BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Menjangan Kecil terletak di sebelah selatan Pulau Karimunjawa, yang memiliki luas 56,0 ha dengan 0,79% daratan. Pulau Menjangan Kecil merupakan salah satu tujuan wisata laut yang memiliki keanekaragaman terumbu karang dan ikan yang tinggi. Pemilihan stasiun pengamatan ditentukan dengan memilih lokasi yang terdapat aktivitas transplantasi karang dan lokasi yang memiliki terumbu karang alami. Lokasi transplantasi karang adalah lokasi yang didalamnya terdapat rak-rak pembibitan karang, kemudian lokasi terumbu karang alami adalah lokasi terumbu karang yang belum tersentuh program rehabilitasi transplantasi karang. Kedua stasiun ini dipilih dengan kondisi yang relatif homogen atau memiliki kesamaan, baik kedalaman dan kualitas airnya. Karakteristik stasiun pengamatan adalah sebagai berikut: a. Stasiun 1 (stasiun terumbu karang alami), terletak di sebelah timur Pulau Menjangan Kecil yaitu 110024’51,102’’ Lintang Selatan, dan 5051’49,2624’’ Bujur Timur. Stasiun ini terletak pada kedalaman 5 meter. Kondisi arus pada stasiun ini relatif sedang yaitu 6 sampai 8 meter per menit. Stasiun ini memiliki karakteristik komunitas bentik yang di dominasi oleh karang keras dan sedikit daerah berpasir serta patahan-patahan karang mati dan mempunyai kondisi tutupan karang sebesar 64,7%. Kondisi terumbu karang pada stasiun ini dapat dilihat pada Gambar 4. b. Stasiun 2 (stasiun terumbu karang transplantasi), terletak di sebelah timur Pulau Menjangan Kecil yaitu 1100 24’ 50,832” Lintang Selatan dan 50 51’ 54,9612” Bujur Timur. Stasiun ini terletak pada kedalaman 5 meter. Stasiun ini merupakan daerah yang memiliki arus sedang yaitu 7 sampai 8 meter per menit. Pada stasiun ini terdapat terumbu karang buatan yang dibuat pada tahun 2000 dari struktur beton dengan bahan zeloit yang membentuk struktur
bangunan sebanyak 6 buah yang dipasang sejajar dengan garis pantai. Kondisi terumbu karang tranplantasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 4. Terumbu Karang Alami
Gambar 5. Terumbu Karang Transplantasi
4.2 Parameter Kualitas Perairan Terumbu karang saat ini menghadapi serangkaian ancaman kombinasi dari ekploitasi yang berlebihan, polusi, dan khususnya perubahan iklim dunia. Kesemua ancaman tersebut saat ini meningkat jumlahnya, dan kegiatan-kegiatan manusia
menyebabkan
percepatan
perubahan
iklim
dunia
yang
dapat
menyebabkan terumbu karang sulit beradaptasi. Perubahan iklim dunia mempunyai 5 dampak utama bagi terumbu karang, yaitu: naiknya permukaan laut, kenaikan suhu, berkurangnya tingkat pengapuran, perubahan pola sirkulasi lautan, pertambahan frekuensi kejadian cuaca yang merusak (Anonymous dalam Guntur 2011). Faktor lingkungan merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan terumbu karang. Menurut Nontji (1987); Nybakken (1988); Sukarsono (1993); dan Suharsono (1998) faktor-faktor pembatas bagi kehidupan, distribusi, dan stabilitas ekosistem terumbu karang adalah cahaya matahari, suhu perairan, salinitas, kecerahan/kejernihan air, keadaan arus, endapan dan substrat dasar perairan. Parameter kualitas perairan yang diukur selama penelitian di perairan Pulau Menjangan Kecil, Karimunjawa meliputi kecerahan, suhu, salinitas, derajat keasaman (pH), serta arus.
Tabel 2. Parameter Perairan Pulau Menjangan Kecil selama Penelitian Stasiun Kecerahan Suhu Salinitas pH Arus Koordinat lokasi (m) (0C) (o/00) (m/menit)
1
5
28
30,83
8,10
7,16
110024’51,102’’LS, 5051’49,2624’’ BT.
2
4,87
28,3
30,83
8,03
7,50
1100 24’ 50,832”LS 50 51’ 54,9612” BT
Kecerahan air merupakan bagian dari faktor penting bagi pertumbuhan terumbu karang. Terumbu karang membutuhkan perairan dengan kecerahan tinggi dan intensitas cahaya yang memadai, yang biasanya berada pada daerah paparan yang dangkal (Sunarto 2006). Cahaya yang cukup harus tersedia agar fotosintesis oleh zooxanthellae simbiotik dalam jaringan dapat terlaksana. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan bersama dengan itu kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan berkurang pula. Franzisket (1969) menyatakan bahwa jika karang tidak diberi makan tetapi tetap terkena cahaya, mereka akan bertambah beratnya. Berdasarkan hasil pengamatan pada kedua stasiun, didapatkan kecerahan sebesar 5 meter pada stasiun 1 (terumbu karang alami) dan 4,87 meter pada stasiun 2 (terumbu karang tranplantasi). Hal ini jelas sangat baik untuk pertumbuhan terumbu karang, karena menurut Nybakken (1992) terumbu karang tidak dapat berkembang di perairan yang lebih dalam dari 50-70 meter. Suhu perairan pada stasiun 1 sebesar 280C dan 28,3 0C pada staiun 2. Suhu perairan tersebut mendukung pertumbuhan dan kehidupan terumbu karang. Nybakken (1992) menyatakan bahwa karang tumbuh baik pada suhu 25-290C dan masih memiliki toleransi sampai suhu 400C. Sebagai catatan, tidak terdapat terumbu di daerah yang luas di pantai barat Amerika Selatan dan Amerika Tengah dan juga di pantai selatan Afrika, kedua daerah ini termasuk dalam zona trofik. Hal ini dapat terjadi karena di daerah-daerah tersebut yaitu pantai barat dari benua itu merupakan tempat terjadinya upwelling air dingin, yang menurunkan suhu perairan pantai yang dangkal sampai dibawah suhu yang diperlukan untuk
perkembangan terumbu. Kedua pantai tersebut juga mempunyai arus dingin kuat yang mengalir ke utara sehingga membuat suhu tetap rendah, yaitu arus Humboldt di pantai Amerika Selatan dan arus Benguela di lepas pantai Afrika Barat (Nybakken 1992). Brown. B E. et al. (1999) menyatakan bahwa kenaikan suhu laut 1-20C diperkirakan terjadi tahun 2100. Di banyak daerah tropis bahkan terjadi kenaikan 0,50C selama dekade terakhir. Tampaknya, mungkin hanya perubahan kecil, tetapi ini dapat diartikan bahwa selama periode yang lebih hangat dan fluktuasi musim yang normal, suhu akan melebihi batas torelansi dari hampir semua jenis karang. Naiknya suhu permukaan air laut mempengaruhi kepekaan zooxanthellae, contohnya sinar yang diperlukan untuk fotosintesis malah merusak sel-selnya (Hoegh-Guldberg 1999). Salinitas di kedua lokasi pengamatan sebesar 30,830/00. Nilai tersebut masih berada dalam kisaran optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan binatang karang hidup dan terumbu karang. Terumbu karang dapat tumbuh dan berkembang pada kisaran salinitas antara 30-36 0/00 (Nybakken 1992). Pengaruh salinitas terhadap binatang karang hidup sangat bervariasi bergantung pada kondisi perairan sekitar yang dipengaruhi oleh hujan ataupun badai, sehingga toleransi kisaran salinitas dapat mencapai 17,5 - 52,5 0/00 (Supriharyono 2000 dalam Putra 2011). Hal ini dikarenakan perubahan salinitas yang tinggi akan menimbulkan daya tahan zooxanthela menurun sehingga karang menjadi bleaching kemudian mati. Di wilayah Teluk Persia, terumbu karang berkembang pada salinitas 420/00. Oleh karena itu, untuk daerah-daerah perairan yang secara terus menerus menerima masukan air tawar dari aliran sungai tidak terdapat terumbu karang dan apabila ada, pertumbuhan karang akan terhenti dan menjadi mati. Kondisi terumbu karang seperti ini banyak terjadi pada wilayah pantai timur Sumatera, pantai selatan Kalimantan dan pantai selatan Irian Jaya yang terdapat banyak sungai-sungai besar (Guntur 2011). Menurut Barus (2004) dalam Riksan (2013) bahwa nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya adalah antara 7 – 8,5. Derajat keasaman yang tercatat pada kedua lokasi sebesar 8,03-8,10 (Tabel 3). Kisaran pH
pada lokasi penelitian tergolong cukup baik, hal ini dilihat dari kondisi terumbu karang di perairan pulau Menjangan Kecil yang masih bisa hidup dengan baik. Kecepatan arus pada saat penelitian di lokasi pengamatan sebesar 7,16 m/menit dan 7,50 m/menit. Besarnya kecepatan arus mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang, karena pada umumnya terumbu karang lebih berkembang pada daerah-daerah yang mengalami gelombang besar. Koloni karang dengan kerangka-kerangka yang padat dan masif dari kalsiun karbonat tidak akan rusak oleh gelombang yang kuat. Pada saat yang sama, gelombang-gelombang itu memberikan sumber air yang segar, memberikan oksigen dari air laut, menghalangi pengendapan pada koloni karang dan memberikan makanan untuk koloni karang. Gelombang-gelombang itu juga memberi plankton yang baru untuk makanan koloni karang (Nybakken 1992). 4.3 Struktur Komunitas Ikan Karang di Perairan Pulau Menjangan Kecil 4.3.1 Komposisi Ikan Karang Berdasarkan Famili Selama penelitian diperoleh 32 spesies ikan karang yang tergolong dalam 14 famili. Dari famili tersebut, ditemukan sebanyak 13 famili di stasiun 1 (terumbu karang alami) dan 14 famili di stasiun 2 (terumbu karang transplantasi). Pada stasiun 1 tidak ditemukan ikan dari famili Lutjanidae spesies Lutjanus biguttatus (Lampiran 2). Hal ini diduga karena arus di stasiun 2 lebih besar dibandingkan dengan stasiun 1, karena spesies ikan Lutjanus biguttatus ini biasanya hidup pada daerah berarus kencang (BTNKJ 2012). Ikan Lutjanus biguttatus merupakan ikan karnivora pemakan ikan–ikan kecil. Jumlah ikan karnivora pada kedua stasiun masih dalam jumlah yang wajar. Ikan karnivora yang berada di rantai makanan tingkat atas memiliki peranan penting dalam ekosistem terumbu karang yaitu dalam mengendalikan jumlah populasi ikan herbivora (Fusianto 2010). Pada stasiun 1, persentase ikan tersebesar adalah ikan dari
famili
Pomacentridae.
Baru
kemudian
Pomacanthidae dan Chaetodontidae (Gambar 6).
diikuti
oleh
Apogonidae,
Apogonide
3% 3%
Acanthuridae Balistidae Chaetodonti
28%
Carangidae Ephiphidae
30%
Gobiidae Labridae 2% 2%
6% 19%
Lutjanidae Mullidae Pomacanthidae Pomacentridae
2% 1%
Scaridae
1% 1% 2% 0%
Serranidae
Gambar 6. Presentase Famili ikan Karang di Stasiun 1.
1%
1%
Apogonide Acanthuridae Balistidae Chaetodonti Carangidae
33%
29%
Ephiphidae Gobiidae Labridae Lutjanidae Mullidae
9%
3% 8%
3% 6%
0% 3%
0,4%
2%
2%
Pomacanthidae Pomacentridae Scaridae Serranidae
Gambar 7. Presentase Famili ikan Karang di Stasiun 2 Pada stasiun 2 ikan karang yang persentasenya lebih tinggi yaitu Apogonidae. Hal ini diduga karena ketersedian terumbu karang Acropora sp. yang melimpah pada stasiun tersebut. (BTNKJ 2012) menyatakan bahwa ikan dari spesies Apogon bandanensis umumnya sering bergerombol disekitar karang
Acropora sp. sedangkan ikan Apogon sealei lebih sering bergerombol di sekitar bulu babi (Lampiran 2). Ikan dari famili Pomacentridae dan Pomacanthidae merupakan ikan yang sering ditemui pada kedua stasiun setelah Apogonidae. Kedua famili yang juga dikenal sebagai angel fish ini memiliki ukuran rata-rata kurang dari 40 cm, menjadikan anggota famili ini mudah bersembunyi dan menjadi penghuni utama ekosistem terumbu karang. Famili Pomacentridae yang ditemui sebanyak 6 spesies, dengan jumlah kehadiran pada stasiun 1 sebanyak 178 ekor dan 142 ekor pada stasiun 2. Sebagian besar, ikan Pomacentridae adalah herbivora walaupun ada juga beberapa spesies Pomacentridae yang memakan invetrebata atau plankton. Umumnya ikan Pomacentridae memakan alga berfilament atau melakukan grazing (Allen 1998). Ikan Pomacentridae juga banyak ditemukan di daerah berpasir dan berbatu karang. Famili Chaetodintidae yang tergolong kedalam kelompok ikan indikator yang ditemukan pada kedua stasiun adalah Chelmon rostratus, Chaetodon trifascialis, Chaetodon speculum (Lampiran 2). Kelompok ikan kepe-kepe ini merupakan ikan yang berasosiasi paling kuat dengan jenis-jenis karang. Allen (2001) menyatakan bahwa ikan kepe-kepe hidup di daerah karang yang pertumbuhannya subur, ini disebabkan karena ikan kepe-kepe umumnya memakan polip karang walaupun jenis lain ada yang memakan kombinasi dengan invertebrata kecil yang hidup di dasar perairan dan alga. Famili Scaridae atau Parrotfish merupakan jenis ikan yang memakan karang yang mati. Ikan ini termasuk ikan ekonomis penting. Pada 2 lokasi pengamatan ditemukan 2 jenis spesies ikan famili Scaridae ini, yaitu Scarus quoyi dan Scarus niger (Lampiran 2). Parrotfish adalah hewan herbivora, biasanya mendapatkan alga dari substrat karang yang mati. Mengunyah batu karang beserta alga serta membentuk pasir karang, hal ini membuat parrotfish menjadi salah satu produsen pasir penting dalam ekosistem terumbu karang (Motoda 1940). Penelitian yang dilakukan oleh Riksan (2013) menyatakan bahwa luas tutupan makroalga mempengaruhi kelimpahan ikan kakatua ini. Semakin tinggi luas tutupan makroalga maka, kelimpahan ikan kakatua akan tinggi pula.
4.3.2 Komposisi Ikan Karang Berdasarkan Peranannya dalam Ekosistem Ikan karang yang beasosiasi dengan terumbu karang memiliki peranan. Peranan ikan karang dalam komunitas adalah sebagai ikan target atau ikan konsumsi, ikan indikator dan ikan mayor. Ikan indikator dapat mengindikasikan kondisi ekosistem terumbu karang dalam keadaan baik atau keadaan rusak dari kehadirannya
di
ekosistem
tersebut.
Umumnya
ikan
indikator
dapat
mengindikasikan kondisi terumbu karang karena berkaitan dengan perilaku atau pola hidup ikan tersebut yang memakan polip karang dan juga biasa dikatakan sebagai penyimbang kondisi terumbu karang pada habitat tersebut (Sale 1991). Selain ikan target dan ikan indikator, beberapa famili ikan karang juga dikatagorikan sebagai ikan mayor. Ikan mayor adalah ikan yang digolongkan kedalam katagori ikan yang disebut ikan hias, karena warna dan bentuknya yang indah. Ikan mayor merupakan ikan yang biasa dijumpai di ekosistem terumbu karang, namun tidak termasuk kedalam jenis ikan yang dimanfaatkan sebagai ikan target maupun ikan indikator. Pada stasiun 1 sebagian besar jenis ikan yang ditemukan adalah kelompok ikan mayor yang di dominasi oleh famili Pomacentridae dan Pomacanthidae. Pengelompokan spesies ikan karang berdasarkan peranannya dalam ekosistem terumbu karang alami (stasiun 1) dan terumbu karang transplantasi (stasiun 2) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengelompokkan Ikan Karang berdasarkan Peranannya dalam Ekosistem N o 1 2 3
(Stasiun 1) Terumbu Karang Alami Ikan Indikator Chaetodontidae
Chelmon rostratus Chaetodon trifascialis Chaetodon speculum
no 1 2 3
(Stasiun 2) Terumbu Karang Transplantasi Ikan Indikator Chaetodontidae
Ikan Target 4 5 6 7 8 9
Acanthuridae Carangidae Labridae
10 11 12
Serranidae
Mullidae
Chenochae tustratus Caranx heberi Cheilinus rhodochrous Upeneus tragula Parupeneus barberinus Cephalopholis cyonastigma Cephalopholis sonnerati Epinephelus fasciatus Epinephelus merra
Ikan Target 4 5 6 7 8 9
Acanthuridae Carangidae Labridae
Serranidae
Chenochaetus tratus Caranx heberi Cheilinus rhodochrous Upeneus tragula Parupeneus barberinus Cephalopholis sonnerati
10
Lutjanidae
Lutjanus biguttatus
Mullidae
Ikan Mayor 13 14 15 16 17
Apogonidae Balistidae Ephiphidae
18 19
Gobiidae
20 21 22 23
Pomacanthidae
24 25 26 27 28 29 30 31 32
Pomacentridae
Scaridae
Chelmon rostratus Chaetodon trifascialis Chaetodon speculum
Ikan Mayor
Apogon bandanensis Apogon sealei Balistoides viridescens Platax teira Platax pinnatus
11 12 13 14 15
Amblygobisu stethaphthalamus Cryptocentrus caeruleumaculatus Chaetodontoplus mesolecus Pomacanthus anularis
16
Pomacanthus sextriatus Pomacanthus semicirculatus Pygoplises diacantus Abudefduf vaigiensis Chromis viridis
20 21
Dischostodus propotaenia Plectroglyphidodon lacrymatus Pomacentrus philippinus Pomacenthrus coelestis Scarus quoyi Scarus niger
25 26
Apogonidae Balistidae Ephiphidae Gobiidae
17 18
Pomacanthidae
27 28
Pomacanthus sextriatus Pomacanthus semicirculatus Pygoplises diacantus Abudefduf vaigiensis
19
22 23 24
Apogon bandanensis Apogon sealei Balistoides viridescens Platax teira Amblygobisu stethaphthalamus Chaetodontoplus mesolecus Pomacanthus anularis
Pomacentridae
Chromis viridis Dischostodus propotaenia Plectroglyphidodon lacrymatus Pomacentrus coelestis
Scaridae
Scarus quoyi Scarus niger
Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa sebagian besar dari jenis ikan tersebut termasuk kedalam kelompok ikan mayor yang di dominasi oleh famili Pomacanthidae dan famili Pomacentridae. Ikan Pomacentridae adalah ikan teritorial yang baik secara selektif maupun tidak selektif memakan alga yang membentuk hamparan alga di dalam wilayah mereka, tetapi mencegah ikan-ikan lain masuk kesitu (Nybakken 1992). Menurut Lobel (1980), akibat adanya territorial foraging karang dan alga koralin tersingkir dari daerah yang ditumbuhi oleh alga secara berlebihan, dan wilayah itu berperan sebagai tempat berlindung invertebrata muda juga plankton. Keberadaan ikan mayor mendominasi pada kedua stasiun, namun yang membedakan adalah keberadaan ikan karang yang berperan sebagai ikan target. Pada stasiun 1 ditemukan 4 spesies ikan yang termasuk dalam famili Serranidae sedangkan pada stasiun 2 hanya ditemukan 1 spesies ikan yang termasuk dalam famili Serranidae tersebut. 4.3.3 Distribusi Jenis Ikan Karang di Perairan Pulau Menjangan Kecil Berdasarkan Waktu Pengamatan Ikan karang yang teramati pada penelitian di dua stasiun rata-rata memiliki perbedaan keberadaan. Jumlah spesies ikan terbanyak terdapat di stasiun 1 (terumbu karang alami) pada waktu sore hari yaitu sebanyak 32 spesies, dan jumlah spesies ikan terendah terdapat pada stasiun 2 (terumbu karang transplantasi) pada waktu sore hari yaitu sebanyak 24 spesies. Satu penemuan yang menarik adalah perbedaan ikan-ikan antara siang dan malam. Banyak orang yang melihat karang pada siang hari ketika sebagian besar spesies ikan ikan dapat dilihat. Akan tetapi, pada malam hari ikan-ikan diurnal ini berlindung didalam terumbu dan digantikan oleh sejumlah kecil spesies nokturnal yang tidak terihat pada siang hari. Jumlah spesies terbanyak yang jumlahnya lebih dari 70% terdapat pada stasiun 1 pada waktu pagi hari yang terdiri dari Apogon bandanensis, Apogon sealei, Pomacentrus anularis, Abudefduf vaigiensis, Chromis viridis, dan Pomacentrus coelestis. Nybakken (1992) menyatakan bahwa salah satu penyebab tingginya keragaman spesies di terumbu adalah karena variasi habitat terdapat di
terumbu. Terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang saja, tetapi juga daerah berpasir, berbagai teluk dan celah, daerah alga dan juga perairan yang dangkal dan dalam
serta
zona-zona zona yang berbeda
melintasi
karang. karang. Habitat
yang
beranekaragam ini dapat menerangkan peningkatan jumlah ikan ikan-ikan ikan karang
individu/450 m²
tersebut.
1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
925 501
Stasiun 1
Stasiun 2
Gambar 8.. Jumlah Ikan Karang yang Tercatat di Kedua Stasiun Ikan spesies Apogon bandanensis sering dijumpai pada kedua stasiun, hal ini diduga karena ketersediaan plankton yang melimpah pada kedua stasiun tersebut, karena ikan Apogon bandanensis ini merupakan ikan yang memakan plankton (Tabel 6). Ikan dari genus Pomacentrus pun sering dijumpai pada kedua stasiun. Menurut Lowe (1917) dalam McConnell (1987) 7) dominasi spesies dari Pomacentrus disebabkan karena sifat mereka yang mempertahankan daerah kekuasaan. Selain itu Pomacentridae sangat dipengaruhi oleh karakteristik morfologi dari substrat, bahkan beberapa spesies diantaranya cenderung menggunakan karang ng sebagai habitat daripada sumber makanan. makana
Tabel 4. Distribusi Ikan Karang Terumbu Karang Alami Pagi Sore 29 32
Keterangan Jumlah Spesies
Terumbu Karang Transplantasi Pagi Sore 25 24
Jumlah Famili
13
13
14
14
Jumlah individu
486
439
265
236
Spesies terbanyak (>70%)
Apogon bandanensis, Apogon sealei, Pomacentrus anularis, Abudefduf vaigiensis, Chromis viridis, Pomacentrus coelestis
Apogon bandanensis, Apogon sealei, Pomacentrus anularis, Chromis viridis, Pomacentrus coelestis
Apogon sealei, Chromis viridis
Apogon bandanensis, Apogon sealei, Chromis viridis
. Hubungan-hubungan dalam cara makan dari ikan-ikan terumbu merupakan suatu hal yang menarik perhatian. Tipe pemangsaan yang paling banyak di terumbu adalah karnivora, sekitar 50-70 persen dari spesies ikan. Goldman dan Talbot
(1976)
menyatakan
banyak
dari
karnivora-karnivora
ini
tidak
mengkhususkan makanannya pada suatu sumber makanan tertentu, tetapi sebaliknya oportunistik, mengambil apa saja yang berguna bagi mereka. Ikan herbivora dan pemakan karang merupakan kelompok besar kedua, sekitar 15% dari spesies ikan, yang paling penting dalam spesies ini adalah Scaridae dan Acanthuridae. Sisanya diklasifikasikan sebagai omnivora dan termasuk wakilwakil dari seluruh famili ikan yang sebenarnya terdapat di terumbu (Pomacentridae, Chaetodontidae, Pomacanthidae, Monocanthidae, Ostactiontidae, Tetraodontidae).
Hanya
ada
beberapa
ikan
yang
merupakan
pemakan
zooplankton, dan mereka umumnya kecil dan berbentuk schooling (Nybakken 1992). Komposisi ekosistem pada kedua stasiun di dominasi oleh ikan omnivora dan herbivora, serta jumlah karnivora yang lebih sedikit (Tabel 4). Hal tersebut menunjukkan bahwa ekosistem masih dalam kondisi yang seimbang.
4.3.4 Kelimpahan Ikan Karang di Perairan Pulau Menjangan Kecil Nilai kelimpahan ikan karang di Pulau Menjangan Kecil pada stasiun 1 (terumbu karang alami) pada waktu pengamatan pagi hari sebesar 2,22 individu/450 m2, dan pada waktu pengamatan sore hari 2,91 individu/450 m2. Sedangkan nilai kelimpahan ikan karang pada stasiun 2 (terumbu karang transplantasi) pada waktu pengamatan pagi hari sebesar 1,77 individu/450 m2 dan pada waktu pengamatan sore hari sebesar 1,58 individu/450 m2. Nilai kelimpahan rata-rata terbesar yaitu pada stasiun 1 waktu pengamatan sore hari sebesar 0,97 individu/150 m2, sedangkan nilai kelimpahan terendah yaitu pada stasiun 2 waktu pengamatan sore hari sebesar 0,52 individu/150 m2 (Tabel 5). Menurut Bell dan Galzin (1984), faktor yang mempengaruhi kehadiran ikan (struktur komunitas dan kelimpahan ikan) di suatu terumbu karang, antara lain tinggi rendahnya presentase tutupan karang hidup dan perbedaan zona habitat (inner reef flat, outer reef flat, crest, reef base, sand flat). Dengan baiknya kondisi terumbu karang pada stasiun 1, dapat menarik ikan ikan untuk melakukan aktifitasnya pada area tersebut. Dan keberadaan terumbu karang transplantasi pada stasiun 2 pun dapat menarik ikan ikan untuk hidup pada daerah tersebut karena keberadaan terumbu karang transplantasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai rumah ikan, sehingga cukup banyak keberadaan ikan karang pada daerah transplantasi Tabel 5. Nilai Kelimpahan Kedua Stasiun Stasiun 1 (Terumbu Karang Alami)
Stasiun 2 Terumbu Karang Transplantasi
Kelimpahan rata-rata pagi
0,91 individu/150 meter
2
0,59 individu/150 meter
Kelimpahan rata-rata sore
0,97 individu/150 meter
2
0,52 individu/150 meter
2
2
Tabel 6. Kebiasaan Makanan (Food Habits) Ikan Karang Yang Tersensus Pada Kedua Stasiun Jenis Ikan Food Habits*) Apogonidae Apogon bandanensis Plankton Apogon sealei Plankton Acanthuridae Chenochaetus tratus Fitoplankton Balistidae Balistoides viridescens Alga, detritus, moluska, crustasea Chaetodontidae Chelmon rostratus Zoobenthos Chaetodon trifascialis Polip karang Chaetodon speculum Polip karang Carangidae Caranx heberi Zoobenthos, nekton Ephippidae Plantax teira Nekton, crustasea Plantax pinnatus Zoobenthos, zooplankton, bentik alga Gobiidae Amblygobius stethaphalmus Alga Cryptocentrus caeruleumaculatus Alga Labridae Cheilinus rhodochrous Invertebrata bentik, ikan kecil Lutjanidae Lutjanus biguttatus Nekton, Ikan kecil, krustasea Mullidae Upeneus tragula Zoobenthos Parupeneus barberinus Zoobenthos, krustasea Pomacanthidae Chaetodontoplus mesolecus Alga, zoobenthos Pomacanthus anularis Alga, zoobenthos Pomacanthus sextriatus Alga, zoobenthos Pomacanthus semicirculatus Zoobenthos, Alga bentik Pygoplises diacantus Alga, zoobenthos Pomacentridae Abudefduf vaigiensis Alga, krustasea, gastropoda, copepoda Chromis viridis Fitoplankton, krustasea Dischostodus propotaenia Zooplankton, detritus, alga Plectroglyphidodon lacrymatus Alga, fitoplankton, zoobenthos Pomacentrus coelestis Alga, zoobenthos, zooplankton Pomacentrus philippinus Alga, zooplankton Scaridae Scarus quoyi Alga Scarus niger Alga Serranidae Cephalopholis sonnerati Zoobenthos, krustasea, nekton Epinephelus fasciatus Moluska, crustasea, echinodermata Epinephelus merra Nekton, zoobenthos Cephalopholis cyonastigma Zoobenthos, krustasea, nekton Keterangan: *) Sumber http//www.fishbase.org/summary (2013)
4.3.5 Indeks Ekologi Komunitas Ikan di Perairan Pulau Menjangan Kecil Pada dasarnya, keanekaragaman ikan karang di terumbu karang sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan data-data penelitian, diperoleh nilai indeks keanekaragaman (H) pada stasiun 1 (terumbu karang alami) sebesar 2,59 dan stasiun 2 (terumbu karang transplantasi) sebesar 2,50. Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman ikan pada stasiun 1 dan 2 berada pada kisaran kriteria H’ 2,306,90 yang berarti keanekaragaman spesies ikan karang yang ditemukan pada stasiun ini termasuk dalam katagori sedang. Kondisi terumbu karang pada stasiun 1 memiliki topografi lereng dan guagua yang dapat menjadikan keanekaragaman ikan pada stasiun ini menjadi lebih tinggi. Menurut Nybakken (1992) kondisi habitat ikan karang pada daerah terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang, tetapi juga daerah berpasir, berbatu, daerah algae, lereng, tebing, dan daerah perairan dangkal.
3
2,59
2,5
2,5 2 1,5 1 0,5
0,118
0,115
0 Indeks Keanekaragaman
Indeks Dominasi
Stasiun 1
Indeks Keanekaragaman
Indeks Dominasi
Stasiun 2
Gambar 9. Diagram Indeks Ekologi Komunitas Ikan Pada Kedua Stasiun Indeks dominasi digunakan untuk mengetahui mengenai jenis ikan yang mendominasi pada suatu komunitas dalam setiap habitat. Indeks dominasi pada stasiun 1 sebesar 0,115 (Gambar 9). Dari angka tersebut, maka stasiun 1 dapat
dikatagorikan dalam kriteria indeks dominasi < 0,30 yang berarti bahwa tidak ada spesies ikan yang mendominasi pada perairan tersebut. Pada stasiun 2, nilai angka indeks dominasi berada pada kriteria yang sama yaitu < 0,30 yang juga berarti tidak ada spesies ikan yang mendominasi pada perairan tersebut. Hal ini didukung dengan katagori indeks keanekaragaman yang rata-rata masuk kedalam katagori sedang. Purwanti (2004) menyatakan, ketersediaan makanan bagi ikan karang di habitatnya sangat berpengaruh terhadap tingkat persaingan antara sesama ikan sejenis dan juga ikan berlainan jenis. Rendahnya nilai indeks dominasi disebabkan oleh faktor kesediaan makanan yang melimpah bagi ikan karang, sehingga semua spesies ikan karang dapat tumbuh dan hidup dengan baik sehingga tidak ada spesies ikan karang yang mendominasi.