidak secara mudah dilihat dari satu angka absolut. Kota Yogyakarta dikenal sebagai Kota Pariwisata dan Kota Pelajar yang secara tidak langsung menjadi daya tarik terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota yang sangat berpengaruh terhadap jumlah penduduk disamping keberagaman etnis, budaya serta adat yang berada di Yogyakarta. Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya kemiskinan,yaitu faktor interen dan eksteren, adapun faktor internal antara lain 31; 1. Rendah nya kualitas mental atau budaya dimana mereka merasa bahwa kemiskinan adalah takdir yang harus dijalani dalam hidup ini dan sikap acuh tak acuh serta terkesan pasrah,sehingga tidak mempunyai inisiatif, tidak mempunyai gairah, dan tidak dinamis untuk mengubah nasib mereka yang dianggap buruk, 2. Kemampuan, life skill serta Sumber Daya Manusia yang rendah diakibatkan oleh tidak mengenyam dunia pendidikan dan keterampilan dengan berbagai alasan, 3. Kurangnya manajemen yang diakibatkan oleh kerentanan kemiskinan, sehingga tak jarang aset-aset yang ada dijual demi mencukupi kebutuhan hidup,
31
Hasil wawancara dengan Bapak Andy Lilik Ariyanto.,S.IP.,MM. Selaku Kepala Seksi Penegakan Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja,Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Kamis 22 Oktober 2015
101
4. Tidak mampu bersaing dengan masyarakat pada umumnya dalam segala hal. Faktor Eksternal penyebab kemiskinan antara lain; 1. Keterbatasan ruang informasi atau tidak tersosialisasikan nya tugas dan fungsi Pemerintah dalam pelayanan pengentasan kemiskinan sehingga masyarakat tidak mendapat bantuan sosial baik dari pemerintah maupun lembaga non pemerintah, 2. Terdapat ketidak-merataan dalam mengakomodir penyandang masalah kesejahteraan sosial, seperti pelatihan keterampilan, pembagian modal bantuan yang bermanfaat dalam meningkatkan taraf kehidupan mereka, 3. Lingkungan sosial budaya yang menjadikan turunnya gairah dalam bekerja serta berkarya untuk lebih maju dalam kehidupannya, 4. Kebijakan
publik
yang
tidak
memihak
terhadap
kesejahteraan
masyarakatnya sehingga mengakibatkan perekonomian terpuruk yang menciptakan
kemiskinan
disamping
kebijakan
publik
yang
mengesampingkan rakyat PMKS akibat dari pembangunan. Sebagai pembantu pemerintah daerah dalam menegakkan peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur Satpol PP, dalam hal ini adalah Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis, Satpol PP melakukan operasi rutin berupa penertiban terhadap gelandangan dan pengemis dengan maksud untuk menekan jumlah gelandangan dan pengemis di Daerah Istimewa Yogyakarta serta melakukan
102
sosialisasi Peraturan Daerah tentang penanganan gelandangan dan pengemis terhadap warga masyarakat. Tujuan dari operasi rutin berupa penertiban tersebut adalah untuk meningkatkan kenyamanan dan ketertiban lingkungan sehingga tercipta kondisi masyarakat yang tertib dan teratur.32Terciptanya ketertiban umum dan kenyamanan masyarakat adalah sebuah keharusan mengingat Daerah Istimewa Yogyakarta adalah kota pendidikan dan kota pariwisata berbasis Budaya. Penindakan dengan cara penertiban adalah perintah perda nomor 1 tahun 2014 tentang penanganan gelandangan dan pengemis dalam
upaya Koersif
dengan cara; penertiban; penjangkauan; pembinaan di RPS; dan pelimpahan. Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Itimewa Yogyakarta dibawah Pimpinan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Bapak V.Bambang Budi Istiarjo.,SE menyadari bahwa gelandangan dan pengemis yang berhasil di tertibkan harus mendapatkan penanganan yang manusiawi begitu juga dalam proses penangkapan nya, Satpol PP berusaha sebisa mungkin untuk memberikan pengertian serta motivasi kepada gelandangan dan pengemis yang berhasil di tertibkan. Satuan Polisi Pamong Praja melaksanakan tugas dan fungsi nya berdasarkan ketentuan yang berlaku, adapun mekanisme penegakan Perda tersebut adalah;33 i. PERSIAPAN Persiapan kegiatan dimulai dengan kegiatan koordinasi dengan Satuan 32
Hasil wawancara dengan Bapak Andy Lilik Ariyanto.,S.IP.,MM. Selaku Kepala Seksi Penegakan Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja,Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Kamis 22 Oktober 2015 33 Hasil pemantauan lapangan,penulis turut serta dalam operasi penertiban gelandangan dan pengemis serta anak jalanan bersama dengan satu regu Satpol PP D.I Yogyakarta,dengan Kordinator Lapangan Bapak Binardi,selaku kepala unit pelaksana penertiban gelandangan dan pengemis dan/atau staff Penegakan Perundang-undangan Satpol PP D.I Yogyakarta.Kamis 29 Oktober 2015.
103
Polisi Kabupaten/kota se-Provinsi D.I Yogyakarta, Kepolisian D.I Yogyakarta, Dinas Sosial Kabupaten/Kota se-Provinsi D.I Yogyakarta, Camp Assessment Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta, dan Rumah Sakit Grhasia Pakem. Koordinasi disini meliputi arahan serta maksud dan tujuan kegiatan,penetapan sasaran penertiban,penentuan waktu dan lokasi yang akan di tertibkan dan teknis pelaksanaan penertiban. Dalam sesi persiapan ini juga dilakukan pengecekan petugas penertiban dan kelengkapan alat penertiban seperti kendaraan pengangkut pasukan dan hasil penertiban serta segala kebutuhan dan kelengkapan pelaksanaan penertiban. ii. PELAKSANAAN OPERASI PENERTIBAN Pelaksanaan operasi penertiban gelandangan dan pengemis yang dilaksanakan atas perintah Undang-undang dan dengan tujuan menegakkan Perda Nomor 1 tahun 2014 tentang Penanganan gelandangan dan pengemis.Petugas operasi penertiban terdiri dari Petugas Satpol PP D.I Yogyakarta, Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta, Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta dan Petugas Kepolisian dari Polisi Resort Kota Yogyakarta.Kegiatan Operasi yang dilaksanakan sesuai dengan hasil laporan intel dari Satpol PP atau dari laporan masyarakat.Penertiban dilakukan dengan cara sweeping didaerah yang sudah menjadi target penertiban, disaat melaksanakan penertiban tidak jarang target operasi yaitu gelandangan dan pengemis melarikan diri setelah melihat mobil dan/atau truk Satpol PP yang terkadang menimbulkan kericuhan saat petugas operasi terlibat aksi kejar-kejaran dengan gelandangan dan pengemis yang berusaha melarikan diri. Tertabrak kendaraan yang melintas adalah kejadian yang
104
paling ditakutkan oleh petugas penertiban karena gelandangan dan pengemis yang melarikan diri terkadang tidak memperdulikan aksi nya sehingga tak jarang mereka tertabrak kendaraan yang melintas.34 Gelandang dan pengemis yang berhasil ditertibkan kemudian dimasukkan dan diangkut dengan kendaraan truk Satpol PP, kemudian diperjalanan satu persatu hasil penertiban tersebut didata oleh petugas untuk kemudian diserahkan kepada Pembina di Camp Assessment Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta. Memanusiakan manusia adalah prinsip yang dipegang oleh petugas yang melakukan penertiban maka dari itu petugas menangani gelandangan dan pengemis secara manusiawi. Satuan Polisi Pamong Praja sesuai dengan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang penanganan gelandangan dan pengemis melakukan tindakan penertiban terhadap setiap orang yang; tinggal ditempat umum; mengalami gangguan jiwa yang berada di tempat umum; meminta-minta ditempat umum, pemukiman, tempat peribadatan dan atau orang yang meminta-minta dengan alat.35Hal ini adalah wujud dari upaya koersif didalam Perda D.I Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang penangan gelandangan dan pengemis. iii. PENYERAHAN HASIL PENERTIBAN Hasil Penertiban oleh Petugas Gabungan Satpol PP dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi D.I Yogyakarta ini kemudian dibawa ke Camp Assessment Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta untuk di identifikasi dan dibina 34
Hasil wawancara dengan Bapak Andy Lilik Ariyanto.,S.IP.,MM. Selaku Kepala Seksi Penegakan Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja,Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Kamis 22 Oktober 2015 35 Pasal 9 ayat (2) huruf (a),(b),(c),(d).Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan Dan Pengemis.
105
sesuai dengan tugas dan fungsi Camp assesment Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta. Satuan Polisi Pamong Praja selain melaksanakan penegakan Perda juga melaksanakan upaya preventif, dimana Satpol PP D.I Yogyakarta turut melaksanakan beberapa kali Penyuluhan dan sosialisasi Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan Dan Pengemis, sosialisasi dilaksanakan di tempat tempat yang kiranya sering terjadi pergelandangan dan pengemis, sasaran nya adalah mereka yang sering memberi uang secara langsung kepada pengemis atau gelandangan. Dengan sosialisasi seperti ini masyarakat dapat mengetahui bahwa memberi uang secara langsung ditempat umum adalah sebuah pelanggaran hukum sehingga partisipasi masyarakat dilibatkan dalam penanganan gelandangan dan pengemis ini. Keterlibatan masyarakat dalam menangani gelandangan dan pengemis selain dapat mengurangi jumlah gelandangan dan pengemis secara tidak langsung juga sebagai partisipan dalam melaporkan kegiatan pergelandangan dan pengemis mengingat jumlah anggota Satpol PP yang tidak mencukupi dalam menjangkau seluruh daerah Provinsi D.I Yogyakarta. 2.A. Peranan Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah garda terdepan dalam melaksanakan penanganan gelandangan dan pengemis di Provinsi Daerah
106
Istimewa Yogyakarta sesuai dengan tujuan mencapai kesejahteraan sosial. Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosial nya.36Adapun penyelengaraan kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara,yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan pelindungan sosial.37 Penyelenggaraan Kesejahteraan sosial ini bertujuan untuk;38 a. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup; b. Memulihkan funsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian; c. meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial; d. meningkatkan kemampuan, kepedulian, dan tanggung jawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; e. meningkatkan penyelenggaraan
kemampuan, kesejahteraan
kepedulian sosial
masyarakat
secara
melembaga
dalam dan
berkelanjutan; dan f. meningkatkan kulaitas manajemen penyelanggaraan sosial.
36
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial(Tambahan Lemabaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967) 37 Ibid Pasal 1 ayat (2). 38 Ibid Pasal 3 huruf (a),(b),(c),(d),(e),(f).
107
Dinas Sosial mempunyai tugas melaksanakan urusan Pemerintah Daerah di bidang sosial, dan kewenangan dekonsentrasi serta tugas pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah,39dan untuk melaksanakan tugas tersebut Dinas Sosial memiliki fungsi;40 a. penyusunan program dan pengendalian di bidang sosial; b. perumusan kebijakan teknis di bidang sosial; c. pengelolaan rehabilitasi dan perlindungan sosial, bantuan dan jaminan sosial, pengembangan sosial serta partisipasi sosial masyarakat; d. pelaksanaan koordinasi perijinan di bidang sosial; e. pemberian fasilitas penyelenggaraan sosial kabupaten/kota; f. pelaksanaan pelayanan umum sesuai dengan kewenangan nya; g. pemberdayaan sumberdaya dan mitra kerja dibidang sosial; h. pelaksanaan kegiatan ketatausahaan; i. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh gubernur sesuai dengan fungsi dan tugas nya. Rincian tugas tersebut diatas lah Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Visi
Agar
terwujud
nya
kemandirian
masyarakat
menuju
kesejahteraan sosial, dengan Misi antara lain; meningkat kapasitas manajemen organisasi, menumbuhkan kesadaran, tanggung jawab dan komitmen masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan sosial, meningkatkan harkat dan martabat serta
39
Pasal 2 Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 46 Tahun 2008 Tentang Rincian Tugas Dan Fungsi Dinas Dan Unit Pelaksana Teknis Pada Dinas Sosial, (Berita Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2008 Nomor 37). 40 Ibid Pasal 3 Tugas Dinas Sosial.
108
kualitas hidup penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) melalui rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial, mengembangkan prakarsa dan mengoptimalkan peran aktif masyarakat dalam pendayagunaan
potensi
sumber
kesejahteraan
sosial
berbasis
nilai-nilai
kepahlawanan, keperintisan dan kesetiakawanan sosial. 41 Visi dan misi Dinas Sosial ini akan terwujud apabila semua Sistem dan subsistem berjalan sesuai fungsi nya maka didalam struktur organisasi Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dibawah Kepala Dinas sebagai Pimpinan dibentuk bidang perlindungan dan rehabilitasi sosial, yang kemudian membawahi seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan korban NAPZA disingkat RTS yang dipimpin Kepala Seksi RTS yaitu Bapak Ir.Baried Wibawa. Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan korban NAPZA (RTS) ini memiliki tugas menyusun pedoman, penyelengaraan pembinaan, bimbingan dan pengendalian, serta fasilitasi perlindungan dan rehabilitasi sosial tuna sosial dan korban napza.42Penanganan gelandangan dan pengemis merupakan tugas dari seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan korban NAPZA (RTS) ini, disini disusun lah program rehabilitasi sosial dan metode pelaksanaan nya. Dinas sosial melalui Kepala Seksi Rehabibitasi Sosial Tuna Sosial dan korban NAPZA (RTS) menyadari bahwa pelayanan sosial penanganan gelandangan pengemis yang dilakukan oleh Pemerintah D.I Yogyakarta melalui 41
Hasil wawancara dengan Bapak Ir.Baried Wibawa,Selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial,Tuna Sosial dan Korban NAPZA.Senin 19 Oktober 2015. 42 Pasal 15 ayat (1) Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 46 Tahun 2008 Tentang Rincian Tugas Dan Fungsi Dinas Dan Unit Pelaksana Teknis Pada Dinas Sosial, (Berita Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2008 Nomor 37).
109
upaya preventif, koersif, rehabilitasi dan reintegrasi sosial sangat efektif dalam menekan jumlah gelandangan dan pengemis di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sejak berlaku nya Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis dikarenakan mekanisme penanganannya sudah jelas diatur, sangat berbeda apabila dibandingkan dengan sebelum ada nya perda, karena saat itu gelandangan hanya di data dan di bina saja tidak ada upaya yang lebih lanjut.43Setelah berlaku nya Perda Dinas sosial bertindak dalam upaya preventif yaitu dengan cara melakukan sosialisasi serta penyuluhan edukasi kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan cara hidup mandiri dan berdikari. Bimbingan sosial di setiap daerah-daerah yang rentan terhadap masalah kesejahteraan sosial sekaligus memberikan bantuan sosial berupa sembako dan bantuan lain nya. Dalam Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga melakukan pelatihan keterampilan dan pendidikan bagi gelandangan dan pengemis yang sedang dibina oleh Dinas Sosial dan juga bagi mereka yang rentan menjadi gelandangan dan pengemis, biasa nya program pelatihan ini bekerja sama dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lain nya seperti Dinas KetenagaKerjaan dan Dinas Pendidikan Provinsi atau kabupaten/kota Di Yogyakarta. Peningkatan taraf kesehatan bagi masyarakat yang rentan terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial juga dilaksanakan oleh Dinas Sosial bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan instansi kesehatan seperti Rumah sakit sebagai
43
Hasil wawancara dengan Bapak Ir.Baried Wibawa,Selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial,Tuna Sosial dan Korban NAPZA.Senin 19 Oktober 2015.
110
wujud kepedulian pemerintah terhadap kesehatan masyarakat nya. Dalam upaya rehabilitasi Dinas Sosial juga memiliki kerjasama sebuah Unit Pelayanan Terpadu Daerah yaitu dengan panti-panti sosial Rumah Perlindungan Sosial yang ada di Provinsi D.I Yogyakarta. Sejalan dengan penanganan gelandangan dan pengemis, Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bekerja sama dengan UPTD. Panti Sosial Bina Karya dimana panti ini adalah media pembinaan bagi Penayandang masalah kesejahteraan sosial gelandangan dan pengemis di panti ini upaya yang bersifat rehabilitatif seperti tertuang di Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan Dan Pengemis dilaksanakan,adapun upaya rehabilitasi dilakukan dengan cara sebagai berikut;44 a. motivasi dan diagnosa psikososial; b. perawatan dan pengasuhan; c. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahan; d. bimbingan mental spritual; e. bimbingan fisik; f. bimbingan sosial dan konseling psikososial; g. pelayanan aksesibilitas; h. bantuan dan asistensi sosial; i. bimbingan dan resosialisai; j. bimbingan lanjut;dan
44
Pasal 10 ayat (2) huruf (a),(b),(c),(d),(e),(f),(g),(h),(i),(j),(k).Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan Dan Pengemis.(Tambahan Lembaran Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1)
111
k. rujukan. Upaya rehabilitasi ini dilaksanakan oleh dinas sosial di sebuah tempat yang dinamakan camp assessment disini lah gelandangan kemudian di data dan di bina. Pembinaan bagi gelandangan dan pengemis yang berhasil ditertibkan kemudian dirujuk oleh Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi D.I Yogyakarta baik kabupaten dan/atau kota dilakukan oleh dinas sosial provinsi D.I Yogyakarta di pisah kan sesuai dengan kategori nya, seperti gelandangan psikotik, gelandangan yang memiliki gangguan jiwa dimasukkan kedalam ruangan atau tempat yang memang
didesain
khusus
untuk
mereka
yang
memiliki
gangguan
kejiwaan,kemudian gelandangan yang tidak psikotik akan ditempatkan di camp yang sama dengan pengemis. Terhadap anak jalanan atau pengemis yang masih dalam kategori anak-anak kemudian dirujuk ke Rumah Perlindungan Sosial yang ada.Penanganan gelandangan dan pengemis yang dilakukan oleh dinas sosial melalui upaya reintegrasi sosial dimana gelandangan dan pengemis yang sudah selesai dibina,atas izin case manager dan pembimbing konseling gelandangan atau pengemis tersebut kemudian dikembalikan kepada keluarganya. Upaya reintegrasi sosial ini dilakukan oleh dinas sosial bertujuan agar gelandangan dan pengemis yang sudah dibina ini kembali ke kehidupan sewajarnya bersama keluarga dan sanak saudara nya.Upaya reintegrasi sosial bagi pengemis dilakukan apabila pembimbing atau pembina merasa bahwa gelandangan dan pengemis ini sudah memiliki tekat yang kuat untuk tidak hidup mengemis dan/atau
112
menggelandang lagi.45 Terhadap gelandangan psikotik, Dinas sosial berupaya untuk mencari identitas dari psikotik tersebut mulai dari menyebar selebaran dan/atau menstimulus gelandangan tersebut melalui bantuan psikolog kejiwaan berharap mereka mengetahui identitas dan alamat gelandangan psikotik tersebut sehingga diserahkan kepada keluarganya. Apabila keluarga tidak menerima dan/atau tidak ditemukan alamat atau identitas nya maka dinas sosial bekerja sama dengan instansi Rumah Sakit Ghrasia dan panti sosial swasta akan membina dan merawat si gelandang psikotik tersebut. Penanganan
gelandangan
dan
pengemis
yang
berprinsip
pada
penghormatan pada harkat dan martabat manusia serta pengakuan terhadap hakhak warga negara juga pemberian kesempatan yang sama yang tidak membedakan pelayanan gelandangan dan pengemis yang ditangani berdasarkan suku,agama ras atau golongan sehingga tercipta pelayanan sosial yang prima dan humanis.Semua ini bertujuan agar gelandangan dan pengemis tersebut hidup secara mandiri dalam menjalani hidupnya tanpa mengemis dan/atau menggelandang lagi melalui tumbuhnya tanggung jawab sosial didalam diri gelandangan dan pengemis itu sendiri. Terhadap gelandangan dan pengemis yang berada pada usia produktif dan memiliki keinginan untuk bekerja Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta bekerja sama dengan sektor sektor wirausaha yang ada mulai dari perusahaan percetakan, sampai menjadi penjual koran di peempatan-perempatan di kota Yogyakarta.
45
Hasil wawancara dengan Ibu Nining Sri Wahyuni S.K.M,Selaku Pembina di Camp Assesment,Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Rabu 21 Oktober 2015.
113
Secara garis besar peranan Dinas Sosial dalam penanganan gelandangan pengemis adalah sebagai berikut;46 1. penertiban dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah,bersama unsur masyarakat dan kepolisian; 2. hasil penertiban kemudian dibawa ke camp assessment di Sewon Yogyakarta; 3. di camp assessment hasil penertiban di pisah-pisahkan sesuai dengan kategorinya,apakah gelandangan,gelandangan psikotik,pengemis atau anak jalanan; 4. setelah di identifikasi awal dan didata maka dilayani sesuai dengan kategori permasalahan sosial nya; 5. gelandangan psikotik dimasukkan ke wilayah khusus agar tidak terjadi kericuhan dengan yang bukan psikotik atau dirujuk ke rumah sakit jiwa mitra dinas sosial seperti Rumah Sakit Grhasia; 6. kemudian yang termasuk kedalam kategori anak dibawah umur akan dirujuk ke Rumah Perlindungan Sosial (RPS) yang kemudian mendapat perlakukan khusus disana; 7. bagi gelandangan dan pengemis non psikotik kemudian dicek kesehatan nya, kemudian ditempatkan di camp satu dimana mereka akan tinggal sementara mendapat pembinaan;
46
Hasil wawancara dengan Bapak Ir.Baried Wibawa,Selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial,Tuna Sosial dan Korban NAPZA.Senin 19 Oktober 2015.
114
8. setelah berhasil dibina bagi gelandangan dan/atau pengemis yang berasal dari luar Provinsi D.I Yogyakarta mereka kemudian di pulangkan ke daerah asal sesuai prosedur yang ada; 9. bagi gelandangan dan pengemis yang sudah dibina dan ingin bekerja, dinas sosial menyediakan lowongan pekerjaan dari mitra yang ada seperti menjadi penjual koran dan pekerjaan lain nya atau dirujuk di panti sosial yang ada seperti Panti Sosial Bina Karya untuk mendapatkan pelatihan dan pembinaan lanjutan. Hasil akhir dari pembinaan oleh Dinas Sosial dan Satuan Kerja Perangkat Daerah ini adalah manusia yang dulunya hidup menggelandang dan mengemis menjadi manusia yang hidup mandiri serta berdikari. Dinas Sosial juga menyediakan media yaitu bantuan sosial juga bantuan untuk membuka usaha mandiri sebagai output dari pembinaan serta pelatihan keterampilan seperti berwirausaha, pemanfaatan lingkungan di UPTD Panti Sosial Bina Karya yaitu usaha warung, usaha jasa pijat, dan bertani. Bagi mereka yang bersedia menjalani hidup baru Dinas Sosial memberikan bantuan juga bagi mereka yang mau bertransmigrasi ke desa-desa dan memulai hidup sebagai usahawan agro bisnis dan/atau usaha lain nya di Kampung Desaku Menanti di Kabupaten Gunung Kidul Provinsi D.I Yogyakarta atau di Rusunawa Kota Yogyakarta. Semua upaya-upaya yang dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta beserta unsur TNI dan Kepolisian dan Lembaga Swadaya Masyarakat dan Organisasi Sosial yang ada di Provinsi D.I Yogyakarta akan sangat tidak signifikan dalam mengurangi gelandangan dan pengemis di Yogyakarta apabila
115
masyarakat tidak turut serta berperan dalam mengurangi gelandangan dan pengemis. 2.B. Peranan Program Camp Assessment Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta didasari oleh filosofi jawa yaitu Hamemayu Hayuning Bawana, Sebuah nilai luhur tentang kehidupan masyarakat jawa yang jika diartikan kedalam bahasa Indonesia bermakna yaitu Cita-cita untuk menyempurnakan masyarakat dalam sebuah pemerintahan. Filosofi tersebut sangat selaras dengan kebijakan pelayanan publik dalam hal ini penanganan gelandangan dan pengemis, pemerintah sebagai pelayan, pelindung pemberi ketertiban dan ketentraman sehingga masyarakat hidup sejahtera. Secara sosiologis gelandangan dan pengemis adalah fenomena yang terjadi akbibat adanya perubahan yang terjadi di kehidupan sosial masyarakat, karena apabila pelayanan publik tidak menjangkau kaum urban pada akhirnya mereka menjadi kaum miskin perkotaan yang menjadi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yaitu gelandangan dan pengemis. Mensejahterakan masyarakat sebagai tujuan setiap pemerintahan maka dari itu Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan tindakan lanjutan penertiban gelandangan dan pengemis berupa upaya rehabilitatif seperti yang diatur di Peraturan Daerah Daerah IstimewaYogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan Pengemis. Sebelum adanya peraturan
116
daerah ini setiap gelandangan dan pengemis yang berhasil di tertibkan hanya akan dibawa ke Dinas Sosial kemudian dilakukan pendata-an dan pembinaan singkat dari Dinas Sosial dan instansi terkait kemudian ada yang dibina di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) dan mayoritas di lepaskan kembali. 47Dilepas setelah mendapat pembinaan singkat merupakan hal yang kurang efektif karena gelandangan dan pengemis tersebut akan kembali kejalanan menjadi gelandangan dan pengemis lagi sehingga Kota Yogyakarta akan tetap banyak gelandangan dan pengemis yang menjadikan kota terkesan kumuh serta tidak menjadi kota yang nyaman dan tertib sebagai kota yang menjadikan pariwisata budaya sebagai andalan nya. Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta dengan segala sumberdaya yang ada kemudian memiliki sebuah gagasan dimana gelandangan dan pengemis yang berhasil ditertibkan akan direhabilitasi, upaya rehabilitatif inilah kemudian yang menjadi ide awal pembentukan program penanganan melalui camp assessment dimana melalui camp assessment inilah upaya rehabilitatif itu bisa dilaksanakan dengan rentang waktu selama satu hingga dua bulan. Tujuan nya adalah dengan penanganan melalui upaya rehabilitatif yang lebih komprehensif inilah jumlah gelandangan dan pengemis dapat berkurang serta dengan pemberdayaan gelandangan dan pengemis memalui pelatihan keterampilan gelandangan dan pengemis ini kembali hidup bermartabat sehingga ketentraman dan ketertiban umum di D.I Yogyakarta dapat tercipta.Camp Assessment adalah sub bagian kerja dari Seksi Rehabilitasi Sosial, Tuna Sosial dan Korban NAPZA (RTS) Dinas 47
Hasil Wawancara dengan Bapak Tri Widodo.,AKS.Selaku case manager di Camp Assessment Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Kamis 21 Oktober 2015
117
Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Camp Assessment ini berlokasi di Jalan Yogyakarta-Parangtritis Sewon Bantul Yogyakarta. Bangunan nya sendiri terbagi atas dua camp yaitu camp satu adalah gedung utama dan kantor serta rumah perawatan terdapat disini, di camp satu ini pula proses identifikasi awal dan pendataan dilakukan juga sebagai tempat gelandangan psikotik atau gelandangan dengan penyakit kejiwaan di rawat.Camp dua terdapat dilokasi berbeda walaupun masih terdapat di sewon Bantul Yogyakarta, berlokasi sekitar tiga ratus meter (300m) dari camp satu. Didalam camp ini dibina gelandangan dan pengemis yang tidak mengidap penyakit kejiwaan, tujuan pemisahan nya adalah agar tidak terjadi kericuhan antara orang dengan penyakit kejiwaan dengan yang tidak dan juga tidak manusiawi saat mereka digabung dalam satu ruangan yang sama. Didalam camp assesment ini Widodo mengatakan bahwa gelandangan dan pengemis yang berhasil ditertibkan awalnya akan didata, di cek kesehatan nya apabila tidak dalam kondisi yang sehat maka akan langsung masuk ke ruang perawatan atau kalau sudah dalam kondisi mengkhawatirkan akan di rujuk ke rumah sakit daerah atau mitra dinas sosial.48Setelah dilakukan identifikasi awal maka gelandangan dan pengemis yang ditertibkan tadi akan dimandikan, diberikan pakaian serta ditempatkan di camp dua terpisah dari gelandangan yang psikotik, dan apabila dari identifikasi ternyata ada anak dibawah umur akan di rujuk ke Rumah Perlindungan Sosial.Untuk mencapai upaya rehabilitatif di camp assessment ini gelandangan dan pengemis mendapat pelayanan berupa motivasi 48
Hasil Wawancara dengan Bapak Tri Widodo.,AKS.Selaku case manager di Camp Assessment Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Kamis 21 Oktober 2015
118
agar hidup tidak mengelandang dan mengemis juga mendapat pelayanan diaganosa psikososial dan kesehatan dari psikolog dan perawat serta staff pembina yang rata rata adalah sarjana keperawatan dan sarjana kesehatan masyarakat. Perlu disadari bahwa gelandangan dan pengemis ini juga perlu mendapat bimbingan mental dan spritual serta kerohanian agar kesadaran untuk berubah itu datang dari dalam diri gelandangan dan pengemis itu sendiri. Didalam tubuh yang sehat terdapat juga jiwa yang sehat menyadari hal tersebut case manager di camp asssessment Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta Nining menyatakan pelaksanakan program bimbingan fisik berupa olahraga adalah rutin setiap hari. Untuk mengetahui alasan para gelandangan dan pengemis hidup menggeladang dan mengemis juga dilakukan bimbingan berupa konseling dengan setiap pembina yang menangani klien, klien adalah sebuah sebutan seorang pembina atau pembimbing terhadap gelandangan dan/atau pengemis yang mereka tangani.49 Di camp assessment ini kegiatan pembinaan juga bekerja sama dengan Institusi Kepolisian dan TNI, dimana TNI dan POLRI membina mereka agar mereka cinta negara, memiliki sifat patrotisme, TNI dan POLRI juga melatih fisik gelandangan dan pengemis dengan cara baris berbaris dan gerak jalan di lapangan camp assessment. Pembinaan di camp assessment melibat kan banyak pihak diluar Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta antara lain; Dinas Pendidikan, Dinas Ketenagakerjaan, Panti Sosial Bina Karya (PSBK), Kepolisian Republik Indonesia, dalam hal ini adalah Kepolisian Sektor Sewon, Tentara Nasional Indonesia dalam hal ini adalah petugas dari Komando Distrik Militer Bantul, 49
Hasil wawancara dengan Ibu Nining Sri Wahyuni S.K.M,Selaku Pembina di Camp Assesment,Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Rabu 21 Oktober 2015.
119
Tenaga Medis Dokter dan perawat dari Rumah Sakit Umum Daerah Sardjito dan Rumah Sakit Jiwa Grhasia, pekerja sosial, psikolog, rohaniawan dan juga relawan sosial bagi perorangan atau organisasi sosial. Semua pihak mengambil peran sesuai dengan kemampuan dan keahlian mereka.50 Pembinaan dalam rangka upaya rehabilitatif di camp assessment berkapasitas seratus lima puluh sampai dengan 180 jiwa di kordinatori oleh seorang case manager yang mengatur jalan nya proses pembinaan, kemudian ada tiga administrator yang mengatur bagian keuangan,administrasi keuangan dan administrasi teknis dan barang. Untuk mengawasi jalan nya pembinaan sebagai perpanjangan tangan dari Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta ada seorang pengawas, untuk menjaga kesehatan warga binaan terdapat dua dokter umum, satu berstatus Pegawai Negeri Sipil dan satu dokter swasta mereka menjaga kesehatan warga binaan juga mengelola jalan nya Klinik kesehatan di camp assessment. Setiap gendangan dan pengemis atau klien camp assessment didampingi oleh dua belas orang (12) pendamping guna melaksanakan bimbingan konseling serta pembinaan mental. Untuk bagian dapur untuk kebutuhan makanan dan minuman gelandangan dan pengemis terdapat delapan orang juru masak untuk dua camp yang ada yang kemudian dibagi menjadi dua regu masak setiap shift nya. Gelandangan dan pengemis yang dibina kerap berusaha melarikan diri dari upaya rehabilitatif dalam pembinaan di camp assessment untuk itu setiap camp dijaga
50
Hasil Wawancara dengan Bapak Tri Widodo.,AKS.Selaku case manager di Camp Assessment Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Kamis 21 Oktober 2015
120
oleh tiga orang Satuan Pengaman (SATPAM) yang ditotal ada sebanyak 12 orang SATPAM yang dibagi dalam tiga orang SATPAM setiap regu setiap shift nya.51 Aktifitas setiap hari nya di camp assessment dimana
warga
binaan
dibangunkan
kemudian
dimulai sejak pagi hari diberikan
waktu
untuk
melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaan yang di anut, kemudian bersama pendamping/pembina dan SATPAM warga binaan melaksanakan pendidikan jasmani berupa olahraga ringan senam. Setelah berolahraga warga binaan kemudian dipersilahkan untuk mandi dan bersih bersih dilanjutkan dengan sarapan kemudian pembinaan sesuai dengan agenda harian apabila tidak ada pembinaan dari instansi lain. Pembinaan mental, pemeriksaan kesehatan akan dilakukan oleh dokter jaga dan perawat jaga. Siang hari gelandangan dan pengemis yang menjadi klien atau warga binaan akan mendapat jatah makan siang, setelah itu mereka akan melanjutkan pembinaan lagi atau kerja bakti kebersihan apabila wilayah camp assesment dirasa perlu untuk dibersihkan. Setelah itu si malam hari warga binaan setelah mandi dan bersih-bersih kemudian makan malam lalu ditutup dengan istirahat malam, kemudian begitu untuk keesokan harinya.52 Gelandangan dan pengemis yang menjadi warga binaan di camp assessment Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini rata-rata dibina selama satu hingga dua bulan, hal ini tergantung dari hasil pembinaan apakah
51
Hasil Wawancara dengan Bapak Tri Widodo.,AKS.Selaku case manager di Camp Assessment Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Kamis 21 Oktober 2015. 52 Hasil wawancara dengan Ibu Nining Sri Wahyuni S.K.M,Selaku Pembina di Camp Assesment,Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Rabu 21 Oktober 2015.
121
proses rehabilitasi sudah apat dinyatakan berhasil sehingga gelandangan dan pengemis tadi layak dan pantas untuk diterjunkan ketengah-tengah masyarakat dengan segala kemampuan dan keterampilan yang didapat selama pembinaan. Setiap klien yang dibina akan mendapat pemantauan dan penilaian dari pembina atau pendamping yang bertanggung jawab kemudian dalam sebuah rapat case conference yang dihadiri oleh Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial, Tuna Sosial dan Korban NAPZA (RTS) Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta, case manager di camp assessment, para pendamping atau pembina yang kemudian membahas segala sesuatu nya termasuk emberian izin terhadap warga binaan yang di nilai sudah layak dan pantas untuk dilepas ke masyarakat.53Tidak semua warga binaan yang sudah dilepas ke masyarakat bisa hidup mandiri serta tidak menggelandang dan mengemis lagi, hal ini terbukti dalam laporan kegiatan Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) D.I Yogyakarta terdapat hasil penertiban dengan gelandangan dan pengemis yang sudah pernah dibina sebelumnya. Kepada gelandangan dan pengemis dalam kategori ini case manager biasa nya akan memperlama proses pembinaan agar hasil binaan benar-benar bisa hidup tanpa mengemis atau menggelandang. Peranan
camp
assessment
tidak
hanya
sekedar
merehabilitasi
saja,disamping merawat gelandangan dan pengemis,mereka juga dicarikan pekerjaan yang pantas untuk mereka baik bekerja sama dengan Panti Sosial Bina Karya (PSBK) untuk melatih keterampilan mereka dari menjahit, memijat, juga keterampilan lainnya. Beberapa dari gelandangan dan pengemis yang menurut 53
Hasil Wawancara dengan Bapak Tri Widodo.,AKS.Selaku case manager di Camp Assessment Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Kamis 21 Oktober 2015.
122
pembina atau pendamping nya layak bekerja biasa nya bekerja sama dengan perusahaan surat kabar warga binaan kemudian dipekerjakan sebagai penjual koran.54Pelayanan Camp Assement sebagai wujud upaya rehabilitatif adalah sebuah gagasan yang sangat efektif dalam penanganan gelandangan dan pengemis maka sebagai output dari camp assessment gelandangan dan pengemis yang dibina
akan
terjun
ke
kehidupan
yang
jauh
dari
pengemisan
dan
pergelandangan,usaha pengembalian kepada keluarga dan siap mengampu hasil binaan camp assessment selama kurang lebih dua bulan, yang dimaksud dengan reintegrasi sosial sesuai dengan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penganagan Gelandangan Dan Pengemis adalah; upaya reintegrasi sosial gelandangan dan pengemis psikotik dilakukan setelah ditemukan keluarga dan siap menjadi pengampu; dalam hal gelandangan dan pengemis psikotik tidak mempunyai keluarga, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
berkewajiban
memberikan
perlindungan
sosial
berkelanjutan.55
Reintegrasi sosial atau pengembalian ke daerah asal atau keluarga dilakukan setelah dibina dan sudah mendapat kriteria layak dan pantas untuk dikembalikan ke tengah-tengah masyarakat. Pengembalian ke daerah asal pun tidak serta merta dilepas begitu saja harus jelas alamat dan keluarga nya kemudian pembimbing atau pembina dari camp assessment dan petugas dari Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta berkordinasi dengan Dinas Sosial asal warga binaan dan kemudian
54
Ibid Hasil Wawancara dengan Bapak Tri Widodo.,AKS.Selaku case manager di Camp Assessment. 55 Pasal 14 ayat (1) dan (2).Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan Dan Pengemis.(Tambahan Lembaran Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1)
123
diserahkan kepada keluarga dihadapan petugas Dinas Sosial daerah asal warga hasil binaan camp assessment Dinas Sosial D.I Yogyakarta. Peranan camp assessment Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sangat signifikan dalam mengurangi jumlah gelandangan dan pengemis dengan upaya rehabilitatif, dibandingkan dengan sebelum adanya mekanisme pengaturan layak nya Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis yang hanya didata kemudian dibina sehari lantas kemudian dilepas. Didalam camp assessment inilah sebagian besar upaya upaya yang ada di PERDA ini dilaksanakan, dengan segala keterbatasan sumberdaya yang ada camp assessment mampu memanusiakan manusia dengan cara rehabilitasi yang manusiawi, terpadu,berkesinambungan serta komprehensif.