BAB IV HASIL PENELITIAN DAN MEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Sulawesi Tengah (Sulteng) adalah salah satu propinsi di Indonesia yang beribukota di Palu, luas propinsi ini mencapai ±61.841,29 kilometer persegi (km²),dengan jumlah penduduk tahun 2011 berjumlah ±2.721.941 jiwa secara geografis propinsi ini terletak diantara 222 derajat Lintang Utara dan 348 derajat Lintang Selatan, serta 1122 dan 124 22 bujur Timur, sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi dan Propinsi Gorontalo, Sebelah Timur dengan Propinsi Maluku, Sebelah Selatan dengan Propinsi Sulawesi Selatan dan Propinisi Sulawesi Tenggara serta Propinsi Sulawesi Barat di sebelah barat.
Secara administrasi Sulteng terbagi dalam 10 kabupaten dan 1 kota yakni:
1. Kabupaten Donggala 2. Kabupaten Sigi 3. Kabupaten Parimo, 4. Kabupaten Poso, 5. Kabupaten Tojo Una Una, 6. Kabupaten Banggai, 7. Kabupaten Banggai Kepulauan 8. Kabupaten Morowali, 9. Kabupaten Toli-toli, 10. Kabupaten Buol serta
11. Kota Palu selaku ibukota.
Jumlah penduduk sulteng tahun 2011 ±2.721.941 jiwa (data BPS Sulteng), Penduduk asli Sulawesi Tengah terdiri atas 12 kelompok etnis atau suku, yaitu Etnis Kaili yang berdiam di kabupaten Donggala, Sigi, Parimo dan kota Palu, Etnis Kulawi berdiam di kabupaten Sigi, Etnis Lore berdiam di kabupaten Poso, Etnis Pamona berdiam di kabupaten Poso, Etnis Mori berdiam di kabupaten Morowali, Etnis Bungku berdiam di kabupaten Morowali, Etnis Saluan atau Loinang berdiam di kabupaten Banggai, Etnis Balantak berdiam di kabupaten Banggai, Etnis Mamasa berdiam di kabupaten Banggai, Etnis Taa berdiam di kabupaten Banggai dan Tojo Unauna, Etnis Bare'e berdiam di kabupaten Touna, Etnis Banggai berdiam di Banggai Kepulauan, Etnis Buol mendiami kabupaten Buol, Etnis Tolitoli berdiam di kabupaten Tolitoli, Etnis Tomini mendiami kabupaten Parigi Moutong, Etnis Dampal berdiam di Dampal, kabupaten Tolitoli, Etnis Dondo berdiam di (Dondo)kabupaten Tolitoli, Etnis Pendau berdiam di kabupaten Tolitoli, Etnis Dampelas berdiam di kabupatenDonggala.
Asli suku mori berasal dari kendari (Sulawesi tenggara), suku mori datang untuk menetap di kabupaten Morowali yang dulunya adalah kabupaten poso. Suku mori ini sendiri beragama Kristen protestan dan katolik. Menurut masyarakat pengaruh dari masuknya agama islam di kabupaten morowali ini menyebabkan sebagian besar suku mori yang tadinya beragama Kristen memeluk agama islam karena morowali hanya berada sekitar 200 meter sebelah utara berdekatan dengan laut.
Jadi karena berada hanya sekitar 200 meter dengan laut maka penyebar agama islam zaman dulu dengan mudah masuk untuk menyebarkan agama islam di suku mori yang berada di kabupaten morowali ini walaupun tidak semua dari suku mori memeluk agama islam.
Suku pamona yang berada di kabupaten poso sekarang masih banyak yang memeluk agama Kristen karena tidak dapat di jangkau lagi oleh penyebar agama islam tadi karena jarak antara kabupaten poso dengan kabupaten morowali ±435 km arah barat dari kabupaten morowali dan kabupaten mororowali memiliki luas 15.490.12 Km² atau sekitar 22.77 persen dari luas daratan Provinsi Sulawesi Tengah.
Peta Kabupaten Morowali:
Selain 12 kelompok etnis, ada beberapa suku hidup di daerah pegunungan seperti suku Da'a di Donggala, suku Wana di Morowali, suku Seasea di Banggai dan suku Daya di Buol Tolitoli. Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang saling berbeda antara suku yang satu dengan yang lainnya, namun dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar sehari-hari.
Kabupaten Morowali terbentuk dari hasil pemekaran wilayah Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah sesuai Undang-undang RI Nomor 51 Tahun 1999. Secara geografis wilayah Kabupaten Morowali berada pada Bujur Timur : 1210 02’24” – 123015’36” dan Lintang Selatan: 01031’12” – 03046’48” serta berbatasan dengan : Sebelah Utara berbatasan dengan Wilayah Kabupaten Tojo Una-Una,
Sebelah Selatan berbatasan dengan Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan, Sebelah Timur berbatasan dengan Perairan Teluk Tolo dan Kabupaten Banggai, dan Sebelah Barat Berbatasan dengan Wilayah Kabupaten Poso, Tojo Una-Una, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.
Kabupaten Morowali wilayahnya membentang dari arah Tenggara ke Barat dan melebar ke Bagian Timur serta berada di daratan Pulau Sulawesi. Namun wilayah lainnya terdiri dari pulau-pulau kecil. Bagian Paling Selatan terdapat wilayah Kecamatan Menui Kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau besar dan kecil. Pada tahun 2004 kabupaten Morowali mengalami pemekaran sehingga kecamatan yang semula berjumlah 10 menjadi 13 kecamatan. Kecamatan Bungku Utara dimekarkan menjadi dua Kecamatan yaitu Bungku Utara dan Mamosalato. Sedangkan Bungku Barat dimekarkan menjadi tiga kecamatan yaitu Bungku Barat. Bumi Raya dan Wita Ponda, dan Pada Tahun 2008 terjadi pemekaran Kecamatan Mori Atas menjadi 2 (dua) Kecamatan yaitu Kecamatan Mori Utara dan Kecamatan Mori Atas sehingga jumlah kecamatan di Kabupaten Morowali menjadi 14 Kecamatan. Di belahan Utara wilayah ini terdiri dari Kecamatan Mamosalato, Bungku Utara, Soyo Jaya dan Petasia. Di belahan Selatan terdapat Kecamatan Menui Kepulauan, Bungku Selatan dan Bahodopi. Kecamatan Lembo, Mori Atas dan Mori Utara berada pada belahan Barat dan merupakan kecamatan yang tidak mempunyai wilayah pesisir, sedang di bagian tengah terdapat Kecamatan Bungku Tengah, Bungku Barat, Bumi Raya, dan Witaponda. Luas daratan Kabupaten Morowali kurang lebih 15.490.12 Km² atau sekitar 22.77 persen dari luas daratan Provinsi Sulawesi Tengah. Luas wilayah Kabupaten Morowali menempati
urutan pertama bila dibandingkan dengan luas daratan kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Tengah. Secara administratif pemerintahan, Kabupaten Morowali terdiri dari 14 kecamatan dengan rincian kecamatan terluas wilayahnya adalah Kecamatan Bungku Utara dan yang terkecil Kecamatan Menui Kepulauan dan Jumlah desa yang terdapat di Wilayah Kabupaten Morowali sebanyak 240 desa yang terdiri atas 230 desa dan 10 kelurahan dimana 132 desa diantaranya berbatasan dengan pantai yang tersebar pada 11 Kecamatan dan 3 Kecamatan lainnya yaitu Lembo, Mori Atas dan Mori Utara yang tidak memiliki desa pantai. Luas dan sebaran Desa/Kelurahan dapat dilihat pada Tabel berikut ini : Tabel 1. Luas Wilayah, Sebaran Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan Kabupaten Morowali:
Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Menui Kepulauan Bungku Selatan Bahodopi Bungku Tengah Bungku Barat Bumi Raya Witaponda Lembo Mori Atas Petasia Soyo Jaya Bungku Utara Mamosalao Mori Utara Kabupaten Morowali
Luas (km²) 223,63 1.271,19 1.080,98 1.112,80 758,93 504,77 519,70 1.332,84 1.508,81 1.635,24 605,51 2.406,79 1.480,00 1.048,93 15.490,12
% 1,44 8,21 6,98 7,18 4,90 3,26 3,36 8,60 9,74 10,50 3,91 15,54 9,55 6,77 100,00
Jumlah Desa 19 33 12 29 10 13 9 24 14 28 9 20 14 8 240
Pusat Pemerintahan Ulunanmbo Kaleroang Bahodopi Bungku Wosu Bahonsuai Lantulajaya Beteleme Tomata Kolonodale Lembasumara Baturube Tanasumpu Manyumba
Sumber : Kabupaten Morowali Dalam Angka. 2007 dan Bagian Adm. Pemerintahan Umum
Kecamatan wita ponda terdiri dari terdiri dari 9 desa yaitu solonsa jaya, solonsa utama, ungkaya, moahino, emea, sampeantaba, laantulajaya, bumi harapan, dan pontari makmur. Yang terdiri dari berbagai suku yaitu solonsa utama, solonsa jaya, ungkaya, moahino, emea suku mori, sampeantaba, lantulajaya suku bugis, tator, dan jawa, dan pontari makmur dan bumi harapan jawa dan bali yang tinggal dalam satu kecamatan dan saling berinteraksi antara suku dan agama yang satu dengan yang lainnya.
Tabel 2. Keadaan Penduduk Desa Emea
NO URAIAN 1 1
KEPALA KELUARGA
L 3 500
P 4 37
2 Penduduk akhir bulan 2 Kelahiran 1 3 Meninggal 1 4 Pendatang 5 Pindah penduduk JUMLAH 499 38 Sumber data: Desa Emea,2012
JUMLAH
KK(3+4)
JUMLAH JIWA
JUML AH(6+
5 537
L 6 1.047
P 7 990
7) 8 2.037
1 1 -
1 -
2 -
2 1 -
537
1.046
992
2.038
KET.
9
Tabel 3. Laporan Penduduk Menurut Agama NO URAIAN
KEPALA KELUARG A L P 1 2 3 4 1 ISLAM 475 37 2 HINDU 17 1 3 KRISTEN 6 4 KHATOLIK 5 BUDHA 1 JUMLAH 499 38 Sumber data: Desa Emea,2012
JUMLA H KK(3+4) 5 512 18 6 1 537
JUMLAH JIWA L 6 1.009 29 7 1 1.046
P 7 946 35 10 1 992
JUML KET AH(6+ . 7) 8 1.995 64 17 2 2.038
9
Dari tabel di atas terlihat penduduk desa emea terdiri dari berbagai agama yaitu islam, hindu, Kristen, budha. Keunikan dari desa emea ini adalah penduduk yang beragama islam tidak tinggal bedekatan dengn agama di luar islam, penduduk yang beragama selain agama islam tinggal terpisah atau mempunyai kawasan masing-masing, menurut masyarakat mereka hidup terpisah karena agar supaya setiap agama bisa menjalankan kegiatan beribadah lebih khusuk tanpa mengganggu agama lain yang bedekatan.Walaupun masyarakat ini tinggal terpisah atau mempunyai kawasan masing-masing tapi dalam kehidupan sehari-hari mereka sering bertemu atau saling berinteraksi antara agama satu dengan yang lain.
Emea, adalah salah satu desa di Kecamatan Wita Ponda Kabupaten. Desa ini berdekatan dengan laut hanya sekitar 200 M sblah utara. Desa Emea mempunyai luas daerah/ desa 601,30 Ha yang terdiri dari 5 dusun dan mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Moahino 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bumi Harapan 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ungkaya 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sampeantaba Topografi: a. Luas kemiringan lahan (rata-rata) 1. Datar 575,13 Ha b. Ketinggian di atas permukaan laut (rata-rata) 10 m Hidrologi Irigasi berpengairan tekhnis Klimatologi
a. Suhu 26 ᵒc b. Curah hujan 2000/3000 mm c. Kelembaban udara d. Kecepatan angin Luas lahan pertanian a. Sawah terigasi 7 Ha b. Pertanian kelapa sawit 215 Ha Luas lahan pemukiman a. Luas pemukiman 381,30 Ha
Desa yang memiliki luas 601,30 Ha ini ternyata mempunyai jumlah penduduk sekitar 2.037 jiwa yang terdiri dari 1.046 jiwa laki-laki dan 992 jiwa perempuan. Penduduk desa emea terdiri dari berbagai suku yaitu Mori, bungku, Bugis, Tator, Jawa dan Bali. Penduduk yang tinggal di desa emea tersebut adalah penduduk asli suku mori dan bungku.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Tradisi Mongkoro Soekanto (dalam Dadang Supardan 2008 : 207) mendefinisikan Tradisi sebagai suatu pola perilaku atau kepercayaan yang telah menjadi bagian dari suatu budaya yang telah lama di kenal sehingga menjadi bagian dari suatu budaya yang telah lama di kenal sehingga menjadi adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun temurun. Kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan tradisi sebagai (1) adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masing di jalankan di masyarakat. (2) penilaian atau anggapan
bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar. Dengan kata lain tradisi bida di artikan sebagai adat istiadat yang di turunkan secara turun temurun dari nenek moyang kepada generasi-generasi selanjutnya yang kemudian di laksanakan oleh generasi-generasi tersebut. Adat merupakan wujud ideal dari kebudayaan yang berfungsi sebagai tata kelakuan. Adat adalah aturan,perbuatan yang lazim di lakukan sejak dahulu menurutdaerah setempat. Adat yang berada pada tingkat nilai budaya bersifat abstrak, merupakan ide-ide yang berkonsepsikan halhal yang paling bernilai dalam kehidupan suatu masyarakat. Kata adat sendiri berasal dari bahasa arab yang berarti kebiasaan. Pendapat lain menyatakan, bahwa adat sebenarnya berasal dari bahasa sansekerta a(berarti “bukan”) dan dato (yang artinya “sifat kebenaran”). Dengan demikian adat bersifat immaterial artinya adat menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan system kepercayaan. Fakultas hukum universitas andalas 1977-1978 hal 36 (dalam soerjono soekanto 1983). Di dalam penelitian yang pernah di adakan di nyatakan antara lain; Pada umumnya adat itu di bagi atas 4 bagian yaitu; 1. Adat yang sebenar adat. Ini merupakan undang-undang alam. Di mana dan kapanpun ia akan tetap sama, antara lain adat air membasahi, adat api membakar dan sebagainya. 2. Adat istiadat. Ini adalah aturan pedoman hidup di seluruh daerah ini yang di perturunnaikan selama ini, waris yang di jawek, pusako nan di tolong, artinya yang di terima oleh generasi yang sekarang oleh generasi yang dulu supaya dapat kokoh berdirinya.
3. Adat nan teradat. Ini adalah kebiasaan setempat.dapat di tambah ataupun di kurangi menurut tempat dan waktu. 4. Adat yang diadatkan. Ini adalah adat yang dapat di pakai setempat. Seperti dalam suatu daerah adat menyebut dalam perkawinan mempelai harus memakai pakain kebesaran, kalau tidak maka helat tidak akan menjadi; tapi pada waktu sekarang karena sukar mencari pakaian kebesaran itu maka pakaian biasa saja dapat di pakai oleh mempelai tadi. Mongkoro merupakan mengundang secara lisan yang di lakukan setiap akan melakukan acara suka cita seperti pernikahan, khitanan, syukuran dll, masyarakat yang berada di suatu desa yang akan melaksanakan suatu acara datang saling membantu salah satu warga yang akan melaksanakn acara tersebut. Di samping itu, masyarakat yang datang membantu tersebut membawa bahan-bahan sembako untuk di makan di acara pernikahan tersebut seperti beras, gula, minyak goreng dll. Tradisi mongkoro sudah lama di gunakan oleh suku mori tiap akan mengadakan acara, dari dulu smpai sekarang masih tetap di gunakan. 4.2.2 Tradisi Mongkoro di Lihat Dari Sudut Pandang Suku Mori Interaksionisme simbolik yang di kemukakan oleh Herbert Blumer ,menurut poloma (1992:267-269),mengandung sejmulah ide-ide dasar sebagai berikut: 1. masyarakat terdiri dari manusia yang saling berinteraksi dan bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk organisasi atau struktur sosial;
2.
interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang saling berhubungan. Interaksi nonsimbolik mencakup stimulus respon yang sederhana, sedangkan interaksi simbolis mencakup penapsiran dan tindakan;
3.
objek-objek tidak mempunyai makna yang intrinsik; makan merupakan produk interaksi simbolik. Objek-objek dapat di klasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu objek fisik, sosial, dan objek abstrak;
4.
manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai objek. Pandangan terhadap diri sendiri sebgaimana dengan semua objek, lahir pada saat proses interaksi simbolik;
5.
tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia itu sendiri;
6.
akhirnya, tindakan tesebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota kelompok: hal ini disebut sebagai tindakan bersama. Maclver dan page (dalam soerjono soekanto 2012:22) mengemukakan bahwa masyarakat
adalah suatu system dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Sehingga masyarakat bisa di artikan sebagai jalinan hubungan social dan selalu berubah-ubah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan istilah ilmiah saling beriteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai perananagar warganya dapat saling berinteraksi. Masyarakat morowali khususnya di desa emea di lihat dari tradisi kebudayaannya yang merupakan campuran dari suku mori dan suku bungku contohnya dapat di lihat dari semboyannya yaitu tepeasa maroso, tepeasa yang berasal dari bahasa bahasa bungku yang artinya “bersatu”, sedang maroso berasal dari bahasa mori yang artinya “kuat”.
Menurut saya Salah satu yang menarik dari kampung tersebut agama muslim dan non muslim terpisah atau mempunyai kawasan sendiri-sendiri, umat muslim mempunyai kawasan sendiri dan non muslim pun mempunyai kawasan sendiri-sendiri. Dan keunikan ini dapat terjaga dari dulu sampai sekarang. 4.2.3 Persepsi Masyarakat Mengenai Tradisi Mongkoro Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat & kemampuan lain serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan dikaji asal kata bahasa sansekerta berasal dari kata budhayah yang berarti budi atau akal. Kebudayaan secara umum dapat diartikan sebagai “segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal budi (pikiran) manusia dengan tujuan untuk mengolah tanah atau tempat tinggalnya, atau dapat pula diartikan segala usaha manusia untuk dapat melangsungkan dan mempertahankan hidupnya didalam lingkungannya”. Budaya dapat pula diartikan sebagai himpunan pengalaman yang dipelajari, mengacu pada pola-pola perilaku yang ditularkan secara sosial tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengartikan kebudayaan sebagai peninggalan sejarah yang bersifat tradisional. Seperti tarian daerah, alat musik daerah, senjata tradisional, bahasa daerah, dan lain sebagainya. Di negara kita, hampir setiap propinsi memilki kebudayaan tradisionalnya sendiri. Oleh sebab itu negara kita dijuluki negara yang kaya akan budaya.
Negara Indonesia adalah suatu Negara yang memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang beraneka macam dari sambang sampai merauke.adat istiadat yang mempunyai fungsi dan makna masing-masing bagi setiap suku yang masih terjaga sampai sekarang ataupun sudah hilang seiring semakin berkembang dan modernnya cara pemikiran manusia.
Mongkoro berasal dari bahasa suku Mori yang artinya mengundang secara lisan. Di lihat dari bahasanya saja sudah menggunakan bahasa asli suku mori jadi mongkoro ini merupakan warisan asli dari suku mori sendiri tanpa ada campuran dari suku lain.
Tradisi mongkoro ini sendiri mempunyai makna yang penting bagi masyarakat suku mori yaitu dapat menjalin rasa gotong royong yang sangat kuat antara masyarakat yang satu dan yang lainnya dan dapat mempererat rasa kekeluargaan yang lebih erat tanpa membeda-bedakan antar agama maupun antar suku, dapat terlihat jika ada masyarakat yang mengadakan sebuah acara semua yang di undang atau mengenal yang menyelenggarakan acara tersebut akan datang untuk saling membantu dan akan terlihat terdiri dari berbagai suku.
Kebiasaan-Kebiasaan dalam kehidupan masyarakat adalah pola-pola kegiatan atau perbuatan positif yang dilakukan oleh warga masyarakat yang peruhanan sebuah kesatuan hukum tertentu yang pada dasarnya dapat bersumber pada hukum adat atau adat istiadat yang diakui keabsahanya oleh warga masyarakat tersebut dan warga wasyarakat lainya.( uu nomor 1 tahun 2009 pasal 1 ayat 4, tentang pemberdayaan, pelestarian, perlindungan dan pengembangan adat istiadat dan lembaga adat dalam Wilayah Negara Republik Indonesia). Berdasarkan UU yang ada di atas tradisi mongkoro adalah sebuah adat yang membawa dampak positif bagi semua masyarakat suku mori atau suku lain yang tinggal menetap di Desa Emea Kecamatan Wita Ponda Kabupaten Morowali.
Tradisi mongkoro ini sudah ada sejak dari nenek moyang suku mori dan sampai sekarang tradisi ini masih ada dan masih di gunakan dalam setiap acara-acara di desa Emea ini, ada terdapat sedikit perbedaan antara tradisi mongkoro yang dulu dan yang di pakai sekarang. Tradisi mongko pada zaman dulu penduduk yang turun untuk mengudang terdapat dua orang atau berpasangan laki-laki dan perempuan dan menggunakan pakaian adat sedangkan pada
zaman sekarang hanya seorang saja tidak menggunakan pakaian adat lagi atau hanya menggunakan pakaian biasa tapi sopan.
Tradisi mongkoro ini sangat erat dengn kehidupan suku mori, dapat di lihat dari semakin modern dan canggihnya system komunikasi jaman sekarang ini tapi suku mori masih sangat mempertahankan tradisi mongkoro ini walaupun ada perubahan yang terlihat seperti cara berpakaian tapi itu tidak merubah makna dan arti tradisi mongkoro ini bagi suku mori. Perubahan yang ada dalam tradisi hanya karena perkembangan zaman saja yang tidak telalu berarti bagi suku, yang paling penting perkembangan zaman tidak menghilangkan tradisi ini dan tidak merubah cara pemikiran masyarakat mengenai makna dan pentingnya tradisi ini bagi mereka. Seperti hasil wawancara bersama Bapak Ratimu (tokoh adat) sebagai berikut:
“ Caranya dorang dalam berpakaian memang sekarang ini sudah lain mi dari yang aslinya sebenarnya, kalau dulu yang ba undang itu dia pake baju adat baru kalu turun ada laki-laki ada perempuan. Menurut orang tua dulu katanya itu supaya yang perempuan undang yang perempuan baru laki-laki dengan laki tuan rumah,sekarang ini karena tidak mi lagi karena sekarang sudah mulai canggih mi mungkin. Yang penting untuk orang-orang suku mori tetap tidak lupa arti dari adat mongkoro ini”. 1 Maksud Bapak Ratimu cara berpakaian yang turun untuk mengundang secara lisan pada zaman sekarang sudah berbeda dengan yang sebenarnya, kalau zaman dulu yang turun untuk mengundang memakai pakaian adat dan berpasangan pria dan wanita. Karena menurut nenek moyang suku mori tujuan yang turun mengundang berpasangan agar yang pria mengundang tuan rumah pria dan wanita mengundang tuan rumah yang wanita, sekarang sudah tidak memakai pakaian adat lagi karena zaman yang semakin modern, yang terpenting masyarakat suku mori tidak melupakan makna dari tradisi mongkoro ini. 1
(hasil wawancara dengan bapak Ratimu,27 oktober 2013)
Gambar 1: wawancara dengan Bapak Ratimu (tokoh adat) mengenai persepsi mengenai tradisi mongkoro. Hal yang sama juga di katakan Bapak Aeni (tokoh agama) sebagai berikut:
“ Yang turun mengundang sekarang itu kan bukan orang-orang tua lagi bukan kaya lalu harus orang yang sudah tua, dorang sudah tidak mau pake pakean adat karena sudah banyak sekarang dorang liat di tv-tv cara berpakaian yang lebik modern jadi tidak mau lagi pake pakean adat”. 2 Maksud Bapak Aeni yang turun untuk mengundang sekarang masih muda, kalu zaman dahulu yang turun untuk mengundang harus yang sudah tua. Mereka sudah tidak ingin memakai pakaian adat lagi karena banyak melihat di layar tv cara berpakaian yang lebih modern.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan dua tokoh di atas mengenai persepsi mereka mengenai tradisi mongkoro, di temukan dua pendapat yang tidak jauh berbeda yakni cara berpakaian yang turun untuk mengundang yang dahulu dan sekarang memang ada perpedaan, jika dahulu memakai pakaian adat tapi sekarang Cuma memakai pakaian biasa saja dan dahulu berpasangan wanita dan pria, yang pria akan mengundang tuan rumah pria dan yang wanita mengudang tuan rumah wanita dan sekarang Cuma pria saja dan mengundang semua tuan rumah 2
(hasil wawancara dengan bapak Aeni,28 oktober 2013)
baik pria maupun wanita. Yang penting masyarakat tidak menghilangkan ataupun melupakan makna dari tradisi mongkoro ini sendiri.
4.3 Faktor-Faktor Penyebab Pergeseran Tradisi Mongkoro
Menurut Selo Soemardjan“segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.(Gatot Teguh Aripianto: 23 april 2010) . Sesuai teori di atas budaya yang dahulu tak ternilai harganya, kini justru menjadi budaya yang tak bernilai di mata masyarakat. Sikap yang tak menghargai itu memberikan dampak yang cukup buruk bagi perkembangan budaya tradisional di negara kita. Karena salah satu cara untuk melestarikan budaya tradisional adalah sikap dan perilaku dari masyarakatnya sendiri. Jika dalam diri setiap masyarakat terdapat jiwa nasionalis yang dominan, melestarikan budaya atau tradisi merupakan suatu kebanggaan, tapi generasi muda sekarang ini justru beranggapan yang sebaliknya, sehingga mereka menggagap melestarikan budaya atau suku itu suatu paksaan. Jadi kelestarian budaya atau tradisi itu juga sangat bergantung pada jiwa nasionais generasi mudanya.
Sebagai para generasi muda penerus bangsa, jiwa dan sikap nasionalis sangatlah diperlukan. Bukan hanya untuk kepentingan politik saja kita dituntut untuk berjiwa nasionalis, tetapi dalam mempertahankan dan melestarikan budayapun juga demikian. Kita butuh untuk menyadari bahwa untuk mempertahankan budaya peninggalan sejarah itu tidak mudah. Butuh pengorbanan yang besar pula. Oleh karenanya tak cukup apabila hanya ada satu generasi muda yang mau untuk tapi yang lain masa bodoh. Dalam melakukannya dibutuhkan kebersamaan untuk saling mendukung dan mengisi satu sama lain. Dalam kata lain dalam menjaga kelestarian budaya juga diperlukan kekompakan untuk saling mengisi dan mendukung.
Setiap perubahan yang ada dalam lingkungan kita yang berasal dari luar maupun dari dalam yang di alami setiap masyarakat akan membawa perubahan pada masyarakat atau kelompok masyarakat itu sendiri, baik itu perubahan yang Nampak maupun perubahan yang bisa kita rasakan sendiri. Dan sesuai teori di atas tadi sesuai dengan perubahan pada tradisi mongkoro, perubahan yang terjadi masyarakat seperti masuknya budaya baru ataupun kawin campur juga akan mempengaruhi adat istiadat dan cara pemikran masyarakat.
4.3.1 Pengaruh Internal
a. Kawin Campur
Proses saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat. Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesiaataupun kelompokkelompok masyarakat yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia terbentuk) telah mengalami proses dipengaruhi dan mempengaruhi.
Kemampuan berubah merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia selama tidak menghilangkan budaya asli kita. Tanpa itu kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah. Perubahan yang terjadi saat ini berlangsung begitu cepat.
Hanya dalam jangka waktu satu generasi banyak negara-negara berkembang telah berusaha melaksanakan perubahan kebudayaan, padahal di negara-negara maju perubahan demikian berlangsung selama beberapa generasi. Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa lain, berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh luar. Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam proses interaksi.
Kawin campur atau perkawinan antara 2 suku yang berbeda di anggap adalah salah satu penyebab pergeseran tradisi mongkoro ini karena akan saling mempengaruhi tradisi dari salah satu mempelai yang akan mengadakan pernikahan.
Dalam budaya pernikahan pada suku mori jika ada yang mengadakan pernikahan acara pernikahan dari awal sampai akhir akan di laksanakan di rumah atau daerah mempelai wanita, jadi jika seandainya mempelai pria yang suku mori secara tidak langsung pria yang akan mengikut tata acara pernikahan dari mempelai wanita. Jika wanita dan pria walaupun berbeda suku tetapi tinggal dalam satu daerah yang sama maka tradisi mongkoro masih tetap di pakai.
Jadi kawin campur juga mempengaruhi pergeseran suatu tradisi yang ada dalam satu suku yang ada.seperti hasil wawancara bersama Bapak Dadia (tokoh masyarakat) sebagai berikut:
“ Kalau dulu jarang kita dengar atau mungkin tidak ada yang kawin beda suku, pasti satu suku semua sampe-sampe ada yang kawin masih keluarga dekat juga. Contohnya saya dengan istriku itu masih sepupu satu kali, karena dulu bagaimana mau jodoh dengan suku lain, keluar dari kampung saja jarang karena kalau dulu untuk pergi sekolah saja jalan kaki dari rumah baru teman-teman sekolah tidak ada yang beda suku semua satu suku jadi tidak mungkin mau dapat jodoh yang beda suku. 3 Maksud Bapak Dadia kalau zaman dahulu jarang sekali ada yang menikah beda suku dan bahkan tidak ada, yang menikah pasti sama suku dan bahkan ada yang nikah maih mempunyai ikatan pernikahan. Zaman dahulu tidak mungkin nikah berbeda suku karena untuk keluar dari kampong saja jarang dan untuk pergi sekolah saja berjalan kaki karena kendaraan yang belum ada dan di sekolah pun semua sama suku jadi tidak mungkin untuk nikah beda suku.
3
(hasil wawancara dengan bapak Dadia 5 november 2013)
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka penulis merumuskan bahwa pada zaman dahulu tradisi mongkoro ini tidak ada yang namanya kawin campur di karenakan zaman dahulu anak-anak mudanya hanya menetap di kampong untuk bekerja karena zaman dulu jarang anakanak yang keluar untuk sekolah karena masalah biaya dan kalau yang menikah selalu mempunyai suku yang sama jika ada perbedaan hanya daerah mereka saja yang berbeda. Dan zaman dulu yang pasangan yang menikah antara kedua mempelai masih mempunyai hubungan tali kekeluargaan karena zaman dulu perjodohan masih banyak terjadi.
Itu zaman dulu berbeda dengan zaman sekarang yang anak-anak mudanya sering keluar daerah untuk sekolah, kerja dll. Dan sering bertemu jodoh mereka yang di luar daerah dan berbeda suku.
4.3.2 Pengaruh Eksternal
a. Budaya Barat
Kebudayaan asing disini khususnya kebudayaan dari negara-negara maju atau Barat yang memengaruhi sejumlah besar masyarakat dan kebudayaan di dunia ini budaya di Indonesia telah banyak tercampur dengan budaya asing. Itu mungkin disebakan karena kebudayaan itu lebih menyenangkan dibandingkan budayanya sendiri. Sebenarnya budaya asli Indonesia telah memiliki budaya yang mirip dengan budaya tadi. Namun, budaya tersebut terkadang dianggap kurang meriah. Contoh perubahan besar lainnya adalah penggunaan komputer dan alat-alat teknologi sebagai pengganti buku untuk mencari tugas. Hal itu disebabkan oleh kemudahan menggunakan alat-alat teknologi tersebut.
Walaupun perubahan dari cara berpakaian tradisi mongkoro tidak terlalu di anggap penting bagi suku mori tetapi perubahan itu tetap ada dan tetap di rasakan walaupun sedikit dan di anggap ada yang hilang atau berkurang dari tradisi mongkoro ini sendiri. Seperti hasil wawancara bersama Bapak Hamsah Beluano ( tokoh adat) sebagai berikut:
“ Saya liat sekarang budaya dari luar itu sudah banyak sekali berpengaruh contohnya saja tradisi mongkoro ini sudah tidak pake pakean adat lagi, ini salah satu pengaruh dari luar, mungkin dorang berpikir kalau sudah tidak penting lagi atau sering dorang bilang sudah ketinggalan zaman mi lagi pake baju daerah jadi sudah tidak di pake lagi.4 Maksud Bapak Hamsah Beluano pengaruh budaya luar membawa banyak pengaruh contohnya tradisi mongkoro sudah tidak memakai pakaian adat lagi, ini merupakan salah satu pengaruh dari luar karena mereka menganggap bahwa pakain daerah sudah ketinggalan zaman jadi mereka sudah tidak menggunakannya lagi.
Berdasarkan hasil wawancara di atas penulis merumuskan bahwa perubahan dari cara berpakaian terjadi akibat pengaruh budaya luar yang melihat cara berpakaian yang lebih modern dan menganggap pakaian adat tidak terlalu penting Yang penting makna dari tradisi ini tidah hilang dari masyarakat dan tetap di pertahankan sampai kapan pun.
b.Globalisasi
Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia . Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya terutama tradisi-tradisi dalam suku bangsa yang tersebar di Indonesia. 4
(hasil wawancara dengan bapak Hamzah Beluano,28 oktober 2013)
Budaya dan tradisi bangsa
yang seharusnya menjadi kebanggaan dan harusnya di
pertahankan sekarang mulai hilang dikarenakan masuknya budaya asing (modern). Kita sebagai warga negara indonesia yang mempunyai hak penuh atas kebudayaan tersebut seharusnya melestarikannya bukan malah mengesampingkannya dengan berbagai alasan seperti takut dibilang ketinggalan jaman, takut dibilang kupper, katrok, dan lain sebagainya.
Jika ditinjau melalui aspek global, globalisasi menjadi tantangan untuk semua aspek kehidupan juga yang terkait dengan kebudayaan. Budaya tradisional yang mencerminkan etos kerja yang kurang baik tidak akan mampu bertahan dalam era global. Era global menuntut kesiapan kita untuk siap berubah menyesuaikan perubahan zaman dan mampu mengambil setiap kesempatan. Budaya tradisional di Indonesia sebenarnya lebih kreatif dan tidak bersifat meniru, yang menjadi masalah adalah mempertahankan jati diri bangsa.
Sebagai contoh sederhana, budaya gotong royong di Indonesia saat ini hampir terkikis habis, individual dan tidak mau tahu dengan orang lain adalah cerminan yang tampak saat ini. Perlu dipikirkan agar kebudayaan kita tetap dapat mencerminkan kepribadian \bangsa. Kebudayaan tradisional adalah sebuah warisan luhur.
Dalam era globalisasi, kebudayaan tradisional mulai mengalami kepunahan. Orang, anak muda utamanya lebih senang menghabiskan waktunya untuk mengakses internet dari pada mempelajari
kebudayaan sendiri. Orang akan merasa bangga ketika dapat menuru gaya
berpakaian orang barat dan menganggap budayanya kuno dan ketinggalan. Globalisasi akan selalu memberikan perubahan, kita lah yang harus meneliti apakah budaya-budaya tersebut bersifat positif ataupun negatife.
Globalisasi dan budaya, sudah membuat masyarakat Indonesia khususnya suku mori harus bersiap-siap menerima kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satu nya adalah kebudayaan. Bagi bangsa Indonesia kebudayaan adalah salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya. Kesenian rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput dari pengaruh globalisasi. Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan dikuasai oleh negara-negara maju, bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia. Mereka mampu mempengaruhi satu sama lain. Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti Indonesia selalu khawatir akan tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian kita. Perkembangan globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam berbagai bidang, seperti bidang kebudayaan. Dimana budaya asli suatu negara mulai hilang, terjadi erosi nilai-nilai suatu budaya, menurunkan rasa nasionalisme hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong, kepercayaan diri hilang, gaya hidup kebarat-baratan serta masalah dalam eksistensi kebudayaan daerah yang dapat kita lihat dari menurunnya rasa cinta terhadap kebudayaan yang menjadi jati diri bangsa. Sebagai generasi muda, kita seharusnya bisa menyeleksi mana yang baik dan bermanfaat untuk masa depan. Globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar Ilmu
pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan transportasi telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa apalagi pada zaman sekarang banyaknya anak-anak muda yang keluar untuk menuntut ilmu di luar daerah bahkan di luar Negara mereka, walaupun itu sangat baik agar mendapatkan pengetahuan dan ilmu dari luar tapi dapat berdampak pada kebudayaan atau tradisi sendiri. Dengan adanya globalisasi ini akan mempengaruhi tradisi mongkoro (mengundang secara lisan) ini sendiri, karena semakin canggihnya teknologi seperti percetakan, foto copy, sablon akan mempengaruhi tradisi mongkoro ini sendiri. jika di lihat juga mengundang dengan tulisan aka lebih mudah dan lebih menghemat waktu dari yang turun mengundang. Perbedaan antara mengundang secara tulis dengan mengundang secara lisan sebagai berikut:
Mengundang dengan tulisan akan lebih mudah yang mengundang langsung memberikan undangan saja terus selesai tetapi jika dengan lisan yang mengundang harus berbicara langsung dengan tuan rumah yang akan di undang menyampaikan amanat dari yang akan menyelenggarakan acara.
Akan lebih menghemat waktu, karena dengan tulisan hanya membutuhkan waktu ± 2 menit hanya memberikan undangan pada tuan rumah setelah itu bisa lanjut dengan rumah berikutnya tapi jika dengan mengundang secara lisan membutuhkan waktu sekitar ± 10 menit karena akan menyampaikan amanat dari tuan pesta tadi dan masih akan bercerita dulu dengan tuan tuan rumah tadi.
Jika di lihat di atas sebenarnya dengan tulisan lebih di anggap lebih mudah tapi setelah melakukan wawancara dengan Bapak Anton (tokoh masyarakat) sebagai berikut: “ Kalau kita liat sekarang memang lebih mudah dan tidak banyak waktu yang di pake kalau pake undangan tulisan
tapi bisa kita liat kalu kita pake
undangan tulisan yag di undang itu akan datang hanya pas acaranya saja tapi kalu lisan kan mereka datang baku bantu dulu karena yang ba undang kasih tau dari awal acara dari persiapan sampe pelaksanaannya jadi dorang datang baku bantu di situ di liat bedanya sebenarnya”.5
Maksud Bapak Anton jika menggunakan undangan secara tulisan memang lebih mudah karena lebih mudah dan menghemat waktu dari yang mengundang tadi tapi jika mengundang secara tulisan yang di undang hanya datang pada acara pelaksanaanya saja tapi jika dengan lisan yang di undang tadi akan datang dari persiapan sampai selesainya acara karena sudah di sampaikan dari yang mengundang tadi. Hal yang hamper berkaitan juga Seperti hasil wawancara bersama Bapak Lasuandi sebagai berikut: “Kalau di liat-liat zaman yang sudah makin modern nanti mau bawa pengaruh yang tidak bagus untuk penerus nantinya, kalau anak-anak sekarang yang sudah besar sudah mengerti karena masing sering liat tradisitradisi yang ada di kampung tapi bagimana dengan anak cucu mereka nanti yang belum tau ini tradisi, bagaimana dorang mau pertahankan sedangkan sudah makin hilang karena zaman yang sudah makin modern yang pasti akan bawa pengaruh dengan cara ba pikir. 6 Maksud Bapak Lasuandi jika melihat zaman sekarang yang sudah semakin modern akan membawa pengaruh yang tidak bail bagi penerus nantinya, jika anak-anak yang sekarang sudah dewasa sudah mengerti dengan tradisi yang ada di sukunya, tapi bagaimana dengan anak mereka nantinya yang belum tahu dengan tradisi ini, bagaimana mereka akan mempertahankan tradisi ini jika melihat sekarang tradisi ini sudah makin hilang akibat zaman yang semakin modern dan sudah tentu akan mengubah cara berpikir mereka. 5
6
hasil wawancara dengan bapak Anton, 4 november 2013) (hasil wawancara dengan bapak Lasuandi, 3 november 2013)
Gambar 2: wawancara dengan Bapak Lasuandi (tokoh masyarakat) mengenai faktor penyebab pergeseran tradisi mongkoro
Dari hasil wawancara kedua tokoh di atas yang berkaitan mengenai globalisasi penulis menguraikan bahwa pengaruh globalisasi ini pada tradisi mongkoro dari semakin canggihnya teknologi akan membawa pengaruh bagi tradisi
mongkoro ini menggunakan undang lisan
memang lebih mudah dan menghemat waktu jika di bandingkan dengan secara lisan yang rumit dan memakan waktu banyak tapi jika dengan tulisan yang datang hanya mengikuti yang di tulis saja yaitu hanya pada pelaksanaan acara saja tapi jika dengan lisan masyarakat datang dari ersiapan sampai acara selesai karena sesuai undangan yang di sapaikan dari yang mengundang secara lisan tadi dan globalisasi juga membawa pengaruh buruk dan akan mempengaruhi anak cucu mereka di kemudian hari dan kemudian dengan sendirinya tardisi mongkoro ini akan hilang secara perlahan dalam kehidupan dan adat istiadat suku mori ini sendiri. Karena dengan globalisasi ini akan mengubah acara pandang dan pemikiran anak-anak muda nantinya karena perkembangan zaman, dan menganggap adat istiadat sudah tidak penting lagi dan adat istiadat mereka masih dapat hidup dengan apa yang mereka inginkan.
4.4 Adat Dalam Pandangan aspek Sosial Hasil wawancara bersama bapak yunus sebagai berikut: “ Tradisi mongkoro ini banyak sekali manfaatnya sebenarnya salah satunya itu hubungannya kita dengan orang lain bisa lebih erat tanpa di liat dari sukunya orang”.7 Maksud Bapak Yunus tradisi ini mempunyai banyak manfaat, salah satunya lebih mempererat hubungan kita dengan orang lain tanpa melihat suku dari orang tersebut. Berdasarkan hasil wawancara di atas maka penulis merumuskan yakni bahwa tradisi mongkoro ini mempunyai peranan penting dalam setiap penyelenggaraan acara suku mori. Karena tradisi mongkoro ini dapat mempererat silaturahmi sesama masyarakat yang berbeda agama maupun berbeda suku.
Silaturahmi dapat terlihat mulai dari yang mengundang mendatangi masyarakat yang akan di undang sampai terlaksananya acara yang akan di selenggarakan. Selain akan terjalin silaturahmi antara yang mengundang dengan yangbakan di undang, hubungan silaturahmi juga terjalin antara tuan rumah yang mengadakan acara dan sesama masyarakat yang undang. Seperti hasil wawancara bersama Ibu Samuria (tokoh masyarakat sebagai berikut:
“ Tradisi banyak sekali gunanya sebenarnya jadi sayang kalu mau hilang begitu saja, karena tradisi ini bisa bikin lebih erat hubungan dengan orang lain, ceritacerita tentang pengalaman masing-masing, bisa baku bantu karna banyak yang datang, jadi pekerjaan bisa selesai cepat. 8
7
(hasil wawancara dengan bapak yunus 28 oktober 2013)
8
(hasil wawancara dengan ibu Samuria,1 november 2013).
Maksud Ibu Samuria tradisi ini mempunyai banyak manfaat jadi sangat di sayangkan jika hilang begitu saja seperti dapat mempererat hubungan dengan orang lain, bergagi cerita, saling membantu karena banyaknya masyarakat yang datang jadi pekerjaan cepat terselesaikan.
Berdasarkan hasil wawancara di atas penulis menguraikan bahwa tradisi mongkoro ini banyak mempunyai arti penting bagi para ibu pada khususnya.makna tradisi ini bagi mereka yakni:
Lebih mempererat hubungan persaudaraan dengan masyarakat lain yang berada di desa tersebut maupun di luar desa.
Dapat saling bertukar pikiran dengan sesama para ibu-ibu.
Dapat tercipta rasa saling membantu antara yang satu dengan yang lainnya.
Akan nampak pembagian kerja antara yang sau dengan yang lainnya jadi pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik dan cepat.
Gambar 3: wawancara dengan Ibu Samuria (tokoh masyarakat) mengenai manfaat tradisi mongkoro Jadi tradisi mongkoro sangat mempunyai arti penting bagi masyarakat tanpa memandang suku, agama dan strata ekonomi. Dengan adanya tradisi ini mereka menganggap akan membuat
pekerjaan dalam tiap acara akan terselesaikan lebih cepat dan lebih ringan karena di kerjakan bersama-sama karena masyarakat yang di undang tadi akan datang saling membantu sebelum acara di adakan sesuai undangan yang di sampaikan oleh yang datang mengundang tadi.
Tetapi zaman sekarang anak-anak muda kurang memahami arti dan makna dari tradisi yang ada di daerahnya yang sebenarnya anak mudalah yang di harapkan untuk dapat meneruskan budaya ataupun tradisi yang ada. Karena anak muda sudah terpengaruh dari budaya luar yang menggap suatu budaya ataupun tradisi adalah sudah tidak sesuai dengan zaman sekarang yang sudah mulai cangkih dan modern dan menganggap budaya atau tradisi sudah ketinggalan zaman untuk di pakai pada zaman sekarang.
Pemikiran seperti ini akan membawa pengaruh yang buruk bagi kebudayaan ataupun tradisi suku yang ada di Indonesia, karena jika semua orang sudah berpikir seperti ini dan terbawa pengaruh dan melihat juga melalui layar elektronik dan yang dapat di liat dalam kehidupan kita sehari-hari yang menggap budaya ataupun tradisi bukanlah hal yang penting lagi maka semakin hari budaya ataupun tradisi kita akan semakin hilang bahkan akan hilang dengan sendirinya.
4.5 Persepsi Masyarakat Mengenai Pemakaian Tradisi Mongkoro
Tradisi mongkoro hanya di pakai pada acara suka cita saja seperti pernikahan, aqikah, syukuran . Alasan di gunakannya tradisi mongkoro ini hanya pada acara suka cita yaitu;
Karena tanpa adanya undangan dari tuan pesta masyarakat lain tidak mungkin tahu jika akan di adakannya pesta.
Agar tamu undangan merasa lebih di hargai dengan adanya undangan atau pemberitahuan dari tuan pesta.
Seperti hasil wawancara bersama Bapak Tahia (tokoh agama) sebagai berikut:
“ Tradisi mongkoro ini memang dari dulu tidak pake kalau ada orang yang meninggal karena memang sudah begitu tradisi di kampung ini. Kalau ada satu orang yang tau ada meninggal dorang langsung bilang sama yang lain kalau ada yang meninggal di kampung ini, jadi dorang langsung datang di rumah duka tadi datang baku bantu dengan tuan rumah. Tiap mau ada do’a masyarakat langsung datang tanpa di undang, dorang sudah tau kapan mau di bikin do’a lagi dorang datang terus dari hari pertama sampai selesai. 9 Maksud Bapak Tahia dari zaman dahulu di Desa Emea ini tradisi mongkoro
tidak di
gunakan pada acara duka, jika ada salah satu masyarakat yang meninggal dunia masyarakat lain yang di kampong tersebut langsung mendatangi rumah duka tersebut untuk turut berduka dan saling membantu dengan keluarga yang sedang berduka tanpa di undang. Setiap di adakan do’a masyarakat juga datang untuk mendo’akan dan membantu dari hari pertama sampai terakhir.
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka penulis menguraikan bahwa alasan mengapa tradisi mongkoro tidak gunakan pada acara duka karena memang sudah menjadi tradisi atau kebiasaan masyarakat suku mori jika ada salah satu masyarakat yang meninggal mereka langsung mendatangi rumah duka tersebut, dari hari pertama sampai hari ke 100 tanpa di undang. Dan dapat terlihat gotong-royong antara sesama masyarakat yang satu dengan yang lain untuk turut membantu tuan rumah yang lagi berduka mulai dari pengurusan tenda sampai makanan semua di lakukan oleh masyarakat setempat dan mereka tidak mengharapkan imbalan atau apapun.
9
(hasil wawancara dengan bapak Tahia,1 novemver 2013)
Kebiasaan seperti ini masih sangat terjaga dari dulu sampai sekarang, dan menjadi keunikan dari suku mori jika ada masyarakat yang mengadakan acara baik itu acara suka cita maupun duka cita para wanita yang datang akan membawa bahan-bahan sembako seperti beras,minyak,telur dll. Dan itu mereka lakukan dari awal sampai akhir jika acara duka. Rasa kekeluargaan dan gotong royong suku mori akan sangat terlihat jika ada acara-acara seperti pernikahan ataupun kematian.
Mongkoro ini merupakan salah satu tradisi yang ada pada suku mori yang sampai sekarang masih sangat terjaga dan masih di gunakan sampai sekarang.adapun perubahan yang terlihat tapi itu bukan merupakan hal yang penting bagi masyarakat khususnya suku mori yang penting bagi mereka adalah makna dari tradisi ini tidak pernah hilang.
Tradisi mongkoro ini juga bukan hanya di pakai oleh suku asli mori, suku lain atau pendatang seperti bugis,jawa yang tinggal di desa tersebut yaitu desa Emea Kecamatan Wita Ponda Kabupaten Morowali akan menyesuaikan adat yang di pakai di desa tersebut tanpa menghilangkan juga budaya suku mereka sendiri.
Tata acara pernikahan mereka yang bersuku lain selain suku mori akan menggunakan adat istiadat mereka sendiri tetapi urusan mengundang, hiburan, dan mempersipkan acara tetap sama dengan tata cara yang ada pada suku mori. Yang berbeda dari mongkoro ini bagi suku lain adalah jika suku mori jika akan mengadakan suatu acara yang turun untuk mengundang orang yang di tunjuk dari pihak keluaga atau yang memang biasa turun mengundang tapi suku lain di desa Emea ini yang turun keluarga yang mengadakan acara. Seperti hasil wawancara bersama Bapak Lapasubi (tokoh agama) sebagai berikut:
“Inggai tokoh agama, adati, maupo masyarakat tidak punya aturan atau printah agar orang-orang yang datang tinggal di desa ini supaya ikut apa yang ada di desanya kita ini seperti tradisi atau adat yang lain yang kita selalu pake yang penting dorang yang datang tinggal di ini taat dengan aturan untuk jaga nama baik kampung desa emea ini”.10 Maksud Bapak Lapasubi kami tokoh agama, adat, maupun masyarakat tidak mempunyai aturan atau perintah agar masyarakat pendatang yang akan tinggal menetap di Desa Emea ini untuk mengikuti apa yang kita biasa lakukan seperti tradisi atau adat yang penting mereka bisa menjaga nama baik desa ini.
Hal yang serupa juga di ungkapkan oleh Bapak Salam (tokoh masyarakat) sebagai berikut:
“ Yang penting dorang yang datang bukan sebagai buronan polisi dan tidak membawa dampak buruk bagi masyarakat asli di desa ini”.11 Maksud Bapak Salam yang penting masyarakat pendatang tersebut tidak dalam pengejaran atau buronan karena suatu masalah dan tidak membawa pengaruh buruk bagi masyarakat di desa ini.
Berdasarkan hasil wawancara dengan dua tokoh agama di atas penulis menguraikan bahwa sebenarnya tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat tidak mengharuskan suku lain yang akan menetap di Desa Emea tersebut untuk mengikuti adat istiadat yang di pakai di desa tersebut. Yang penting mereka mematuhi aturan untuk menjaga nama baik desa tersebut dan tidak membawa masalah yang akan merugikan orang lain Mereka yang datang untuk tinggal menetap di desa tersebut saja yang menyesuaikan dan mengikuti adat istiadat yang ada di desa tersebut tanpa adanya paksa dari siapa pun. 10
(hasil wawancara dengan bapak Lapasubi,5 november 2013)
11
(hasil wawancara dengan Bapak Salam, 3 november 2013)
Gambar 4: wawancara dengan Bapak Salam (tokoh masyarakat) mengenai persepsi penggunaan tradisi mongkoro. 4.6 Pembahasan 4.6.1
Deskripsi Kehidupan Suku Mori Dalam Menganut Tradisi Mongkoro
Setelah melakukan penelitian di desa Emea Kecamatan Wita Ponda Kabupaten Morowali maka dapat di ketahui dengan jelas mengenai tradisi Mongkoro dan masalah-masalah yang ada di dalamnya dan juga penyebabnya.
Ada beberapa factor penyebab semakin pudarnya tradisi mongkoro seperti pengaruh budaya barat, kawin campur dan globalisasi. Walaupun belum ada perubahan yang terlihat cukup berarti tapi yang kwatirkan para tokoh agama, tokoh adat maupun masyarakat adalah yang akan terjadi pada kemudian hari akibat semakin cangkih modernnya tekhnologi yang bisa akan mempengaruhi cara pemikiran anak-anak muda nantinya.
Tradisi mongkoro ini merupakan tradisi yang sangat di anggap penting bagi masyarakat dalam menyelenggarakan suatu acara suka cita. Budaya
ini merupakan bagian dari
kehidupan,tanpa budaya yang juga sering kaitkan dengan adat istiadat,manusia mungkin ada kalanya tidak akan bisa menjaga tingkah laku mereka. Adat istiadat merupakan bagian dari
budaya. Adat istiadat adalah sebuah peraturan, sebuah norma yang harus di laksanakan dan di patuhi.
Tradisi mongkoro ini walaupun sudah sangat lama masih sangat terjaga dan di pertahankan oleh suku mori sampai sekarang. Adapun perubahan-perubahan yang terdapat seprti cara berpakaian yang sudah tidak menggunakan pakaian adat lagi bukan itu karena akibat dari mengikuti perkembangan zaman yang terpenting adalah makna dari tradisi mongkoro ini tidak pernah hilang dari pemikiran suku mori.
Suatu tradisi tidak mungkin terus terjaga tanpa adanya kesadaran dari masyarakat terus menjaga dan melestarikannya, walaupun adat tersebut mempunyai dampak positif dan mempunyai pengaruh penting bagi kehidupan masyarakat tanpa adanya kesadaran tidak akan mungkin akan terus terjaga, jadi sangat perlu kesadaran dari setiap suku untuk terus menjaga dan melestarikan adat istiadat yang ada pada suku kita masing-masing.
Dengan adanya tradisi mongkoro ini pekerjaan yang ada jika ada masyarakat yang akan mengadakan suatu acara dapat terbantu dan cepat terselesaikan dengan terus terjaganya rasa kekeluargaan dan kegotong-royongan antara sesama,tanpa melihat suku dan agama yang mengadakan acara tersebut. Dengan adanya rasa kekeluargaan dan gotong-royong yang sangat kuat ini suatu pekerjaan pun dapat terselesaikan dengan cepat dan dapat juga meringankan beban yang mengadakan acara.
secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan didalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik.
perubahan pada kebudayaan atau kebiasaan pada masyarakat. Perubahan sosial budaya dipengaruhi oleh faktor dari luar masyarakat (dari masyarakat lain). Perubahan sosial budaya bisa merubah struktur, fungsi, nilai, norma, pranata, dan semua aspek lainnya. Perubahan ini bisa terjadi pada salah satu anggota masyarakat atau seluruh lapisan masyarakat
Pada dasarnya setiap masyarakat dalam hidupnya dapat dipastikan akan mengalami apa yang dinamakan dengan perubahan-perubahan. Adanya perubahan-perubahan tersebut akan dapat diketahui bila kita melakukan suatu perbandingan dengan menelaah suatu masyarakat pada masa tertentu yang kemudian kita bandingkan dengan keadaan masyarakat pada waktu yang lampau. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat,pada dasarnya merupakan suatu proses yang terus menerus, ini berarti bahwa setiap masyarakat pada kenyataannya akan mengalami perubahan-perubahan.
Tetapi perubahan yang terjadi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain tidak selalu sama. Hal ini dikarenakan adanya suatu masyarakat yang mengalami perubahan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan-perubahan yang tidak menonjol atau tidak menampakkan adanya suatu perubahan. Juga terdapat adanya perubahan-perubahan yang memiliki pengaruh luas maupun terbatas. Di samping itu ada juga perubahan-perubahan yang prosesnya lambat, dan perubahan yang berlangsung dengan cepat.
Perubahan yang terjadi pada masyarakat tersebut disebabkah oleh banyaknya faktorfaktor yang mempengaruhi. Karenanya perubahan yang terjadi di dalam masyarakat itu dikatakan berkaitan dengan hal yang kompleks.
perubahan perubahan yang terjadi pada masyarakat yang mencakup perubahan dalam aspek-aspek struktur dari suatu masyarakat, ataupun karena terjadinya perubahan dari faktor lingkung an, karena berubahnya komposisi penduduk, keadaan geografis, serta berubahnya sistem hubungan sosial, maupun perubahan pada lembaga kemasyarakatannya.
Manusia pada hakikatnya selain sebagai makhluk individu juga merupakan makhluk sosial. Manusia tidak di lahirkan dalam keadaan yang sama, baikdarisegifisik, psikologis, hingga lingkungan geografis, sosiologis dan ekonomis. Dari perbedaan itulah muncul interdependensi yang
mendorong manusia untuk berhubungan dengan sesamanya sehingga membuat manusia
itu ingin selalu hidup berdampingan dengan orang lain. Hal inilah yang menimbulkan tata cara, perilaku dan polahidup yang dalam waktu lama akan menjadi kebiasaan bersama. Kemudian dari kebiasaan tersebut terciptalah suatu kebudayaan.