BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur meliputi tinggi, diameter, jumlah daun, nisbah pucuk akar (NPA), bobot kering total (BKT), intensitas cahaya, suhu dan kelembaban relatif. intensitas cahaya, suhu dan kelembaban relatif pada berbagai naungan disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 2, 3,4. Tabel 1
Rata-rata intensitas cahaya, suhu dan kelembaban relatif selama penelitian Parameter 2
Intesitas Cahaya (Lux 10 ) Suhu (°C) Kelembaban Relatif (%)
0% 246,55 31,29 66,33
Tingkat Naungan 20% 40% 187,19 146,47 30,98 30,39 71,75 76,88
60% 119,34 29,91 82,73
Gambar 1 Rataan intensitas cahaya per dasarian pada berbagai tingkat naungan
11
Gambar 2 Rataan suhu udara per dasarian pada berbagai tingkat naungan
Gambar 3 Rataan kelembaban relatif per dasarian pada berbagai tingkat naungan Pada Tabel 1 dapat dilihat intensitas cahaya, suhu dan kelembaban pada berbagai tingkat naungan berbeda. Intensitas cahaya pada naungan 0% (intensitas cahaya 100%) memiliki persentase penerimaan cahaya yang masuk ke dalam naungan paling tinggi yaitu sebesar 246,55 lux (35,24%), sedangkan tingkat naungan 20% sebesar 187,19 lux (26,76%), 40% sebesar 146,47 lux (20,94%) dan 60% sebesar 119,34 lux (17,06%). Sedangkan nilai rataan suhu tertinggi pada tingkat naungan 0% yaitu 31,29°C, sementara pada tingkat naungan 20% sebesar 30,98°C, naungan 40% sebesar 30,39°C dan naungan 60% mempunyai rataan suhu sebesar 29,91°C. Nilai rataan kelembaban berbanding terbalik dengan nilai
12
rataan intensitas cahaya dan suhu, dimana nilai rataan tertinggi kelembaban pada tingkat naungan 60% sebesar 82,73%, sedangkan naungan 40% sebesar 76,88%, 20% dan 0% masing-masing sebesar 71,75% dan 66,33%. Intensitas cahaya, suhu dan kelembaban mempunyai nilai rataan per dasarian yang berfluktuatif. Nilai rataan intensitas cahaya tertinggi pada dasarian ke-5, ke-6 dan dasarian ke-3 ke-7, ke-8, ke-9 mempunyai nilai rataan per dasarian terendah (Gambar 1). Sedangkan nilai rataan suhu tertinggi pada dasarian ke-1, ke-5 dan ke-6, Sementara untuk dasarian ke-2, ke-3, ke-8 dan ke-9 adalah rataan dasarian suhu terendah (Gambar 2). Nilai rataan kelembaban relatif pada dasarian ke-7, ke-8 dan ke-9 dalah tertinggi, sedangkan terendah pada dasarian ke-1 dan ke-4 (Gambar 3). 4.1.1 Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan Anakan Meranti Merah Pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan pada masing-masing jenis diukur dengan parameter tinggi, diameter, jumlah daun, bobot kering total (BKT) dan nisbah pucuk akar (NPA). Berdasarkan analisis ragam (Tabel 2). Parameter yang diukur pada masing-masing jenis memberikan respon terhadap naungan dan interaksi yang berbeda-beda, pada pengamatan ke-1 sampai 9 pengaruh naungan dan jenis memberikan pengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman kecuali pada pengamatan ke-6 interaksi antara naungan dengan jenis tanaman tidak berpengaruh nyata. Parameter diameter batang terhadap pengaruh naungan memberikan pengaruh nyata kecuali pada pengamatan ke-1 dan 6 yang memberikan pengaruh tidak nyata pada parameter diameter batang sedangkan interaksi berpengaruh nyata kecuali pada pengamatan ke-1, 5 dan 7 yang berpengaruh tidak nyata. Pada hasil analisis ragam (Tabel 2) parameter jumlah daun, bobot kering total (BKT) dan nisbah pucuk akar (NPA) tidak berbeda dengan hasil parameter tinggi dan diameter. Naungan memberikan pengaruh nyata terhadap Parameter jumlah daun kecuali pada pengamatan ke 1, 2, 6 dan 8 sedangkan untuk interaksi 2 faktor pada pengamatan ke 2, 3, 4, 6 dan 7 adalah pengamatan yang berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah daun. Bobot kering total (BKT) dan nisbah pucuk akar (NPA) dilakukan pada akhir pengamatan,
13
berdasarkan analisis ragam naungan memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering total (BKT) dan nisbah pucuk akar (NPA). Tabel 2 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh jenis dan tingkat naungan terhadap parameter pertumbuhan Parameter T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 TT D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 DT J1 J2 J3 J4 J5 J6 J7 J8 J9 JT BKT NPA
Naungan 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0451* 0,0001** 0,0442* 0,0249* 0,0001** 0,2204tn 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,6953tn 0,0410* 0,0213* 0,0001** 0,0001** 0,0544tn 0,7261tn 0,0441* 0,0125* 0,0214* 0,3353tn 0,0266* 0,1491tn 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001**
Jenis 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0427* 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0256* 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,6792tn 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0001** 0,0016*
Interaksi 0,0152* 0,0236* 0,0170* 0,0335* 0,0217* 0,1814tn 0,0473* 0,0361* 0,0293* 0,0431* 0,3182tn 0,0114* 0,0266* 0,0130* 0,2197tn 0,0358* 0,5246tn 0,0377* 0,0150* 0,0221* 0,0171* 0,9034tn 0,1571tn 0,2207tn 0,0247* 0,4210tn 0,7511tn 0,0220* 0,0380* 0,0361* 0,0001** 0,4328tn
Keterangan : T = Tinggi;D = Diameter;J = Jumlah daun;1-9 = Pengamatan ke-n;BKT = Bobot Kering Total;NPA = Nisbah Pucuk Akar;* = Berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%;** = Berbeda sangat nyata pada selang kepercayaan 99%;tn = tidak nyata
14
4.1.2 Pengaruh intensitas cahaya terhadap tinggi tanaman Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan dilakukan pada pertambahan nilai total dari rata-rata empat ulangan pada masing-masing perlakuan (Tabel 3) Faktor naungan memberikan pengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% terhadap pertambuhan tinggi tanaman pada ke-4 jenis tanaman meranti merah yaitu S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica sedangkan pada masingmasing naungan memberikan pengaruh yang berbeda antara jenis S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica. Tabel 3 Nilai rata-rata pertambahan tinggi tanaman (cm) Jenis S. leprosula S. mecistopteryx S. ovalis S. selanica
0% 1,40ef 1,01g 1,38ef 1,60de
Naungan 20% 2,04b 1,18fg 1,81bcd 1,88bcd
40% 2,34a 1,69bcd 1,91bc 2,46a
60% 2,39a 1,84bcd 2,26a 2,55a
Keterangan : Huruf yang tidak sama menyatakan berbeda nyata pada taraf uji 95% (Uji Duncan)
Pertambahan tinggi tiap jenis tanaman pada tingkat naungan memiliki pertambahan yang berbeda, terlihat pada Tabel 3 bahwa rata-rata pertambahan tinggi tanaman berbeda pada tingkat naungan. Pertambahan rata-rata tinggi tanaman terbesar adalah pada S. selanica kemudian S. leprosula, S. ovalis dan S. mecistoteryx. Tingkat naungan yang berbeda memperlihatkan pengaruh yang berbeda pada pertambahan tinggi setiap perlakuan naungan. Pertambahan tinggi S. selanica terbesar pada naungan 60% (2,55 cm) namun tidak berbeda nyata terhadap naungan 40% (2,46 cm) dan naungan 0% (1,60 cm) terhadap naungan 20% (1,88 cm) berbeda nyata. S. ovalis pada naungan 60% (2,26 cm) terhadap naungan 0% (1,38 cm) berbeda nyata, sedangkan pada nanugan 40% (1,91 cm) berbeda nyata dari naungan 20% (1,81 cm). Pada S. leprosula pertambahan tinggi 60% (2,39 cm) dan 20% (2,04 cm) tidak berbeda nyata. Sedangkan pada naungan 40% (2,34 cm) dan 0% (1,40 cm) berbeda nyata, sementara S. mecistoteryx pada naungan 60% (1,84 cm) dan naungan 40% (1,69 cm) tidak berbeda nyata dan pada naungan 20% (1,18 cm) dan 0% (1,01 cm) berbeda nyata.
15
4.1.3 Pengaruh intensitas cahaya terhadap diameter batang Parameter diameter batang yang diukur memiliki hasil pengaruh berbeda terhadap masing-masing perlakuan naungan. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan diameter batang (Tabel 4) yang dilakukan pada pertambahan nilai total dari ratarata empat ulangan pada masing-masing perlakuan, faktor naungan memberikan pengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% terhadap pertambahan diameter ke4 jenis tanaman meranti merah yaitu S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica sedangkan pada masing-masing naungan memberikan pengaruh yang berbeda antara jenis S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica Tabel 4 Nilai rata-rata pertambahan diameter batang (mm) Jenis S. leprosula S. mecistopteryx S. ovalis S. selanica
Naungan 0% 0,64f 0,65ef 0,88def 0,94cde
20% 0,88def 0,87def 1,14cd 1,16dc
40% 0,93def 1,49b 1,48b 1,18bcd
60% 1,22bc 1,53b 1,87a 1,47b
Keterangan : Huruf yang tidak sama menyatakan berbeda nyata pada taraf uji 95% (Uji Duncan)
Pengukuran parameter diameter batang diukur dengan pertambahan diameter batang tiap jenis tanaman memiliki hasil berbeda pada tingkat naungan. Hasil pengukuran yang kemudian dilakukan uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa rata-rata pertambahan diameter batang berbeda pada berbagai tingkat naungan. Pertambahan rata-rata diameter batang terbesar adalah pada S. ovalis kemudian S. mecistoteryx, S. selanica dan S. leprosula. Hasil uji lanjut Duncan diameter batang tidak berbeda dengan hasil uji lanjut pada parameter sebelumnya bahwa tiap naungan memberikan pengaruh berbeda terhadap pertambahan diameter batang, pertambahan diameter batang S. ovalis adalah yang terbesar dari ketiga jenis lainnya. Rata-rata pertambahan diameter terbesar S. ovalis pada naungan 60% (1,87 mm) yang berbeda nyata terhadap ketiga naungan yaitu pada naungan 40% (1,48 mm), 0% (0,88 mm) dan 20% (1,14 mm). Pertambahan diameter batang terbesar kedua yaitu pada S. mecistopteryx pada naungan 60% (1,53 mm) dan naungan 40% (1,49 mm) tidak berbeda nyata, sedangkan pada naungan 20% (0,87 mm) berbeda nyata dari naungan 0% (0,65 mm). Kemudian pertambahan diameter batang pada S. selanica pada naungan 60 % (1,47 mm) berbeda nyata dari naungan 20% (1,16 mm),
16
naungan 40% (1,18 mm) dan 0% (0,94 mm). Pertambahan rata-rata total pertambahan diameter batang terendah pada S. leprosula pertambahan tinggi 60% (1,22 mm) berbeda nyata terhadap naungan 40% (0,93 mm), sementara antara naungan 20% (0,88 mm) dan 0% (0,64 mm) berbeda nyata. 4.1.4 Pengaruh intensitas cahaya terhadap jumlah daun Pengaruh naungan terhadap rata-rata total pertambahan jumlah daun berbeda antara setiap jenis tanaman (Tabel 5). Pertambahan jumlah daun tertinggi pada S. selanica pada naungan 60% (4,23 helai) berbeda nyata dari naungan 40% (3,50 helai), 20% ( 3,39 helai) dan pada naungan 0% (0,40 helai). Pertambahan jumlah daun pada S.ovalis yaitu pada naungan 60% (2,84 helai), naungan 40% (2,59 helai) tidak berbeda nyata dengan naungan 20% (2,32 helai), sedangkan naungan 0% (1,60 helai) berbeda nyata dari ketiga hasil perlakuan naungan lainnya. Pengaruh berbeda juga pada S. leprosula dimana hasil uji lanjut Duncan memberikan hasil tidak berbeda nyata terhadap pertambahan jumlah daun tiap naungan. Akan tetapi pada naungan 60% (1,76 helai) memiliki pertambahan jumlah daun lebih tinggi dari naungan 40% (1,71 helai), 20% (1,70 helai) dan 20% (1,68 helai). Pada S. mecistopteryx sedikit mengalami pertambahan jumlah daun. Pada naungan 60% (0,76 helai), 40% (-0,73 helai) dan 20% (-1,35 helai) tidak berbeda nyata tetapi pada naungan 0% (-4,15 helai) berbeda nyata. Tabel 5 Nilai rata-rata jumlah daun (helai) Jenis S. leprosula S. mecistopteryx S. ovalis S. selanica
0% 1,68bc -4,15e 1,60cd 0,40cd
Naungan 20% 40% 1,70bc 1,71bc -1,35d -0,73d abc 2,32 2,59abc 3,39ab 3,50ab
60% 1,76bc 0,76cd 2,84abc 4,23a
Keterangan : Huruf yang tidak sama menyatakan berbeda nyata pada taraf uji 95% (Uji Duncan)
4.1.5 Pengaruh intensitas cahaya terhadap bobot kering total (BKT) Berdasarkan analisis ragam perlakuan naungan pada bobot kering total memberikan pengaruh nyata tetapi pada masing-masing perlakuan naungan memiliki bobot kering total berbeda (Tabel 6). Bobot kering total terbesar pada jenis tanaman S. selanica di naungan 60% (8,76 gram) berbeda nyata terhadap
17
hasil perlakuan naungan 40%, naungan 20% dan naungan 0%, rata-rata masingmasing sebesar 6,59 gram, 4,09 gram, dan 2,05 gram. Kemudian pada rata-rata bobot kering total jenis tanaman lainnya adalah pada S. ovalis memiliki bobot kering total tertinggi setelah S. selanica yaitu pada perlakuan naungan 60% (4,65 gram) berbeda nyata dari perlakuan naungan 40%, 20% dan 0% rata-rata bobot kering total masing-masing sebesar 3,32 gram, kemudian 2,71 gram dan 1,04 gram. Sedangkan bobot kering total S. leprosula pada masing-masing perlakuan naungan sebesar 3,56 gram pada naungan 60% sedangkan 3,54 gram dari hasil rata-rata perlakuan naungan 40% yang tidak berbeda nyata antara keduanya, sementara 2,82 gram pada perlakuan naungan 20% dan 2,70 gram pada perlakuan naungan 0%. Bobot kering total rata-rata terendah pada jenis tanaman S. mecistopteryx bobot kering total pada masing-masing perlakuan naungan yaitu 4,05 gram pada perlakuan naungan 60% berbeda nyata dari 2,38 gram perlakuan naungan 40% sedangkan 2,21 gram dan 0,81 gram pada perlakuan naungan 20% dan 0%. Tabel 6 Nilai Bobot kering total (gram) Jenis S. leprosula S. mecistopteryx S. ovalis S. selanica
Naungan 0% 2,70efgh 0,81i 1,04i 2,05h
20% 2,82efgh 2,21gh 2,71efgh 4,09dc
40% 3,54def 2,38fgh 3,32defg 6,59b
60% 3,56de 4,05dc 4,65c 8,76a
Keterangan : Huruf yang tidak sama menyatakan berbeda nyata pada taraf uji 95% (Uji Duncan)
4.1.6 Pengaruh intensitas cahaya terhadap nisbah pucuk akar (NPA) Berdasarkan analisis ragam pada Tabel 2 menyatakan bahwa nisbah pucuk akar (NPA) berpengaruh nyata pada tingkat naungan terlihat bahwa rata-rata nilai nisbah pucuk akar sedikit berbeda setiap perlakuan naungan berdasarkan uji lanjut Duncan (Tabel 7). S. selanica memiliki rata-rata nisbah pucuk akar tertinggi pada taraf naungan 60% yaitu 2,10 yang tidak berbeda nyata dari perlakuan naungan 40% sebesar 1,98, namun berbeda nyata pada perlakuan naungan 20% sebesar 1,23 dan 0% sebesar 0,97 sedangkan pada S. mecistopteryx antara perlakuan naungan 60% (1,92) dan naungan 40% (1,12) berbeda nyata. Sementara perlakuan
18
naungan 20% (1,02) dan naungan 0% (0,65) tidak berbeda nyata. Sementara S. ovalis memiliki
NPA tertinggi pada taraf naungan 60% sebesar 1,59 yang
berbeda nyata pada perlakuan naungan 40% yaitu sebesar 1,10 dan rata-rata taraf naungan 20% (1,09) tidak berbeda nyata dari naungan 0% (0,71). Pada S. leprosula memiliki rata-rata nilai NPA sedikit lebih kecil dari pada jenis yang lain, pada perlakuan naungan 60% memiliki NPA 1,02 tidak berbeda nyata dari nilai NPA naungan 40% yaitu sebesar 0,92, naungan 20% sebesar 0,76 dan dari naungan 0% yaitu 0,69. Tabel 7 Nisbah pucuk akar Jenis S. leprosula S. mecistopteryx S. ovalis S. selanica
0% 0,69d 0,65d 0,71d 0,97d
Naungan 20% 0,76d 1,02d 1,09cd 1,23bcd
40% 0,92d 1,12dc 1,10cd 1,98ab
60% 1,02d 1,92abc 1,59a 2,10a
Keterangan : Huruf yang tidak sama menyatakan berbeda nyata pada taraf uji 95% (Uji Duncan)
4.2 Pembahasan Intensitas cahaya pada lokasi penelitian memiliki intensitas cahaya yang tinggi pada awal bulan penelitian (Agustus) sedangkan pada bulan September intensitas cahaya mengalami penurunan, penurunan intensitas cahaya pada bulan September disebabkan bulan September memasuki peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan sehingga penurunan dalam pengukuran intensitas cahaya. Sedangkan pada awal bulan Oktober intensitas cahaya mengalami peningkatan, akibat fluktuasi cuaca pada musim peralihan yang terkadang terjadi panas dan hujan akan tetapi pada akhir bulan Oktober memasuki musim penghujan sehingga intensitas cahaya mengalami penurunan sampai dengan akhir penelitian. Intensitas cahaya dipengaruhi oleh cuaca sekitar, dengan cuaca cerah maka intensitas cahaya akan tinggi. Tingkat intensitas cahaya berbading terbalik dengan tingkat keawanan jika pada hari pengukuran tingkat keawanan tinggi maka pengukuran intensitas cahaya akan rendah. Intensitas cahaya terendah pada sore hari sedangkan rata-rata intensitas cahaya pada siang hari merupakan intensitas cahaya tertinggi. Intensitas cahaya berpengaruh dengan parameter suhu udara, sedangkan suhu udara akan mempengaruhi tingkat kelembaban relatif.
19
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan naungan (intensitas cahaya) berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ke-4 anakan meranti merah yaitu S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica yang diukur dengan parameter pertumbuhan tinggi, diameter, pertambahan jumlah daun, bobot kering total dan nisbah pucuk akar. Intensitas cahaya berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan melalui proses fotosintesis, mekanisme membuka dan menutup stomata, sintesis klorofil dan diferensiasi sel yang dinyatakan dengan pertambahan tinggi, diameter, ukuran daun, struktur daun dan batang (Kramer dan Kozlowski 1960). Intensitas cahaya berkaitan dengan suhu dan kelembaban, peningkatan intensitas cahaya akan meningkatkan suhu dan menurunkan kelembaban relatif sehingga peningkatan tersebut mempengaruhi tingkat evaporasi yang menyebabkan peningkatan kekeringan dan ketersediaan air tanah sehingga akan meningkatkan transpirasi tanaman (Safitri 2004). Perubahan suhu dan kelembaban berpengaruh dalam pertumbuhan tanaman dan proses fisiologi seperti fotosintesis, respirasi, aktivitas enzim. Jika suhu udara terlalu tinggi maka peningkatan laju respirasi dan rusaknya jaringan muda yang akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan tunas muda, sementara suhu udara terlalu rendah akan menghambat aktivitas enzim pertumbuhan. Sedangkan kelembaban optimal akan meningkatkan penyerapan air dan menurunkan laju transpirasi (Kozlowski et al. 1991). Intensitas cahaya berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi, batang, jumlah daun, bobot kering total dan nisbah pucuk akar pada S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica. Sedangkan interaksi naungan dan jenis berpengaruh nyata kecuali pada nisbah pucuk akar (Tabel 2). Pertambahan tinggi terbesar setiap jenis adalah pada naungan 60% (intensitas cahaya 40%) tetapi tidak berbeda nyata dari naungan 40% (intensitas cahaya 60%) sedangkan terhadap naungan 20% (intensitas cahaya 80%) dan 0% (intensitas cahaya 100%) berbeda nyata. Perbedaan tersebut karena dari keempat jenis adalah termasuk jenis tanaman toleran sehingga semuanya memerlukan naungan saat perkembangan anakan sampai dengan anakan siap tanam di lapangan. Sedangkan kondisi pada kedaaan terbuka naungan 0% (intensitas
20
cahaya 100%) pertumbuhan keempat jenis terhambat dan mengalami gejala daun kekuningan. Menurut Soerianegara dan Lemmens (1993) jenis-jenis Shorea spp adalah jenis toleran yang sangat peka terhadap intensitas cahaya tinggi, penerimaan intensitas cahaya tinggi akan merubah warna daun, peningkatan suhu tanah dan tidak aktifnya mikoriza. Perubahan warna daun menjadi kekuningan akibat zat hijau daun beroksidasi dengan intensitas cahaya tinggi (Salissbury dan Ross 1995). Pengaruh intensitas cahaya pada S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica berbeda-beda tetapi secara umum S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica memiliki pertumbuhan lebih baik berdasarkan hasil pengukuran pertumbuhan dengan parameter tinggi, diameter, jumlah daun, bobot kering total dan nisbah pucuk akar pada naungan 60% atau pada intensitas cahaya 40% dengan 11.934 lux intensitas cahaya yang diterima tanaman dengan suhu 29,91°C dan kelembaban 82,73%. Hal ini sesuai pendapat Soerianegara dan Lemmens (1993) bahwa pertumbuhan optimal Shorea spp pada naungan 55%– 75% dan pada suhu 25–30°C sedangkan menurut Bunning et al. 1969 bahwa intensitas cahaya tidak langsung setara dengan 10.000–25.000 lux, sementara pada intensitas cahaya penuh dibawah sinar matahari langsung setara dengan 32.000–130.000 lux. Pemberian naungan (intensitas cahaya) tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan tanaman tetapi mempunyai pengaruh terhadap iklim mikro seperti suhu dan kelembaban. Naungan 0% (intensitas cahaya 100%) meningkatkan suhu dan kelembaban menurun menjadi faktor penghambat pertumbuhan anakan Shorea spp
yang merupakan jenis toleran naungan. Suhu meningkat dan
kelembaban menurun menyebabkan meningkatnya laju evapotranspirasi sehingga jaringan tumbuhan mengalami kekurangan air. Menurut Gardner et al. (1991) air dalam jaringan tumbuhan merupakan penghasil karbohidrat (C6H1206) dalam proses fotosintesis di daun dan medium transpor zat terlarut organik dan anorganik
yang akan disalurkan ke seluruh bagian dalam tumbuhan.
Berkurangnya air dalam jaringan tumbuhan mengakibatkan pembentukan karbohidrat, pembelahan sel meristem terhambat sehingga pertambahan tinggi, diameter terhambat dan daun menjadi kering dengan ukuran daun lebih kecil
21
sedangkan perakaran mengalami pemanjangan akibat potensial air dalam jaringan berkurang menyebabkan absorbsi terus-menerus dalam tanah oleh sistem akar untuk menyeimbangkan potensial air dalam jaringan. Interaksi antara intensitas cahaya dengan jenis tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan yang diukur yaitu pertambahan tinggi, diameter dan jumlah daun tanaman, bobot kering total (Tabel 2). Berdasarkan analisis ragam pertambahan tinggi, diameter dan jumlah daun tanaman terbaik pada naungan 60% (intensitas cahaya 40%) dan 40% (intensitas cahaya 60%) akan tetapi tidak berbeda nyata antara keduanya sedangkan pada naungan 0% (intensitas cahaya 100%) dan 20% (intensitas cahaya 80%) tanaman tampak kerdil, gugur dan layu. Hal ini disebabkan pemberian intensitas cahaya di atas normal pada jenis-jenis toleran naungan akan menurunkan kapasitas fotosintesis, kejenuhan cahaya, laju asimilasi neto dan kandungan klorofil per satuan luas daun sehingga akan merusak sistem pigmen kemudian daun kekuningan dan gugur (Gardner et al. 1991). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Soerianegara (1991) yang meneliti tentang pengaruh intensitas cahaya dan pemupukan terhadap pertumbuhan anakan Hopea mengarawan. Sedangkan menurut Soerianegara (1991) intensitas cahaya yang kuat lebih merangsang pertumbuhan sistem akar. Pada intensitas cahaya kuat pada tanaman toleran naungan pertumbuhan batang rendah dan kecil, percabangan sedikit sehingga asimilat (hasil fotosintesis) yang diperlukan untuk pertumbuhan juga sedikit dan sisanya kemudian disalurkan ke akar sementara anakan yang tumbuh di bawah intensitas cahaya rendah, batang tumbuh lebih baik, permukaan luas batang lebih besar sehingga membutuhkan asimilat dalam jumlah lebih banyak dan akar mendapat bagian yang lebih sedikit. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor genetik dan lingkungan
yang
mempengaruhi
kegiatan
fisiologi.
Kegiatan
fisiologi
mengendalikan mekanisme pertumbuhan sehingga tingkat respon fisiologi terhadap faktor-faktor luar ditentukan oleh derajat toleransi pohon yang bersifat genetik (Kramer dan Kozlowski 1960). Parameter pertumbuhan tanaman yang berhubungan dengan pengaruh lingkungan yaitu bobot kering total atau biomassa.
22
Biomassa adalah parameter penting yang dapat mewakili tanaman dikatakan tumbuh secara optimal sebab biomassa menggambarkan hasil fotosintesis yang dipengaruhi laju asimilasi bersih dan luas daun pertanaman yang dinyatakan dengan nilai bobot kering tanaman setelah dilakukan pengeringan sehingga pertumbuhan tanaman berbanding lurus dengan nilai biomasssa tanaman tersebut (Sitompul dan Guritno 1995). Berdasarkan analisis ragam bobot kering total pada keempat jenis meranti merah (Tabel 2) menunjukkan bahwa pengaturan naungan berpengaruh nyata terhadap bobot kering total. Bobot kering meningkat dengan meningkatnya persentase naungan (Tabel 6). Bobot kering tertinggi pada naungan 60% (intensitas cahaya 40%) pada naungan dengan persentase tinggi maka jumlah daun dan luas permukaan daun lebih tinggi dari pada naungan dengan persentase rendah. Dengan demikian bahwa pada naungan 60% (intensitas cahaya 40%). berlangsung metabolisme pertumbuhan dengan menyerap unsur hara dan proses fotosintesis berlansung secara lebih baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Djamhuri dan Soekotjo (1986) yang menyatakan bahwa pada intensitas cahaya di atas atau di bawah optimal menyebabkan penurunan bobot kering total. Pengukuran parameter pertumbuhan juga dilakukan dengan mengukur nisbah pucuk akar (NPA). nisbah pucuk akar
dapat menunjukkan kondisi
fisiologi suatu tanaman, karena nilai tersebut tersusun atas nilai total produksi pertumbuhan yaitu berat kering pucuk dan perakarannya. Perkembangan pucuk dan akar yang seimbang akan memperkuat tanaman karena perkembangan akar mampu menompang perkembangan pucuk tanaman (Wibisono 2009) Berdasarkan hasil lanjut Duncan (Tabel 7) nilai rata-rata NPA tertinggi pada naungan 60% (intensitas cahaya 40%) sebesar 2,10 sedangkan terendah yaitu pada naungan 0% (intensitas cahaya 100%) sebesar 0,65 nilai tersebut menandakan bahwa pada naungan 60% (intensitas cahaya 40%) pertumbuhan bagian pucuk lebih tinggi dari pada akar sehingga pada naungan 60% (intensitas cahaya 40%) dapat dikatakan mengalami pertumbuhan lebih baik, sesuai dengan kualifikasi Duryea dan Brown (1984) yang menyatakan bahwa kemampuan hidup
23
semai terbaik pada umumnya terjadi pada nisbah pucuk 1–3. Sedangkan pada naungan 0% (intensitas cahaya 100%) pertumbuhan akar lebih tinggi dari pada pertumbuhan bagian pucuk. Hal ini sesuai dengan penelitian Soerianegara (1991) yang menyatakan bahwa dengan meningkatnya intensitas cahaya maka akan menurunkan ratio pucuk akar dan pada intensitas cahaya tinggi lebih merangsang pertumbuhan akar sedangkan daun mengalami fotooksidasi sehingga pertumbuhan daun rendah, sementara pada intensitas cahaya rendah akan merangsang pertumbuhan daun sehingga daun lebih banyak dan meningkatkan nilai NPA. Laju pertumbuhan dari anakan S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica dari parameter pertumbuhan yang diukur yaitu tinggi, diameter, jumlah daun, bobot kering total dan nisbah pucuk akar S. selanica menunjukkan pertumbuhan terbaik sedangkan S. mecistopteryx menunjukkan performa pertumbuhan kurang baik terhadap perlakuan naungan (intensitas cahaya).