BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Pengamatan Perilaku
4.1.1 Penularan Tempel Jumlah lapisan lilin selama 60 hari pengamatan dari setiap asal tularan dan
Jumlah lapisan lilin
bagian bibit disajikan dalam grafik berikut: 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Atas Tengah Bawah
Asal tularan
Gambar 3 Grafik jumlah lapisan lilin selama 60 hari dari setiap asal tularan dan bagian bibit pada penularan tempel Data jumlah lapisan lilin selama 60 hari dari metode penularan tempel kemudian dianalisis dengan software SPSS 16.0 yaitu dengan sidik ragam dan hasilnya tersaji dalam Tabel 7 (dapat dilihat pada lampiran 2). Berdasarkan hasil sidik ragam, pengaruh bagian bibit tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Sebaliknya, pengaruh asal tularan bibit berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%, hal ini dibuktikan dengan nilai Signifikan ≤0,05. Bagian bibit atas, tengah, bawah yang mempunyai pengaruh tidak berbeda sesuai dengan pernyataan Wylie dan Speight (2012) bahwa kutulilin pinus menghisap cairan tanaman dari daun, pucuk atau batang pinus dan menyebabkan kerusakan bentuk batang serta pertumbuhan. Disamping itu, klasifikasi pinus yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit dimana bagian atas, tengah, dan bawah masih belum terlalu memiliki perbedaan kekerasan batang yang signifikan satu sama lain sehingga kutulilin pinus dapat menghisap cairan di bagian batang manapun. Apabila dilihat dari hubungan antara serangga dengan tanaman, tanaman memiliki peranan sebagai sumber rangsangan bagi serangga dimana karakteristik
24
morfologi dan fisiologi menjadi dua sifat utama (Rahmi 2009). Karakteristik morfologi dan fisiologi antara bibit pinus dan pohon pinus di lapangan tentunya akan ada variasi pada ukuran daun, bentuk, warna, maupun proses metabolisme tanaman tersebut. Hal tersebut yang menyebabkan perbedaan perilaku serangan yang dilakukan oleh kutulilin pinus, jika pada bibit dalam penelitian ini bagianbagian bibit itu sendiri tidak berpengaruh nyata, maka beda halnya dengan perilaku serangan yang terjadi pada pohon Pinus di lapangan, seperti dijelaskan oleh Supriadi (2001) dalam Iriando (2011) bahwa tahap awal serangan biasanya pada pucuk tanaman dan batang dalam jumlah yang kecil, kemudian akan terus berlangsung sampai menutupi seluruh permukaan batang dari tanaman pinus tersebut.
(a) (c) (b) Gambar 4 Lilin yang muncul pada bagian bibit: (a) bawah, (b) tengah, (c) atas Hasil rekapitulasi uji lanjut Duncan terhadap jumlah lapisan lilin berdasarkan asal tularan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%, pengaruh asal tularan terhadap jumlah populasi lilin terbagi dalam 3 subset, dimana tularan yang berada dalam satu subset memiliki pengaruh yang sama. Tularan yang berasal dari Pasuruan dengan tingkat serangan sedang berbeda nyata dari tularan lainnya dan memiliki nilai yang paling dominan. Perbedaan jumlah lapisan lilin yang terjadi dari tiap asal tularan bisa disebabkan oleh faktor cuaca pada saat penelitian dilakukan, yaitu pada saat terjadi hujan lilin-lilin yang ada pada bibit menjadi tercuci sehingga tidak dihitung.
25
Tabel 2
Hasil uji lanjut Duncan rata-rata jumlah lapisan lilin pada bibit berdasarkan asal tularan dengan metode penularan tempel
Asal Bibit
N
Lawu DS.S Probolinggo.S Jombang.R Jombang.B Probolinggo.B Kediri.S Pasuruan.R Kediri.B Jombang.S Lawu DS.B Lawu DS.R Kediri.R Pasuruan.B Pasuruan.S
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Subset 1 .33 .33 .67 1.33 1.67 2.00 3.00 3.33 3.67 4.33 4.67 5.33
2
3
1.33 1.67 2.00 3.00 3.33 3.67 4.33 4.67 5.33 10.00 23.00
Huruf kapital di akhir nama bibit menunjukkan tingkat serangan dari asal tularan; R= Ringan; S= Sedang; B= Berat
Perilaku pembawaan (instincts) serangga yang dikemukakan oleh Hidayat (2008), menyatakan bahwa serangga memiliki sifat mendekati atau menjauhi suatu rangsangan, di antaranya adalah pengaruh sumber cahaya, rangsangan suhu tertentu, dan kelembaban. Perbedaan-perbedaan tersebut bisa terjadi pada saat penelitian ini dilakukan, contohnya ialah pada posisi bibit di dalam kumbung yang menyebabkan penerimaan cahaya pada bibit berbeda satu sama lain. Hal ini menyebabkan kemungkinan perbedaan serangan kutulilin pinus yang terjadi pada bibit-bibit juga berbeda antara bibit satu dengan bibit lainnya. 4.1.2 Penularan Langsung Jumlah titik lilin per hari selama 60 hari pengamatan dari setiap asal tularan dan bagian bibit disajikan dalam Gambar 5. Data rata-rata jumlah lapisan lilin per hari dari metode penularan langsung kemudian dianalisis secara statistik yaitu dengan sidik ragam dan hasilnya tersaji dalam Tabel 8 (dapat dilihat pada lampiran 2). Berdasarkan hasil sidik ragam, pengaruh bagian bibit tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Sebaliknya, pengaruh asal tularan bibit berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%, hal ini dibuktikan dengan nilai
26
signifikan ≤0,05. Sidik ragam pada penularan langsung memiliki hasil yang sama dengan penularan tempel, oleh karena itu penjelasan mengenai faktor klasifikasi ukuran tumbuhan (bibit) yang digunakan dalam penelitian ini dan perilaku
Jumlah lapisan lilin
serangga juga menjadi alasan pengaruh bibit tidak berbeda nyata. 70 60 50 40 30 20 10 0
Atas Tengah Bawah
Asal tularan
Gambar 5 Grafik jumlah lapisan lilin selama 60 hari dari setiap asal tularan dan bagian bibit pada penularan langsung Hasil rekapitulasi uji lanjut Duncan terhadap rata-rata jumlah titik lilin berdasarkan asal tularan dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%, pengaruh asal tularan terhadap jumlah lapisan lilin terbagi dalam 3 subset, dimana tularan yang berada dalam satu subset memiliki pengaruh yang sama. Tularan Kediri Berat berbeda nyata dari tularan lainnya dan memiliki nilai yang paling dominan. Terdapat perbedaan pengaruh masing-masing asal tularan antara penularan dengan cara ditempel dengan penularan langsung. Pada penularan tempel telah dijelaskan mengenai faktor lingkungan dan pembawaan (instincts) serangga yang bisa mempengaruhi serangan. Pada penularan langsung, serangga yang ditulari akan langsung berhadapan dengan inang baru, disini terjadi proses adaptasi. Beda halnya dengan penularan tempel, dimana serangga masih dapat memperoleh makanan dari cabang tularan yang ditempel hingga akhirnya dapat mencari makanan dan berkembang biak pada bibit yang ditulari.
27
Tabel 3 Hasil uji lanjut Duncan rata-rata jumlah lapisan lilin pada bibit berdasarkan asal tularan dengan metode penularan langsung Asal Bibit
N
Probolinggo.S Probolinggo.B Jombang.R Pasuruan.R Kediri.R Pasuruan.S Jombang.S Jombang.B Kediri.S Lawu DS.R Pasuruan.B Lawu DS.B Lawu DS.S Kediri.B
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
1 .33 .67 8.00 8.67 11.67 13.00 13.33 14.00 17.67
Subset 2
8.00 8.67 11.67 13.00 13.33 14.00 17.67 22.33 23.33 23.33 25.00
3
17.67 22.33 23.33 23.33 25.00 35.33
Huruf kapital di akhir nama bibit menunjukkan tingkat serangan dari asal tularan; R= Ringan; S= Sedang; B= Berat
Pada penularan langsung, proses belajar (learning) serangga bisa menjelaskan perbedaan yang terjadi antara penularan tempel dan langsung. Hidayat
(2008)
menyatakan
bahwa
learning
merupakan
suatu
proses
pembelajaran yang merupakan perubahan adaptif pada perilaku sebagai hasil dari pengalaman di masa sebelumnya. Pada penularan langsung, serangga diharuskan untuk adaptif pada bibit yang ditulari dengan berbekal pengalaman di masa sebelumnya. Lebih lanjut Dukas (2008) menjelaskan bahwa berbagai serangga secara ekstensif mengandalkan belajar pada semua kegiatan utama untuk hidup yang meliputi makan, menghindari predator, agresi, interaksi sosial, dan perilaku seksual. Kemampuan belajar juga didasari oleh variasi genetik yang ditunjukkan setiap individu dalam spesies serangga. Jadi, kutulilin pinus pada penularan langsung mengandalkan proses belajar yang dilakukan pada inang sebelumnya untuk dapat hidup pada inang yang baru sehingga dapat berkembang biak pada inang baru tersebut. 4.2
Penghitungan Jumlah Populasi Hasil penghitungan jumlah individu dalam populasi per cm² pada tiap
kriteria serangan menunjukkan stadia nimfa II memiliki jumlah tertinggi dan
28
nimfa III terendah. Selengkapnya hasil penghitungan jumlah individu dalam populasi tersaji dalam Tabel 4. Hasil ini berbeda dengan dugaan awal bahwa stadia nimfa I yang memiliki jumlah tertinggi dan nilainya terus menurun hingga stadia dewasa yang memiliki jumlah terendah. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh cabang yang digunakan untuk menghitung jumlah populasi ini sudah terlalu lama disimpan dalam lemari pendingin, karena pada saat cabang diambil dari Sumedang tidak langsung dilakukan penghitungan. Cabang tersebut tersimpan selama 1 minggu di dalam lemari pendingin sebelum akhirnya dilakukan penghitungan. Pada saat penghitungan, terlihat banyak individu kutulilin pinus yang mati dan kering dari setiap stadia, hal ini dapat menjadi kemungkinan yang menyebabkan hasil penghitungan jumlah populasi berbeda dengan dugaan awal. Berdasarkan hasil sidik ragam, pengaruh stadia dan tingkat serangan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Keduanya dibuktikan pada Tabel 9 (Lampiran 2) dengan nilai signifikan keduanya ≤0,05. Hasil uji lanjut Duncan terhadap jumlah individu kutulilin pinus per cm² yang dihitung masing-masing menurut stadia dan kriteria serangannya disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Berdasarkan data dan hasil uji lanjut Duncan, terbukti bahwa jumlah individu berdasarkan stadia didominasi oleh Nimfa II dan terendah adalah stadia Nimfa III. Pada saat penghitungan dilakukan, stadia Nimfa II memang terlihat paling aktif bersama dengan Nimfa I, dan juga terlihat jelas bahwa jumlahnya paling banyak di antara stadia yang lain. Sedangkan pada tingkat serangan, masing-masing berbeda nyata terhadap tingkat serangan lainnya. Perbedaan yang dapat dilihat dengan kasat mata dari masing-masing kriteria serangan itu adalah penutupan lilin yang menyelimuti batang, pada kriteria serangan berat, seluruh bagian batang sudah tertutupi oleh lilin. Jadi, semakin banyak penutupan lilin pada batang, jumlah populasi kutulilin pinus yang ada di dalam penutupan lilin tersebut juga semakin banyak.
29
Tabel 4
Jumlah individu kutulilin pinus dalam populasi per cm² pada tiap kriteria serangan dan stadia Stadia
Kriteria Sedang 5.57 6.86 4.82 3.09 2.83 4.99
Ringan 4.50 1.80 1.58 1.96 1.25 2.12
Telur Nimfa_I Nimfa_II Nimfa_III Nimfa_IV Dewasa
Berat 5.25 15.30 22.31 3.47 5.92 10.53
Tabel 5 Hasil uji lanjut Duncan rata-rata jumlah individu pada tiap stadia Stadia
N
Nimfa_III Nimfa_IV Telur Dewasa Nimfa_I Nimfa_II
9 9 9 9 9 9
1 2.8422 3.3344 5.1044 5.8789
Subset 2
5.1044 5.8789 7.9856
3
7.9856 9.5722
Kelompok subset yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%
Tabel 6 Hasil uji lanjut Duncan rata-rata jumlah individu pada tiap tingkat serangan Tingkat Serangan
N
Ringan Sedang Berat
18 18 18
1 2.2033
Subset 2
3
4.6928 10.4628
Kelompok subset yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%