BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengelasan Friction Stir Welding Setelah dilakukan proses pengelasan friction stir welding, maka akan terlihat bekas hasil pengelasan pada permukaan material. Pengelasan dengan metode friction stir welding merupakan pengelasan yang terjadi pada kondisi padat (solid state joining) dengan memanfaatkan gesekan dari benda kerja yang berputar (tool) dengan benda kerja lain yang diam sehingga mampu melelehkan benda kerja yang diam tersebut dan akhirnya tersambung menjadi satu. Dengan kecepatan laju feed rate yang selisihnya jauh berbeda, maka akan menghasilkan penampakan bekas pengelasan yang berbeda pula pada permukaan material.
(a)
(b) Arah pergeseran meja
Arah pergeseran meja
Advancing side
Advancing side
Retreating side
Retreating side
Gambar 4.1. Hasil pengelasan friction stir welding dengan kecepatan feed rate 2 cm/menit. Permukaan sisi face (a). Permukaan sisi root (b).
36
37
Pada Gambar 4.1. (a) hasil permukaan pengelasan FSW sisi atas/face dengan feed rate 2 cm/menit terlihat halus karena feed rate yang lambat akan menghasilkan panas yang menyebar luas ke material aluminium. Panas lokal yang terjadi akibat gesekan tool dengan material ini akan melelehkan aluminium dengan baik. Pada ujung material terdapat lubang bekas tool (exit hole) ketika selesai dilakukan pengelasan friction stir welding. Percobaan ini menggunakan pergerakan meja dan perputaran tool ke arah kanan.
(a)
(b) Arah pergeseran meja
Arah pergeseran meja
Advancing side
Advancing side
Retreating side
Retreating side
Gambar 4.2. Hasil pengelasan friction stir welding dengan kecepatan feed rate 6 cm/menit. Permukaan sisi face (a). Permukaan sisi root (b). Pada Gambar 4.2. (a) hasil permukaan pengelasan friction stir welding sisi atas/face dengan feed rate 6 cm/menit terlihat cukup halus karena feed rate dengan kecepatan sedang akan menghasilkan panas yang menyebar ke material aluminium. Panas lokal yang terjadi akibat gesekan tool dengan material ini akan melelehkan aluminium dengan baik. Pada sisi bawah pengelasan (root) terlihat permukaan cukup halus. Pada ujung material terdapat lubang bekas tool (exit
38
hole) ketika selesai dilakukan pengelasan friction stir welding. Percobaan ini menggunakan pergerakan meja dan perputaran tool ke arah kanan.
(b)
(a) Arah pergeseran meja
Arah pergeseran meja
Advancing side
Advancing side
Ripples Ripples
Retreating side
Retreating side
Gambar 4.3. Hasil pengelasan friction stir welding dengan kecepatan feed rate 12 cm/menit. Permukaan sisi face (a). Permukaan sisi root (b). Pada Gambar 4.3. (a) hasil permukaan pengelasan friction stir welding sisi atas/face dengan feed rate 12 cm/menit terlihat adanya ripples kecil di sekitar ujung daerah las karena feed rate yang kencang akan mengurangi penyebaran panas di sekitar material aluminium. Panas lokal yang terjadi akibat gesekan tool dengan material dengan kecepatan translasi yang kencang ini akan berakibat pada pelelehan aluminium yang kurang baik. Pada ujung material terdapat lubang bekas tool (exit hole) ketika selesai dilakukan pengelasan friction stir welding. Pada sisi bawah pengelasan (root) terlihat permukaan kurang merata. Percobaan ini menggunakan pergerakan meja dan perputaran tool ke arah kanan.
39
(a)
(b) Arah pergeseran meja
Arah pergeseran meja
Advancing side
Advancing side
Ripples
Retreating side
Retreating side
Gambar 4.4. Hasil pengelasan friction stir welding dengan kecepatan feed rate 18 cm/menit. Permukaan sisi face (a). Permukaan sisi root (b). Pada Gambar 4.4. (a) hasil permukaan pengelasan friction stir welding sisi atas/face dengan feed rate 18 cm/menit terlihat kasar dan muncul adanya ripples di sekitar ujung daerah las karena feed rate yang sangat kencang akan mengurangi penyebaran panas di sekitar material aluminium. Panas lokal yang terjadi akibat gesekan tool dengan material dengan kecepatan translasi yang sangat kencang ini akan berakibat pada pelelehan aluminium yang tidak baik. Pada ujung material terdapat lubang bekas tool (exit hole) ketika selesai dilakukan pengelasan friction stir welding. Pada sisi bawah pengelasan (root) terlihat permukaan tidak halus. Percobaan ini menggunakan pergerakan meja dan perputaran tool ke arah kanan.
40
4.2 Pembahasan Hasil Foto Makro dan Struktur Mikro 1. Foto makro dan struktur mikro pada hasil pengelasan FSW dengan kecepatan spindel 3600 rpm dan feed rate 2 cm/menit. (b)
(a) TMAZ HAZ
BM TMAZ HAZ
WN
(c)
(d)
Gambar 4.5. Foto makro sambungan las FSW dengan pembesaran 9x (a), daerah logam induk (b), daerah HAZ (c), daerah las dengan pembesaran 200x (d). Pengambilan foto makro pada Gambar 4.5. (a) menunjukkan adanya lubang kecil memanjang pada daerah lasan yang merupakan cacat las wormhole. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai perubahan yang terjadi pada struktur mikro pada hasil las logam aluminium 5052 maka dilakukan pengambilan foto pada titik logam induk, HAZ, dan daerah lasan. Dari Gambar 4.5. (b) dapat dilihat pada daerah logam induk aluminium 5052 terdapat butiran-butiran kristal kecil serta adanya butiran porositas besar yang ditunjukkan pada lingkaran merah. Pada daerah yang dipengaruhi oleh panas atau HAZ (c) dapat dilihat perubahannya dibandingkan pada daerah logam induk, terdapat butiran-butiran kristal kecil memanjang yang arahnya melingkar. Hal ini akan menurunkan nilai
41
kekerasannya. Akan tetapi pada daerah ini porositas pada aluminium mulai tidak terlihat dibandingkan pada logam induk. Pada daerah las (d) terdapat butiranbutiran kristal yang membesar dan tidak beraturan. 2. Foto makro dan struktur mikro pada hasil pengelasan FSW dengan kecepatan spindel 3600 rpm dan feed rate 6 cm/menit.
(b) .
(a) TMAZ
TMAZ
BM
WN HAZ HAZ
(c)
(d)
Gambar 4.6. Foto makro sambungan las FSW dengan pembesaran 9x (a), daerah logam induk (b), daerah HAZ (c), daerah lasan dengan pembesaran 200x (d). Pengambilan foto makro pada Gambar 4.6. (a) menunjukkan pada daerah las aluminium terjadi lubang memanjang yang merupakan cacat las wormhole. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai perubahan yang terjadi pada struktur mikro logam hasil pengelasan FSW aluminium 5052 maka dilakukan pengambilan foto pada titik logam induk, HAZ, dan daerah lasan. Dari Gambar 4.6. (b) dapat dilihat pada daerah logam induk aluminium 5052 terdapat adanya butiran-butiran kristal kecil pada daerah tersebut dan butiran porositas yang ditunjukkan pada lingkaran
42
merah. Pada daerah yang dipengaruhi oleh panas atau HAZ (c) dapat dilihat adanya perubahan dibandingkan pada daerah logam induk, terdapat butiranbutiran kristal kecil memanjang yang arahnya melingkar. Hal ini akan menurunkan nilai kekerasannya. Akan tetapi pada daerah ini porositas pada aluminium mulai tidak terlihat dibandingkan pada logam induk. Pada daerah las aluminium (d) terdapat butiran-butiran kristal yang membesar dan renggang sehingga menaikkan nilai kekerasan. 3. Foto makro dan struktur mikro pada hasil pengelasan FSW dengan kecepatan spindel 3600 rpm dan feed rate 12 cm/menit. (b) (a) TMAZ
TMAZ
BM
HAZ
HAZ WN
(c)
(d)
Joint Remnant
Joint Remnant
Gambar 4.7. Foto makro sambungan las FSW dengan pembesaran 9x (a), daerah logam induk (b), daerah HAZ (c), daerah las dengan pembesaran 200x (d). Pengambilan foto makro pada Gambar 4.7. (a) menunjukkan adanya retakan (crack) pada daerah las aluminium yang merupakan cacat las. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai perubahan yang terjadi pada struktur mikro logam hasil pengelasan FSW aluminium 5052 maka dilakukan pengambilan foto pada tiga
43
titik yaitu logam induk, HAZ, dan daerah lasan. Dari Gambar 4.7. (b) dapat dilihat pada daerah logam induk aluminium 5052 terdapat adanya butiran-butiran kristal yang tidak beraturan dan terdapat juga butiran porositas yang ditunjukkan pada lingkaran merah. Pada daerah yang dipengaruhi oleh panas atau HAZ (c) dapat dilihat perubahannya dibandingkan pada daerah logam induk, terdapat butiranbutiran kristal kecil yang jaraknya renggang. Hal ini akan menurunkan nilai kekerasannya. Akan tetapi pada daerah ini porositas pada aluminium mulai tidak terlihat dibandingkan pada logam induk. Pada daerah lasan (d) terdapat butiranbutiran kristal yang membesar dan renggang sehingga menaikkan nilai kekerasannya. Pada daerah ini juga terdapat adanya cacat joint remnant.
4. Foto makro dan struktur mikro pada hasil pengelasan FSW dengan kecepatan spindel 3600 rpm dan feed rate 18 cm/menit. (b) (a) TMAZ WN
TMAZ
BM
HAZ HAZ
(c)
(d)
Gambar 4.8. Foto makro sambungan las FSW dengan pembesaran 9x (a), daerah logam induk (b), daerah HAZ (c), daerah las dengan pembesaran 200x (d).
44
Pengambilan foto makro pada Gambar 4.8. (a) menunjukkan adanya lubang memanjang pada daerah las aluminium yang merupakan cacat las wormhole. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai perubahan yang terjadi pada struktur mikro logam hasil pengelasan FSW aluminium 5052 maka dilakukan pengambilan foto pada titik logam induk, HAZ, dan daerah lasan. Dari Gambar 4.8. (b) dapat dilihat pada daerah logam induk aluminium 5052 terdapat adanya butiran-butiran kristal kecil pada daerah tersebut dan butiran porositas yang cukup banyak menyebar. Pada daerah yang dipengaruhi oleh panas atau HAZ (c) dapat dilihat adanya perubahan struktur dibandingkan pada daerah logam induk, dimana terdapat butiran-butiran kristal kecil memanjang yang jaraknya renggang. Hal ini akan menurunkan nilai kekerasannya. Akan tetapi pada daerah ini porositas pada aluminium mulai tidak terlihat dibandingkan pada logam induk. Pada daerah lasan (d) terdapat butiran-butiran kristal yang membesar dan renggang sehingga nilai kekerasannya akan lebih tinggi dibandingkan daerah HAZ. Menurut Sudrajat (2012), pada pengelasan friction stir welding, hasil pengelasan stir zone tentu lebih rendah daripada base metal. Sifat yang kurang baik dari proses ini adalah terjadinya pelunakan pada daerah las sebagai akibat dari panas yang timbul. Penurunan nilai kekerasan pada daerah lasan, selain karena karakteristik dari paduan itu sendiri juga disebabkan karena proses pengerasan tidak bisa terjadi ketika proses pengelasan berlangsung.
4.3 Hasil dan Pembahasan Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan ini dilakukan pada empat variasi spesimen hasil pengelasan dengan menggunakan vickers hardness tester. Penentuan titik pengujian kekerasan didasarkan pada pengamatan secara makro. Titik pengujian berada 2 mm di bawah permukaan pengelasan dengan interval 2 mm. Titik 0 terletak pada pusat sambungan las. Pada tiap spesimen diuji dengan total 17 titik pengujian kekerasan. Gambar bekas identasi uji kekerasan ditunjukkan pada Gambar 4.9. serta nilai kekerasan ditunjukkan pada Tabel 4.1. berikut ini.
45
(a) (b) (c)
(d) Gambar 4.9. Bekas identasi pengujian kekerasan pada aluminium hasil lasan friction stir welding. Feed rate 2 cm/menit (a), feed rate 6 cm/menit (b), feed rate 12 cm/menit (c), feed rate 18 cm/menit (d). Tabel 4.1. Hasil Pengujian Kekerasan Nilai Kekerasan (VHN) 6 12 18 cm/menit cm/menit cm/menit 56.5 58.7 54.5
No
Posisi titik uji
1
-16
2 cm/menit 58.0
2
-14
56.5
54.5
55.2
54.5
3
-12
55.2
53.2
52.6
54.5
4
-10
55.2
52.6
52.6
55.2
5
-8
53.8
51.3
52.6
55.2
6
-6
52.6
51.3
53.2
55.2
7
-4
52.6
51.3
53.8
55.2
8
-2
55.2
51.9
61.0
53.8
9
0
61.0
63.4
65.9
62.6
10
2
56.5
56.6
55.2
56.5
11
4
55.2
55.8
54.5
53.8
12
6
53.2
54.5
53.8
55.2
13
8
52.6
53.8
53.2
53.2
14
10
55.8
52.6
53.8
55.2
15
12
52.6
54.5
56.5
55.2
16
14
52.6
52.6
58.0
53.8
17
16
52.6
52.6
58.7
54.5
Raw Material
77,5
46
Nilai Kekerasan (VHN)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 2
6
12
18
Raw Material
Feed Rate (cm/menit) Gambar 4.10. Grafik pengaruh feed rate terhadap kekerasan pada pusat sambungan las. Pada Gambar 4.10. di atas menunjukkan grafik batang yang merupakan nilai kekerasan hasil pengelasan aluminium dengan metode friction stir welding menggunakan putaran spindel 3600 rpm dengan kecepatan feed rate bervariasi (2 cm/menit, 6 cm/menit, 12 cm/menit dan 18 cm/menit). Feed rate 12 cm/menit memiliki kekerasan daerah lasan yang paling tinggi dengan nilai kekerasan yaitu 65,9 VHN. Sedangkan nilai kekerasan daerah lasan yang paling rendah terdapat pada feed rate 2 cm/menit yaitu sebesar 61 VHN, hal ini dapat terjadi karena proses pengelasan friction stir welding dengan kecepatan spindel 3600 rpm dan feed rate lambat akan menghasilkan heat input yang besar sehingga dapat membentuk grain yang kecil.
47
70
Kekerasan (VHN)
65 60 55 50 45
-18 -16 -14 -12 -10 -8
-6
-4
40 -2 0
2
4
6
8
10 12 14 16 18
Jarak (mm) 2 cm/menit
6 cm/menit
12 cm/menit
18 cm/menit
Gambar 4.11. Grafik pengaruh feed rate terhadap kekerasan pada daerah sambungan las FSW dengan variasi feed rate 2 cm/menit, 6 cm/menit, 12 cm/menit dan 18 cm/menit. Pada hasil pengamatan Gambar 4.11. menunjukkan bahwa nilai kekerasan daerah las semua variasi memiliki harga VHN dibawah logam induk. Pada hasil sambungan pengelasan aluminium 5052 variasi 2 cm/menit dan 6 cm/menit nilai kekerasannya menurun pada titik -2 mm sampai -6 mm dan juga pada titik 2 mm sampai 10 mm dari pusat las. Kemudian nilai kekerasan naik pada titik -8 mm sampai -18 mm. Pada titik -18 mm sampai -2 mm, nilai kekerasan variasi 2 cm/menit lebih tinggi daripada variasi 6 cm/menit. Tetapi pada titik pusat las, nilai kekerasan variasi 2 cm/menit berada di bawah 6 cm/menit dengan nilai 61 VHN berbanding 63,4 VHN. Nilai kekerasan variasi 6 cm/menit berada di atas variasi 2 cm/menit sepanjang titik 2 mm sampai 8 mm. Pada titik 10 mm dan 12 mm terjadi fluktuasi nilai kekerasan diantara kedua variasi. Pada hasil pengujian kekerasan sambungan pengelasan aluminium 5052 dengan variasi 12 cm/menit, nilai kekerasannya menurun pada titik -4 mm sampai -12 mm dan kemudian naik pada titik -14 mm dan -16 mm dari sambungan. Pada titik 4 mm sampai 10 mm, nilai kekerasan variasi 12 cm/menit relatif lebih merata daripada variasi 18 cm/menit.
48
Nilai kekerasan kemudian naik pada titik 12 mm samai 18 mm. Pada titik pusat las, nilai kekerasan variasi 12 cm/menit berada di atas 18 cm/menit dengan nilai 65,9 VHN berbanding 63,4 VHN. Nilai kekerasan variasi 18 cm/menit berada di atas variasi 12 cm/menit sepanjang titik -4 mm sampai -14 mm. Nilai kekerasan variasi 18 cm/menit relatif lebih merata pada titik 2 mm sampai 16 mm. Dari keempat variasi feed rate tersebut, feed rate 12 cm/menit memiliki nilai kekerasan pusat las yang paling tinggi jika dibandingkan dengan variasi lain. Dirhamsyah (2011), melakukan penelitian tentang pengaruh perubahan parameter permesinan terhadap sifat mekanik material AC4CH pada proses friction stir welding, menyimpulkan bahwa bila uji struktur mikro dihubungkan dengan hasil pengujian kekerasan maka akan terlihat bahwa kekerasan pada area HAZ dan TMAZ lebih rendah dibandingkan dengan area lain walaupun angkanya tidak terlalu signifikan dan masih sedikit acak. Hal ini karena kemungkinan bisa terjadi karena material yang digunakan tidak mengalami heat treatment sehingga microstructure yang terbentuk belum sempurna dan sangat mempengaruhi hasil pengujian kekerasan, terutama apabila pengujian dilakukan dengan micro Hardness. 4.4 Hasil dan Pembahasan Pengujian Bending Pengujian bending dilakukan dengan menggunakan spesimen sesuai standar ASTM E190 yang dibuat dari aluminium hasil pengelasan friction stir welding. Hasil dari proses pengujian bending yang dilakukan untuk memperoleh data beban maksimal yang nantinya akan digunakan untuk mengetahui nilai kekuatan lentur (σb). Pengujian ini dilakukan pada sisi permukaan lasan (face) dan akar lasan (root) menggunakan alat Universal Testing Machine dengan parameter sebagai berikut : Testing Speed
: 10 mm/min
Jarak Span
: 77 mm
Diameter Plunger : 30 mm
49
Gambar 4.12. Spesimen Uji Bending Aluminium 5052 sesuai standar ASTM E190. Setelah melalui proses pembentukan spesimen, lalu dilanjutkan dengan proses pengujian bending. Pemilihan spesimen yang akan diuji bending face atau root dilakukan secara acak (random). Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.2. berikut ini.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tabel 4.2. Data hasil pengujian bending pada sambungan las FSW Nilai Rata – Kecepatan Beban Feed Rate Sisi Kekuatan rata Spindel Maksimal (cm/menit) Bending Lentur Standar (rpm) (kN) (MPa) Deviasi 3600 2 Face 1,34 162,91 35,81 3600 2 Root 5,99 729,06 51,01 3600 6 Face 1,84 224,51 20,96 3600 6 Root 2,92 355,82 62,61 3600 12 Face 1,37 166,96 17,59 3600 12 Root 1,43 173,85 17,15 3600 18 Face 1,30 158,86 28,93 3600 18 Root 1,11 135,35 60,47 Raw 5,18 629,77 20,63 Material Dari Tabel 4.2. di atas menunjukkan bahwa hasil pengujian bending
nilainya fluktuatif pada sisi permukaan las (face). Sedangkan pada sisi akar pengelasan (root) nilainya akan semakin menurun seiring dengan naiknya kecepatan feed rate.
50
Kekuatan Lentur (MPa)
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 2
6
12
18
Raw Material
Feed Rate (mm) Root
Face
Gambar 4.13. Grafik pengaruh feed rate terhadap kekuatan lentur sambungan las FSW. Pada Gambar 4.13. menunjukkan grafik pengaruh variasi feed rate terhadap nilai kekuatan lentur pada sambungan las FSW. Nilai kekuatan lentur permukaan lasan (face) yang paling tinggi terdapat variasi feed rate 6 cm/menit sebesar 224,51 MPa. Nilai kekuatan lentur permukaan lasan (face) yang paling rendah terdapat pada variasi feed rate 18 cm/menit sebesar 158,86 MPa. Nilai ini sangat jauh di bawah nilai kekuatan lentur raw material dengan nilai 629,77 MPa. Nilai kekuatan lentur akar lasan (root) tertinggi terdapat pada variasi feed rate 2 cm/menit sebesar 729,06 MPa. Nilai variasi feed rate ini melebihi nilai kekuatan lentur raw material yaitu sebesar 629,77 MPa. Nilai kekuatan lentur akar lasan (root ) terendah terdapat pada variasi feed rate 18 cm/menit sebesar 135,35 MPa. Lamanya gerak translasi pergerakan meja akan mempengaruhi kekuatan lentur material aluminium hasil pengelasan. Kecepatan feed rate yang terlalu kencang akan menurunkan kekuatan lentur. Hal ini terjadi karena panas yang dihasilkan dari gesekan antara pin tool dengan material kurang menyebar pada material aluminium sehingga proses pelunakan aluminium melalui panas ini tidak
51
maksimal.
Dan
karena
pelunakan
yang
tidak
maksimal,
maka
akan
mengakibatkan kedua material tidak menyambung dengan baik.
Gambar 4.14. Grafik beban – defleksi pada pengujian bending permukaan lasan (face). Feed rate 2 cm/menit (A), feed rate 6 cm/menit (B), feed rate 12 cm/menit (C), feed rate 18 cm/menit (D), raw material (E). Pada Gambar 4.14. dari kurva beban pengujian bending pada sisi permukaan lasan (face) menunjukkan variasi feed rate 6 cm/menit mempunyai nilai elastisitas yang paling besar. Namun nilai variasi ini masih sangat jauh di bawah jika dibandingkan dengan raw material. Nilai elastisitas terkecil adalah pada variasi feed rate 2 cm/menit.
52
Gambar 4.15. Grafik beban – defleksi pada pengujian bending akar lasan (root). Feed rate 2 cm/menit (A), feed rate 6 cm/menit (B), feed rate 12 cm/menit (C), feed rate 18 cm/menit (D), raw material (E). Pada Gambar 4.15. dari kurva beban pengujian bending pada sisi akar lasan (root) menunjukkan variasi feed rate 2 cm/menit mempunyai nilai elastisitas yang paling besar. Nilai variasi ini bahkan berada di atas nilai elastisitas raw material. Namun pada variasi feed rate 6 cm/menit, 12 cm/menit dan 18 cm/menit nilai elastisitasnya masih cukup jauh di bawah raw material.
53
Tabel 4.3. Pengamatan Visual Spesimen Bending Face Sisi Bending
Parameter
Pengamatan Visual
3600 rpm, feed rate 2 cm/menit
3600 rpm, feed rate 6 cm/menit Face 3600 rpm, feed rate 12 cm/menit
3600 rpm, feed rate 18 cm/menit
Dari hasil pengamatan visual pada Tabel 4.3. yang diperoleh setelah pengujian bending daerah permukaan lasan (face) dapat dilihat bahwa pada semua spesimen mengalami kerusakan atau retak. Semua spesimen tidak mampu menahan beban yang terlalu besar pada sisi permukaan las (face). Selain itu, mampu lengkung pada semua spesimen juga tidak cukup baik. Hal ini terjadi karena terdapat cacat wormhole di posisi 1 mm di atas sisi akar pengelasan, sehingga ketika mendapat beban tarik dari atas maka sambungan pada bagian akar akan terputus atau retak.
54
Tabel 4.4. Pengamatan Visual Spesimen Bending Root Sisi Bending
Parameter
Pengamatan Visual
3600 rpm, feed rate 2 cm/menit
3600 rpm, feed rate 6 cm/menit Root 3600 rpm, feed rate 12 cm/menit
3600 rpm, feed rate 18 cm/menit
Dari hasil pengamatan visual Tabel 4.4. yang diperoleh setelah pengujian bending pada daerah akar lasan (root) dapat dilihat bahwa spesimen yang kondisinya paling baik adalah pada variasi feed rate 2 cm/menit. Spesimen ini tidak mengalami kerusakan atau retak pada saat mendapat tekanan dari sisi akar las. Pada spesimen dengan variasi feed rate 6 cm/menit mengalami retak di separuh daerah lasan walaupun mampu lengkungnya sudah cukup baik. Pada spesimen dengan variasi feed rate 12 cm/menit dan 18 cm/menit mengalami retak pada sambungan las karena adanya cacat las wormhole yang cukup besar di
55
sepanjang daerah pengelasan pada kedua variasi tersebut. Feed rate yang rendah dengan kecepatan spindel yang tinggi akan menghasilkan penyebaran panas yang semakin luas, sehingga akan membantu proses pelunakan aluminium sebelum terjadi pengadukan oleh pin tool terhadap material yang akan disambung.