BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tingkat Perubahan Warna Pengamatan selama 50 hari terhadap tingkat perubahan warna ikan koi varietas Kohaku telah dilakukan dengan menggunakan Toca Colour Finder yang telah dimodifikasi menggunakan sistem skala (Lampiran 7). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penambahan karoten yang terkandung dalam tepung bunga marigold dapat mempengaruhi warna merah ikan koi. Hal ini diperkuat dengan terjadinya peningkatan nilai skala pada setiap perlakuan selama masa pengamatan (Gambar 5). Peningkatan nilai skala menunjukkan terjadi peningkatan pada warna merah ikan koi.
Gambar 5. Grafik Peningkatan Nilai Skala Warna Rata-rata pada Benih Ikan Koi Selama 50 Hari. Pengamatan hingga hari ke-10 belum nampak perubahan warna yang terjadi pada setiap perlakuan. Hal ini diduga ikan koi belum memanfaatkan karoten dengan sempurna untuk pigmen warna karena lama waktu pemberian baru menginjak sepuluh hari sehingga karoten belum memberikan efek secara nyata.
20
21
Menurut Lesmana (2002), pemberian sumber karoten setelah dua minggu baru akan memperlihatkan peningkatan warna pada ikan hias. Peningkatan nilai skala mulai terjadi pada hari ke-10 hingga hari ke-30. Peningkatan nilai skala yang signifikan terlihat pada perlakuan B (1% penambahan TBM), C (2% penambahan TBM), D (3% penambahan TBM), dan E (4% penambahan TBM). Peningkatan pada perlakuan B, C, D, dan E diyakini terjadi karena ikan menyerap dengan baik karoten yang terkandung dalam pakan. Karoten yang merupakan sumber pigmen akan diserap oleh ikan kemudian disimpan sebagian dalam hati sebagai prekursor vitamin A, sisanya akan dialirkan ke jaringan lemak untuk kebutuhan warna. Karoten tersebut selanjutnya dideposit pada sel warna (kromatofora) yang terdapat dalam dermis (Goodwin, 1984 dalam Amin, 2012). Pada perlakuan A atau tanpa penambahan TBM terjadi sedikit peningkatan warna. Hal ini diduga dapat terjadi karena di dalam pakan komersil Hi-provite kode 789 yang digunakan sebagai pakan uji terdapat sumber karoten lain yaitu tepung ikan yang mengandung β-karoten (Satyani et al. 1993 dalam Gunawan, 2005) sehingga secara tidak langsung sedikit mempengaruhi perubahan warna pada ikan koi. Pengamatan hingga hari ke-40 nilai skala masih sedikit mengalami kenaikan, hal tersebut menunjukkan masih terjadi peningkatan warna pada ikan koi. Peningkatan warna pada perlakuan B, C, D, dan E diduga karena ikan koi masih mampu menyerap karoten dalam pakan untuk disintesis menjadi warna merah. Karoten berupa lutein yang terdapat pada tepung bunga marigold akan dikonversi oleh ikan menjadi astaxanthin sebagai sumber pigmen warna merah. Secara fisiologis ikan akan mengubah pigmen yang diperoleh dari makanannya, sehingga menghasilkan variasi warna. Perubahan warna secara fisiologis adalah perubahan warna yang diakibatkan oleh aktivitas pergerakan butiran pigmen atau kromatofor (Evan, 1993 dalam Indriati, 2012). Grafik hingga akhir pengamatan menunjukkan masih terjadi sedikit peningkatan warna pada beberapa perlakuan, namun peningkatan warna tersebut lebih sedikit bila dibandingkan dengan peningkatan warna pada pengamatan
22
sebelumnya. Perlakuan B hari ke-40 bernilai 6,52 dan pada akhir pengamatan naik menjadi 6,57; perlakuan C dari 5,81 menjadi 5,95; dan perlakuan E dari 6,24 menjadi 6,29; sedangkan pada perlakuan D tidak mengalami peningkatan yakni bernilai 6,38. Untuk mengetahui perlakuan terbaik dengan peningkatan tertinggi dilakukan uji statistik non-parametrik Kruskal-Wallis (Lampiran 11) terhadap selisih nilai skala warna atau Δ pada pengamatan awal dan akhir (Lampiran 10). Selisih nilai skala tersebut merupakan nilai peningkatan yang terjadi selama masa penelitian. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis pada tabel 1, perlakuan B (1% penambahan TBM), C (2% penambahan TBM), dan D (3% penambahan TBM) memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap perlakuan A (Tanpa penambahan TBM), sedangkan antara perlakuan B, C, dan D tidak berbeda nyata. Kemudian Perlakuan E (4% penambahan TBM) tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Tabel 1. Nilai Δ Rata-rata Ikan Koi Perlakuan Δ Rata-rata A 29,738a B 56,119b C 66,452b D 59,786b E 52,905ab Keterangan : Data yang diikuti dengan notasi huruf yang sama mengartikan tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji Z. Hasil uji Kruskal-Wallis memberi gambaran bahwa penambahan karoten pada pakan memberikan hasil yang positif terhadap peningkatan warna merah ikan koi. Perlakuan B, C, dan D merupakan dosis perlakuan yang terbaik karena hasilnya berbeda nyata dengan perlakuan A, namun bila dilihat berdasarkan nilai Δ tertinggi, perlakuan C dengan dosis penambahan 2% tepung bunga marigold adalah perlakuan yang terbaik. Pada perlakuan E dengan dosis 4% penambahan tepung bunga marigold tidak berbeda nyata dengan perlakuan A atau kontrol, padahal 4% merupakan dosis tertinggi penambahan tepung bunga marigold. Hal ini diduga karena ikan
23
koi memperoleh karoten yang melebihi batas maksimal, sehingga penyerapan karoten kurang optimal. Satyani dan Sugito (1997) menyatakan, penampakan warna pada ikan dipengaruhi oleh kandungan serta kemampuan atau daya serap ikan terhadap sumber pigmen yang diberikan. Penyerapan ikan terhadap sumber pigmen dipengaruhi oleh jumlah atau dosis pigmen, struktur kimia jenis pigmen yang diberikan, dan sel kromatofora yang terdapat pada ikan (Sukarman dan Chumaidi, 2010). Pigmentasi pada ikan juga dipengaruhi oleh hormon dan sistem syaraf pusat. Kelenjar pituitary menghasilkan Melanin Dispersing Hormone (MDH) yang mempengaruhi pemudaran warna dan Melanin Aggregating Hormone (MAH) yang berpengaruh terhadap pemunculan warna (Lagler, 1977 dalam Kurniawati, 2012). Kerja hormon tersebut sangat dipengaruhi oleh sumber makanan yang dimakan oleh ikan. Fujaya (2004) menyatakan, sumber makanan memegang peran penting dalam sekresi hormon yang secara langsung menghasilkan dan menyimpan sejumlah pigmen dalam tubuh ikan. Pemberian karoten dengan dosis yang berlebih seperti yang terjadi pada perlakuan E akan mempengaruhi sistem kerja hormon. Kurniawati (2012) menyatakan, hormon memiliki batas kemampuan dalam bekerja, pemberian sumber pigmen yang berlebih dapat menurunkan kerja hormon. Penambahan karoten dalam pakan mempunyai batas maksimal, artinya jika ditambahkan lagi karoten ke dalam pakan ikan, pada titik tertentu tidak akan memberikan perubahan warna yang lebih baik bahkan mungkin nilai warnanya akan menurun (Sulawesty, 1997). Daya serap ikan koi pada perlakuan E kurang optimal karena pemberian karoten dosis 4% melebihi batas kemampuan ikan koi dalam menyerap dan mengakumulasi sumber karoten yang diterima sehingga mempengaruhi hormon dalam bekerja. Berbeda dengan perlakuan C, dosis 2% memberikan peningkatan tertinggi terhadap warna merah ikan koi. Hal ini diduga karena ikan koi dapat menyerap dan mengakumulasi optimal sejumlah karoten yang diberikan dan kinerja hormon tidak terganggu sehingga dapat mengatur sel pigmen dalam pemunculan warna.
24
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikatakan bahwa penambahan tepung bunga marigold ke dalam pakan sebagai sumber karoten dapat memberikan peningkatan pada warna merah ikan koi varietas Kohaku. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Kusuma (2012) yang menyatakan bahwa penambahan tepung bunga marigold sebesar 1,5% dari total pakan buatan memberikan peningkatan kualitas warna ikan mas koki varietas oranda tertinggi.
4.2 Kelangsungan Hidup Pengamatan kelangsungan hidup ikan koi diamati selama masa penelitian 50 hari. Tingkat kelangsungan hidup ikan koi selama 50 hari pengamatan memperlihatkan hasil yang bervariasi pada setiap perlakuan (Tabel 2). Tabel 2. Kelangsungan Hidup Rata-rata Ikan Koi Selama Penelitian Perlakuan A B C D E
Kelangsungan Hidup (%) 88,89 88,89 92,59 92,59 96,30
Hasil uji ragam terhadap kelangsungan hidup ikan koi selama masa penelitian memberikan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan (Lampiran 12). Pada tabel 2 terlihat perlakuan A dan B menunjukkan mortalitas tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain, sehingga kelangsungan hidup ikan koi yaitu 88,89%. Tingkat mortalitas paling rendah terdapat pada perlakuan E, yaitu 96,30%. Jika diamati berdasarkan tingkat kelangsungan hidup pada tabel 2, pemberian dosis tertinggi penambahan tepung bunga marigold memberikan pengaruh terhadap tingkat mortalitas yang semakin rendah. Hal ini diduga karena kandungan karoten pada tepung bunga marigold selain sebagai sumber pigmen warna juga baik untuk kesehatan ikan koi. Satyani dan Sugito (1997) menyatakan, selain berfungsi sebagai pigmen warna, karoten berperan dalam melindungi ikan terhadap sinar dan dipercaya dapat membantu dalam metabolisme siklus oksigen. Zat karoten juga secara alami berfungsi sebagai bahan dasar vitamin A,
25
menunjang termoregulasi atau proses pengaturan suhu tubuh, membantu pembentukan kuning telur dalam proses reproduksi, dan berpengaruh terhadap kesehatan ikan koi (Bachtiar, 2002). Parameter kualitas air secara khusus dapat mendukung tingkat kelangsungan hidup ikan koi. Data hasil pengamatan kualitas air yang diukur selama penelitian masih dalam batas kelayakan untuk kelangsungan hidup ikan koi (Tabel 3). Suhu air sangat berpengaruh bagi kehidupan ikan dan juga secara tidak langsung mempengaruhi warna ikan koi. Suhu diatur berada pada kisaran yang normal yakni 25 oC. Tabel 3. Kisaran Parameter Kualitas Air Selama Penelitian Perlakuan
Parameter Kualitas Air Suhu (oC)
pH
DO (mg/L)
Ammonia (mg/L)
A
25,4 - 25,7
8,33 - 8,79
7,14 - 8,05
0,25 - 0,5
B
25 - 25,5
8,19 - 8,43
7,36 - 8,30
0,25 - 0,5
C
25 - 25,6
8,16 - 8,40
7,33 - 8,16
0,25 - 0,5
D
25,3 - 25,6
8,36 - 8,78
7,68 - 8,41
0,25 - 0,5
E
25 - 25,3
8,27 - 8,65
7,15 - 8,11
0,25 - 0,5
25 - 32
5,5 – 9,0
5–7
<1
Optimal
(Bachtiar, 2002)
(Spotte, 1970 dalam Amin, 2012)
Proses kimiawi dalam air ditentukan oleh pH air karena pH yang terlalu asam atau basa mengakibatkan ikan menjadi stress. Selama penelitian pH dalam kisaran normal sehingga ikan dapat bertahan hidup. Oksigen terlarut merupakan unsur penting dalam proses metabolisme. Nilai oksigen terlarut selama penelitian berada dalam kisaran toleransi ikan koi sehingga ikan masih dapat hidup. Ammonia yang terakumulasi akan bersifat racun bagi ikan. Kadar ammonia selama penelitian masih berada di bawah standar kegiatan budidaya.