BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kelangsungan Hidup Hasil pengamatan kelangsungan hidup larva ikan Nilem selama 15 hari dengan pemberian Artemia yang diperkaya dengan susu bubuk afkir 0,3 g/L, 0,5 g/L, 0,9 g/L dan 1,2 g/L menunjukkan bahwa pemberian susu bubuk afkir pada Artemia memberikan pengaruh terhadap rata-rata kelangsungan hidup larva ikan Nilem (gambar 3). 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
78.8
79.1
77.1
B (0,3 g/L)
C (0,6 g/L)
D (0,9 g/L)
84.2
60.7
A (Kontrol)
Rata-Rata
E (1,2 g/L)
(%)
Gambar 3. Kelangsungan Hidup Larva Nilem selama penelitian Rata-rata kelangsungan hidup larva Nilem pada pengkayaan Artemia dengan konsentrasi susu bubuk afkir sebanyak 1,2 g/L (perlakuan E) menghasilkan rata-rata kelangsungan hidup tertinggi yaitu 84,2%, diikuti oleh konsentrasi 0,6 g/L (perlakuan C) sebesar 79,1%, konsentrasi 0,3 g/L (perlakuan B) sebesar 78,8% dan konsentrasi 0,9 g/L (perlakuan D) sebesar 77,1%. Sedangkan rata-rata kelangsungan hidup terendah dihasilkan perlakuan yang tidak diberi pengkayaan (perlakuan A) yaitu 60,7%.
25
26
Tabel 4. Kelangsungan Hidup Larva Nilem Perlakuan
Kelangsungan Hidup
A (Kontrol)
a 60,7 b 78,8 b 79,1 b 77,1 b 84,2
B (0,3 g/L) C (0,6 g/L) D (0,9 g/L) E (1,2 g/L)
Keterangan : Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.
Hasil analisis sidik ragam dengan uji F menunjukkan bahwa pemberian Artemia yang diperkaya susu bubuk afkir terdapat perbedaan antar perlakuan, akan tetapi setelah uji lanjut menggunakan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan tanpa diperkaya susu bubuk afkir (perlakuan A) berbeda nyata dengan semua perlakuan yang diberi pengkayaan terhadap Artemia, sedangkan untuk perlakuan yang diperkaya susu bubuk afkir pada Artemia dengan konsentrasi 0,3 g/L, 0,6 g/L, 0,9 g/L dan 1,2 g/L tidak berbeda nyata satu sama lain (Tabel 4 dan lampiran 1). Rata-rata kelangsungan hidup larva nilem diatas 60% (Tabel 4 dan lampiran 1), terlihat bahwa penggunaan Artemia sebagai pakan alami dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari larva Nilem. Menurut (BSN,1999) SNI 01-6133-1999, sintasan larva ikan mas strain Majalaya dalam 15 hari pemeliharaan sebelum pendederan 1 yaitu sebesar 60%. Upaya
peningkatan
kelangsungan
hidup
larva
Nilem
dengan
memanfaatkan kandungan nutrisi pada susu bubuk afkir yang digunakan dalam pengkayaan Artemia memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kelangsungan hidup larva Nilem, terlihat antara perlakuan tanpa diperkaya susu bubuk afkir (perlakuan A) rata-rata kelangsungan hidup sebesar 60,7%, sedangkan pada perlakuan yang diperkaya susu bubuk afkir mencapai 84,2%. Kamal (2008), menyatakan bahwa kelangsungan hidup larva Nilem yang diberi kombinasi pakan alami Artemia dan pakan buatan hi-provite ialah sebesar 83%,
27
hasil tersebut memperlihatkan bahwa susu bubuk afkir dapat meningkatkan kandungan nutrisi Artemia sehingga kelangsungan hidup larva Nilem tinggi. Tingginya tingkat kelangsungan hidup larva Nilem diduga berasal dari asam lemak essensial (asam linoleat dan linolenat) yang berasal dari susu bubuk afkir (lampiran 10 dan lampiran 11), Suprayudi et al. (2002) dalam Karim (2007) menyatakan bahwa kandungan asam lemak essensial pada Artemia sangat rendah diantaranya EPA berkisar 0,27%-0,39% dan DHA tidak dapat diketahui, diduga dengan pengkayaan susu bubuk afkir telah meningkatkan kandungan asam lemak essensial pada Artemia dan memenuhi kebutuhan dari larva Nilem, sehingga tingkat kelangsungan hidup meningkat secara signifikan. Seperti yang dikemukakan oleh Supriatna (1998) kebutuhan asam lemak essensial pada ikan air tawar dapat dipenuhi dari asam linoleat dan asam linolenat pada pakan dan menurut Watanabe (1982) dalam Nopitawati (2001) peningkatan asam lemak omega 3 (asam linolenat, EPA, DHA) pada pakan dapat meningkatkan ketahanan tubuh terhadap stress yang dapat menyebabkan kematian, meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan. Sedangkan pada Artemia tanpa pengkayaan susu bubuk afkir (perlakuan A) data kelangsungan hidup larva Nilem hanya mencapai 60,7% diduga karena tidak terpenuhinya kebutuhan asam lemak essensial (omega 3 dan omega 6) yang terkandung pada Artemia (lampiran 10 dan lampiran 11), hal ini sesuai dengan pernyataan Kompyang dan Ilyas (1988), jika kandungan asam lemak essensial yang dikandung dalam pakan rendah maka akan menyebabkan pertumbuhan terhambat
Kelangsungan Hidup (%)
dan meningkatkan angka kematian larva. 100 80 60
y = 15.1x + 66.91 R² = 0.444
40 20
r = 0,667
0 0
0.3
0.6
0.9
Konsentrasi Pengkayaan Artemia dengan susu bubuk afkir
Gambar 4. Kelangsungan hidup larva Nilem selama penelitian
1.2
28
Hasil analisis regresi untuk melihat hubungan antara pemberian susu afkir pada Artemia (x) dengan kelangsungan hidup larva Nilem (y) menunjukan hubungan positif yang bersifat linier dengan mengikuti persamaan berikut Y = 15,1 x + 66,913 dengan R2 = 0,446 (gambar 4 dan lampiran 2). Kelangsungan hidup larva Nilem dipengaruhi oleh Artemia yang diperkaya susu bubuk afkir sebesar 44,6%. Hasil pemeliharaan larva Nilem dengan pemberian Artemia yang diberi susu bubuk afkir 0,3 g/L sampai 1,2 g/L menunjukan semakin tinggi pemberian susu bubuk afkir kurva kelangsungan hidupnya semakin tinggi. 4.2 Laju Pertumbuhan Panjang Harian Hasil pengamatan pertumbuhan panjang larva Nilem selama penelitian memberikan rata-rata laju pertumbuhan panjang yang berbeda dari setiap perlakuan. Rata-rata laju pertumbuhan panjang tertinggi diperoleh pada konsentrasi pengkayaan Artemia 0,9 g/L (perlakuan D) sebesar 8,74%, sedangkan laju pertumbuhan panjang terendah diperoleh perlakuan tanpa pengkayaan susu bubuk afkir sebesar 5,83% (gambar 5).
10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
7.00
8.74
8.48
D (0,9 g/L)
E (1,2 g/L)
7.63
5.83
A (kontrol)
B (0,3 g/L)
C (0,6 g/L) Rata-rata (%)
Gambar 5. Laju pertumbuhan panjang harian larva Nilem selama penelitian
29
Tabel 5. Laju pertumbuhan panjang harian larva Nilem selama penelitian Perlakuan
Konsentrasi
A (kontrol)
5,83a
B (0,3 g/L)
7,00
C (0,6 g/L)
7,63
D (0,9 g/L)
8,74
E (1,2 g/L)
8,48
b
bc d
cd
Keterangan : Nilai rata-rata yang ditandai huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda pada taraf 5%.
Hasil analisis sidik ragam dengan uji F menunjukan bahwa pemberian Artemia yang diperkaya susu bubuk afkir terhadap laju pertumbuhan panjang harian larva Nilem terdapat perbedaan antar perlakuan, dan setelah uji lanjut menggunakan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5% menunjukan bahwa pada konsentrasi pengkayaan 0,9 g/L (perlakuan D) merupakan perlakuan pengkayaan yang paling signifikan (tabel 5 dan lampiran 3). Perlakuan tanpa pengkayaan susu bubuk afkir memiliki laju pertumbuhan yang lebih rendah dengan semua perlakuan yang diberi pengkayaan, hal tersebut membuktikan bahwa pengkayaan Artemia dengan menggunakan susu bubuk afkir mempengaruhi laju pertumbuhan panjang harian larva Nilem. Artemia tanpa pengkayaan (perlakuan A) memiliki rata-rata laju pertumbuhan panjang larva Nilem yang paling rendah yaitu 5,83%, diduga karena minimnya nutrisi tambahan dalam Artemia seperti vitamin dan mineral. Kebutuhan ikan akan vitamin dan mineral walaupun dalam jumlah yang sedikit namun harus tetap terpenuhi karena jika tidak mendapatkan asupan vitamin dan mineral dari luar tubuh akan mengganggu pertumbuhan dan kerja metabolisme dalam tubuh ikan, sehingga nafsu makan ikan akan menurun yang mengakibatkan pertumbuhan terhambat (Steffens 1989 dalam Rudiyanti 2009). Menurut Brin (1964) dalam Kordi (2010) kekurangan vitamin tidak langsung menyebabkan kematian pada ikan, tetapi bersifat kronis. Reaksi-reaksi enzim spesifik biasanya memerlukan koenzim vitamin yang spesifik pula, dan
30
kekurangan vitamin secara umum akan menyebabkan penurunan aktifitas enzim. Bila kekurangan vitamin tersebut begitu serius maka aktifitas enzim akan menurun sampai pada titik dimana fungsi sel terganggu dan ikan kehilangan nafsu makan, pertumbuhan yang terhambat, kemudian pada akhirnya terjadi kerusakan sel dan kematian (Kordi, 2010). Pada konsentrasi pengkayaan 0,3 g/L (perlakuan B) dan konsentrasi pengkayaan 0,6 g/L (perlakuan C) menurut uji jarak berganda Duncan tidak berbeda nyata, namun terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan pengkaya maka akan semakin tinggi pertumbuhan yang dihasilkan, namun tidak melebihi batas maksimal yang dibutuhkan ikan (tabel 5 dan lampiran 11). Pada konsentrasi pengkayaan 0,9 g/l (perlakuan D) menghasilkan rata-rata pertumbuhan yang terbaik yaitu 8,74%, hal ini karena pada konsentrasi 0,9 g/L merupakan konsentrasi yang optimum guna memenuhi kebutuhan nutrisi pada larva Nilem dalam memacu laju pertumbuhan panjang hariannya, kandungan vitamin dan mineral yang lengkap pada susu bubuk afkir serta tingginya protein yang terkandung dalam Artemia membuat pakan alami ini menjadi kaya nutrisi, sehingga berbanding lurus dengan pertambahan laju pertumbuhan panjang hariannya yang signifikan. Pada konsentrasi pengkayaan 1,2 g/L (perlakuan E) terjadi penurunan laju pertumbuhan panjang larva Nilem sebesar 0,26%, hal ini diduga karena asupan nutrisi berlebih yang berasal dari Artemia yang diperkaya susu bubuk afkir (lampiran 10 dan lampiran 11), karena jika kadar mineral berlebih pada pakan akan mengakibatkan dampak negatif pada ikan yaitu terhambatnya pertumbuhan dan hilangya nafsu makan pada larva ikan (Kordi, 2010). Kadar vitamin A,D,E,K yang berlebih pada pakan ikan tidak dapat larut dalam air sehingga akan mengakibatkan hipervitaminosis yang menyebabkan nafsu makan berkurang dan pertumbuhan terhambat pada ikan (Lasantha, 2010).
31
10 9
y = -1.891x2 + 4.622x + 5.786 R² = 0.854
8 Laju Pertumbuhan (%)
7 6 5 4
Series1 Ulangan
3
Persamaan Poly. (Series1) garis regresi kuadratik
2 1 0
0 -1.55E-1
0.3
0.6
0.9
1.2
1.5
Konsentrasi Pengkayaan Artemia dengan susu bubuk afkir
Gambar 6. Laju pertumbuhan panjang harian larva Nilem Hasil analisis regresi kuadratik untuk melihat hubungan antara pemberian susu bubuk afkir pada Artemia (x) dengan laju pertumbuhan panjang harian (y) menunjukan hubungan positif yang bersifat linier dengan mengikuti persamaan berikut Y = -1,8915x2 + 4,6221x + 5,7862 dengan R2 = 0,8548 (gambar 4 dan lampiran 2). Laju pertumbuhan larva Nilem dipengaruhi oleh Artemia yang diperkaya susu bubuk afkir sebesar 85,4%. 4.3 Hubungan Analisis Regresi Kelangsungan Hidup dengan Laju Pertumbuhan 2
y = 1.518x - 0.911
1.5 1
SR
0.5
GR
0 -0.5 0 -1 -1.5 -2
0.5
1
1.5
Garis linier Linear (SR)
Poly. (GR) Garis regresi kuadratik
y = -1.627x2 + 3.978x - 1.507 R² = 0.854
Gambar 7. Hubungan regresi kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan larva Nilem
32
Hasil analisis regresi gabungan antara kelangsungan hidup dengan laju pertumbuhan larva Nilem menunjukan hubungan positif yang bersifat linier dengan mengikuti persamaan berikut Y = 15,1 x + 66,913 dengan R2 = 0,446 untuk kelangsungan hidup, sedangkan laju pertumbuhan menghasilkan persamaan Y = -1,8915x2 + 4,6221x + 5,7862 dengan R2 = 0,8548 (gambar 7 dan lampiran 5). Dari kedua persamaan tersebut menghasilkan titik optimum untuk konsentrasi susu bubuk afkir pada pengkayaan Artemia ialah 1,02 g/L. Konsentrasi tersebut diduga dapat menghasilkan kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan yang meningkat secara bersamaan 4.4 Kualitas Air Kehidupan ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkungannya, menurut (Effendie, 1997), kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan dan kelangsungan hidup ikan, sehingga dalam pemeliharaan ikan perlu dijaga kualitas airnya agar ikan bisa hidup dan tumbuh kembang dengan baik. Tabel 6. Kualitas air selama penelitian Perlakuan
Parameter yang diamati ( Larva Nilem ) o
Suhu ( C)
pH
DO (ppm)
Amoniak (ppm)
A (Kontrol)
26-28
6-8
4,01 – 6,10
0,0015 – 0,014
B (0.3 g/L)
26-28
6-8
4,01 – 6.00
0,0015 – 0,014
C (0.6 g/L)
27-28
6-7
3,95 – 5,03
0,0015 – 0,0075
D (0.9 g/L)
26-28
7-8
4,02 – 5,15
0,0075 – 0,014
E (1.2 g/L)
27-28
7-8
4,01 – 6
0,0075 – 0,014
Standar
18 - 28 (1)
6-7 (1)
5-6 (2)
< 0,03 (3)
Keterangan : (1)Susanto (2001), (2) Willoughby (1999), (3) PBIAT Muntilan (2007)
Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian (tabel 6) memperlihatkan bahwa kisaran suhu selama penelitian masih berada pada batas normal, hal ini serupa dengan pernyataan menurut Susanto (2008) suhu optimal untuk ikan Nilem
33
antara 18o-28oC. Suhu terjaga karena selama penelitian media yang digunakan menggunakan heater. Derajat keasaman (pH) selama penelitian menunjukan kisaran 6-8, sedangkan menurut Susanto (2001), pH optimum untuk larva Nilem ialah 6-7. Data penelitian sedikit diatas batas optimum untuk larva Nilem, namun hal itu tidak terlalu bepengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva Nilem. Konsentrasi oksigen terlarut (DO) pada media penelitian 3,95-6 ppm, sedangkan optimumnya 5-6 ppm (Wiiloughby, 1999). Namun dalam mengatasi minimnya nilai DO pada media, selama penelitian menggunakan aerasi yang cukup guna kebutuhan larva Nilem. Kemudian kandungan amoniak selama penelitian masih dalam batas normal yaitu 0,0015-0,0145 ppm, sehingga tidak mempengaruhi kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan dari larva Nilem selama penelitian, karena menurut PBIAT Muntilan (2007) konsentrasi amoniak yang dapat ditolerir oleh larva Nilem kurang dari 0,03 ppm.