21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi Lokasi dan lingkungan produksi dalam skala Industri Rumah Tangga merupakan salah satu aspek Cara Produksi Pangan yang Baik. Lokasi dan lingkungan memiliki pengaruh terhadap mutu produk yang dihasilkan oleh sebuah Industri Rumah Tangga (IRT). Lokasi IRT “Nusa Indah terletak di Dusun Duwet RT 005/002, Desa Pesido, Kecamatan Jatiroto, Wonogiri. Tempat produksi tempe mlanding di IRT “Nusa Indah” sendiri terdapat disebelah kiri rumah pemilik serta masih menjadi satu dengan rumah pemilik serta pada bagian depan . Lingkungan sekitar IRT “Nusa Indah” yakni berupa perkebunan dan perumahan desa. Oleh karena itu sumber cemaran limbah dan polusi udara dapat dihindarkan. Kebersihan lingkungan produksi IRT “Nusa Indah” cukup terjaga, namun sampah terkadang masih menumpuk, tempat sampah yang digunakan jarang dibersihkan dan tidak ada penutup pada tempat sampah. 2. Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) Produk pangan adalah salah satu jenis produk yang dihasilkan dari serangkaian proses produksi, yang memiliki potensi terkontaminasi dari lingkungan. Oleh sebab itu, produk pangan benar-benar terlindungi dari berbagai sumber cemaran, sehingga aman untuk dikonsumsi. Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik yang diterapkan IRT “Nusa Indah” adalah sebagai berikut : a.
Kegiatan produksi di IRT “Nusa Indah” harus dipisahkan dengan kegiatan rumah tangga seperti memasak dan aktivitas lainnya. Sehingga
meminimalkan
peralatan
memperlancar proses produksi.
21
yang
digunakan
dan
22
b.
Lokasi produksi dijauhkan dari kandang hewan peliharaan.
c.
Lingkungan produksi harus dipertahankan dalam keadaan bersih dengan pembuangan sampah secara rutin, dan tidak dibiarkan menumpuk Tempat sampah yang digunakan, harus berkala dibersihkan dan menggunakan tempat sampah yang tertutup. Hal ini untuk menghindari ketertarikan serangga terbang seperti lalat. Selain itu, meminimalkan bau dari sampah yang menyebar ke lingkungan sekitar produksi.
B. Bangunan dan Fasilitas Produksi 1. Evaluasi a.
Bangunan produksi 1) Desain Ruang produksi di IRT “Nusa Indah” terdiri dari 3 bagian. Ruang I merupakan tempat bahan baku atau gudang untuk menampung mlanding, tepung singkong, usar dan bahan kemas (daun). Ruang I juga berfungsi sebagai tempat gudang bahan lainnya seperti tumpukan kayu-kayu dan barang-barang rumah tangga lainnya.
U
Gambar 4.1 Layout IRT “Nusa Indah” Sedangkan pada ruang II merupakan ruang yang digunakan untuk melakukan proses pengemasan tempe mlanding dan juga
23
berfungsi sebagai dapur oleh pemilik rumah. Tempat pemasakan dan pencucian tempe mlanding terdapat di ruang paling belakang yaitu ruang III. Pada ruang ini terdapat tungku pemanas kayu dan sebelah kanan terdapat 3 bak berbentuk persegi terbuat dari semen. Bak ini berfungsi untuk mencuci dan menggilas biji mlanding. 2) Lantai Bagian lantai pada ruang produksi IRT “Nusa Indah” masih terbuat dari lapisan semen cor yang sudah lama dan sebagian berlubang.
Lantai
berfungsi
meminimalkan
terjadinya
kontaminasi terhadap produk.
Gambar 4.2 Lantai Bagian Proses Produksi 3) Dinding pemisah ruangan Kontruksi bangunan yang perlu diperhatikan untuk melakukan proses produksi makanan salah satu diantaranya adalah dinding. Dinding mempunyai peranan penting dalam sistem sanitasi. Dinding pada ruang penyimpanan bahan baku tempe mlanding ini terbuat dari batu bata dan belum ada lapisan yang menutup. Secara visual permukaan dinding tidak rata dan banyak melekat debu dan kotoran. Sedangkan pada ruang produksi II dinding sudah dilapisi dengan semen namun belum ada lapisan cat sehinggga warna gelap. Pada lapisan dinding ini sudah halus dan rata namun masih bisa terkena kotoran yang tidak dapat dihilangkan. Dinding ruang produksi bagian pemasakan dan pencucian terbuat dari batu bata dan belum
24
terlapisi dengan lapisan semen atau sejenisnya sehingga tampak kotor.
Gambar 4.3 Dinding Ruang Produksi IRT “Nusa Indah” 4) Langit-langit Dalam sebuah bangunan baik untuk rumah maupun industri, harus terdapat atap untuk melindungi ruang yang ada dibawahnya. Atap pada ruang produkdi IRT “Nusa Indah” terbuat dari kayu dan genting. Antara atap dan ruang produksi tidak terdapat pembatas. Langit-langit bagian ruang produksi terdapat banyak jaring laba-laba sehingga tampak kotor.
Gambar 4.4 Langit-langit Ruang Produksi IRT “Nusa Indah” 5) Pintu ruangan Pintu berfungsi sebagai akses keluar masuk bahan baku maupun karyawan dalam proses produksi bahan pangan. Disamping itu, pintu juga memilki potensi sebagai perantara terjadinya kontaminasi atau pencemaran terhadap produk yang dihasilkan. Pada IRT “Nusa Indah” bagian ruang I penyimpanan bahan baku
memiliki pintu utama yang terbuat dari kayu,
permukaan bergelombang.
25
Gambar 4.5 Pintu Depan IRT “Nusa Indah” 6) Jendela Jendela yang terdapat dalam bangunan produksi IRT “Nusa Indah” terbuat dari kayu serta dilengkapi dengan penutup secara manual. Ruang produksi yang dilengkapi dengan jendela ialah ruang produksi II. Kondisi jendela yang sudah tua dan kusam mengakibatkan banyak kotoran dan debu menempel pada jendela. Setiap kali produksi jendela pada ruang ini dibiarkan terbuka, sehingga banyak debu dari luar masuk ke dalam ruang produksi. Permukaan yang bergerigi juga mengakibatkan jendela susah dibersihkan.
Gambar 4.6 Jendela Bagian Ruang Produksi 7) Lubang Angin atau Ventilasi Ventilasi
merupakan
lubang
yang
berfungsi
untuk
pergantian udara luar dan dalam. Setiap ruang produksi pembuatan tempe mlanding terdapat ventilasi. Ventilasi diruang produksi I terbuat dari semen yang didesain berlubang. Namun ventilasi ini tidak disertai dengan penyaring untuk mencegah
26
hama masuk dalam ruang produksi. Sedangkan pada ruang produksi II yang berfungsi sebagai ventilasi ialah jendela yang terbuka. Ventilasi pada ruang pemasakan dan pencucian terbuat dari jaring jarring besi yang dibentangkan dari sudut ke sudut pada bagian dinding atas. Ventilasi yang ada di IRT “Nusa Indah” terlalu lebar dan tanpa dilengkapi dengan kasa penyaring sehingga menyebabkan banyak hama dan debu yang masuk dalam ruang pengolahan.
Gambar 4.7 Ventilasi Ruang Produksi d.
Fasilitas 1) Penerangan Penerangan yang digunakan dalam ruang produksi tempe mlanding ialah menggunakan cahaya lampu. Lampu yang terdapat di dalam ruang produksi masih belum terang dan maksimal. Kondisi penerangan lampu yang digunakan masih tergolong sederhana. 2) Tempat cuci tangan Salah satu fasilitas yang mendukung untuk menjaga kebersihan dalam proses produksi bahan pangan salah adalah tempat cuci tangan atau wash taffle. Di IRT “Nusa Indah” ini tidak terdapat tempat cuci tangan khusus. 3) Ruang penyimpanan Fasilitas yang terdapat pada ruang penyimpanan bahan baku pembuatan tempe mlanding yang ada pada IRT “Nusa Indah” yaitu lantai dengan lapisan semen, permukaan tidak rata dan bergerigi sehingga terjadi akumulasi debu dan kotoran dan
27
sulit
untuk
dibersihkan.
Dinding
yang
belum
dilapisi,
mengakibatkan permukaan tidak rata. Ventilasi dalam ruang penyimpanan tidak disertai penyaring. Ruang penyimpanan bahan baku dan produk akhir tidak dipisahkan, sehingga mampu menyebabkan kontaminasi silang. 2. Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) a. Bangunan Produksi 1) Desain dan Tata Letak Ruang Produksi Konsep desain dan tata letak yang diterapkan IRT “Nusa Indah” untuk mendukung kegiatan produksi tempe mlanding adalah sebagai berikut : a) Pemisahan bangunan industri dari aktivitas rumah tangga seperti mencuci dan memasak. Diupayakan dalam proses produksi pangan tidak dicampur dengan aktivitas lain. Hal ini akan memicu terjadinya kontaminasi silang pada produk dan proses produksi tidak akan berjalan dengan maksimal dan efektif. b) Desain ruang produksi berbentuk letter U, dengan desain demikian akan meningkatkan efektivitas proses produksi dan meminimalkan kontaminasi silang pada produk.
28
10
4
5
6
0.8 in. x 0.2 in.
U
7
3
11
8 2
12
0.2 in. x 0.2 in.
9
1
Gambar 4.8 Konsep Desain Tata Letak Ruang Produksi Keterangan : 1.
Ruang penyimpanan bahan baku (neraca massa)
2.
Ruang penyimpanan peralatan
3.
Ruang pencucian dan sortasi (bak pencuci)
4.
Ruang pemasakan (tungku pemanas)
5.
Ruang penggilasan (bak pencuci)
6.
Ruang penirisan dan pendinginan (panci dan rak peniris)
7.
Ruang pengemasan (meja stainless steal)
8.
Ruang fermentasi (para-para bertingkat)
9.
Ruang
penyimpanan
bertingkat) 10. Toilet 11. Loker Karyawan 12. Kantor
produk
akhir
(para-para
29
2) Lantai Lantai merupakan salah satu bagian dari kontruksi bangunan industri yang memilik peran penting. Permukaan lantai yang harus diterapkan dalam IRT “Nusa Indah” ialah dengan menggunakan lapisan keramik yang memiliki sifat kedap air, rata serta mudah dibersihkan dari kotoran. 3) Dinding Pemisah Ruangan Dinding atau pemisah ruangan yang dapat diterapkan di IRT “Nusa Indah” ialah harus terdapat pelapis dinding dari semen, kemudian pelapisan kedua dengan cat berwarna terang seperti warna hijau. Permukaan dinding kedap air, rata, halus, tahan lama, tidak mudah mengelupas, dan kuat. Bentuk sudut antar pembatas ruangan dengan lantai dibentuk melengkung agar tidak terjadi akumulasi kotoran di sudut sehingga mudah dibersihkan. 4) Langit-langit Konsep langit-langit yang diterapkan di IRT “Nusa Indah” yaitu terbuat dari bahan plafon eternit dapat yang tahan lama, tahan terhadap air, tidak mudah bocor, tidak mudah terkelupas atau terkikis. Sedangkan bagian atap masih diperbolehkan menggunakan genting dan bilah kayu yang disusun rapi. Permukaan langit-langit dibuat rata, berwarna terang. Langitlangit seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu, sarang laba-laba. 5) Pintu Ruangan Konsep pintu ruangan yang harus diterapkan oleh IRT “Nusa Indah” adalah pintu terbuat dari bahan stainless steel yang didesain membuka ke luar atau ke samping. Hal ini bertujuan agar debu atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk melalui udara ke dalam ruangan pengolahan. Permukaan pintu ruangan dibuat rata sehingga mudah dibersihkan.
30
6) Jendela Konsep jendela yang harus diterapkan oleh IRT “Nusa Indah” adalah desain jendela dibuat bahan kaca dengan bingkai stainless steel. Jendela lebih baik dipasang jendela permanen tanpa lubang atau bisa dibuka dan ditutup. Ketika jendela dapat dibuka dan ditutup kemungkinan terjadi kontaminasi dari udara luar masuk ke ruang pengolahan. 7) Lubang angin atau ventilasi Lubang angin atau ventilasi dibuat lubang tidak terlalu lebar dan dilengkapi dengan kasa penyaring. Kasa pada lubang angin atau ventilasi harus mudah dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan. Kasa untuk mencegah masuknya serangga dan mengurangi masuknya kotoran. b.
Fasilitas 1) Penerangan Penerangan merupakan fasilitas yang dapat mendukung ketelitian dan kecermatan karyawan melakukan pekerjaan. Dalam seluruh ruang produksi harus dilengkapi dengan cahaya lampu yang cukup terang. Konsep lampu penerang harus ditambah
dan memiliki daya yang cukup untuk menerangi
seluruh kegiatan produksi serta dilengkapi dengan pengaman jika lampu pecah, tidak akan mengkontaminasi produk. 2) Tempat cuci tangan Berhubungan di IRT “Nusa Indah” tidak terdapat tempat pencuci tangan yang disediakan secara khusus. Maka untuk memenuhi syarat pengolahan pangan yang baik dan
benar
ditambahkan unit khusus di area ruang produksi serta dilengkapi dengan bahan desinfeksi seperti sabun dan alat pengering.
31
3) Ruang penyimpanan Ruang penyimpanan dibuat terpisah dengan produk akhir. Tempat penyimpanan untuk menyimpan bahan-bahan seperti peralatan produksi, bahan baku, dan produk akhir. C. Peralatan Produksi 1. Evaluasi a.
Bahan peralalatan produksi Produksi tempe mlanding di IRT “Nusa Indah” tidak bisa lepas dengan peralatan. Contoh alat yang digunakan dalam proses pembuatan tempe mlanding yaitu : 1) Panci, alat yang digunakan untuk merebus dan merendam. Bahan pembuatan panci ini adalah bahan alumunium.
Gambar 4.9 Panci 2) Tompo, alat yang digunakan untuk mencuci dan menggilas. Tompo merupakan alat tadisional Jawa terbuat dari anyaman bambu yang membentuk wadah persegi sehingga mampu untuk menampung bahan.
Gambar 4.10 Tompo
32
3) Tampah, alat yang digunakan sebagai tempat usar atau tepung ragi yang siap digunakan untuk fermentasi tempe. Sama dengan halnya tompo, tampah juga terbuat dari anyaman bamboo.
Gambar 4.11 Tampah 4) Tenggok, alat yang sering digunakan sebagai wadah tempe setelah dilakukan pengemasan. Alat ini merupakan alat tradisional yang terbuat dari anyaman bambu. Hal yang membedakan dengan tompo yaitu ukuran dan kekuatan alat. Tenggok cenderung lebih kuat dan mampu banyak memuat bahan daripada tompo. Maka dari itu, tompo yang ukurannya lebih kecil digunakan untuk mencuci bahan dan menggilas.
Gambar 4.13 Tenggok b.
Layout peralatan produksi Tata letak peralatan yang diperlukan dalam proses pembuatan tempe mlanding ini masih tergolong belum tersusun dengan baik. Alat-alat yang digunakan masih bercecer di ruang produksi secara terpisah karena kegiatan produksi yang belum tersusun secara runtut.
33
2
3
5 4
U 7
6
8
1 Gambar 4.13 Layout Peralatan Produksi Keterangan : 1. Beruk 2. Tungku pemanas 3. Peniris 4. Bak pencuci 5. Panci 6. Tampah 7. Tenggok 8. Alas produk akhir c.
Pengawasan dan pemantauan peralatan produksi Terkait dengan pengawasan dan pemantauan peralatan produksi yang ada di IRT “Nusa Indah” belum terdapat langkah khusus, namun secara tidak langsung untuk menjaga higiene produk sering dilakukan pembersihan dan pengeringan alat usai digunakan untuk produksi. Namun tidak pada semua alat diterapkan pembersihan secara rutin. Contohnya panci yang digunakan untuk merebus jarang dilakukan pembersihan sehingga terbentuk kerakkerak dan lapisan luar serta tutup panci berwarna hitam dan berdebu.
34
d.
Perlengkapan dan alat ukur Perlengkapan dalam proses pembuatan tempe mlanding adalah sebagai berikut: 1) Gayung, perlengkapan yang digunakan untuk memindahkan air dan biji mlanding setelah perebusan. 2) “Beruk”, perlengkapan yang digunakan untuk menakar bahan baku seberapa banyak bahan yang akan diproduksi menjadi tempe mlanding. Alat ini terbuat dari tempurung kelapa yang dikeringkan sehingga mengeras. Beruk dapat dikatakan sebagai Ukuran Rumah Tangga tradisional yang digunakan sebagai alat ukur oleh masyarakat setempat.
Gambar 4.14 Beruk 2. Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik a. Bahan peralatan produksi Bahan pelaralatan yang digunakan sebagain besar di IRT “Nusa Indah” untuk melakukan produksi tempe mlanding adalah terbuat dari anyaman bambu seperti senik, tompo, tampah yang kontak langsung dengan bahan. Konsep bahan peralatan yang dapat diterapkan oleh IRT “Nusa Indah” adalah sebagai berikut.
Gambar 4.15 Panci Stainless Steel
35
Panci stainlees steel ini berfungsi sebagai pengganti panci alumunium yang digunakan untuk merebus bji mlanding.
Gambar 4.16 Peniris Stainless Steel Alat peniris stainless steel berfungsi sebagai pengganti tompo yang berfungsi meniriskan biji mlanding setelah perebusan maupun pencucian.
Gambar 4.17 Gayung Stainless steel Gayung stainless steel berfungsi untuk memindahkan biji mlanding setelah direbus kedalam wada penyaring.
Gambar 4.18 Ember Berlubang Ember berlubang berfungsi untuk sebagai tempat penggilasan biji mlanding untuk memisahkan kulit dari keping bijinya.
36
Gambar 4.19 Rak Stainless Steel Rak stainless Steel berfungsi sebagai tempat penirisan biji mlanding setelah mengalami perebusan dan penirisan.
Gambar 4.20 Meja Stainless Steel Meja stainless steel berfungsi sebagi tempat pencampuran biji mlanding dengan ragi atau inokulum.
Gambar 4.21 Para-para Bertingkat Para-para bertingkat terbuat dari bahan stainless steel dan beralaskan kayu tipis setiap tingkatnya. Para-para bertingkat berfungsi sebagai tempat penaatan secara berjajar tempe mlanding yang telah dikemas untuk melanjutkan proses fermentasi. b.
Layout peralatan dan proses produksi Peralatan produksi yang ada di IRT “Nusa Indah” dalam proses pembuatan tempe mlanding sebaiknya diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya sehingga memudahkan bekerja secara
37
higiene, memudahkan pembersihan dan perawatan serta mencegah kontaminasi silang.
10
4
7
23
11
U
65
5 4, 5
3
6
8
7
2 12 9
11
8
Gambar 4.22 Konsep Tata Letak Peralatan Produksi Keterangan :
c.
1.
Neraca massa
2.
Alat pencuci
3.
Tungku pemanas
4.
Bak Pencuci
5.
Wadah peniris dan rak
6.
Meja stainless steel
7.
Para-para bertingkat
8.
Para-para bertingkat
Pengawasan dan pemantuan peralatan produksi Semua peralatan mlanding
di
pemeliharaan,
IRT
yang digunakan untuk produksi tempe “Nusa
pemeriksaan
Indah” secara
dilakukan rutin
pemantauan,
supaya
peralatan
terkondisikan dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih. Mengingat peralatan yang bersih akan mendukung program keamanan produk yang dihasilkan.
38
d.
Perlengkapan dan alat ukur Alat ukur yang digunakan penimbangan bahan baku maupun bahan tambahan lain pada saat proses pengolahan tempe mlanding untuk dipastikan keakuratannya. Prioritas alat ukur timbang yang digunakan
harus
memilki
satuan
berat
nasional
maupun
internasional.
Gambar 4.23 Neraca Massa Stainless Steel D. Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air 1. Evaluasi Air merupakan kebutuhan makhluk hidup yang sangat penting. Dalam industri pangan, air merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi dengan syarat layak konsumsi. Air digunakan sebagai bahan baku serta media untuk membersihkan peralatan. Suplai air yang digunakan untuk merebus bahan dan membersihkan peralatan dan perlengkapan produksi di IRT “Nusa Indah” berasal dari air sumur bor. Keadaan fisik jernih, bau normal serta rasa normal. Kebutuhan air untuk melakukan proses produksi baik di musim kemarau dan penghujan selalu tersedia secara melimpa. Hal ini disebabkan di daerah pegunungan yang tidak terancam kekeringan dan sumber mata air masih tersedia bebas di alam sekitar lingkungan produksi. 2. Konsep Cara Produksi yang Baik Air digunakan untuk melakukan proses produksi baik pengolahan dan kegiatan pembersihan alat sudah cukup baik. Oleh karena itu, untuk mempertahankan mutu air, perlu pengecekan air secara berkala. Untuk mengetahui air yang digunakan untuk produksi apakah layak digunakan untuk pengolahan bahan pangan pengecekan air yang digunakan dapat
39
dilakukan selama 1 tahun 1 kali secara periodik serta dilakukan tindakan water treatment secara sederhana. E. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi 1. Evaluasi a.
Sarana pembersihan dan pencucian Sarana pembersihan dan pencucian
di IRT “Nusa Indah”
berfungsi untuk membersihkan peralatan yang digunakan untuk proses produksi tempe mlanding. Sarana yang tersedia di IRT “Nusa Indah” antara lain sapu, sikat, lap, pel, ember, bahan pencuci yang digunakan adalah bahan pembersih food grade. Kondisi sarana pembersihan yang digunakan di IRT “Nusa Indah” masih layak digunakan, namun belum dilaksanakan perawatan secara rutin. b.
Higiene karyawan Kebersihan karyawan dalam sebuah industri pangan harus menjadi prioritas utama. Untuk mendukung program kebersihan karyawan diperlukan fasilitas yang memadai, seperti toilet dan tempat cuci tangan. Di “IRT” Nusa Indah tersedia toilet untuk pekerja. Kondisi dari toilet ini sendiri cukup terjaga kebersihannya, namun letak toilet satu bangunan dengan ruang bahan baku dan hanya disekat kayu dengan pintu yang tidak bisa tertutup secara rapat.
c.
Pembuangan air dan limbah Limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tempe mlanding di IRT “Nusa Indah” adalah limbah padat dan cair. Limbah padat yang dihasilkan adalah berupa kulit hasil gilasan mlanding. Sedangkan limbah cair merupakan air dari hasil pengolahan selama proses produksi tempe mlanding. Limbah cair dari hasil pencucian, perebusan, perendaman akan dialirkan ke tempat sawah yang dianggap
sebagai
pupuk
alami
bagi
masyarakat
setempat.
Penanganan limbah padat yang dihasilkan, akan digunakan sebagai pakan ternak seperti kambing dan sapi.
40
Gambar 4.24 Penampungan Limbah Cair 2. Konsep Cara Produksi yang Baik a.
Sarana pembersihan dan pencucian Sarana pembersihan pencucian bahan pangan, peralatan, perlengkapan dan bangunan (lantai, dinding dan lain-lain), seperti sapu, sikat, pel, lap atau kemoceng, deterjen, ember, bahan sanitasi harus tersedia dan terawat dengan baik. Sarana pembersihan harus dilengkapi dengan sumber air bersih.
b.
Higiene karyawan Sarana higiene karyawan seperti fasilitas untuk cuci tangan dan toilet
jamban harus tersedia dan dalam keadaan bersih untuk
menjamin kebersihan karyawan guna mencegah kontaminasi terhadap bahan pangan. 1) Diletakkan di dekat ruang produksi, dilengkapi air bersih dan sabun cuci tangan. 2) Dilengkapi dengan alat pengering tangan yang bersih. 3) Dilengkapi dengan tempat sampah yang tertutup. 4) Penggunaan pakaian karyawan yang rapi serta menggunakan kelengkapan produksi seperti sarung tangan jika kontak dengan bahan secara langsung. c.
Pembuangan air dan limbah Sistem pembuangan air limbah di IRT “Nusa Indah” sudah cukup baik. Namun perlu dipertahankan dengan cara pengawasan secara rutin dari pihak IRT “Nusa Indah” terkait dengan kondisi bak penampung dan pipa penyalur.
F. Kesehatan dan Higiene Karyawan
41
1. Evaluasi a.
Kesehatan karyawan Karyawan atau pekerja merupakan salah satu sumber yang sangat berpotensi sebagai perantara penyebab kontaminasi terhadap produk. Untuk menjaga produk tetap aman dari kontaminasi, program kesehatan harus lebih dilakukan pengawasan yang ketat. Penerapan program kesehatan karyawan di IRT “Nusa Indah” belum berlangsung secara maksimal. Selama proses produksi berlangsung, karyawan di IRT “Nusa Indah” ketika mengalami gangguan kesehatan masih ikut melakukan aktivitas proses produksi.
b.
Kebersihan karyawan Karyawan yang menangani bahan dan terlibat secara langsung dalam proses produksi harus menjaga kebersihan. Kebersihan karyawan yang ada di IRT “Nusa Indah” belum maksimal dijalankan. Pakaian kerja yang digunakan belum memenuhi standar pengolahan pangan yang baik. Pada saat proses produksi berlangsung karyawan yang terlibat tidak menggunakan celemek, penutup kepala, masker maupun alat pelindung diri yang lain. Sebelum
memulai
proses
produksi
pembuatan
tempe
mlanding, karyawan yang bekerja tidak menerapkan kegiatan pembersihan dasar yaitu mencuci tangan dengan sabun dan desinfektan. Ketika bersentuhan dengan alat kotor dan keluar dari toilet jarang dilakukan pencucian tangan dengan sabun. Setelah menangani bahan mentah dan melakukan aktivitas lain yang memicu kontaminasi silang pada bahan, karyawan belum memilki kesadaran dalam pembersihan diri terutama mencuci tangan.
c.
Kebiasaan karyawan Dalam rangka menjaga kebersihan dan mencegah kontaminasi terhadap produk perlu adanya suatu kebiasan. Kebiasaan yang baik
42
seperti rutin melakukan pembersihan akan menjaga keamanan produk pangan yang dihasilkan. Karyawan IRT “Nusa Indah” tidak melakukan kebiasaan buruk seperti merokok, makan dan minum selama berkerja. 2. Konsep Cara Produksi yang Baik a.
Kesehatan karyawan Upaya yang penting untuk menghindari kontaminasi pada makanan adalah menerapkan standar terhadap higiene personal. Berikut hal yang pelu diperhatikan oleh karyawan IRT “Nusa Indah” untuk
menghindari
terjadinya
kontaminasi
terhadap
produk
makanan. Pekerja yang sakit tidak boleh kontak dengan makanan, atau peralatan yang digunakan dalam pengolahan atau penyajian makanan. Pekerja yang sakit memiliki potensi yang besar untuk mentransfer penyakitnya lewat makanan. b.
Kebersihan karyawan Kebersihan karyawan mengacu pada kebersihan tubuh seseorang. Kebersihan karyawan sangat penting dalam sanitasi makanan. Beberapa hal yang dapat diterapkan untuk menjaga kebersihan karyawan: 1) Mencuci tangan sesudah dari WC. WC merupakan tempat yang banyak ditemukan mikroba. Mencuci tangan menggunakan sabun sebelum menyentuh bahan dan peralatan produksi untuk menghindarkan produk makanan dari kontaminasi bakteri. 2) Menghindari pakaian untuk mengeringkan tangan setelah mencuci tangan. Pakaian merupakan tempat menempelnya berbagai jenis bakteri meskipun tidak tampak kotor. 3) Pekerja harus rajin melakukan pembersihan tubuh seperti kuku. Kuku adalah tempat yang sangat baik untuk mikroba tumbuh, karena bagian yang sulit dibersihkan. Untuk mempermudah dalam pembersihannya, maka dapat dikondisikan selalu dalam keadaan pendek.
43
4) Menutup luka. Jika ada luka pada jari pekerja, hendak diplester serta menggunakan sarung tangan. Hal ini untuk menghindari kontaminasi dari luka berupa darah atau bakteri jika luka mengalami infeksi. c.
Kebiasaan karyawan Kebiasaan karyawan di IRT “Nusa Indah” cukup baik, tidak melakukan kebiasaan merokok, makan selama kegiatan produksi. Namun perlu dipertahankan serta pengawasan kebiasaan karyawan oleh penanggungjawab, seperti : 1) Menghindari kebiasaan buruk yaitu merokok saat menangani makanan atau peralatan produksi. Pada mulut manusia banyak terdapat kuma. Kuman tersebut dipindahkan ke batang rokok dan dari perokok. Saat perokok menyentuh makanan, maka kuman dari mulut perokok akan mengkontaminasi makanan. Sebaiknya merokok di area yang telah disediakan dan jauh dari ruang produksi makanan dan mencuci tangan setelah merokok dan akan menangani proses produksi makanan kembali. 2) Perhiasan seperti cincin lebih baik tidak dipakai saat menangani makanan. Perhiasan akan menjadi tempat yang baik untuk mikroba tubuh terutama bagian sudut atau lipatan yang tersembunyi dan sulit dibersihkan. Apabila bersentuhan dengan makanan, mikroba yang ada di perhiasan akan mengkontaminasi bahan pangan.
G. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi 1. Evaluasi a.
Pemeliharaan dan pembersihan Program pemeliharaan dan pembersihan terhadap lingkungan, bangunan, peralatan produksi di IRT “Nusa Indah” belum berjalan secara maksimal. Bangunan dan ruang produksi belum dilakukan pembersihan secara rutin. Ruang produksi yang masih banyak peralatan yang tidak perlu dan bahan lain bercampur menjadi satu
44
dalam ruang produksi. Penataan dan perawatan alat dapur yang belum rapi. Sehingga bagian bawah dan sudut ruangan terdapat banyak kotoran yang terkumpul dan susah dibersihkan. Lantai yang tidak rutin dibersihkan, serta langit-langit yang jarang dilakukan pembersihan sehingga banyak sarang laba-laba. Kegiatan pembersihan peralatan di IRT “Nusa Indah” juga belum terjalankan secara baik. Terutama panci yang digunakan untuk merebus dan merendam biji mlanding. Panci perbusan tampak kotor, lapisan luar berwarna hitam dan penutup banyak debu karena jarang dilakukan pembersihan. b.
Prosedur pembersihan dan sanitasi Prosedur pembersihan dasar yang
biasa dilakukan ialah
menyapu lantai untuk menghilangkan kotoran yang besar, seperti debu belum ada tindakan untuk pembersihan lebih lanjut. Sedangkan pembersihan peralatan yang diterapkan oleh pihak IRT “Nusa Indah” yaitu dengan menggosok peralatan secara fisik serta terdapat penambahan pembersih kimia seperti sabun dan detergen kemudiaan pembilasan. Dalam pembersihan alat yang kontak langsung dengan bahan digunakan bahan kimia pembersih food grade. c.
Program higiene dan sanitasi Program higiene dan sanitasi di IRT “Nusa Indah” belum mecakup seluruh bagian peralatan dan bangunan tempat produksi. Kegiatan pemantauan dan permbersihan secara berkala belum dilaksanakan.
d.
Pengendalian dan pemberantasan hama Industri Rumah Tangga yang bergerak dibidang pangan sangat berpotensi mengundang hama yang ada dilingkungan sekitar produksi. Salah satu jenis hama yang biasa ditemukan dalam industri yaitu tikus dan jenis serangga baik serangga terbang maupun serangga merayap. Untuk mengendalikan hama tersebut, pihak IRT
45
“Nusa Indah” belum melakukan kegiatan penangangan terkait hama yang ada dilingkungan produksi. e.
Penanganan sampah Sampah merupakan salah satu sumber pencemaran yang perlu diperhatikan dalam lingkup kegiatan produksi pangan. Penanganan sampah di IRT “Nusa Indah” dilakukan dengan membuang hasil kotoran
sampah
baik
organik
maupun
anorganik
ditempat
pembuangan dan dibakar. Namun penanganan sampah di area produksi sering terjadi penumpukan sehingga banyak lalat hinggap, dan didukung tempat sampah yang digunakan tidak bertutup. 2. Konsep Cara Produksi yang Baik a.
Pemeliharaan dan pembersihan Lingkungan, bangunan maupun peralatan merupakan aspek penting yang seharusnya dirawat dan dijaga kebersihannya. Oleh karena itu, konsep Cara Produksi yang Baik dalam pemeliharaan dan pembersihan untuk IRT “Nusa Indah” adalah sebagai berikut: 1) Peralatan produksi harus dibersihkan secara teratur setelah digunakan untuk kegiatan produksi. 2) Dalam upaya pembersihan dan perawatan lingkungan, bangunan dan peralatan menggunakan bahan kimia atau sanitizer yang aman.
b.
Prosedur pembersihan dan sanitasi Prosedur pembersihan dan sanitasi di IRT “Nusa Indah” sudah cukup baik. Untuk mempertahankan konsep prosedur pembersihan dan sanitasi yang benar, maka perlu dilakukan pengawasan oleh penanggunjawab serta meningkatkan kesadaran karyawan terhadap program sanitasi.
c.
Program higiene dan sanitasi Setelah dilakukan upaya pemeliharaan, pembersihan beserta prosedurnya untuk mencapai higiene dan sanitasi yang baik, maka perlu adanya sebuah program untuk menjaga konsitensi upaya
46
higiene dan sanitasi. Pihak IRT “Nusa Indah” harus menetapkan jadwal, serta dokumentasi terkait program higiene dan sanitasi lingkungan, bangunan dan peralatan. Program higiene dan sanitasi seharusnya dilakukan secara berkala serta dipantau ketepatan dan keefektifannya. Penjadwalan yang baik untuk program higiene dan sanitasi lingkungan, bangunan dan peralatan akan meningkatkan efektifitas produksi. d.
Pengendalian dan pemberantasan hama Adapun konsep yang dapat diterapkan IRT “Nusa Indah” untuk mencegah timbulnya hama antara lain : 1) Menutup lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama. 2) Jendela, pintu dan lubang ventilasi harus dilapisi dengan kawat kasa untuk menghindari masuknya hama. 3) Hewan peliharaan seperti anjing, kucing, domba, ayam dan lainlain tidak boleh berkeliaran di sekitar dan di dalam ruang produksi. 4) Bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya hama. 5) Mencegah timbulnya sarang hama di dalam ruang produksi Sebaiknya pangan baik bahan baku, maupun produk jadi disimpan dengan baik, tidak langsung bersentuhan dengan lantai, dinding dan langit-langit. Hal ini akan mengundang ketertarikan hama untuk masuk ke dalam ruang produksi. 6) Ruang produksi harus dalam keadaan bersih. Kondisi ruang yang bersih akan mencegah terbentuknya sarang hama. 7) Tempat sampah harus dalam keadaan tertutup dan dari bahan yang tahan lama. Sampah akan menimbulkan sarang hama didalam tempat sampah apabila tidak tertutup rapat dengan kuat.
47
8) Pemeriksaan rutin. IRT “Nusa Indah” harus memeriksa lingkungan dan ruang produksi dari kemungkinan timbulnya sarang hama. e.
Pemberantasan Hama Konsep teknik pengendalian hama yang dapat diterapkan di IRT “Nusa Indah” yaitu pengendalian secara fisik dan mekanik. Untuk hama tikus bisa dilakukan pengendalian dengan jebakan mekanik dan serangga bisa dilakukan dengan jebakan lem.
f.
Penanganan sampah Konsep CPPB dalam penanganan sampah untuk IRT “Nusa Indah” adaah sebagai berikut: 1) Tidak membiarkan sampah menumpuk, secara rutin dilakukan pembuangan, kemudian dibakar. 2) Dapat digunakan bak sampah yang memiliki kapasitas besar. Sesuai dengan sampah yang biasa dihasilkan. 3) Dilengkapi dengan penutup pada bak sampah. 4) Tempat sampah sering dilakukan pembersihan.
H. Penyimpanan 1. Evaluasi a.
Penyimpanan bahan baku dan produk akhir Penyimpanan bahan baku di IRT “Nusa Indah tergolong belum maksimal. Bahan baku pembuatan tempe mlanding adalah mlanding, tepung singkong dan usar. Kondisi ruang penyimpanan bahan baku ini belum tertata rapi dan bersih. Ruang ini juga digunakan sebagai tempat penyimpanan kayu-kayu dan peralatan rumah tangga serta terdapat sekat kamar mandi kecil di ruang penyimpanan. Wadah yang digunakan untuk menyimpan biji mlanding yaitu karung, serta penempatan langsung menempel pada lantai tanpa ada palet yang menompang karung-karung yang
berisi biji
mlanding. Cahaya
penerangan yang ada diruang penyimpanan ini juga masih kurang. Sedangkan tepung yang digunakan untuk pembuatan usar tempe juga
48
disimpan dalam karung dan diletakkan bertumpuk-tumpuk dengan biji mlanding. Bahan baku yang dikirim oleh supplier, oleh pihak IRT “Nusa Indah” tidak dilakukan pencatatan untuk keperluan dokumentasi. Penggunaan bahan baku untuk proses produksi tidak diterapkan sistem. Namun secara tidak sadar, pihak IRT “Nusa Indah” telah melakukan sistem First In First Out (FIFO), dimana bahan baku yang dulu masuk akan dikeluarkan dari gudang penyimpanan untuk dilakukan produksi. Sementara penyimpanan produk akhir tempe mlanding terletak diruang yang sama dengan bahan baku. Pihak karyawan IRT “Nusa Indah” melakukan penjajaran atau fermentasi di lantai yang longgar di sela-sela bahan baku dan pengemas. Kondisi penyimpanan produk akhir terletak di lantai dan beralaskan karung serta sejenis spanduk plastik.
Gambar 4.25 Ruang Penyimpanan Bahan Baku dan Produk Akhir b. Penyimpanan bahan berbahaya Bahan-bahan seperti sabun, deterjen dan bahan pembersih peralatan maupun bangunan yang lain. Bahan-bahan ini, tidak tersimpan secara khusus, masih tercecer ditempat-tempat tertentu. Seperti pembersih lantai terletak disudut ruangan. Sabun pencuci piring terletak di dekat pencucian dan deterjen terletak di kamar mandi.
c. Penyimpanan bahan pengemas Bahan pengemas adalah bahan yang digunakan untuk mengemas produk akhir suatu produk untuk menjaga keamanannya.
49
Di IRT “Nusa Indah” digunakan bahan kemasan berupa kertas reject pelapis luar, daun, dan kertas minyak. Letak penyimpanan bahan kemas ialah bergabung menjadi satu ruang dengan penyimpanan bahan baku. Daun yang biasa digunakan untuk mengemas diletakkan berjajar dilantai dan beralas karung. 2. Konsep Cara Produksi yang Baik a.
Penyimpanan bahan baku dan produk akhir Kondisi penyimpanan bahan baku dan produk akhir sesuai dengan konsep CPPB untuk diterapkan oleh IRT “Nusa Indah” adalah sebagai berikut : 1) Ruangan yang bersih akan menjamin keamanan produk supaya terhindar dari kotoran dan cemaran yang lain. 2) Bahan baku disimpan dengan baik, tidak boleh menyentuh lantai, menempel ke dinding maupun langit-langit. 3) Penyimpanan bahan dan produk akhir harus diberi tanda dan menggunakan sistem First In First Out (FIFO), yaitu bahan yang lebih dahulu lebih awal harus digunakan terlebih dahulu dan produk akhir yang lebih dahulu diproduksi harus digunakan dan diedarkan terlebih dahulu. Sistem FIFO ini bertujuan untuk mempertahankan bahan baku yang digubakan selalu dalam Bahan dan produk akhir harus disimpan terpisah dalam ruangan yang bersih keadaan baik dan aman digunakan. 4) Bahan-bahan yang mudah menyerap air seperti tepung usar, sebaiknya disimpan dalam wadah yang baik dan tertutup rapat untuk mencegah timbulnya bubuk pada tepung.
b.
Penyimpanan bahan berbahaya Bahan seperti sabun pembersih dan bahan sanitasi lebih baik diletakkan dalam tempat khusus. Hal ini bertujuan menghindarkan terjadinya pencemaran pada produk.
50
c.
Penyimpanan bahan pengemas Bahan pengemas merupakan bahan yang akan bersentuhan langsung dengan produk makanan. Untuk menjaga higienitas produk penyimpanan bahan baku perlu diperhatikan. Upaya yang dapat dilakukan dalam penyimpanan bahan pengemas harus dipisahkan dari bahan baku dan produk akhir dan tidak diletakan di lantai tanpa alas.
d.
Penyimpanan peralatan produksi Peralatan produksi yang telah dibersihkan tetapi belum digunakan untuk proses produksi harus disimpan dalam tempat yang bersih dan diletakkan ruang peralatan. Permukaan peralatan menghadap ke bawah, supaya terlindung dari debu, kotoran atau pencemaran lainnya.
I.
Pengendalian Mutu Pengendalian mutu menurut Sialagan (2013) yaitu aktivitas untuk memperbaiki, mempertahankan dan mencapai kualitas suatu produk atau jasa. Tujuan dari pengendalian mutu adalah terciptanya suatu perbaikan kualitas yang berkesinambungan (continuous improvement). Menurut Hadi (2007) Pengendalian mutu (quality control) merupakan bagian dari manajemen mutu yang difokuskan pada pemenuhan persyaratan mutu. Dengan kata lain, pengendalian mutu adalah suatu tahapan dalam prosedur yang dilakukan untuk mengevaluasi suatu aspek teknis pengujian dan atau kalibrasi. 1. Pengendalian mutu bahan baku Mutu adalah gabungan dari sejumlah atribut yang dimiliki oleh bahan atau produk pangan yang dapat dinilai secara organoleptik. Atribut tersebut meliputi parameter kenampakan, warna, tekstur, rasa dan bau (Kramer dan Twigg, 1983 dalam Afrianto, 2008). Menurut Hubeis (1994) dalam Afrianto (2008), mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya. Mutu juga dapat dianggap sebagai kepuasan (akan kebutuhan dan harga)
51
yang didapatkan konsumen dari integritas produk yang dihasilkan produsen. Berdasarkan ISO 8402-1992, mutu didefinsilkan sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan (Fardiaz, 1997 dalam Afrianto, 2008). a.
Mlanding 1) Evaluasi Mlanding merupakan bahan baku dalam pembuatan tempe di IRT “Nusa Indah”. Mlanding yang digunakan adalah jenis mlanding cina atau biasa khlayak umum menyebut dengan petai cina. Namun, terkadang juga digunakan mlanding jawa. Hal yang membedakan antara mlanding cina dan mlanding jawa ialah ukuran. Biji mlanding cina memiiki ukuran yang lebih besar dibanding dengan petai jawa. Biji mlanding yang digunakan oleh IRT “Nusa Indah” ini berasal dari supplier salah satu kota besar yaitu Surabaya.
Gambar 4.26 Biji Mlanding Karakteristik biji mlanding yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe dapat dilihat pada Tabel 4.6. Evaluasi mutu bahan baku bertujuan untuk menjaga bahan yang digunakan agar sesuai dengan persyaratan mutu yang ditetapkan sehingga produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang diinginkan (Kamarijani, 1983). Kualitas biji mlanding yang baik akan menghasilkan produk yang bermutu baik. Tabel 4.6 Evaluasi Pengendalian Mutu Biji Mlanding
52
Parameter
Standar* (IRT “Nusa Indah) Penampakan Mengkilap Coklat seragam Biji keriput 95% Keutuhan 97% Bau Normal, khas Tekstur Keras Cemaran benda asing Tingkat cemaran maks. 7%
Aktual Mengkilap Coklat seragam Biji keriput ±95% Keutuhan ±97% Normal, khas Keras Masih ada ± 7%
Evaluasi pada bahan baku biji mlanding dilaksanakan dengan menggunakan uji organoleptik. Parameter yang ditetapkan yaitu warna, bau, dan cemaran benda asing. Dalam pengujian orgnoleptik ini digunakan indra penglihatan, peraba, dan penciuman. Berdasarkan hasil pengamatan secara organoleptik terhadap mutu biji mlanding yang digunakan untuk produksi tempe di IRT “Nusa Indah” memiliki warna serta bau yang normal. Namun pada biji mlanding ini masih terdapat cemaran fisik seperti kerikil, potongan kayu kecil dan debu halus yang menempel pada biji mlanding. 2) Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik Bahan baku merupakan salah satu faktor yang sangat penting yang kan berpengaruh terhadap mutu produk yang akan dihasilkan oleh suatu industri pangan khususnya. Untuk menghasilkan produk yang memilki mutu yang baik, maka perlu ada pengendalian bahan baku. Pihak IRT “Nusa Indah” sebaiknya memperhatikan beberapa hal yaitu sumber bahan bahan baku atau supplier, penerapan dokumen pembelian dan pemeriksaan, pemeriksaan penerimaan bahan baku serta penyimpanan bahan baku.
53
Tabel 4.7 Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik Pengendalian Mutu Biji Mlanding Parameter Batas Kritis* Tindakan Tindakan pengendalian koreksi Penampakan Mengkilap Apabila Pembelian pada Coklat seragam melebihi batas supplier Keutuhan ±97% kritis maka terpercaya Biji keriput ± 5% Pengecekan biji dilakukan sortasi atau mlanding sebelum diterima dikembalikan pada supplier Pembelian pada supplier terpercaya Pengecekan biji mlanding sebelum diterima
Apabila melebihi batas kritis maka dilakukan sortasi atau dikembalikan pada supplier
Pembelian pada supplier terpercaya Pengecekan biji mlanding sebelum diterima Penyimpanan dalam kondisi bersih dan tertutup Pesyaratan bahan baku dalam industri rumah
Apabila melebihi batas kritis maka dilakukan sortasi atau dikembalikan pada supplier
Bau
Normal, khas biji mlanding
Cemaran Fisik
Tingkat cemaran ±7%
tangga
berdasarkan BPOM (2012) tentang Cara Produksi Pangan yang Baik adalah sebagai berikut : a) Pihak IRT harus menerima dan menggunakan bahan yang tidak rusak, tidak busuk, tidak mengandung bahan-bahan berbahaya, tidak merugikan atau membahayakan kesehatan dan memenuhi
standar mutu atau persyaratan
yang
ditetapkan. Konsep yang dapat diterapkan oleh IRT “Nusa Indah” dalam penanganan bahan baku ialah memeriksa dengan seksama terkait kualitas biji mlanding sesuai dengan
54
standar yang telah ditetapkan IRT “Nusa Indah”. Biji mlanding yang digunakan sebagai bahan baku dapat dilihat secara visual dengan pengujian organoleptik, biji tidak busuk, aroma dan bau normal biji mlanding. b) Menentukan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan untuk memproduksi
pangan
yang
akan
dihasilkan.
Dalam
penggunaan bahan baku IRT “Nusa Indah” harus menentukan jenis mlanding yang digunakan dan dipertahankan selama penerimaan bahan baku serta penentuan jumlah dan spesifikasinya. Tujuan penentuan jumlah ialah untuk meningkatkan efektifitas produksi. Spesifikasi biji mlanding penting diadakan oleh IRT “Nusa Indah” untuk mengtahui kualitas bahan baku dari supplier. c) Tidak menerima dan menggunakan bahan pangan yang rusak. Bahan pangan rusak maka tidak boleh digunakan oleh IRT “Nusa Indah” dalam pengolahan tempe mlanding. Khususnya jika terdapat biji mlanding yang telah rusak maka tidak digunakan baik sebagai campuran maupun secara utuh. Biji mlanding yang telah rusak banyak mengandung bakteri pembusuk sehingga akan mengakibatkan gangguan bagi konsumen serta mutu produk yang dihasilkan tidak baik. b. Usar 1) Evaluasi Ragi atau inokulum tempe atau biasa yang disebut usar tempe merupakan spora kapang tempe yang digunakan untuk bahan pembibitan dalam pembuatan tempe. Usar adalah sekumpulan benda yang mengandung benih kapang tempe (Sarwono,
2000).
Ragi
tempe
merupakan
bibit
yang
dipergunakan untuk pembuatan tempe. Oleh karena itu sering pula disebut sebagai starter tempe. Ragi tempe mengandung jamur Rhizopus sp. yang dikenal pula sebagai jamur tempe.
55
Secara tradisional, jamur untuk starter pembuatan tempe biasanya diambil dari daun pisang bekas pembungkus tempe pada waktu pembuatan, atau daun waru atau jati yang dikenal dengan sebutan “usar”. Tabel 4.8 Evaluasi Pengendalian Mutu Usar Parameter Standar* (IRT “Nusa Indah”) Warna Putih Bau Normal
Aktual Putih Normal
Gambar 4. 27 Usar/Inokulum Kapang Inokulum yang digunakan dalam proses pembuatan tempe mlanding di IRT “Nusa Indah” adalah usar. Di daerah Jawa Tengah banyak digunakan inokulum tempe yang disebut dengan usar. Secara tradisional usar dibuat dengan membiarkan spora kapang dari udara tumbuh pada kedelai matang yang diletakkan dua lapis daun waru (Hibiscus sp.) atau hjati (Tectona gandis). Permukaan bagian bawah kedua tersebut memiliki rambutrambut halus (trikoma) dimana sporran dan miselium kapang dapat melekat. Usar yang digunakan berasal dari supplier desa setempat. Jadwal pengiriman usar dari supplier ke pihak IRT “Nusa Indah” belum ditentukan jangka waktu pengiriman. Pihak IRT “Nusa Indah” melakukan pemesanan ketika usar sudah mulai habis. Jumlah setiap kali pemesanan belum dapat ditentukan secara pasti terkadang permintaan usar kepada supplier sesuai dengan kebutuhan. Namun sampai saat ini pemesanan yang
56
sering dilakukan ialah sebanyak 2 karung dalam kurun waktu sampai habis usar digunakan untuk proses produksi. 2) Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik Ragi tempe berfungsi untuk membantu terbentuknya biji mlanding menjadi tempe. Dalam ragi tempe, usar maupun usar terdapat kapang jenis Rhizopus sp. yang akan melakukan aktivitas
fermentasi.
Usar
banyak
mengandung
bakteri
kontaminan karena pada pembuatannya kurang memperhatikan kondisi yang aseptis dan jenis kapang pada usar juga bervariasi seperti Rhizopus sp dan mikroorganisme lain (Kasmidjo, 1990). Konsep
Cara
Produksi
Pangan
yang
Baik
dalam
penggunaan inokulum yang dapat diterapkan IRT “Nusa Indah” adalah
tetap
menggunakan
usar
namun
perlu
adanya
pengawasan penerimaan usar dari supplier terkait mutunya. Tabel 4.9 Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik Pengendalian Mutu Usar Parameter Batas Tindakan pengendalian Tindakan koreksi Kritis Warna Putih Dikembalikan pada Pembelian pada supplier supplier terpercaya Pengecekan sebelum diterima Bau
Normal Pembelian pada supplier terpercaya Pengecekan sebelum diterima Penyimpanan dalam kondisi bersih dan tertutup
Dikembalikan pada supplier
57
c. Air 1) Evaluasi Konsumsi air terutama untuk pengolahan pangan ataupun konsumsi langsung sebagai air minum harus lebih diperhatikan. Air yang bersih dan terjamin kualitas dan keamanannya, akan mengurangi resiko terhadap serangan penyakit. Air merupakan kebutuhan pokok dalam industri pangan, baik digunakan untuk proses produksi maupun untuk kebutuhan sanitasi. Dalam proses pembuatan tempe mlanding di IRT “Nusa Indah”, air dibutuhkan untuk keperluan pencucian, perendaman serta perebusan bahan biji mlanding. Selain itu, air juga dibutuhkan dalam keperluan sanitasi misalnya mencuci peralatan, kegiatan pembersihan bangunan. Tabel 4.10 Evaluasi Pengendalian Mutu Air Parameter Standar* Aktual (SNI-01-3553-1994) Warna Jernih Jernih Bau Tidak berbau Tidak berbau Rasa Tidak berasa Tidak berasa
Gambar 4.28 Air
Air yang digunakan di IRT “Nusa Indah” berasal dari galian sumur lingkungan setempat. Berdasarkan hasil analisis organoleptik terkait mutu air yang digunakan cukup baik, secara oganoleptik terkait warna jernih, air tidak berbau serta air yang tidak berasa. Untuk mengolah bahan makanan terutama diperlukan air yang bersih layak untuk konsumsi sesuai persyaratan SNI-01-3553-1994 tentang air bersih.
58
2) Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik Penggunaan air yang tidak memenuhi persyaratan dapat menimbulkan
terjadinya
gangguan
kesehatan.
Gangguan
kesehatan tersebut dapat berupa penyakit menular maupun tidak menular. Penyakit menular yang disebarkan oleh air secara langsung disebut penyakit bawaan air (waterborne disease). Penyakit tidak menular akibat penggunaan air terjadi karena air telah
terkontaminasi
zat-zat
berbahaya
atau
beracun
(Mufiah, 2013). Penggunaan air dalam produksi tempe mlanding di IRT “Nusa Indah” sudah cukup baik. Untuk menjaga kebersihan dan keamanan produk yang dihasilkan maka perlu pengawasan untuk mempertahankan mutu air. Tabel 4.11 Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik Pengendalian Mutu Air Parameter Batas Tindakan pengendalian Tindakan koreksi Kritis Warna Jernih Apabila Pengecekan secara ditemukan warna organoleptik air keruh maka dilakukan water treatment secara sederhana Bau
Tidak berbau
Pengecekan secara organoleptik
Apabila ditemukan bau yang tidak normal maka dilakukan water treatment atau tidak digunakan
Rasa
Tidak berasa
Pengecekan secara organoleptik
Apabila ditemukan rasa yang tidak normal maka dilakukan water treatment atau tidak digunakan
59
d. Abu dapur 1) Evaluasi Abu dapur merupakan bahan yang sangat potensial sebagai bahan penyerap zat racun yang ada pada tumbuhan mangrove dan keberadaannya cukup melimpah di Indonesia (Ilminingtyas dan Kartikawati, 2009 dalam Permadi, 2012). Abu gosok ini merupakan sumber KOH yang bersifat alkali yang murah, mudah didapat dan tidak polusif terhadap lingkungan. Dalam proses pembuatan tempe mlanding diperlukan abu dapur. Abu dapur digunakan sebagai campuran dalam perebusan biji mlanding. Fungsi utama abu dapur dalam perebusan ini ialah untuk mempermudah kulit biji mlanding mudah terkelupas dari keping biji. Adapun hasil analisis abu dapur yang digunakan IRT “Nusa Indah” dalam pengolahan tempe mlanding dapat dilihat pada Tabel 4.12. Tabel 4.12 Evaluasi Pengendalian Mutu Abu Dapur Parameter Standar* Aktual (IRT “Nusa Indah”) Warna Normal Abu-abu Bau Normal Berbau normal Cemaran Fisik Tingkat cemaran Ada ±8%
Gambar 4.29 Abu Dapur
Berdasarkan hasil analisis pengujian secara organoleptik abu dapur yang digunakan oleh IRT “Nusa Indah” secara aktual warna berwarna abu-abu, berbau normal abu. Namun dalam abu dapur yang digunakan terdapat kerikil yang dapat menjadi
60
cemaran fisik pada produk. Parameter ukuran jumlah abu dapur yang digunakan untuk merebus biji mlanding ialah alat Ukur Rumah Tangga. Alat Ukur Rumah Tangga yang dipakai IRT “Nusa Indah” untuk menentukan jumlah abu dapur yang dibutuhkan yaitu dengan “irus kayu”. Dalam sekali pengolahan 21 kg biji mlanding mentah digunakan abu dapur sebanyak 8 “irus kayu” setara dengan 1,5 kg. 2) Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik Menurut Wibowo et al. (2009) dalam Permadi (2012), pada buah A.marina terdapat kandungan tannin yang cukup kuat yang keberadaannya terikat dengan senyawa protein. Diduga perebusan dengan abu gosok menyebabkan protein akan terhidrolisis yang menyebabkan ikatan kompleks protein dengan tannin akan terlepas sehingga semakin tinggi konsentrasi abu gosok maka semakin tinggi kadar proteinnya. Adapun konsep pengendalian mutu terkait abu dapur berdasar konsep Cara Produksi Pangan yang Baik dapat dilihat pada Tabel 4.13. Tabel 4.13 Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik Pengendalian Mutu Abu Dapur Parameter Batas Tindakan Tindakan koreksi Kritis pengendalian Warna Normal Pengecekan secara Apabila warna abu organoleptik tidak normal maka tidak digunakan Bau
Normal
Pengecekan secara organoleptik
Apabila bau dari abu tidak normal maka tidak digunakan
Cemaran Fisik
Tingkat cemaran maks 5%
Pengecekan secara organoleptik dan penyaringan
Apabila cemaran fisik melebihi batas kritis maka dilakukan pemisahan dengan
61
penyaringan Abu dapur yang digunakan harus dilakukan pengamatan visual dengan seksama. Abu dapur yang telah terkumpul diusahakan disimpan dalam tempat
yang tertutup, dan
diletakkan dalam ruang yang aman. Hal ini untuk menghindari terjadinya kontaminasi dari unggas yang ada di sekitar maupun binatang lain. Penggunaan abu dapur dalam proses perebusan sebaiknya dilakukan dengan pengukuran dengan alat timbang yang memiliki satuan berstandar.
62
2. Pengendalian mutu proses Biji mlanding 21 kg Abu dapur 1,5 kg
Perebusan I selama 3 jam, suhu 92oC Penirisan I Penggilasan Perambangan Keping biji
Pencucian I Perendaman I, selama 24 jam Pencucian II Perendaman II 12 jam Perebusan II selama 2 jam, suhu 91oC Penirisan II Pendinginan 1 kg usar tempe
Peragian Pengemasan Fermentasi waktu 20 jam, suhu ruang (29oC)
Tempe mlanding 110 bungkus
Gambar 4.30 Proses Pembuatan Tempe Mlanding
Kulit biji
63
Menurut Assauri (1998), pengendalian dan pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar kegiatan produksi dan operasi yang dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan dan apabila terjadi penyimpangan tersebut dapat dikoreksi sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai. Adapun pengertian pengendalian kualitas menurut Assauri (1998) usaha untuk mempertahankan mutu kualitas dari barang yang dihasilkan, agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan. a.
Evaluasi Berikut adalah uraian tahapan dari proses pembuatan tempe mlanding di “Nusa Indah” : 1) Tahap persiapan Proses pengolahan tempe mlanding di IRT “Nusa Indah” diawali dengan tahap persiapan bahan baku. Bahan baku yang digunakan ialah biji mlanding tua. Biji mlanding tua dipersiapkan dan dilakukan penakaran jumlah bahan baku yang dibutuhkan. Penakaran biji mlanding menggunakan alat ukur rumah tangga yaitu menggunakan “beruk”. Dalam sekali pemasakan bahan baku biji mlanding tua dibutuhkan sebanyak 15 “beruk” atau 21 kg.
Gambar 4.31 Penakaran Biji Mlanding 2) Perebusan I Setelah
bahan
baku
dipersiapkan
dan
dibersihkan,
kemudian biji mlanding memasuki tahap perebusan I. Dalam proses perebusan ini, peralatan yang digunakan ialah panci yang terbuat dari stainless steel. Sumber panas yang digunakan ialah
64
bahan bakar dari kayu. Panci yang berisi biji mlanding serta air diletakkan di atas tungku pemanas. Pada tahapan ini, dimasukkan abu dapur sebanyak 5 irus kayu sambil dilakukan pengayakan di dalam panci menggunakan penyaring berlubang.
Gambar 4.32 Proses Perebusan Biji Mlanding Proses perebusan biji mlanding dilakukan selama ± 3 jam sampai biji mlanding setengah matang. Suhu yang digunakan dalam perebusan ini berkisar 90oC. Pada proses perebusan suhu tidak menetap karena api yang digunakan sebagai pemanas tidak konstan. Perebusan biji mlanding tidak boleh telalu lama dan terlalu matang. Biji mlanding yang terlalu lama direbus akan berpengaruh buruk pada tahapan berikutnya terutama pada saat penggilasan. Biji mlanding memiliki keping biji yang tipis. Oleh karena itu, dengan suhu pemanasan yang terlalu tinggi dan waktu yang lama akan mengakibatkan keeping biji saat digilas rusak dan hancur. 3) Penirisan Biji mlanding setelah perebusan sampai setengah matang, dilakukan penirisan. Tujuan penirisan biji ini yaitu untuk mengurangi kadar air serta mendinging anginkan bahan untuk siap dilakukan penggilasan. Penirisan ini dilakukan dengan menuangkan biji mlanding ke dalam tompo. Di dalam tompo, air akan mengalir dan biji mlanding akan tertahan. Proses ini berlangsung sampai biji mlanding dingin dan air sudah tidak
65
menetes kembali. Alat peniris ini bersentuhan dengan lantai langsung tanpa ada pembatas kayu ataupun pembatas yang lain.
Gambar 4.33 Proses Penirisan Biji Mlanding Setengah Matang 4) Penggilasan biji mlanding Bagian yang akan digunakan untuk membuat tempe mlanding yaitu keping biji. Biji mlanding yang telah dingin siap masuk dalam proses penggilasan. Proses penggilasan bertujuan untuk menghilangkan kulit dengan keeping biji. Proses penggilasan ini membutuhkan waktu yang cukup lama berkisar 2 jam untuk menggilas 21 kg biji mlanding dengan 2 orang pekerja. Teknik penggilasan biji mlanding yaitu dengan memasukkan tompo berisi biji mlanding setengah matang dalam bak penggilasan. Kemudian digilas dengan kaki sampai kulit mengelupas terpisah dari keping biji. Penggilasan dilakukan berulang ulang, setelah itu dirambang dalam bak kemudian kulit biji akan terapung dan dapat dipisahkan. Penggilasan terus dilakukan sampai semua kulit terpisah berkisar 95%. Pekerja di IRT “Nusa Indah” yang melakukan penggilasan biji mlanding ini sebelumnya telah menerapkan pembersihan kaki dengan air mengalir.
Gambar 4.34 Proses Penggilasan Biji Mlanding
66
5) Pencucian Tahap selanjutnya adalah pencucian, setelah penggilasan didapatkan keping biji mlanding. Pencucian keping biji yang diterapkan oleh IRT “Nusa Indah” adalah dengan mengalirkan air kedalam tompo sampai bersih. 6) Perendaman I Keping biji mlanding yang telah dicuci bersih selanjutnya dilakukan perendaman. Perendaman keping mlanding selama 24 jam sampai biji mlanding dalam kondisi asam dan menghasilkan banyak busa. Perendaman keping biji mlanding ditempatkan dalam wadah panci-panci yang tersedia di IRT “Nusa Indah”. Selama proses perendaman keping biji, panci ditutup rapat. Proses
perendaman
menurut
Santoso
(2009)
tujuannya
disamping melunakkan keping biji, bertujuan untuk mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk selama fermentasi. Dalam proses ini terjadi proses fermentasi spontan yaitu fermentasi asam laktat.
Gambar 4.35 Proses Perendaman Keping Biji Mlanding 7) Pencucian Perendaman keping biji mlanding selama 24 jam, kemudian dilakukan pencucian. Keping biji dialirkan air mengalir sampai semua lendir hilang dan kesat. 8) Perendaman II Setelah pencucian dengan air bersih, kemudian direndam kembali dengan air hingga semua keping biji tergenang air. Lama waktu perendaman ke dua ini adalah 12 jam. Teknik
67
perendamannya pun sama dengan perendaman yang I. Tujuan dari perendaman yang kedua ini adalah untuk memaksimalkan proses fermentasi asam laktat untuk menghindari pembusukan pada saat fermentasi dengan kapang. Di samping itu juga bertujuan agar lendir pada keping biji hilang secara maksimal.
Gambar 4.36 Proses Perendaman Keping Biji Mlanding II 9) Perebusan II Keping biji mlanding yang telah dicuci, kemudian dilakukan perebusan. Lama waktu perebusan ini adalah 2 jam. Menurut Santoso (2009) tujuan dari perebusan ini adalah mematangkan keping biji layaknya menanak nasi. Selain itu, bertujuan untuk membunuh bakteri yang tumbuh selama perendaman.
Gambar 4.37 Perebusan II Keping Biji Mlanding 10) Penirisan dan pendinginan Keping biji mlanding yang telah matang usai mengalami perebusan, kemudian dilakukan penirisan dan pendinginan. Penirisan ini berfungsi sebagai untuk menghilangkan kadar air serta mendinginkan biji mlanding yang masih panas setelah direbus.
68
11) Peragian Keping biji yang telah dingin, selanjutnya disiapkan proses peragian. Menurut Santoso (2009) tahap peragian merupakan proses kunci berhasil tidaknya pembuatan tempe. Sebab
tempe
dihasilkan
dengan
cara
fermantasi,
dan
menggunakan kapang jenis Rhizopus sp. Kapang ini diperoleh dari usar baik usar daun atau usar tempe dan tepung ragi. Cara peragiam usar dicampur dan diaduk dengan kedelai hingga tercampur secara merata kemudian diangin-anginkan sebentar. Teknik peragian yang diterapkan oleh pihak IRT “Nusa Indah” yaitu dengan menggunakan usar dan tepung singkong atau biasa disebut dengan usar tempe. Usar merupakan inokulum biakan kapang yang terdapat pada daun baik waru maupun jati bekas pembungkus tempe. Usar tempe yaitu bahan yang akan dicampur dengan keping biji mlanding, dimana usar mengandung kapang aktif untuk membentuk tempe dalam proses fermentasi. Cara pembuatan usar, pertama usar sebanyak 5 lembar di panggang dalam bara api sampai daun mengeras dan renyah. Memanggang usar
diusahakan
untuk
tidak
terkena
api,
karena
aka
menyebabkan kapang mati dan terbakar. Setelah usar selesai di panggang, menyiapkan tepung singkong sebanyak 1 kg di atas tampah. Selanjutnya, usar dihancurkan dengan cara digosokgosokan dengan tangan sampai halus. Usar yang halus dicampur rata dengan tepung singkong sebagai media tumbuh kapang.
Gambar 4.38 Laru Tempe
69
Tahapan selanjutnya yaitu pencampuran usar tempe dengan biji mlanding yang telah dingin. Pencampuran ini dilakukan sampai keping biji mlanding tercampur rata dengan usar tempe. Beriku pada Gambar 4.39 proses pencampuran usar tempe dengan keping biji mlanding.
Gambar 4.39 Pencampuran Usar Tempe dengan Keping Mlanding 12) Pengemasan Keping biji mlanding yang telah dilakukan peragian selanjutnya di lakukan proses pengemasan. Bahan pengemas yang digunakan ialah kertas minyak sebagai alas pertama, kedua yaitu daun, dan terakhir yaitu daun. Daun yang digunakan yaitu daun kunyit ataupun daun pisang. Ukuran berat keping biji mlanding yang dikemas tidak diketahui beratnya, hanya sekedar perkiraan oleh pekerja. Dari 15 “beruk” atau 21 kg biji mlanding mentah dapat menghasilkan tempe sebanyak 110 bungkus.
Gambar 4.40 Pengemasan Tempe Mlanding 13) Fermentasi Tahap berikutnya adalah fermentasi, keping biji yang telah dibungkus kemudian diletakkan di atas lantai secara berjajar. Fermentasi berlangung selama 20 jam dengan suhu ruang sebesar 29oC. Tujuan ditata secara berjajar ialah untuk
70
menghindari pemanasan yang terlalu tinggi, karena suhu tinggi akan menyebabkan “lanas” sehingga tempe tidak terbentuk dengan baik.
Gambar 4.41 Fermentasi Tempe Mlanding Tabel 4.14 Evaluasi Pengendalian Proses Pembuatan Tempe Mlanding di IRT “Nusa Indah” Proses
Parameter proses Standar
Persiapan bahan Biji mlanding
Penampakan mengkilap, coklat seragam, Keutuhan 97%, biji keriput 95% Bau normal khas biji mlanding Teksur keras Tingkat cemaran maks. 3%
Aktual Penampakan mengkilap, coklat seragam, Keutuhan ±97%, biji keriput ±95% Bau normal khas biji mlanding Teksur keras Tingkat cemaran ±5%
Usar
Warna putih Bau normal
Abu dapur
Warna normal abu Bau normal Cemaran fisik maks. 5%
Warna Bau Cemaran fisik ±5%
Suhu air mendidih di IRT “Nusa Indah” Waktu 2 jam Tekstur lunak setengah matang
Suhu 92oC Waktu 2 jam 50 menit
Penirisan I
Tidak ada tetesan air
Tidak ada tetesan air
Penggilasan
Terkelupasnya kulit biji
Masih terdapat biji yang utuh (sebagian kecil)
Perebusan I
Warna putih Bau normal
Tekstur lunak setengah matang
71
Perambangan
Tidak ada kulit biji
Masih terdapat kulit biji (sebagian kecil)
Pencucian I
Hilang lendir
Lendir berkurang
Perendaman I
Waktu 24 jam
Suhu 25oC, Waktu 15 jam
Pencucian II
Hilang lendir
Tidak terdapat lendir
Perendaman II
Waktu 12 jam
Suhu 24oC, Waktu 10 jam 20 menit
Perebusan II
Suhu air mendidih di IRT “Nusa Indah” Waktu 2 jam
Suhu 91oC Waktu 2 jam 15 menit
Penirisan II
Tidak ada tetesan air
Tidak ada tetesan air
Pendinginan
Suhu 28-29 oC
Suhu 29oC
Peragian
1 kg tepung singkong 2 lembar usar Pencampuran sampai homogen
1 kg tepung singkong 2 lembar usar Pencampuran kurang maksimal
Pengemasan
Tertutup rapat berbentuk segi enam Berat setiap kemasan sama
Bentuk kurang seragam
Waktu 24 jam Suhu ruang Tekstur Aroma Warna
Waktu 20 jam Suhu ruang (29 oC) Padat dan kompak Khas tempe mlanding Putih
Fermentasi
Berat setiap kemasan berbeda-beda
b. Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik 1) Tahap persiapan dan sortasi Konsep
pengendalian
proses
produksi
yang dapat
diterapkan oleh IRT “Nusa Indah” terutama bagian tahap persiapan pembuatan tempe mlanding adalah formulasi bahan
72
yang akan digunakan. Sebaiknya penggunaan bahan baku seperti biji mlanding, tepung singkong dan usar harus diketahui masing-masing berat dalam satuan berstandar. Dengan adanya ketetapan bahan baku yang digunakan, dapat dengan mudah dijadikan acuan dalam berproduksi. Bahan-bahan yang harus diketahui kuantitasnya adalah sebagai berikut : a) Biji mlanding mentah, dapat dinyatakan dalam satuan kilogram. b) Tepung
singkong,
dapat
dinyatakan
dengan
satuan
kilogram. c) Usar, dapat dinyatakan dalam satuan gram. d) Abu dapur, dapat dinyatakan dengan satuan kilogram. e) Air untuk perebusan perlu diketahui kuantitas air yang diperlukan dalam satuan liter. Dalam mempersiapkan biji mlanding untuk diproses ketahapan selanjutnya, sebaiknya dilakukan tahapan sortasi. Sortasi berfungsi untuk mendapatkan biji
mlanding yang
memilki kualitas baik. Teknis sortasi dapat dilakukan dengan cara ditampi. Keuntungan dilakukan proses sortasi antara lain adalah menghilangkan kotoran maupun benda asing sehingga higiene bahan dapat terjaga dengan baik. Setelah proses sortasi, dapat diterapkan proses pencucian. Pencucian biji mlanding di awal akan meusartkan kotoran-kotoran halus baik debu yang menempel pada biji mlanding selama penyimpanan. 2) Perebusan I Tahap perebusan berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Dari proses hidrasi, kulit
Pada tahap perebusan biji mlanding menjadi
setengah matang sebaiknya perlu dilakukan pengukuran bahan dengan alat ukur yang memilik satuan berstandar. Sehingga ditengah proses perebusan tidak lagi dilakukan penambahan air.
73
Untuk mendukung hal tersebut, perlu ada pembaharuan sarana yaitu panci besar yang mampu menampung banyak bahan. Pada
penambahan
abu,
sebaiknya
abu
dilakukan
penyaringan terlebih dahulu sampai halus. Kemudian baru dimasukkan dalam panci yang berisi rebusan biji mlanding. Disamping itu, yang perlu diperhatikan dalam proses perebusan adalah lamanya waktu serta suhu. Waktu yang terlalu lama pada proses perebusan ini akan mengakibatkan biji mlanding terlalu lunak. Dan sebaliknya jika waktu terlalu singkat maka biji mlanding masih keras sehingga biji kulit belum bisa dikelupas. Sama halnya dengan suhu, suhu dipengaruhi oleh sumber panas yaitu api dari tungku pemanas. Panas yang diberikan oleh sumber pemanas sebaiknya diusahakan konstan. Sehingga dalam proses perebusan tidak memakan waktu yang cukup lama. Kemudian dilakukan pula pengukuran suhu untuk mengetahui ketetapan dalam proses produksi. Keuntungan dapat diketahui ketetapan
parameter
dalam
setiap
lini
produksi
akan
mempermudah proses dikemudian hari dan dapat digunakan sebagai acuan sehingga efektivitas produksi dapat tercapai. 3) Penirisan Penirisan biji mlanding yang telah melalui proses perebusan sebaiknya ditempatkan bagian atas misalkan rak. Ketika penirisan diletakkan dan didiamkan di lantai, maka akan timbul cemaran pada bahan baik cemaran biologis maupun fisik. 4) Penggilasan biji mlanding Penggilasan merupakan tahapan yang bertujuan untuk memisahkan kulit biji dengan keping biji. Konsep pengendalian proses penggilasan untuk mempertahankan mutu produk yang dihasilkan oleh IRT “Nusa Indah” sebaiknya kebiasaan personal hygiene lebih diperhatikan seperti memotong kuku dan membersihkan secara rutin bagian kaki. Dalam proses
74
penggilasan ini diperlukan tenaga manual, sehingga untuk mencegah terjadinya kontaminasi personal higiene perlu ditingkatkan. Selain personal higiene, perlu adanya upaya kegiatan pembersihan sebelum melakukan penggilasan biji mlanding, yaitu mencuci kaki dan tangan dengan menggunakan sanitizer maupun bahan desinfeksi yang lain yang aman pada produk pangan. Kemudian, kaki pekerja dibungkus dengan plastik plastik yang cukup tebal dan bersih. Menurut Sarwono (2009) setelah biji dilakukan perebusan kemudian di cuci serta dilakukan penggilasan atau diinjak-injak untuk memisahkan kulit biji. Ketika menggilas sebaiknya kaki dibungkus dengan kantong plastik yang bersih. Plastik yang digunakan plastik bening dengan tebal bersikar 0,8 mm dan dapat digunakan dalam jangka waktu 1 minggu kemudian diganti yang baru. 5) Pencucian Pencucian dilakukan dengan air mengalir dan air sisa pencucian langsung lolos menerobos celah celah pada wadah pencucian bahan. 6) Perendaman I Perendaman ini dilakukan untuk mengondisikan keping biji mlanding dalam suasana asam, sehingga dapat melunakkan dan menghilangkan lendir yang terdapat pada keping biji mlanding. Menurut Ayustaningwarno (2014) perendaman dalam proses pembuatan tempe bertujuan untuk melunakkan biji serta mencegah pertumbuhan pembusuk selama fermentasi. Dalam proses perendaman berlangsung fermentasi alami oleh bakteri yang terdapat di air terutama bakteri asam laktat. Perendaman juga memiliki tujuan keping biji menyerap air sehingga menjamin pertumbuhan kapang yang optimum. Biji mengalami hidrasi pada proses perendaman dan memicu pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga terjadi penurunan pH 4,5-5,3.
75
Bakteri yang berkembang pada kondisi tersebut seperti Lactobacillus casei, Streptococcus faecium dan Streptococcus epidermidis. Kondisi perendaman ini akan menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk yang tidak tahan pada kondisi asam. Perendaman dapat dilakukan dalam panci bertutup namun penempatan terkait program sanitasi proses produksi sebaiknya diletakkan di bagian atas atau dibuatkan semacam rak yang memiliki banyak fungsi. Suhu perendaman dan lama waktu perendaman perlu diketahui dan ditetapkan. 7) Pencucian Pencucian dilakukan dengan air mengalir dan air sisa pencucian langsung lolos menerobos celah celah pada wadah pencucian bahan. 8) Perendaman II Sama halnya dengan perendaman I, perendaman boleh dilakukan dalam panci bertutup namun penempatan terkait program sanitasi proses produksi sebaiknya diletakkan di bagian atas atau dibuatkan semacam rak yang memiliki banyak fungsi. Suhu perendaman dan lama waktu perendaman perlu diketahui dan ditetapkan. Pada proses perendaman II ini memiliki fungsi yang sama pada saat proses perendaman yang pertama ialah menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk yang tidak tahan pada kondisi asam. 9) Pencucian Proses pencucian yang dilakukan oleh pekerja sudah baik. pencucian dilakukan dengan air mengalir dan air sisa pencucian langsung lolos menerobos celah celah pada wadah pencucian bahan.
76
10) Perebusan II Perebusan Ayustaningwarno
setelah (2009)
perendaman bertujuan
biji untuk
menurut membunuh
bakteribakteri yang tidak diinginkan selama perendaman. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses perebusan adalah lamanya waktu serta suhu. Waktu yang terlalu lama pada proses perebusan ini akan mengakibatkan biji mlanding terlalu lunak. Sama halnya dengan suhu, suhu dipengaruhi oleh sumber panas yaitu api dari tungku pemanas. Panas yang diberikan oleh sumber pemanas sebaiknya diusahakan konstan. Sehingga dalam proses perebusan tidak memakan waktu yang cukup lama. Kemudian dilakukan pula pengukuran suhu untuk mengetahui ketetapan dalam proses produksi. Keuntungan dapat diketahui ketetapan
parameter
dalam
setiap
lini
produksi
akan
mempermudah proses dikemudian hari dan dapat digunakan sebagai acuan sehingga efektivitas produksi dapat tercapai. 11) Penirisan dan pendinginan Penirisan biji mlanding yang telah melalui proses perebusan sebaiknya ditempatkan bagian atas misalkan rak. Ketika penirisan diletakkan dan didiamkan di lantai, maka akan timbul cemaran pada bahan baik cemaran biologis maupun fisik. 12) Peragian Peragian atau biasa yang disebut dengan inokulasi ini berfungsi untuk mengembangbiakkan kapang agar tumbuh pada keping biji mlanding sehingga terbentuk massa tempe yang kompak dan seragam persebaran kapangnya. Konsep yang dapat diterapkan dalam IRT “Nusa Indah” terkait proses peragian adalah sebagai berikut: a) Personal higiene, pekerja yang akan menangani langsung bahan harus mencuci tangan dengan sabun maupun bahan desifeksi lain yang aman.
77
b) Dalam menangani bahan dalam pencampuran usar dengan keping biji, lebih baik menggunakan pengaman seperti sarung tangan dan masker. c) Saat peragian, dipastikan biji mlanding benar-benar dingin berkisar suhu 25-30oC. Menurut Ayustaningwarno (2014) kapang merupakan mikroba yang bersifat mesofilik. 13) Pengemasan Pengemasan merupakan tahapan akhir dimana produk tidak bersentuhan langsung dengan tangan manusia dan siap untuk berpindah ke tangan konsumen. Oleh sebab itu, pada proses
pengemasan
pengawasan
dan
sebaiknya
peningkatan.
personal Pada
higiene
perlu
pengemasan
tempe
mlanding diusahakan menggunakan sarung tangan dan masker untuk menghindari kontaminasi silang. Selain itu, ukuran berat produk setiap kemasan hendak disamakan dengan alat ukur yang berstandar. 14) Fermentasi Fermentasi merupakan proses terjadinya pemecahan zat-zat organik secara aerob atau anaerob, peruraian dapat terjadi dari komplek menuju sederhana atau sebaliknya dengan bantuan mikroorganisme yang menghasilkan energi (Afrianti, 2013). Konsep yang dapat diterapkan oleh IRT “Nusa Indah” untuk menghasilkan produk tempe mlanding yang baik terkait konsep fermentasi adalah sebagai berikut: a) Penetapan dan pencatatan lama waktu dilakukan fermentasi. b) Penetapan dan pencatatan suhu optimal fermentasi c) Program kegiatan sanitasi, sebaiknya penjajaran tempe mlanding yang telah melewati suhu optimal tidak dijajar di lantai beralas karung. Namun dapat diperbaiki dengan pengadaan rak bertingkat yang dapat menampung banyak kemasan tempe yang siap dipasarkan.
78
Selama proses
fermentasi,
kedelai
akan
mengalami
perubahan baik fisik maupun kimia. Ciri tempe yang terfermentasi dengan baik adalah ada lapisan putih disekitar. kedelai
dan
pada
saat
dipotong
tempe
tidak
hancur
(Ayustaningwarno, 2014). Tabel 4.15 Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik pada Pengendalian Proses Pembuatan Tempe Mlanding di IRT “Nusa Indah” Proses Parameter Batas Kritis* Tindakan Tindakan pengendalian koreksi Tahap Persiapan bahan Penampakan Penampakan Dilakukan Dilakukan Biji tahapan sortasi proses sortasi mlanding mengkilap dengan ulang sampai Coklat seragam batas minimal Keutuhan 97% ditampi Biji keriput 95% Bau normal Bau khas biji mlanding Tekstur Teksur keras Tingkat cemaran Tingkat maks. 3% cemaran Usar
Abu dapur
Tekstur
Teksur renyah
Warna
Warna putih
Warna
Warna normal abu Bau normal
Bau
Dilakukan pemanggangan di atas bara api sampai tekstur renyah Pengecekan secara visual
Apabila usar belum renyah, dilakukan pemanggangan ulang Apabila usar berwarna coklat akibat terlalu lama pemanasan maka tidak digunakan
Pengecekan secara organoleptik
Apabila warna dan bau tidak normal maka tidak digunakan
79
Cemaran fisik
Cemaran fisik maks. 5%
Dilakukan penyaringan sampai cemaran fisik (kerikil, arang, potongan kayu) terpisah
Suhu
Suhu air mendidih 3 jam
Perebusan dilakukan selama 3 jam dengan suhu yang konstan dan
Tekstur
Lunak setengah matang
Pengecekan secara fisik pada biji mlanding
Penirisan I
Keadaan
Sampai tidak ada tetesan air
Dilakukan proses penirisan dengan alat peniris
Apabila masih terdapat air yang menetes, dilakukan penirisan kembali dan penambahan waktu penirisan
Penggilasan
Keadaan
Kulit biji terlepas dari keping biji
Melakukan penggilasan sampai kulit biji terkelupas dengan keping biji
Perambangan
Keadaan
Kulit biji terpisah dari keping biji
Melakukan perambangan dengan air
Melakukan proses penggilasan ulang sampai kulit biji terkelupas dengan keping biji Apabila kulit dan biji belum terpisah,
Perebusan I
Waktu perebusan
Dilakukan penyaringan ulang sampai cemaran fisik (kerikil, arang, potongan kayu) terpisah Apabila suhu tidak mencapai suhu perebusan maka diperpanjang waktu pemanasan Tekstur biji lunak sampai kulit dapat dipisahkan. Apabila tekstur terlalu lunak maka tidak digunakan untuk tahap selanjutnya.
80
untuk memisahkan keping dan kulit
dilakukan proses perambangan ulang sampai keping bersih dari kulit
Keping biji bersih sampai hilang lendir
Dilakukan pencuciam dengan air mengalir
Melakukan pencucian ulang sampai dalam keadaan bersih
Perendaman I Waktu perendaman
24 jam
Dilakukan perendaman dengan air sampai batas waktu
Pencucian II
Keadaan
Dilakukan sampai bersih
Dilakukan pencuciam dengan air mengalir
Perendaman II
Waktu perendaman
12 jam
Dilakukan perendaman dengan air sampai batas waktu
Pencucian I
Keadaan
Apabila waktu perendaman belum mencapai batas waktu, dilakukan penambahan waktu perendaman keping biji. Apabila waktu perendaman melebihi batas kritis, maka tetap digunakan namun hasil akhir dijual secara murah Melakukan pencucian ulang sampai dalam keadaan bersih Apabila waktu perendaman belum mencapai batas waktu, dilakukan penambahan waktu perendaman Apabila waktu perendaman melebihi batas kritis, maka
81
tetap digunakan namun hasil akhir dijual secara murah Perebusan II
Suhu
Suhu air mendidih
Perebusan dilakukan selama 3 jam dengan suhu yang konstan
Tekstur
Lunak matang
Pengecekan secara fisik pada keping biji mlanding
Penirisan II
Keadaan
Sampai tidak ada tetesan air
Dilakukan proses penirisan dengan alat peniris
Pendinginan
Suhu Waktu
Sampai dingin mencapai maks. 28-29oC
Dilakukan pendinginan dalam wadah berongga
Apabila suhu tidak mencapai suhu perebusan maka diperpanjang waktu pemanasan Apabila waktu terlalu lama dan mengakibatkan tekstur terlalu lunak maka keping biji dapat digunakan untuk proses selanjutnya, namun hasil produk akhir dijual murah Apabila masih terdapat air yang menetes, dilakukan penirisan kembali dan penambahan waktu penirisan Apabila belum dingin mencapai suhu 28-29oC, dilakukan perpanjangan waktu pendinginan Apabila waktu pendinginan terlalu lama dan
82
suhu pendinginan sampai dibawah 28oC, maka dilakukan tindakan pada proses fermentasi untuk menaikkan suhu. Peragian
Pengemasan
Jumlah inokulum
2 lembar usar dalam 1 kg tepung singkong
Penimbangan Inokulum (usar,tepung) menggunakan neraca massa.
Keadaan fisik
Pencampuran sampai homogen
Pencampuran usar dengan keping biji sampai rata
Kuantitas Keadaan
Bentuk kemasan Mengemas biji seragam dengan Berat seragam menyeragamkan dengan bentuk
Mengukur dengan alat ukur setiap biji yang akan dikemas
Pengecekan ulang berat inokulum sampai batas kritis Apabila belum tercampur secara merata, dilakukan pencampuran kembali sampai semua bagian tercampur Apabila bentuk kemasan tidak seragam, dilakukan pengemasan ulang dan perapian. Apabila berat tidak sesuai dilakukan penambahan atau pengurangan keping yang akan dikemas
83
Fermentasi
Suhu Waktu
Suhu 28-29oC 24 jam
Tekstur
Padat dan kompak
Aroma
Khas tempe
Warna
Putih
Penetapan dan Apabila selama monitoring fermentasi pada waktu serta tempe belum suhu fermentasi terbentuk hifa, maka dilakukan perpanjangan waktu fermentasi Pengecekan Apabila belum secara terbentuk organoleptik tekstur padat dan kompak dilakukan perpanjangan waktu Apabila belum Pengecekan secara terbentuk aroma organoleptik yang khas dilakukan perpanjangan waktu Pengecekan secara organoleptik
Apabila tidak terbentuk warna putih maka dijual dengan harga murah Apabila terjadi over fermented, maka pada produk akhir dijual dengan harga yang murah
84
3. Pengendalian Mutu Produk Akhir a. Evaluasi Hasil pengujian secara kimia dan organoleptik tempe mlanding dapat dilihat pada Tabel 4.16. Tabel 4.16 Evaluasi Produk Akhir Tempe Mlanding di IRT “Nusa Indah” Parameter* Aktual Kadar Air 75,821% Kadar Abu 3,227% 7,529% Kadar Protein Kadar Lemak 16,250% Kadar Serat Kasar 2,54% Karakteristik organoleptik Miselium berwarna putih, tersebar produk akhir merata dan rapat. Aroma khas Rasa khas Tekstur padat * Parameter yang di uji mahasiswa 1) Kadar Air Kandungan kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan. Selain itu, kadar air daya umur simpan dan daya tahan terhadap serangan mikroba pada produk pangan. Kandungan air sangat berpengaruh terhadap konsistensi bahan pangan (Winarno, 1984). Oleh karena itu, kandungan air di dalam produk pangan harus dijaga sesuai dengan keadaan normal untuk menjaga keawetan bahan pangan. Pada pengujian kadar air pada produk tempe mlanding ini digunakan acuan dari Sudarmadji dkk (1997) dengan metode thermogravitimetri. Pada prinsipnya yaitu menghilangkan kadar air pada bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian bahan yang telah dipanaskan ditimbang sampai bertemu berat konstan (0,2 mg). Dari hasil pengukuran dapat diketahui kadar air yang terkandung dalam tempe mlanding IRT “Nusa Indah” ialah sebesar 75,821% dengan dua kali pengulangan sampel dan dua
85
kali pengulangan analisis uji. Berdasarkan penelitian lain menurut Sayudi (2015) biji mlanding yang difermentasikan dengan ragi tempe menghasilkan kadar air sebesar 62,113 %. Sedangkan menurut penelitian Komari (1999) perubahan biokimiawi selama proses fermentasi biji lamtoro-gung dengan Rhizopus oryzae sebesar 71 gram air pada fermentasi selama 24 jam dan 72 gram air pada fermentasi selama 47 jam dari 100 gram bahan. Kadar air yang tinggi pada tempe mlanding dapat disebabkan dengan kandungan karbohidrat, amilosa yang terkandung dalam karbohidrat cenderung mudah usart dan menyerap air lebih banyak (Sayudi, 2015). Sedangkan Winarno (2004) menyatakan bahwa pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terusart disebut amilosa dan fraksi tidak terusart disebut amilopektin. Proses pengolahan tempe seperti perendaman dan pengukusan menyebabkan meningkatnya kadar air karena mengalami proses penyerapan air. Peningkatan kadar air dalam tempe mlanding dapat disebabkan oleh jumlah serta aktivitas dari kapang Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae dan Rhizopus stolonifer. Kapang akan melakukan fermentasi secara aerobik dengan menghasilkan H2O dan CO2 serta energi (Muchtadi, 2013). Kuantitas kapang yang semakin banyak akan menghasilkan hasil respirasi yang semakin banyak pula. Selain kuantitas, faktor lingkungan juga dapat memacu pertumbuhan kapang sehingga hasil respirasi kapang juga memiliki peran dari kadar air yang dihasilkan. 2) Kadar Abu Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung bahan pangan serta cara pengujiannya (Sudarmadji, 2010).
86
Pengujian kadar abu pada tempe mlanding mengacu pada Sudarmadji (1997) tentang prosedur analisa bahan makanan. Pengukuran kadar abu dengan prisip mengoksidasi semua zat organic pada suhu tinggi yaitu berkisar 500-600oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran. Dari hasil pengujian kadar abu pada tempe mlanding diperoleh data sebesar 3,227%.
Standar kadar abu tempe
kedelai menurut SNI 3144-2009 sebesar maksimal 1,5%. Sedangkan berdasarkan penelitian Sayudi (2015) dalam pembuatan mlanding menjadi tempe dihasilkan kadar abu sebesar 0,650%. Menurut Mahmud dkk. (2008) biji kedelai utuh memiliki kandungan mineral seperti kalsium 222 mg dan fosfor 682 mg sedangkan biji lamtoro gung utuh memiliki kalsium 136 mg dan fosfor 441 mg. Sehingga kadar abu pada tempe kedelai lebih tinggi dibandingkan denga tempe mlanding. Peningkatan kadar abu dalam tempe mlanding dapat dipengaruhi oleh kandungan mineral seperti kalsium dan fosfor terdapat pada biji mlanding. Hal lain yang mempengaruhi kadar abu tempe mlading lebih tinggi dari standar tempe kedelai yakni pada bahan tempe mlanding masih terdapat kulit biji. Menurut Sudarmadji (2010) apabila bagian endosperm dari biji tidak dipisahkan dengan kulit dan lembaganya akan mempunyai kadar abu yang relatif tinggi. Karena bagian kulit dan lembaga pada biji kandungan mineralnya cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan keping biji. 3) Kadar Protein Kadar protein dalam bahan pangan akan menentukan mutu. Bahan pangan yang mengandung protein tinggi jauh lebih baik dibandingkan jumlah protein yang rendah. Mengingat protein memiliki peran penting untuk pertumbuhan manusia
87
terutama anak-anak. Di samping itu, protein juga memiliki peran utama sebagai penyusun enzim dan antibodi (Winarno, 1984). Pengujian kadar protein pada tempe mlanding mengacu pada Sudarmadji dkk (1997) dengan metode Kjehldal. Prinsip dari metode Kjehldal adalah protein dan komponen organik dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi dinetralkan dengan menggunakan usartan alkali dan melalui destilasi. Destilat ditampung dalam usartan HCl. Selanjutnya ion-ion yang terbentuk dititrasi dengan menggunakan usartan NaOH. Dari hasil pengukuran kadar protein tempe mlanding dapat diketahui sebesar 7,529% dan penelitian dari Sayudi (2015) menyatakan kadar protein tempe dari bahan biji mlanding. 100% sebesar 18,472 %. Menurut Sethi dan Kulkani (1995) kandungan protein biji lamtoro gung berkisar antara 24,5-46% berdasarkan berat kering bahan. Biji kedelai memiliki protein yang cukup tinggi dibandingkan dengan biji mlanding yaitu berkisar 40% (Muchtadi, 2010). Adanya pengurangan jumlah protein pada pembuatan tempe disebabkan oleh proses pengolahan tempe (food processing) seperti perendaman dan perebusan. Protein biji mlanding memiliki bentuk protein globular yaitu protein yang berbentuk bola dan muda usart dalam air (Sayudi, 2015). Winarno (2004) menyatakan bahwa protein globular memiliki sifat mudah usart dalam usartan garam dan asam encer, juga lebih muda berubah di bawah pengaruh suhu sehingga mengalami denaturasi. 4) Kadar Lemak Lemak berbeda dari kabohidrat dan protein karena tidak terdiri dari polimer satuan-satuan molekuler. Dalam bahan makanan lemak selalu bercampur dengan dengan komponen komponen lain seperti vitamin usart lemak, sterol, lipolipid dan
88
glikolipid. Lemak dalam bahan makanan dapat dipisahkan dari komponen lain dengan cara ekstraksi menggunakan peusart organik seperti petroleum eter, etil eter, chloroform atau benzene (Winarno, 1984). Pengujian kadar air pada sampel tempe mlanding mengacu pada SNI 3144-2009 tentang prosedur pengujian tempe dengan metode Soxhlet. Prinsip dari pengujian ini adalah lemak diekstrak dengan peusart lemak yang bersifat non polar seperti Petroleum eter, Petroleum benzena, dll. Berat lemak diperoleh dengan
cara
memisahkan
lemak
dengan
peusartnya
(menguapkan peusart dengan pemanasan) (Gunawan, 2005). Dari hasil pengukuran kadar lemak pada tempe mlanding diperoleh data kadar lemak sebesar 16,25% dari standar minimal 10% persyaratan mutu tempe menurut SNI 3144-2009. 5) Kadar Serat Kasar Serat kasar merupakan bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam atau basa kuat. Prinsip penentuan kadar serat kasar metode Gravimetri adalah ekstraksi lemak, protein, karbohidrat sehingga tinggal serat kasar, kemudian ditimbang sampai berat konstan (Sudarmaji dkk, 1997). Berdasarkan hasil pengujian diperoleh kadar serat kasar sebesar 2,52%. Sedangkan penelitian lain Sayudi (2015) kadar serat kasar dari tempe lamtoro gung sebesar 1,939%. Kandungan serat biji lamtoro gung utuh sebesar 2,6% dan kandungan serat biji kedelai utuh sebesar 3,2% (Mahmud, dkk., 2008 dalam Sayudi 2015). Menurut Rohman (2013) serat kasar ialah mengukur berbagai selulosa dan lignin dalam sampel, akan tetapi hemisellulosa, pektin dan hidrokkoloid akan usart dan tidak dapat terdeteksi.
89
6) Karakteristik organoleptik produk akhir Produk akhir tempe mlanding di IRT “Nusa Indah” sebelum dipasarkan, dilakukan pengecekan terhadap salah satu sampel tempe mlanding yang sudah jadi. Karakteristik organoleptik yang diamati adalah sebagai berikut: Warna Tempe mlanding yang sudah siap dipasarkan memiliki warna putih, terdapat miselium yang rapat dan tersebar secara merata. Aroma Aroma yang dihasilkan dari tempe mlanding ini ialah khas tempe. Aroma pada tempe disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme yang mampu merubah aroma bahan mentah menjadi aroma khas tempe. Terbentuk aroma yang khas pada tempe disebabkan terjadinya degradasi komponen-komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi. Kapang Rhizophus akan mensintesis pati dari biji-bijian menjadi gula sederhana yang kemudian mengalami fermentasi menjadi asam organik, maka akan dihasilkan tempe dengan aroma alkohol yang menonjol (Sayudi, 2015). Rasa Rasa khas pada tempe mlanding ini ialah rasa gurih. Menurut Sayudi (2015) rasa gurih disebabkan karena adanya peptida-peptida pendek hasil dari hidrolisis protein oleh enzim protease.
Kapang
yang
tumbuh
pada
tempe
mampu
menghasilkan enzim protease untuk menguraikan protein menjadi peptida dan asam amino bebas. Tekstur Tekstur pada tempe mlanding berdasarkan pengamatan ialah rapat, keping satu dan lainnya membentuk massa yang kompak serta padat. Tekstur tempe disebabkan oleh aktivitas kapang yang menghasilkan hifa yang tumbuh menjadi miselium.
90
b. Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) pengendalian produk akhir tempe mlanding yang perlu diterapkan di IRT “Nusa Indah” dapat dilihat pada Tabel 4.17. Tabel 4.17 Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik pada Produk Akhir Tempe Mlanding di IRT “Nusa Indah” Parameter* Batas Tindakan Tindakan Koreksi kritis Pengendalian Kadar Air
75,821 ±3%
Penetapan jumlah inokulum Monitoring suhu penyimpanan Penetapan waktu perendaman dan perebusan
Kadar Abu
3,227 ±1%
Penghilangan kulit biji Apabila kadar abu sampai bersih melebihi batas kritis dilakukan pencatatan untuk evaluasi produksi berikutnya, dan dilakukan pengendalian secara intensif pada proses penggilasan sampai tidak ada kulit biji serta produk akhir dijual dengan harga murah
Kadar Protein
7,529 ±3%
Penetapan waktu perebusan dan perendaman
Apabila kadar air melebihi batas kritis dilakukan pencatatan untuk evaluasi produksi berikutnya serta produk akhir dijual dengan harga murah
Apabila kadar protein kurang dari batas kritis dilakukan pencatatan untuk evaluasi produksi berikutnya, dan dilakukan pengendalian dengan mengurangi waktu pada proses perebusan dan
91
perendaman Produk akhir dijual dengan harga murah Kadar Lemak
16,250 ±3%
Penetapan waktu perebusan dan fermentasi
Apabila kadar lemak kurang dari batas kritis dilakukan pencatatan untuk evaluasi produksi berikutnya, dan dilakukan pengendalian dengan mengurangi waktu fermentasi Produk akhir dijual dengan harga murah
Kadar Serat Kasar
2,54 ±1%
Penghilangan kulit biji Apabila kadar serat sampai bersih kasar melebihi dari batas kritis dilakukan pencatatan untuk evaluasi produksi berikutnya, dan dilakukan pengendalian sampai bersih pada pengupasan biji Produk akhir dijual dengan harga murah
Karakteristik Organoleptik Tempe Mlanding - Warna
- Aroma
Putih
Pengecekan secara organoleptik
Khas tempe
Pengecekan secara organoleptik
Apabila warna tempe tidak putih dijual harga yang murah Apabila aroma dan rasa tidak khas maka
92
tidak dijual atau dijual murah - Rasa
Khas tempe
Pengecekan secara organoleptik
- Tekstur
Padat kompak
Pengecekan secara organoleptik
Tebal dan merata
Pengecekan secara visual
- Miselium
Apabila tidak terbentuk rasa yang khas maka tidak dijual atau dijual dengan murah Apabila tidak terbentuk tekstur yang padat maka dilakukan perpajangan waktu fermentasi Apabila belum terbentuk miselium tebal dan merata dilakukan perpanjangan waktu fermentasi
1) Kadar air Kadar air merupakan salah satu parameter mutu pada tempe mlanding yang akan mempengaruhi karakteristik serta tekstur yang dihasilkan. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 2004). Oleh karena itu, kadar air perlu dilakukan penetapan dan tindakan pengendalian maupun tindakan koreksi. Tindakan untuk mengendalikan kadar air pada tempe mlanding
yaitu dengan
mengontrol dan menetapkan jumlah inokulum yang digunakan
93
untuk proses peragian serta mencatat suhu fermentasi dan waktu perebusan dan perendaman. Menurut Muchtadi (2013) kadar air dalam tempe mlanding dapat disebabkan oleh jumlah serta aktivitas dari kapang Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae dan Rhizopus stolonifer. Kapang akan melakukan fermentasi secara aerobik dengan menghasilkan H2O dan CO2 serta energi. Peningkatan kadar air ini disebabkan oleh kemampuan dari komponen penyusun mlanding dalam menyerap air yaitu karbohidrat. Sundarsih (2009) menyatakan bahwa semakin lamanya perendaman, proses dispersi air dalam protein semakin maksimal, sehingga kadar air semakin meningkat. 2) Kadar abu Abu merupakan residu dari suatu bahan pangan yang berupa bagian anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan didestruksi atau dapat diartikan bahwa abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Penentuan kadar abu dapat dilakukan secara langsung dengan membakar bahan pada suhu tinggi (500-600°C) selama 2-8 jam dan kemudian menimbang sisa pembakaran yang tertinggal sebagai abu (AOAC 2005). Menurut Sudarmadji (2003), semakin tinggi kadar abu suatu bahan pangan, maka semakin buruk kualitas dari bahan pangan tersebut. Konsep pengendalian yang dapat diterapkan oleh IRT “Nusa Indah” untuk mengendalikan kadar abu agar sesuai standar yaitu dengan melakukan sortasi pada biji mlanding secara bersih. 3) Kadar protein
94
Protein merupakan suatu senyawa yang disusun oleh asamasam amino yang terikat satu sama lain oleh ikatan peptida. metabolisme Rhizopus oligosporus yang menghasilkan enzimenzim protease. Senyawa kompleks protein dirombak menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana. Hal ini penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi. Kandungan protein yang dinyatakan sebagai kadar total nitrogen memang tidak berubah selama fermentasi. Perubahan terjadi atas kadar protein terusart dan kadar asam amino bebas. Konsep pengendalian yang dapat diterapkan oleh IRT “Nusa Indah” yaitu melakukan penetapan dan pencatatan waktu pada saat proses perebusan dan perendaman. Menurut Sayudi (2010) salah satu faktor yang menyebbakan penurunan jumlah protein pada pembuatan tempe disebabkan oleh proses pengolahan tempe (food processing) seperti perendaman dan perebusan. Protein biji mlanding memiliki bentuk protein globular yaitu protein yang berbentuk bola dan muda usart dalam air. 4) Kadar lemak Konsep yang dapat ditetapkan IRT “Nusa Indah” untuk mengendalikan kadar lemak untuk memenuhi standar yaitu menetapkan waktu perebusan biji mlanding serta lamanya fermentasi. Menurut Utari (2010) komposisi perubahan asam lemak disebabkan karena keberadaan dan aktivitas ragi dan bakteri serta lamanya fermentasi. Lipase yang dihasilkan saat fermentasi akan menghidrolisis lemak pada waktu fermentasi berlangsung, dengan laju tertinggi setelah 12 jam hingga 24 jam. Sementara asam lemak mencapai puncaknya setelah 36 jam fermentasi. Pelepasan asam lemak akan digunakan sebagai sumber karbon bagi R.oligosporus untuk asimilasi. Lipase meningkatkan asam lemak
95
bebas dari 0,5 persen saat perebusan kedelai menjadi 21 persen setelah menjadi tempe. Besarnya asam lemak yang dibebaskan tergantung dari komposisi inokulum yang digunakan. 5) Kadar serat kasar Untuk menjaga konsistensi kadar serat kasar pada tempe mlanding, sebaiknya dilakukan pengawasan dalam setiap lini proses terutama pada proses penggilasan dan pemisahan kulit. Karena di dalam kulit biji banyak ditemukan polisakarida berupa hemiselulosa maupun lignin penyusun dinding sel yang tidak usart dalam asam maupun basa. 6) Karakteristik organoleptik produk akhir Untuk mempertahankan mutu secara organoleptik pada tempe mlanding perlu adanya pengawasan dan pengecekan dengan teknik sampling secara acak sebelum dipasarkan. Sebelum dipasarkan, sebaiknya produk akhir diambil sebanyak 5 sampel secara acak dan diamati karakteristik sensori tempe yaitu warna, rasa, aroma, serta tekstur. 4. Kemasan a.
Evaluasi Kemasan yang digunakan oleh pihak IRT “Nusa Indah” untuk mengemas tempe mlanding terdiri dari 3 bahan antara lain kertas minyak, daun pisang atau kunyit serta kertas reject. Fungsi kertas minyak ialah sebagai penutup paling atas. Kemudian daun pisang atau daun kunyit digunakan sebagai lapisan dasar pada pengemasan tempe mlanding. Pembungkus lapisan paling luar digunakan kertas bekas yang diambil dari penjual.
Gambar 4.42 Kertas Minyak
Gambar 4.43 Daun Kunyit
96
Gambar 4.44 Kertas Reject b. Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik Kemasan dapat didefinisikan sebagai
seluruh
kegiatan
merancang dan memproduksi wadah atau bungkus atau kemasan suatu produk. Kemasan juga dapat diartikan sebagai wadah atau pembungkus yang guna mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan
pada
bahan
yang
dikemas
atau
yang
dibungkusnya. Konsep kemasan yang dapat diterapkan dalam pengemasan tempe mlanding di IRT “Nusa Indah” yaitu kemasan paling luar dapat digantikan dengan kertas payung berwarna coklat dan lapisan dasar yang bersentuhan dengan produk dapat digunakan dengan daun pisang atau daun kunyit. J.
Pelabelan Pangan 1. Evaluasi Tempe mlanding yang dihasilkan oleh IRT “Nusa Indah” belum terdapat label pangan yang tertera dalam produk. 2. Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik Konsep pelabelan yang dapat diterapkan oleh IRT “Nusa Indah” ialah label pangan yang mencangkup nama produk, daftar bahan atau komposisi yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, mama dan alamat IRTP, tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa, kode produksi, nomor PIRT.
Gambar 4.45 Konsep Label Tempe Mlanding
97
K. Pengawasan oleh Penanggungjawab 1. Evaluasi Pengawasan oleh penanggungjawab di IRT “Nusa Indah” sudah berjalan namun belum terlaksana secara maksimal. Penanggung jawab IRT “Nusa Indah” ini dipegang oleh Ibu Purwanti selaku koordinator dalam segala aspek produksi. 2. Konsep Cara Produksi yang Baik Sebagai salah satu IRT yang bergerak di bidang pangan, untuk mencapai tujuan produk aman dan berkualitas
maka perlu adanya
seorang penanggungjawab yang mampu mengkoordinasi seluruh kegiatan produksi baik pengawasan produk, proses, bahan baku maupun karyawan. L. Penarikan Produk 1. Evaluasi Penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit atau keracunan pangan atau karena tidak memenuhi persyaratan atau peraturan perundang-undangan di bidang pangan. Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan atau melindungi masyarakat dari produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan (BPOM, 2012). Selama memproduksi tempe mlanding di IRT “Nusa Indah” belum pernah ditemukan kompalin dari konsumen dan penarikan produk oleh pihak penanggungjawab IRT yang bersangkutan. 2. Konsep Cara Produksi yang Baik Penarikan produk merupakan tindakan menghentikan peredaran produk pangan yang disebabkan timbulnya keracunan maupun bahaya lain yang dapat mengancam keselamatan konsumen serta tidak memenuhi aturan maupun persyaratan produk pangan yang telah ditetapkan pemerintah. Pemilik IRT “Nusa Indah” harus menarik produk tempe mlanding dari peredaran jika terbukti produk tempe mlanding yang diproduksi membahayakan konsumen serta terdapat pelanggaran
98
terhadap aturan cara produksi pangan yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang. M. Pencatatan dan Dokumentasi 1. Evaluasi Kegiatan selama produksi tempe mlanding di IRT “Nusa Indah” pencatatan dan dokumentasi bahan baku, proses produksi serta kegiatan sanitasi maupun kegiatan yang lain terkait produksi belum diterapkan. Bahan baku yang dikirim oleh supplier belum dilakukan pencatatan baik tanggal pemesanan, jumlah dan jenis bahannya. Begitu pula dengan kegiatan produksi, produk akhir dan kegiatan sanitasi. 2. Konsep Cara Produksi yang Baik Konsep tentang pencatatan dan dokumentasi yang dapat diterapkan oleh pihak IRT “Nusa Indah” ialah sebagai berikut: a.
Pencatatan setiap kali pengiriman bahan baku seperti biji mlanding serta usar. Hal yang perlu dicatat yaitu tanggal pemesanan, supplier, nama bahan, jumlah pemesanan. Kedisiplinan pencatatan bahan dari supplier akan memudahkan identifikasi jika terjadi kekeliruan ataupun kesalahan dengan bahan yang diterima.
d.
Pencatatan kegiatan produksi. Hal yang perlu dicatat ialah tanggal produksi dan berapa banyak produksi.
e.
Pencatatan produk akhir. Hal yang perlu dicatat yaitu tanggal produksi, jumlah produk akhir yang dihasilkan.
f.
Dokumentasi khususnya saat penerimaan bahan baku serta kegiatan rutinisas seperti pembersihan atau sanitasi secara berkala.
99
Tabel 4.18 Konsep Daftar Penerimaan dan Persediaan Bahan Baku IRT “Nusa Indah” DAFTAR PENERIMAAN DAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU IRT “NUSA INDAH” Dusun Duwet RT 05 RW 02, Desa Pesido, Jatiroto, Wonogiri, Jawa Tengah
Nama Bahan :
Satuan :
Kode Produksi: Penangungjawab IRT “Nusa Indah”
Mr. X BARANG MASUK No. PB
Tgl masuk
Keterangan : No. PB No. BK
Supplier
Alamat
BARANG KELUAR Jumlah (kg)
No. BK
: Nomor Penerimaan Barang : Nomor Barang Keluar
Tgl keluar
No. Produksi
Jumlah
Paraf SISA
100
Tabel 4.19 Contoh Formulir Dokumentasi Proses Produksi di IRT “Nusa Indah” DOKUMENTASI PROSES PRODUKSI TEMPE MLANDING IRT “NUSA INDAH” Dusun Duwet RT 05 RW 02, Desa Pesido, Jatiroto, Wonogiri, Jawa Tengah
Kode Produksi : Tanggal Produksi : Penangungjawab IRT “Nusa Indah”
Mr. X Paraf petugas
LINE PROSES No.
Jenis kegiatan
1.
Keadaan
2.
Persiapan bahan baku Sortasi
3.
Perebusan I
4.
Penirisan I
Suhu Waktu Keadaan
5.
Penggilasan
Keadaan
6.
Perambangan
Keadaan
7.
Pencucian I
Keadaan
8.
Perendaman I Waktu Suhu Pencucian II Keadaan
9. 10.
Parameter
Keadaan
14.
Waktu Suhu Waktu Suhu Penirisan dan Waktu Pendinginan Suhu Peragian Kuantitas inokulum Keadaan Pengemasan Keadaan
15.
Fermentasi
11. 12. 13.
Perendaman II Perebusan II
Waktu Suhu
Pengecekan Aktual
Koreksi Sesuai
Tidak Sesuai
101
Tabel 4.20 Contoh Formulir Dokumentasi Produk Akhir di IRT “Nusa Indah” DOKUMENTASI PROSUK AKHIR TEMPE MLANDING IRT “NUSA INDAH” Dusun Duwet RT 05 RW 02, Desa Pesido, Jatiroto, Wonogiri, Jawa Tengah
Nama Produk :
Satuan :
Kode Produksi: Penangungjawab IRT “Nusa Indah”
Mr. X PRODUK MASUK No. PP
Tgl masuk
Paraf
PRODUK KELUAR
Jumlah (unit)
No. PK
Tgl keluar
Jumlah (unit)
petugas
Keterangan : No. PP
: Nomor Penerimaan Produk
No. PK
: Nomor Produk Keluar
Tabel 4.21 Contoh Dokumentasi Persyaratan Mutu Produk Akhir Tempe Mlanding di IRT “Nusa Indah” DOKUMENTASI PERSYARATAN MUTU PRODUK AKHIR TEMPE MLANDING IRT “NUSA INDAH” Dusun Duwet RT 05 RW 02, Desa Pesido, Jatiroto, Wonogiri, Jawa Tengah
Penangungjawab IRT “Nusa Indah”
Mr. X PARAMETER MUTU Kode Produksi
Tgl pemerikaan
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Protein
Kadar Lemak
Kadar Serat Kasar
Cemaran logam
Paraf Petugas
102
N. Pelatihan Karyawan 1. Evaluasi Pelatihan karyawan oleh penanggungjawab atau koordinator di IRT “Nusa Indah” belum dilaksankan. Pelatihan yang dimaksud ialah pelatihan tentang prinsip higiene dan praktik selama kerja untuk menghasilkan produk aman dan bermutu. 2. Konsep Cara Produksi yang Baik Penanggungjawab IRT sebaiknya memilki wawasan dasar tentang bagaimana cara mengolah bahan pangan yang baik dan benar sehingga aman untuk dikonsumsi manusia serta bermutu tinggi. Ilmu serta pengetahuan yang didapatkan dapat diterapkan oleh karyawan setempat sehingga program sanitasi dapat berjalan dengan baik. Tabel 4.22 Contoh Agenda Pelatihan Karywan di IRT “Nusa Indah” AGENDA PELATIHAN KARYAWAN IRT “NUSA INDAH” Dusun Duwet RT 05 RW 02, Desa Pesido, Jatiroto, Wonogiri, Jawa Tengah
Penangungjawab IRT “Nusa Indah”
Mr. X MATERI PELATIHAN
Tgl pelaksanaan
Jumlah peserta
Instruktur pelatihan
Metode Pelatihan
Jadwal Rutinias
Penilaian Reward
Keterangan lain
103
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian Penerapan Konsep Cara Produksi yang Baik pada Proses Pembuatan Tempe Mlanding di IRT “Nusa Indah” adalah sebagai berikut: 1.
Proses pembuatan tempe mlanding melalui beberapa tahapan yaitu perebusan I, penirisan I, penggilasan, perambangan, pencucian I, perendaman I, pencucian II, perendaman II, perebusan II, penirisan, pendinginan, peragian, pengemasan dan fermentasi.
2.
Evaluasi penerapan CPPB di IRT “Nusa Indah” meliputi lokasi dan lingkungan, bangunan dan fasilitas produksi, peralatan produksi, suplai
air,
kegiatan
higiene
dan
program
santiasi,
tempat
penyimpanan, pengendalian bahan baku, pengendalian proses, pengendalian produk akhir, pelabelan pangan, pengawasan dan penanggungjawab, penarikan produk, pecatatan dokumentasi serta pelatihan karyawan. 3.
Konsep CPPB yang dapat diterapkan oleh IRT “Nusa Indah” antara lain perbaikan dalam hal bangunan dan fasilitas produksi baik kelengkapan sanitasi serta peralatan produksi. Perbaikan dalam kegiatan sanitasi baik karyawan, lingkungan dan peralatan. Perbaikan dalam pengendalian bahan baku, proses serta produk akhir. Penerapan dokumentasi dalam setiap kegiatan produksi.
4.
Karakteristik produk akhir tempe mlanding di IRT “Nusa Indah” adalah sebagai berikut: a. Produk akhir tempe mlanding milik IRT “Nusa Indah” memiliki kadar air sebesar 75,821%, kadar abu 3,227%, kadar protein 7,529%. kadar lemak 16,250% dan kadar serat kasar sebesar 2,54%.
103
104
b. Karakteristik
produk
akhir
dari
tempe
mlanding
secara
organoleptik warna putih, aroma khas, rasa khas, tekstur padat dan kompak serta miselium kapang tebal dan tersebar secara merata. B. Saran Berdasarkan penelitian yang dilakukan di IRT “Nusa Indah” pada proses pembuatan tempe mlanding yang berada di Desa Pesido, Jatiroto, Kabupaten Wonogiri, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut: 1.
Perlunya pelatihan karyawan untuk meningkatkan pengetahuan tentang seluruh aspek konsep berproduksi pangan yang baik.
2.
Perlunya peningkatan kesadaran dan pengetahuan pelaku produksi tentang cara pembuatan tempe mlanding yang baik serta faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih baik dan layak untuk dipasarkan.
3.
Perlunya pembentukan sistem organisasi untuk mencapai visi serta misi Industri Rumah Tangga (IRT) yang mengacu pada konsep CPPB.
4.
Peningkatan dan perbaikan kegiatan sanitasi karyawan, sanitasi peralatan dan sanitasi bangunan lingkungan.
5.
Perlu adanya perbaikan kemasan dan penambahan label pada kemasan tempe mlanding yang meliputi nama produk, alamat produksi, nomor P-IRT, kode produksi dan contact person.
105