BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat Pelabuhan Pekalongan semula merupakan pelabuhan umum. Semenjak bulan Desember 1974 pengelolaan dan asetnya diserahkan kepada Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan dan diubah statusnya menjadi Pelabuhan Khusus Perikanan. Berdasarkan SK menteri Pertanian No.310/Kpts/5/1978 tanggal 25 Mei 1978 pelabuhan khusus perikanan ini resmi menjadi UPT Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian dan mulai 1 Mei 2001 PPN Pekalongan merupakan UPT Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Salah satu Pelabuhan Perikanan tertua di Indonesia, PPN Pekalongan sejak dulu mempunyai kontribusi yang besar terhadap perikanan tangkap dan menjadi salah satu lumbung ikan terbesar di Indonesia. 4.1.2 Struktur Organisasi Struktur organisasi di PPN Pekalongan dipimpin oleh Kepala Pelabuhan. Kepala Pelabuhan dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Ka. Sub Bag. Tata Usaha, Kasi Pengembangan, Kasi Tata Operasional, dan Kelompok Jabatan Fungsional yang terdiri dari Pranata Humas, Pengawas Mutu dan Pengawas Perikanan. Struktur organisasi di PPN Pekalongan dapat dilihat pada Gambar 2.
23
24
KEPALA PELABUHAN (Ir. Mansur, MM)
Ka. Sub Bag. TATA USAHA (Sri Harsiwi DWA, S.pi)
KASI PENGEMBANGAN Akmala Dwi Nugraha, S.Pi, M.Si
KASI TATA OPERASIONAL (Turhadi, SH, M.Si)
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL (Pranata Humas / Endang Suprihatin, S.sos ) (Pengawas Mutu/Trimanto, S.Pi ) (Pengawas Perikanan/ Sarwidi, S.Pi )
Gambar 2. Struktur Organisasi PPN Pekalongan Sumber: PPN Pekalongan, 2013 4.2 Karakteristik Responden 4.2.1 Usia Responden Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seorang nelayan. Umumnya nelayan yang memiliki usia muda mempunyai kemampuan tenaga yang lebih besar dalam menangkap ikan dibandingkan dengan nelayan yang berusia tua. Keadaan nelayan berdasarkan kelompok usia di PPN Pekalongan dapat dilihat pada Tabel 6.
25
Tabel 6. Tingkat Usia Nelayan Usia (Tahun)
Jumlah (Orang)
Persentasi (%)
21-30
9
26,5
31-40
18
52,9
41-50
7
20,6
Jumlah
34
100
Sumber: Data Olahan (2013) Nelayan yang masih berusia antara 21-50 tahun adalah nelayan yang masih produktif dan optimal kinerjanya dibandingkan dengan nelayan yang sudah berusia 50 tahun ke atas yang tergolong usia non produktif sehingga kinerjanya tidak optimal dan menurun. Nelayan yang masih muda mempunyai semangat yang lebih tinggi dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan, sehingga terkadang waktu penangkapan menjadi lebih lama dan akan mempengaruhi hasil tangkapan. Perincian kelompok usia (21-30) tahun sebanyak 26,5%, (31-40) tahun sebanyak
52,9%,
(41-50)
tahun
sebanyak
20,6%.
Gambaran
tersebut
menunjukkan bahwa nelayan di PPN Pekalongan masih berusia produktif untuk kegiatan penangkapan ikan, karena memiliki kemampuan fisik dan berfikir yang sangat baik dalam melakukan usahanaya sebagai nelayan. Tingkat usia juga mempengaruhi perkembangan usaha yang dimiliki oleh pedagang perantara. Keadaan pedagang perantara berdasarkan kelompok usia di PPN Pekalongan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Tingkat Usia Pedagang Perantara Usia (Tahun) Jumlah (Orang)
Persentasi (%)
21-30
8
9,52
31-40
38
45,24
41-50
38
45,24
Jumlah
84
100
Sumber: Data Olahan (2013)
26
Usia pedagang perantara secara umum berada pada usia produktif yakni pada kisaran ( 21-50) tahun sehingga peluang untuk mengembangkan usaha lebih besar. Secara keseluruhan tingkat usia (31-40) dan (41-50) merupakan tingkat usia yang paling tinggi berjumlah 38 orang dengan persentase 45,24% dari keseluruhan pedagang perantara. Tingkat usia yang terkecil pada kisaran (21-30) tahun berjumlah 8 orang dengan persentase 9,52% dari pedagang perantara. Semakin besar usia pedagang perantara maka semakin banyak pula pengalaman yang telah didapatkannya dalam kegiatan pemasaran, sehingga lebih mampu membaca keadaan pasar tentang jenis ikan yang sedang diminati konsumen. 4.2.2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yang di capai nelayan merupakan faktor utama yang mempengaruhi cara berfikir, melihat permasalahan serta mengambil keputusan terhadap usaha yang dikelolanya, khususnya berkaitan dengan teknologi dan keterampilan. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal yang telah ditempuh oleh nelayan . Tingkat pendidikan nelayan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Identitas Nelayan Menurut Tingkat Pendidikan Di PPN Pekalongan, Jawa Tengah, 2013. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase SD
16
47,1
SMP
11
32,3
SMA
7
20,6
Jumlah
34
100
Sumber : Data Olahan (2013) Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan nelayan secara umum berkisar antara tingkat pendidikan SD sampai SMA. Mayoritas tingkat pendidikan mereka masih rendah, sehingga hal ini akan memberikan pengaruh dalam hal inovasi teknologi dan keterampilan. Nelayan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi lebih mampu melakukan penanganan ikan pasca panen dengan lebih baik. Tingkat pendidikan SD sebanyak 16 orang dengan persentase
27
47,1% menunjukkan bahwa tingkat pendidikan nelayan
tergolong rendah.
Tingkat pendidikan SMP sebanyak 11 orang dengan persentase 32,3%. Tingkat pendidikan SMA berjumlah 7 orang atau hanya 20,6% saja. Tingkat pendidikan juga menentukan keberhasilan seorang pedagang dalam menjalankan usahanya, hal ini karena seorang pedagang tidak hanya membutuhkan kemampuan modal saja tapi juga membutuhkan pengetahuan tentang cara berdagang yang baik. Tingkat pendidikan pedagang perantara dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Identitas Pedagang Perantara Menurut Tingkat Pendidikan Di PPN Pekalongan, Jawa Tengah, 2013. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase SD
15
17,9
SMP
27
32,1
SMA
38
45,2
Sarjana
4
4,8
Jumlah
84
100
Sumber: Data Olahan (2013) Tingkat pendidikan pedagang perantara secara umum cukup tinggi, karena tingkat pendidikan yang terendah adalah SD sejumlah 15 orang pedagang perantara atau hanya17,9%. Tingkat pendidikan tertinggi adalah SMA sebanyak 38 orang pedagang perantara atau 45,2%. Tingkat pendidikan sarjana sejumlah 4 orang pedagang perantara atau 4,8%. Tingkat pendidikan SMP sejumlah 27 orang pedagang perantara atau 32,1%. Tingkat pendidikan yang cukup tinggi dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan para pedagang perantara sehingga lebih memudahkan dalam penyerapan informasi dan strategi cara berdagang yang baik. 4.2.3. Lama Pengalaman Kerja Lama pengalaman kerja menyangkut berapa lama nelayan menggeluti pekerjaan mereka sebagai seorang nelayan. Semakin lama nelayan bekerja maka semakin banyak pengalaman mereka. Nelayan yang memiliki pengalaman kerja
28
yang lama lebih mengetahui tentang daerah penangkapan ikan dan musim ikan, sehingga mereka lebih mudah untuk melakukan penangkapan ikan. Musim ikan terbanyak adalah pada musim peralihan yaitu pada bulan April-Oktober, beberapa jenis ikan pada musim ini melakukan migrasi. Lama pengalaman kerja nelayan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Identitas Nelayan Berdasarkan Lama Pengalaman Kerja Di PPN Pekalongan, Jawa Tengah, 2013. Lama pengalaman kerja Jumlah (Orang) Persentase (%) (Tahun) 1-10
18
52,9
11-20
14
41,2
21-30
2
5,9
Jumlah
34
100
Sumber: Data Olahan (2013) Berdasarkan Tabel 10
menunjukkan bahwa lama pengalaman kerja
nelayan secara umum menggambarkan bahwa mereka telah menekuni hal tersebut dalam waktu tertentu. Lama pengalaman kerja 1-10 tahun sebanyak 18 nelayan atau 52,9%. Lama pengalaman kerja 11-20 tahun sebanyak 14 nelayan atau 41,2%. Pengalaman kerja dalam waktu paling lama yaitu 21-30 tahun berjumlah 2 nelayan atau 5,9%. Rata-rata nelayan memiliki pengalaman kerja yang cukup lama sehingga dapat memperoleh pengetahuan yang banyak dalam mengelola usahanya. Lama pengalaman kerja pedagang perantara juga dapat mempengaruhi perkembangan usaha perdagangan ikan. Lama pengalaman kerja pedagang perantara dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini.
29
Tabel 11. Identitas Pedagang Perantara Berdasarkan Lama Pengalaman Kerja di PPN Pekalongan, Jawa Tengah, 2013. Lama pengalaman kerja Jumlah (Orang) Persentase (%) (Tahun) 1-5
34
40,5
6-10
39
46,4
11-15
11
13,1
Jumlah
84
100
Sumber: Data Olahan (2013) Berdasarkan Tabel 11 disebutkan bahwa lama pengalaman kerja mayoritas pedagang perantara adalah 6-10 tahun sebanyak 39 orang pedagang perantara atau 40,5%. Lama Pengalaman kerja 11-15 tahun sebanyak 11 orang pedagang perantara atau 13,1% dan lama pengalaman kerja 1-5 tahun sebanyak 34 orang pedagang perantara atau 46,4%. Semakin lama pengalaman kerja pedagang perantara dalam perdagangan ikan maka semakin banyak pula pengetahuan tentang strategi cara berdagang yang baik dan memiliki informasi yang lebih banyak dalam perdagangan ikan dibandingkan dengan pedagang perantara yang baru memulai usahanya. 4.2.4 Jumlah Tanggungan Keluarga Besar kecilnya jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi tinggi rendahnya beban ekonomi keluarga. Umumnya jumlah keluarga yang banyak akan memerlukan biaya yang besar pula, begitu pula sebaliknya. Adapun jumlah tanggungan keluarga nelayan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Identitas Nelayan Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga Di PPN Pekalongan, Jawa Tengah, 2013. Jumlah tanggungan Jumah (Orang) Persentase (%) keluarga 1-2 7 20,6 3-4 27 79,4 Jumlah 34 100 Sumber: Data Olahan (2013)
30
Berdasarkan Tabel 12 menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga nelayan cukup besar, jumlah yang terbesar yaitu 3-4 orang sebanyak 27 nelayan dengan persentase 79,4% . Jumlah tanggungan keluarga yang paling kecil yaitu 12 orang sebanyak 7 nelayan atau 20,6% saja. Jumlah tanggungan keluarga pedagang perantara memberikan pengaruh pada beban moral yang harus ditanggung oleh pedagang perantara tersebut, hal ini berhubungan dengan kemampuan memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga dan perkembangan usahanya. Jumlah tanggungan keluarga pedagang perantara dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Identitas Pedagang Perantara Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga Di PPN Pekalongan, Jawa Tengah, 2013. Jumlah tanggungan Jumlah (Orang) Persentase (%) keluarga (Orang) 1-2
17
20,2
3-4
64
76,2
5-6
3
3,6
Jumlah
84
100
Sumber: Data Olahan (2013) Berdasarkan Tabel 13 menunjukkan bahwa secara umum jumlah tanggungan keluarga tertinggi yaitu 3-4 orang dengan jumlah 64 orang pedagang perantara atau 76,2%. Jumlah yang terkecil yaitu 5-6 orang dengan jumlah 3 pedagang perantara atau 3,6%. Hubungan antara usia responden, tingkat pendidikan dan lama pengalaman kerja saling berkaitan dalam hal pengembangan usaha responden, baik nelayan ataupun pedagang perantara. Responden yang memiliki usia produktif, tingkat pendidikan yang cukup dan pengalaman kerja yang lama akan lebih berkembang usahanya dikarenakan para responden tersebut telah banyak memperoleh pengetahuan dalam mengelola usahanya.
31
4.3 Saluran Pemasaran Saluran pemasaran hasil perikanan di TPI PPN Pekalongan adalah jalurjalur pergerakan yang terjadi pada proses pemasaran hasil perikanan dari nelayan yang mendaratkan ikan hingga sampai ke tangan konsumen. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam memasarkan ikan dari TPI PPN Pekalongan sampai ke tangan konsumen adalah nelayan, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Saluran pemasaraan hasil tangkapan perikanan laut di daerah penelitian melalui tempat pelelangan ikan (TPI) PPN Pekalongan dapat digambarkan dalam bentuk skema pada Gambar 3 berikut ini:
Nelayan
Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
Konsumen
Gambar 3 . Saluran Pemasaran Melalui TPI di PPN Pekalongan Berdasarkan Gambar 3 secara garis besar terdapat 3 saluran pemasaran hasil tangkapan ikan dari Pelabuhan Pekalongan. Gambar 3 juga menunjukkan bahwa mata rantai saluran pemasaran produksi usaha penangkapan ikan laut di Pelabuhan Pekalongan adalah sebagai berukut:
32
1. Nelayan- Pedagang Pengumpul- Pedagang Besar- Pedagang PengecerKonsumen. 2. Nelayan- Pedagang Pengumpul- Pedagang Pengecer- Konsumen 3. Nelayan- Pedagang Besar- Pedagang Pengecer- Konsumen Saluran I hasil tangkapan ikan laut di TPI PPN Pekalongan dapat digambarkan sebagai berikut:
Nelayan
Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
Konsumen
Gambar 4. Saluran I (Nelayan- Pedagang Pengumpul- Pedagang BesarPedagang Pengecer- Konsumen) Saluran pemasaran 1 merupakan rantai pemasaran paling panjang yang melibatkan lembaga pemasaran mulai dari nelayan, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer hingga sampai kepada konsumen. Nelayan umumnya melelangkan ikan dalam jumlah 12 basket atau 240-360 kg untuk satu jenis ikan dalam satu kali pelelangan. Namun ketika hasil tangkapan ikan berlimpah, untuk satu jenis ikan bisa mencapai tiga kali pelelangan yaitu sekitar 36 basket atau 720-1.080 kg bahkan lebih, dimana setiap satu kali pelelangan umumnya adalah 12 basket. Satu basket adalah 20-30 kg.
Terkadang pada
33
pelelangan terakhir, setiap nelayan tidak selalu melelangkan ikan dalam jumlah 12 basket untuk satu kali pelelangan meskipun hasil tangkapan ikan melimpah. Hal ini terjadi karena pada pelelangan terakhir ikan setiap nelayan, biasanya hanya tersisa 2-10 basket. Jika jumlah ikan yang di lelang sedikit maka tidak hanya sesama pedagang pengumpul saja yang bersaing mengikuti kegiatan pelelangan tetapi juga terdapat pedagang besar yang mengikuti kegiatan pelelangan tersebut. Saluran I pedagang pengumpul membeli ikan dari nelayan rata-rata adalah 12 basket/ 240-360 kg untuk satu jenis ikan pada satu kali pelelangan. Pedagang besar bisa langsung membeli ikan dari pedagang pengumpul di TPI PPN Pekalongan setelah pedagang pengumpul selesai mengikuti kegiatan pelelangan ikan. Pedagang besar juga bisa membeli ikan dari pedagang pengumpul di gudang penyimpanan ikan milik pedagang pengumpul. Pedagang besar membeli ikan dari pedagang pengumpul biasanya dalam jumlah 2-3 basket /40-90 kg
untuk satu jenis ikan. Pedagang besar setelah
membeli ikan dari pedagang pengumpul kemudian
menjualnya lagi kepada
pedagang pengecer di daerah tertentu. Pembelian minimal di pedagang besar adalah 5kg. Pedagang pengecer membeli ikan dalam jumlah 5-15 kg untuk satu jenis ikan. Saluran pemasaran inilah yang mempunyai jangkauan konsumen paling luas karena pedagang besar mendistribusikan ikan kepada pedagang pengecer bukan hanya di wilayah Pekalongan. Pedagang besar juga ada yang mendistribusikan ikan hingga ke daerah luar Pekalongan seperti Batang dan Pemalang.
34
Nelayan
Pedagang Pengumpul
Pedagang Pengecer
Konsumen
Gambar 5. Saluran II (Nelayan- Pedagang Pengumpul- Pedagang PengecerKonsumen) Saluran II merupakan saluran yang melibatkan nelayan, pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan konsumen akhir. Pedagang pengecer pada saluran II adalah penjual yang berasal dari wilayah sekitar Pelabuhan Pekalongan. Pedagang besar pada saluran II tidak dibutuhkan karena jarak tempuh yang dekat antara pedagang pengecer dengan pedagang pengumpul serta untuk mendapatkan harga ikan yang lebih murah. Pembelian minimal di pedagang pengumpul adalah 10kg.
Pedagang pengecer membeli ikan langsung dari pedagang pengumpul
biasanya dalam jumlah 10-15 kg untuk satu jenis ikan. Pedagang pengecer kemudian menjualnya kepada konsumen akhir.
35
Nelayan
Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
Konsumen
Gambar 6. Saluran III (Nelayan- Pedagang Besar- Pedagang PengecerKonsumen) Saluran pemasaran III hampir sama dengan saluran pemasaran II. Perbedaannya adalah pada saluran pemasaran III tidak melibatkan pedagang pengumpul namun melibatkan pedagang besar. Lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran ini adalan nelayan, pedagang besar, pedagang pengecer dan konsumen akhir. Pedagang besar membeli ikan dari nelayan apabila hasil tangkapan nelayan sedikit atau biasanya pada pelelangan ikan terakhir dari setiap nelayan, yaitu apabila ikan yang dilelang berjumlah 2-3 basket, dimana satu basketnya berisi 20-30kg. Pedagang besar yang terlibat pada saluran pemasaran ini ada yang berasal dari wilayah Pekalongan namun ada juga yang berasal dari luar wilayah Pekalongan seperti Batang dan Pemalang. Pembelian minimal dipedagang besar adalah 5 kg. Pedagang pengecer membeli ikan dari pedagang besar yaitu 5-15 kg untuk satu jenis ikannya. Pedagang pengecer yang telah membeli ikan dari pedagang besar kemudian menjualnya ke konsumen akhir. Meskipun rantai pemasaran ini jangkauan konsumennya luas hingga ke luar wilayah Pekalongan namun saluran pemasaran ini jarang terjadi di TPI PPN Pekalongan.
36
Saluran III tidak terlalu sering terjadi di PPN Pekalongan dikarenakan nelayan hampir selalu melelang ikan dalam jumlah yang banyak yaitu sekitar 1236 basket atau 1-3 kali pelelangan, dimana dalam sekali pelelangan umumnya adalah 12 basket. Jumlah yang banyak tersebut pedagang besar tidak mampu untuk membelinya. Apabila jumlah ikan yang dilelang kurang dari 12 basket maka pedagang besar mempunyai kesempatan untuk membelinya karena harganya yang terjangkau dan jumlah ikan yang sedikit. Rata-rata pedagang besar mampu membeli ikan pada saat pelelangan dengan jumlah 2-3 basket/40-90kg, dimana setiap basketnya berisi 20-30kg. Pedagang besar dan pedagang pengecer yang menjual ikan di Pemalang yaitu di Pasar Petarukan, Pasar Taman, Pasar Induk Comal, Pasar Blimbing, Pasar Induk Pemalang dan Pasar Ampelgading. Pedagang besar dan pedagang pengecer yang menjual ikan di daerah Pekalongan yaitu di Pasar Induk Banjarsari, Pasar Induk Grogolan, Pasar Induk Banguurip, Pasar Pagi Keraton, Pasar Podosugih, Pasar Anyar, Pasar Ikan PPN Pekalongan, Pasar Kraton. Pedagang besar dan pedagang pengecer yang menjual ikan di daerah batang yaitu di pasar kalipucang, pasar bendon, pasar karangasem dan pasar pagi Batang. Tingkat kesukaan konsumen dapat diketahui dari jumlah ikan yang dijual oleh pedagang pengecer, karena pedagang pengecer yang berhubungan langsung dengan konsumen. Pedagang pengecer mengetahui langsung informasi dari konsumen tentang jenis ikan yang sedang diminati masyarakat. Berikut ini adalah rata-rata jumlah penjualan ikan pada saluran I,II dan III (Tabel 14). Tabel 14. Rata-Rata Jumlah Penjualan Ikan Pada Saluran I,II dan III. Jenis Ikan
saluran I
saluran II
saluran III
Rata-rata
ikan tongkol
11.25
12.92
10
11.39
ikan kembung
9.38
12.5
10
10.63
ikan bentong
9.38
11.25
5.83
8.82
Sumber: Data Olahan (2013)
37
Berdasarkan Tabel 14 rata-rata jumlah ikan terbanyak yang dijual pedagang pengecer pada saluran I,II dan III adalah jenis ikan tongkol, kemudian ikan kembung dan yang ketiga adalah ikan bentong. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan masyarakat terhadap konsumsi ikan yang terbanyak adalah jenis ikan tongkol, kemudian yang kedua adalah ikan kembung dan yang ketiga adalah ikan bentong. Saluran pemasaran berdasarkan penelitian sebelumnya (Oktariza 1996), di PPN Pelabuhan ratu juga terdapat tiga saluran pemasaran. Ketiga saluran pemasaran tersebut
yaitu nelayan-pedagang pengumpul- pedagang besar-
pedagang pengecer- konsumen. Nelayan-pedagang pengumpul- pedagang pengecer- konsumen. Nelayan-pedagang besar- pedagang pengecer- konsumen. Perbedaannya dengan sistem pemasaran di PPN Pekalongan adalah jika di PPN Pekalongan nelayan yang mendaratkan ikan harus di lelang terlebih dahulu dalam jumlah banyak ataupun sedikit sedangkan di PPN Pelabuhan ratu tidak semua nelayan menjual hasil tangkapannya melalui TPI. Nelayan yang menjual hasil tangkapannya melalui TPI adalah nelayan yang memperoleh hasil tangkapan dalam jumlah banyak, sedangkan nelayan yang hasil tangkapannya sedikit biasanya langsung menjual kepada pedagang pengumpul tanpa melalui pelelangan. Sistem pemasaran di PPN Brondong, lamongan berdasarkan penelitian sebelumnya (Ayunita 2011), juga terdapat tiga jenis saluran pemasaran. Ketiga saluran tersebut yaitu nelayan- pedagang pengumpul- pedagang besar- pedagang pengecer- konsumen. Nelayan- pedagang pengumpul- pedagang pengecerkonsumen. Nelayan- pedagang besar- pedagang pengecer- konsumen. Sistem pemasaran di PPN Brondong hampir sama dengan PPN Sukabumi, di PPN Brondong nelayan bisa menjual ikan tanpa melalui pelelangan ikan, namun sebagian besar nelayan di PPN Brondong tetap
melakukan kegiatan
pelelangan ikan. Nelayan tertentu yang sudah mempunyai hubungan khusus dengan pedagang pengumpul tidak melakukan kegiatan pelelangan ikan melainkan menjualnya langsung kepada pedagang pengumpul tersebut. Hal ini terjadi karena adanya kerjasama antara nelayan dan pedagang pengumpul.
38
Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya di beberapa Pelabuhan Perikanan Nusantara seperti PPN Sukabumi dan PPN Brondong maka terdapat kesamaan dan perbedaan dengan PPN Pekalongan. Persamaannya adalah dari ketiga Pelabuhan Perikanan Nusantara terdapat tiga saluran pemasaran, yaitu nelayan- pedagang pengumpul- pedagang besar- pedagang pengecer- konsumen. Nelayan- pedagang pengumpul- pedagang pengecer- konsumen. Nelayanpedagang besar- pedagang pengecer- konsumen. Nelayan terdiri dari juragan/ pemilik kapal, nahkoda dan ABK. Biasanya juragan juga merangkap sebagai nahkoda kapal. Nelayan melelang atau menjual ikan dalam keadaan segar dan dalam bentuk olahan yaitu ikan yang sudah diasinkan atau ikan asin basah. Pedagang pengumpul terdiri dari pedagang pengumpul yang menjual kembali ikan dalam keadaan segar atau ikan asin basah dari nelayan dan pedagang pengumpul yang mengolah ikan terlebih dahulu kemudian baru dijual kembali. Pedagang besar terdiri dari pedagang besar yang menjual ikan dalam keadaan segar dan pedagang besar yang menjual ikan dalam bentuk olahan, baik di olah oleh pedagang perantara sebelumnya atau pedagang besar sendiri yang mengolahnya sebelum disalurkan ke pedagang pengecer. Pedagang pengecer adalah pedagang yang menjual ikan langsung kepada konsumen dari pedagang perantara sebelumnya. 4.4. Fungsi Pemasaran Fungsi-fungsi
pemasaran
adalah
mengusahakan
agar
konsumen
memperoleh barang atau jasa yang diinginkan sesuai pada tempat, waktu dan harga yang tepat. Fungsi-fungsi pemasaran dilakukan oleh lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran ini yang akan terlibat dalam proses penyampaian barang atau jasa dari produsen sampai ke tangan konsumen. Fungsi pemasaran di PPN Pekalongan pada semua pelaku pemasaran telah melakukan fungsi pertukaran kecuali nelayan yang tidak melakukan fungsi pembelian dan hanya melakukan fungsi penjualan. Fungsi pengadaan secara fisik hanya nelayan yang tidak melakukan fungsi pengangkutan dan hanya pedagang pengecer yang tidak melakukan fungsi penyimpanan. Fungsi sortasi hanya
39
dilakukan oleh nelayan ketika selesai penangkapan ikan. Fungsi sortasi dilakukan untuk memisah misahkan ikan sesuai dengan jenisnya masing-masing dalam wadah yang berbeda beda antara satu jenis ikan dengan jenis ikan lainnya. Pedagang perantara tidak melakukan fungsi sortasi karena pedagang perantara hanya membeli ikan dari nelayan atau pedagang perantara lainnya yang sudah melalui proses sortasi oleh nelayan. Fungsi penanggulangan resiko dihadapi oleh semua lembaga pemasaran, begitu juga fungsi pembiayaan di lakukan oleh semua lembaga pemasaran. Fungsi informasi pasar dilakukan oleh semua lembaga pemasaran kecuali nelayan, setelah selesai penangkapan ikan nelayan langsung melelang ikannya ke PPN Pekalongan tanpa mencari informasi pasar terlebih dahulu. Fungsi-fungsi pemasaran oleh lembaga pemasaran di PPN Pekalongan sebagai berikut (Tabel 15) Tabel 15. Pelaksanaan Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Lembaga Pemasaran Hasil Produksi Perikanan Tangkap Di PPN Pekalongan. Lembaga Pemasaran Fungsi Pemasaran Nelayan Pedagang Pedagang Pedagang Pengumpul Besar Pengecer Pertukaran + + + Pembelian + + + + Penjualan Pengadaan Secara Fisik + + + Pengangkutan + + + Penyimpanan Pelancar + Sortasi + + + + Penanggulangan resiko + + + + Pembiayaan + + + Informasi pasar Sumber: Data Olahan (2013) 1. Nelayan Nelayan merupakan produsen yang melelangkan ikan hasil tangkapan laut di TPI PPN Pekalongan. Ikan-ikan hasil tangkapan langsung dijual di tempat pelelangan ikan ketika kapal merapat di Pelabuhan Perikanan Nusantara
40
Pekalongan. Kegiatan nelayan tersebut merupakan fungsi pertukaran berupa penjualan. Kegiatan pengangkutan ikan dari kapal ke tempat pelelangan dilakukan oleh awak kapal tersebut. Ikan-ikan yang disimpan dalam keranjang dibawa ke TPI dengan cara dipanggul atau menggunakan gerobak dorong. TPI dan Pelabuhan berada dalam satu lokasi dan berdampingan letaknya, maka nelayan tidak perlu mengeluarkan biaya pengangkutan, sehingga nelayan tidak melakukan fungsi pengangkutan. Nelayan melakukan fungsi penyimpanan ketika nelayan menyimpan ikan hasil tangkapan laut di dalam kapal selama beberapa hari sebelum sampai di Pelabuhan Pekalongan. Satu kali penangkapan nelayan mampu menghasilkan ikan dalam jumlah yang banyak dengan jenis ikan yang berbeda. Nelayan memisahkan jenis ikan yang berbeda-beda tersebut dan menggabungkan jenis ikan yang sama. Kegiatan tersebut merupakan fungsi sortasi yang dilakukan oleh nelayan. Fungsi penanggulangan resiko yang dihadapi nelayan adalah ikan yang mengalami kemerosotan mutu dan kesegarannya jika masa simpan ikan dalam kapal terlalu lama serta apabila ikan tidak diberikan es dalam jumlah yang sesuai. Pembiayaan selama usaha penangkapan ikan di laut seluruhnya ditanggung oleh nelayan pemilik kapal. 2.
Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul merupakan lembaga pemasaran yang berhubungan
langsung dengan nelayan. Pedagang pengumpul membeli ikan dari nelayan dengan cara mengikuti kegiatan pelelangan dan melakukan penawaran tertinggi sehingga terjadi kesepakatan harga antara nelayan dan pedagang pengumpul. Ikan yang telah di beli dari nelayan kemudian di jual kembali kepada pedagang besar atau pedagang pengecer. Kegiatan tersebut merupakan fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan. Pedagang
pengumpul
melakukan
aktifitas
pengangkutan
ketika
menyalurkan ikan laut ke pedagang besar dan pedagang pengecer. Pedagang pengumpul mengangkut ikan yang telah di beli dari nelayan ke lokasi gudang
41
penyimpanan. Ikan tersebut di simpan dan di jual langsung kepada pedagang besar dan pedagang pengecer. Penyimpanan ikan biasanya dilakukan tergantung cepat atau tidaknya ikan laut tersebut terjual. Kegiatan pengangkutan dan penyimpanan ini merupakan fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul setelah membeli ikan dari nelayan akan langsung menjualnya ke pedagang besar dan pedagang pengecer, sehingga pedagang pengumpul tidak melakukan fungsi sortasi. Fungsi penanggulangan resiko yang dihadapi pedagang pengumpul adalah kerusakan ikan yang terjadi diakibatkan karena proses pengangkutan yang tidak baik seperti kurangnya es batu pada saat pengangkutan dan proses pengangkutan yang terlalu lama. Kerusakan ikan juga bisa terjadi apabila dalam waktu yang cukup lama ikan belum juga terjual habis maka kualitas ikan yang di simpan oleh pedagang pengumpul akan mengalami penurunan mutu/kualitas. Pembiayaan selama usaha penjualan ikan seluruhnya ditanggung oleh pedagang pengumpul. Fungsi Informasi pasar yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah dengan mencari informasi harga yang sedang berlaku di pasar. 3. Pedagang Besar Pedagang besar membeli ikan dari pedagang pengumpul atau dari nelayan kemudian menjualnya kepada pedagang pengecer. Kegiatan tersebut merupakan fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan. Pedagang besar mengangkut ikan dari tempat pembelian ke lokasi penjualan. Pedagang besar menyimpan ikan yang tidak habis terjual untuk di jual kembali pada keesokan harinya. Pedagang besar juga sengaja membeli ikan pada saat harga beli ikan murah untuk disimpan dan menjualnya kembali pada saat harga ikan tinggi. Kegiatan tersebut merupakan fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan dan fungsi penyimpanan. Fungsi penanggulangan resiko yang dihadapi pedagang besar adalah kerusakan ikan yang terjadi karena kurangnya es batu atau garam, lamanya proses pengangkutan, dan ikan yang disimpan terlalu lama. Pembiayaan selama usaha
42
penjualan ikan seluruhnya ditanggung oleh pedagang besar. Fungsi informasi pasar yang dilakukan pedagang besar adalah dengan mengetahui keadaan pasar, yaitu bagaimana persediaan dan permintaan ikan dan harga ikan di tempat pembelian maupun ditempat penjualan. 4. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer merupakan pedagang yang berhubungan langsung dengan konsumen. Pedagang pengecer membeli ikan dari pedagang pengumpul atau pedagang besar, kemudian dijualnya kembali kepada konsumen. Kegiatan tersebut merupakan fungsi pertukaran yaitu pembelian dan penjualan. Fungsi pengangkutan yang dilakukan pedagang pengecer adalah dengan mengangkut ikan dari tempat pembelian
ke lokasi penjualan. Setiap kali
penjualan pedagang pengecer baru akan pulang ketika ikan telah habis terjual, sehingga pedagang pengecer tidak melakukan fungsi penyimpanan. Fungsi penanggulangan resiko yang dihadapi pedagang pengecer adalah resiko rusaknya ikan karena lamanya proses pengangkutan dan kurangnya es batu atau garam. Pembiayaan selama usaha penjualan ikan seluruhnya ditanggung oleh pedagang pengecer. Fungsi informasi pasar yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah dengan mencari tahu tentang keadaan pasar, harga pasar, dan permintaan ikan di pasar. 4.5 Keragaan Biaya Manfaat Usaha penangkapan dan perdagangan ikan baik untuk produksi maupun dalam proses pemasarannya, diungkapkan oleh Hanafiah dan Saefudin (1983) bahwa kedua tahap tersebut membutuhkan biaya yang terdiri atas biaya produksi dan biaya pemasaran. Sukirno (2004) menyatakan bahwa biaya produksi merupakan semua pengeluaran yang dilakukan perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan produsen tersebut. Biaya produksi terbagi atas dua jenis yaitu: a. biaya eksplisit, berupa pengeluaranpengeluaran produsen yang berupa pembayaran dengan uang mendapatkan faktorfaktor produksi dan bahan mentah yang dibutuhkan: b. biaya tersembunyi
43
(imputed cost), berupa taksiran pengeluaran terhadap faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh produsen itu sendiri. Pengeluaran yang tergolong sebagai biaya tersembunyi antara lain pembayaran untuk tenaga ahli produsen tersebut, modalnya sendiri yang digunakan dalam usaha yang dimilikinya. Biaya produksi terdiri atas dua bagian, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap yaitu sejumlah biaya yang tetap harus dikeluarkan saat nelayan berproduksi atau tidak, misalnya biaya biaya penyusutan seperti penyusutan kapal, penyusutan mesin dan penyusutan alat tangkap. Pada pedagang biaya penyusutan yang dikeluarkan yaitu biaya penyusutan freezer, timbangan, fiber, blong dan keranjang. Biaya tidak tetap (biaya variabel) yaitu sejumlah biaya yang digunakan untuk memproduksi ikan air laut dan jumlahnya sangat tergantung pada jumlah kapasitas dan masa produksi yang bersangkutan. Beberapa variabel yang masuk pada biaya tidak tetap pada nelayan yaitu retribusi, biaya bahan bakar atau solar, biaya oli, es balok dan biaya makanan. Pada pedagang biaya tidak tetap meliputi retribusi, upah tenaga kerja harian, transportasi, listrik, es, garam, plastik dan jumlah pembelian ikan.Jumlah biaya tidak tetap yang dikeluarkan sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya suatu usaha yang dilakukan. Tahap selanjutnya setelah produksi adalah pemasaran yang merupakan proses penyaluran produk dari produsen ke konsumen atau pasar. Pemasaran suatu produk diperlukan biaya yang disebut biaya pemasaran. Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran berlangsung, mulai dari tangan produsen hingga diterima oleh konsumen akhir. Besarnya biaya pemasaran sangat tergantung dari panjang pendeknya jalur pemasaran. Saluran pemasaran yang jauh selain biayanya mahal juga memiliki tingkat resiko yang tinggi. Kerusakan ikan adalah resiko yang kerap kali terjadi. Biaya yang dimasukkan dalam biaya pemasaran yaitu biaya transportasi, tenaga kerja, biaya listrik, retribusi, plastik, es, garam dan biaya penyusutan peralatan. Keragaan biaya manfaat merupakan kajian keuangan untuk mengetahui keberhasilan dan keuntungan yang telah dicapai selama usaha penangkapan dan perdagangan ikan tersebut berlangsung. Melalui analisis ini, pengusaha dapat
44
membuat perhitungan dan menentukan tindakan apa untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan dalam usahanya. Keuntungan berarti memperoleh kelebihan hasil dari modal yang telah dikeluarkan. Keragaan biaya manfaat selain untuk mengetahui keuntungan dari usaha juga digunakan untuk mengetahui kelayakan dari usaha yang dilakukan oleh nelayan, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Kriteria finansial yang digunakan adalah keuntungan dan Benefit Cost Rasio (B/C Rasio). Jenis ikan dalam penelitian ini adalah ikan tongkol, ikan kembung dan ikan bentong. Alasan di ambilnya tiga jenis ini karena kegiga jenis ikan ini adalah ikan dominan tertinggi yang di produksi di PPN dalam keadaan segar. Nelayan melakukan penangkapan ikan rata-rata 3 kali trip dalam sebulan. Dalam satu kali trip nelayan menghabiskan waktu sekitar 1 minggu dalam kegiatan penangkapan ikan. Setiap kali pelelangan nelayan mampu menjual 12-36 basket untuk setiap jenis ikannya jika musim ikan sedang berlimpah. Setiap basketnya berisi 20-30kg ikan. Peralatan produksi yang digunakan nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan yaitu kapal, mesin dan alat tangkapnya. Pemilik kapal mempekerjakan nelayan dan membayarnya dengan cara bagi hasil. Bagi hasil yang dilakukan yaitu dengan cara mengurangi penerimaan penjualan ikan dengan biaya variabel kemudian dibagi dua. Pemilik kapal mendapatkan setengahnya dan nelayan mendapatkan setengahnya. Nelayan kemudian membaginya dengan nelayan yang lain secara adil. Rata-rata jumlah nelayan dalam kapal berjumlah 23 orang maka uang bagi hasil tersebut akan dibagikan lagi kepada 23 nelayan tersebut dengan jumlah yang sama. Besar kecilnya biaya tetap tidak dipengaruhi oleh volume produksi, di dalamnya termasuk biaya penyusutan kapal, biaya penyusutan mesin dan biaya penyusutan alat tangkap dan wadah ikan. Besarnya biaya tidak tetap tergantung dari jumlah ikan yang diproduksi dalam penangkapan ikan karena mencakup biaya retribusi dan biaya es balok serta tergantung dari biaya transportasi, biaya oli dan biaya makanan. Pedagang pengumpul merupakan salah satu lembaga pemasaran yang membeli ikan langsung pada saat pelelangan ikan di PPN Pekalongan. Pedagang
45
pengumpul menyalurkan barang hingga sampai ke tangan konsumen melalui pedagang besar dan pedagang pengecer. Biaya tetap yang dikeluarkan pedagang pengumpul meliputi biaya penyusutan frezer, penyusutan timbangan, penyusutan fiber dan biaya penyusutan keranjang. Biaya tidak tetap yang dikeluarkan pedagang pengumpul meliputi biaya retribusi, upah tenaga kerja harian, transportasi, listrik dan pembelian ikan. Pedagang besar merupakan salah satu lembaga pemasaran yang mampu berhubungan langsung dengan nelayan, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Jika ikan yang dilelang di PPN Pekalongan dalam jumlah sedikit atau memenuhi kemampuan pedagang besar untuk membelinya, maka pedagang besar mempunyai kesempatan untuk membeli ikan di PPN Pekalongan. Jika hal tersebut tidak terjadi maka pedagang besar bisa membeli ikan sesuai kemampuannya di pedagang pengumpul, setelah itu biasanya pedagang besar menjualnya kepada para pedagang pengecer di daerah tertentu. Biaya tetap pedagang besar meliputi biaya penyusutan timbangan, penyusutan blong, penyusutan keranjang dan penyusutan fiber. Biaya tidak tetap pedagang besar bervariasi tergantung jenis saluran pemasaran yang dilalui. Secara keseluruhan biaya tidak tetap pedagang besar meliputi retribusi, sewa tempat perhari, es balok, garam, transportasi, plastik dan pembelian ikan. Pedagang pengecer merupakan lembaga pemasaran yang berhubungan langsung dengan konsumen. Pedagang pengecer membeli ikan dari pedagang pengumpul atau pedagang besar. Biaya tetap pedagang pengecer meliputi biaya penyusutan timbangan, penyusutan keranjang dan sewa tempat perbulan. Biaya tidak tetap pedagang pengecer meliputi es balok, garam, transportasi, plastik, dan jumlah pembelian ikan. Rincian keragaan biaya manfaat usaha penangkapan dan pemasaran ikan Di PPN Pekalongan pada tingkat nelayan dalam waktu 1 bulan dapat dilihat pada Tabel 16 dan Lampiran 9.
46
Tabel 16. Biaya-Manfaat Usaha Penangkapan dan Pemasaran Ikan Di PPN Pekalongan Pada Tingkat Nelayan Dalam Waktu 1 Bulan. Keterangan Ukuran kapal 30 GT Biaya Investasi (15 tahun) 1. Biaya pengadaan kapal 2. Biaya pengadaan mesin 3. Biaya pengadaan alat tangkap dan wadah ikan Jumlah Biaya Tetap (1 bulan) 1. Biaya penyusutan kapal 2. Biaya penyusutan mesin 3. Biaya penyusutan alat tangkap 4. Biaya perawatan kapal dan mesin 3.500.000:12 5. Biaya ijin usaha penangkapan (SIUP) 200.000:12 6. Biaya surat PAS 200.000:12 7. Biaya surat SIPI 900.000:36 8. Biaya sandar 250.000 x 3 Jumlah Biaya Variabel ( 1 Bulan) 1. Retribusi (2%) 2. Biaya bahan bakar/solar 3. Biaya oli 4. Biaya es balok 5. Biaya makanan/ransum Jumlah Biaya Variabel Bagi hasil Jumlah total Jumlah penerimaan Kriteria finansial Keuntungan BCR
Nilai (Rp)
400.000.000 300.000.000 150.000.000 850.000.000 2.222.200 1.666.700 833.300 291.700 16.700 16.700 25.000 750.000 5.822.300 1.947.300 16.200.000 146.700 3.360.000 6.000.000 27.654.000 34.855.500 68.331.800 97.365.000 29.033.200 1,42
Sumber: Data Olahan (2013)
Tabel 16 memperlihatkan nilai B/C rasio adalah sebesar 1,42 sehingga biaya yang dikeluarkan sebesar Rp1,00 akan menghasilkan Rp1,42 dan keuntungan bersih yang diperoleh perbulan mencapai Rp29.033.200 untuk pemilik kapal atau juragan. Nelayan memperoleh nilai BCR yang tinggi yaitu 1,42. Tingginya nilai BCR disebabkan karena biaya pemasaran yang rendah namun hasil tangkapan yang banyak dan harga jual yang bersaing. Biaya pemasaran rendah karena biaya retribusi yang diberikan kepada nelayan di tempat pelelangan ikan hanya 2% serta biaya investasi yang memiliki masa ekonomis kapal yang cukup lama yaitu 15 tahun.
47
Nelayan pekerja memperoleh uang bagi hasil perorang rata-rata sekitar Rp1.584.300 perbulan. Bagi hasil yang diperoleh masing masing nelayan pekerja tersebut adalah hasil pembagian dari jumlah bagi hasil di bagi 22 jumlah nelayan. Sistem bagi hasil yang dilakukan di PPN Pekalongan yaitu dengan cara penerimaan dikurangi biaya variabel kemudian di bagi dua, yaitu setengah untuk nelayan dan setengahnya lagi untuk pemilik kapal atau juragan. Biaya tetap hanya di tanggung oleh juragan pemilik kapal. Rincian keragaan biaya manfaat usaha pemasaran ikan di PPN Pekalongan pada tingkat pedagang pengumpul dalam waktu 1 bulan dapat dilihat pada Tabel 17 dan Lampiran 10 dan 14. Tabel 17. Biaya-Manfaat Usaha Pemasaran Ikan di PPN Pekalongan Pada Tingkat Pedagang Pengumpul Dalam Waktu 1 Bulan. Keterangan Biaya Investasi (10 Tahun) 1. Freezer 2. Timbangan 3. Fiber 4. Keranjang/ Basket Total Biaya Investasi Biaya Tetap ( 1 Bulan) 1. Penyusutan freezer 2. Penyusutan timbangan 3. Penyusutan fiber 4. Penyusutan keranjang Total Biaya Tetap Biaya Variabel (1 Bulan) 1. Retribusi (2%) 2. Upah tenaga kerja 3. Transportasi 4. Listrik 5. Pembelian ikan Jumlah Total Biaya Total Penerimaan Kriteria Finansial Keuntungan BCR
Nilai (Rp) Saluran I 130.000.000 150.000 5.000.000 6.000.000 141.150.000
Saluran II
1.083.300 1.300 41.700 50.000 1.176.300
1.041.700 1.300 41.700 48.300 1.133.000
6.201.600 5.400.000 300.000 2.800.000 310.080.000 324.781.600 325.957.900 374.250.000
5.670.000 5.400.000 300.000 2.700.000 283.500.000 297.570.000 298.703.000 339.000.000
48.292.100 1,15
40.297.000 1,13
125.000.000 150.000 5.000.000 5.800.000 135.950.000
Sumber: Data Olahan (2013) Pada saluran I dan II pedagang pengumpul memiliki nilai B/C Rasio yang tidak jauh berbeda. Pada saluran I B/C Rasionya adalah 1,15 dengan keuntungan Rp48.292.100 perbulan sedangkan pada saluran II B/C Rasionya adalah 1,13
48
dengan keuntungan Rp40.297.000 perbulan. Perbedaan ini disebabkan karena setiap pedagang pengumpul membeli dan menjual ikan dalam jumlah dan harga yang bervariasi dimana antara pedagang yang satu dengan pedagang yang lainnya tidak sama. Perbedaan harga disebabkan karena kualitas ikan yang dijual oleh pedagang pengumpul berbeda-beda, semakin segar ikan yang dijual maka harganya semakin tinggi, begitu juga sebaliknya.
Rincian Keragaan biaya
manfaat usaha pemasaran ikan di PPN Pekalongan pada tingkat pedagang besar dalam waktu 1 bulan dapat dilihat di Tabel 18 dan Lampiran 11 dan 17. Tabel 18. Biaya-Manfaat Usaha Pemasaran Ikan Di PPN Pekalongan Pada Tingkat Pedagang Besar Dalam Waktu 1 Bulan. KETERANGAN Saluran I Saluran III Biaya Investasi 1. Timbangan 150.000 160.000 2. Blong 120.000 120.000 3. Keranjang 120.000 160.000 4. Fiber 600.000 600.000 Jumlah 990.000 1.040.000 Biaya Tetap 1. Penyusutan timbangan 1.300 1.300 2. Penyusutan blong 1.000 1.000 3. Penyusutan keranjang 1.000 1.300 4. Penyusutan fiber 5.000 5.000 Jumlah 8.300 8.600 Biaya Variabel Retribusi 2% = 1.611.900 1. Sewa tempat 30.000 30.000 2. Es balok 540.000 540.000 3. Garam 135.000 135.000 4. Transportasi 300.000 300.000 5. Plastik 300.000 300.000 6. Pembelian ikan 86.400.000 80.595.000 Jumlah 87.705.000 81.900.000 Total Biaya
87.713.300
81.908.600
Total Penerimaan Kriteria Finansial Keuntungan BCR
100.650.000
106.290.000
12.936.700 1,15
24.381.400 1,30
Sumber: Data Olahan (2013) Tabel 18 memperlihatkan bahwa perbedaan nilai B/C Rasio pedagang besar antara saluran I dan saluran III cukup tinggi. Saluran I memiliki B/C Rasio
49
1,15 dengan keuntungan Rp12.936.700 sedangkan pada saluran III memiliki B/C Rasio 1,30 dengan keuntungan Rp24.381.400. Saluran III memiliki nilai B/C Rasio yang lebih besar dari pada nilai B/C Rasio pada saluran I dikarenakan pada saluran III rantai pemasarannya lebih pendek daripada saluran I. Pedagang besar pada saluran I membeli ikan dari pedagang pengumpul kemudian dijualnya kembali kepada pedagang pengecer. Berbeda dengan saluran III, pada saluran ini pedagang besar membeli ikan langsung dari nelayan sehingga ketika dijualnya kembali kepada pedagang pengecer, pedagang besar memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pedagang besar lainnya yang membeli ikan dari pedagang pengumpul. Rincian keragaan biaya manfaat usaha pemasaran ikan di PPN Pekalongan pada tingkat pedagang pengecer dalam waktu 1 bulan dapat dilihat pada Tabel 19 dan Lampiran 12, 15, 18 . Tabel 19. Biaya-Manfaat Usaha Pemasaran Ikan Di PPN Pekalongan Pada Tingkat Pedagang Pengecer Dalam Waktu 1 Bulan. Keterangan Biaya Investasi 1. Timbangan 2. Keranjang Jumlah Biaya Tetap 1. Penyusutan timbangan 2. Penyusutan keranjang 3. Sewa tempat perbulan Jumlah Biaya Variabel 1. Es balok 2. Garam 3. Plastik 4. Transportasi 5. Pembelian ikan Jumlah Biaya Variabel Jumlah Total Total Penerimaan Kriteria Finansial Keuntungan BCR
Saluran I 155.000 80.000 235.000
Nilai (Rp) Saluran II 145.000 80.000 225.000
Saluran III 145.000 80.000 225.000
1.300 700 35.000 37.000
1.200 700 30.000 31.900
1.200 700 30.000 31.900
270.000 45.000 60.000 150.000 17.550.000 18.075.000 18.112.000 20.325.000
270.000 45.000 60.000 225.000 16.050.000 16.650.000 16.681.900 20.325.000
150.000 45.000 60.000 150.000 13.725.000 14.130.000 14.161.900 16.350.000
2.213.000 1,12
3.643.100 1,22
2.188.100 1,15
Sumber: Data Olahan (2013)
Tabel 19 memperlihatkan bahwa nilai B/C Rasio tertinggi adalah pada saluran II dengan nilai B/C Rasio 1,22 dan keuntungan Rp3.643.100 perbulan, hal
50
ini terjadi karena pada saluran II lembaga pemasaran yang terlibat hanya sedikit yaitu nelayan, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Pedagang pengecer pada saluran II membeli ikan langsung dari pedagang pengumpul sehingga ketika menjualnya kembali kepada konsumen mampu mengambil keuntungan yang lebih besar daripada pedagang pengecer lainnya yang membeli ikan dari pedagang besar. Nilai BCR pada saluran III lebih rendah daripada saluran II, hal ini dikarenakan pada saluran III jumlah keuntungan yang diambil pedagang pengecer lebih rendah daripada saluran II. Perbedaan jumlah keuntungan yang diambil dipengaruhi oleh lokasi penjualan yang berbeda-beda, minta konsumen yang berbeda-beda sehingga harga jual dan pengambilan keuntungan pun berbeda-beda. Perbedaan nilai BCR juga disebabkan karena pada saluran II volume pembelian dan penjualan ikan lebih banyak daripada saluran III, sehingga saluran II lebih banyak memperoleh keuntungan daripada saluran III. Saluran I pedagang pengecer merupakan saluran yang memiliki nilai BCR terendah, hal ini disebabkan karena pada saluran I rantai pemasarannya panjang sehingga keuntungan yang diperoleh pelaku pemasaranpun rendah. Saluran pemasaran yang panjang terjadi karena daerah pemasaran yang tersebar hingga keluar kota pekalongan seperti Batang dan Pemalang. 4.6.
Efisiensi Pemasaran Efisiensi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu efisiensi operasional dan
efisiensi harga. Efisiensi operasional diukur dari margin pemasaran. Margin pemasaran merupakan perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir dengan harga yang diterima oleh lembaga pemasaran sebelumnya, yang meliputi biaya dan keuntungan pemasaran. Biaya pemasaran adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk mengalirkan barang dari satu lembaga ke lembaga pemasaran lainnya diluar keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran tersebut (Hanafiah dan Saefuddin 1983). Selain dari analisis margin pemasaran yang menekankan pada keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran tiap saluran dengan menggunakan perhitungan. Kita juga dapat mengetahui apakah suatu usaha
51
tersebut dapat dikatakan menguntungkan atau mungkin sebaliknya. Efisiensi juga akan diukur dari market share, fisherman share dan BCR. Semakin besar persentase market share maka semakin efisien, artinya penerimaan pelaku pemasaran semakin besar. Berikut perhitungan market share pada pemasaran ikan di PPN Pekalongan dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Market Share Ikan Di PPN Pekalongan Pelaku Pasar 1. Nelayan Ikan Tongkol MS (%) Ikan Kembung MS (%) Ikan Bentong MS (%) 2. Pedagang Pengumpul Ikan Tongkol MS (%) Ikan Kembung MS (%) Ikan Bentong MS (%) 3. Pedagang Besar Ikan Tongkol MS (%) Ikan Kembung MS (%) Ikan Bentong MS (%) 4. Pedagang Pengecer Ikan Tongkol MS (%) Ikan Kembung MS (%) Ikan Bentong MS (%) Sumber: Data Olahan (2013)
Harga Jual (Rp.)/ Market Share (%) Saluran I Saluran II Saluran III 12.500 (19,6) 12.000 (18,6) 11.000 (18,8)
11.000 (26,8) 12.000 (27,5) 10.500 (26,5)
14.500 (22,8) 15.000 (23,2) 13.500 (23,1)
13.000 (31,7) 14.000 (32,1) 13.000 (32,9)
17.000 (26,7) 17.500 (27,1) 15.500 (26,4) 19.500 (30,7) 20.000 (31) 18.500 (31,6)
11.000 (25) 12.500 (26,3) 11.000 (25,8)
15.000 (34) 16.000 (33,6) 14.500 (34,1) 17.000 (41,4) 17.500 (40,2) 16.000 (40,5)
18.000 (40,9) 19.000 (40) 17.000 (40)
Saluran I dengan lembaga pemasaran nelayan jenis ikan yang mempunyai market share terbesar adalah ikan tongkol dengan MS 19,6%. Market share terendah pada nelayan adalah jenis ikan kembung dengan MS 18,6%. Pedagang pengumpul market share terbesar adalah jenis ikan kembung dengan MS 23,2%.
52
Market share terendah adalah jenis ikan tongkol dengan MS 22,8%. Pedagang besar market share terbesar adalah ikan kembung dengan MS 27,1%. Market share terendah adalah jenis ikan bentong dengan MS 26,4%. Pedagang pengecer market share terbesar adalah jenis ikan bentong dengan MS 31,6%. Market share terendah adalah jenis ikan tongkol dengan MS 30,7%. Saluran I market share terbesar ada pada pedagang pengecer dengan MS ikan tongkol 30,7%, ikan kembung 31%, ikan bentong 31,6%. Market share terendah ada pada nelayan dengan MS ikan tongkol 19,6%, ikan kembung 18,6%, ikan bentong 18,8%. Dari keempat lembaga pemasaraan yang memiliki market share tertinggi adalah jenis ikan bentong dengan MS 31,6% pada pedagang pengecer. MS terendah ada pada jenis ikan kembung dengan MS 18,6%. Saluran II dengan lembaga pemasaran nelayan jenis ikan yang mempunyai nilai market share terbesar adalah ikan kembung dengan MS 27,5%. Market share terendah adalah jenis ikan bentong dengan MS 26,5%. Pada pedagang pengumpul market share terbesar adalah jenis ikan bentong dengan MS 32,9%. Market share terendah adalah jenis ikan tongkol dengan MS 31,7%. Market share terbesar pada pedagang adalah pada jenis ikan tongkol dengan MS 41,4%. Market share terendah yaitu jenis ikan kembung dengan MS 40,2%. Saluran II market share terbesar adalah pada sapedagang pengecer dengan MS ikan tongkol 41,4%, ikan kembung 40,2%, ikan bentong 40,5%. Market share terendah adalah pada nelayan dengan MS ikan tongkol 26,8%, ikan bentong 27,5%, ikan kembung 26,5%. Dari keempat lembaga pemasran yang memiliki market share tertinggi adalah jenis ikan tongkol dengan MS 41,4% pada pedagang pengecer. MS terendah adalah jenis ikan bentong dengan MS 26,5%. Saluran III dengan lembaga pemasaran nelayan MS terbesar adalah jenis ikan kembung dengan MS 26,3%. Market share terendah pada ikan tongkol dengan MS 25%. Market share terbesar pada pedagang besar adalah jenis ikan tongkol dengan MS 34,1%. Market share terendah adalah jenis ikan kembung dengan MS 33,6%. market share terbesar pada pedagang pengecer adalah pada jenis ikan tongkol dengan MS 40,9%. Market share terendah yaitu pada jenis ikan kembung dan bentong dengan MS 40%.
53
Saluran III market share terbesar adalah pada pedagang pengecer dengan MS ikan tongkol 40,9%, ikan kembung 40%, ikan bentong 40%. Market share terendah adalah pada nelayan dengan MS ikan tongkol 25%, ikan kembung 26,3%, ikan bentong 25,8%. Dari keempat lembaga pemasaran yang memiliki market share tertinggi adalah jenis ikan tongkol dengan MS 40,9% pada pedagang pengecer. Market share terendah adalah pada jenis ikan tongkol dengan MS 25% pada nelayan. Untuk melihat rincian nilai market share lembaga pemasaran dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Nilai Market Share Pada Lembaga Pemasaran Lembaga Saluran Pemasaran Pemasaran saluran I saluran II saluran III Nelayan ikan tongkol (Rp.) 12.500 11.000 11.000 ikan kembung (Rp.) 12.000 12.000 12.500 ikan bentong (Rp.) 11.000 10.500 11.000 Jumlah 35.500 33.500 34.500 MS (%) 19 27 25,7 p.pengumpul Tongkol (Rp.) 14.500 13.000 Kembung(Rp.) 15.000 14.000 Bentong (Rp.) 13.500 13.000 Jumlah 43.000 40.000 MS (%) 23 32,2 Besar Tongkol (Rp.) 17.000 15.000 Kembung (Rp.) 17.500 16.000 Bentong (Rp.) 15.500 14.500 Jumlah 50.000 45.500 MS (%) 26,8 33,9 Pengecer Tongkol (Rp.) 19.500 17.000 18.000 Kembung (Rp.) 20.000 17.500 19.000 Bentong (Rp.) 18.500 16.000 17.000 Jumlah 58.000 50.500 54.000 MS (%) 31,1 40,7 40,2 Sumber: Data Olahan (2013) Jika dilihat dari Ketiga saluran pemasaran yang mempunyai nilai market share tertinggi adalah saluran II, maka berdasarkan nilai market share saluran II merupakan saluran yang paling efisien. Saluran II MS nelayan 27%, MS pedagang pengumpul 32,2%, MS pedagang pengecer 40,7%. Market share terendah adalah
54
saluran I dengan MS nelayan 19%, MS pedagang pengumpul 23%, MS pedagang besar 26,8%, MS pedagang pengecer 31,1%. Margin Pemasaran dan Fisherman Share Pada Saluran I, II dan III dapat dilihat padah Tabel 22.
55
Tabel 22. Margin Pemasaran dan Fisherman Share Pada Saluran I,II dan III. Uraian Saluran I Nelayan Harga Jual (Rp.)/Kg Ikan tongkol Ikan kembung Ikan bentong Pedagang Pengumpul Harga Jual (Rp.)/Kg Ikan tongkol Ikan kembung Ikan bentong Harga Pokok (Rp.)/Kg Ikan tongkol Ikan kembung Ikan bentong Margin Pemasaran Ikan tongkol Ikan kembung Ikan bentong Pedagang Besar Harga Jual (Rp.)/Kg Ikan tongkol Ikan kembung Ikan bentong Harga Pokok (Rp.)/Kg Ikan tongkol Ikan kembung Ikan bentong Margin Pemasaran (Rp.)/Kg Ikan tongkol Ikan kembung Ikan bentong Pedagang Pengecer Harga jual (Rp.)/Kg Ikan Tongkol Ikan Kembung Ikan Bentong Harga pokok (Rp.)/Kg Ikan Tongkol Ikan Kembung Ikan Bentong Margin Pemasaran (Rp.)/Kg Ikan Tongkol Ikan Kembung Ikan Bentong Fisherman share (%) Ikan Tongkol Ikan Kembung Ikan Bentong
Sumber: Data Olahan (2013)
Saluran pemasaran Saluran II
12.500 12.000 11.000
11.000 12.000 10.500
14.500 15.000 13.500
13.000 14.000 13.000
12.500 12.000 11.000
11.000 12.000 10.500
2.000 3.000 2.500
2.000 2.000 2.500
Saluran III
11.000 12.500 11.000
17.000 17.500 15.500
15.000 16.000 14.500
14.500 15.000 13.500
11.000 12.500 11.000
2.500 2.500 2.000
4.000 3.500 3.500
19.500 20.000 18.500
17.000 17.500 16.000
18.000 19.000 17.000
17.000 17.500 15.500
13.000 14.000 13.000
15.000 16.000 14.500
2.500 2.500 3.000
4.000 3.500 3.000
3.000 3.000 2.500
64 60 59
65 69 66
61 66 65
56
Nelayan pada saluran I menjual ikan tongkol, ikan kembung dan ikan bentong kepada pedagang pengumpul dengan harga jual masing-masing ikan yaitu Rp12.500/kg, Rp12.000/kg, dan Rp11.000/kg. Pedagang pengumpul menjual kepada pedagang besar dengan harga ikan tongkol yaitu Rp14.500/kg, ikan kembung Rp15.000/kg,
ikan bentong Rp13.500/kg sehingga pedagang
pengumpul mendapatkan margin pemasaran untuk ikan tongkol Rp2.000/kg, ikan kembung Rp3.000/kg , ikan bentong Rp2.500/kg.
Pedagang besar menjual
kepada pedagang pengecer dengan harga jual ikan tongkol yaitu Rp17.000/kg, ikan kembung Rp17.500/kg, ikan bentong Rp15.500/kg, sehingga pedagang besar mendapatkan margin ikan tongkol Rp2.500/kg, ikan kembung Rp2.500/kg, ikan bentong Rp2.000/kg. Pedagang pengecer menjual kepada konsumen dengan harga jual ikan tongkol yaitu Rp19.500/kg, ikan kembung Rp20.000/kg, ikan bentong Rp18.500/kg, sehingga pedagang pengecer mendapatkan margin ikan tongkol Rp2.500/kg, ikan kembung Rp2.500/kg, ikan bentong Rp3.000/kg. Uraian tersebut menunjukkan bahwa pada saluran I pelaku pemasaran yang terlibat adalah nelayanpedagang pengumpulpedagang besarpedagang pengecer, dengan margin pemasaran rata-rata Rp2.000/kg- Rp3.000/kg untuk masingmasing pelaku
pemasaran dari jenis ikan tongkol, ikan kembung dan ikan
bentong. Semakin panjang saluran pemasaran maka semakin besar margin antara nelayan dan konsumen, sehingga harga beli konsumen semakin besar. Fisherman share pada saluran I untuk ikan tongkol adalah 64%, ikan kembung 60% dan ikan bentong 59%. Saluran II nelayan menjual ikan tongkol, ikan kembung dan ikan bentong kepada pedagang pengumpul dengan harga jual masing-masing ikan yaitu Rp11.000/kg, Rp12.000/kg dan Rp10.500/kg. Pedagang pengumpul menjual langsung kepada pedagang pengecer dengan harga jual
ikan tongkol yaitu
Rp13.000/kg, ikan kembung Rp14.000/kg, ikan bentong Rp13.000/kg sehingga pedagang pengumpul mendapatkan margin ikan tongkol Rp2.000/kg, ikan kembung Rp2.000/kg, ikan bentong Rp2.500/kg. Pedagang pengecer menjual kepada konsumen dengan harga jual ikan tongkol yaitu Rp17.000/kg, ikan kembung Rp17.500/kg, ikan bentong Rp16.000/kg, sehingga pedagang pengecer
57
mendapatkan margin ikan tongkol Rp4.000/kg, ikan kembung Rp3.500/kg, ikan bentong Rp3.000/kg. Uraian tersebut menunjukkan bahwa pedagang pengumpul mendapatkan margin antara Rp2.000/kg-Rp.2500/kg dari jenis ikan tongkol, ikan kembung dan ikan bentong. Pedagang pengecer mendapatkan margin antara Rp3.000/kg-Rp4.000/kg untuk jenis ikan tongkol, ikan kembung dan ikan bentong. Margin pemasaran yang diterima pedagang pengecer pada saluran II cukup besar karena pedagang pengecer membeli langsung pada pedagang pengumpul. Besarnya margin pemasaran pedagang pengecer dikarenakan pelaku pemasaran yang terlibat pada saluran II
hanya meliputi nelayan, pedagang
pengumpul dan pedagang pengecer. Fisherman share pada saluran II untuk ikan tongkol adalah 65%, ikan kembung 69% dan ikan bentong 66%. Nelayan pada saluran III menjual ikan tongkol, ikan kembung dan ikan bentong kepada pedagang besar dengan harga jual masing-masing ikan yaitu Rp11.000/kg, Rp12.500/kg, dan Rp11.000/kg. Pedagang besar menjual kepada pedagang pengecer dengan harga jual ikan tongkol yaitu Rp15.000/kg, ikan kembung Rp16.000/kg, ikan bentong Rp14.500/kg, sehingga pedagang besar mendapatkan margin ikan tongkol Rp4.000/kg, ikan kembung Rp3.500/kg, ikan bentong Rp3.500/kg. Pedagang pengecer menjual kepada konsumen dengan harga jual ikan tongkol yaitu Rp18.000/kg, ikan kembung Rp19.000/kg, ikan bentong Rp17.000/kg, sehingga pedagang pengecer mendapatkan margin ikan tongkol Rp3.000/kg, ikan kembung Rp3.000/kg, ikan bentong Rp2.500/kg. Uraian tersebut
menunjukkan bahwa pedagang besar mendapatkan margin antara
Rp3.500/kg-Rp4.000/kg untuk jenis
ikan tongkol, ikan kembung dan ikan
bentong. Pedagang pengecer mendapatkan margin antara Rp2.500/kg-Rp3.000/kg untuk jenis ikan tongkol, ikan kembung dan ikan bentong. Saluran III margin pemasaran pedagang besar lebih besar daripada margin pemasaran pedagang pengecer. Hal ini dikarenakan pedagang besar membeli langsung ikan dari nelayan, sehingga pedagang besar mendapatkan harga yang rendah kemudian menjualnya lagi kepada pedagang pengecer dengan harga yang tinggi. Fisherman share pada saluran II untuk ikan tongkol adalah 61%, ikan kembung 66% dan ikan bentong 65%.
58
Besarnya bagian harga (fisherman share) yang diterima oleh nelayan sebagai balas jasa atas kegiatan yang dilakukan dalam produksi ikan, dihitung dengan cara membagi harga ditingkat nelayan dengan harga ditingkat konsumen yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Fisherman share tertinggi untuk ikan tongkol, ikan kembung dan ikan bentong terdapat pada saluran II, untuk ikan tongkol yaitu sebesar 65%, ikan kembung
sebesar 69% dan
ikan bentong
sebesar 66%, hal ini dikarenakan selisih harga jual yang lebih besar dibandingkan dengan saluran lainnya. Fisherman share terendah untuk ikan tongkol terdapat pada saluran III yaitu sebesar 61%, hal ini dikarenakan selisih harga jual yang lebih rendah dibandingkan saluran lainnya. Fisherman share terendah untuk ikan kembung dan ikan bentong terdapat pada saluran I, untuk ikan kembung yaitu sebesar 60% dan ikan bentong sebesar 59%. hal ini dikarenakan selisih harga jual yang lebih rendah dibandingkan saluran lainnya. Pelaku pemasaran yang mempunyai nilai margin rendah merupakan pelaku pemasaran yang memiliki nilai efisiensi tinggi. Pedagang pengumpul yang mempunyai nilai efisiensi tinggi untuk ikan tongkol adalah saluran I dan II dengan margin yang sama yaitu Rp2.000. Pedagang pengumpul untuk ikan kembung yang paling efisien adalah saluran II dengan margin Rp2.000. Pedagang pengumpul untuk ikan bentong memiliki nilai margin yang sama yaitu Rp2.500. Jika di bandingkan nilai margin jenis ikan lainnya maka nilai tersebut bisa dikatakan efisien. Pedagang pengumpul ikan kembung yang mempunyai nilai efisiensi terendah yaitu saluran I dengan margin Rp3.000. Pedagang besar ikan tongkol yang mempunyai nilai efisiensi tinggi adalah saluran I dengan nilai margin Rp2.500. Pedagang besar untuk ikan kembung yang paling efisien adalah saluran I dengan margin Rp2.500. Pedagang besar untuk ikan bentong yang paling efisien adalah saluran I dengan margin Rp2.000. Pedagang besar ikan tongkol yang mempunyai nilai efisiensi rendah adalah saluran III dengan margin Rp4.000. Pedagang besar untuk ikan kembung yang memiliki nilai efisiensi rendah yaitu saluran III dengan margin Rp3.500. Pedagang besar untuk ikan bentong yang memiliki nilai efisiensi rendah yaitu pada saluran III dengan margin Rp2.500.
59
Pedagang pengecer ikan tongkol yang mempunyai nilai efisiensi tinggi adalah saluran I dengan margin Rp2.500. Pedagang pengecer untuk ikan kembung yang paling efisien adalah saluran I dengan margin Rp2.500. Pedagang pengecer untuk ikan bentong yang paling efisien adalah saluran III dengan margin Rp3.000. Pedagang pengecer ikan tongkol yang mempunyai nilai efisiensi rendah adalah saluran II dengan margin Rp4.000. Pedagang pengecer ikan kembung yang mempunyai nilai efisiensi rendah adalah saluran II dengan margin Rp3.500. Pedagang pengecer ikan bentong yang mempunyai nilai efisiensi rendah adalah saluran I dan II dengan margin yang sama yaitu Rp3.000. Rincian jumlah margin pemasaran saluran I dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Rincian Jumlah Margin Pemasaran Saluran I Lembaga Jenis Ikan Pemasaran Ikan Tongkol Ikan Kembung Ikan Bentong P. Pengumpul 2000 3000 2500
Jumlah Margin 7500
P.Besar
2500
2500
2000
7000
P.Pengecer
2500
2500
3000
8000
Jumlah Margin
7000
8000
7500
22500
Sumber: Data Olahan (2013)
Berdasarkan Tabel 23 jika dilihat dari jumlah margin keseluruhan lembaga pemasaran dapat dilihat bahwa ikan tongkol merupakan jenis ikan yang paling efisien dengan jumlah margin Rp7.000, sedangkan ikan kembung merupakan jenis ikan yang memiliki efisiensi rendah dengan margin Rp8.000. Pedagang besar merupakan pelaku pemasaran yang paling efisien dengan jumlah margin dari keseluruhan jenis ikan sebesar Rp7.000. Pelaku pemasaran yang memiliki nilai efisiensi rendah yaitu pedagang pengecer dengan margin Rp8.000. Untuk mengetahui rincian jumlah margin pada saluran II dapat dilihat pada Tabel 24.
60
Tabel 24. Rincian Jumlah Margin Pemasaran Saluran II Lembaga Jenis Ikan Ikan Ikan Ikan Pemasaran Tongkol Kembung Bentong P. Pengumpul 2.000 2.000 2.500
Jumlah Margin 6.500
P.Pengecer
4.000
3.500
3.000
10.500
Jumlah Margin
6.000
5.500
5.500
17.000
Sumber: Data Olahan (2013)
Berdasarkan Tabel 24 jika dilihat dari jumlah margin keseluruhan lembaga pemasaran dapat dilihat bahwa ikan kembung dan ikan bentong merupakan jenis ikan yang paling efisien dengan jumlah margin yang sama yaitu Rp5.500. Jenis ikan dengan nilai efisiensi rendah yaitu pada jenis ikan tongkol dengan jumlah margin Rp6.000. Pedagang pengumpul merupakan pelaku pemasaran yang paling efisien dengan jumlah margin dari keseluruhan jenis ikan sebesar Rp6.500. Pelaku pemasaran yang memiliki nilai efisiensi rendah yaitu pedagang pengecer dengan jumlah margin Rp10.500. Rincian jumlah margin pada saluran III dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Rincian Jumlah Margin Pemasaran Saluran III Lembaga Jenis Ikan Ikan Ikan Ikan Pemasaran Tongkol Kembung Bentong P.Besar 4.000 3.500 3.500
Jumlah Margin 11.000
P.Pengecer
3.000
3.000
2.500
8.500
Jumlah Margin
7.000
6.500
6.000
19.500
Sumber: Data Olahan (2013)
Berdasarkan Tabel 25 jika dilihat dari jumlah margin keseluruhan lembaga pemasaran dapat dilihat bahwa ikan bentong merupakan jenis ikan yang paling efisien dengan jumlah margin Rp6.000. Jenis ikan dengan nilai efisiensi rendah yaitu ikan tongkol dengan jumlah margin Rp7.000. Pedagang pengecer merupakan pelaku pemasaran yang paling efisien dengan jumlah margin dari keseluruhan jenis ikan sebesar Rp8.500. Pelaku pemasaran yang memiliki nilai
61
efisiensi rendah yaitu pedagang besar dengan margin Rp11.000. Berdasarkan Tabel (23,24,25) jika dilihat dari lembaga pemasaran ketiga saluran pemasaran dengan jenis ikan tongkol, kembung dan bentong pedagang pengumpul yang paling efisien adalah saluran II dengan jumlah margin Rp6.500. Pedagang besar yang paling efisien adalah saluran I dengan jumlah margin Rp7.000. Pedagang pengecer yang paling efisien adalah saluran I dengan jumlah margin Rp8.000. Pedagang pengumpul dengan nilai efisiensi rendah adalah saluran I dengan jumlah margin Rp7.500. Pedagang besar dengan nilai efisiensi rendah adalah saluran III dengan jumlah margin Rp11.000. Pedagang pengecer dengan nilai efisiensi rendah adalah saluran II dengan jumlah margin Rp10.500. Jumlah margin tiap jenis ikan per semua saluran dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Jumlah Margin Tiap Jenis Ikan Semua Saluran Pemasaran Saluran Pemasaran Jenis Saluran Saluran Saluran Ikan I II III Jumlah Tongkol 7.000 6.000 7.000 20.000 Kembung
8.000
5.500
6.500
20.000
Bentong
7.500
5.500
6.000
19.000
Sumber: Data Olahan (2013)
Berdasarkan Tabel 26 dapat dilihat bahwa dari ketiga saluran pemasaran jenis ikan yang paling efisien adalah ikan bentong dengan jumlah margin Rp19.000. Jenis ikan yang mempunyai nilai efisiensi rendah adalah ikan tongkol dan kembung dengan nilai margin yang sama yaitu Rp20.000. Keseluruhan saluran pemasaran jika dilihat dari nilai margin maka saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran II karena memiliki nilai margin yang rendah. Nilai margin pada saluran II untuk ikan tongkol yaitu Rp6.000, ikan kembung Rp5.500, ikan bentong Rp5.500 serta memiliki jumlah margin yang rendah yaitu Rp17.000. Saluran pemasaran dengan nilai efisiensi rendah yaitu pada saluran I. nilai margin pada saluran I ikan tongkol yaitu Rp7.000, ikan kembung Rp8.000, ikan bentong Rp7.500. Pada saluran III ikan tongkol juga mempunyai nilai margin yang sama dengan saluran I yaitu Rp7.000 sehingga pada
62
saluran III ikan tongkol juga mempunyai nilai efisiensi yang rendah. (Limbong dan Sitorus 1987) menyatakan bahwa rendahnya nilai margin pemasaran suatu komoditas belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi, untuk itu salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan pemasaran adalah dengan membandingkan harga yang diterima nelayan terhadap harga yang dibayar konsumen akhir (Fisherman share) dalam bentuk persentase. Jika dilihat dari nilai fisherman sharenya, saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran pemasaran dengan nilai fisherman share yang tinggi. Saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran II untuk masing masing jenis ikan, yaitu ikan tongkol sebesar 65%, ikan kembung sebesar 69%, ikan bentong sebesar 66%. Saluran pemasaran dengan nilai efisiensi rendah pada jenis ikan tongkol yaitu pada saluran III sebesar 61%, ikan kembung pada saluran I sebesar 60%, ikan bentong pada salauran I sebesar 59%. Uraian di atas menunjukkan bahwa untuk masing-masing jenis ikan tongkol, kembung dan bentong yang mempunyai nilai efisiensi tertinggi berdasarkan margin pemasaran maupun fisherman share adalah pada saluran II. Saluran pemasaran yang mempunyai nilai efisiensi rendah untuk jenis ikan tongkol berdasarkan margin dan fisherman share adalah pada saluran III, ikan kembung dan ikan bentong pada saluran I. Pengukuran efisiensi dapat juga dilakukan dengan cara mengetahui BCR para pelaku pemasaran. Bila BCR ≥ 1 maka usaha tersebut dikatakan efisien, dan bila BCR < 1 maka usaha tersebut dikatakan tidak efisien (mursid, 2004). Untuk mengetahui efisiensi para pelaku pemasaran produksi perikanan tangkapp di PPN Pekalongan dapat di lihat pada Tabel 27.
63
Tabel 27. Pengukuran Efisiensi Pada Pelaku Pemasaran Saluran Pelaku BCR Rata-Rata BCR I Nelayan I 1,42 1,21 Pedagang Pengumpul I 1,15 Pedagang Besar I 1,15 Pedagang Pengecer I 1,12
Status Efisiensi Efisien Efisien Efisien Efisien
II
Nelayan II Pedagang Pengumpul II Pedagang Pengecer II
1,40 1,13 1,22
1,25
Efisien Efisien Efisien
III
Nelayan III Pedagang Besar III Pedagang Pengecer III
1,41 1,30 1,15
1,29
Efisien Efisien Efisien
Sumber: Data Olahan (2013) Berdasarkan Tabel 27 dapat disimpulkan bahwa dari ke empat pelaku pemasaran, memiliki nilai BCR di atas 1. Artinya seluruh pelaku pemasaran yaitu nelayan, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer memiliki status efisiensi pemasaran yang efisien. Tiap saluran memiliki BCR di atas 1. Artinya dari seluruh saluran pemasaran yang ada di PPN Pekalongan statusnya efisien. Berdasarkan nilai BCR saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran pemasaran III dengan nilai BCR 1,29. Saluran pemasaran dengan nilai efisiensi terendah adalah saluran I. hal ini disebabkan karena saluran pemasaran III lebih pendek daripada saluran I yang rantai pemasarannya panjang. Tingkat efisiensi saluran pemasaran berdasarkan market share, nilai margin dan fisherman share adalah pada saluran II dan pada nilai BCR saluran pemasaran yang efisien adalah pada saluran III. Tingkat efisiensi berdasarkan market share dihitung berdasarkan perbandingan harga jual dipelaku pemasaran dengan harga total saluran yang dinyatakan dalam persentase. Tingkat efisiensi nilai margin dilihat berdasarkan selisih harga jual dengan harga beli. Tingkat efisiensi fisherman share dilihat berdasarkan perbandingan antara harga ditingkat nelayan dengan harga ditingkat konsumen yang dinyatakan dalam persentase.
64
Tingkat efisiensi BCR dilihat berdasarkan perbandingan antara total keuntungan dengan total biaya. Perbedaan tingkat efisiensi saluran pemasaran pada market share, margin dan fisherman share dengan BCR disebabkan karena pada market share, margin dan fisherman share perhitungan dilakukan dengan melihat harga tanpa melihat total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan, sedangkan pada nilai BCR tingkat efisiensi dilihat berdasarkan perbandingan antara nilai penerimaan dengan total biaya. Hal tersebut yang membedakan tingkat efisiensi pada market share, margin dan fisherman share dengan BCR.