BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas adalah suatu pengukuran untuk menentukan kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Validitas bertujuan untuk melihat sejauh mana suatu instrumen dapat menjalankan fungsinya
(24)
. Uji validitas berkaitan dengan
ketepatan atau kesesuaian alat ukur terhadap konsep yang diukur, sehingga alat ukur benar-benar dapat mengukur apa yang perlu diukur. Uji reliabilitas adalah uji untuk menunjukkan sejauh mana tingkat konsisten pengukuran dari suatu responden atau sejauhmana pertanyaan dapat dipahami sehingga tidak menyebabkan beda interprestrasi dalam pemahaman pertanyaan tersebut. Pada uji reliabilitas menggunakan koefisien reliabilitas Cronbach Alpha (24). Peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas sebanyak 2 kali dan memodifikasi pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner. Kuesioner pertama dari 28 soal pertanyaan yang terdiri dari 19 pertanyaan pengetahuan dan 9 pertanyaan sikap penggunaan yang terdapat dalam kuesioner, setelah di uji validasi terdapat 5 pertanyaan yang tidak valid dari 19 pertanyaan pengetahuan dan 2 pertanyaan yang tidak valid dari 9 pertanyaan sikap penggunan yang nilai P > 0,10. Peneliti menyusun kembali kuesioner dengan memodifikasi pertanyaan dalam kuesioner dengan menggunakan kalimat yang lebih dimengerti oleh masyarakat yang kemudian di lakukan lagi terhadap 30 responden yang berbeda. Pada uji validitas dan reliabilitas yang kedua diperoleh semua pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner valid, dengan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,721 di mana dapat dikatakan reliabel apabila nilai Cronbach Alpha lebih dari 0,6
(22)
. Dengan
demikian jumlah item tentang pengetahuan sebanyak 19 pertanyaan dan 9 pertanyaan tentang penggunaan yang akan digunakan dalam penelitian ini.
29
30
Tabel 4.1 Uji Validitasi Pertanyaan Sikap Penggunaan Antibiotik Dengan α=10% No pertanyaan
Koefisien Korelasi
Sig. (2-tailed)
Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0,469 0,383 0,608 0,608 0,707 0,514 0,690 0,404 0,529
0,009 0,036 0,000 0,000 0,000 0,004 0,000 0,027 0,003
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Tabel 4.2Uji Validitasi Pertanyaan Pengetahuan Antibiotik Dengan α=10% No Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Koefisien Korelasi
Sig. (2-tailed)
Keterangan
0,590 0,445 0,317 0,319 0,605 0,394 0,357 0,626 0,343 0,336 0,566 0,467 0,380 0,320 0,452 0,637 0,416 0,342 0,357
0,001 0,014 0,088 0,085 0,000 0,031 0,053 0,000 0,064 0,069 0,001 0,009 0,038 0,084 0,012 0,000 0,022 0,064 0,053
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
31
4.2
Gambaran Karakteristik Responden, Tingkat Pengetahuan dan Sikap penggunaan Antibiotik
4.2.1 Karakteristik Responden Penelitian ini dilakukan di Dusun Ngancar Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman sebanyak 85 responden dan Dusun Sanggrahan Desa Condong Catur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman sebanyak 100 orang. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 185 responden. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Data Karakteristik Responden Karakteristik Responden
No 1
2
3
4
Dusun Dusun Ngancar
Dusun Sanggrahan
%
Jenis Kelamin Laki – Laki 35 43 42,16% Perempuan 50 57 57,84% Usia (Tahun) 18 – 30 23 51 40% 31-40 18 18 19,46% 41-50 26 16 22,70% 51-60 18 15 17,84% Pendidikan Terakhir Pendidikan Rendah 51 22 40,56% Pendidikan Sedang 29 57 47,78% Pendidikan Tinggi 5 21 14,44% Pekerjaan Bekerja 54 62 62,70% Tidak Bekerja / Ibu 31 38 37,30% Rumah Tangga Berdasarkan data karakteristik responden yang terdapat pada tabel 4.3 akan
dijelaskan setiap data karakteristik responden yang diperoleh responden, sebagai berikut : 1. Jenis kelamin
Pada tabel 4.3 tampak sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan baik di Dusun Ngancar maupun di Dusun Sanggrahan dengan jumlah 107 responden (57,84%), sedangkan untuk responden laki-laki hanya terdapat 78 responden (42,16%). Hal ini sesuai dengan data kependudukan di Dusun Ngancar, Desa Glagaharjo dan Dusun Sanggrahan,Desa Condong Catur bahwa jumlah
32
penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Responden wanita yang banyak disebabkan karena penelitian dilaksanakan di pagi hari hingga siang hari yang menyebabkan sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga (IRT) yang sehari-hari berada dirumah. 2. Usia
Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden di Dusun Sanggrahan berada pada rentang usia 18-30 tahun dengan jumlah 51 responden, sedangkan di Dusun Ngancar responden paling banyak adalah usia dengan rentang 41-50 tahun . Rentang usia dengan jumlah responden yang paling sedikit adalah rentang usia 51-60 tahun dengan jumlah 33 responden (17,84%). Banyaknya responden di Dusun Ngancar dengan usia 41-50 tahun disebabkan penelitian yang dilakukan dari pagi hari hingga sore hari dengan sebagian besar responden Ibu Rumah Tangga yang memiliki rentang usia 41-50 tahun. Di Dusun Sanggrahan yang sebagian besar penduduknya adalah mahasiswa dan karyawan swata dengan rentang usia 18-30 tahun. Responden dengan rentang usia 51-60 tahun jarang ditemui karena usia tersebut sudah memasuki lanjut usia yang kebanyakan di usia 51-60 tahun daya tangkap seseorang akan menurun dan kebanyakan di usia tersebut responden sudah tidak dapat membaca. 3. Pendidikan
Sebagian besar responden di Dusun memiliki tingkat pendidikan rendah (60%) dan sebagian besar responden di Dusun Sanggrahan memiliki tingkat pendidikan sedang (57%). Perolehan data mengenai pendidikan responden dalam penelitian ini sesuai dengan data kependudukan di Desa Glagaharjopada tahun 2015 tingkat pendidikan terakhir terbanyak adalah SD dan Desa Condong Catur, pada tahun 2015 tingkat pendidikan terakhir terbanyak adalah SMA/SLTA. Berdasarkan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi bahwa program wajib belajar minimal sembilan tahun merupakan pendidikan minimal atau pendidikan dasar yang meliputi SD sampai dengan SMP. Tingkat pendidikan SMA/SLTA merupakan tingkat pendidikan lanjut. Pendidikan diperlukan untuk memperoleh infomasi yang berkaitan dengan kesehatan untuk meningkatkan kesehatan. Pendidikan dapat mempengaruhi sikap seseorang individu akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk hidup sehat (27).
33
4. Pekerjaan
Pekerjaan sangat berkaitan dengan status ekonomi, masyarakat dengan jenis pekerjaan yang memiliki penghasilan tinggi lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan kesehatan. Jenis pekerjaan sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah bekerja (62,70%), sedangkan responden yang tidak bekerja (37,30%), karena sebagian besar responden adalah Ibu Rumah Tangga (IRT). Hal ini disebabkan penelitian dilakukan pada hari aktif kerja yakni pagi hari hingga sore hari.
4.2.2 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Antibiotik Tujuan dari penelitian ini untuk melihat gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang antibiotik. Hasil jawaban responden mengenai pengetahuan tentang antibiotik, dapat kelompokkan dalam tiga tingkat pengetahuan yaitu pengetahuan tinggi, pengetahuan sedang dan pengetahuan rendah. Tingkat pengetahuan tinggi dapat dikatakan responden telah memahami dengan baik tentang antibiotik, tingkat pengetahuan sedang dapat dikatakan responden cukup memahami tentang antibiotik, sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan rendah dapat dikatakan bahwa responden kurang memahami antibiotik. Gambaran tingkat pengetahuan responden dapat dilihat pada tabel 4.4 Tabel 4.4 Data Persentase Tingkat Pengetahuan Responden Tingkat Pengetahuan Dusun Rendah Sedang Tinggi n % n % n % Dusun 37 43,53 26 30,59 22 25,88 Ngancar* Dusun Sanggrahan
22
22
49
49
29
29
∑ 85 100
Keterangan (*) adalah daerah pedesaan
Berdasarkan tabel 4.4 Diketahui sebagian besar responden di Dusun Ngancar (43,53%) memiliki tingkat pengetahuan rendah, sedangkan di Dusun Sanggrahan (49%) memiliki tingkat pengetahuan sedang. Sebagian besar responden di Dusun Ngancar yang memiliki tingkat pengetahuan rendah adalah responden dengan pendidikan SD, sedangkan di Dusun Sanggrahan (22%)
34
sebagian responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah adalah responden dengan pendidikan SMA. Hal ini disebabkan responden terbanyak pada penelitian di Dusun Sanggrahan adalah tingkat pendidikan terakhir SMA. Tingkat pengetahuan sedang di Dusun Ngancar (30,59%) yang sebagian besar respondennya dengan pendidikan terakhir SMP dan di Dusun Sanggrahan (49%) yang sebagian besar respondennya dengan pendidikan terakhir SMA. Tingkat pengetahuan tinggi di Dusun Ngancar (25,88%) yang sebagian besar respondennya dengan pendidikan terakhir SMA dan di Dusun Sanggrahan (29%) yang sebagian besar respondennya dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi. Pendidikan mempengaruhi perilaku, pola hidup, terutama sikap berperan dalam perkembangan kesehatan. Semakin tinggi tingkat kesehatan seseorang, maka semakin tinggi informasi yang diperoleh seseorang sehingga semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang pendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang tinggi pula, namun sebagian besar responden di Dusun Sanggrahan yang memiliki pengetahuan rendah adalah responden yang pendidikan terakhirnya SMA. Menurut teori pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, karena Pendidikan mempengaruhi cara berfikir serta dalam pngambilan keputusan dan dalam membuat kebijakan di mana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang tinggi, namun tidak semua orang yang memiliki pendidikan rendah akan memiliki pengetahuan yang rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal akan tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non formal (9).
35
Tabel 4.5. Item Penilaian Pengetahuan Antibiotik Responden Berdasarkan Jawaban Yang Benar Soal Pengetahuan
1. Antibiotik adalah obat yang dapat membunuh bakteri 2. Antibiotik dapat digunakan untuk mengobati infeksi karena virus 3. Antibiotik dapat menyembuhkan semua infeksi 4. Antibiotik dapat mengurangi nyeri pada tubuh 5. Antibiotik dapat menyembuhkan demam 6. Paracetamol adalah antibiotik 7. Amoksisilin adalah antibiotik 8. Antasida adalah antibiotik 9. Aspirin adalah generasi baru antibiotik 10. Resistensi antibiotik artinya bakteri tidak dapat dibunuh oleh antibiotik 11. Penggunaan antibiotik yang berlebih dapat menyebabkan resisten antibiotik / bakteri menjadi kebal 12. Antibiotik dapat menyebabkan alergi 13. Semua antibiotik tidak memiliki efek samping 14. Antibiotik masih tetap efektif meskipun resep antibiotik tidak dihabiskan 15. Anda dapat menghentikan konsumsi antibiotik ketikasudah sembuh 16. Antibiotik dapat digunakan untuk mengobati batuk dan demam biasa 17. Antibiotik tidak dapat membunuh bakteri yang biasa hidup di kulit dan usus 18. Jika antibiotik dikonsumsi dibawah dosis yang dianjurkan maka terjadi resistensi antibiotik 19. Jika antibiotik dikonsumsi dua kali lipat dari dosis yang dianjurkan, efek antibiotik akan menjadi semakin kuat
Jawaban Benar
Benar
(%) Responden yang Benar Dusun Ngancar
92,94
Dusun Sanggrahan
87
Salah
18,82
22
Salah
35,29
63
Salah
29,41
31
Salah
49,41
56
Salah Benar Salah
54,12 74,12 64,71
55 86 57
Salah
45,88
46
Benar
52,94
68
Benar
75,29
87
Benar
50,59
68
Salah
68,24
78
Salah
65,88
65
Salah
30,59
62
Salah
43,53
46
Salah
52,94
65
Salah
30,59
30
Salah
60
72
36
Pada tabel 4.5 Menunjukkan seberapa besar pengetahuan responden mengenai pertanyaan-pertanyaan tentang antibiotik. Pada jumlah persentase setiap jawaban di mana Dusun Sanggrahan lebih baik pengetahuannya dibandingkan Dusun Ngancar. Hal tersebut karena Dusun Sanggrahan merupakan daerah perkotaan yang dapat dengan mudah menerima informasi terkait antibiotik dibandingkan Dusun Ngancar dan juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Lithuania bahwa responden yang bertempat tinggal di pedesaan memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta kurangnya pengetahuan tentang antibiotik, sedangkan responden yang bertempat tinggal di perkotaan memiliki tingkat pendidikan yang tinggi serta lebih mengetahui antibiotik dan telah menggunakan antibiotik secara rasional. Pada pertanyaan pertanyaan yang sebagian besar responden kurang mengetahui tentang antibiotikakan dibahas dibawah ini. Pengetahuan responden di Dusun Ngancar maupun Dusun Sanggrahan masih memiliki pengetahuan yang kurang terkait antibiotik dapat digunakan untuk infeksi karena virus. Hal tersebut sebanding dengan penelitian yang dilakukan di New Jersey (70%) dan Malaysia (67,2%) bahwa responden mengira antibiotik dapat digunakan sebagai pengobatan infeksi karena virus. Alasan lain yang menyebabkan masyarakat masih banyak mengira antibiotik dapat digunakan untuk pengobatan akibat virus karena selama konseling dokter biasa menggunakan istilah kuman bukan dengan istilah mikrobiologi seperti bakteri atau virus(28,29). Kemudian pertanyaan terkait penyakit yang memerlukan antibiotik, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden di Dusun Ngancar (29,41%) dan Dusun Sanggrahan (31%) menjawab antibiotik tidak dapat digunakan untuk mengurangi nyeri pada tubuh, sedangkan sebagian besar sisanya menjawab antibiotik mampu mengurangi nyeri pada tubuh. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan, bahwa sebagian besar responden menjawab antibiotik dapat menghilangkan nyeri pada tubuh
(23,28,30,31)
.
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman yang berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri dapat diobati dengan analgetika yaitu obat penghilang rasa sakit yang dapat mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran
(12)
. Dapat disimpulkan bahwa antibiotik bukanlah obat untuk
37
menghilangi rasa nyeri pada tubuh, namun kebanyakan reponden mengira antibiotik adalah obat yang mampu menyembuhan segala jenis penyakit. Sebagian besar responden di Dusun Ngancar (69,41%) dan responden di Dusun Sanggrahan (51%) menggunakan antibiotik untuk menyembuhkan demam. Hasil penelitian ini sejalan dengan beebrapa penelitian yang telah dilakukan, bahwa sebagian besar responden menggunakan antibiotik untuk menyembuhkan demam
(23,28)
. Demam merupakan gejala bukan penyakit, yang merupakan respon
normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi karena mikroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus atau bisa juga dikarenakan dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun. Responden yang mengira antibiotik dapat digunakan untuk demam kemungkinan karena kurangnya edukasi yang diberikan oleh dokter kepada pasien tentang penggunaan antibiotik secara benar (28). Selain itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden mampu menjawab dengan benar bahwa amoxicillin adalah antibiotik, sedangkan paracetamol, antasida dan aspirin bukanlah antibiotik, dengan demikian responden di Dusun Sanggrahan dan Dusun Ngancar sebagian besar sudah dapat membedakan mana antibiotik dan mana yang bukan antibiotik. Penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan bahwa sebagian besar responden mengetahui contoh obat antibiotik
(23,28)
. Namun masih
terdapat sebagian kecil responden yang tidak dapat membedakan mana antibiotik, mana obat yang bukan termasuk antibiotik. Hal ini disebabkan bahwa responden pada umumnya tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk membedakan antara antibiotik dengan obat-obatan lainnya yang umum digunakan. Masyarakat lebih akrab dengan nama dagang bukan nama generik, dan jarang mencatat namanama obat yang mereka gunakan, atau tidak mendapatkan informasi yang cukup dari penyedia layanan kesehatan (28). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian responden menjawab dengan benar bahwa penggunaan antibiotik yang berlebih dapat menyebabkan bakteri menjadi lebih kebal. Menurut WHO 2012, ketidaktepatan atau ketidakrasionalan penggunaan antibiotik merupakan penyebab paling utama
38
menyebarnya mikroorganisme resisten. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian yang dilakukan bahwa sebagian besar responden mengetahui penggunaan
antibiotik
yang
berlebih
dapat
menyebabkan
resistensi
antibiotik(23,28,32). Sebagian besar responden di Dusun Ngancar menjawab bahwa mereka akan berhenti mengkonsumsi antibiotik ketika sembuh. Kebanyakan responden mengetahui bahwa ketika sudah merasa baikan tidak perlu mengkonsumsi antibiotik lagi. Hal ini akan menyebabkan resistensi antibiotik, dimana seharusnya penggunaan antibiotik harus diminum sampai habis walaupun sudah merasa baikan. Penggunaan antibiotik yang tidak habis akan membunuh bakteri yang sensitif dan meninggalkan bakteri yang masih kuat, selanjutnya bakteri yang masih hidup akan menjadi resisten/kebal dan berkembang biak, dan memerlukan antibiotik yang lebih kuat ketika mengalami infeksi berikutnya (34). 4.2.3 Sikap Responden terhadap penggunaan antibiotik Tujuan dari penelitian ini untuk melihat gambaran sikap masyarakat selama penggunaan antibiotik. Hasil jawaban responden mengenai sikap dalam penggunaan antibiotik dapat kelompokkan berdasarkan dua tingkatan yaitu sikap positif dan sikap negatif. Responden dapat dikatakan memiliki sikap positif apabila responden menggunakan antibiotik secara rasional selama penggunaan antibiotik, sedangkan responden dikatakan memiliki sikap yang negatif apabila selama penggunaan antibiotik tidak menggunakan antibiotik secara rasional. Gambaran tingkat sikap responden dapat dilihat pada tabel 4.6 Tabel 4.6 Data Persentase Sikap Responden Terhadap Penggunaan Antibiotik Sikap Terhadap Penggunaan Antibiotik Desa Negatif Positif n % N % Dusun 53 62,35 32 37,65 Ngancar* Dusun 49 49 51 51 Sanggrahan Keterangan (*) adalah daerah pedesaan
39
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek dan sikap dapat diposisikan sebagai hasil evaluasi terhadap obyek yang diekspresikan ke dalam proses-proses kognitif, afektif (emosi) dan perilaku
(101)
. Pada tabel 4.6 Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden di
Dusun Ngancar (62,35%) memiliki sikap yang buruk dalam penggunaan antibiotik, sedangkan di Dusun Sanggrahan (51%) memiliki sikap yang positif dalam penggunaan antibiotik. Sebagian besar responden di Dusun Ngancar yang memiliki sikap negatif dalam penggunaan antibiotik adalah responden dengan tingkat pendidikan rendah, sedangkan responden di Dusun Sanggrahan yang memiliki sikap yang negatif adalah responden dengan tingkat pendidikan sedang. Responden di Dusun Ngancar yang memiliki sikap yang positif adalah responden dengan tingkat pendidikan rendah, sedangkan responden di Dusun Sanggrahan yang memiliki sikap yang positif adalah responden dengan tingkat pendidikan tinggi. Seseorang akan melakukan tindakan karena adanya pengetahuan dan sikap yang dimilikinya. Salah satu yang diperlukan agar dapat berbuat sesuatu adalah mempunyai pengetahuan. Sikap yang dilandasi dengan pengetahuan akan lebih baik dibandingkan sikap tanpa pengetahuan yang baik tentang antibiotik. Responden dengan sikap yang positif harus dipertahankan agar tidak terjadi peningkatan resistensi antibiotik yang dikarenakan penggunaan obat yang salah sedangkan, responden dengan sikap yang negatif dalam penggunaan antibiotik perlu diberikan informasi yang baik tentang penggunaan antibiotik yang rasional(10). Tabel 4.7 Item Penilaian Sikap Responden Terhadap Penggunaan Antibiotik Dusun Ngancar Dusun Sanggrahan Tidak Tidak Pernyataan Sikap Setuju Setuju Setuju Setuju n (%) n (%) n (%) n (%) 1. Ketika demam, saya mengkonsumsi anibiotik 59 (69,41) 26 (30,59)* 51 (51) 49 (49)* agar cepat sembuh 2. Saya harap dokter dapat meresepkan antibiotik untuk 54 (63,53) 31 (36,47)* 46 (46) 54 (54)* penyakit demam biasa
40
Lanjutan tabel Dusun Ngancar Pernyataan Sikap
3. Saya akan berhenti mengkonsumsi antibiotik ketika merasa lebih baik. 4. Jika anggota keluarga saya sakit yang penyakitnya sama dengan saya, saya akan memberikan antibiotik yang saya punya 5. Biasanya saya menyimpan antibiotik dirumah sebagai persediaan jika ada yang sakit 6. Saya akan menggunakan antibiotik sisa ketika saya sakit 7. Saya tidak perlu ke dokter untuk mendapatkan resep jika saya sudah mengetahui antibiotik yang sesuai dengan penyakit saya 8. Saya akan mengkonsumsi antibiotik sesuai dengan instruksi penggunaan obat yang ada di label 9. Biasanya saya akan melihat tanggal kadaluarsa dari antibiotik sebelum mengkonsumsinya
Dusun Sanggrahan Tidak Setuju Setuju n (%) n (%)
Setuju n (%)
Tidak Setuju n (%)
46 (54,12)
39 (45,88)*
49 (49)
51 (51)*
38 (44,71)
47 (55,29)*
30 (30)
70 (70)*
38 (44,71)
47 (55,29)*
48 (48)
52 (52)*
14 (16,47)
71 (83,53)*
23 (23)
77 (77)*
23 (27,06)
62 (72,94)*
16 (16)
84 (84)*
73(85,88)*
12 (14,12)
97 (97)*
3 (3)
85 (100)*
-
97 (97)*
3 (3)
Keterangan (*) adalah sikap yang positif.
Pada tabel 4.7 Menunjukkan sikap masyarakat yang tepat mengenai pertanyaan-pertanyaan tentang sikap dalam penggunaan antibiotik. Sikap responden dalam penggunaan antibiotik di Dusun Sanggrahan lebih baik dibandingkan sikap di Dusun Ngancar. Hal tersebut karena Dusun Sanggrahan merupakan daerah perkotaan yang sebagian besar responden telah menggunakan antibiotik secara rasional. Pada pertanyaan yang sebagian responden menunjukkan sikap yang kurang tepat akan dibahas di bawah ini.
41
Responden di Dusun Ngancar dan di Dusun Sanggrahan menunjukkan sikap yang buruk terkait penggunaan antibiotik ketika demam dengan tujuan agar cepat sembuh. Tetapi beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, bahwa sebagian besar responden tidak menggunakan antibiotik ketika demam
(7,28,30)
. Sebuah
penelitian mengungkapkan bahwa pentingnya pendidikan masyarakat yang ditujukan kepada sikap masyarakat dalam penggunaan antibiotik untuk mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak tepat
(35)
. Hal ini karena
kebanyakan reponden mengira antibiotik adalah obat yang mampu menyembuhan segala penyakit. Oleh karena itu, pentingnya pasien di edukasi mengenai perbedaan antara infeksi virus dan bakteri dan memberikan nasehat untuk tidak menggunakan antibiotik sebagai pengobatan penyakit karena virus (23). Sebagian besar responden di Dusun Ngancar (63,53%) dan responden di Dusun Sanggrahan (46%) setuju menggunakan antibiotik untuk menyembuhkan demam. Demam merupakan gejala bukan penyakit, yang merupakan respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi karena mikroorganisme masuk kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus atau bisa juga dikarenakan dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun. Responden yang mengira antibiotik dapat digunakan untuk demam kemungkinan karena kurangnya edukasi yang diberikan oleh dokter kepada pasien tentang penggunaan antibiotik secara benar (28). Sebagian besar responden di Dusun Ngancar (55,29%) dan responden di Dusun Sanggrahan (70%) tidak setuju memberikan antibiotik yang mereka punya ketika ada keluarga mereka yang penyakitnya sama dengan mereka. Namun masih ada sebagian kecil responden setuju memberikan antibiotik yang mereka punya untuk keluarga yang penyakitnya sama dengan mereka. Alasan responden tidak membeli lagi antibiotik dengan resep dokter dan langsung memberikan kepada keluarga yang penyakitnya sama adalah karena mereka dapat menghemat waktu dan uang. Pada pertanyaan tentang penggunaan antibiotik tanpa resep dokter meskipun mengetahui antibiotik untuk penyakitnya, sebagian besar responden di Dusun Ngancar (72,94%) dan di Dusun Sanggrahan (84%) menjawab tidak setuju
42
menggunakan antibiotik tanpa resep dokter meskipun mengetahui antibiotik untuk penyakitnya, namun masih terdapat sebagian kecil masyarakat yang menggunakan antibiotik tanpa resep dokter meskipun mengetahu antibiotik untuk penyakitnya. Masyarakat tidak seharusnya menjadi dokter atas dirinya sendiri, karena diagnosa masyarakat terhadap dirinya sendiri belum tentu benar dan dosis serta jenis antibiotik yang dipilih juga belum tentu benar, seperti penggunaan antibiotik untuk penyembuhan gejala flu seharusnya tidak perlu karena flu bersifat self limiting (36). Dalam penelitian ini responden di Dusun Ngancar (100%) dan responden di Dusun Sanggrahan (97%) menunjukkan sikap yang positif untuk melihat tanggal kadaluarsa dari obat tersebut sebelum menggunakannya, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Malaysia (92,2%), di Nigeria (93,3%) bahwa mereka akan melihat tanggalkadaluarsa dari antibiotik sebelum menggunakanya
(23,28)
.
Informasi masa kadaluarsa suatu obat sangat penting untuk menjamin obat hingga tanggal yang tertera pada kemasan, obat masih terjaga potensi dan keamanannya bila digunakan dan dikonsumsi sehingga hasil yang diperoleh tetap optimal.
4.3
Hubungan Karakteristik Responden terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap penggunaan Antibiotik Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan
masyarakat dan sikap penggunaan antibiotik terhadap variabel-variabel yang diteliti. Analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS 20 dengan analisis uji ChiSquare. Hasil uji tersebut untuk melihat variabel-variabel yang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan sikap penggunaan. Gambaran variabel-variabel yang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan sikap penggunaan dapat dilihat pada tabel 4.8.
43
Tabel 4.8 Hubungan Karakteristik Rsponden Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Dalam Penggunaan Antibiotik
No
Variabel yang diukur
Pengetahuan Masyarakat Tinggi Sedang
1
2
Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan Usia (tahun) 18 – 30 31 – 40 41 – 50 51 – 60
3
4
5
Pendidikan Terakhir Pendidikan Tinggi Pendidikan Sedang Pendidikan Rendah Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja/ Ibu Rumah Tangga Sumber Informasi Dokter Apotek Keluarga Teman TV Dll (Internet, Bidan)
P Value
Rendah
Sikap Penggunaan Antibiotik Positif
Negatif
37 46
45 57
34 19 18
39 16 23
21 30
37 38
24 35
20 14 9
31 13 16
22 8 16
8
15
13
12
24
24
32
17
45
28
29
37
20
51
35
6
6
14
6
20
9
36
61
80
26
2
36
41
56
23
34 3 6 5 2
50 15 1 3 1
35 8 6 0 2
60 7 6 5 2
59 19 7 3 3
1
5
8
3
11
0,526
0,566
0,031*
0,104
0,012*
P Value
0,950
0,349
0,002*
0,484
0,108*
Keterangan (*) adalah hasil yang signifikan pada α=10%
Pada faktor pendidikan terdapat hubungan yang signifikan terhadap pengetahuan masyarakat tentang antibiotik dan sikap penggunaan antibiotik. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan antara tingkat pendidikan masyarakat terhadap pengetahuan tentang antibiotik (p=0,031) dan sikap dalam penggunaan
44
antibiotik (p=0,004). Hal ini terbukti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin baik pengetahuan seseorang tentang antibiotik dan semakin baik pula sikap seseorang tersebut dalam penggunaan antibiotik. Pada pendidikan tinggi – sedang sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang sedang terkait antibiotik, hal ini mungkin dikarenakan karena kurangnya informasi antibiotik yang didapat di masyarakat. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan pengetahuan
(7,23,28,30,33)
. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa Pendidikan mempengaruhi perilaku, pola hidup, terutama sikap berperan dalam perkembangan kesehatan. Semakin tinggi tingkat kesehatan seseorang, maka semakin banyak informasi yang diperoleh sehingga semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang (27). Sumber informasi berpengaruh terhadap pengetahuan masyarakat tentang antibiotik (p=0,012), namun tidak berpengaruh terhadap sikap seseorang dalam menggunakan antibiotik (p=0,108). Sumber informasi yang biasa diperoleh masyarakat biasanya terkait tentang pengetahuan umum tentang antibiotik dan sedikit informasi terkait hal-hal yang perlu diperhatikan selama penggunaan antibiotik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memilih dokter sebagai sumber informasi terpercaya untuk mengetahui informasi tentang antibiotik, hal ini mungkin setiap masyarakat yang memeriksakan diri ke dokter dan mendapat resep tentang antibiotik akan mendapatkan informasi tentang cara penggunaan antibiotik dari dokter. Sumber informasi adalah segala hal yang dapat digunakan seseorang sehingga mengetahui tentang hal yang baru
(9)
, di mana dalam penelitian ini sumber informasi yang
dimaksud adalah bagaimana cara memperoleh antibiotik, cara penggunaan antibiotik, antibiotik yang sesuai jenis penyakit, dan lain lain. Penggunaan antibiotik harus memenuhi tepat dosis, tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat dan lama pemberian obat, di mana ketika menjalani pengobatan menggunakan antibiotik (dosis dan aturan pakainya) harus dengan resep dokter dan juga penjelasan dari apoteker. Dalam pengobatan penyakit infeksi, pemberian antibiotik perlu diperhatikan dengan serius karena tidak semua penyakit infeksi memerlukan antibiotik. Informasi yang kurang akurat dapat berdampak pada
45
pengobatan, seperti informasi tentang konsumsi obat, durasi yang kurang tepat dapat menyebabkan resistensi.
4.4
Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Terhadap Sikap Penggunaan Antibiotik Di Masyarakat Dusun Ngancar Dan Dusun Sanggrahan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan masyarakat terhadap sikap penggunaan antibiotik. Analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS 20 dengan analisis Chi-Square. Hasil uji tersebut untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap sikap penggunaan antibiotik. Gambaran hubungan tingkat pengetahuan dan sikap penggunaan dapat dilihat pada tabel 4.9 dan tabel 4.10.
Tabel 4.9 Hubungan Antara Pengetahuan Terhadap Sikap Penggunaan Antibiotik Di Masyarakat Dusun Ngancar. Variabel Sikap P Value Positif n (%) Negatif n (%) Tingkat Pengetahuan Tinggi 18 (21,18%) 4 (4,71%) 0,000* Sedang 10 (11,76%) 16(18,82%) Rendah 4 (4,71%) 33 (38,82%) Keterangan (*) adalah hasil yang signifikan pada α=10%
Pada tabel 4.9 terdapat terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan masyarakat terhadap sikap dalam penggunaan antibiotik di Masyarakat Dusun Ngancar (p=0,000). Sebagian besar responden (21,18%) dengan tingkat pengetahuan tinggi memiliki sikap yang positif dalam penggunaan antibiotik, sedangkan sebagian besar responden dengan tingkat pengetahuan rendah memiliki sikap yang negatif dalam penggunaan antibiotik (38,82%). Pada responden dengan tingkat pengetahuan sedang sebagian besar memiliki sikap yang negatif dalam penggunaan antibiotik, hal ini mungkin dikarenakan masih kurangnya kesadaran responden terhadap kesehatan dan juga mungkin dikarenakan karena masih kurangnya informasi terkait penggunaan antibiotik yang baik dan benar.
46
Tabel 4.10 Hubungan Antara Pengetahuan terhadap Sikap Penggunaan Antibiotik di Masyarakat Dusun Sanggrahan Variabel Sikap P Value Positif n (%) Negatif n (%) Tingkat Pengetahuan Tinggi 23 (23%) 6 (6%) 0,001* 20 (20%) 29 (29%) Sedang 8 (8%) 14 (14%) Rendah Keterangan (*) adalah hasil yang signifikan pada α=10%
Pada tabel 4.10 terdapat terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan masyarakat terhadap sikap dalam penggunaan antibiotik di masyarakat Dusun Sanggrahan (p=0,001), sebagian besar responden dengan tingkat pengetahuan tinggi memiliki sikap yang positif dalam penggunaan antibiotik (23%) dan responden dengan tingkat pengetahuan rendah sebagian besar memiliki sikap yang negatif dalam penggunaan antibiotik (14%). Pada responden dengan tingkat pengetahuan sedang sebagian besar memiliki sikap yang negatif dalam penggunaan antibiotik, hal ini mungkin dikarenakan masih kurangnya kesadaran responden terhadap kesehatan dan juga mungkin dikarenakan karena masih kurangnya informasi terkait penggunaan antibiotik yang baik dan benar. Beradasarkan analisis data terkait hubungan antara pengetahuan dan sikap masyarakat di Dusun Ngancar dan Dusun Sanggrahan didapatkan bahwa hasil pengetahuan yang terdapat di Dusun Ngancar berpengaruh signifikan terhadap sikap responden dalam penggunaan antibiotik, begitupun juga pada Dusun Sanggrahan bahwa pengetahuan masyarakat berpengaruh signifikan terhadap sikap dalam penggunaan antibiotik. Pengetahuan sangat penting dalam membentuk sikap atau tindakan seseorang. Seseorang akan melakukan tindakan karena adanya pengetahuan dan sikap yang dimilikinya. Salah satu yang diperlukan agar dapat berbuat sesuatu adalah mempunyai pengetahuan. Sikap yang dilandasi dengan pengetahuan akan lebih baik dibandingkan sikap tanpa pengetahuan yang baik tentang antibiotik
(8)
. Hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa seseorang dengan tingkat pengetahuan yang tinggi pasti memiliki sikap yang baik dalam penggunaan antibiotik, namun tidak semua responden yang memiliki pengetahuan tinggiakan memiliki sikap yang positif
47
dalam penggunaan antibiotik, hal ini mungkin responden tidak memperdulikan kesehatannya. WHO juga sudah menyampaikan cara pengendalian dan pencegahan agar tidak meningkatkan resistensi antibiotik, di mana penyebab utama dalam resistensi antibiotik adalah penyalahgunaan dan terlalu sering menggunakan antibiotik. Beberapa langkah yang dapat dilakukan masyarakat untuk mengurangi dan membatasi penyebaran resistensi, seperti menghabiskan antibiotik yang diresepkan, tidak berbagi antibiotik dengan orang lain, hanya menggunakan antibiotik
yang diresepkan oleh professional kesehatan (dokter), tidak
menggunakan sisa antibiotik dan lain lain
(37)
. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa masih banyak responden yang menggunakan antibiotik yang tidak rasional yang dikarenakan karena kurangnya pengetahuan tentang antibiotik, sehingga dapat menyebabkan peningkatan resistensi antibiotik yang dapat membahayakan tubuh.
4.5
Perbedaan antara pengetahuan dan sikap dalam penggunaan antibiotik di Dusun Ngancar dan di Dusun Sanggrahan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara tingkat
pengetahuan masyarakat dan sikap penggunaan antibiotik di Dusun Ngancar dan Dusun Sanggrahan. Analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS 20 dengan analisis Mann Whitney. Hasil uji tersebut untuk mengetahui perbedaan antara tingkat pengetahuan dan sikap penggunaan antibiotik di Dusun Ngancar dan Dusun Sanggrahan. Gambaran perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap penggunaan antibiotik di Dusun Ngancar dan Dusun Sanggrahan dapat dilihat pada tabel 4.11 dan tabel 4.12 Tabel 4.11 Perbedaan tingkat pengetahuan responden di Dusun Ngancar dan di Dusun Sanggrahan Variabel Dusun Ngancar* Dusun Sanggrahan
Rendah n (%)
Pengetahuan Sedang n (%)
Tinggi n (%)
37(43,53)
26(30,59)
22(25,88)
P Value
0,027 22(22)
Keterangan (*) adalah daerah pedesaan
49(49)
29(29)
48
Pada Tabel 4.11 Terdapat terdapat perbedaan yang bermakna antara tingkat pengetahuan antibiotik di Masyarakat Dusun Ngancar dan Dusun Sanggrahan (p=0,027), di mana pengetahuan masyarakat di Dusun Sanggrahan lebih baik dibandingkan pengetahuan masyarakat di Dusun Ngancar, hal ini karena sebagian besar responden Dusun Sanggrahan memiliki pengetahuan yang sedang terkait antibiotik, sedangkan sebagian besar responden Dusun Ngancar memiliki tingkat pengetahuan yang rendah terkait antibiotik.
Tabel 4.12 Perbedaan Sikap Dalam Penggunaan Antibiotik Responden Di Dusun Ngancar Dan Dusun Sanggrahan Variabel Dusun Ngancar* Dusun Sanggrahan
Sikap Negatif n (%)
Positif n (%)
53 (62,35%)
32 (37,65)
P Value
0,070 49 (49)
51 (51)
Keterangan (*) adalah daerah pedesaan
Pada Tabel 14. Terdapat perbedaan yang bermakna antara sikap dalam penggunaan antibiotik di masyarakat Dusun Sanggrahan dan masyarakat di Dusun Ngancar (p=0,070), di mana sikap penggunaan antibiotik di Dusun Sanggrahan lebih baik dibandingkan Dusun Ngancar. Beradasarkan analisis uji Mann Whitney diperoleh perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap penggunaan antibiotik di Dusun Ngancar dan Dusun Sanggrahan dengan nilai P<0,10 sehinggan H1 diterima. Responden dari Dusun Ngancar memiliki tingkat pengetahuan yang lebih rendah dan sebagian besar responden memiliki sikap yang negatif, karena dusun ini berada di pedesaan yang lebih susah untuk mendapatkan fasilitas kesehatan, dengan fasilitas kesehatan hanya berupa puskesmas, sedangkan Dusun Sanggrahan memiliki tingkat pengetahuan tentang antibiotik yang lebih tinggi dan sikap penggunaan antibiotik yang positif, karena dusun ini merupakan daerah perkotaan yang dapat dengan mudah memperoleh fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Lithuania bahwa responden yang bertempat tinggal di pedesaan memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta
49
kurangnya pengetahuan tentang antibiotik. Sedangkan responden yang bertempat tinggal di perkotaan memiliki tingkat pendidikan yang tinggi serta lebih mengetahui antibiotik dan telah menggunakan antibiotik secara rasional (8).
4.6 1.
Keterbatasan Penelitian
Kuesioner yang digunakan oleh peneliti hanya diukur dengan nilai benar dan salah sehingga dapat memungkinkan timbulnya bias karena responden dapat menebak jawaban namun belum tentu paham jawaban yang sebenarnya.
2.
Kurangnya data jenis penggunaan antibiotik yang sering digunakan di masing-masing dusun