perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Kelurahan Pandeyan merupakan salah satu dari 7 Kelurahan di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta, DIY. Ketujuh Kelurahan tersebut antara lain: Kelurahan Pandeyan, Kelurahan Sorosutan, Kelurahan Giwangan, Kelurahan Warungboto, Kelurahan Muja Muju, Kelurahan Semaki, dan Kelurahan Tahunan. Secara administratif Kelurahan Pandeyan berbatasan dengan: Tabel IV.1 Batas Wilayah Kelurahan Pandeyan Sebelah Utara
Sebelah Selatan
Kelurahan Tahunan, Kelurahan Warungboto Kelurahan Prenggan, Kelurahan Giwangan, Kelurahan Sorosutan
Sebelah Timur
Sungai Gajah Wong, Kelurahan Prenggan
Sebelah Barat
Kelurahan Wirogunan
Sumber : Profil Desa dan Kelurahan Pandeyan, Desember 2014 Kelurahan Pandeyan memiliki luas wilayah sebesar 118.499 Hektar, terdiri dari 13 RW dan 51 RT. Wilayah ini memiliki ketinggian rata-rata 114 meter di atas permukaan laut (mdpl) dengan curah hujan sebanyak 2.496.50 mm per hujan. Adapun data luas wilayah menurut penggunaan di Kelurahan Pandeyan adalah sebagai berikut:
commit to user 43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Tabel IV.2 Luas Wilayah Menurut Penggunaan di Kelurahan Pandeyan Luas Pemukiman
105, 50 Ha
Luas Persawahan
1, 00 Ha
Luas Perkebunan
-
Luas Kuburan
1, 10 Ha
Luas Pekarangan
1, 27 Ha
Luas Taman
0, 66 Ha
Luas Perkantoran
0, 27 Ha
Luas Prasarana Umum Lainnya
10,73 Ha
Sumber : Profil Desa dan Kelurahan Pandeyan, Desember 2014 Kelurahan Pandeyan merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk cukup tinggi, yakni sebesar 9.886,16 per km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 11.715 jiwa dari 3.603 KK. Rincian penduduk menurut jenis kelamin Perempuan sebanyak 5.918 jiwa dan penduduk Laki-laki sebanyak 5.797 jiwa. Kelurahan Pandeyan merupakan wilayah dengan penduduk beraneka ragam kepercayaan agama, namun mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Adapun rincian komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin adalah sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Tabel IV.3 Penduduk Kelurahan Pandeyan Menurut Kelompok Umur & Jenis Kelamin Umur
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
0-04
454
408
862
05-09
501
473
974
10-14
503
467
970
15-19
470
455
925
20-24
398
422
820
25-29
472
498
970
30-34
510
522
1.032
35-39
484
505
989
40-44
438
477
915
45-49
389
393
782
50-54
331
402
733
55-59
319
321
640
60-ke atas
528
575
1.103
Jumlah
5797
5918
11.715
Sumber : Profil Desa dan Kelurahan Pandeyan, Desember 2014 Kelurahan Pandeyan merupakan suatu wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan letak wilayah Kelurahan Pandeyan yang strategis, serta kondisi lingkungan hidup yang masih baik. Data potensi sumber daya alam yang ada di wilayah ini adalah sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Tabel IV.4 Kualitas Air Minum Kelurahan Pandeyan Berwarna
Berasa
Baik
Mata Air
Tidak
Tidak
Ya
Sumur Gali
Tidak
Tidak
Ya
Sumur Pompa
Tidak
Tidak
Ya
PAM
Tidak
Tidak
Ya
Depot Isi Ulang
Tidak
Tidak
Ya
Sumber : Profil Desa dan Kelurahan Pandeyan, Desember 2014 Tabel IV.5 Ruang Publik/ Taman di Kelurahan Pandeyan Ruang Publik/
Tingkat Pemanfaatan
Keberadaan
Luas
Taman Kota
Ada
200, 00 M2
Aktif
Taman Bermain
Ada
400, 00 M2
Aktif
Ada
5.000, 00 M2
Aktif
Taman
Taman Desa/ Kelurahan
(Aktif/Pasif)
Sumber : Profil Desa dan Kelurahan Pandeyan, Desember 2014
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
B. Kondisi Lingkungan Kampung Gambiran
Gambar IV.1 Peta Kampung Gambiran RW 08 Sumber : Google Maps Batas administratif Kampung Gambiran RW 08 adalah sebagai berikut: Tabel IV.6 Batas Wilayah Kampung Gambiran Sebelah Utara
Jl. Ki Penjawi
Sebelah Selatan
Jl. Perintis Kemerdekaan
Sebelah Timur
Sungai Gajah Wong, Kelurahan Prenggan Kota Gede
Sebelah Barat
Jl. Gambiran
Sumber : Data Kampung Gambiran Kampung Gambiran RW 08 terdiri dari 5 RT yaitu RT 30, 31, 32, 45, 47. Dari data Tahun 2012 jumlah KK di wilayah RW 08 Gambiran sebanyak 381 KK dengan jumlah penduduk sebanyak 791 jiwa dengan klasifikasi commit to user lansia sebanyak 131 jiwa, usia produktif 352 jiwa, usia sekolah 230 jiwa, dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
sisanya usia anak-anak. Kondisi penduduknya heterogen dengan kondisi strata sosial menengah ke bawah. Warga Gambiran sebagian besar berprofesi sebagai PNS, Wiraswasta dan Pegawai Pemerintahan Kota Yogyakarta, dimana sebagian besar warga merupakan migran atau pendatang dari luar wilayah. Wilayah Kampung Gambiran RW 08 dulu hanya terdapat beberapa rumah, namun karena kebutuhan akan lahan pemukiman yang terus bertambah maka banyak pemukiman-pemukiman baru yang dibangun di di wilayah ini. Meskipun berada di kawasan perkotaan namun semangat dan kegiatan gotong royong masih terpelihara dan berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya komitmen warga dalam mewujudkan Kampung Hijau di Gambiran yang selaras dengan lingkungan (Komunitas Kampung Hijau Gambiran RW 08). C. Latar Belakang Pengembangan Kampung Hijau di Gambiran Pengelolaan lingkungan hidup mempunyai ruang lingkup yang luas dengan cara yang beraneka pula. Salah satu diantaranya perencanaan pengelolaan untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan, baik karena sebab alamiah maupun karena tindakan manusia. Akhir-akhir ini pengelolaan lingkungan yang mendapat perhatian ialah untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan lebih bersifat reaktif, yaitu bereaksi terhadap suatu perencanaan atau keadaan tertentu. Reaksi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pencemaran maupun reaksi terhadap bencana alam yang terjadi secara alamiah seperti banjir dan lain sebagainya (Soemarwoto, 1991: 86-88). Kampung Gambiran merupakan salah satu kampung yang berada di kota Yogyakarta. Kampung yang terletak di wilayah perkotaan tentu sangat identik dengan berbagai macam pencemaran lingkungan, baik pencemaran udara, air, tanah dan lain sebagainya. Lokasi kampung yang berada di perkotaan sarat dengan polusi udara yang timbul dari adanya lalu lalang kendaraan bermotor. Sebelum dipindahkan pada tahun 2004 di sebelah Barat Kampung Gambiran dulunyacommit terdapattoTerminal Umbulharjo yang merupakan user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
tempat pemberhentian bus-bus yang melintas di Yogyakarta. Lalu lalang bus yang melintasi wilayah sekitar Kampung Gambiran berdampak pada tingginya polusi udara dari asap yang dikeluarkan. Kondisi tersebut tidak hanya menimbulkan pencemaran udara, suara bus yang sering melintas juga menimbulkan kebisingan yang dapat dikategorikan sebagai pencemaran suara. Lokasi Kampung Gambiran di sebelah Barat Sungai Gajah Wong juga menimbulkan masalah pencemaran. Berbagai macam pencemaran dapat ditemukan di Sungai Gajah Wong. Kondisi ini berdampak pada lingkungan Kampung Gambiran yang terkesan kumuh dan cenderung kotor. Perilaku masyarakat
kurang
peduli
terhadap
lingkungan
khususnya
sungai,
menimbulkan pandangan bahwa sungai merupakan tempat sampah bersama bagi masyarakat. Masyarakat berpandangan bahwa berbagai macam sampah baik sampah padat, cair, dan lain sebagainya sah-sah saja apabila dibuang ke sungai. Hal yang disayangkan adalah, pelaku industri juga ikut membuang limbah hasil produksinya ke sungai. Alhasil berbagai pencemaran dapat ditemukan di Sungai Gajah Wong yang tepat bersebelahan dengan pemukiman warga Kampung Gambiran. Pencemaran
yang
paling
nampak
adalah
pencemaran
yang
ditimbulkan oleh sampah padat. Mulai dari sampah padat berukuran kecil seperti plastik kemasan hingga berukuran besar seperti kasur tidur dapat ditemui di aliran Sungai Gajah Wong. Perilaku membuang sampah sembarangan tidak hanya berlaku di wilayah daratan. Pembuangan sampah ke sungai oleh masyarakat juga termasuk dalam kategori membuang sampah sembarangan. Sayangnya masyarakat umum dan warga setempat kala itu belum memiliki kepeduliaan terhadap lingkungan, sehingga membuang sampah di sungai merupakan suatu hal yang wajar dan tidak termasuk dalam kategori membuang sampah sembarangan. Pencemaran lain yang dapat ditemukan di Kampung Gambiran yaitu pencemaran limbah cair yang dihasilkan dari kamar mandi warga yang commit to user langsung dibuang ke sungai. Pembuangan limbah cair dari kamar mandi tidak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
hanya mencemari Sungai Gajah Wong, tetapi juga beresiko mencemari sumber daya tanah di wilayah ini. Kegiatan ini dapat memicu terjadinya pencemaran air sumur yang biasa dikonsumsi oleh warga setempat. Tingginya pencemaran lingkungan yang terjadi di Kampung Gambiran, serta beberapa kali dilanda bencana banjir dari air sungai Gajah Wong yang meluap membuat warga setempat berinisiatif untuk melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan. Kegiatan pengelolaan lingkungan yang dijalankan
oleh
warga,
dalam
kelangsungannya
terus
mengalami
perkembangan. Salah satunya terlihat dari pembentukan POKJA pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat di Kampung Gambiran. Dalam kegiatan sosialisasi Kampung Hijau kepada seluruh instansi terkait yang ada di Kota Yogyakarta, Kepala BAPEDALDA Propinsi DIY Dra.
Harnowati
memberikan
pengertian
bahwa
Kampung
Hijau
merupakan kampung atau desa yang menerapkan asas pelestarian fungsi lingkungan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan baik pelestarian fungsi pada komponen lingkungan biotis, abiotis, sosial, ekonomi, budaya maupun komponen kesehatan masyarakat (BAPEDALDA Prop. DIY, 2008). Kampung Gambiran RW 08 merupakan salah satu kampung di Kota Yogyakarta yang mampu mencerminkan pola hidup selaras dengan lingkungan dalam kaitannya mewujudkan kegiatan pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari adanya gerakan pengelolaan lingkungan melalui pengadaan berbagai macam kegiatan pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat yang tergabung dalam Tujuh POKJA. Tujuh POKJA itu ntara lain; POKJA Tamanisasi & Penghijauan, POKJA Sampah Bijak, POKJA Sanitasi IPAL, POKJA Sungai, POKJA Energi Alternatif, POKJA Ekonomi Lingkungan, dan POKJA Perpustakaan. Upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh warga Kampung Gambiran melalui ketujuh POKJA tersebut bukanlah tanpa alasan. Tujuan utamanya adalah supaya warga setempat terbiasa dengan pola hidup selaras dengan lingkungan. Adapun latar belakang dari upaya tersebut antara lain: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
1. Kondisi Kampung Gambiran Rentan terhadap Pencemaran Sampah Pencemaran merupakan musuh utama dalam suatu lingkungan hidup. Kondisi pencemaran yang paling nampak adalah pencemaran yang terjadi akibat sampah padat, seperti plastik, kemasan makanan, dan dedaunan. Pencemaran lain yang harus dihadapi lingkungan pemukiman yaitu pencemaran dari pembuangan limbah kamar mandi maupun limbah dapur. Hal ini tidak terlalu mendapat perhatian karena pencemarannya tidak terlihat secara langsung oleh mata. Berbeda dengan pencemaran yang diakibatkan pembuangan sampah padat secara sembarangan, tentu secara langsung mendapat perhatian dari orang yang ada di sekitarnya (Soemarwoto, 1991: 305). Lokasi Kampung Gambiran di area DAS Gajah Wong membuat suasana lingkungan di wilayah ini terkesan kumuh dan tidak tertata. Kondisi ini dikarenakan perilaku warga setempat kurang peduli terhadap lingkungan Kampung Gambiran. Seringkali warga membuang berbagai macam sampah baik sampah padat maupun sampah cair ke Sungai Gajah Wong. Anggapan bahwa sungai merupakan tempat sampah bersama masyarakat membuat warga berpikir bahwa membuang sampah ke sungai merupakan hal yang wajar. Perilaku tersebut juga dilakukan oleh warga lain di luar Kampung Gambiran, baik masyarakat umum maupun pelaku industri. Hal ini menyebabkan Sungai Gajah Wong mengalami pencemaran dari berbagi macam sampah. Serta terlihat kotor karena sampah padat yang terbawa aliran sungai. Kondisi ini pula yang akhirnya membuat warga setempat berinisiatif untuk merubah lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka agar menjadi lebih bersih, rapi, dan tertata. Kegiatan ini bertujuan agar lingkungan Kampung Gambiran lebih sedap dipandang mata serta nyaman untuk ditinggali. Hal ini seperti yang diutarakan oleh salah satu warga sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
“Sini kan dulu daerahnya bisa dibilang kumuh ya, daerah yang ngga terurus begitu. Keinginannya merubah lingkungan ini yang dulunya tandus, yang mungkin dibilang kumuh untuk menjadi lingkungan yang tertata.” (Wawancara dengan Bapak Rudi Susanto, Mei 2015) Pernyataan yang sama juga dinyatakan oleh warga lainnya, seperti: “Karena kondisi kita yang ada di bantaran sungai dan sering terjadi penumpukan sampah disitu, karena dari hulu ke hilir. Kemudian pernah juga air itu sampai naik, terus meruntuhkan satu rumah. Akhirnya kita bangkit, mencoba untuk memperbaiki keadaan. Yang jelas kan sebenere pingin punya hunian yang nyaman.” (Wawancara dengan Ibu Suryati, Mei 2015) Hal yang sama juga diutarakan oleh warga lainnya, beliau mengatakan bahwa: “RW 08 Gambiran ini sebelah timurnya kan Sungai Gajah Wong pada waktu itu kalau pas hujan lebat terkadang sungai itu meluap. Sehingga kalau pas meluap kan membawa sampah, seringkali ketika mulai surut kan meninggalkan sampah sehingga lingkungan menjadi kumuh. Kemudian yang ketiga ketika melihat situasi seperti itu setelah banjir dari adanya tinggalan sampah terlihat kumuh, kemudian endapan lumpur sehingga apa yang bisa kita lakukan waktu itu?” (Wawancara dengan Bapak Jamroh Latief, Mei 2015)
Gambar IV. 2 Kondisi Kampung Gambiran yang Merupakan DAS Gajah Wong Rentan Terhadap Berbagai Pencemaran Sampah commit to user Sumber : Dokumentasi Dwi Yanti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
2. Kondisi Kampung Gambiran Rentan terhadap Bencana Banjir Beberapa masalah yang berhubungan dengan air adalah banjir, erosi, kekeringan, dan pencemaran lingkungan yang banyak disebabkan oleh manusia. Beberapa masalah tersebut merupakan masalah yang menonjol di daerah aliran sungai yang memerlukan penanganan secara sungguh-sungguh (Soerjani, 1987: 64). Lokasi Kampung Gambiran tepat berada di sebelah Barat Sungai Gajah Wong menyebabkan rentan terjadinya bencana banjir dari luapan air sungai. Bencana banjir beberapa kali terjadi di wilayah ini, seperti yang pernah terjadi pada Januari 2005. Ketika hujan cukup deras mengguyur wilayah Yogyakarta, membuat aliran air Sungai Gajah Wong yang melintasi Kampung Gambiran meluap hingga menimbulkan banjir yang melanda ke pemukiman warga. Adanya bencana alam tersebut menimbulkan kerugian cukup besar, sebanyak tujuh rumah milik warga mengalami kerusakan karena tergerus aliran air dari Sungai Gajah Wong. Hal tersebut nampak dari pernyataan sebagai berikut: “Sungai belakang ini tinggi airnya sudah sampai sumur, ngga tahunya di belakang rumah Pak Heri ada rumpun bambu hanyut di tengah sungai yang besar sekali. Karena bambunya itu sungainya kayak kebendung mbak, saking derasnya air terus terhambat ada bambu itu airnya jadi tinggi sekali terus ngena’i rumahnya Pak Heri, tempat saya kena. Waktu itu aliran airnya memang luar biasa, paginya aliran airnya masih deras. Warga sini mau kerja bakti bersihin bambunya itu aja masih kesulitan.” (Wawancara dengan Bapak Prabowo, April 2015) Pernyataan yang sama terkait dengan bencana banjir yang saat itu melanda Kampung Gambiran juga dikatakan oleh warga lain berikut ini: “Yang habis bagian belakang itu mbak. Jadi pondasinya ambrol awalnya dari tempat saya ini terus meluas sampai ke bawah, merobohkan bagian belakang rumah sebanyak 7 rumah.” (Wawancara dengan Bapak Heri, Mei 2015) Biaya perbaikan setiap rumah harus ditanggung secara pribadi oleh warga korban bencana banjir. Membuat warga semakin tergerak untuk lebih peduli terhadap lingkungan mereka tinggali. Tidak begitu lama commit yang to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
setelah bencana banjir, warga Kampung Gambiran yang mulai menata kehidupan setelah ditimpa bencana. Warga Kampung Gambiran kembali tertimpa bencana yaitu bencana gempa bumi sebesar 5,9 SR yang melanda wilayah Yogyakarta pada Sabtu 27 Mei 2006. Kampung Gambiran merupakan bagian dari Kecamatan Umbulharjo termasuk wilayah dengan kerusakan yang cukup parah. Hal tersebut sesuai yang diungkapkan oleh salah satu warga sebagai berikut: “Disini kan termasuk dalam kecamatan Umbulharjo. Nah Kecamatan Umbulharjo sendiri termasuk wilayah yang dengan kerusakan yang cukup parah. Hampir 95% rumah disini rusak.” (Wawancara dengan Bapak Rudi Susanto, Mei 2015) Pasca gempa bumi warga Kampung Gambiran kembali dihadapkan pada datangnya bencana banjir yang melanda pada 13 Desember 2006 serta 27 Desember 2007. Bencana banjir yang terjadi kala itu disebabkan oleh aliran Sungai Manunggal yang diarahkan ke Sungai Gajah Wong dan menimbulkan
aliran
air
yang
cukup
deras.
Kejadian
tersebut
mengakibatkan salah satu talud yang ada di Kampung Gambiran mengalami roboh dan membuat air dari sungai meluap ke pemukiman warga. Hal tersebut nampak dari pernyataan sebagai berikut: “Talud yang ada di taman itu ada yang jebol, putus. Padahal air dari aliran Sungai Manunggal ikut kesini juga, akhirnya meluap sampai ke taman terus rumah-rumah yang ada di bawah itu kebanjiran sampai lutut. Rumahnya Bu Yayak itu sampai masuk rumah.” (Wawancara dengan Bapak Prabowo, April 2015) Bencana banjir yang melanda Kampung Gambiran saat itu cukup parah. Hal ini karena air yang masuk ke pemukiman warga meluap secara tiba-tiba. Warga yang rumahnya terkena luapan banjir tidak sempat untuk menyelamatkan perabotan yang ada di dalam rumah. Banjir yang terjadi kala itu juga menyebabkan beberapa infrastruktur di wilayah ini mengalami kerusakan, hingga meruntuhkan sebuah bangunan milik salah satu warga yaitu Galery Abiyasa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Gambar IV.3 Bencana Banjir yang Melanda Hingga Meruntuhkan Galery Abiyasa Sumber : Dokumentasi Kampung Gambiran Bencana banjir yang melanda permukiman warga tidak hanya menimbulkan kerugian berupa kerusakan infrastrukur dan peralatan rumah lainnya, tetapi juga menimbulkan wabah penyakit. Warga setempat menderita penyakit seperti DB dan Diare. Jelas Ibu Sur sebagai berikut: “Yang depan taman sederetan. Bener-bener kiriman kayak telaga, sampai alat-alat elektronik kulkas tv itu kan rusak. Waktu itu bener-bener mendadak, setelah itu sempat ada wabah DB, Diare, karena airnya agak lama juga menggenang disitu.” (Wawancara dengan Ibu Suryati, Mei 2015) Berbagai kerugian harus diterima oleh warga Kampung Gambiran sebagai akibat dari bencana banjir yang melanda wilayah mereka. Di antaranya yaitu adanya wabah penyakit pasca banjir yang menggenangi pemukiman warga. Air dari luapan sungai yang kotor dan tidak sehat membawa berbagai macam bakteri yang dapat menyebabkan penyakit bagi manusia. Ketika terjadi banjir sumber air konsumsi seperti air sumur akan ikut tercemar. Air yang tercemar apabila dikonsumsi akan beresiko menyebabkan penyakit diare. Saat musim hujan barang-barang bekas seperti kaleng, ember, dan gelas minuman akan terisi air dan menimbulkan genangan selama beberapa waktu. Genangan air tersebut berpotensi untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
menjadi
habitat
berkembang
biaknya
nyamuk
Aedes
Aegepty
menyebabkan penyakit Demam Berdarah (Dinas Kesehatan, 2015). Kampung Gambiran berada di DAS Gajah Wong membuat kondisi lingkungan di wilayah ini terlihat kumuh dan tidak sehat. Terjadinya bencana alam yang bertubi-tubi menimpa Kampung Gambiran menimbulkan berbagai macam kerugian baik materiil maupun non-materiil. Kedua hal tersebut membuat warga setempat tersadar bahwa musibah yang terjadi merupakan akibat dari ketidakpedulian warga dalam mengelola lingkungan. Dari situlah yang menjadi awal mula gerakan peduli lingkungan melalui pengembangan Kampung Hijau yang dilakukan oleh warga Kampung Gambiran. Hal ini sesuai dengan konsep bahwa manusia harus memiliki kesadaran dalam merawat lingkungan, tidak menjadikan lingkungan sebagai obyek untuk memenuhi kebutuhan. Manusia harus menjadikan lingkungan sebagai “sahabat”. Dengan menjadikan lingkungan sebagai sahabatnya, ia tidak akan bersikap untuk mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dari lingkungan. Tetapi juga akan berusaha menjaga dan menghargai sahabatnya yaitu lingkungan (Sastrosupeno, 1984). Matriks IV.1 Latar Belakang Pengembangan Kampung Hijau di Gambiran No
Aspek Kondisi
1.
Keterangan
kampung Pencemaran sungai akibat sampah padat dan cair
yang rentan terhadap yang terbawa aliran air Sungai Gajah Wong, pencemaran sampah Kondisi
2.
kampung Bencana banjir yang terjadi secara bertubi-tubi,
yang rentan terhadap serta adanya bencana gempa yang menimbulkan bencana banjir
3.
serta dari pembuangan sampah warga setempat.
Muncul
kerusakan infrastruktur. wabah
penyakit pasca banjir
Wabah penyakit DB dan Diare
commit to user Sumber : Data Primer yang diolah pada tanggal 30 Juni 2015
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
D. Upaya Mewujudkan Pengelolaan Lingkungan Berbasis Masyarakat melalui Pengembangan Kampung Hijau 1. Pengembangan Kampung Hijau di Gambiran a. Inisiatif Pak Agus Mewujudkan Pengelolaan Lingkungan Bukan perkara mudah bagi warga Kampung Gambiran RW 08 untuk dapat mewujudkan Kampung Hijau beserta rangkaian POKJA pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat yang ada di dalamnya. Diperlukan suatu upaya serta kemauan tinggi untuk menumbuhkan kesadaran warga Kampung Gambiran agar mau lebih peduli dengan lingkungan di sekitarnya. Pak Agus Susanto Priyono berprofesi sebagai wiraswasta merupakan orang yang dianggap paling berjasa dalam terwujudnya Kampung Hijau di Gambiran. Berbagai macam upaya ia lakukan agar warga Kampung Gambiran memiliki rasa peduli dengan lingkungan di sekitarnya, serta mau menyadari bahwa lingkungan hidup harus dikelola dengan sebaik-baiknya. Apa yang dilakukan beliau dalam upaya mewujudkan Kampung Gambiran menjadi Kampung Hijau seperti saat ini benar-benar diakui oleh warga setempat. Seperti yang dituturkan oleh salah satu warga sebagai berikut: “Kalau menurut saya pribadi disini yang menjadi istilahnya jalan tol sampai berkembang kampung hijau ya Pak Agus itu. Karena beliau yang sibuk ngehubungi ke instansi-instansi itu.” (Wawancara dengan Bapak Prabowo, April 2015) Hal senada juga diutarakan warga lainnya, yaitu: “Kita akui bahwa memang Pak Agus yang memotori gerakan peduli lingkungan ini, didukung dengan beberapa warga yang sepaham dengan beliau.” (Wawancara dengan Bapak Rudi Susanto, Mei 2015) Meski banyak warga mengakui jasa beliau dalam mewujudkan Kampung Hijau di Gambiran, namun ketika ditanya apa yang menjadi motivasinya melakukan gerakan pengelolaan lingkungan di Kampung Gambiran jawabannya begitu sederhana. Beliau menuturkan bahwa: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
“Jadi dulu karena kita seneng aja dengan lingkungan, ya sudah ngalir saja.” (Wawancara dengan Bapak Agus Susanto Priyono, April 2015) Pak Agus yang bertempat tinggal di Kampung Gambiran sejak tahun 1991 memang sangat tertarik dengan lingkungan sejak ia masih kecil. Ketertarikan itu muncul ketika kecil beliau bertempat tinggal di Kabupaten Sleman, dimana kala itu tempat tinggalnya berhadapan dengan Sungai Mataram. Ketika mulai berkeluarga beliau bermukim di Kampung Gambiran yang bersebelahan langsung dengan Sungai Gajah Wong. Persoalan mengenai sungai kala itu sering muncul merupakan hal yang mendasari beliau untuk melakukan suatu gerakan pengelolaan lingkungan. Gerakan pengelolaan lingkungan yang beliau lakukan bertujuan agar lingkungan di wilayah tempat tinggalnya menjadi lebih aman dan nyaman untuk dihuni. Awal mula tercetusnya ide pengelolaan lingkungan di Kampung Gambiran muncul ketika Pak Agus melihat kartu pos yang bertuliskan “kalau bisa hijau kenapa harus cokelat”. Beliau menyatakan bahwa: “Awal mula inspirasinya dari saya melihat kartu pos ada tulisannya kalau bisa hijau kenapa harus coklat, nah.. dari situ saya pikir bagus kalau ditampung dan bisa diterapkan untuk lingkungan.” (Wawancara dengan Bapak Agus Susanto Priyono, April 2015) Kalimat itulah yang akhirnya membuat ia memiliki tekad untuk merubah lingkungan di sekitar tempat tinggalnya. Dalam artian menciptakan lingkungan yang lebih baik dari sebelumnya yakni lingkungan yang asri, sehat, dan nyaman untuk dijadikan tempat tinggal. b. Menumbuhkan Pengelolaan Lingkungan Secara Rutin Pengelolaan lingkungan dilakukan dengan beraneka cara, salah satunya pengelolaan lingkungan secara rutin. Manusia secara rutin mengelola lingkungannya. Pembuangan sampah dan pembuatan saluran commit userkamar mandi merupakan contoh pembuangan limbah dari dapurto dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
kegiatan dalam pengelolaan lingkungan. Di dalam kota terdapat pula pengelolaan lingkungan secara rutin, misalnya pemeliharaan saluran roil, taman, dan jalur hijau (Soemarwoto, 1991: 86-87). Perilaku agar warga mau melakukan pengelolaan lingkungan secara rutin, dapat diawali dengan menumbuhkan sikap peduli lingkungan. Menurut Soerjani (1987: 270) menumbuhkan sikap peduli lingkungan pada masyarakat memiliki tujuan meningkatan kesadaran terhadap lingkungan. Secara khusus membangkitkan partisipasi warga untuk ikut memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Oleh karena itu diperlukan masyarakat yang aktif mengawasi lingkungan
hidup
(termasuk
kegiatan-kegiatan
yang
mempengaruhinya), di samping menjaga lingkungan sendiri secara langsung. Apabila kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sudah terbentuk akan menghasilkan dampak yang positif bagi lingkungan hidup dan manusia sendiri (Sastrosupeno, 1984). 1) Sosialisasi Menggiatkan Penghijauan melalui Pertemuan Kampung Keinginan Pak Agus untuk melakukan gerakan pengelolaan lingkungan di wilayah tempat tinggalnya dimulai pada tahun 2005. Kala itu Pak Agus mulai melakukan komunikasi secara intensif dengan WALHI Yogyakarta untuk mendiskusikan ide pengelolaan lingkungan di Kampung Gambiran. Adanya pertimbangan bahwa lokasi kampung berada di sebelah Barat Sungai Gajah Wong membuat kondisi lingkungan di wilayah ini terkesan kumuh dan tidak sehat. Ditambah lokasi kampung berada di DAS Gajah Wong menyebabkan rentan terhadap terjadinya bencana banjir dari luapan air sungai. Hal itulah yang menjadi dasar utama dirintisnya gerakan pengelolaan lingkungan yang diinisiasi oleh Pak Agus. Diperlukan suatu tahapan dan proses yang cukup panjang dalam upayanya melakukan pendekatan kepada warga agar commit to userlingkungan. Kegiatannya diawali tergerak untuk peduli dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
dengan Pak Agus berupaya untuk menumbuhkan perilaku suka menanam bagi warga Kampung Gambiran. Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya mewujudkan program penghijauan di tingkat kampung. Untuk mewujudkan ide tersebut beliau melakukan pendekatan secara struktural melalui berbagai macam pertemuan warga di Kampung Gambiran. Seperti dalam pertemuan Ibu-ibu PKK atau pertemuan Dasa Wisma. Dalam pertemuan tersebut Ibuibu dihimbau untuk memanfaatkan lahan pekarangan yang ada di rumah masing-masing agar ditanami berbagai macam tanaman sebagai upaya penghijauan. Warga dapat menanam tanaman hias sebagai perindang seperti palem putri dan mahoni. Tanaman bunga juga ditanam untuk mempercantik lingkungan. Tanaman produktif seperti tanaman obat keluarga dan tanaman buah hasilnya dapat dimanfaatkan oleh warga. Hal ini seperti pernyataan sebagai berikut: “Kalau dari PKK setiap pertemuan selalu ada himbauan untuk menanam tanaman, paling tidak di setiap rumah ada tanaman yang manfaat.” (Wawancara dengan Ibu Heni Yayak, Mei 2015) Pernyataan yang sama juga diutarakan warga lainnya dikatakan bahwa: “Dalam pertemuan-pertemuan kita anjurkan kepada warga untuk menanam tanaman dengan menggunakan pot, kemudian apabila lahannya masih memungkinkan juga dihimbau untuk menanam tanaman obat keluarga (toga).” (Wawancara dengan Bapak Jamroh Latief, Mei 2015) “Ibu-ibu PKK menggalakkan apotek hidup. Dari Dasa Wisma juga menggalakkan tanaman-tanaman apapun, entah apotek hidup entah untuk perindang apa saja. Jadi kalau bisa tu setiap rumah ada tanamannya, kebetulan juga sudah berjalan.” (Wawancara dengan Bapak Heri, Mei 2015)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Gambar IV. 4 Sosialisasi Menumbuhkan Kesadaran Pengelolaan Lingkungan melalui Pertemuan PKK Sumber : Dokumentasi Kampung Gambiran Upaya menumbuhkan sikap peduli terhadap lingkungan yang diawali dengan menggalakkan penghijauan oleh Pak Agus memiliki tujuan untuk menjadikan lingkungan Kampung Gambiran menjadi asri dan nyaman. Selain itu juga sebagai pelestarian sumber daya air, tanah, maupun udara. Oleh karena itu keberadaan tanaman dan pohon-pohon sangat dibutuhkan untuk menjaga kualitas lingkungan hidup yang ada. Kampung Gambiran mampu mencerminkan lingkungan dengan suasana bersih, hijau, dan nyaman hingga sering memperoleh berbagai macam penghargaan terkait lingkungan kampung yang dapat dijadikan percontohan bagi kampung lainnya. Kampung Gambiran seringkali dikunjungi oleh beberapa tokoh penting di Indonesia. Diantaranya Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Kala itu beliau menghadiri acara Dialog Masyarakat Kawasan Sungai Gajah Wong. Salah satu keinginan beliau yang disampaikan dalam dialog adalah warga dianjurkan untuk memanfaatkan seoptimal mungkin lahan pekarangan yang dimiliki setiap rumah untuk ditanami berbagai macam tanaman. user Hal tersebut sesuaicommit denganto pernyataan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
“Sewaktu Sri Sultan kesini memang dianjurkan untuk setiap warga yang mempunyai lahan walaupun sedikit harus ditanami apa. Itu sarannya Pak Sri Sultan seperti itu, apalagi tanaman-tanaman yang bisa menghasilkan, misalnya buah mangga buah rambutan. Sambil untuk penghijauan, terus kan hasilnya bisa buat kita, buat warga. Kalau menginginkan silahkan ambil sendiri. Jadi disempatkan lah lahan-lahan yang kosong itu ditanami, jangan sampai tidak ditanami, harus ditanami”. (Wawancara dengan Bapak Bambang, Mei 2015) Himbauan dari Gubernur DIY untuk memanfaatkan tanah yang ada seoptimal mungkin bukan tanpa alasan. Tujuannya agar lingkungan yang kala itu sudah terasa sejuk, serta nyaman dari adanya berbagai tanaman dapat dijaga kelestariannya. Selain itu adanya dorongan untuk menanam berbagai macam tanaman buah juga bertujuan agar buah dari tanaman yang ada dapat dinikmati oleh warga. Saran dari Sri Sultan yang disampaikan kepada warga tentunya memberikan
pengaruh
yang cukup besar dalam
mendukung upaya penghijauan yang sampai saat ini masih terus digalakkan oleh warga Kampung Gambiran.
Gambar IV.5 Kunjungan Sri Sultan Hamengkubuwono X yang Menghimbau Warga Untuk Terus Menjalankan Penghijauan Sumber : Dokumentasi Kampung Gambiran Pendekatan agar warga memiliki sikap peduli dengan commit to user lingkungan juga dilakukan melalui pertemuan Bapak-bapak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Kampung Gambiran. Dalam pertemuan rutin yang diadakan setiap malam Selasa Kliwon ini disampaikan serta didiskusikan mengenai berbagai macam program kegiatan pengelolaan lingkungan yang ada di Kampung Gambiran. Hal tersebut nampak dari pernyataan berikut: Misalnya dalam arisan malam selasa kliwon itu. Kita punya gagasan apa, kemudian kekurangan dari kampung kita apa, kita bahas di forum. (Wawancara dengan Bapak Heri, Mei 2015) Penggunaan media pertemuan kampung tidak hanya untuk menghimbau warga agar menggiatkan program penghijauan. Warga juga diingatkan kembali mengenai terjadinya bencana banjir yang beberapa kali melanda Kampung Gambiran, beserta dampak kerugian yang harus diterima pasca terjadinya bencana. Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan meningkatkan rasa peduli lingkungan yang telah dimiliki oleh warga. 2)
Menunjukkan Sosok Peduli Lingkungan sebagai Teladan Warga Upaya yang dilakukan oleh Pak Agus untuk menumbuhkan kesadaran warga agar mau peduli dengan lingkungan tidak hanya sebatas menumbuhkan perilaku suka menanam sebagai upaya program penghijauan. Menurut beliau agar warga ikut tergerak untuk bersikap lebih peduli dengan lingkungan, diperlukan seorang sosok
yang
mampu
menunjukkan
sikap
peduli
terhadap
lingkungan. Warga ditunjukkan dengan seorang sosok yang melakukan tindakan nyata sebagai bentuk kepedulian lingkungan. Dengan adanya sosok yang tindakannya dapat ditiru maupun diteladani tersebut, diharapkan pola pikir warga dalam mengelola lingkungan bisa jauh lebih baik. Setelah itu dengan sendirinya warga lain mampu tergerak untuk ikut serta melakukan tindakan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan penuturan salah satu warga sebagai berikut : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
“Di warga gerakan trend lingkungan sebenarnya bukan suatu gerakan yang populis, sehingga untuk menggerakkannya memang agak susah. Jadi kita mulai dari kita sendiri. Dari keluarga saya sendiri saja, jadi istri saya itu jam 4 sudah mulai nyapu jalan dari ujung ke ujung yang cukup panjang sebenarnya. Kenapa itu dilakukan? Ya itu sebenarnya semacam panggilan. Jadi sebenarnya warga itu ngga bisa secara frontal dibalik gitu ngga bisa, mereka butuh suatu contoh. Butuh suatu bukti, bahwa gerakan ini merupakan suatu kebutuhan.” (Wawancara dengan Bapak Agus Susanto Priyono, April 2015) Pernyataan tersebut dibenarkan oleh warga lainnya, beliau mengatakan bahwa : “Kalau saya ya paling hanya bisa mencontohkan, kadangkala saya ngeret-ngeret selang ke taman buat siram-siram tanamannya. Jadi yang paling bagus ya memberi contoh nyata, ngga hanya sekedar ngasih tau ini itu.” (Wawancara dengan Bapak Prabowo, April 2015) Kegiatan yang dilakukan oleh Istri Pak Agus maupun Pak Prabowo yakni melakukan kegiatan bersih-bersih lingkungan serta merawat tanaman yang sudah ada. Pada dasarnya mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu merasa bahwa menjaga kebersihan dan mengelola lingkungan hidup merupakan suatu kebutuhan. dengan begitu warga diharapkan tergugah hatinya untuk ikut aktif melakukan kegiatan yang peduli lingkungan. Berbagai macam pendekatan digunakan. Pendekatan yang dirasa cukup efektif dalam menumbuhkan kesadaran warga agar lebih peduli dengan lingkungan adalah pendekatan struktural melalui pertemuan Ibu-ibu PKK maupun Dasa Wisma. Seperti pernyataan berikut ini: “Sampai hari ini pun kita masih melakukan itu, untuk penyadaran-penyadarannya dari berbagai cara. Bisa melalui media sosialisasi, rapat kampung. Tapi lebih efektifnya memang lewat pertemuan Ibu-ibu, karena dalam kelangsungannya IbuIbu dirasa lebih mengena dan lebih konsisten.” (Wawancara dengan Bapak Agus Susanto Priyono, April 2015) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Seiring
berjalannya
waktu
kepedulian
warga
terhadap
lingkungan melalui kegiatan penghijauan mulai terbangun. Hal ini dapat dilihat dari lingkungan Kampung Gambiran yang terasa sejuk dan asri karena adanya berbagai tanaman yang dimiliki oleh warganya. Berbagai tanaman yang ada berguna sebagai perindang serta konservasi air, udara, dan tanah. Dapat dikatakan bahwa upaya menumbuhkan sikap peduli terhadap lingkungan khususnya penghijauan yang digalakkan oleh Pak Agus beserta teman-teman lainnya sudah terwujud. Terlihat dari adanya pendapat dari warga luar yang masuk ke wilayah Kampung Gambiran. Hal ini sesuai dengan pernyataan sebagai berikut: “Mungkin yang dirasakan masyarakat, kalau ada orang yang dulu sudah lama ngga kesini terus akhir-akhir ini kesini mungkin kaget. Mereka bilang, sekarang jadi kayak gini ya, beda banget. Suasananya seger, enak banget. Padahal ini di tengah kota kok bisa ada kayak gini ya. Kesan-kesan itu yang sering diutarakan masyarakat yang masuk ke wilayah sini.” (Wawancara dengan Bapak Agus Susanto Priyono, Mei 2015) Pernyataan yang sama juga disampaikan warga lainnya, mereka mengatakan bahwa: “Sekarang ini kan terutama komentar orang luar ya, kalau orang luar masuk sini pasti memberikan komentar yang positif. Karena kalau masuk kampung lain belum tentu mendapatkan kampung dengan suasana yang seperti ini. Apalagi di kota mungkin sangat langka ya. Rumah saya ini kan di pinggir sungai, kalau orang mendengar kata rumah di pinggir sungai kan konotasinya negatif, tapi kalau saya justru bangga.” (Wawancara dengan Bapak Rudi Susanto, Mei 2015) “Secara lingkungannya tinggal disini sudah cukup nyaman dibanding kampung-kampung lain.” (Wawancara dengan Bapak Bambang, Mei 2015) Penilaian positif terhadap lingkungan Kampung Gambiran dari warga luar yang masuk wilayah ini menimbulkan kebanggaan tersendiri bagi warga setempat. Rasa bangga tersebut muncul dari adanya apresiasi terhadap kerja keras warga untuk mewujudkan lingkungan commit to user Kampung Gambiran yang sejuk dan nyaman. Walaupun begitu, rasa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
kagum yang ditunjukkan warga luar terhadap Kampung Gambiran tidak membuat warga setempat merasa berpuas diri terhadap pencapaian lingkungannya saat ini. Hal tersebut justru membuat warga lebih semangat
untuk
terus
merawat
dan
menjalankan
pengelolaan
lingkungan Kampung Gambiran.
Gambar IV.6 Suasana Kampung Hijau di Gambiran yang Dipenuhi dengan Pepohonan Sumber: Dokumentasi Dwi Yanti c. Pembentukan POKJA Pengelolaan Lingkungan Kementerian
Lingkungan
Hidup
RI
mengeluarkan
asas
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai tujuan pelestarian lingkungan hidup. Di antara lima asas yang terkandung di dalamnya, dua asas diantaranya yaitu asas manfaat dan asas partisipatif. Asas
manfaat
adalah
bahwa segala usaha dan/atau kegiatan
pembangunan dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam
dan
lingkungan
hidup
untuk
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya. Asas partisipatif adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Bersamaan dengan upaya untuk menggiatkan pengelolaan lingkungan melalui penghijauan di Kampung Gambiran, Pak Agus bersama warga lain yang sepaham dengan ide pengelolaan lingkungan di Kampung Gambiran terus melakukan komunikasi secara intensif dengan pihak WALHI Yogyakarta. Komunikasi tersebut menghasilkan berbagai macam ide yang berkaitan dengan tema lingkungan, salah satu idenya adalah pembentukan POKJA dengan kegiatan pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat. Pengadaan berbagai macam kegiatan pengelolaan lingkungan melibatkan peran serta dari masyarakat diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran akan pentingnya merawat lingkungan. Keterlibatan warga dalam menjalankan program kegiatan pengelolaan lingkungan di Kampung Gambiran menunjukkan bahwa warga setempat telah menjalankan asas partisipatif. Langkah awal yang dilakukan pada saat itu adalah mengadakan pertemuan untuk melakukan pemetaan masalah lingkungan oleh warga dengan pendampingan pihak WALHI Yogyakarta. Pemetaan masalah dilakukan
dengan
kegiatan
berdiskusi
mengenai
permasalahan
lingkungan yang dihadapi warga Kampung Gambiran. WALHI Yogyakarta sebagai fasilitator dalam kegiatan diskusi tersebut membantu mengidentifikasi serta mencari solusi dari permasalahan lingkungan serta keinginan warga Kampung Gambiran dalam mengelola lingkungan. Hasil pemetaan masalah tersebut menjadi dasar pembentukan POKJA Kampung Hijau di Gambiran. Ada beberapa POKJA yang dibentuk antara lain: POKJA Tamanisasi & Penghijauan, POKJA Sampah Bijak, POKJA Sanitasi IPAL, POKJA Sungai, POKJA Energi Alternatif, POKJA Ekonomi Lingkungan, dan POKJA Perpustakaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan sebagai berikut: “Kita adakan sarasechan, jalanan depan ini diberi tenda, warga masyarakat dikumpulkan. Kemudian kita minta tolong mbak Leila dari WALHI sebagai fasilitator untuk membuat berbagai kegiatan dalam bentuk apa begitu. Dari situ mencetuslah 7 gagasan yang kemudian dibentuklah pokja.” commit toituuser (Wawancara dengan Bapak Jamroh Latief, Mei 2015)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Pernyataan yang sama juga diutarakan oleh warga lainnya, yaitu: “Waktu itu kita berdialog, bertemu dengan orang-orang WALHI itu kita ditanya maunya apa, yang diinginkan apa. Kalau maunya seperti ini, arahannya seperti ini.” (Wawancara dengan Ibu Suryati, Mei 2015) Tujuh POKJA Kampung Hijau di Gambiran sudah terbentuk berikut dengan pengelolanya yang diambil dari perwakilan warga setiap RT. Adapun program kegiatan dari ketujuh POKJA tersebut antara lain, POKJA Tamanisasi & Penghijauan bergerak pada bidang yang berkaitan dengan program penghijauan Kampung Gambiran serta pengadaan taman sebagai upaya perwujudan RTH. POKJA Sampah Bijak bergerak pada upaya pengelolaan sampah secara baik dan benar. Program utama dari POKJA Sampah Bijak adalah memberikan pemahaman kepada warga Kampung Gambiran khususnya Ibu-ibu mengenai pentingnya pengelolaan sampah dengan cara melakukan pemilahan berdasarkan jenisnya, yaitu sampah organik dan sampah non-organik. POKJA Sanitasi IPAL bergerak pada upaya pengadaan infrastruktur yang berguna untuk pemurnian limbah yang dihasilkan dari rumah tangga sebelum dialirkan ke Sungai Gajah Wong. POKJA Sungai bergerak pada bidang peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pelestarian sungai. POKJA Energi Alternatif bergerak pada bidang penggunaan energi non elpiji yang dihasilkan dari IPAL dengan teknologi biogas. Serta pemanfaatan energi alternatif lain yaitu pemanfaatan sinar matahari sebagai pembangkit listrik tenaga surya. Terlihat dari adanya lampu bertenaga surya di beberapa titik Kampung Gambiran. POKJA Ekonomi Lingkungan merupakan suatu upaya pemanfaatan limbah atau sampah untuk diolah menjadi barang yang bernilai guna dan bernilai jual. POKJA Perpustakaan bergerak pada bidang pengadaan buku-buku pengetahuan bagi anak-anak dan warga Kampung Gambiran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Pembentukan ketujuh POKJA pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat yang didasarkan pada potensi SDA dan kebutuhan lingkungan Kampung Gambiran yang berpotensi terjadi pencemaran sampah dan bencana banjir. Hal ini menunjukkan bahwa warga telah menjalankan asas manfaat dalam asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup RI. Proses pembentukan POKJA Kampung Hijau di Gambiran dipandang telah menerapkan konsep pembangunan yang berbasis masyarakat. Terlihat dari kewenangan penuh yang dimiliki oleh warga Kampung Gambiran dalam mendiskusikan serta memaparkan berbagai macam permasalahan lingkungan yang dihadapi. Diskusi tersebut menghasilkan pemetaan masalah yang digunakan untuk mencari solusi atas permasalahan serta kebutuhan lingkungan Kampung Gambiran. Musyawarah bersama yang dilakukan menghasilkan pembentukan Tujuh POKJA sebagai bentuk pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat yang diputuskan sendiri oleh warga setempat. Berbasis masyarakat diartikan bahwa dalam setiap tahapan pembangunan, pengelolaan,
yang dan
dimulai
dari
pengembangan
perencanaan, sampai
pembangunan,
dengan
pemantauan
(monitoring) dan evaluasi, masyarakat setempat harus dilibatkan secara aktif dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi karena tujuan akhir adalah
untuk
masyarakat
meningkatkan
(Demartoto,
kesejahteraan
2009:
20).
dan
Ditandai
kualitas
hidup
bahwa
dalam
kelangsungan ketujuh POKJA pengelolaan lingkungan yang ada direncanakan oleh warga sendiri melalui musyawarah bersama. Untuk pelaksanaan, pengelolaan, serta pengembangan juga dilakukan oleh warga setempat. Melalui pembentukan struktur kepengurusan ketujuh POKJA yang setiap pengelolanya diambil perwakilan dari beberapa warga. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Proses pemantauan (monitoring) dan evaluasi dilakukan dengan cara berdiskusi mengenai perkembangan program kegiatan dari setiap POKJA melalui pertemuan kampung. Tidak dipungkiri terdapat pihak luar
yang
mendukung
kelangsungannya.
Diantaranya
WALHI
Yogyakarta yang memfasilitasi dalam proses pembentukan POKJA, serta pemerintah yang memberikan dukungan dalam hal pengadaan sarana dan prasarana. Adanya pendampingan secara intensif dari WALHI Yogyakarta serta dukungan dari pemerintah setempat menunjukkan telah terjalinnya koordinasi serta kerjasama yang baik antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam mewujudkan POKJA pengelolaan lingkungan berbasis
masyarakat
di
Kampung
Gambiran.
Karena
prinsip
pembangunan berbasis masyarakat berdasarkan keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan berbagai stakeholders pembangunan termasuk di dalamnya masyarakat, pemerintah, dan swasta (Demartoto, 2009: 20). Konsep variasi dalam proses pembentukan POKJA tersebut dapat dilihat dari ketujuh POKJA yang dibentuk berdasarkan kondisi dan kebutuhan lingkungan Kampung Gambiran. Lokasi Kampung Gambiran yang berada di DAS Gajah Wong menyebabkan rentan terjadinya berbagai pencemaran yang menyebabkan lingkungan menjadi kumuh serta bencana banjir ketika air sungai meluap. Pertimbangan kondisi lingkungan Kampung Gambiran yang rentan tersebut membutuhkan suatu pengelolaan lingkungan secara terpadu. Selanjutnya konsep pengambilan keputusan oleh masyarakat yang disebut dengan desentralistis dapat dilihat dari warga Kampung Gambiran yang menjadi subyek atau aktor dalam proses pembentukan POKJA. Peran aktif serta keterlibatan warga dalam memecahkan masalah lingkungan di Kampung Gambiran menunjukkan posisi aktor yang diduduki oleh warga. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Proses pembentukan POKJA yang secara mandiri dilakukan oleh warga Kampung Gambiran menunjukkan adanya proses interaksi antar warga satu sama lain. Adanya inisiatif berupa usulan, pendapat, maupun sanggahan dari warga ketika proses pembentukan POKJA menunjukkan adanya kesadaran kritis dimiliki oleh warga setempat dalam pengelolaan lingkungan Kampung Gambiran. Keberadaan organisasi otonom dapat dilihat dari adanya Tujuh POKJA pengelolaan lingkungan yang dijalankan oleh warga Kampung Gambiran dan dikelola oleh warga setempat. Dalam kelangsungannya pengelola dari setiap POKJA yang ada rutin mengadakan komunikasi antar warga serta pihak luar yang ahli dalam bidang lingkungan. Seperti WALHI Yogyakarta dan BLH Kota Yogyakarta sebagai bentuk pemberian dukungan, pemantauan (monitoring) serta evaluasi program. Matriks IV.2 Konsep Pengelolaan Lingkungan Hidup Berbasis Masyarakat No
Konsep
Keterangan Warga memiliki kewenangan penuh dalam: dan a. Memaparkan
Keputusan 1.
inisiatif
dibuat
di
masalah
lingkungan
Kampung Gambiran b. Mencari solusi bersama atas masalah
tingkat lokal
lingkungan yang dihadapi Masyarakat memiliki a. Solusi wewenang 2.
mengarahkan
dalam dan
pengelolaan
lingkungan
berupa
Tujuh POKJA yang dihasilkan merupakan hasil musyawarah bersama.
mengelola aset yang b. Pengelolaannya dilakukan oleh warga yang ada
ditunjuk sebagai pengelola. Pembentukan Tujuh POKJA didasarkan pada
3.
Variasi
kondisi
kebutuhan
lingkungan
Kampung
Gambiran yang berada di sebelah Barat Sungai commitWong. to user Gajah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
Konsep Pengelolaan Lingkungan Hidup Berbasis Masyarakat No 4.
Konsep
Keterangan
Pengambilan keputusan
oleh Peran aktif warga dalam proses pembentukan
masyarakat
POKJA pengelolaan lingkungan.
(Desentralistis) Inisiatif berupa usulan, pendapat, maupun Adanya interaksi antar 5.
warga yang mengacu pada kesadaran kritis
sanggahan dalam pembentukan POKJA melalui musyawarah bersama menunjukkan adanya interaksi yang terjalin antar para warga. Serta adanya kesadaran kritis dalam pengelolaan lingkungan Kampung Gambiran.
6.
Organisasi otonom
Tujuh POKJA pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat. Diskusi kelangsungan program kegiatan dari
7.
Jaringan komunikasi
setiap POKJA kepada BLH Kota Yogyakarta serta WALHI Yogyakarta. a. Proses pembentukan POKJA direncanakan oleh warga melalui musyawarah bersama. b. Pelaksanaan,
pengelolaan,
pengembangan
dilakukan
oleh
dan warga
setempat, dengan pembentukan struktur 8.
Berbasis masyarakat
kepengurusan.
Pengelola
diambil
perwakilan dari beberapa warga. c. Pemantauan (monitoring) dan dilakukan
melalui
kegiatan
evaluasi diskusi
kelangsungan POKJA dalam pertemuan kampung. Sumber : Data Primer yang Diolah pada Tanggal 29 Juli 2015 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
d. Membangun Komitmen Warga dalam Pengelolaan Lingkungan Berasaskan Kelestarian dan Keberlanjutan Asas kelestarian dan keberlanjutan menyatakan bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup. Kampung Gambiran telah memiliki Tujuh rangkaian program kegiatan pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat yang tergabung dalam POKJA. Setiap POKJA memiliki program kegiatan serta tujuan yang jelas untuk mengarahkan warga dalam melakukan kegiatan pengelolaan.
Kegiatan yang dilakukan warga menunjukkan bahwa
mereka menyadari betul kewajiban dan tanggung jawab untuk melestarikan
serta
memperbaiki
kualitas
lingkungan
Kampung
Gambiran yang mulai menurun. Untuk membuktikan komitmen warga dalam menjalankan tanggung jawab pengelolaan lingkungan di Kampung Gambiran, Pada 1 April 2007 warga setempat mendeklarasikan Kampung Gambiran menjadi Kampung Hijau Gambiran RW 08. Ide pemakaian nama “Kampung Hijau” sendiri diperoleh dari seorang Kepala Kelurahan Pandeyan yang menjabat kala itu. Beliau mengusulkan untuk Kampung Gambiran diberi nama Kampung Hijau. Pemberian nama tersebut didasari dari adanya Tujuh POKJA pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat. Kegiatan
deklarasi
tersebut
membuktikan bahwa warga
setempat mempunyai komitmen untuk semakin mengembangkan pengelolaan lingkungan yang sudah terwujud. Predikat Kampung Hijau yang telah disandang oleh Kampung Gambiran tidak membuat warga menjadi berpuas diri. Predikat tersebut justru memunculkan tanggung jawab yang lebih besar bagi mereka untuk lebih peduli dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
lingkungan terkait predikat yang telah disandang kampungnya. Hal tersebut sesuai dengan yang pernyataan sebagai berikut: “Jadi yang namanya menyatakan diri sebagai kampung hijau itu kan ada komitmen dan tanggung-jawab yang cukup besar. Sehingga kalau kita mau melakukan sesuatu atau berperilaku yang tidak sesuai dengan tema lingkungan itu sendiri kurang enak seolah-olah ada yang mengingatkan. Jadi tanggung-jawab itu sudah terbawa menjadi perilaku sehari-hari kita.” (Wawancara dengan Ibu Suryati, Mei 2015) Pada saat dilangsungkannya deklarasi banyak komentar dari pihak luar yang meremehkan keberanian serta komitmen warga Kampung Gambiran dalam menyatakan diri sebagai Kampung Hijau. Komentar bernada negatif tersebut dijawab dengan hasil kerja keras warga Kampung Gambiran merubah kampungnya menjadi kampung yang ramah lingkungan sehingga mampu memberikan suasana yang bersih, hijau dan nyaman. Ibu Suryati mengatakan bahwa: “Tapi waktu itu juga ada yang ngomong kok udah berani deklarasi apa udah benar-benar peduli lingkungan? Harapannya setelah dideklarasikan, sebagai warga yang wilayahnya sudah menjadi kampung hijau warga itu punya tanggung jawab untuk lebih peduli dengan lingkungan.” (Wawancara dengan Ibu Suryati, Mei 2015) Dapat dikatakan bahwa warga Kampung Gambiran telah memiliki etika lingkungan yang baik. Etika lingkungan merupakan sikap manusia yang mampu mengelola lingkungan secara arif dan bijaksana agar keberadaannya tetap lestari. Etika lingkungan dapat diartikan sebagai berbagai prinsip moral lingkungan. Jadi etika lingkungan merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Dengan etika lingkungan manusia tidak saja mengimbangi hak dengan kewajiban terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan juga membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kelentingan lingkungan hidup. (Soerjani, dkk, 1987: 15)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
e. Mengadakan Kegiatan Bertemakan Lingkungan Setelah Deklarasi Kampung Hijau diselenggarakan. Pak Agus dan warga serta dibantu oleh WALHI Yogyakarta terus berupaya untuk menggiatkan gerakan pengelolaan lingkungan yang telah terwujud. Berbagai macam kegiatan bertemakan lingkungan yang diadakan di Kampung Gambiran bertujuan untuk menumbuhkan rasa peduli lingkungan yang telah dimiliki oleh warga. Kegiatan tersebut antara lain: Peringatan Hari Bumi pada tanggal 22 April 2006 yang mendatangkan Seniman Lingkungan Franky Sahilatua dengan acara Konser Bertemakan Lingkungan, PDLH WALHI DIY pada 20-25 Januari 2009 dengan acara Pentas Seni dan Budaya bersama Sawung Jabo, Pentas Seni Wayang bersama Kang Herry dan Ki Eko Suryo M pada tanggal 25 Agustus 2008, Seminar Nasional bersama Bapak Prof. Dr. Amien Rais dan Bapak Herry Zudianto pada tanggal 19 Januari 2009. Peresmian Taman Pinggir Sungai oleh Walikota Yogyakarta pada tanggal 6 Juni 2009, Gerakan Hemat Air dan Peresmian Biogas dengan Walikota Yogyakarta pada tanggal 8 Mei 2010, Aksi Kota Hijau bersama Kepala PUP. ESDM. DIY pada tanggal 6 November 2012, Deklarasi Forsidas Gajah Wong pada tanggal 24 Juni 2012, Dialog dengan Gubernur DIY bersama Masyarakat Kawasan Sungai pada tanggal 10 Juni 2013, Sarasehan Budaya dan Lingkungan bersama Cak Nun, dan Novia K. dengan Tema “Istimewakah Jogja? Dalam Kontek Pengelolaan Lingkungan Hidup pada tanggal 27 Juni 2013, Merti Kampung Gambiran pada tanggal 13 Agustus 2013, dan Merti Kali Gajah Wong pada tanggal 11 – 17 Mei 2015.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
Gambar IV.7 Peringatan Hari Bumi dengan Acara Konser Bertemakan Lingkungan Sumber : Dokumentasi Kampung Gambiran Beberapa kegiatan bertemakan lingkungan yang telah diadakan merupakan media penyampaian pesan pengelolaan lingkungan pada warga setempat. Dengan menggunakan media penyampaian melalui pentas seni dan hiburan, maka pesan pengelolaan lingkungan yang ingin disampaikan akan lebih mudah diterima. Karena dalam proses penyampaiannya dilakukan dengan cara santai dan menghibur. Dengan begitu warga dapat menikmati sekaligus menerima pesan yang ingin disampaikan berdasarkan tujuan dari kegiatan tersebut. f. Perluasan Jaringan dengan Pemerintah Sebagai LSM yang berfokus terhadap persoalan lingkungan, pendampingan yang dilakukan oleh WALHI Yogyakarta bagi Kampung Gambiran
terkait
keinginan
warga
untuk
melakukan
gerakan
pengelolaan lingkungan dilakukan secara intensif. Selain melakukan pendampingan dalam pembentukan POKJA, WALHI Yogyakarta juga ikut membantu ketika Kampung Gambiran mengadakan berbagai macam kegiatan bertemakan lingkungan. Tidak hanya itu, WALHI Yogyakarta juga berupaya melakukan perluasan jaringan dengan cara menghubungkan warga Kampung Gambiran dengan pihak luar to user khususnya pemerintah.commit Hal ini bertujuan agar Kampung Hijau di
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Gambiran semakin dikenal oleh masyarakat luas. Selain itu juga diharapkan pemerintah dapat ikut berkontribusi dalam mendukung pengembangannya. Seperti dalam hal pengadaan infrastruktur & sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pengembangan rangkaian POKJA pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat di Kampung Gambiran. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan sebagai berikut: “Dalam proses memfasilitasi pertemuan, memfasilitasi bikin pokjanya, terus perencanaan kegiatannya apa saja. Kemudian membangun jaringan, mengkomunikasikan dengan pemerintah dengan pihak-pihak lain” (Wawancara dengan Halik Sandera, Mei 2015) Pernyataan yang sama juga dikatakan oleh warga setempat, mereka mengatakan bahwa: “Untuk dari WALHI memberikan pendampingan. Dari kita masalah dana juga ngga mampu, kita hanya punya semangat. Sehingga semua saling mendukung.” (Wawancara dengan Bapak Rudi Susanto, Mei 2015) “Jadi waktu itu sering pertemuan-pertemuan kita diketemukan sama pihak yang mau dimintai dukungannya. LSM WALHI itu mengangkat kita ke pemerintah. Akhirnya untuk pengajuan bantuan tidak dipersulit.” (Wawancara dengan Ibu Suryati, Mei 2015) Dari upaya perluasan jaringan tersebut, Kampung Hijau di Gambiran menjadi lebih dikenal oleh masyarakat luas serta pemerintah. Dalam hal ini yaitu BLH DIY yang berfokus pada penanganan lingkungan hidup di Kota Yogyakarta. BLH DIY mendukung penuh upaya warga Kampung Gambiran dalam melakukan pengelolaan lingkungan.
Terkait
bentuk
dukungan
yang
diberikan
seperti
mengikutsertakan Bank Sampah Kampung Gambiran dalam Forum Komunikasi Jari Polah Kota Yogyakarta. Keikutsertaan Bank Sampah Kampung Gambiran dalam Forum Komunikasi Jari Polah tentu memberikan keuntungan tersendiri bagi user dikembangkan oleh Kampung kegiatan pengelolaan commit sampahto yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Gambiran. Jari Polah merupakan forum binaan BLH DIY rutin mengadakan pertemuan setiap tiga bulan dengan lingkupnya setiap satu kelurahan. Tujuan dari pertemuan rutin tersebut untuk terus menjaga minat masyarakat dalam mengangani persoalan sampah. Adapun dalam pertemuan tersebut dilakukan pelatihan dan monitoring terkait Bank Sampah yang sudah terbentuk. Untuk kegiatan pelatihan diisi dengan pemberian materi pengolahan sampah organik dan kreasi pembuatan bunga dari pemanfaatan sampah plastik. kegiatan monitoring dilakukan melalui pelaporan transaksi perkembangan transaksi Bank Sampah oleh para pengelola. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan sebagai berikut: “Dari BLH memang ada monitoring untuk tetap menjaga semangat itu ada setiap kira-kira 3 bulan sekali. Kegiatannya ya data transaksi setiap triwulannya harus dilaporkan ke BLH. Pelatihan juga, karena sentuhannya memang melalui pelatihan, terus juga monitoring.” (Wawancara dengan Ibu Suryati, Mei 2015) Bagi Ibu Suryati sebagai pengurus Bank Sampah Kampung Gambiran, bentuk dukungan yang diberikan oleh BLH DIY cukup bagus. Dari adanya kegiatan pelatihan pengolahan sampah yang diadakan dapat memberikan ilmu bagi Ibu-ibu dalam melakukan pengelolaan sampah. Sedangkan kegiatan monitoring diadakan setiap tiga bulan mampu memicu kinerja para pengelola Bank Sampah agar terus mengalami peningkatan. Hal tersebut seperti yang dikatakan beliau sebagai berikut: “Kalau ada monitoring kita pasti selalu berusaha baik to? Ya saya menilai monitoring dari BLH cukup bagus lah, supaya kita lebih bertanggung-jawab dalam membuat laporannya.” (Wawancara dengan Ibu Suryati, Mei 2015)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Gambar IV.8 Kegiatan Pelatihan Sampah Organik Sumber : Dokumentasi Kampung Gambiran Terkait dengan pengembangan Kampung Hijau secara umum BLH DIY sering mengadakan kegiatan lomba Kampung Hijau antar wilayah di Kota Yogyakarta. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan sebagai berikut: “Tahun ini kita ada lomba kampung hijau. Untuk tiap kelurahan mengadakan lomba kampung hijau antar RW nya, nanti para pemenang lomba yang dari kelurahan dilombakan lagi untuk yang antar kelurahan.” (Wawancara dengan Ibu Ika, Mei 2015) Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk terus menjaga semangat masyarakat agar tetap peduli dengan lingkungannya. Hal ini sesuai pernyataan sebagai berikut: “Agar masyarakat lebih semangat saja mbak, supaya tetap mau peduli dengan lingkungan.” (Wawancara dengan Ibu Christinna, Mei 2015) Matriks IV.3 Upaya Pengembangan Kampung Hijau di Gambiran No.
Aspek
Keterangan
Pendekatan yang digunakan: 1.
a. Pendekatan struktural
Pertemuan kampung sebagai media sosialisasi
untuk
menumbuhkan
commit toperilaku user suka menanam.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Upaya Pengembangan Kampung Hijau di Gambiran No.
Aspek
Keterangan Menunjukkan sosok peduli lingkungan
b. Pendekatan kultural
sebagai teladan warga agar merawat lingkungan. Dibentuk
2.
Pembentukan POKJA
program
pengelolaan
lingkungan berbasis masyarakat yang disebut dengan Tujuh POKJA.
Membangun komitmen 3.
warga menjalankan
Deklarasi Kampung Hijau Gambiran
tanggung jawab pengelolaan RW 08 pada 1 April 2007. lingkungan
4.
Sebagai
Mengadakan kegiatan bertemakan lingkungan
salah
satu
upaya
untuk
semakin menumbuhkan sikap peduli lingkungan warga. Sebagai upaya untuk memperoleh
5.
Perluasan jaringan dengan
dukungan
pengembangan
pemerintah
berbagai
pihak,
dari
khususnya
pemerintah. Sumber : Data Primer yang Diolah Pada Tanggal 1 Juli 2015 2. Tujuh POKJA Pengelolaan Lingkungan Berbasis Masyarakat Asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup RI memuat asas keanekaragaman hayati, bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
Sebagai upaya pengelolaan lingkungan di Kampung Gambiran, dibentuk serangkaian program pengelolaan lingkungan yang ditangani sendiri oleh warga setempat. Rangkaian program kegiatan tersebut tergabung dalam Tujuh POKJA. Ketujuh POKJA yang dijalankan oleh warga menunjukkan bahwa terdapat upaya terpadu yaitu serangkaian program
kegiatan
Serangkaian
pengelolaan
program
kegiatan
lingkungan yang
berbasis
dijalankan
masyarakat.
bertujuan
untuk
membiasakan warga setempat agar mengelola serta melestarikan sumber daya alam baik air, udara, dan tanah yang ada di lingkungan Kampung Gambiran. Dengan program tersebut diharapkan agar lingkungan hidup dapat terkelola dengan baik, sehingga berbagai macam SDA yang terkandung di dalamnya terjamin keberadaannya bagi generasi mendatang. Adapun ketujuh POKJA tersebut antara lain: a. POKJA Tamanisasi & Penghijauan Program penghijauan yang digiatkan oleh Pak Agus bersama warga lainnya ketika awal mula pengembangan Kampung Hijau sudah berjalan cukup baik. Hal ini terlihat dari lahan kosong setiap rumah warga yang ditanami berbagai macam tanaman, seperti tanaman hias, buah, dan, obat keluarga. Warga Kampung Gambiran masih terus berupaya untuk mengembangkan kegiatan dari POKJA Tamanisasi & Penghijauan. Diantaranya perwujudan keberadaan taman sebagai upaya mendukung program penghijauan, serta pengadaan RTH. Berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa pengertian RTH adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam UU No. 26 Tahun 2007, secara khusus mengamanatkan perlunya penyediaan dan pemanfaatan RTH, yang proporsi luasannya ditetapkan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari commit to user luas wilayah kota.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Kampung Hijau di Gambiran memiliki beberapa fasilitas umum yang keberadaannya mendukung kegiatan POKJA Tamanisasi & Penghijauan. Taman atau ruang terbuka hijau yang dimiliki seperti taman maupun balai pertemuan yang dapat dimanfaatkan oleh warga setempat maupun masyarakat umum. Sebagai pengembangan POKJA Tamanisasi & Penghijauan serta perwujudan amanat UU No. 26 Tahun 2007 mengenai perlunya penyediaan dan pemanfaatan RTH. Pada tahun 2012 dibangun taman yang saat ini dikenal dengan sebutan Gajah Wong Educational Park. Lahan kosong seluas 5000 m2 yang berada di Kampung Gambiran RT 45 RW 08 ini, pada mulanya merupakan tanah milik pemerintah yang hak sewanya dimiliki oleh Akademi Peternakan Gamaputra. Namun hampir 20 tahun masa sewanya lahan tersebut tidak segera dimanfaatkan. Dengan latar belakang keinginan warga untuk mewujudkan taman sebagai upaya mendukung program penghijauan serta pengadaan RTH, pada tahun 2011 warga Kampung Gambiran dengan mengantongi surat dukungan dari pemerintah setempat dan WALHI Yogyakarta berupaya untuk mengambil alih pemanfaatan lahan tersebut. Setelah menerima informasi dari warga setempat terkait keinginan mereka agar memanfaatkan lahan kosong yang ada untuk dijadikan taman, Kementerian PU melalui Dirjen Penataan Ruang mendatangi lokasi untuk melakukan peninjauan. Setelah memperoleh persetujuan, pihak pemerintah pusat segera membuat desain terkait dengan taman yang akan dibangun. Setelah dibuat desain perencanaan pembangunan, pada tahun 2012 pembangunan taman segera dimulai dengan tenaga kerja dan kebutuhan lainnya yang sudah disediakan oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan keterangan warga sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
“Karena melihat lokasinya sangat kumuh akhirnya warga sini coba mengajukan ke pemkot untuk mengambil hak gunanya untuk dibangun taman. Akhirnya setelah dapat dukungan dari pemerintah setempat, kita informasikan ke pusat kemudian ngecek, setelah lihat lokasinya mereka membuat desain. Setelah desain dibuat mereka langsung mengadakan tender.” (Wawancara dengan Bapak Prabowo, Mei 2015) Rencana pembangunan taman yang sudah dipersiapkan secara matang oleh pemerintah pusat membuat pelaksanaan pembangunan tidak membutuhkan waktu yang lama. Kurang dari satu tahun pembangunan taman di Kampung Gambiran sudah diselesaikan. Dalam kelangsungannya taman ini diberi nama “Gajah Wong Educational Park”. Tujuan dari pemberian nama Gajah Wong Educational Park bahwa taman yang letaknya tepat berada di sebelah Barat Sungai Gajah Wong tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau fasilitas pendidikan lingkungan bagi masyarakat umum, diluar fungsi utamanya sebagai RTH.
Gambar IV.9 Suasana Gajah Wong Educational Park Sumber : Dokumentasi Kampung Gambiran Sebagai salah satu taman di Kampung Gambiran, Gajah Wong Educational Park dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas umum commit to user yang dapat dimanfaatkan oleh warga setempat dan masyarakat umum.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
Seperti sarana permainan anak-anak, gazebo dan tempat duduk untuk bersantai, lahan yang dapat digunakan untuk mengadakan suatu acara atau kegiatan, serta berbagai tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk pendidikan lingkungan. Untuk semakin menyempurnakan fasilitas yang ada, di taman ini juga ditanam berbagai macam tanaman buah dan tanaman langka sebagai upaya pelestarian tumbuhan langka. Selain itu juga ada beberapa papan informasi yang berisi penjelasan terkait hal-hal yang berada di taman tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan sebagai berikut: “Harapannya kan dulu taman ini mau kita jadikan sarana edukasi begitu, jadi kita hanya memfasilitasi saja. Sekolah yang ada di dekat-dekat sini bisa mengadakan kegiatan di taman ini. Untuk memperkenalkan ini jenis tanaman-tanaman apa pada anak-anak TK dan SD oleh guru-gurunya. Dari sekolah mana gitu kadang juga mengajarkan cara menanam tanaman oleh guru-gurunya. Kemudian di beberapa titik juga ada papan berisi penjelasan legenda Sungai Gajah Wong, jenis pohon, dan lainnya.” (Wawancara dengan Bapak Jamroh Latief, Mei 2015)
Gambar IV.10 Anak-Anak yang Bermain di Gajah Wong Educational Park Sumber : Dokumentasi Dwi Yanti Fasilitas umum yang ada di Kampung Gambiran tidak hanya Gajah Wong Educational Park. Masih terdapat fasilitas umum lainnya commit to user berupa taman maupun area publik lain yang tersebar di beberapa lokasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
RT 45. Fasilitas itu antara lain Balai RT 45 yang biasa digunakan untuk pertemuan warga kampung dan kegiatan kreasi pengolahan sampah. Balai ini juga menyediakan berbagai jenis buku-buku pengetahuan
yang dapat
dimanfaatkan oleh warga setempat.
Selanjutnya masih di wilayah RT 45 terdapat taman kampung dan taman di bantaran Sungai Gajah Wong yang dapat digunakan untuk bersantai dan bercengkerama antar warga. Terdapat pula fitness outdoor yang biasa digunakan oleh warga setempat untuk kegiatan olahraga bulutangkis. Di ruang olahraga ini juga dilengkapi berbagai macam sarana prasarana olahraga dan alat-alat kebugaran.
Gambar IV.11 Salah Satu Taman di Kampung Gambiran RT 45 Sumber : Dokumentasi Tommy Apriando b. POKJA Sanitasi IPAL Dalam pertemuan yang kala itu rutin diadakan, disusun pula mengenai rencana kegiatan dari setiap POKJA yang ada. Seiring perkembangannya warga Kampung Gambiran mulai berusaha untuk menggiatkan rencana kegiatan yang sudah disusun sebelumnya dari setiap POKJA. Adapun POKJA Sanitasi IPAL mempunyai kegiatan pembangunan IPAL. Ide pembangunan saluran IPAL tersebut muncul sebagai upaya pengelolaan lingkungan atas pembuangan limbah dari to user dapur dan kamar mandicommit milik warga.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
Latar belakang dibentuknya POKJA Sanitasi IPAL atas dasar lokasi Kampung Gambiran RW 08 yang letaknya di sebelah Barat Sungai Gajah Wong membuat warga melakukan pembuangan limbah yang dihasilkan dari setiap rumah langsung ke sungai. Kebiasaan tersebut muncul karena kurangnya kepedulian warga terhadap lingkungan khususnya pengelolaan air sungai. Ditambah adanya kekhawatiran karena jarak yang dekat antara saluran pembuangan limbah dengan air sumur dapat memicu terjadinya pencemaran dari limbah yang dihasilkan rumah tangga terhadap air yang dikonsumsi sehari-hari. Berangkat dari situasi tersebut warga setempat berinisiatif untuk
melakukan
pembangunan
IPAL
yang bertujuan
untuk
mengurangi pencemaran air di Sungai Gajah Wong. Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan sebagai berikut: “Karena wilayah sini dalam pembuangan limbanya kan menimbulkan pencemaran di sungai. Apalagi jenis tanahnya itu pasir batu, jadi sangat mudah limbah yang ada terserap dan menyebar ke dalam tanah. Dari situlah akhirnya kita punya insiatif untuk membuat saluran IPAL.” (Wawancara dengan Bapak Prabowo, Mei 2015) Kondisi inilah yang akhirnya membuat warga setempat berinisiatif untuk membangun saluran IPAL yang lokasinya tersebar di beberapa wilayah Kampung Gambiran. Ke-5 RT yang ada di Kampung Gambiran RW 08 saat ini sudah memiliki IPAL untuk mengolah limbah yang dihasilkan dari setiap rumah. Saluran IPAL bagi wilayah RT 45 dibangun pada tahun 2005. Limbah yang dihasilkan baik kotoran manusia maupun limbah rumah tangga seperti air bekas mencuci atau mandi. Mengenai tata kelola perawatan setiap KK dikenakan biaya perawatan sebesar 2000-2500 rupiah setiap bulannya. Besaran biaya yang dibayarkan disesuaikan dengan jumlah penghuni dari setiap rumah. Uang tersebut digunakan untuk biaya operasional perawatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
IPAL. Perawatan IPAL meliputi penyedotan limbah dan pembersihan infrastruktur IPAL setiap 2-3 bulan sekali.
Gambar IV.12 IPAL RT 45 Sumber : Dokumentasi Dwi Yanti c. POKJA Sampah Bijak POKJA Sampah Bijak merupakan salah satu rangkaian kegiatan pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat yang tergabung dalam POKJA Kampung Hijau di Gambiran. POKJA Sampah Bijak termasuk dalam kategori PSBM. PSBM menempatkan masyarakat sebagai subjek (pelaku utama) dan penangung jawab dalam pengelolaan sampah di komunitasnya. Secara garis besar kegiatan PSBM meliputi: 1) minimalisasi timbulan sampah (reduce); 2) pemilahan sampah sesuai jenis di sumbernya; 3) pemanfaatan (reuse), pengolahan (recycle), dan/atau penjualan sampah; dan 4) pemrosesan akhir sampah residu di TPAS secara ramah lingkungan. Hal itu sesuai dengan amanah UU No. 18 Tahun 2008 (Pasal 12) yang mewajibkan setiap orang untuk mengurangi dan menangani sampah dengan cara berwawasan lingkungan (BLH DIY, 2014). Kegiatan utama POKJA Sampah Bijak adalah melakukan pengelolaan sampah secara ariftodan commit userbijak. Latar belakang dibentuknya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
POKJA Sampah Bijak adalah keprihatinan masih adanya masyarakat yang menganggap bahwa sungai adalah tempat sampah bersama. Hal ini membuat beberapa warga Kampung Gambiran
tergerak untuk
memberikan pemahaman secara mendalam kepada warga bahwa persoalan sampah harus dikelola secara baik dan benar. Beberapa warga yang bertindak sebagai pengelola POKJA Sampah Bijak memulai kegiatannya dengan menggiatkan kegiatan pemilahan sampah sesuai jenisnya. Program kegiatannya memberikan pemahaman kepada warga setempat mengenai pentingnya melakukan pemilahan sampah yang didasarkan pada jenisnya, yaitu sampah organik dan sampah non organik. Untuk semakin mendukung proses pemilahan sampah, pihak pengelola juga menyediakan tempat sampah yang
tersebar
di
beberapa
sudut
kampung.
Dimana
titik
penempatannya ± setiap 6 rumah diletakkan 3 jenis tempat sampah untuk pembuangan sampah yang berjenis non organik, seperti kertas, plastik, dan logam kaca. Sedangkan untuk sampah berjenis organik disediakan pula tempat sampah yang sekaligus sebagai komposter untuk pengolahan sebagai pupuk organik. Adapun pengadaan tempat sampah tersebut merupakan bantuan dari BLH DIY yang diberikan kepada warga sebagai dukungan atas kegiatan pemilahan sampah yang sedang dikembangkan.
Gambar IV.13 Tiga Jenis Tempat Sampah yang Berada di Sudut Kampung commit to user Sumber : Dokumentasi Dwi Yanti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
Bukan perkara mudah bagi pengelola untuk menumbuhkan kesadaran warga agar melakukan pemilahan sampah. Dengan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada seperti dalam pertemuan Ibu-ibu PKK serta Dasa Wisma pihak pengelola selalu mengadakan sosialisasi mengenai pentingnya pemilahan sampah kepada warga. Dari adanya penyuluhan yang dilakukan secara terus-menerus akhirnya warga mulai terbiasa membuang sampah dengan benar. Yaitu dipilah terlebih dahulu baru selanjutnya dimasukkan ke tempat sampah yang sesuai dengan jenisnya. Dalam kurun waktu satu bulan pengelola akan melakukan pembongkaran sampah sebanyak dua kali di setiap titik yang diletakkan tempat sampah. Dari hasil sampah yang telah dipilah, untuk sampah organik akan dijadikan pupuk kompos. Sedangkan untuk sampah non organik akan dijual ke pengepul sampah. Dengan adanya pemasukan uang kas yang diperoleh POKJA Sampah Bijak dari hasil penjualan sampah para warga membuat warga setempat berkeinginan menjual sampah mereka secara langsung kepada pengepul. Hal ini mereka lakukan karena ingin memperoleh tambahan pemasukan dari sampah yang dihasilkan. Hal tersebut nampak dari keterangan sebagai berikut: “Dari sampah yang terkumpul kemudian dipilah-pilah itu sama POKJA kan kita jual, dan ada nilai ekonomisnya. Setelah tau bahwa pokja itu punya kekayaan dari sampah milik warga, akhirnya warga pingin menjual sendiri. Sebelumnya, tong-tong itu isinya berkurang. Kita bertanyatanya, ini sampahnya kemana? Ternyata dijual sendiri oleh masyarakat langsung.” (Wawancara dengan Ibu Suryati, Mei 2015) Dengan latar belakang keinginan warga tersebut serta adanya anjuran dari pemerintah bahwa setiap RW disarankan memiliki Bank Sampah sebagai upaya mewujudkan kegiatan PSBM yaitu penjualan sampah. POKJA Sampah Bijak melakukan pengembangan menjadi Bank Sampah yang dikenal dengan nama “Bank Sampah ASRI”. Dari user bisa menyalurkan sampah yang adanya Bank Sampahcommit ASRI towarga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
dimiliki kepada pengelola. Selanjutnya hasil berupa uang yang diperoleh dari sampah yang disetorkan akan dicatat di buku bantu untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam rekening bank yang dimiliki oleh setiap anggota Bank Sampah. Sejak dibentuknya Bank Sampah ASRI membuat warga menjadi lebih antusias dalam melakukan pemilahan sampah. Dalam proses penyalurannya, sampah yang sudah dipilah berdasarkan jenisnya akan dihargai sesuai dengan harga setiap jenisnya. Dengan begitu pemasukan yang diperoleh warga juga akan lebih banyak dibanding penyaluran sampah yang sebelumnya masih tercampur. Sampah yang masih tercampur akan dihargai sama rata dengan cara diambil harga terendah dari beberapa jenis sampah yang disetorkan.
Gambar IV.14 Sekretariat Bank Sampah Asri Sumber : Dokumentasi Tommy Apriando Seiring perkembangan waktu Bank Sampah ASRI mulai dikenal oleh masyarakat luas. dari situlah semakin bertambah luas pula jaringan yang dimiliki oleh Bank Sampah ini. Berbagai macam kegiatan dengan tema pengelolaan sampah pernah diikuti oleh para pengelola Bank Sampah ASRI. Salah satunya kegiatan study banding di beberapa lokasi di antaranya Sukunan, Waru Sidoarjo, Blitar, dan Surabaya. Sebagai bentuk dukungan dari pemerintah Kota Yogyakarta commit to user terkait Bank Sampah secara umum pengelolaan sampah oleh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
masyarakat, dibentuk Forum Komunikasi Jari Polah Kota Yogyakarta atau yang biasa dikenal dengan sebutan Jari Polah Yogyakarta. Keikutsertaan Bank Sampah ASRI dalam forum tersebut tentunya memberikan manfaat yang cukup besar bagi perkembangannya. Pengelola Bank Sampah ASRI tidak hanya menambah pengetahuan dan pengalaman terkait informasi pengelolaan sampah dari berbagai kegiatan yang diikuti. Pengelola Bank Sampah ASRI yang sudah cukup lama berkecimpung dalam hal pengelolaan sampah juga sering diikutsertakan sebagai narasumber bagi masyarakat yang baru merintis Bank Sampah. Hal tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi Ibu Suryati yang merupakan salah satu pengelola Bank Sampah ASRI. Dengan dijadikannya beliau sebagai narasumber bagi pengelola Bank Sampah baru yang sedang merintis, beliau dapat menyalurkan ilmu yang dimiliki berupa informasi pengelolaan sampah kepada warga lainnya seperti yang diutarakan beliau sebagai berikut: “Senengnya bisa menyebarkan virusnya untuk orang lain. Dan Alhamdulillah.. di Kelurahan Pandeyan ini sudah ada 12 bank sampah, dari 13 RW yang ada.” (Wawancara dengan Ibu Suryati, Mei 2015) Jari Polah Yogyakarta rutin mengadakan pertemuan antar pengelola Bank Sampah. Kegiatan dari pertemuan tersebut adalah menyampaikan laporan transaksi jual-beli sampah yang dilakukan, serta memberikan pelatihan maupun informasi terkait pengelolaan sampah. Dalam kegiatan pelatihan para pengelola Bank Sampah diberikan materi pemanfaatan sampah baik organik maupun non organik untuk diolah kembali menjadi barang yang dapat digunakan kembali dan bernilai jual. Kegiatan pelatihan yang dilakukan meliputi pembuatan pupuk kompos, serta kreasi dari pemanfaatan sampah plastik yang bisa dibuat menjadi hiasan atau peralatan rumah tangga. Hasil kreasi dari pemanfaatan sampah seperti bunga berbahan kantong plastik kresek maupun sedotan es, serta kantong serbaguna berbahan commit to user kemasan plastik sachet.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
Kegiatan PSBM yaitu pemanfaatan dan pengolahan sampah juga dijalankan oleh Bank Sampah ASRI. Hal ini dapat dilihat dari para Ibu yang berinovasi dalam kegiatan daur ulang pemanfaatan sampah. Kegiatannya dilakukan setiap Jumat malam. Ibu-ibu berkumpul untuk mengolah kembali sampah non organik agar menghasilkan barang yang lebih berguna dan bernilai jual. Adanya semangat dari Ibu-ibu Kampung Gambiran dalam melakukan inovasi pemanfaatan sampah diapresiasi betul oleh pemerintah. Melalui Jari Polah Yogyakarta hasil kreasi sampah Ibu-ibu sering diikutsertakan dalam berbagai pameran produk daur ulang sampah.
Gambar IV.15 Hasil Kreasi Dari Sampah Non Organik Sumber : Dokumentasi Dwi Yanti d. POKJA Sungai POKJA Sungai Kampung Hijau di Gambiran berfokus pada pengelolaan Sungai Gajah Wong yang letaknya berada di sebelah Timur pemukiman warga. Kegiatan yang dilakukan oleh para pengelola POKJA Sungai adalah memberikan pemahaman kepada warga setempat bahwa Sungai Gajah Wong di lingkungan mereka hendaknya tidak dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah jenis apapun. Di samping itu POKJA ini juga berupaya untuk melakukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
pelestarian air sebagai cadangan kehidupan untuk masa yang akan datang. Untuk menumbuhkan kesadaran warga bahwa sungai bukanlah tempat untuk pembuangan sampah. Pengelola POKJA sungai sering memberikan penyuluhan terkait dampak yang ditimbulkan akibat kebiasaan tersebut. Dalam melakukan pengelolaan Sungai Gajah Wong, POKJA Sungai mampu bersinergi dengan POKJA Sampah Bijak serta POKJA Sanitasi IPAL untuk medukung program yang diupayakan. Untuk menumbuhkan kesadaran warga agar tidak menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah. POKJA Sungai didukung dengan berbagai macam kegiatan pengelolaan sampah dari POKJA Sampah Bijak. Pola pikir warga yang awalnya menganggap bahwa sampah merupakan barang yang sudah tidak lagi memiliki nilai guna terlebih nilai jual, diubah oleh pengelola POKJA Sampah Bijak dengan dikreasikan menjadi berbagai macam produk daur ulang sampah. Warga khususnya Ibu-ibu saat ini sudah mampu melakukan daur ulang sampah yang dihasilkan dari setiap rumah tangga. Untuk sampah organik dibuat menjadi pupuk kompos. Sedangkan untuk sampah non organik dikreasikan menjadi berbagai macam hiasan dan peralatan rumah tangga. Melalui upaya tersebut tentunya mampu mengurangi kebiasaan warga untuk tidak lagi membuang sampah di Sungai Gajah Wong. POKJA Sungai juga berupaya melakukan pelestarian air untuk menjaga kualitas air serta menjamin bahwa keberadaannya masih terjaga hingga masa yang akan datang. Upaya tersebut ditempuh melalui pembangunan saluran IPAL bagi warga Kampung Gambiran. Dengan adanya saluran IPAL, limbah yang dihasilkan setiap rumah milik warga mampu dimurnikan terlebih dahulu sebelum dialirkan ke sungai. Dengan demikian dapat mengurangi pencemaran air Sungai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
Gajah Wong serta meminimalisir pencemaran air sumur yang dikonsumsi sehari-hari. Kegiatan POKJA Sungai tidak sebatas berupaya merubah pola pikir warga dalam memperlakukan sungai. Tetapi juga mengupayakan pembangunan talud dan bronjong untuk mencegah terjadinya banjir yang dapat melanda pemukiman warga. Dalam perkembangannya POKJA Sungai berkembang menjadi FORSIDAS Gajah Wong. Forum ini dideklarasikan pada tanggal 24 April 2012, dengan fokus utamanya yaitu melakukan pengelolaan Sungai Gajah Wong dari hulu ke hilir.
Gambar IV.16 Bantaran Sungai Gajah Wong Dijadikan Taman Sebagai RTH Sumber : Dokumentasi Kampung Gambiran e. POKJA Perpustakaan POKJA Kampung Hijau di Gambiran tidak hanya menjalankan kegiatan dalam bidang pengelolaan lingkungan. Salah satu program lain dalam POKJA Kampung Hijau di Gambiran yaitu POKJA Perpustakaan. Program ini diluncurkan atas dasar rasa kepedulian dari Pak Agus bahwa warga Kampung Gambiran khususnya anak-anak hendaknya memiliki rasa haus terhadap ilmu pengetahuan. Dimana hal itu dapat dicapai dengan cara membaca buku. Didasari hal tersebut beliau berupaya untuk mendirikan POKJA Perpustakaan yang commit to user ditempatkan di Balai RT 45.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
Dengan adanya POKJA Perpustakaan di Kampung Gambiran yang saat ini diberi nama “Perpustakaan Jendela Dunia” diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap informasi serta pengetahuan yang luas dari buku-buku yang disediakan.
Gambar IV.17 Fasilitas Perpustakaan yang Dapat Dimanfaatkan Oleh Warga Sumber : Dokumentasi Kampung Gambiran f. POKJA Energi Alternatif Untuk semakin mendukung gerakan pengelolaan lingkungan melalui Tujuh POKJA. Dibentuk pula POKJA Energi Alternatif sebagai
upaya
mewujudkan
penggunaan
energi
yang
ramah
lingkungan. Di wilayah Kampung Gambiran terdapat beberapa energi alternatif yang bersumber dari SDA yang tidak terbatas. Salah satunya terdapat PJU-TS yang terdiri dari 13 PJU dan pos induk berkekuatan 50 VP setara dengan 500 watt yang mampu menopang penggunaan listrik untuk lampu di beberapa gazebo, serta sebagai sumber pembangkit pompa air untuk MCK di Gajah Wong Educational Park. PJU Tenaga Surya dapat beroperasi secara mandiri dengan menyimpan cahaya matahari yang diterima, kemudian diubah menjadi energi untuk kebutuhan listrik. Dengan penggunaan teknologi tersebut PJU TS yang ada tidak lagi membutuhkan energi lain, seperti BBM maupun lainnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
Gambar IV.18 Lampu Bertenaga Surya di Gajah Wong Educational Park Sumber : Dokumentasi Tommy Apriando g. POKJA Ekonomi Lingkungan Kegiatan pemilahan sampah oleh warga yang diinisiasi oleh Bank Sampah ASRI sudah mampu berjalan secara efektif. Terlihat dari adanya pemilahan dan penjualan sampah secara rutin oleh warga setempat. Terlebih kegiatan ini mampu menjadikan sampah yang awalnya dianggap tidak berguna justru dapat menghasilkan uang dari penjualannya. Pada perkembangannya pengelola Bank Sampah ASRI sering mengikuti kegiatan pelatihan daur ulang sampah yang diadakan oleh Jari Polah Yogyakarta. Berawal dari itu pula Ibu-ibu mencoba untuk terus berinovasi dalam melakukan daur ulang sampah. Dari kegiatan tersebut dihasilkan berbagai macam barang maupun peralatan rumah tangga seperti rangkaian bunga dan alas gelas berbahan dasar bekas kantong plastik kresek, kantong serbaguna dari bekas kemasan sachet, dan alas piring dari kemasan minuman gelas yang dirangkai sedemikian rupa. Hal tersebut menunjukkan bahwa POKJA Ekonomi Lingkungan mampu mewujudkan kegiatan 3 pemanfaatan (reuse), commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
pengolahan (recycle), dan/atau penjualan sampah. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan sebagai berikut: “Harapannya dulu kan sampah yang ada bisa bernilai jual begitu. Kemudian kalau sampah di recycle, daur ulang itu kalau dijual bisa menambah pemasukan juga.” (Wawancara dengan Bapak Jamroh Latief, Mei 2015)
Gambar IV.19 Hasil Transaksi Penjualan Sampah oleh Warga Sumber : Dokumentasi Dwi Yanti Bermodalkan semangat serta kreatifitas yang tinggi, Ibu-ibu mampu menyulap limbah yang dianggap sudah tidak terpakai menjadi barang
yang
menarik
dan
bernilai
guna.
Sebagai
rencana
pengembangan ke depan berbagai macam produk daur ulang yang dihasilkan dari tangan kreatif Ibu-ibu Kampung Gambiran dapat dipasarkan secara berkelanjutan. Karena sampai saat ini pemasaran hanya sebatas pemesanan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dengan jumlah yang relatif tidak banyak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
Gambar IV.20 Hasil Kreasi Sampah Non Organik Sumber : Dokumentasi Dwi Yanti Matriks IV.4 Tujuh POKJA Pengelolaan Lingkungan Berbasis Masyarakat No
POKJA
Program Kegiatan Program penghijauan Kampung Gambiran
1.
2.
3.
4.
POKJA Tamanisasi
serta pengadaan taman sebagai perwujudan
& Penghijauan
RTH.
POKJA Sampah Bijak POKJA Sanitasi IPAL POKJA Pengelolaan Sungai
Pemilahan sampah berdasarkan jenisnya; sampah organik dan non-organik. Bank Sampah ASRI Pembangunan saluran IPAL
Pelestarian Sungai Gajah Wong.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
Tujuh POKJA Pengelolaan Lingkungan Berbasis Masyarakat No
POKJA
Program Kegiatan Penggunaan
5.
POKJA Energi Alternatif
energi
non
elpiji
yang
dihasilkan dari IPAL biogas. Penggunaan lampu bertenaga surya di Gajah Wong Educational Park.
6.
7.
POKJA Ekonomi Lingkungan
Pemanfaatan sampah untuk diolah menjadi produk daur ulang yang bernilai guna dan bernilai jual.
POKJA
Pengadaan
buku-buku
pengetahuan
bagi
Perpustakaan
anak-anak dan warga Kampung Gambiran.
Sumber : Data Primer yang diolah pada tanggal 2 Juli 2015 Untuk menyempurnakan upaya pelestarian air melalui kegiatan Sanitasi IPAL dan pengelolaan Sungai Gajah Wong, di Kampung Gambiran digiatkan pula pembuatan lubang biopori dan sumur resapan air hujan. Lubang biopori adalah lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk akibat berbagai akitifitas organisme di dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman, rayap dan fauna tanah lainnya. Lubang-lubang yang terbentuk akan terisi udara, dan akan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah. Lubang biopori adalah metode alternatif untuk meresapkan air hujan dan mengolah sampah organic. Sampah yang dimasukkan kedalam lubang akan memancing fauna-fauna di dalam tanah untuk membuat terowongan kecil sehingga air cepat meresap (BLH Kota Yogyakarta, 2011). Sedangkan sumur resapan air hujan merupakan salah satu rekayasa teknik konservasi air berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan yang jatuh di atas atap rumah atau daerah kedap air dan meresapkannya ke commit to user dalam tanah (Polontalo, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
Pembangunan lubang biopori di Kampung Gambiran dimulai pada tahun 2008. Kemudian disusul dengan pembangunan sumur resapan air hujan yang dimulai pada tahun 2009. Pada saat itu Pemerintah Kota Yogyakarta mempunyai program untuk menggalakkan pembangunan lubang biopori sebagai upaya pelestarian air di wilayah Kota Yogyakarta. Sedangkan program pembangunan sumur resapan merupakan bantuan dari BLH Provinsi DIY. Dalam proses pembangunannya pihak BLH Provinsi DIY menyerahkan kewenangan pembagian titik-titik yang akan dibangun sumur resapan kepada setiap RW. Terkait pengadaan alat dan bahan serta tenaga kerja dalam proses pembangunannya sudah dipersiapkan oleh pihak BLH Provinsi DIY. Pada dasarnya lubang biopori dan sumur resapan air hujan memiliki fungsi yang hampir sama, yaitu sebagai daerah resapan air tanah guna menjaga cadangan dan kualitas air. Serta mencegah adanya genangan air di permukaan tanah yang dapat menimbulkan banjir. Di Kampung Gambiran sendiri terdapat keduanya, yakni lubang biopori dan sumur resapan air hujan. Untuk lubang biopori di wilayah ini jumlahnya ±100 titik, sedangkan sumur resapan air hujan terdapat 80 titik. Penggunaan keduanya sangat efektif dalam menampung air hujan di wilayah tersebut, sehingga dapat meminimalisir adanya genangan air hujan yang dapat menimbulkan banjir. E. Hambatan dalam Pengembangan Kampung Hijau di Gambiran Dalam mewujudkan kehidupan warga Kampung Gambiran yang selaras dengan lingkungan melalui pengembangan Kampung Hijau tentu menemui berbagai macam hambatan. Pada bagian ini, akan dipaparkan beberapa hambatan yang ditemui dalam upaya pengembangan Kampung Hijau di Gambiran, antara lain: 1. Hambatan dari Warga Hambatan dari warga merupakan beberapa hambatan yang disebabkan oleh sikap warga Kampung commit to userGambiran yang belum menyadari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
pentingnya pengelolaan lingkungan. Pola pikir warga yang belum menyadari pentingnya pengelolaan lingkungan, menimbulkan kesulitan ketika mengajak mereka untuk melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan. Secara lebih rinci akan dijelaskan sebagai berikut: a. Upaya Menggiatkan Program Penghijauan Langkah awal yang dilakukan untuk menggerakkan warga Kampung Gambiran agar lebih peduli terhadap lingkungan dimulai dengan menumbuhkan perilaku suka menanam sebagai program penghijauan.
Upaya
yang
dilakukan
oleh
Pak
Agus
untuk
menumbuhkan perilaku suka menanam bagi warga dilakukan melalui pendekatan struktural. Dengan menggunakan media pertemuan warga seperti pertemuan Ibu-ibu PKK, Dasa Wisma, dan pertemuan malam Selasa
Kliwon.
Warga
Kampung
Gambiran
dihimbau
untuk
memanfaatkan lahan pekarangan rumah untuk ditanami berbagai macam tanaman. Warga dianjurkan untuk menanam tanaman hias sebagai perindang serta mempercantik lingkungan. Disarankan pula untuk menanam tanaman obat keluarga dan tanaman buah sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh warga. Dalam kelangsungannya upaya ini tentu tidak dapat berjalan dengan mudah. Berbagai macam hambatan ditemui dalam upaya yang dilakukan. Ketika warga dianjurkan untuk memanfaatkan lahan pekarangan rumah serta tepi jalan ditanami berbagai macam tanaman, beberapa warga tidak menyetujui ide tersebut dengan pertimbangan akan mengganggu ketika mobil melintasi jalan. Pertentangan pendapat yang terjadi antar warga ini disadari betul oleh Pak Agus. Karena memang gerakan pengelolaan lingkungan tidak dapat secara langsung memberikan manfaat bagi warga. Beliau menyatakan bahwa: “Konfliknya seperti ini saja, ketika kita menghimbau untuk tepi jalan yang di setiap rumah diberi tanaman-tanaman. Ada yang mengatakan nanti ganggu mobil lewat.” (Wawancara dengan Bapak Agus Susanto Priyono, April 2015) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
Pernyataan tersebut juga dibenarkan oleh warga lainnya, beliau mengatakan bahwa: “Kita akui beberapa juga ada yang satu dua merespon negatif. Dimana-mana yang namanya penyadaran lingkungan pasti ada yang pro maupun kontra, memang merupakan hal yang sangat sulit.” (Wawancara dengan Bapak Rudi Susanto, Mei 2015) Dengan diberi pengertian secara perlahan-lahan, bahwa dengan banyaknya tanaman maka lingkungan kampung akan menjadi lebih nyaman dan sejuk akhirnya warga yang sempat menolak gagasan tersebut tertarik untuk ikut berperan serta dalam penghijauan yang sedang digiatkan. Bahkan warga tersebut mengakui setelah program penghijauan dapat berjalan, lingkungan terasa lebih asri dan nyaman. Manfaat yang dirasakan itu pula yang akhirnya mampu merubah sikap warga yang sempat menolak ide penghijauan menjadi tertarik untuk ikut serta menanam berbagai tanaman. Seiring berjalannya waktu warga Kampung Gambiran mulai terbiasa dengan perilaku suka menanam. Kesadaran warga akan pentingnya melakukan penghijauan di tingkat kampung pun mulai terbentuk dengan baik. Meskipun sudah mampu berjalan secara baik bukan berarti tidak ada lagi sikap kontra dari warga Kampung Gambiran. Program penghijauan yang sedang digiatkan dengan cara warga dihimbau untuk menanam banyak tanaman menimbulkan masalah baru. Dari adanya berbagai macam tanaman yang ditanam menimbulkan banyak sampah dari dedaunan kering yang gugur. Beberapa warga menilai adanya program penghijauan di kampung mereka justru membuat lingkungan menjadi kotor. Hal ini sesuai pernyataan sebagai berikut: “Ada warga kan juga tidak suka dengan pohon, mereka menganggap kalau ada pohon justru mengotori lingkungan. Kalau ngga ada pohon kan ngga usah harus nyapu.” (Wawancara dengan Bapak Rudi Susanto, Mei 2015) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
Untuk menghadapi sikap kontra dari beberapa warga terkait dari banyaknya tanaman yang ada justru membuat lingkungan menjadi kotor. Warga yang aktif sebagai penggerak program penghijauan mengatasi persoalan tersebut dengan menggunakan pendekatan kultural. Pendekatan kultural dalam hal ini dilakukan dengan cara menunjukkan sosok yang sudah melakukan gerakan peduli lingkungan. Pada sore hari Istri dari Pak Agus menyapu lingkungan sekitar Kampung Gambiran. hal ini terkait dengan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, secara khusus banyaknya sampah yang muncul dari dedaunan kering yang gugur. Kegiatan ini rutin beliau lakukan setiap hari karena adanya kepedulian untuk mewujudkan lingkungan yang sehat dan bersih. Selain itu harapannya juga dapat menggugah rasa keinginan dari warga untuk ikut serta dalam menjaga kebersihan lingkungannya. Sehingga dengan adanya sosok tersebut mampu memberikan teladan bagi warga terkait kepedulian mereka terhadap lingkungan. Selanjutnya warga setempat merasa tergugah hatinya untuk ikut melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan yang sebelumnya telah dilakukan oleh sosok yang diteladani. b. Pembentukan POKJA Kampung Hijau di Gambiran memiliki kegiatan pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat yang tergabung dalam Tujuh POKJA. Antara lain; POKJA Tamanisasi & Penghijauan, POKJA Sampah Bijak, POKJA Sanitasi IPAL, POKJA Sungai, POKJA Energi Alternatif, POKJA Ekonomi Lingkungan, dan POKJA Perpustakaan. Pembentukan ketujuh POKJA tersebut muncul sebagai upaya pemecahan atas pemetaan masalah lingkungan yang dihadapi oleh warga. Kala itu warga Kampung Gambiran mengadakan pertemuan rutin untuk menyusun kegiatan dari ketujuh POKJA yang ada. Namun dalam kelangsungannya ditemui beberapa warga yang justru bersikap pesimis serta meragukan kelangsungan dari kegiatan pengelolaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
lingkungan yang diwujudkan. Hal ini seperti pernyataan sebagai berikut: “Warga suka pesimis, kemudian program kita dianggap anehaneh. Pengelolaan sampah dianggap kurang kerjaan, nah itu yang saya bilang tadi ada suara-suara pesimis.” (Wawancara dengan Bapak Rudi Susanto, Mei 2015) Untuk menghadapi sikap warga yang cenderung pesimis dengan kegiatan pengelolaan lingkungan yang sedang diwujudkan, warga
lain
yang
meyakini
keberhasilan
program
ini
tidak
menghiraukan hal tersebut. Warga yang optimis tetap berupaya untuk menjalankan kegiatan yang direncanakan. Setelah beberapa kegiatan pengelolaan lingkungan mulai berjalan dengan baik. Dengan sendirinya warga yang sempat meragukan kelangsungan kegiatan mau mengakui keberhasilannya. Selanjutnya mereka mulai ikut berperan serta dalam kegiatan yang dijalankan. 2. Hambatan dari Luar Warga Hambatan dari luar warga Kampung Gambiran merupakan hambatan yang disebabkan oleh pihak luar yang terlibat dalam pengembangan Kampung Hijau di Gambiran. Beberapa hambatan tersebut antara lain: a. Hambatan dari Pembangunan Taman Salah
satu
rangkaian
kegiatan
pengelolaan
lingkungan
Kampung Hijau di Gambiran yaitu pengembangan taman sebagai RTH bagi warga setempat serta masyarakat umum. Upaya pengembangan taman di Kampung Gambiran dapat dikatakan sudah berhasil diwujudkan. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan beberapa taman yang tersebar di lokasi kampung. Salah satu taman yang terbesar dan menjadi ikon Kampung Hijau di Gambiran yaitu Gajah Wong Educational Park. Taman seluas 5000 m2 yang dibangun pada tahun 2012 ini tidak sebatas menyediakan yang nyaman untuk interaksi antar commitlahan to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
warga. Gajah Wong Educational Park juga diharapkan mampu dijadikan sarana pendidikan lingkungan bagi masyarakat umum. Terlebih
keberadaan
Gajah
Wong
Educational
Park
mampu
mendukung upaya pemerintah dalam mewujudkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Bahwa keberadaan RTH yang ada di setiap kota paling tidak harus memenuhi 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah suatu kota. Dalam kelangsungannya taman ini mampu memberikan manfaat bagi kehidupan warga maupun masyarakat umum. Meskipun tidak dapat dipungkiri keberadaan Gajah Wong Educational Park juga menimbulkan permasalahan. Permasalahan tersebut muncul sebagai konsekuensi dari upaya menyediakan lingkungan yang nyaman bagi masyarakat, antara lain: 1) Kurangnya Kepedulian Lingkungan oleh Penghuni Kos Setelah pembangunan Gajah Wong Educational Park selesai, salah satu warga Kampung Gambiran
memanfaatkan
lingkungan kampung yang asri dan nyaman untuk keuntungan pribadi. Dalam kelangsungannya warga tersebut membangun rumah kos yang berada di sekitar lokasi Gajah Wong Educational Park. Letak rumah kos berada di sekitar lingkungan asri dan nyaman, ditambah berdekatan dengan taman yang cukup luas. Tentunya mampu memberikan nilai jual yang cukup tinggi. Dari pembangunan rumah kos tersebut menimbulkan permasalahan di Kampung Gambiran. Para penghuni kos yang merupakan warga pendatang merasa tidak memiliki lingkungan yang mereka tinggali. Hal tersebut membuat mereka tidak peduli terhadap berbagai macam kegiatan pengelolaan lingkungan yang dijalankan oleh warga setempat. Tidak adanya rasa kepedulian penghuni kos terhadap lingkungan tentunya menimbulkan kerugian bagi warga Kampung Gambiran. Seringkali para penghuni kos to user pembalut ke closed kamar mandi. membuang sampahcommit padat, seperti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
Dampaknya adalah saluran IPAL yang tersambung dari setiap pembuangan limbah rumah tersumbat karena keberadaan sampah padat tersebut. Hal tersebut sesuai pernyataan sebagai berikut: “Orang-orang yang punya duit bikin kos-kosan, mereka kan sebenarnya menjual wilayah kita. Anak-anak kos hanya berpikir mereka sudah membayar biaya sewa kepada pemiliknya, tanpa berusaha ikut merawat lingkungan. Mereka tidak mau berpikir ini kontribusinya terhadap lingkungan apa? Seringkali pembalut dibuang begitu saja ke saluran, nah itu kan kalau mampet kan kita yang susah.” (Wawancara dengan Bapak Agus Susanto Priyono, April 2015) Dalam
menghadapi
persoalan
terkait
perilaku
para
penghuni kos yang berdampak negatif pada kegiatan pengelolaan lingkungan Kampung Gambiran, upaya yang dilakukan sebatas mengingatkan para penghuni kos agar tidak lagi membuang sampah padat di closed kamar mandi. Penghuni kos dihimbau untuk ikut aktif dalam kegiatan pengelolaan lingkungan yang dijalankan oleh warga. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut sudah dilakukan oleh warga, namun upaya tersebut belum mampu memperoleh hasil yang maksimal. Hal ini karena penghuni kos merupakan warga tidak tetap. Penghuni kos sering mengalami pergantian. Kondisi tersebut tentu menjadi kendala tersendiri dalam upaya mengatasinya. 2) Pemeliharaan Taman Kampung Gambiran memiliki beberapa taman yang dapat dimanfaatkan oleh warga setempat serta masyarakat umum. Seperti taman kampung RT 45, taman yang ada di bantaran sungai Gajah Wong, Gajah Wong Educational Park, dan fitness outdoor. Beberapa taman tersebut dilengkapi berbagai macam fasilitas yang mendukung keberadaan dari setiap taman. Dalam kelangsungannya fungsi dari beberapa taman yang diwujudkan sebagai RTH ini commit to user mampu berjalan dengan baik meskipun masih terdapat kekurangan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
di dalamnya. Kekurangan dari taman yang ada antara lain keberadaan
beberapa
taman
yang
belum
mendapatkan
pemeliharaan secara layak dari pihak yang berwenang, berbagai macam
fasilitas
yang tersedia
di
setiap
taman tentunya
membutuhkan perawatan secara berkala, tidak adanya perawatan tersebut membuat beberapa alat kebugaran yang tersedia di fitness outdoor tidak dapat dipergunakan lagi karena mengalami kerusakan. Permasalahan
yang
sama
juga
ditemukan
dalam
pemeliharaan Gajah Wong Educational Park. Berbagai macam fasilitas seperti lampu bertenaga surya, mobil aki, tempat cuci tangan dan kolam ikan yang tersedia mengalami kerusakan karena kurang perawatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan sebagai berikut: “Pengelola dari taman gajah wong educational park itu belum jelas betul, kepengurusannya itu siapa? Sehingga pengelolaannya belum jelas, siapa yang bertanggungjawab langsung terhadap RTH ini. Ada 13 titik lampu yang menggunakan energi alternatif, kalau misalnya rusak siapa yang mau bertanggung jawab? Termasuk juga lampu penerangan itu, pulsanya habis siapa yang mau isi ulang kan? Jadi sementara ini dikelola oleh warga semampunya.” (Wawancara dengan Bapak Jamroh Latief, Mei 2015) “Lampu-lampu itu kan pakai tenaga matahari, bagaimana perawatan solar cell nya kan cukup mahal juga. Setiap lampu seharga 300 ribu, ada 13 titik yang 1 titiknya ada 2 lampu kalau masyarakat yang disuruh untuk menanggung perawatan taman seperti itu ya ngga akan mampu.” (Wawancara dengan Bapak Agus Susanto Priyono, Mei 2015) Pernyataan yang sama juga diutarakan oleh Bapak Rudi, beliau mengatakan bahwa:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
“Karena perawatannya sampai sekarang belum ada. Jadi perawatan dari taman seluas itu cukup terbengkalai juga, memang warga RT sini sudah merawat tapi masih jauh dengan kapasitas yang diperlukan. Idealnya ada tenaga khusus sendiri, tapi ya belum ada sampai sekarang.” (Wawancara dengan Bapak Rudi Susanto, Mei 2015) Hingga saat ini warga hanya bisa melakukan perawatan semampunya. Warga hanya bisa sebatas merapikan rumput atau membersihkan sampah yang ada. Terkait dengan berbagai macam fasilitas yang mengalami kerusakan masih dibiarkan saja, karena untuk perbaikannya tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Gambar IV.21 Kondisi Kolam Ikan di Gajah Wong Educational Park yang Tidak Terawat Sumber : Dokumentasi Dwi Yanti b. Vandalisme Vandalisme dapat diartikan sebagai kegiatan manusia yang merusak. Vandalisme yang sangat umum ialah dalam bentuk coratcoret. Kelompok dan perorangan tersebut ingin menunjukkan mereka telah mengunjungi tempat tertentu. Hal tersebut merupakan kebanggan diri mereka. Corat-coret dilakukan dengan cat warna-warni di tugu, tembok, gedung, candicommit dan karang (Soemarwoto, 1991: 302). to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
Gajah Wong Educational Park menyediakan berbagai macam fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh warga saat berkunjung. Dalam kelangsungannya berbagai fasilitas yang disediakan oleh Gajah Wong Educational Park justru disalahgunakan. Bahkan terkesan dirusak oleh para pengunjung taman tersebut. Beberapa papan informasi, gazebo, dan tong sampah yang ada telah dicorat-coret oleh pengunjung yang tidak bertanggung-jawab. Pihak yang melakukan tindakan vandalisme di Gajah Wong Educational Park diyakini merupakan warga luar yang merupakan pengunjung Kampung Gambiran. Taman yang disediakan di wilayah ini tidak hanya diperuntukkan untuk warga setempat, tetapi juga untuk masyarakat umum. Hal ini terlihat dari pernyataan sebagai berikut: “Taman itu disediakan memang bukan khusus untuk warga sini tapi untuk fasilitas umum. Semua boleh memanfaatkannya, boleh masuk situ. Walaupun disitu tujuannya untuk edukasi, tapi ya itu dampak yang memang harus diterima.” (Wawancara dengan Bapak Rudi Susanto, Mei 2015) Pernyataan yang sama juga dibenarkan oleh warga lainnya, mereka mengatakan bahwa: “Pada masuk kesini itu kadang ada yang sambil coret-coret tembok warga.” (Wawancara dengan Bapak Bambang, Mei 2015) “Dulu ada mural itu bagus, sekarang dicoret-coret pakai pilok.” (Wawancara dengan Bapak Heri, Mei 2015) Tindakan vandalisme yang dilakukan oleh para pengunjung Kampung Gambiran tidak hanya terjadi di Gajah Wong Educational Park. Di area publik lain yaitu fitness outdoor juga ditemui permasalahan yang sama. Beberapa tembok rumah warga yang dilukis berbagai macam mural sebagai bentuk kampanye lingkungan, juga dicorat-coret oleh para pengunjung. Tindakan ini merupakan hal yang sangat disayangkan, karena berbagai macam fasilitas yang sedianya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
dapat dinikmati oleh masyarakat justru dirusak oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung-jawab.
Gambar IV.22 Tindakan Vandalisme di Salah Satu Sudut Kampung Gambiran Sumber : Dokumentasi Dwi Yanti Hingga saat ini permasalahan mengenai vandalisme di Kampung Gambiran belum mampu diatasi secara optimal. Untuk mencari pelaku yang melakukan tindakan vandalisme merupakan hal yang cukup sulit. Apabila dilakukan pengecatan ulang tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu berbagai macam fasilitas yang menjadi sasaran vandalisme sampai sekarang belum diperbaiki kembali. c. Pemasaran Produk Daur Ulang Sampah Sebagai pengembangan dari kegiatan Bank Sampah ASRI, warga setempat khususnya Ibu-ibu berupaya untuk mengolah sampah dari hasil transaksi Bank Sampah ASRI. Kegiatan pengolahan kembali ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai guna dan nilai jual dari sampah yang dihasilkan. Selain itu juga memanfaatkan sampah kantong plastik kresek yang tidak dapat djual kembali pada pengepul sampah. Sampah dihasilkan oleh warga dikreasikan commityang to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
menjadi berbagai macam produk daur ulang yang mampu digunakan kembali serta memiliki nilai jual. Kreasi dan inovasi yang dilakukan oleh Ibu-Ibu Kampung Gambiran mampu menghasilkan berbagai macam produk daur ulang sampah organik maupun non-organik. Dari pengolahan sampah jenis organik dihasilkan pupuk organik yang dapat digunakan untuk penyubur tanaman. Sedangkan dari pengolahan sampah jenis nonorganik dihasilkan berbagai macam produk daur ulang seperti rangkaian bunga dan alas gelas berbahan dasar bekas kantong plastik kresek, kantong serbaguna dari bekas kemasan sachet, alas piring dari kemasan minuman gelas, serta bros bunga dari bekas sedotan es. Dari tangan kreatif Ibu-ibu dapat menghasilkan berbagai macam produk yang mampu meningkatkan nilai guna dan nilai jual dari sampah. Dalam kelangsungannya produk daur ulang yang dihasilkan tersebut belum mampu dipasarkan secara keberlanjutan. Hal ini dikarenakan belum ada pihak yang tertarik untuk menampung atau memasarkan produk hasil kreasi sampah ini. Sampai saat ini pemasaran hanya sebatas pemesanan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dengan jumlah yang relatif tidak banyak. Berbagai macam produk daur ulang yang dihasilkan lebih banyak dipergunakan oleh warga sendiri. Seperti bros bunga hasil daur ulang sedotan es yang digunakan oleh Ibu-ibu atau rangkaian bunga berbahan dasar kantong plastik kresek yang digunakan sebagai hiasan rumah tangga. Upaya yang dilakukan agar ada pihak yang mampu menampung atau memasarkan produk daur ulang hasil kreasi warga baru sebatas mengikuti pameran produk daur ulang yang diadakan oleh berbagai pihak. Harapan ke depan dengan keikutsertaan Bank Sampah ASRI dalam pameran tersebut mampu menarik minat konsumen untuk membeli atau memasarkan produk daur ulang yang dihasilkan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
Matriks IV.5 Hambatan Pengembangan Kampung Hijau di Gambiran No.
Hambatan
Keterangan Sikap pro dan kontra beberapa warga dari
1.
2.
3.
Upaya menggiatkan program penghijauan
Pembentukan POKJA
adanya himbauan pemanfaatan lahan kosong untuk ditanami berbagai macam tanaman. Warga meragukan dan merasa pesimis dari kegiatan yang diupayakan.
Kelangsungan
Kurangnya kepedulian lingkungan oleh para
pembangunan saluran
penghuni kos yang berakibat pada tersumbatnya
IPAL
saluran IPAL Beberapa fasilitas yang tersedia di taman
4.
Pemeliharaan fasilitas
mengalami
kerusakan,
karena
belum
ada
taman
perawatan secara berkala dari pihak yang berwenang. Fasilitas yang ada seperti papan informasi,
5.
Vandalisme
gazebo, tong sampah, serta mural dicorat-coret oleh para pengunjung.
6.
Pemasaran produk daur
Produk daur ulang yang dihasilkan oleh warga
ulang sampah
belum dapat dipasarkan secara berkelanjutan.
Sumber : Data Primer yang diolah pada tanggal 2 Juli 2015 F. Analisis Teori Pengembangan Kampung Hijau di Gambiran Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Aksi yang dikembangkan oleh Talcott Parsons. Teori ini memiliki konsep mengenai aktor yang melakukan suatu tindakan dengan menggunakan cara atau alat untuk mencapai suatu tujuan. Dalam upaya pencapaian tujuannya aktor dihadapkan dengan berbagai kendala yang dapat membatasi tindakannya. to user Dalam penelitian mengenai commit Kampung Hijau di Gambiran yang dimaksud
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
sebagai aktor adalah Bapak Agus Susanto Priyono. Beliau melakukan berbagai tindakan dengan menggunakan beberapa cara untuk mewujudkan tujuannya. Dalam mewujudkan tujuannya, Pak Agus mengalami berbagai kendala dalam pengembangannya. Cara yang digunakan oleh Pak Agus untuk mewujudkan tujuannya melalui dua pendekatan. Pertama dengan menggunakan pendekatan struktural, yaitu melalui berbagai macam pertemuan kampung seperti pertemuan Ibu-ibu PKK, Dasa Wisma, dan pertemuan Bapak-bapak yang diadakan setiap malam Selasa Kliwon. Dalam pertemuan tersebut disampaikan himbauan agar warga memanfaatkan lahan pekarangan rumah untuk ditanami berbagai macam tanaman. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk menumbuhkan perilaku suka menanam sebagai program penghijauan yang kala itu sedang digiatkan. Kedua digunakan pendekatan kultural sebagai upaya untuk menumbuhkan perilaku agar warga menjaga kebersihan serta merawat lingkungan Kampung Gambiran. Hal itu dilakukan dengan cara warga dipertunjukkan sosok yang sudah melakukan tindakan kepedulian terhadap lingkungan. Sosok tersebut merupakan seseorang yang tindakan kepeduliaannya terhadap lingkungan mampu diteladani oleh warga. Dari adanya sosok teladan tersebut harapannya nurani warga untuk melakukan gerakan peduli lingkungan dapat tergugah. Tindakan yang Pak Agus lakukan melalui penggunaan dua pendekatan di atas bertujuan untuk menumbuhkan sikap warga agar lebih peduli terhadap lingkungan. Dari adanya sikap kepeduliaan warga yang sudah terbentuk diharapkan lingkungan hidup di Kampung Gambiran dapat terkelola
dengan
baik,
sehingga
kehidupan
antara
warga
dengan
lingkungannya dapat berjalan dengan seimbang. Dalam upaya mewujudkan Kampung Gambiran yang selaras dengan lingkungan, warga ditemui berbagai hambatan. Hambatan itu seperti ketika awal mula pengembangannya. Warga dihimbau untuk menanam berbagai macam
tanaman
sebagai
program penghijauan. Himbauan tersebut user menimbulkan sikap pro dan commit kontra to dari beberapa warga yang menganggap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
ide tersebut justru akan mengganggu ketika mobil melintasi jalan. Dengan diberi pengertian secara perlahan-lahan akhirnya warga yang sempat menolak gagasan tersebut tertarik untuk ikut serta dalam penghijauan yang sedang digiatkan. Bahkan warga tersebut mengakui setelah program penghijauan dapat berjalan, lingkungan terasa lebih asri dan nyaman. Manfaat yang dirasakan itu pula yang akhirnya mampu merubah sikap warga yang sempat menolak ide penghijauan menjadi tertarik untuk ikut serta menanam berbagai tanaman. Program penghijauan di Kampung Gambiran sudah mampu berjalan dengan baik. Terlihat dari lahan kosong yang ada di setiap rumah warga telah ditanami berbagai macam tanaman seperti: tanaman buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat keluarga. Meski begitu masih muncul sikap kontra dari beberapa warga. Mereka merasa lingkungan menjadi kotor karena banyaknya daun kering yang berguguran sejak dijalankannya program penghijauan
di
Kampung
Gambiran.
Hal
tersebut
diatasi
dengan
menggunakan pendekatan kultural, dimana warga ditunjukkan dengan sosok teladan yang setiap harinya mampu menjaga kebersihan lingkungannya. Hambatan selanjutnya dialami ketika proses pembentukan POKJA. Saat itu beberapa warga merasa pesimis dengan kelangsungan kegiatan pengelolaan lingkungan yang sedang dibentuk. Untuk menghadapi sikap tersebut warga yang optimis dengan keberhasilan kegiatan pengelolaan lingkungan yang sedang direncanakan tidak menghiraukannya. Warga optimis tetap berupaya mewujudkan kegiatan tersebut. Karena setelah kegiatan pengelolaan lingkungan yang direncanakan sudah mampu berjalan, dengan sendirinya warga yang merasa pesimis akan ikut serta di dalamnya. Hambatan selanjutnya ditemukan dalam kelangsungan kegiatan saluran IPAL. Kurangnya sikap kepedulian lingkungan dari para penghuni kos menyebabkan mereka tidak tertarik untuk ikut menjalankan kegiatan pengelolaan lingkungan yang dijalankan oleh warga. Hal ini menimbulkan akibat tersumbatnya saluran IPAL yang harus ditanggung oleh warga. to user penghuni kos sering membuang Penyumbatan saluran IPAL commit terjadi karena
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
sampah padat berupa pembalut di closed kamar mandi. Upaya penyelesaian yang dapat dilakukan sebatas mengingatkan para penghuni kos agar tidak lagi membuang sampah padat apapun di closed kamar mandi. Serta dihimbau untuk ikut aktif dalam kegiatan pengelolaan lingkungan yang dijalankan oleh warga Kampung Gambiran. Beberapa fasilitas yang tersedia di taman Kampung Gambiran mengalami kerusakan karena belum ada perawatan secara berkala dari pihak yang berwenang. Pemeliharaan taman seperti pembersihan dilakukan secara sukarela oleh warga setempat. Perbaikan fasilitas yang mengalami kerusakan belum dapat dilakukan. Fasilitas yang disediakan di Kampung Gambiran tidak hanya terkendala masalah perawatan, beberapa di antaranya juga menjadi sasaran vandalisme para pengunjung. Hingga saat ini upaya yang dilakukan sebatas mengingatkan apabila pelaku yang melakukan tindakan corat-coret yang diketahui oleh warga. Perbaikan belum dapat dilakukan, karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kendala pengembangan Kampung Hijau di Gambiran juga ditemukan dalam upaya pemasaran produk daur ulang sampah yang dihasilkan oleh Ibu-ibu. Hingga saat ini belum ada pihak yang mampu memasarkan produk daur ulang yang dihasilkan secara berkelanjutan. Adapun upaya yang dilakukan agar memperoleh konsumen dengan cara berpartisipasi aktif dalam berbagai pameran produk daur ulang sampah yang diadakan oleh berbagai pihak. Sistem pengelolaan lingkungan yang diwujudkan oleh warga Kampung Gambiran bertujuan untuk pelestarian SDA, baik tanah, air, maupun udara. Upaya pelestarian tersebut dilakukan melalui pembentukan rangkaian kegiatan pengelolaan lingkungan yang tergabung dalam Tujuh POKJA. Ketujuh POKJA tersebut mempunyai tujuan melakukan pengelolaan Kampung Gambiran dengan berbagai program kegiatan dari setiap kelompoknya. Berbagai macam kegiatan pengelolaan lingkungan memiliki keterkaitan satu sama lain dan fungsional terhadap yang lainnya. Dapat dilihat dari kegiatan pelestarian Sungai Gajah Wong oleh POKJA Sungai yang commit to user bersinergi dengan kegiatan pemilahan dan penjualan sampah oleh POKJA
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
Sampah Bijak dan POKJA Ekonomi Lingkungan. POKJA Sampah Bijak mengupayakan untuk setiap warga mampu melakukan pemilahan dan pengelolaan sampah secara baik dan benar. Sedangkan POKJA Ekonomi Lingkungan memfasilitasi para warga dalam melakukan penjualan dan kreasi produk daur ulang sampah. Dengan begitu warga akan terbiasa melakukan pengelolaan sampah yang baik, maka tidak akan lagi membuang sampah di sungai. Upaya pelestarian Sungai Gajah Wong juga bersinergi dengan kegiatan dari POKJA Sanitasi IPAL, yang mana dilakukan pembangunan saluran IPAL sebagai pemurnian limbah dapur dan kamar mandi yang dihasilkan setiap rumah sebelum dialirkan ke Sungai Gajah Wong. Kegiatan dari POKJA Sampah Bijak, POKJA Ekonomi Lingkungan, dan POKJA Sanitasi IPAL yang bersinergi dengan POKJA Sungai bertujuan untuk mengatasi masalah pembuangan sampah padat dan cair di Sungai Gajah Wong. Dengan cara itu pencemaran sampah yang terjadi di Sungai Gajah Wong dapat diminimalisir. Adapun kegiatan dari POKJA Tamanisasi & Penghijauan berupaya menyediakan RTH di beberapa titik Kampung Gambiran. Penyediaan RTH tersebut berguna sebagai taman yang dapat digunakan untuk area publik bagi warga. RTH juga berfungsi sebagai daerah resapan air hujan. Penyediaan daerah resapan air hujan berfungsi untuk menjaga cadangan air tanah serta meminimalisir terjadinya banjir yang dapat melanda Kampung Gambiran. Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa setiap kegiatan dari masingmasing POKJA memiliki fungsi pengelolaan lingkungan yang saling berkaitan dan fungsional terhadap yang lainnya. Konsep dari skema Adaptation, Goal attainment, Integration, Latent pattern-maintenance (AGIL) yang dikembangkan oleh Parsons dipandang telah dilakukan oleh warga Kampung Gambiran. Hal itu dilakukan supaya sistem pengelolaan lingkungan di Kampung Gambiran dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Konsep tersebut antara lain: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
1. Adaptasi (Adaptation) Ditandai dengan lokasi Kampung Gambiran yang berada di DAS Gajah Wong menyebabkan kondisi lingkungan di wilayah ini cenderung kotor dan tidak sehat dari adanya berbagai pencemaran sampah. Terjadinya bencana alam berupa banjir dan gempa membuat warga setempat melakukan upaya penyesuaian. Lingkungan tempat tinggal mereka rentan terhadap berbagai pencemaran sampah dan terjadinya bencana banjir. Untuk mengantisipasi terjadinya bencana banjir yang dapat melanda pemukiman warga, terdapat proses adaptasi dengan cara perlahan-lahan kepedulian warga terhadap lingkungan mulai ditumbuhkan. Diawali dengan warga ditumbuhkan pola pikirnya untuk memiliki perilaku suka menanam. Pada saat pertemuan kampong, warga dihimbau supaya memanfaatkan lahan yang kosong untuk ditanami berbagai tanaman. Warga dapat menanam tanaman hias, perindang, maupun, tanaman produktif. Warga juga dihimbau untuk merawat tanaman yang telah ditanam di lingkungan Kampung Gambiran. Selain itu warga juga diajak untuk memiliki pola hidup menjaga kebersihan lingkungan. Upaya
pengelolaan
lingkungan
Kampung
Gambiran
terus
dikembangkan dengan dibentuknya serangkaian pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat yang tergabung dalam Tujuh POKJA. Ketujuh POKJA tersebut antara lain POKJA Tamanisasi & Penghijauan, POKJA Sampah Bijak, POKJA Sanitasi IPAL, POKJA Sungai, POKJA Energi Alternatif, POKJA Ekonomi Lingkungan, dan POKJA Perpustakaan. Dengan adanya ketujuh POKJA tersebut pengelolaan lingkungan yang sedang dijalankan oleh warga Kampung Gambiran dapat terkoordinir dengan baik. 2. Pencapaian Tujuan (Goal attainment) Ditandai dengan adanya berbagai macam kegiatan yang dilakukan untuk menumbuhkan sikap kepedulian warga terhadap lingkungan. Dengan menggunakan pendekatan struktural melalui media pertemuan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 118
kampong, warga dihimbau untuk memiliki perilaku suka menanam sebagai upaya program penghijauan di tingkat kampung. Serta pendekatan kultural dengan menunjukkan salah satu warga yang telah berupaya merawat serta menjaga kebersihan lingkungan. Pendekatan ini bertujuan agar warga lainnya dapat mencontoh tindakan merawat dan menjaga kebersihan lingkungan yang telah dilakukan oleh sosok tersebut dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mendukung upaya agar warga selalu menjaga kebersihan lingkungan, disediakan tiga jenis tempat sampah. Untuk pembuangan jenis sampah non organik, seperti logam kaca, kertas, dan plastik yang diletakkan di beberapa sudut kampung. Peletakkan ketiga jenis tempat sampah tersebut juga bertujuan agar warga terbiasa melakukan pembuangan sampah berdasarkan jenisnya. Agar semangat warga dalam mengelola lingkungan semakin baik diadakan pula berbagai macam kegiatan bertemakan lingkungan supaya kegiatan
pengelolaan
lingkungan
di
Kampung
Gambiran
dapat
terkoordinir dengan baik. Selain itu untuk meningkatkan kepedulian warga terhadap lingkungan yang mulai terbangun dapat bertahan secara berkelanjutan.
Dibentuk
pula
serangkaian
kegiatan
pengelolaan
lingkungan berbasis masyarakat yang tergabung ke dalam Tujuh POKJA. 3. Integrasi (Integration) Ditandai dengan adanya upaya penyatuan suara oleh warga dari adanya berbagai macam pendapat yang pro maupun kontra terhadap ide pengelolaan lingkungan yang diupayakan. Secara khusus ketika warga diajak untuk memanfaatkan lahan kosong atau tepi jalan di setiap rumah ditanami berbagai tanaman. Beberapa warga menentang gagasan tersebut dengan pertimbangan akan mengganggu mobil ketika melintas. Selain itu mengotori lingkungan dari banyaknya daun yang berguguran. Dengan diberi pengertian dan dikomunikasikan bahwa dengan banyaknya tanaman maka lingkungan akan menjadi lebih nyaman, maka lama-kelamaan warga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 119
mau menerima himbauan tersebut. Serta ikut aktif dalam menanam berbagai tanaman sebagai upaya penghijauan di tingkat kampung. Pada Deklarasi 1 April 2007 Kampung Gambiran menyatakan diri sebagai Kampung Hijau Gambiran RW 08 untuk membuktikan bahwa warga setempat mempunyai komitmen menjalankan tanggung jawab pengelolaan lingkungan. Untuk mempertahankan solidaritas kepedulian lingkungan antar warga, disepakati bahwa tanaman buah yang ada di wilayah Kampung Gambiran dapat dinikmati secara cuma-cuma oleh warga. 4. Pemeliharaan pola (Latent pattern-maintenance) Ditandai dengan dibentuknya Bank Sampah ASRI untuk menjaga kebiasaan pengelolaan sampah oleh warga yang sudah berjalan. Dengan adanya Bank Sampah ASRI membuat warga menjadi lebih antusias dalam melakukan pemilahan sampah. Karena setiap warga mempunyai uang tabungan dari hasil penjualan sampah mereka. Selain itu dalam proses penyalurannya sampah yang dipilah berdasarkan jenisnya akan dibeli dengan harga sesuai jenisnya. Dengan begitu pemasukan yang diperoleh warga juga akan lebih banyak dibanding penyaluran sampah yang belum dipisah. Sampah yang masih tercampur akan dihargai sama rata dengan cara diambil harga terendah dari beberapa jenis sampah yang disetorkan. Untuk semakin menumbuhkan pola pikir warga bahwa apabila sampah dikelola dengan baik maka dapat menghasilkan barang yang bernilai guna dan bernilai jual. Pengelola Bank Sampah berupaya mengajak warga dan Ibu-ibu untuk melakukan kegiatan pengolahan sampah. Dari pengolahan sampah dapat dihasilkan produk daur ulang yang dapat digunakan kembali dan memiliki nilai jual. Kegiatan kreasi sampah ini dilakukan rutin setiap Jumat malam yang bertempat di rumah Ibu Yayak. Setiap satu bulan sekali pada hari Minggu di Minggu pertama diadakan kegiatan kerja bakti yang dilakukan secara rutin. Kegiatan kerja bakti dilakukan untuk mempertahankan commit to user pola pikir warga agar selalu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 120
menjaga kebersihan lingkungan. Agenda kerja bakti yang dilakukan tergantung pada kebutuhan situasi lingkungan Kampung Gambiran saat itu. Seperti ketika menghadapi musim hujan maka agenda kerja bakti dilakukan berupa pemangkasan dahan pohon yang dirasa sudah tinggi. Pemangkasan dahan pohon bertujuan untuk mengurangi resiko robohnya pepohonan yang dapat menimbulkan kerugian. Warga Kampung Gambiran rutin mengadakan kegiatan diskusi untuk mempertahankan sikap peduli warga terhadap lingkungan. Kegiatan diskusi dilakukan bersamaan dengan pertemuan Bapak-bapak maupun Ibuibu. Kegiatan diskusi membahas mengenai banyak hal. Salah satu hal yang dibahas misalnya terkait kelangsungan POKJA Sanitasi IPAL. Kegiatan diskusi dilakukan bersamaan dalam pertemuan Bapak-bapak yang diadakan setiap malam Selasa Kliwon. Dalam diskusi tersebut membahas kelangsungan pembangunan saluran IPAL yang tersambung di setiap rumah. Dengan menggunakan layar LCD pengelola POKJA Sanitasi IPAL menunjukkan foto-foto yang diambil dari saluran IPAL yang ada. Salah satu foto yang ditunjukkan yaitu ketika pembongkaran saluran IPAL yang masih sering ditemukan sampah padat. Sampah padat yang berada di saluran IPAL mengakibatkan aliran limbah cair menjadi tidak lancar. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar perilaku warga dalam menjaga lingkungan khususnya pengelolaan limbah yang dihasilkan dari dapur dan kamar mandi dapat terus lebih baik. Selain POKJA Sanitasi IPAL, POKJA Sampah Bijak juga rutin mengadakan diskusi. Kegiatan diskusi dilakukan bersamaan dengan pertemuan Ibu-ibu PKK. Kegiatan diskusi diisi dengan penyampaian laporan jumlah tabungan serta transaksi jual-beli sampah setiap warga. Penyampaian laporan dilakukan agar diperoleh transparansi dalam hal keuangan, sehingga kepercayaan antara warga dan pengelola Bank Sampah dapat terjaga dengan baik. Harapan kedepan kegiatan pemilahan dan penjualan sampah yang sudah berlangsung dapat berjalan secara commit to user berkelanjutan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 121
Kampung Gambiran menerapkan syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi apabila ada warga yang ingin mengajukan penebangan pohon. Persyaratan yang harus dipenuhi merupakan upaya untuk menjaga kelangsungan program penghijauan. Di beberapa sudut kampung dibuat beraneka ragam mural bertemakan lingkungan dengan tujuan untuk menghidupkan suasana lingkungan di Kampung Gambiran.
Selain
itu
sebagai
bentuk
kampanye
pengelolaan
lingkungan. Kampung Gambiran yang dulunya sarat dengan berbagai macam pencemaran lingkungan di wilayah perkotaan mulai dapat berbenah diri. Kaitannya menjaga lingkungan di wilayah tempat tinggalnya. Berbagai macam kegiatan pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat di Kampung Gambiran dapat terbentuk dan berjalan hingga saat ini. Terdapat rangkaian kegiatan pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat yang tergabung ke dalam Tujuh POKJA, antara lain POKJA Tamanisasi & Penghijauan, POKJA Sampah Bijak, POKJA Sanitasi IPAL, POKJA Sungai, POKJA Energi Alternatif, POKJA Ekonomi Lingkungan, dan POKJA Perpustakaan. Pembentukan ketujuh POKJA tersebut dilakukan dan dikelola secara mandiri oleh warga setempat, tujuannya karena warga yang paling paham kondisi dan kebutuhan lingkungannya. Selain itu warga dapat merasa memiliki
sehingga
bertanggungjawab
atas
kelangsungan
program
pengelolaan yang telah mereka bentuk. Kelangsungan Tujuh POKJA yang mampu berjalan secara mandiri dan berkelanjutan menunjukkan bahwa sistem pengelolaan lingkungan lingkungan berbasis masyarakat di Kampung Gambiran sudah berhasil diwujudkan. Hal ini dapat dilihat dari lingkungan Kampung Gambiran yang lebih tertata dan bersih karena persoalan sampah yang sudah terkelola dengan baik. Terlihat dari lingkungan yang dipenuhi dengan berbagai tanaman dan pepohonan. Sehingga mampu menciptakan lingkungan yang sejuk dan asri bagi para penghuninya. Keberadaan beberapa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 122
RTH yang berfungsi sebagai area publik dan daerah resapan air hujan. Serta Sungai Gajah Wong yang sudah terkelola dengan baik. Kondisi lingkungan yang lebih baik ini dirasakan betul oleh warga. Lokasi pemukiman mereka yang berada di DAS Gajah Wong membuat warga khawatir akan kembali tertimpa bencana banjir seperti yang pernah melanda sebelumnya. Saat ini warga tidak lagi merasa khawatir akan terulang kembali bencana tersebut karena fungsi dari Sungai Gajah Wong sudah kembali berjalan secara optimal. Matriks IV.6 Analisis Skema AGIL dalam Pengelolaan Lingkungan Kampung Hijau di Gambiran No
Konsep
Keterangan Pola pikir warga ditumbuhkan untuk:
1.
Adaptasi (Adaptation)
a. Memiliki perilaku suka menanam b. Merawat tanaman c. Menjaga kebersihan lingkungan d. Tidak membuang sampah sembarangan Tujuan utama : Warga Kampung Gambiran memiliki kesadaran untuk mengelola lingkungan.
2.
Pencapaian tujuan (Goal attainment)
a. Melalui pertemuan kampung warga dihimbau memanfaatkan lahan kosong untuk ditanami tanaman b. Ditunjukkan sosok yang peduli lingkungan sebagai teladan warga agar merawat dan menjaga kebersihan lingkungan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 123
Analisis Skema AGIL dalam Pengelolaan Lingkungan Kampung Hijau di Gambiran No
Konsep
Keterangan c. Disediakan tiga jenis tong sampah di beberapa sudut kampung d. Mengadakan kegiatan bertemakan lingkungan e. Membentuk kegiatan pengelolaan lingkungan a. Penyatuan pendapat pro dan kontra terhadap ide setiap warga menanam tanaman b. Pembentukan POKJA pengelolaan lingkungan
3.
Integrasi (Integration)
c. Deklarasi Kampung Hijau Gambiran RW 08 pada 1 April 2007 d. Kesepakatan tanaman buah di area kampung dapat dinikmati bersama untuk menjaga solidaritas pengelolaan lingkungan a. Pembentukan Bank Sampah ASRI b. Setiap
Jum’at
pengolahan Pemeliharaan pola 4.
(Latent patternmaintenance)
malam
sampah
diadakan yang
kegiatan
menghasilkan
produk daur ulang c. Kerja bakti lingkungan setiap 1 bulan sekali d. Diskusi
terkait
lingkungan dalam
forum
pertemuan kampung e. Adanya syarat dan ketentuan apabila warga ingin melakukan penebangan pohon f. Mural lingkungan di beberapa sudut kampung
Sumber : Data Primer yang diolah pada tanggal 15 Juli 2015
commit to user