39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada pelaksanaan di lapangan peneliti dibantu oleh beberapa orang observer untuk melihat kemunculan keterampilan proses sains pada setiap kelompok. Berdasarkan pengamatan observer, persentase keterampilan proses sains yang dijaring melalui lembar observasi kinerja siswa dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Persentase Rata-rata Kemunculan Keterampilan Proses Sains berdasarkan Lembar Observasi No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Keterampilan Proses Sains Observasi Klasifikasi Komunikasi Interpretasi Prediksi Menggunakan alat atau bahan
Kemunculan 100 % 70 % 67,5 % 60 % 60 % 80 %
Kategori Baik sekali Baik Sedang Sedang Sedang Baik
Dari Tabel 4.1 menunjukkan kemunculan keterampilan proses sains yang persentasenya paling banyak muncul adalah keterampilan proses observasi dengan persentase sebesar 100 % dan termasuk pada kategori baik sekali. Keterampilan proses sains yang persentasenya paling sedikit adalah interpretasi dan prediksi dengan persentase sebesar 60% termasuk dalam kategori sedang. Selain menggunakan lembar observasi, penelitian ini juga menggunakan Lembar Kerja Siswa untuk menjaring keterampilan proses Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
40
sains pada saat di lapangan, akan tetapi keterampilan yang terdapat di LKS sangat terbatas, yaitu keterampilan observasi, klasifikasi, komunikasi, prediksi, dan interpretasi. Dari data hasil penelitian diperoleh persentase keterampilan proses sains siswa secara keseluruhan terlihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Persentase Rata-rata Kemunculan Keterampilan Proses Sains berdasarkan LKS Keterampilan Proses Sains Observasi Klasifikasi Komunikasi Prediksi Interpretasi
Persentase 70 % 72,8 % 100 % 80,4 % 68,75%
Kategori Sedang Sedang Baik sekali Baik Sedang
Berdasarkan data pada Tabel 4.2 tersebut, dapat dilihat keterampilan proses sains yang paling banyak muncul dalam LKS adalah keterampilan komunikasi dengan persentase sebesar 100 % dan termasuk pada kategori baik sekali, dan yang kurang muncul adalah keterampilan keterampilan interpretasi yaitu sebesar 68,75%. 2. Penguasaan Keterampilan Proses Sains Siswa Soal KPS diberikan untuk melihat penguasaan keterampilan proses sains setelah pembelajaran. Dari data hasil penelitian diperoleh persentase penguasaan keterampilan proses sains siswa secara keseluruhan terlihat pada Tabel 4.3.
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
41
Tabel 4.3 Persentase Penguasaan Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Soal KPS
No 1. 2. 3. 4. 5.
Keterampilan Proses Sains Klasifikasi Komunikasi Prediksi Interpretasi Menggunakan Konsep
Penguasaan KPS (%) Baik sekali 50 84,38 81,25 15,63
43,75 15,63 0 53,13
3,13 0 3,13 18,75
3,13 0 0 12,5
Kurang sekali 0 0 15,63 0
34,38
0
37,5
0
28,13
Baik
Sedang Kurang
Dari data Tabel 4.3 menunjukkan keterampilan komunikasi, dan prediksi, dikuasai siswa dengan persentase terbanyak dalam kategori baik sekali. Dari kelima keterampilan proses sains ini yang paling dikuasai siswa adalah keterampilan komunikasi (84,38%), sedangkan keterampilan menggunakan konsep merupakan keterampilan yang kurang dikuasai siswa dengan persentase 28, 13% pada kategori kurang sekali. 3. Motivasi Belajar Siswa Hasil penelitian untuk motivasi belajar dikemukakan terdiri dari dua bagian, yaitu data hasil pengukuran motivasi belajar setiap individu siswa dan data motivasi belajar siswa untuk setiap indikator. Data mengenai motivasi siswa pada kegiatan field trip ini dijaring melalui angket. Data untuk hasil pengukuran motivasi belajar untuk setiap siswa dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
42
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Motivasi Belajar Siswa Jumlah Rata-rata Standar deviasi Nilai tertinggi Nilai terendah
2309,4 72,2 8,74 86,3 53,8
Berdasarkan data nilai dalam Tabel 4.4, siswa dikelompokkan ke dalam tiga kategori motivasi belajar, yaitu; tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan pengkategorian siswa dapat dilihat pada BAB III. Data hasil pengelompokan nilai motivasi siswa dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Pengelompokan Nilai Motivasi Siswa Interval Nilai Frekuensi X ≥ 80,45 6 62,65 ≤ X < 80,45 22 X < 62,65 4
Kategori Motivasi Tinggi Sedang Rendah
Persentase 19 % 69 % 13 %
Dari Tabel 4.5 dapat dilihat persentase siswa yang memiliki motivasi pada kategori tinggi sebesar 19 %, sedang 69 %, dan kategori rendah 13 %. Selain dilakukan pengolahan data untuk mengkategorikan motivasi belajar siswa, data skor dari setiap item pernyataan juga diolah untuk menentukan persentase setiap indikator motivasi belajar. Hasil perhitungan persentase setiap indikator beserta pengkategoriannya dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
43
Tabel 4.6 Persentase Kemunculan untuk Setiap Indikator Motivasi No 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Indikator Durasi kegiatan (berapa lama kemampuannya untuk melakukan kegiatan) Frekuensi kegiatan (berapa sering kegiatan dilakukan dalam periode tertentu) Persistensi (ketetapan dan kelekatannya) pada tujuan kegiatan. Ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapat tujuannya. Devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran, bahkan nyawanya) untuk mencapai tujuan. Tingkatan aspirasi (maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau target, dan idolanya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan. Tingkatan kualifikasi prestasi atau produk/output yang dicapai dari kegiatan (berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak). Arah sikap terhadap sasaran kegiatan (like or dislike; positif atau negatif).
Persentase
Kategori
69,6 %
Cukup
73,1 %
Cukup
73,9 %
Cukup
69,5 %
Cukup
72,3 %
Cukup
68,4 %
Cukup
71,1 %
Cukup
78,8 %
Baik
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas diketahui bahwa indikator nomor 8 yaitu arah sikap terhadap sasaran kegiatan, memiliki nilai persentase paling tinggi yaitu sebesar 78,8 % yang termasuk dalam kategori baik. Indikator yang memiliki persentase terendah adalah indikator nomor 6 yaitu tingkatan aspirasi, sebesar 68,4 % yang dikategorikan cukup. Selanjutnya indikator nomor 1 sampai dengan nomor 5 serta indikator nomor 7 yaitu: durasi Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
44
kegiatan, frekuensi kegiatan, persistensi pada tujuan kegiatan, ketabahan dan keuletan, devosi dan pengorbanan, dan tingkatan kualifikasi prestasi, termasuk dalam kategori cukup. Adapun secara berurutan persentase setiap indikator dari yang paling tinggi adalah: 1) arah sikap dengan persentase sebesar 78,8 % dan termasuk dalam kategori baik; 2) persistensi pada kegiatan sebesar 73,9 % yang termasuk dalam kategori cukup; 3) frekuenasi kegiatan dengan persentase 73,1 % termasuk dalam kategori cukup; 4) devosi dan pengorbanan sebesar 72,3 % termasuk pada kategori cukup; 5) tingkatan kualifikasi sebesar 71,1 % termasuk pada kategori cukup; 6) durasi kegiatan sebesar 69,9 % termasuk pada kategori cukup; 7) ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam menghadapi rintangan sebesar 69,5 % termasuk pada kategori cukup; dan 8) tingkatan aspirasi yang hendak dicapai sebesar 68, 4 % dan termasuk dalam kategori cukup. 4. Hasil Tes Penguasaan Konsep Ekosistem Data hasil tes penguasaan konsep ekosistem ini merupakan data penunjang untuk mengetahui penguasaan konsep siswa pada konsep ekosistem setelah pembelajaran berlangsung. Hasil data tes penguasaan konsep ekosistem dapat dilihat dari Tabel 4.7 di bawah ini: Tabel 4.7 Hasil Tes Penguasaan Konsep Ekosistem Kriteria Baik sekali Baik Sedang Kurang Kurang sekali
Persentase (%) 15,63 18,75 28,13 28,13 9,38
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
45
Data Tabel 4.7 tersebut menunjukkan penguasaan konsep siswa pada materi ekosistem dalam kategori kurang dan sedang dengan persentase sebesar 28,13%, sedangkan siswa yang termasuk dalam kategori baik sekali hanya sebesar 9,38%. 5. Hasil Analisis Angket Siswa Selain menggunakan lembar observasi, pertanyaan di LKS, dan soal uraian, digunakan juga angket siswa sebagai data penunjang untuk mengetahui beberapa jenis keterampilan proses yang dimiliki siswa sebelumnya berdasarkan pengalaman belajarnya. Hasil analisis angket tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Hasil Analisis Angket Siswa No
Keterampilan Proses Sains
Persentase
1. 2. 3. 4.
Observasi Klasifikasi Komunikasi Menggunakan alat atau bahan
71,88 % 87,5 % 63,51 % 31,25 %
Dari Tabel 4.8 di atas menunjukkan keterampilan-keterampilan yang dimiliki siswa berdasarkan pengalaman belajar siswa sebelumnya yang baerkaitan dengan keterampilan proses sains. B. Pembahasan Berdasarkan hasil pengolahan data, keterampilan proses sains siswa dapat dimunculkan melalui pembelajaran dengan menggunakan metode field trip yang di kombinasikan dengan diskusi.
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
46
1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains a. Keterampilan Observasi Dari data hasil penelitian menunjukkan kemunculan keterampilan proses sains yang persentasenya banyak muncul. Hal ini menunjukkan bahwa metode field trip dapat digunakan dalam mengembangkan keterampilan proses observasi. Keterampilan proses observasi banyak muncul disebabkan keterampilan ini merupakan kemampuan dasar siswa yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kegiatan observasi, siswa belajar tentang dunia sekitar siswa. Siswa mengamati
objek-objek
dan
fenomena
alam
dengan
indera
penglihatan, pendengaran, peraba, pembau, serta pengecap. Kegiatan observasi yang dilakukan dalam penelitian ini tidak begitu rumit dengan jumlah objek yang tidak terlalu banyak sehingga kemunculannya pun besar, dalam artian semua siswa melakukan kegiatan observasi. Akan tetapi data yang dijaring oleh lembar observasi tersebut merupakan data secara umum. Oleh karena itu, kita perlu melihat keterampilan observasi ini dari data hasil LKS. Dilihat dari Tabel 4.2 persentase keterampilan ini lebih rendah dibanding dari Tabel 4.1. hal ini menunjukkan masih ada beberapa orang siswa yang belum dapat melakukan observasi dengan menyeluruh. b. Keterampilan Klasifikasi Berdasarkan data hasil penelitian pada Tabel 4.1, keterampilan proses klasifikasi termasuk pada kategori sedang. Pada kegiatan field
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
47
trip ini objek yang diamati keragamannya tidak terlalu tinggi dikarenakan kebun yang dipakai adalah milik warga, walaupun tidak terlalu dirawat. Akan tetapi klasifikasi yang digunakan tidak terlalu rumit, hanya membedakan mengenai faktor biotik dan abiotik. Tidak terlalu tingginya angka persentase pada penelitian ini dimungkinkan karena kecerobohan dimana banyak siswa yang masih keliru antara komponen biotik dan abiotik, tetapi ketika diberi pertanyaan mengenai pengertian dari komponen biotik dan abiotik, siswa mampu menjawabnya. Selain karena ada beberapa orang siswa masih keliru dalam mengelompokkan, dimungkinkan karena aspek pada objek yang diobservasi tidak terlalu beragam. Dari hasil penelitian Ermala (2009) dalam mengembangkan keterampilan klasifikasi diperlukan beragam objek yang perlu diobservasi. c. Keterampilan Komunikasi Keterampilan proses komunikasi pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 menunjukkan pada kegiatan field trip ini sebagian besar siswa belum dapat menyampaikan gagasan atau pendapat secara lisan pada saat diskusi berlangsung. Ada beberapa kemungkinan yang membuat siswa belum dapat terlibat secara aktif pada saat diskusi berlangsung, salah satunya karena siswa tidak dibiasakan dalam mengungkapkan ide atau gagasan pada saat pembelajaran, serta biasanya guru hanya memilih beberapa siswa untuk melakukan hal tersebut sehingga pada saat diskusi berlangsung hanya siswa-siswa yang terbiasa dipilih oleh guru
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
48
tersebut yang dapat dengan mudah mengemukakan hasil pengamatan serta mengemukakan pendapat pada saat diskusi berlangsung. Oleh karena itu, keterampilan berkomunikasi yang lebih muncul adalah keterampilan berkomunikasi secara tulisan karena siswa lebih sering melakukannya daripada berkomunikasi secara lisan. Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil angket respon siswa. Siswa seharusnya dibiasakan untuk mengkomunikasikan hasil pengamatan di depan kelas dan aktif pada saat diskusi kelas, sehingga keterampilan ini dapat dikuasai dengan baik.
Sejalan dengan
penelitian oleh Pratiwi (2007) kemampuan komunikasi memerlukan latihan terus menerus dan teratur, tidak hanya satu kali dalam penerapan pembelajaran. Latihan tersebut dapat berupa pertanyaanpertanyaan yang menuntut siswa untuk mengungkapkan pendapat secara lisan. d. Keterampilan Interpretasi Dalam keterampilan interpretasi ini siswa dituntut untuk dapat menyimpulkan hasil pengamatan dengan benar. Salah satu faktor penyebab kurang munculnya keterampilan proses interpretasi adalah beberapa
siswa
belum
mampu
melakukan
observasi
secara
menyeluruh, dalam artian beberapa siswa belum mampu menemukan pola hubungan dari objek yang diamati. Hal ini yang berpengaruh terhadap siswa dalam membuat suatu kesimpulan. Seperti yang telah dikemukakan oleh Suharlina (2009) dalam penelitiannya bahwa
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
49
keterampilan proses interpretasi yang baik didukung oleh keterampilan proses observasi siswa yang baik pula, sehingga membantu siswa dalam menarik kesimpulan. e. Keterampilan Prediksi Keterampilan proses prediksi merupakan salah satu keterampilan proses yang persentasenya paling rendah. Walaupun persentasenya paling kecil, tetapi keterampilan ini masih termasuk dalam kategori sedang. Prediksi didasarkan pada hasil observasi atau data yang sesuai. Oleh karena itu, faktor penyebab yang menjadikan keterampilan ini menjadi salah satu keterampilan yang memiliki persentase paling rendah adalah beberapa siswa belum mampu melakukan observasi secara menyeluruh, dalam artian beberapa siswa belum mampu menemukan pola hubungan dari objek yang diamati. Seperti yang dikemukakan oleh Rustaman (2003), jumlah data yang sesuai dan ketepatan data dapat berakibat pada keakuratan prediksi. f. Keterampilan Menggunakan Alat atau Bahan Dahar (1985) menyatakan bahwa pengalaman belajar siswa dapat dikonkritkan
dengan
adanya
alat
atau
bahan.
Keterampilan
menggunakan alat atau bahan yang diamati dalam kegiatan field trip ini meliputi penggunaan plot ukuran 2x2 meter, serta pemberian label terhadap spesimen yang belum siswa ketahui namanya. Dari hasil penelitian menunjukkan keterampilan dalam menggunakan alat atau bahan ini pada kategori baik, artinya hampir seluruh siswa dapat
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
50
menggunakannya dengan tepat. Persentase kemunculannya besar dapat disebabkan karena alat yang digunakan dalam kegiatan field trip ini tidak tergolong sulit, sehingga tidak memerlukan keahlian atau pengetahuan khusus dalam menggunakannya. Akan tetapi penggunaan alat dalam melakukan pengamatan merupakan langkah awal dalam suatu percobaan serta perlakuan yang tidak tepat terhadap terhadap alat atau bahan menentukan keberhasilan suatu percobaan. 2. Penguasaan Keterampilan Proses Sains Pada penelitian ini diperoleh data bahwa keteramppilan proses sains yang banyak muncul tidak selalu dikuasai siswa dengan baik. Berdasarkan Tabel 4.3, keterampilan yang banyak dikuasai siswa dengan persentase
terbesar
adalah
keterampilan
berkomunikasi,
hal
ini
menunjukkan siswa lebih berani dalam menyampaikan ide atau gagasan melalui tulisan dibanding secara lisan. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa keterampilan komunikasi khususnya lisan dalam hal ini tidak dapat diperoleh secara instan, tetapi harus terus-menerus dilatih. Keterampilan
proses
yang paling sedikit
dikuasai
adalah
keterampilan dalam menerapkan konsep. Menurut Semiawan, et al. (1987) keterampilan ini merupakan keterampilan dalam menerapkan konsep yang telah dikuasai untuk memecahkan masalah tertentu, atau menjelaskan suatu peristiwa baru dengan menggunakan konsep yang telah dimilikinya. Seperti keterampilan proses yang lainnya, keterampilan menerapkan konsep ini pun harus dilatih. Pada kegiatan belajar sehari-hari siswa hanya
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
51
mandapatkan konsepnya saja tanpa mencoba untuk berlatih dalam memecahkan masalah dengan menggunakan konsep yang telah siswa ketahui, sehingga sebagian siswa merasa kesulitan terutama dalam memberikan solusi atas permasalahan yang disajikan. 3. Motivasi Belajar Siswa Untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik pula (Sardiman, 2011:77). Motivasi merupakan salah satu bagian dari aspek afektif. Oleh karena itu, untuk mengetahui gambaran tingkat motivasi pada siswa dapat digunakan angket yang diisi langsung oleh siswa. Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan dari angket yang diisi oleh siswa dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa motivasi siswa secara individual pada kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode field trip cenderung berada pada kategori sedang, apabila dilihat secara umum motivasi siswa pada kegiatan field trip ini cukup baik, sehingga kegiatan field trip dapat menjadi salah satu pilihan dalam upaya memotivasi siswa dalam mempelajari konsep ekosistem. Adanya perbedaan nilai motivasi pada setiap individu dapat terjadi karena sifat dari motivasi itu sendiri yang sangat kompleks (Sardiman, 2011:74) dan didorong oleh adanya faktor-faktor yang dapat dipengaruhi dari adanya kebutuhan dari masing-masing individu siswa. Siswa yang memiliki motivasi untuk belajar dapat dikarenakan memang senang dengan materi yang dipelajari, atau dapat juga karena penyajian
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
52
pembelajaran yang dialami merupakan suatu pengalaman baru yang cukup menarik. Kegiatan field trip memberi pengalaman baru yang cukup menarik siswa karena dapat memberikan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan sumber belajar untuk membangun pemahaman materi. Gambaran motivasi siswa dalam kegiatan field trip juga dapat dilihat dari hasil perhitungan persentase skor yang diperoleh pada setiap indikatornya. Persentase indikator yang paling tinggi adalah indikator nomor 8 yaitu arah sikap terhadap sasaran kegiatan yang dikategorikan baik.
Arah
sikap
baik
terhadap
sasaran
pembelajaran
dapat
menggambarkan adanya motivasi dalam belajar, karena menunjukkan ketertarikannya dalam kegiatan belajar. Secara umum proporsi jawaban siswa pada pernyataan yang dikembangkan dari indikator nomor 8 pada angket menunjukkan kepada arah positif karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kegiatan belajar di luar kelas dapat memberikan suasana yang baru dan tentunya hal yang dapat siswa lakukan pun berbeda dengan yang biasa siswa dapatkan di kelas. Hal ini diperkuat dengan jawaban pada pernyataan nomor 45. Proporsi jawaban siswa arahnya positif terhadap kegiatan field trip. Seperti yang dikemukakan Sagala (2011:215) bahwa metode field trip mempunyai beberapa kebaikan, antara lain ialah: (1) siswa dapat mengamati kenyataan-kenyataan yang beranekaragam dari dekat; (2) siswa dapat menghayati pengalamanpengalaman baru dengan mencoba turut serta di dalam suatu kegiatan; (3)
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
53
siswa dapat menjawab pertanyaan dengan melihat, mendengar, mencoba, dan membuktikan langsung. Persentase indikator motivasi yang paling rendah adalah indikator nomor 6 yaitu tingkatan aspirasi (maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau target, dan idolanya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan. Meskipun persentasenya paling kecil dibanding indikator yang lainnya, tetapi indikator nomor 6 ini termasuk pada kategori cukup. Hal ini menunjukkan bahwa tingkatan aspirasinya baik berupa maksud, rencana, cita-cita, target, ataupun idolanya yang hendak dicapai dengan kegiatan dapat menjadi motivasi yang cukup baik dalam kegiatan field trip. Sesuatu hal dapat menjadi aspirasi bagi sorang siswa untuk meraih cita-citanya, tetapi belum tentu untuk siswa lainnya.
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu