BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Subjek 1
1.
Latar Belakang Subjek 1 Perusahaan Kopi A dibangun sejak tahun 1930 oleh THS, Ayah dari S1. Awalnya THS adalah seorang pengolah kopi di perkebunan milik orang Belanda. Setelah 10 tahun bekerja dengan orang Belanda, THS kemudian mengumpulkan keahlian dan modal untuk membangun perusahaan kopinya sendiri yang sampai sekarang masih bertempat disalah satu wilayah di Kota Bandung. Sejak tahun 1971, lebih tepatrnya ketika THS meninggal, perusahaan Kopi A ini di ambil alih oleh S1. “....Perusahaan ini didirikannya tahun 1930. Ayah kerja di orang Belanda tahun 1920 sampai 1930. Dia mengumpulkan skill, keahlian dan mengumpulkan modal dan pendidikan ini. Take over, saya 1971 sejak masuk Fakultas Ekonomi X…” (S1/W1/H1-H4) “Saya cuma bisa menerima karena tidak mungkin menolak keinginan papa yang didikannya memang keras…” (S1/A1/P1)
S1 merupakan seorang anak tunggal, sehingga mau tidak mau Ia menjadi satu-satunya pewaris perusahaan kopi tersebut. Keberadaan menjadi anak tunggal tidak lantas membuat S1 menjadi anak yang manja. Sejak kecil, Ia selalu memiliki kegiatan untuk dilakukan, termasuk terlibat dalam kegiatan perusahaan ayahnya.
Detria Eka Mulyaningtyas, 2012 Penghayatan Nilai-Nilai Konfusian Dalam Etos Kerja Etnis Cina Di Bandung (Studi Fenomenologi Terhadap Wirausaha Etnis Cina Di Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
47
Di saat semua anak-anak seusianya bermain, Ia malah sibuk membantu ayahnya mengolah kopi di pabrik. Bahkan jika waktu liburan sekolah tiba, ayahnya kerap mengajaknya berlibur ke tempat para petani kopi sambil membantu membeli biji kopi. Sehingga ketika ayahnya meninggal, Ia sudah siap untuk meneruskan roda perusahaan karena keahlian mengolah kopi sudah jauh-jauh hari Ia dapatkan dari ayahnya. Pasca menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Bandung, S1 sempat ragu apakah akan tetap menjadi pengusaha kopi atau menjadi seorang dosen. Akhirnya Ia mengambil keputusan untuk tetap menjadi pengusaha kopi dan menjadikan profesi dosen sebagai usaha sambilannya. “Emang waktu tahun 1978 saya sempat bimbang, mau jadi dosen ekonomi atau mau jadi tukang kopi. Akhirnya pilihan saya jadi tukang kopi, dosen hanya sebagai sambilan saja…” (S1/W1/H9-H11)
Di sela-sela kesibukannya sebagai pengusaha kopi, S1 juga menjadi dosen di tiga perguruan tinggi di Bandung. Ia mengampu mata kuliah Wirausaha dan Manajemen Operasi. Ia mengajar sejak tahun 1979. Baginya, menjadi dosen merupakan panggilan hidup dan menjadi hiburan di tengah-tengah aktivitas perusahaan kopinya. Ia pun menjabat sebagai Kepala Sumber Daya Manusia (SDM) dan bendahara di salah satu yayasan. “Saya ngajar di Fakultas Ekonomi, Wirausaha sama Majamenen Operasi. Di Y juga sama. Kalau di Z saya Kepala SDM sama bendahara juga.” (S1/W2/H109-H111)
48
Penampakan rambut-rambut putih di kepala dan beberapa kerutan baik di bagian wajah maupun tangan, menjadi tanda bahwa usia S1 sudah tidak muda lagi. Namun hal tersebut tidak menghambatnya untuk beraktivitas. Setiap hari dari pukul 04.00 WIB, jauh sebelum para karyawannya datang, Ia sudah mulai mengolah kopi di pabriknya. Kemudian di siang harinya, Ia rehat sejenak untuk melanjutkan aktivitas mengajar di kampus. Di tengah kesibukan mengolah kopi dan mengajar, ayah dari tiga anak perempuan sekaligus kakek dari satu cucu ini pun kerap mengunjungi dan menyumbangkan penghasilannya sebagai dosen untuk anak-anak cacat ganda/multiple handicap yang menjadi anak asuhnya di salah satu yayasan di wilayah Kabupaten Bandung. “…Dan income-nya untuk anak-anak. Saya punya anak asuh 46 orang.” (W1/H14-H15) (Anak asuh apa Pak?) “Anak-anak multiple handicap dan cacat berganda. Jadi, income jadi dosen untuk mereka.” (W1/H16-H17)
Kehidupan S1 saat ini tidak terlepas dari pengaruh Prof.RS khususnya dalam bidang pendidikan. Prof.RS merupakan salah seorang Guru Besar Pajak di Perguruan Tinggi Negeri Bandung yang juga teman Ayah S1. Prof.RS juga perintis dari yayasan anak cacat ganda yang sampai saat ini masih menerima bantuan dana dari S1. Ayah S1 tidak mengenyam bangku pendidikan dan hanya mengerti ilmu tentang kopi, sehingga kebutuhan pendidikan S1 lebih banyak diatur dan biayai oleh Prof.RS. Prof.RS menyekolahkan S1 dari
49
TK hingga kuliah. Jika mengalami kesulitan dalam belajar pun, Ia sering meminta bimbingan Prof.RS. Sehingga dalam dirinya, Ia tidak saja mendapatkan ilmu-ilmu kehidupan yang diberikan orang tuanya tetapi juga dari Prof.RS. S1 mengakui bahwa walaupun dirinya beragama Katolik, tetapi ajaran agama Islam yang diberikan Prof.RS sedikit banyaknya cukup mempengaruhi dirinya. “Saya dibesarkan Prof.RS. Ayah saya kan nggak sekolah. Saya dari TK disekolahkan di Z. SD, SMP, SMA di Taruna Bakti. Lalu Ekonomi Unpad, oleh Prof.RS dan saya dididik oleh dia, karena Ayah saya nggak berpendidikan, hanya ngerti ilmu kopi”. (S1/W2/H86-H90)
Pentingnya kehidupan pendidikan bagi S1, tercermin dalam kehidupan
pendidikan
ketiga
anak
perempuannya
dari
hasil
pernikahannya dengan MN. Anak pertamanya sudah menyelesaikan program magister Marketing dan akan melanjutkan ke program doktoral, anak keduanya tengah menyelesaikan program magister Psikologi dan anak ketiganya tengah menyelesaikan program MBA (Master of Business Administration) di salah satu perguruan tinggi di Bandung. Anak ketiganyalah yang saat ini sedang dipersiapkan S1 untuk menjadi generasi ketiga dari perusahaan kopinya.
2.
S1 dan Perusahaan Kopi A
Perusahaan Kopi A merupakan perusahaan kopi milik THS yang masih tetap eksis sejak tahun 1930 sampai saat ini. Sejak tahun 1971 tongkat estafet perusahaan diterima oleh generasi kedua yaitu S1, putra
50
tunggal THS. Berdasarkan penjelasan S1, sang ayah tidak pernah menceritakan tentang asal-usul pendirian perusahaan. Ia hanya tahu cara pengolahan kopi yang diturunkan oleh ayahnya yang masih dipraktikkan hingga saat ini. Saat bekerja, S1 dibantu oleh sembilan orang karyawan. yang semuanya berasal dari kerabat-kerabat orang keturunan juga. Mereka telah mengabdi cukup lama pada S1. Selama bekerja, S1 belum pernah mendengar keluhan-keluhan dari karyawannya. Dengan perilaku S1 yang selalu ikut turun langsung bekerja dan penggunaan pakaian seragam yang sama dengan karyawannya, Ia memosisikan dirinya bukan sebagai atasan, melainkan sebagai partner kerja yang sejajar. S1 tidak saja memberi contoh yang baik saat bekerja, tetapi juga langsung membimbing dan membantu karyawan-karyawannya.
Hal
inilah
yang
membuat
karyawan-
karyawannya merasa nyaman dan betah bekerja sama dengan S1. (Pernah ada karyawan yang mengeluh?) “Hampir nggak ada. Karena kita sama-sama capek.” (S1/W2/H61)
Perusahaan Kopi A memproduksi dua jenis kopi, yaitu Robusta dan Arabika. Biji kopi yang diolah berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Medan, Toraja, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bengkulu, Lampung hingga Flores. Proses pengolahan kopi yang dilakukan masih menggunakan cara tradisional.
51
Proses pengolahan kopi dimulai dari tahap penyimpanan biji kopi (fermentasi). Sebelum disimpan, biji kopi yang didapat dari petani kopi dijemur terlebih dahulu dengan memanfaatkan sinar ultra violet dari cahaya matahari kurang lebih selama 7 jam. Setelah itu, biji kopi disimpan di sebuah gedung penyimpanan dengan menggunakan karung goni yang memiliki ventilasi yang baik sehingga biji kopi tidak akan lembab. Dalam tahap penyimpanan ini, S1 menggunakan sistem First In First Out, yaitu biji kopi yang disimpan terlebih dahulu akan dikeluarkan dan diproses lebih awal. Proses penyimpanan biji kopi ini bertujuan untuk mengurangi kadar asam dan kadar kafein pada kopi, sehingga kopi akan lebih sehat saat di konsumsi. Lama penyimanannya pun tergantung dari jenis kopi. Untuk robusta di simpan selama 5 tahun sedangnya arabika di simpan selama 8 tahun. “Di jemur dulu di (bawah sinar) matahari. Eee arabika dan robusta di kebunnya 2 minggu, di jemur 7 jam, kemudian untuk arabika disimpan selama 8 tahun untuk mengurangi kadar asamnya. Robusta disimpan 5 tahun untuk mengurangi kadar kafeinnya.” (S1/W1/H61-H70) “Kalau mau untung cepat, tak perlu menunggu bertahun-tahun. Tetapi hasilnya tidak baik.” (S1/A2/P1) “Ini yang membedakan kopi aroma dengan kopi lain. Jadikanlah yang standar itu spesial.” (S1/A2/P2)
Perbedaan kopi buatan S1 dengan kopi dipabrik lain memang terletak pada proses penyimpanan yang lama dan cara pengolahan yang masih tradisional. Biasanya produsen kopi lain langsung mengolah kopi yang baru dipetik tanpa melewati tahap penyimpanan. Mengolahnya
52
pun dengan mesin-mesin modern yang serba cepat dan terkadang menambahkan essens khusus agar wangi kopi lebih terasa. Berbeda halnya dengan S1, yang mempertahankan pengolahan kopi dengan cara tradisional dan alamiah. Prinsip menjadikan sesuatu yang standar menjadi spesial inilah yang membuat produk kopinya lebih istimewa. Karena dibalik proses penyimpanan yang lama itu, kopi yang dihasilkan tidak hanya menghasilkan cita rasa yang enak tetapi juga aman bagi kesehatan. Sehingga konsumen yang memiliki penyakit diabetes, gangguan kencing manis, tekanan darah tinggi dan tekanan darah rendah tidak perlu khawatir bahwa kopi yang diminum akan mengganggu kesehatannya. Bahkan bubuk kopi tersebut dapat menyembuhkan luka diabetes serta dapat menyuburkan sperma laki-laki. “Karena kami masih mempertahankan kopi yang nggak pakai kimia, yang original. Sehingga orang yang darah tinggi bisa minum, orang yang jantungan bisa minum, orang diabetes, orang darah rendah, laki-laki yang spermanya lemah bisa sembuh.” (S1/W1/H53-H57) “Kalau kopi disini bisa buat orang diabet, kencing manis bisa sembuh. Kalau luka, lukanya ditabur. Luka diabetnya, boroknya ditabur oleh robusta. Laki yang spermanya lemah, kalau nikah bisa punya anak.” (S1/W2/H77-H80) “Ya kalau orang lain, bikin kopi baru petik. Kalau disini 8 tahun (fermentasinya), sehingga orang yang minum selamat, terus kalau low cost, harga jualnya murah karena nggak ada yang pakai „dasinya‟ nggak ada middle man.” (S1/W2/H71-74) (Kenapa nggak ada middle man, Pak?) “Ya harga. Kan kalau ada perantaranya jadi mahal.” (S1/W3/H5)
Selain memiliki manfaat kesehatan, harga kopi yang dihasilkan pun cukup terjangkau. Untuk kopi Robusta ± Rp 12.500 per 250 gram
53
dan untuk kopi Arabika ± Rp 17.500 per 250 gram. Ketiadaan middle man atau perantara dalam pembelian biji kopi membuat harga biji kopi menjadi tidak mahal. S1 lebih senang bertemu langsung dengan para petani kopi langganannya. Aktivitas tersebut dilakukan agar Ia dapat mengontrol langsung biji kopi seperti apa yang diinginkannya. Selain itu, harga kopi yang dijual dipasaran pun menjadi murah. Selain untuk fermentasi, tahap penyimpanan biji kopi pun dijadikan sebagai aktivitas buffer stock yang dijalankan oleh S1. Buffer stock merupakan manajemen persediaan bahan baku (invertory) yang dilakukan untuk menghadapi ketidakpastian dalam penawaran atau permintaan.
Selain
itu
buffer
stock
juga
dilakukan
untuk
mempertahankan stabilitas operasional perusahaan. Terbukti saat tahun 1998, ketika terjadi peristiwa krisis moneter, semua harga kebutuhan menjadi meningkat. Banyak perusahaan yang mengalami gulung tikar karena mengalami kerugian. Untungnya, peristiwa tersebut tidak berpengaruh terhadap perusahaan S1, karena adanya sistem buffer stock tersebut. “Saya selamat. Karena saya ada stok. Tuhan ngasih saya rezeki, (harga) panenannya loncat 3 kali lipat.” (S1/W2/H24-H25) “Eee buffer stock harus selalu ada. Nggak boleh diganggu-ganggu. Namanya buffer stock, iron stock. Untuk mengantisipasi jika ada bahan baku atau kenaikan penjualan. Itu selalu ada.” (S1/W2/H30-H32)
Menjadi seorang pengusaha, tentu saja S1 dituntut untuk memiliki kemampuan memprediksi dan memperhitungkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Kemampuan tersebut Ia peroleh dari
54
ajaran orang tuanya dan pelajaran yang Ia dapatkan saat kuliah. Menurutnya, seorang pengusaha itu harus tahu mana hal yang dibawah dan diluar kekuasaannya. Sesuatu hal diluar kekuasaan seseorang seperti kejadian-kejadian alam, tidak dapat diprediksikan. Sedangkan hal-hal yang dibawah kekuasaan dan dapat diprediksikan seperti inventory. Buffer stock merupakan satu contoh pengimplementasian dari kemampuan memprediksi tersebut. Dengan demikian, Ia dapat menyelamatkan perusahaannya. “Bukan kerugiannya, karena ada yang dibawah kekuasaan kita dan ada juga yang diluar kekuasaan kita. Eee yang dibawah kekuasaan kita, kita harus tahu. Itu kejadian seperti inventory. Kalau yang diluar kekuasaan kita itu seperti bencana alam, itu nggak bisa. Kalau entrepreneur harus bisa memprediksi mana yang dibawah kekuasaannya dan mana yang diluar kekuasaannya.” (S1/W2/H47-H52)
Kemudian, biji kopi-biji kopi yang telah disimpan memasuki tahap penyangraian (roasting). Tahap penyangraian memakan waktu selama 2 jam dengan menggunakan mesin-mesin lama buatan Belanda. Di pabriknya, S1 memiliki empat mesin penyangraian. Namun hanya dua yang dioperasikan. Dua mesin lainnya dijadikan sebagai cadangan jika mesin yang dioperasikan mengalami masalah. Mesin tersebut beroperasi tanpa menggunakan tenaga listrik melainkan berbahan bakar kayu. Kayu yang digunakan adalah kayu pohon karet yang sudah tidak produktif lagi yang diperoleh dari beberapa tempat, salah satunya dari Subang. Menurutnya, penyangraian menggunakan kayu ini mampu menyerap panas lebih merata sehingga kopi akan matang secara perlahan dan menghasilkan aroma yang khas.
55
Walaupun perkembangan teknologi saat ini sudah sangat maju, S1 tetap mempertahankan penggunaan alat-alat tradisional dan bahan bakar yang alami seperti yang sudah dilakukan oleh ayahnya sejak dulu. Ia menekankan bahwa penggunakan teknologi itu harus tepat guna. Ia tidak berniat untuk mengubah alat maupun bahan bakar dalam pengolahan kopinya. Menurutnya, jika proses pengolahan dirubah maka akan mempengaruhi hasil akhir dari produk kopinya, baik dalam rasa maupun fungsinya. “Iya, dari teknologi itu harus tepat guna. Karena ini akan berubah kalau bikin makanan tekniknya diganti, rasa dan fungsinya akan berbeda. Rasa, wangi, berbeda. Beda kalau kita bikin baju, proses kan harus cepat, karena cost-nya biar rendah. Kalau makanan nggak bisa gitu, biar tepat. Karena akan mempengaruhi produk akhirnya.” (S1/W1/H38-H42) “Saya itu selalu memegang proses pembuatan kopi yang tidak berubah, dari dulu hingga sekarang. Kalau ada yang berubah, semua tidak seperti aslinya,” (S1/A3/P1) “…Di sini semua alami, karena pabrik jaman dahulu tidak ada yang seperti pabrik jaman sekarang yang menggunakan bahan kimia dan serba instant. Karena itu, kami mempertahankan proses jaman dulu karena bagus, tidak merugikan.” (S1/A3/P3)
Mungkin jika menggunakan bahan bakar gas, dalam hitungan menit proses penyangraian sudah selesai. Namun S1 lebih memilih waktu yang lama dengan proses penyangraian tradisional demi menjaga kualitas produknya. “Kalau proses pembuatannya harus seperti itu, ya harus begitu, jangan yang dicari hanya uang.” (S1/A2/P3)
Dalam melakukan kontrol proses penyangraian kopi, S1 selalu melibatkan alat inderanya untuk mengecek kadar kematangan kopi buatannya. Pertama, Ia menggunakan mata untuk melihat asap
56
penyangraian. Kedua, hidung untuk mencium wangi apakah kopi sudah matang atau belum dan terakhir Ia menggunakan telinga untuk mendengar bunyi „kretek-kretek‟ sebagai penanda bahwa kopi sudah matang. “Wanginya keluar, warnanya berubah coklat, bunyinya udah ini… jadi 3 panca indera; mata untuk melihat asap, telinga untuk mendengar bunyinya udah matang atau nggak, hidung untuk mencium wangi atau nggak.” (S1/W2/H65-H68)
Biji kopi yang sudah disangrai lalu didinginkan. Kemudian memasuki tahap quality control untuk memisahkan biji yang baik dan yang rusak. Proses ini ditentukan berdasarkan bobot biji yang telah ditentukan. Biji kopi yang baik adalah biji kopi yang berat, sedangkan biji kopi yang rusak adalah biji kopi yang ringan. “…kemudian quality control untuk menyeleksi mana biji yang berat mana biji yang ringan...” (S1/W1/H61-H70)
S1 mengungkapkan bahwa dari sekian banyak biji kopi yang diolah hanya sedikit yang terbuang atau rusak. Karena biasanya, S1 selalu
menekankan
kepada
petani
kopi
langganannya
untuk
menggunakan pupuk kandang dalam penanaman kopi. Hal ini membuat kualitas biji kopi yang dihasilkan jauh lebih baik, sehingga sangat sedikit jumlah biji kopi yang terbuang. “Hampir nggak ada sisanya, kalau ibaratnya mahasiswa, yang di DO (dropout) itu cuma 1 dari 1000. Kalau misalnya tabrakan, tabrakannya nggak ada darahnya, hehe…” (S1/W1/H73-H75) “Dari 1.000 biji kopi yang diolah, hanya 10 biji yang rusak.” (S1/A5/P1)
57
Tahap selanjutnya yaitu proses pembuangan kulit ari. Proses ini merupakan satu-satunya proses yang mengalami modernisasi dari yang dulu dilakukan secara manual (tangan) kini sudah dilakukan oleh mesin. Setelah itu barulah kopi digiling menjadi bubuk kopi yang siap dikemas. Tahap yang terakhir yaitu tahap pengemasan. Pengemasan produk sejak dulu hingga sekarang tetap konsisten. Baik dari bahan yang digunakan untuk mengemas yaitu kertas yang dianggap baik karena tidak ada bahan-bahan kimia yang mempengaruhi kualitas kopi, maupun dari segi design dan tulisan dalam kemasan yang masih menggunakan ejaan lama dan Bahasa Belanda. S1 menekankan prinsip „kontrol kualitas berlapis-lapis‟, prinsip yang diterapkan sejak perusahaan didirikan hingga saat ini, yang menjadi kunci keberhasilan perusahaannya. Kontrol dilakukan sejak dari kebun kopi hingga pengolahan. Seperti yang sudah dijelaskan, Ia pun ikut serta dalam proses pengolahan kopi. Keterlibatannya dimulai dari aktivitas penyangraian kopi maupun melayani pembeli. Hal ini semata-mata Ia lakukan untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan demi membesarkan usaha kopi warisan orang tuanya. “Kan fungsi kontrol harus dilakukan… Kalau nggak umur perusahaannya pendek. Kontrol itu dilakukan berlapis-lapis mulai dari penanaman (kopi), pemetikan, dan lain-lainnya. Sehingga fungsi kontrol itu harus, biar umur perusahaan itu lama dan output yang dihasilkan bagus.” (S1/W1/H24-H27) “Kontrol kualitas atau quality control harus berlapis-lapis, mulai dari pemetikan, penanaman, untuk produknya nanti jadi bagus.” (S1/W2/H2-H4)
58
“Kontrol berlapis-lapis itu harus agar kualitas tetap terjaga.” (S1/A5/P2)
Perhatian terhadap kualitas produk yang dihasilkan tidak hanya ditekankan dalam proses pengolahan kopi saja, namun juga tampak pada aktivitas produksi yang dilakukan di pabriknya. Aktivitas produksi sangat dibatasi. Prinsipnya, produksi harus habis terjual hari itu juga. Tujuannya agar kualitas kopi tetap segar dan tidak disimpan terlalu lama yang akan mengakibatkan penurunan kualitas kopi. Karena pembatasan produksi ini, jumlah pembelian kopi oleh konsumen pun di batasi. S1 hanya memperbolehkan setiap konsumen membeli sebanyak 5-10 kg per hari. Pembatasan ini dilakukan agar konsumen lain juga kebagian. Selain kontrol berlapis-lapis, pelayanan terbaik untuk konsumen pun menjadi perhatian utama S1. Terkadang Ia menyempatkan melayani konsumennya secara langsung. Tidak jarang, Ia menanyai kabar para konsumen yang datang dengan sapaan yang ramah. Dalam proses jual beli yang dilakukan tampak begitu akrab karena hubungan antara S1 dengan para konsumennya terjalin dengan baik. Bahkan tidak sedikit dari konsumennya itu merupakan konsumen turun temurun sejak perusahaan kopinya ini masih dipegang oleh ayahnya. “Pembeli itu ada yang sudah berlangganan, bahkan dari kakek sampai cucunya kalau membeli kopi itu ya disini karena sudah biasa dan tahu kualitas kopi kami.” (S1/A3/P2)
59
Ia sesekali kerap menghentikan waktu bekerjanya sementara untuk menjadi guide bagi konsumen baru yang ingin tahu tentang proses pengolahan kopi dan seluk-beluk pabriknya. Ia pun tidak menolak jika banyak dari konsumennya yang menjadikan pabriknya sebagai objek foto. Biasanya Ia berbagi ilmu berkaitan dengan kewirausahaan dan menjelaskan prinsip dalam menjalankan usaha maupun memberikan saran tentang cara menikmati kopi. Ia tidak takut prinsip yang dimilikinya diikuti oleh orang lain. Menurutnya, setiap orang sudah memiliki rezekinya masing-masing, asalkan berhati bersih dan yakin sepenuhnya kepada Tuhan. “Iya, karena kita harus berbagi ilmu. Apa-apa ilmu itu harus dibagi semua. Biar orang yang tadinya nggak tahu jadi tahu, orang yang nggak ngerti jadi ngerti.” (S1/W3/H39-H41) (Nggak takut idenya dicontek gitu,Pak?) “…Toh rezeki tetap ngalir, asal kita bersih hatinya, nggak apa-apa. Jangan khawatir. Tapi harus yakin sama Tuhan.” (S1/W3/H44-H46) “Oleh karena itu, selalu bersama Tuhan, semua itu titipan, hanya kita yang ngelakoninnya sebaik mungkin dan saya masih yakin sekali dengan itu.” (S1/W2/H25-H27)
Konsumen yang banyak dan berasal dari berbagai kalangan tersebut sebetulnya bukan disebabkan karena publikasi menarik yang dibuat perusahaannya, karena sejak dulu sampai sekarang S1 masih menerapkan sistem marketing yang konservatif, yaitu dari mulut ke mulut. Ia tidak menggunakan metode apapun untuk merangkul konsumennya. Karena yang Ia lakukan adalah berkonsisten menjaga kualitas produk yang dihasilkan seperti yang sedari dulu sudah
60
dilakukan oleh ayahnya, sehingga konsumen tetap loyal dengan produknya. Loyalitas konsumen tidak terlepas dari nilai-nilai kejujuran yang menjadi pedoman dalam perusahaannya. Nilai kejujuran tercermin dalam setiap proses usaha yang dilakukannya. Ia menginginkan bahwa usahanya ini dapat memberikan kebaikan dan keuntungan tidak hanya untuk dirinya, keluarga dan karyawannya saja tetapi juga untuk petani kopi dan konsumen-konsumennya. Baginya kejujuran itu sangat penting karena konsumen sudah membayar. Ia akan berusaha memberikan yang terbaik bagi konsumen agar mereka memperoleh manfaat dari produk yang dibelinya. “…Perusahaan harus untung, petani untung, yang beli selamat…” (S1/W3/H22-H23) “Kalau orang membayar untuk membeli sesuatu, orang yang membayar itu harus memperoleh nilai guna.” (S1/A2/P4)
S1 enggan mengungkapkan berapa banyak kopi yang di produksi dalam satu hari dan berapa jumlah pemasukan yang Ia dapatkan. Ia hanya mengungkapkan bahwa produksi dan omzet senatiasa mengalami penambahan setiap tahunnya. “Yang jelas produksi dan omzet mengalami pertumbuhan terus-menerus setiap tahun.” (S1/A4/P1)
S1 tetap bertahan memiliki satu buah toko dengan jumlah produksi yang tidak bertambah banyak. Inilah yang membuat Ia menolak banyak investor yang menawarkan untuk membuka peluang
61
usaha lebih besar lagi seperti membuka café. Ia menolaknya dengan alasan tidak memiliki kapasitas dalam hal tersebut. Ia memilih bertahan dengan perusahaannya seperti saat ini. Ia khawatir apabila skala usahanya diperbesar akan berpengaruh terhadap kualitas kopi yang dihasilkan. “Ya kemampuan saya kan terbatas. Skill seperti itu. Kalau mau itu kan perusahaannya harus besar sekali. Ibaratnya jangan menambah murid seribu tapi dosennya cuma tiga. Bubar jalan nanti. (S1/W3/H9-H11) “Bagi saya perusahaan sekarang sudah cukup sesuai dengan kemampuan saya untuk mengelola.” (S1/A4/P2)
Lagipula, yang lebih penting baginya bukan seberapa besar uang yang Ia peroleh dari usahanya, tetapi mempertanggung jawabkan kepada Tuhan, dari mana dan digunakan untuk apa setiap perolehan tersebut, seperti yang diajarkan oleh Ayah dan Prof.RS kepadanya. “Lebih utama adalah mempertanggungjawabkan hasilnya kepada yang di Atas.” (S1/A4/P3) “Terus ditekankan sekali bahwa hidup itu harus berguna buat orang lain dan kalau meninggal pun ditanya bukan jumlah kekayaannya tapi perolehannya dari mana dan untuk apa.” (S1/W2/H91-H94) “Ya ajaran itu yang paling utama. Bukan jumlahnya tapi perolehannya dari mana, dan menit ke menit harus ada pertanggung jawabannya didunia ini. (S1/W3/H50-H52)
Hal tersebut berkaitan dengan prinsip manajemen yang diterapkan dalam usahanya yaitu 7M (Man, Money, Material, Machine, Method, Market, dan Management). Prinsip tersebut Ia peroleh dari pembelajaran yang Ia dapatkan sewaktu duduk di bangku kuliah.
62
Memang dalam membesarkan usaha warisan orang tuanya, S1 banyak
menerapkan
ilmu-ilmu
yang
dipelajarinya
dibangku
perkuliahan. Terutama mengenai hal-hal pengambilan keputusan yang berkaitan dengan manajemen perusahaan. Bagi S1, seorang pengusaha (entrepreneur) itu harus dilengkapi dengan pendidikan formal yang memadai. “Iya, tapi berdasarkan ilmu pengetahuan yang saya pelajarin di Fakultas Ekonomi. Karena seorang wirausaha itu harus punya skill dibidangnya dan manajemennya.” (S1/W2/H34-H36) “Skillnya harus tahu kopi, dari A sampai Z. Karena semua harus tahu, kopi seperti apa kandungan airnya asamnya, bentuknya, rasanya, segala-galanya. Nah manajemennya harus dipelajari disekolah, jadi digabung sebagai wirausaha.” (S1/W2/H37-H40) “Saya kan belajar teorinya, karena itu yang dipelajari di Fakultas Ekonomi” (S1/W2/H53) “…Entrepreneur kalau hanya dibekali ilmu turun-temurun tanpa pendidikan formal juga akan hancur.” (S1/A2/P6)
Pengelolaan prinsip ini dijalankan dalam usaha secara seimbang. Man merujuk pada sumber daya manusia yang melakukan proses pencapaian tujuan usaha. Hal ini berkaitan dengan berapa banyak sumber daya manusia yang diperlukan untuk melakukan aktivitas produksi. Money merupakan alat untuk mencapai tujuan. Hal ini berkaitan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk melakukan satu kali proses produksi serta berapa hasil yang diperoleh. Material terdiri dari bahan baku, dalam hal ini biji kopi. Seperti yang sudah diungkapkan bahwa bahan baku (biji kopi) yang dipilih adalah yang unggul dan diolah dengan cara yang baik agar menghasilkan kualitas
63
yang baik pula. Machine atau mesin yang digunakan untuk mengolah kopi. Method adalah cara yang dilakukan dalam kegiatan produksi. Market atau pasar atau sasaran untuk memasarkan produk. Kemudian yang terakhir yaitu Management berkaitan dengan pengkoordinasian dan pengelolaan semua elemen untuk mencapai tujuan perusahaan. Penyeimbangan antara aspek sumber daya manusia, uang, bahan-bahan, mesin, metode, pasar dan manajemen tersebut dilakukan untuk menjaga umur perusahaan agar bertahan lama. “Menurut saya dalam berbisnis harus balance. Saya menerapkan prinsip 7 M. Kita boleh saja memperbesar market, tetapi kalau supply tidak berimbang, nanti bisa-bisa apa yang sudah dipegang selama ini hilang.” (S1/A2/P5)
Namun di sisi lain, tidak sedikit orang-orang beranggapan bahwa usaha S1 tidak efisien. Secara matematis, biaya inventory dari proses penyimpanan kopi yang membutuhkan waktu lama memakan biaya yang cukup besar. Tentu saja hal ini tidak terlalu menguntungkan bagi perusahaan. Namun S1 tetap bertahan dengan pola tersebut demi mempertahankan kualitas kopi dan memberikan yang terbaik untuk konsumen. “Ya secara matematika, dagang gini nggak masuk. Ya untungnya mana. Nggak berjumlah. Tapi hidup bukan begitu, tanggung jawabnya yang lebih penting. Kalau kita meninggal yang ditanya bukan jumlah kekayaannya tapi perolehannya dari mana dan untuk apa.” (S1/W3/H17-H20) “Banyak orang yang beranggapan bahwa usaha saya ini tidak efisien. Namun bagi saya, berusaha tu tidak hanya mengenai hitung-hitungan untung dan rugi. Usaha itu akan kita pertanggungjawabkan setelah kita meninggal, jadi setiap berusaha, prosesnya saya usahakan untuk selalu bersih dan benar, sehingga bisa produk yang dihasilkan aman dan bermanfaat bagi tubuh, bukannya malah memberikan efek negatif.” (S1/A7/P1)
64
Di usianya yang hampir senja, S1 memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan tongkat estafet perusahaannya ke generasi ketiga, dalam hal ini adalah putri bungsunya, HL. Sejak dini, Ia sudah mengenalkan HL dengan usahanya. Cara yang Ia lakukan pun sama seperti yang ayahnya lakukan kepadanya. HL diajak untuk „ngenek‟ atau turun langsung ke lapangan sambil diajari ilmu-ilmu tentang kopi maupun praktik pengolahan kopi. “Oh iya, harus „ngenek‟. sesuatu nggak bisa dadakan, kan dosen juga kalau mau jadi dosen, jadi asisten dulu, hehe…” (S1/W1/H50-H51) “Oh step by step, ngalir aja seperti air. Dari ilmunya dari praktiknya. (S1/W2H22)
Harapannya, usaha yang sudah Ia dan ayahnya bangun dengan nilai-nilai kejujuran dan mempertahankan tradisi ini dapat terus bertahan dan memberikan banyak manfaat untuk semua pihak.
B. Gambaran Penghayatan Nilai-Nilai Konfusian dalam Etos Kerja Subjek 1
Pada dasarnya, prinsip-prinsip bisnis yang terwujud dalam etos kerja S1 sama seperti perwujudan etos kerja pada umumnya. Misalnya, Ia menerapkan prinsip kejujuran, prinsip saling menguntungkan dan prinsip mengutamakan kualitas. Ia pun mengakui bahwa sejak kecil tidak diajarkan secara khusus oleh ayahnya mengenai apa dan bagaimana kebudayaan etnis Cina. Sehingga Ia tidak hafal secara harfiah arti dari nilai-nilai budaya Cina termasuk didalamnya nilai-
65
nilai konfusian. Namun demikian, berdasarkan hasil wawancara, observasi dan hasil dokumentasi dari S1, peneliti menemukan bahwa nilai-nilai konfusian terkandung dalam setiap pengelolaan perusahaannya. Nilai-nilai konfusian tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Ren atau Jen 仁 (Perikemanusiaan atau Kebajikan)
Akar dari nilai Ren adalah Xiao. Penjelasan Konfusius mengenai Xiao tercatat dalam Lun Yu. “Meng I asked what fillal piety (Xiao) was. The Master said, „it is not being disobedient.‟ That parents, when alive, should be served according to rules of propriety; that when dead, they should be buried according to rules of propriety; and sacrifice to them according to rules of propriety” (Lun Yu, II, 5, dalam Pakpahan 2008) “Meng I bertanya apakah yang dimaksud dengan berbakti pada orang tua (Xiao) itu. Konfusius berkata „Xiao itu adalah tidak membantah (kata-kata atau perintah orang tua).‟ Yaitu orang tua, saat hidup harus dilayani menurut Li; yaitu saat orang tua meninggal, mereka harus dikubur menurut Li; dan yaitu berkorban bagi mereka sesuai dengan Li.” (Lun Yu, II, 5 dalam Pakpahan 2008)
Telah dipaparkan, bahwa S1 merupakan generasi kedua penerus usaha warisan orang tuanya. Menjadi anak semata wayang, membuat Ia mau tidak mau harus menerima tongkat estafet usaha tersebut. Ia bukan tipe anak yang pemberontak. Lagipula dengan didikan keras dari ayahnya, Ia tidak mungkin menolak keputusan tersebut. Akhirnya Ia menjalankan usaha tersebut sebagai wujud perilaku berbakti kepada orang tua. Dalam hal ini, pada dasarnya S1 telah menjalankan nilai Ren, karena terlebih dahulu Ia menjalankan akar prinsip ren itu sendiri yaitu Xiao (hormat dan bakti pada orang tua).
66
Xiao tidak hanya melibatkan rasa hormat dan bakti kepada orang tua saja, namun juga rasa kasih mengasihi terhadap kerluarga dan yang lebih muda. Pencerminan lain dari Xiao nampak dalam kecenderungan penggunaan sistem family business olehnya. Hal tersebut terlihat dalam pemilihan karyawan-karyawan yang berasal dari kerabat-kerabat orang keturunan juga. Selain pemilihan karyawan yang berasal dari etnis yang sama, kegiatan-kegiatan perusahaan, terutama dalam hal finansial dan administrasi, lebih banyak dipegang oleh istrinya. Memang dalam membangun jaringan usaha, orang-orang Cina menerapkan jaringan kerja keluarga (family business). Perilaku hubungan jaringan kerja tersebut berkaitan dengan pengalaman yang mereka lalui saat Tragedi Mei 1998, dimana pada saat itu etnis Cina mengalami pemarginalan dalam berbagai hal, termasuk dalam hal berbisnis. Sadar akan posisinya yang minoritas, membawa mereka berusaha untuk survive dan saling bekerja sama satu sama lain. Oleh karena itu jaringan kerja keluarga menjadi salah satu ciri jaringan kerja yang mereka bentuk. Perluasan nilai ren terdiri dari dua kaidah tindakan utama. Kaidah pertama mengharapkan seseorang untuk memosisikan diri di dalam situasi yang dihadapi orang lain. Hal ini akan membantu menumbuhkan sikap tidak mementingkan diri sendiri, dengan menghindari mengambil keuntungan di atas pengorbanan kepentingan
67
dan perasaan pihak lain. Dalam hal ini, Ia telah menjalankan kaidah pertama dari nilai ren. Sebagai atasan, Ia tidak mementingkan diri sendiri dengan lebih memilih untuk duduk diam dan hanya memerintah bawahannya saja, tetapi Ia ikut turun serta bekerja dan memakai seragam yang sama dengan karyawan-karyawannya. Dari perilaku tersebut ada dua hal yang dapat digaris bawahi, yaitu berusaha untuk memosisikan dirinya sejajar dengan karyawannya. Ia berempati terhadap karyawannya dan tidak menjadikan dirinya sebagai seseorang yang „lebih‟ daripada karyawannya. Dengan demikian, semua karyawan akan merasa nyaman bekerja sama dengannya karena mereka merasa dianggap sebagai partner kerja yang setara bukan sebagai bawahan yang posisinya lebih rendah. Kemudian, dengan keterlibatannya dalam aktivitas kerja tersebut akan membuat karyawan-karyawannya segan untuk melakukan pekerjaan dengan bermalas-malasan. Mereka tentu akan malu jika tidak bersungguh-sungguh dalam bekerja, karena Ia yang posisinya sebagai atasan saja mau turun serta untuk bekerja. Dalam psikologi, perilaku memosisikan diri yang sejajar antara atasan dan bawahan ini sejalan dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada manusia yang dipaparkan oleh Usman (dalam Sulaeman, 2009). Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada manusia cenderung lebih memperhatikan hubungan yang baik dengan staf. Hal inilah yang dilakukan S1 dalam perusahaannya.
68
Selain itu, wujud nilai ren dalam perilaku kerja S1 juga muncul dalam hubungannya dengan konsumen. Ia memperlakukan mereka dengan baik dan tidak membeda-bedakan mereka meskipun berasal dari latar belakang yang berlainan. Dengan ramah, Ia menyapa dan menanyakan kabar setiap konsumen yang datang ke tempatnya. Sesekali, konsumennya Ia ajak berbincang-bincang tentang berbagai hal. Hubungan yang erat tersebut, menunjukkan bahwa hubungan mereka seolah-olah seperti hubungan pertemanan, lebih dari sekedar hubungan antara seorang penjual dengan pembeli. Kemudian, kaidah tindakan ren yang kedua adalah menyarankan seseorang untuk memperluas pemikiran dan mematuhi aturan-aturan bermain yang jujur. Jelas sekali bahwa usaha yang dirintisnya sangat mengedepankan nilai-nilai kejujuran. Ia menginginkan bahwa usahanya ini dapat memberikan kebaikan dan keuntungan tidak hanya untuk dirinya, keluarga dan karyawannya saja tetapi juga untuk petani kopi dan konsumen-konsumennya. Baginya kejujuran itu sangat penting karena konsumen sudah membayar. Ia akan berusaha memberikan yang terbaik bagi konsumen agar mereka tidak saja memperoleh cita rasa yang enak dari kopi buatannya tetapi juga mendapatkan manfaat. Perilaku-perilaku kerja S1 yang termasuk ke dalam nilai Ren, pada dasarnya sama seperti Etos 2 (Kerja adalah amanah). Amanah secara definisi berarti titipan berharga yang dipercayakan kepada
69
seseorang (Sinamo, 2011). Perusahaan Kopi A merupakan titipan berharga (warisan) dari orang tuanya. Ia menjalankan warisan tersebut dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab. Bahkan, tidak saja meneruskan usaha dengan baik benar, tetapi juga menjaga dan merawat serta mengembangkan usaha tersebut ke arah yang lebih baik. Amanah juga ditunjukkan dalam komitmen terhadap kerja. Komitmen tersebut nampak dari keikutsertaan S1 dalam bekerja. Ia „mau berkeringat‟ dan seolah-olah memosisikan dirinya sejajar dengan karyawannya. Selain itu, Ia pun memerankan diri sebagai seorang teman bagi konsumennya, dengan selalu menyapa dan bersikap terbuka kepada setiap konsumen yang datang. Hal tersebut dilakukan sebagai satu cara untuk membangun hubungan yang kuat, lebih dari sekedar antara atasan dengan bawahan atau produsen dengan konsumen. Peran human relation yang begitu kuat membuat suasana kerja menjadi lebih nyaman dan menyenangkan. Hubungan tersebut pun didukung oleh nilai-nilai kejujuran yang ditekankannya, sehingga nilai ren semakin terwujud dengan sempurna.
2.
Yi义(Kebenaran/Perikeadilan)
Pada Bab II sudah dijelaskan bahwa Yi merupakan hakikat formal kewajiban manusia dalam masyarakat, yaitu perbuatan yang seharusnya dilakukan. Setiap manusia memiliki sesuatu yang harus dikerjakan dengan sebaik-baiknya dan sesungguh-sungguhnya. Hal
70
tersebut harus dikerjakan demi keuntungan orang banyak. Jika tidak dilakukan demi mendapatkan keuntungan pribadi, maka tindakan yang dilakukan bukan lagi merupakan tindakan Yi. Dalam hal ini, S1 telah mengaplikasikan nilai Yi dalam menjalankan usahanya. Hal ini nampak dalam beberapa hal. Pertama, dalam menjalankan perusahaan kopinya, Ia bekerja keras demi kesuksesan usahanya bukan semata-mata ingin memperoleh keuntungan pribadi. Ia tidak menjalankan usahanya untuk dirinya sendiri, namun juga demi keberlangsungan hidup konsumen dan karyawannya. Prinsip „kontrol berlapis-lapis‟, „berusaha menjadikan yang standar menjadi spesial‟ dan metode 7M, merupakan cara-cara yang dilakukannya untuk menjalankan usahanya dengan sebaik-baiknya demi memperoleh
keuntungan
umum,
bagi
dirinya,
karyawan
dan
konsumennya. Dalam hal ini, S1 berusaha mempraktikkan Total Quality Service atau pelayanan mutu terpadu dalam pengelolaan usahanya, dimana pemberian pelayanan yang berkualitas berlaku bagi seluruh elemen perusahaan yaitu, pemilik perusahaan, karyawan dan konsumen (Suaedi, 2008). Prinsip kontrol berlapis tersebut Ia terapkan dalam setiap aktivitas pengolahan kopi; mulai dari penanaman biji kopi, penjemuran yang memanfaatkan tenaga matahari, penyimpanan kopi bertahuntahun,
penyangraian
(roasting)
dengan
menggunakan
alat-alat
tradisional dan bahan bakar alami, pendinginan, quality control untuk
71
memisahkan biji kopi yang baik dan yang rusak, sampai pada tahap pengemasan. Kemudian, Ia menjadikan proses-proses yang dianggap standar menjadi spesial. Ketika sebagian besar produsen kopi memilih proses yang
serba
cepat
dengan
teknologi
yang
modern,
Ia
tetap
mempertahankan metode dan alat-alat yang tradisional, seperti yang sudah dilakukan oleh ayahnya sejak dulu. Hal tersebut pun didukung oleh metode 7M (Man, Money, Material, Machine, Method, Market, dan Management) agar pengelolaan perusahaan lebih seimbang. Kontrol berlapis-lapis, membuat yang standar menjadi spesial dan metode 7M, merupakan suatu pertanda bahwa S1 menggunakan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas, selain gaya kepemimpinan yang berorientasi pada manusia (sudah dipaparkan dalam Ren). Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas lebih memperhatikan pada penyelesaian tugas dengan pengawasan yang ketat agar tugas selesai sesuai yang diinginkan, karyawan bekerja dengan produktif dan pekerjaan dapat selesai tepat waktu. (Usman, dalam Sulaeman, 2009). Sehingga dalam hal ini, S1 mempraktikkan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada manusia dan tugas dalam pengelolaan perusahaannya secara bersamaan. Selain itu, kontrol berlapis-lapis, membuat yang standar menjadi spesial dan metode 7M, juga merupakan suatu teknik kreatif yang
72
dipakai S1 dalam pengembangan usahanya. Ketiganya merupakan bentuk rasa keindahan yang berupa materi pekerjaan yang diolah secara kreatif dalam keseluruhan proses kerjanya. Hal itulah yang dikenal sebagai Etos 6 (Kerja adalah seni). Penggunaan ketiga prinsip tersebut adalah untuk menghasilkan kopi yang berkualitas, sehat serta aman untuk dikonsumsi. Karena dibalik pemrosesan yang lama dan penggunaan alat-alat tradisional tersebut, membuat kopi yang dihasilkan tidak hanya enak dalam cita rasa, namun mengandung beberapa manfaat kesehatan. Diantaranya aman untuk dikonsumsi oleh orang-orang yang memiliki gangguan diabetes, kencing manis, tekanan darah tinggi, dan tekanan darah rendah, dapat menyembuhkan luka diabetes serta dapat menyuburkan sperma laki-laki. Jika ingin cepat dan menguntungkan diri sendiri, sebenarnya Ia dapat mengolah kopinya dengan cara yang cepat melalui alat-alat yang modern. Namun Ia tidak menginginkan hal itu. Karena baginya, jika cara dan alat pengolahan kopi dirubah, maka akan berpengaruh terhadap kualitas kopi yang dihasilkan, dalam hal ini kualitas kopi akan menurun dan tidak
sehat
lagi.
Ini
mempertimbangkan
keuntungannya
berarti, sendiri
Ia tidak hanya tetapi
juga
mempertimbangan keuntungan seluruh konsumennya, begitu juga untuk karyawan dan generasi penerusnya.
73
Dengan demikian, Ia telah melakukan nilai Yi. Tindakannya dalam mengelola perusahaan sesuai dengan nilai Yi, yaitu tindakan yang dilakukan bukan karena pertimbangan keuntungan pribadi melainkan karena untuk memperoleh keuntungan bagi orang banyak. Tindakan Yi tersebut, termasuk ke dalam Etos 3 (Kerja adalah panggilan). Melalui prinsip ini, Ia tidak bekerja dengan setengahsetengah tetapi penuh dengan totalitas.
3.
Li 礼 (Kesusilaan atau Perilaku yang Pantas) Li mengandung makna mengenai kepantasan perilaku terhadap orang lain. Pengertian ini memiliki arti sangat luas yang meliputi semua nilai-nilai etika, tata-krama, budi pekerti, kesopanan, norma sosial dan moral. Dalam konfusianisme, Li dirumuskan dalam konsep zhengming (pelurusan nama-nama atau rectification of names). Setiap ming (nama, sebutan, panggilan, gelar) di dalam hubungan sosial kemasyarakatan menyandang tanggung jawab dan kewajiban tertentu. Dengan kata lain, setiap orang seharusnya berbicara, berpikir dan bertindak secara tepat sesuai dengan peran dan peranannya didalam masyarakat, agar tercipta masyarakat yang teratur (Pakpahan, 2008). Konsep Zhengming tidak hanya berlaku dalam sistem sosial kemasyarakatan, tetapi berlaku juga dalam aktivitas perusahaan.
74
S1 mengungkapkan bahwa dalam aktivitas kerja perusahaannya, Ia telah membagi porsi kerja dirinya dan karyawannya serta mewajibkan mereka untuk bekerja sesuai posisinya masing-masing. Untuk hal-hal yang menyangkut operasional dan produksi, dipegang oleh S1 dan karyawannya. Misalnya, karyawan yang bertanggung jawab dalam proses pengemasan kopi, bekerja sebagaimana mestinya karyawan pengemasan kopi. Kemudian, istrinya yang bertanggung jawab dalam hal finansial dan administrasi, bekerja sebagaimana mestinya karyawan finansial dan administrasi. Tentu saja, semua aktivitas kerja tersebut berada di bawah kontrol yang dikomandoinya selaku pemilik perusahaan. Perilaku yang mengandung semua nilai etika, tata-krama, budi pekerti, kesopanan, norma sosial dan moral, yang terwujud dalam nilai Li tampak dalam beberapa perilaku S1. Dalam aktivitas kerja, Ia selalu yakin dan tidak pernah melepaskan dirinya dari Tuhan. Ia menjalani kehidupan yang diberikan Tuhan dengan ikhlas. Berkali-kali Ia menekankan bahwa hidup itu harus berguna untuk orang lain dan jika meninggal nanti bukan jumlah diperolehan yang ditekankan melainkan dari mana asal perolehan tersebut dan digunakan untuk apa. Prinsip tersebut, membuat Ia semakin banyak bersyukur dengan menyisihkan sebagian hartanya untuk menghidupi anak-anak asuh multiple handicap/cacat ganda. Perilaku ini termasuk ke dalam Etos 1 (Kerja adalah Rahmat), dimana rahmat membuat seseorang berlimpah
75
dengan rasa syukur (Sinamo, 2011). Ia mensyukuri segala anugerah yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Dengan dilimpahi rasa syukur dan penuh keikhlasan, secara tidak langsung Ia pun menjalankan Etos 5 (Kerja adalah Ibadah). Ia tidak hanya memandang kerja sebagai usaha mencari uang saja tetapi juga sebagai bentuk ibadah kepada Sang Pencipta dan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia. Ia bekerja dengan ikhlas serta penuh penghayatan dan penuh kecintaan, karena prinsipnya segala sesuatunya akan kembali pada Tuhan dan hasil dari pekerjaan yang telah dilakukan akan menyusul secara otomatis. Dapat dikatakan bahwa Ia tidak hanya menekankan costumer satisfication tetapi juga God satisfication. Dalam Li dijelaskan pula bahwa seorang manusia harus berbicara, berpikir dan bertindak sesuai dengan peranan dan kapasitasnya. Di samping sebagai pengusaha kopi, Ia juga berprofesi sebagai seorang dosen di beberapa perguruan tinggi di Bandung. Ia mengakui
bahwa
dalam
membesarkan
usahanya,
Ia
banyak
mengaplikasikan ilmu-ilmu yang Ia pelajari selama kuliah. Begitu pun saat mengajar, Ia tidak berbicara seputar teori, tetapi juga diikuti dengan cara-cara mempraktikkan teorinya. Metode tersebut memudahkannya dalam memberikan pengajaran kepada mahasiswanya. Tidak banyak orang yang mampu memerankan peran praktisi sekaligus akademi secara bersamaan (peneliti). Namun demikian
76
berdasarkan data-data yang diperoleh, Ia mampu memerankan kedua peran tersebut dengan baik. Hal ini merupakan suatu prestasi, karena Ia tidak hanya sukses sebagai pemilik perusahaan Kopi A, tetapi juga sukses sebagai dosen di perguruan tinggi tempatnya mengajar. Sehingga tidak heran jika Ia dikagumi dan diidolakan baik oleh konsumen maupun mahasiswanya. Prestasi tersebut dapat diraihnya karena secara tidak langsung Ia telah menjalankan Etos 4 (Kerja adalah aktualisasi) dan Etos 7 (Kerja adalah kehormatan). Melalui Etos 4, Ia menjadikan kerja sebagai sarana beraktualisasi untuk meningkatkan potensi diri dengan mengerahkan energi kerja dan energi pikir dengan konsisten. Dalam Etos 7, Sinamo menjelaskan bahwa secara psikologis, pekerjaan yang dijalani menyediakan rasa hormat diri yang tumbuh dari kesadaran bahwa seseorang mampu –dan biasanya dilakukan dengan prestasi-prestasi–sehingga melahirkan kebanggaan dan harga diri yang sehat (Sinamo, 2011:228). Kemudian, di saat usaha yang dijalankannya mulai beranjak sukses, mulai bermunculan investor-investor yang menawarinya untuk membuka usaha yang lebih besar, seperti membuka café. Ia tidak mengambil tawaran tersebut dengan alasan tidak memiliki kapasitas yang memadai. Padahal jika diamati lebih dalam lagi, dengan kemampuan akademik yang tinggi serta luasnya pengalaman dalam dunia wirausaha, memungkinkannya untuk mengambil tawaran investor
77
tersebut. Hanya saja, pilihannya tetap bertahan dengan kondisi sekarang. Di dalam Etos 2 (Kerja adalah amanah), dijelaskan bahwa amanah melahirkan tanggung jawab untuk melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya. Dalam hal ini, salah satu bentuk tanggung jawab yang diambilnya adalah dengan tetap mempertahankan skala usahanya. Bukan berarti Ia tidak mau mengembangkan usaha menuju skala yang lebih besar lagi, namun Ia menyadari bahwa kompetensi yang dimilikinya terbatas. Jika tetap bersikeras menerima tawaran investor, Ia khawatir akan bekerja dengan asal-asalan yang akan berpengaruh buruk terhadap kualitas produk serta merugikan semua pihak.
4.
Zhi atau Chi 智(Kearifan/Kebijaksanaan)
Zhi secara harafIah artinya kearifan atau kebijaksanaan, juga berarti kecerdasan atau kepandaian. Menurut Konfusius, munculnya kebijaksanaan seseorang terlihat dari kesabarannya dalam menghadapi suatu tindakan, penuh persiapan, melihat jauh ke depan serta memperhitungkan berbagai kemungkinan yang terjadi. Seorang yang bijaksana, senatiasa menghilangkan sifat ambisi, dengan bersabar melakukan berbagai persiapan dan perhitungan. Beberapa dari perilaku tersebut muncul pada S1. Pertama, dalam
pengolahan kopi,
Ia
melakukan tahap
fermentasi. Ia tidak terburu-buru untuk mengolah biji kopi pasca panen
78
yang didapat dari petani. Tetapi rela menjalankan proses yang lama dan menunggu bertahun-tahun demi mendapatkan kopi yang berkualitas dan sehat. Selain itu, Ia membatasi aktivitas produksi di perusahaan yang membuat jumlah kopi yang dijual menjadi tidak banyak. Ia memilih cara tersebut walaupun untung yang didapat tidak terlalu besar. Karena bukan uang yang Ia utamakan, tetapi kualitas kopi. Menurutnya, jika produksi kopi terlalu banyak dan tidak habis dijual pada hari itu juga, tentu kopi tersebut akan disimpan sampai besok. Hal ini akan membuat kualitas kopi menjadi turun. Inilah yang dihindarinya, karena Ia sangat mengutamakan kualitas demi kepuasan konsumennya, sama seperti pengusaha-pengusaha yang lain. Perilakuperilaku tersebut, sesuai dengan apa yang dikatakan konfusius dalam Lun Yu XIII/17: “Janganlah melakukan sesuatu dengan selalu ingin berhasil dengan cepat, dan janganlah mengutakan keuntungan yang kecil saja. Kalau Anda ingin cepat berhasil, maka Anda tidak akan pernah maju. Kalau Anda hanya mengutamakan keuntungan kecil saja, maka perkara besar tidak akan pernah Anda selesaikan secara sempurna.” (Lun Yu XIII/17 dalam www.confucIan.me).
Dalam tahap fermentasi, terdapat aktivitas buffer stock (persediaan
bahan
baku).
Buffer
stock
ini
bertujuan
untuk
mempertahankan stabilitas operasional perusahaan dan sebagai bentuk persiapan jika ada kemungkinan masalah ketidakpastian dalam penawaran atau permintaan pasar. Terbukti bahwa dengan persiapan tersebut, Ia terhindar dari peristiwa krisis moneter yang dialami
79
Indonesia, yang banyak membuat bangkrut para pengusaha. Dengan melakukan tindakan persiapan dan perhitungan sebelum bertindak tersebut, Ia dapat dikatakan telah mengamalkan nilai Zhi. Sebagai seorang pengusaha sukses, S1 tetap menunjukkan sikap yang rendah hati. Saat wawancara, berulang kali Ia menyebut dirinya sebagai „tukang kopi‟ bukan sebagai „pengusaha‟ atau „businessman‟. Kemudian menyebut perusahaannya sebagai „perusahaan kecil‟. Padahal banyak orang yang menilai bahwa usahanya terbilang besar dan sukses, serta dikenal oleh berbagai kalangan, baik di dalam maupun di luar negeri. Sifat rendah hatinya pun sejalan dengan kesederhanaan yang Ia tunjukkan. Ia tidak pernah menunjukkan bahwa dirinya „berada‟. Ia tidak terbiasa menghabiskan waktu sambil berfoya-foya dan hidup gemerlap. Ia lebih nyaman menghabiskan waktu bersama dengan anakanak asuhnya, aktivitas mengajar di kampus dan bercengkrama dengan petani kopi. Menomorsatukan konsumen dan bersikap rendah hati termasuk ke dalam Etos 8 (Kerja adalah pelayanan). Sebelumnya telah dipaparkan bahwa salah satu bentuk dari pelayanan dalam bekerja yaitu dengan melayani masyarakat –dalam hal ini konsumen– dengan sepenuh hati dan sebaik-baiknya. Pengolahan kopi yang alami dan pembatasan produksi demi menjaga kualitas kopi, merupakan suatu bentuk pelayanan yang
80
diberikan S1 demi mencapai kepuasan konsumen. Baginya, kepuasan konsumen merupakan hal terpenting. Tanpa hal itu, usaha yang dilakukannya akan sia-sia dan tidak berharga. Selain itu, sifat rendah hati dan kesederhanaan yang dimilikinya semakin menyempurnakan pencerminan Etos 8 dalam etos kerjanya. Nilai-nilai kebijaksanaan lainnya, terwujud dalam semangat diri untuk terus belajar dan mencintai pekerjaannya. Sejak dulu, Ia tidak berpuas diri hanya dari ajaran-ajaran yang sudah ayahnya berikan. Ia terus mengembangkan dirinya dengan belajar dari berbagai hal. Selain belajar dari Prof.RS, Ia juga pernah mempelajari ilmu bisnis di Singapura. Ilmu-ilmu akademik yang dipelajari, Ia gunakan sejalan dengan kemampuan-kemampuan praktiknya. Sehingga Ia dapat menyeimbangkan kemampuan akademik dan praktis dengan baik dalam perusahaannya (sudah dijelaskan dalam nilai Li). Sikap terus belajar merupakan satu usaha untuk beraktualisasi mengembangkan potensi diri, seperti dalam Etos 4 (Kerja adalah aktualisasi).
Kerja
akan
dihayati
sebagai
suatu
proses
yang
membutuhkan ketekunan dan sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita. Selain berusaha untuk terus belajar, Ia menempa dirinya menjadi pribadi yang disiplin dan kerja keras. Kerja keras bukan lagi menjadi suatu hal yang membebani diri. Tetapi merupakan kegairahan besar dalam mengarungi pekerjaan dengan penuh keasyikan, penuh
81
cinta dan sukacita. Hal tersebut juga termasuk ke dalam pencerminan Etos 4 (Kerja adalah aktualisasi) dan Etos 5 (Kerja adalah ibadah).
5.
Xin atau Hsin 信 (dapat dipercaya)
Orang-orang Cina biasanya senang bekerja dengan pihak yang mereka kenal dan percayai. Karena kepercayaan merupakan sesuatu yang sangat penting dan tidak bisa dianggap remeh, terutama dalam bisnis. Kepercayaan adalah kejujuran, ini berarti bahwa secara eksternal perbuatan seseorang harus sesuai dengan apa yang diucapkannya. Konfusius mengajarkan seseorang untuk memiliki sifat dapat dipercaya agar mendapat kepercayaan dari orang lain dan masyarakat. Sifat dapat dipercaya adalah landasan utama dari semua hubungan manusia. Dalam menjalankan usaha, kepercayaan digunakan sebagai landasan utama hubungan S1 dengan konsumen. Ia menumbuhkan kepercayaan konsumen dengan memberikan produk yang berkualitas. Ia mempertahankan prinsip-prinsip pengolahan kopi yang tidak dimiliki oleh pengusaha kopi lainnya, demi menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Tidak menjadi masalah baginya mendapatkan untung yang tidak besar, asalkan kopi yang dihasilkan tetap berkualitas. Perilaku tersebut merupakan bagian dari Etos 2 (Kerja adalah amanah), yaitu melaksanakan amanah dengan bekerja secara benar dan
82
bertanggung
jawab.
Menjalankan
amanah
secara
benar
akan
menghasilkan kepercayaan bagi pihak-pihak yang terkait. Dengan modal memberikan kualitas terbaik, Ia seolah-olah sedang menanam kepercayaan dalam diri setiap konsumennya. Ketika konsumen merasa puas dengan produk yang dibelinya, di waktu yang sama pula mereka menumbuhkan kepercayaan terhadap S1 dan perusahaannya. Semakin banyak kepercayaan yang tumbuh dalam diri konsumen, semakin baik pula hubungan diantara keduanya.
C. Hasil Penelitian Subjek 2
1.
Latar Belakang Subjek 2 S2 merupakan seorang mahasiswa disalah satu perguruan tinggi swasta di Kota Bandung. Ia merupakan anak satu-satunya dari pasangan JA dan SH. Ketika usianya ± 9 tahun, kedua orang tuanya bercerai. Kemudian, masing-masing dari orang tuanya menikah lagi. Dari Ibunya, Ia memiliki satu orang adik, sedangkan dari ayahnya Ia memiliki 4 orang adik. Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Kedua orang tuanya selalu membiasakan S2 untuk menabung. Setiap harinya S2 menyisihkan seribu rupiah untuk Ia simpan di celengan ayam. Aktivitas menabung tersebut Ia lakukan dengan konsisten. Ketika orang tuanya bercerai pun, kegiatan tersebut tetap Ia lakukan.
83
Saat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP), uang jajannya bertambah, Ia pun menyisihkan uang untuk ditabung dengan lebih besar lagi. Sampai saat Ia Sekolah Menengah Atas (SMA), Ia berhasil mengumpulkan 25 buah celengan ayam. Semua uang yang ada di celengan ayam tersebut Ia pindahkan ke bank dan sebagian Ia jadikan modal usaha peternakan ayam. “…awalnya dari kecil emang biasa diajarin nabung 5000 sehari, yang waktu kemarin aku certain sama Kakak. Waktu kecil mah nggak 5000, waktu SD (Sekolah Dasar) mah seribu sehari gitu. SMP kan saya (uang) jajan naik, terus dibekalin dari rumah, nah uang jajan 5000 mau diapain, jadinya ah nabungin aja sehari, sehari, sehari. Jadinya sampai SMA saya udah punya 25 buah celengan ayam. Saya bongkar satu-satu dapat berapa. Akhirnya dari situ saya pindahin ke bank, 5 jutanya saya ambil untuk itu (peternakan).” (S2/W1/H88-H96)
Perkenalan
S2
dengan
dunia
wirausaha,
bermula
dari
ketidaksengajaannya membantu usaha Photocopy milik Kakek (Ayah dari Ibu). Pada awalnya, Ia tidak berniat untuk berjualan. Tetapi ketika sebagian besar teman-temannya banyak yang tertarik dan meminta kertas-kertas bergambar kartun dari notebook (sejenis binder) yang Ia dapatkan dari photocopy Kakeknya, Ia akhirnya menjualnya dengan harga seratus rupiah per lembar. Uang hasil penjualan, Ia belikan lagi isi kertas notebook dan sebagian Ia sisihkan untuk ditabung. Kebetulan, pasca perceraian sampai lulus SD, Ia tinggal bersama Ibunya di Tasikmalaya. Ibunya berprofesi sebagai wirausaha dan cukup sering bepergian ke luar kota, sehingga Ia lebih banyak tinggal bersama Kakeknya. Walaupun begitu, Ibunya tetap membiasakan S2 untuk hidup disiplin. Setiap hari, Ibu membuat jadwal harian dari bangun tidur
84
sampai tidur lagi untuk dijalankan oleh S2. Jika S2 melanggar dan tidak mengerjakan salah satu aktivitas dalam jadwal tersebut, Ia dikenakan denda Rp500. Kemudian, uang denda tersebut disimpan oleh Ibu dalam celengan ayam milik S2. “Kalau Ibu gini Kak, jadi aku dikasih jadwal, nah jam 04.30 bangun ditulisannya. 04.45 solat subuh. Pokoknya ditulisannya ada. Kan saya sering ditinggal-tinggal Ibu, karena Ibu juga usaha” (S2/W1/H195-H197) “Jadi saya dikasih kertas itu (jadwal) dan harus dilakuin. Kalau nggak, di denda Rp500 per aktivitas yang nggak dikerjain.” (S2/W1/H199-H200)
Ketika tinggal bersama Ayahnya, saat SMP sampai SMA, S2 dididik dengan lebih disiplin lagi. Banyak aturan yang harus Ia jalankan seperti; harus membuka semua jendela dan pintu setiap pagi (kepercayaan orang Cina agar rezeki berdatangan), tidak boleh menyisakan makanan, mencuci piring sendiri setiap sehabis makan, tidak boleh tidur diatas jam sembilan, tidak boleh keluar rumah tanpa ditemani pembantu, harus berkata jujur, dan sebagainya. Berdasarkan pengakuan S2, aturan-aturan tersebut terkadang dirasakan cukup memberatkan dan mengekang dirinya. Tetapi, hal tersebut semata-mata Ayahnya lakukan untuk menjaga S2 dari ancaman perkosaan dan diskriminasi bagi keturunan Cina dalam Tragedi Mei 1998. Selama tinggal bersama Ayahnya, Ia pernah tiga kali melakukan kesalahan. Ia mengakui bahwa kesalahannya sebetulnya sangat sederhana dan jika Ia tidak mengaku pun Ayahnya tidak akan tahu. Tetapi karena sejak awal sudah dibiasakan untuk berkata jujur, Ia
85
menjadi merasa sangat bersalah ketika berbohong kepada Ayahnya. Manfaat dari didikan Ayahnya tersebut baru Ia rasakan sekarang. “Itu didikan Papi saya emang beda sama orang tua yang lain. Cuman baru kerasanya sekarang.” (S2/W1/H309-H310)
Ketika tinggal bersama Ayahnya, yang juga berprofesi sebagai wirausaha yang cukup sukses, S2 ditekankan untuk sekolah dahulu baru berwirausaha. Walaupun pernah saat kelas 2 SMA, S2 membuka usaha Event Organizer bersama teman-temannya. Ayahnya menyetujui dan memberi sebagian modal. Sayangnya usaha tersebut hanya bertahan selama 6 bulan. Setelah itu, Ia kembali fokus pada sekolahnya, sampai setelah ujian kelas 3 SMA, Ia membuka usaha peternakan ayam yang masih bertahan sampai saat ini.
2.
S2 dan Peternakan Ayam
Usaha peternakan ayam milik S2 dirintis sejak tahun 2008, tepatnya setelah Ia lulus dari jenjang pendidikan SMA. Ia merintis usaha perternakan ayam tersebut bersama dengan sahabatnya, IN. Tidak seperti kebanyakan orang Cina yang biasanya melanjutkan usaha warisan orang tua, S2 membangun usaha peternakan ayam tersebut murni dari idenya sendiri. Seluruh modal untuk membangun usaha perternakan ayam yang berlokasi di Subang ini, diperoleh dari hasil menabung S2 sejak kecil. Dari uang tabungannya, Ia membelikan 200 ekor ayam petelur dan
86
mengajak IN –yang juga tertarik dengan perternakan ayam–, untuk sama-sama membangun usaha. Sampai saat ini, konsumen tetap dari peternakan ayamnya, tersebar di 13 pasar tradisional yang berada di wilayah Cikampek, Purwakarta dan Subang. “Di Cikampek, pokoknya Purwakarta, Subang sendiri, pasar Subang. eee kan di Cikampek ke pasarnya, di Purwakarta ada Pasar Rebo, Pasar Jumat, pokoknya daerah Subang juga.” (S2/W1/H58-H60)
Dalam struktur perusahaannya, S2 berperan sebagai owner serta pengelola keuangan dan administrasi, seperti pembagian gaji karyawan dan pelaporan panen atau gagal panen. Sedangkan IN lebih banyak berperan di lapangan, seperti mengurusi pakan ayam, panen, dan sebagainya. Pembagian kerja ini dilakukan karena Ayah S2 melarangnya untuk terjun langsung ke lapangan, karena Ia masih menjalani kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Bandung. “Aku mah tinggal tahu, tapi yang banyak tahu (di lapangan) ya IN. Aku mah laporan aja, laporan aja. Bayar gaji, kalau kurang atau gagal panen, baru gitu aja.” (S2/W1/H29-H31) “Ya kalau saya mungkin sebagai ownernya lah ya, kalau IN pelaksana disana.” (S2/W1/H424-H425)
Pada awal berdiri, S2 dibantu oleh 4 orang karyawan, dan sekarang karyawannya sudah berjumlah 10 orang. Karyawan tersebut rata-rata berusia 30-40 tahun. S2 tidak mau mempekerjakan karyawan yang berusia dibawah 30 tahun, karena menurutnya orang yang berusia dibawah 30 tahun masih memiliki kesempatan untuk mencari kerja yang lebih baik lagi.
87
“Iya, 30-40 tahunan. Nggak yang 20 tahun, karena menurut saya orang yang usia 20 tahun masih bisa cari kerja yang lebih baik.” (S2/W1/H564-H565)
S2 tidak mempekerjakan kerabat-kerabat sesama etnis Cina untuk menjadi karyawannya. Karena pengalaman kurang baik yang pernah Ia alami dengan kerabatnya, Ia tidak menggunakan sistem family business seperti yang kebanyakan orang-orang Cina lakukan. Ia lebih memilih untuk mempekerjakan warga-warga yang tinggal tidak jauh
dari
tempat
peternakan
ayam
tersebut
untuk
menjadi
karyawannya. Bagi S2, hal yang paling utama yang ditekankan dalam perusahaannya adalah kepercayaan. Hal itu pula yang selalu ditekankan oleh Ayahnya. Kepercayaan merupakan landasan utama yang Ia gunakan, selain disiplin, skill, knowledge, attitude dan 5 prinsip Kaizen yang menjadi standarirasi dari perusahaannya. “Usaha mah apa-apa juga didasari kepercayaan dulu.” (S2/W2/H136-H137) “Kalau untuk usaha sih gini, mungkin dari orang Cina juga ya, kepercayaan. Kalau udah percaya ya Insya Allah percaya aja.” (S2/W1/H437-H439) “Orang Cina itu tiga kali (ngasih kepercayaan). Satu gagal, coba lagi sama orang itu, gagal lagi, ketiga kali gagal, udah.” (S2/W2/H25-H26) “Itu disiplin dalam wirausaha. Dari 3 hal itu (skill, knowledge, attitude) sama percaya.” (S2/W1/H624-H625)
Prinsip kepercayaan yang Ia terapkan pada karyawan dan konsumennya, membuahkan suatu hubungan kerja yang baik. Kepada karyawannya, Ia tidak segan-segan memberikan gaji yang melebihi
88
standar pada umumnya. Ia pun tidak pernah lupa memberikan reward berupa sembako dan bonus akhir tahun maupun hari besar untuk karyawannya. Semua usaha tersebut Ia lakukan untuk menyejahterakan karyawan yang telah berjasa dalam pembangunan usahanya. Hal itulah yang Ia sebut sebagai bentuk take and give antara dirinya dengan karyawannya. “Terus kita juga cari dekat dengan pegawai ya kasih bonus, terus misalnya akhir tahun kasih kayak THR, makanan. Kebetulan karena saya orang Chinese jadi pas Imlek kita kasih.” (S2/W1/H457-H459) “Dan sekarang setiap bulan, aku selalu ngasih beras, sembako. Aku pengen kayak perusahaan negeri gitu, ada tunjangan, kalau sakit ada tunjangannya. Aku kan kerja untuk diri aku, mereka kerja untuk perusahaan yang aku bangun. Jadi saya punya take and givenya.” (S2/W2/H177-H180)
Selain menyejahterakan karyawan dengan memberikan reward, S2 pun berusaha untuk memposisikan dirinya sejajar dengan karyawan. Ia tidak pernah menganggap dirinya sebagai „bos‟ atau atasan yang posisinya lebih tinggi dari karyawan. Bahkan Ia membiarkan karyawan-karyawan memanggilnya „Kakak‟, panggilan yang biasa Ia dapatkan dari Ayah dan Ibunya. Dengan begitu, karyawan-karyawan akan lebih nyaman bekerja karena menganggap S2 bukan sebagai atasan, tetapi sebagai anaknya. “…aku tidak membiasakan bilang ee ,pekerja aku bilang ke aku „Kakak‟, ngga bilang Ibu, nggak bilang Mbak. Kenapa, jadi dia itu ngerasa kalau aku anaknya.” (S2/W1/H561-H563)
Walaupun demikian, tidak membuat hubungan kerja antara S2 dengan karyawan menjadi seenaknya. S2 tetap bersikap tegas kepada
89
karyawan-karyawannya. Jika karyawannya melakukan kesalahan, Ia lantas menegur dengan kata-kata yang sopan. Pengajaran untuk selalu berkata jujur dari Ayahnya, Ia aplikasikan
kepada
karyawannya.
Dengan
demikian,
para
karyawannya enggan untuk berbohong atau melakukan kecurangan, seperti menjual ayam-ayam yang mati. Kalaupun ada yang berbuat kesalahan, biasanya mereka lebih dahulu menyadari kesalahan yang menumbuhkan hubungan baik antara Ia dan karyawannya karena tidak pernah ada masalah yang dialami. “boleh lah ya dihitung-hitung dari kelas tiga, sekarang saya sudah hampir 3 tahun, saya tidak pernah ada sedikit masalah pun dengan pekerja.” (S2/W1/H476-H478)
Kepercayaan tidak hanya ditekankan kepada karyawannya saja, kepada konsumennya pun, S2 berusaha untuk menanamkan nilai yang sama. Ia menomorsatukan kepuasan konsumen dalam usahanya. Untuk semakin menambah kepercayaan konsumennya, Ia memberikan potongan harga maupun hadiah-hadiah khusus di hari besar, seperti saat Lebaran dan Imlek. “Dari situ terus untuk ngejaga ke pelanggan itu satu, kepercayaan. Kita berikan yang terbaik ee kepuasan pelanggan kan nomor satu di marketing, ya kita juga berusaha untuk seminimal mungkin untuk membuat pelanggan itu percaya sama kita.” (S2/W1/H501-H504) “Terus kalau kita juga suka ngasih paket untuk lebaran, kue keranjang yang kemarin Imlek. Kalau itu sih misalnya tiap satu bulan sekali dapat potongan harga, itu mah sudah jelas. Tergantung permintaan juga sih, tapi biasanya dari 100 ekor ke atas dapat potongannya.” (S2/W1/H507-H510)
90
Berdasarkan pengakuannya, S2 tidak pernah memjadikan konsumen sebagai pihak yang bersalah apabila terjadi complain. Dengan sigap, Ia memperbaiki kesalahan dan lantas berintrospeksi terhadap kinerja diri dan para karyawannya. “Kalau misalnya ada kesalahan-kesalahan saya tidak ee saya memang tidak pernah menyalahkan kepada yang complain. Kalau yang complain ada yang datang ke kita ee „Ini gimana sih ayamnya kenapa kecil?‟ itu langsung „oh yang mana?‟ kita cek kendaraan yang ke berapa, masuk ke kan di tempatin, itu box yang ke berapa, itu juga kita kasih tanda kok. Satu dua sampai kita punya sampai 200an lebih. Jadi box yang mana, nanti kita lihat kenapa itu bisa ee di itu langsung penyebabnya.” (S2/W1/H537-H543)
Dengan sistem penjualan yang tidak memberlakukan jasa pengiriman, dapat meminimalisir munculnya complain dari konsumen. Tidak
akan
ada
kondisi
keterlambatan
pengiriman
maupun
ketidaksesuaian barang dengan pesanan, karena Ia membiarkan konsumennya sendiri yang memilih dan membeli langsung ke tempat peternakan ayamnya. Nilai-nilai kepercayaan, disiplin, kejujuran dan penanaman hubungan yang baik dengan karyawan dan konsumen, membuat usaha peternakan ayam S2 tumbuh dengan baik. Di usianya yang masih muda, Ia mampu menghasilkan pendapatan yang cukup besar dibandingkan dengan teman-teman seusianya. Pencapaiannya tersebut tidak lantas menjadikan S2 sebagai pribadi yang cepat puas. Walaupun Ia mengakui bahwa dirinya belum fokus dalam memilih satu bidang usaha saja, tetapi Ia selalu bercitacita memiliki banyak usaha seperti tokoh idolanya, Bob Sadino.
91
Setelah gagal menjadi pengusaha Event Organizer dan berlanjut menjadi pengusaha peternakan ayam yang sampai saat ini masih berkembang, Ia masih tetap berkeinginan untuk membuka usaha selanjutnya seperti; kos-kosan, lapangan futsal, car wash, rumah pisang dan mini market. Ia pun pernah mengungkapkan keinginannya untuk membuka usaha di Jepang. “Kan ada istilah kejarlah pendidikan kamu sampai ke negeri Cina, karena kenapa, negeri Cina itu temboknya panjang jadi jangan sampai cepat puas, terus aja. Karena manusia kan nggak akan pernah puas. Dicoba, dicoba, dicoba dan pasti ada hasilnya kalau mau usaha.” (S2/W1/H629-H633) “Pengen di usia 40 tahun teh udah punya kok-kosan, udah punya rencana ini sih, futsal. Lapangan futsal, terus ini apa ee ini apa ee car wash sama peternakan udah. Itu aja sebenarnya mah. Cukuplah walaupun peternakan juga sebenarnya cukup. Cuman kan ingin yang lain.” (S2/W1/H643-H647) “Iya Papi juga bilang gitu. Aku katanya nggak fokus usaha. Aku kan pengen kayak Bob Sadino, jadi usahanya apa aja. Yang penting usaha. Kan peternakan ayam udah, nanti pengen rumah pisang, terus car wash, lapangan futsal sama itu eee apa sih kayak alfamart/yomart gitu.” (S2/W2/H19-H22)
Walaupun sudah memiliki pendapatan sendiri, S2 tidak suka berfoya-foya dan menghamburkan uang yang dimilikinya. Biasanya, uang yang Ia miliki digunakan untuk berlibur bersama adiknya atau menghadiri konser musik idolanya. Ia selalu ingat akan pengajaran orang tuanya untuk hidup hemat dan tidak sombong. Tidak jarang dengan kebiasaan hidup hemat tersebut malah menimbulkan prasangka negatif bahwa dirinya pelit. Padahal, dari fakta yang didapatkan melalui wawancara, S2 mengaku bahwa setiap sebulan sekali Ia kerap menyisihkan sebagian hartanya untuk orang-orang yang tidak mampu dan sisanya Ia tabungkan.
92
“Itu dari kecil emang diajarin kalau belum berhasil, makan bubur. Aku pernah nanya „Gimana kalau nggak berhasil?‟ Ya artIan bukan begitu, cuma lebih hemat, beras kan kalau segenggam jadinya segenggam, kalau bubur kan enggak.” (S2/W1/H357-H360) “Tapi bukan berarti nggak pernah makan enak, kita makan enak tapi lebih kepada mensyukuri.” (S2/W1/H347-H348) “Bukan ee saya nggak mau dibilang pelit ya. Kalau saya makan ini temanteman harus makan ini, itu berlaku sampai saat ini untuk saya. Jadi saya nggak pernah setuju kalau orang bilang, orang Cina mah pelit. Bukan pelit kali, tapi hemat gitu ya. Yang harus dibeli silahkan beli, jangan saya mau beli emas putih, maksain pengen beli kristal, enggak. Yang ada makan tahu ya makan tahu aja. Sederhana, hemat.” (S2/W1/H341-H347) “Uangnya ditabungin, misalnya saya dapat satu juta. Sepuluh persen bukan hak saya. Ada hak orang lain. Itu pasti sudah saya pisahkan dari kecil. 2,5% orang lain, saya 10%. Jadi kalau amal nggak usah tanggung-tanggung.” (S2/W1/H690-H693)
Sejak awal, peternakan ayam
yang dibangunnya tidak
melibatkan sedikit pun campur tangan dari Ayah maupun Ibunya. Walaupun keduanya wirausaha, tetapi mereka membebaskan S2 untuk berusaha sesuai dengan keinginannya. Ia mengungkapkan bahwa keberhasilan yang dicapai, tidak mau dianggap sebagai domplengan dari nama besar Ayahnya. Ia ingin orang lain menilai dirinya seutuhnya, bukan menilai dirinya atas dasar asal-usulnya. “Karena aku ya, Kak, aku tidak diperhitungkan. Maksudnya gini ada yang bilang „Kamu kalau nggak karena Bapak kamu, bisa apa?‟ Nah saya nggak mau. Dari situ timbul pikiran, apa urusannya sama Papi gitu, kan aku nggak ada urusan.” (S2/W2/H42-H45)
S2 selalu menyerahkan segalanya kepada Tuhan, baik itu urusan cuaca, kondisi ayam, maupun rezeki. Ia selalu percaya, bahwa rezeki sudah diatur oleh Tuhan. Ia juga ingin jika kesuksesan yang didapatkannya memberikan manfaat yang baik pula bagi orang lain.
93
“Jadi saya ngerti kalau rezeki nggak akan kemana, nggak akan hilang. Jangan takut lah. Uang itu nggak akan dibawa mati. Di nikmatin aja lah hidup mah.” (S2/W1/H416-H417) “Kepuasan, sukses, motivasi juga. Uang mah nuturkeun.” (S2/W2/H100) “Aku mah nggak mau kaya sendiri, bisa ngebantu orang lain juga.” (S2/W2/H187-H188)
Namun demikian, tidak lantas membuatnya menjadi pribadi yang hanya berserah dengan pemberian Tuhan saja. Di sisi lain, Ia terus mengasah dan mengembangkan kemampuan dirinya. Menurutnya, keberhasilan seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor dirinya sendiri. “Yang mau maju, yang mau sukses ya tetap aja dari dirinya sendiri. Misalnya kan kalau uang atau doa, itu kan pelengkap ya, lebih utamanya kitanya.” (S2/W2/H145-H146)
Kemudian, Ia juga meyakini bahwa profesinya sebagai pengusaha tidak terlepas dari pengajaran dan latar belakang orang tua yang kedua-duanya berprofesi sebagai wirausaha juga. “…ada satu hal yang saya ambil dari Papi dan Ibu saya, bilang gini „Kalau darahnya emang udah darah pengusaha..‟ ee bilangnya gini sih, „kalau darahnya emang udah darah tukang dagang, anaknya juga akan kecipratan jadi tukang dagang‟ Karena kenapa, saya makan dari hasil Ibu kerja jualan, dari Papi kerja. Jadi tidak akan masalah kalau saya tukang dagang lagi. Da anaknya yang dimakannya dari hasil bekerja orang tua.” (S2/W1/H395-H400) “Jadi aku bisa menyatukan dalam satu resume, hidup aku itu berawal dari pendidikan yang diberikan orang tua. Alhamdulillah nerap dan aku aplikasikan ke orang lain. (S2/W1/H582-H584)
D. Gambaran Penghayatan Nilai-Nilai Konfusian dalam Etos Kerja Subjek 2
Sama halnya seperti S1, S2 pun tidak secara khusus diajarkan orang tuanya mengenai apa dan bagaimana kebudayaan etnis Cina. Ia memang tidak
94
mengenal secara harfiah arti dari nilai-nilai Cina yang terkandung dalam nilainilai konfusian. Namun begitu, berdasarkan hasil wawancara, observasi dan hasil dokumentasi dari S2, peneliti menemukan bahwa nilai-nilai konfusian terkandung dalam setiap pengelolaan perusahaannya. Nilai-nilai konfusian yang terwujud dalam etos kerja S2 adalah sebagai berikut:
1.
Ren atau Jen 仁 (Perikemanusiaan atau Kebajikan)
Akar dari Ren adalah Xiao, yang berarti hormat dan bakti kepada orang tua dan tidak membantah kata-kata maupun perintahnya (Lun Yu, II, 5 dalam Pakpahan 2008). Pada dasarnya, S2 telah menjalankan nilai Ren. Dalam hal ini, Ia menjalankan akar prinsip ren itu sendiri yaitu Xiao (hormat dan bakti pada orang tua). Namun demikian, bentuk hormat dan bakti terhadap kedua orang tuanya tidak terwujud dalam penerusan warisan usaha seperti yang dilakukan S1. Tetapi dengan menjalankan didikan dan aturan dari orang tuanya yang ketat dan penuh kedisiplinan. Salah satu aturan dari orang tuanya yaitu Ayahnya belum memperbolehkan S2 untuk turun langsung mengelola usaha sebelum kuliahnya selesai. Ia sadari, bahwa peraturan tersebut dibuat untuk kebaikan dirinya. Maka dari itu, untuk pengelolaan di lapangan dipercayakan kepada IN, sahabatnya. Sedangkan Ia tinggal menerima laporan hasil panen dan terlibat hanya dalam pengelolaan administrasi dan finansial perusahaan saja.
95
Selain rasa hormat dan bakti kepada orang tua, Xiao pun terwujud dalam rasa kasih mengasihi terhadap kerluarga dan yang lebih muda, kemudian diperluas terhadap tetangga dan masyarakat. Namun demikian, perwujudan Xiao ini tidak tampak dalam hubungan antara S2 dengan kerabat-kerabatnya. Hal tersebut tercermin dalam keputusan S2 untuk tidak menggunakan sistem family business dalam pemilihan karyawannya. Ia lebih sering mempekerjakan warga-warga disekitar tempat peternakan ayamnya
daripada
kerabatnya
sendiri.
Pertimbangan
tersebut
didasarkan oleh pengalaman kurang baik di masa lalu yang pernah dialami dengan kerabat-kerabatnya. Dalam hal ini, perwujudan Xiao terhadap keluarga digantikan dengan hubungan antara dirinya dengan tetangga dan masyarakat sebagai karyawannya. Perwujudan etos kerja yang terkandung dalam nilai Ren diatas, sesuai dengan Etos 2 (Kerja adalah amanah). S2 menjalankan amanah dari orang tua berupa ilmu, aturan dan kebiasaan yang kemudian Ia terapkan dalam pengelolaan usahanya. Ia memang tidak turun langsung mengelola usaha, namun Ia tetap tidak mengurangi komitmen kerjanya dengan cara mendelegasikan pengelolaan peternakan ayam kepada sahabatnya, IN. Dengan kata lain, Ia masih menunjukkan tanggung jawabnya sebagai pemilik perusahaan. Kemudian, perluasan nilai ren terdiri dari dua kaidah tindakan utama. Kaidah pertama mengharapkan seseorang untuk memosisikan
96
diri di dalam situasi yang dihadapi orang lain. Hal ini akan membantu menumbuhkan sikap tidak mementingkan diri sendiri, dengan menghindari mengambil keuntungan di atas pengorbanan kepentingan dan perasaan pihak lain. Dalam hal ini, Ia tidak mau sukses dan berhasil sendiri. Ia ingin para karyawannya merasakan kesuksesan dan keberhasilan yang Ia alami. Demi kesejahteraan karyawan, S2 memberikan reward terbaik, seperti gaji bulanan dengan jumlah diatas rata-rata orang kebanyakan, sembako, hingga bonus-bonus tambahan pada hari-hari besar. Kepada konsumennya pun Ia melakukan hal yang sama. Sesekali, Ia memberikan potongan harga atau mengirim paket makanan di hari-hari besar. Usaha tersebut merupakan suatu bentuk pelayanan yang dilakukan S2 untuk karyawan dan konsumennya. Artinya, Ia melaksanaan Etos 8 (Kerja adalah pelayanan). Dalam Bab II dijelaskan bahwa pelayanan senantiasa berekor pada kemuliaan. Cara untuk memperoleh kemuliaan tersebut ialah bekerja melayani masyarakat dengan sepenuh hati dan sebaik-baiknya. Masyarakat dalam hal ini diartikan sebagai karyawan dan konsumennya. Ia memberikan pelayanan dengan memberikan reward-reward positif demi menumbuhkan kepuasan kerja karyawan dan kepuasan konsumen. Hal tersebut juga dilakukan untuk menambah kedekatan dan menjaga hubungan baik antara dirinya dengan karyawan dan konsumen.
97
Pendelegasian tugas dan pemberian reward yang dilakukan oleh S2 termasuk ke dalam karakteristik kepemimpinan transaksional yaitu contingent reward dan management by-exception. Contingent reward berupa penghargaan dari pimpinan karena tugas telah dilaksanakan, berupa bonus atau bertambahnya penghasilan atau fasilitas. Hal ini dimaksudkan untuk memberi penghargaan maupun pujian untuk bawahan terhadap upaya-upayanya (Desianty, 2005). Karakteristik yang kedua yaitu management by-exception. Dalam praktik management by-exception ini, pimpinan mendelegasikan tanggungjawab kepada bawahan, melihat dan mengevaluasi apakah terjadi kesalahan untuk diadakan koreksi, serta memberikan intervensi pada bawahan apabila standar perusahaan tidak terpenuhi (Desianty, 2005). Selain itu, S2 pun berusaha memosisikan dirinya sejajar dengan karyawannya. Ia membiarkan karyawan-karyawan memanggilnya „Kakak‟, dan tidak menganggap dirinya sebagai „bos‟ atau atasan yang posisinya lebih tinggi. Dengan begitu, karyawan-karyawan menjadi lebih nyaman dalam bekerja karena mereka menganggap S2 sebagai anak, bukan sebagai atasan. Selanjutnya,
kaidah
tindakan
ren
yang
kedua
adalah
menyarankan seseorang untuk memperluas pemikiran dan mematuhi aturan-aturan bermain yang jujur. S2 selalu membiasakan dirinya untuk bekerja dengan jujur seperti yang diajarkan orang tuanya. Aturan main
98
jujur ini pun termasuk dalam pencerminan Etos 2 (Kerja adalah amanah).
2.
Yi义(Kebenaran/Perikeadilan)
Yi merupakan hakikat formal kewajiban manusia dalam masyarakat, yaitu perbuatan yang seharusnya dilakukan. Setiap manusia memiliki sesuatu yang harus dikerjakan dengan sebaik-baiknya dan sesungguh-sungguhnya. Hal tersebut harus dikerjakan demi keuntungan orang banyak. Perwujudan nilai Yi yang muncul dalam diri S2 yaitu terlihat dari perilakunya yang enggan melakukan kecurangan-kecurangan demi kepentingan dirinya. Ia pernah mengalami gagal panen yang mengakibatkan ayamnya banyak yang mati. Jika Ia memilih untuk bermain curang dan mengejar keuntungan semata, bisa saja Ia menjual ayam-ayam mati tersebut. Tetapi Ia tidak melakukan kecurangan tersebut, karena prinsipnya, keberhasilan usaha tidak hanya untuk dirinya saja, tetapi untuk karyawan dan konsumennya. Dengan melakukan kecurangan, berarti Ia tidak melakukan usaha dengan sebaik-baiknya serta merugikan semua pihak. Tentu saja hal tersebut sudah bukan termasuk dalam perwujudan nilai Yi. Menanamkan diri untuk bekerja dengan sebaik-baiknya dan tidak bermain curang, tidak hanya diterapkan untuk dirinya saja, tetapi juga
untuk
karyawan-karyawannya.
Sehingga
terbukti
sampai
99
menginjak 4 tahun usia perusahaan, tidak ada satu pun kasus yang berkaitan dengan penjualan ayam tiren atau penyalahgunaan lainnya. Menghindari bekerja curang tersebut termasuk ke dalam Etos 2 (Kerja adalah amanah). Seseorang yang menghayati kerja sebagai amanah, seperti yang dilakukan S2, mampu menjauhkan diri dari caracara kerja yang sembarangan. Sebaliknya, seseorang yang mengingkari amanah dengan berbuat curang demi kepentingan pribadi berarti telah melakukan pengkhianatan amanah dan pelanggaran kewajiban moral (Sinamo, 2011). Selain menghindari perbuatan yang curang demi melakukan kerja dengan sebaik-baiknya, S2 pun menggunakan prinsip 5S dari Jepang. Prinsip tersebut yaitu Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke. Kelima prinsip tersebut Ia gunakan sebagai standar perusahaannya. Prinsip tersebut merupakan materi kerja yang diolah secara kreatif sebagai upaya untuk menghasilkan proses kerja yang baik. Hal ini sejalan dengan Etos 6 (Kerja adalah seni). Tindakan Yi lainnya terwujud dalam sistem penjualan yang Ia gunakan dalam peternakan ayamnya. Dengan tidak menyediakan jasa pengiriman barang, Ia membiarkan konsumen untuk datang langsung ke peternakan ayamnya dan memilih sendiri ayam yang diinginkannya. Hal tersebut dilalukan untuk meminimalisir munculnya complain dari konsumen, yang berkaitan dengan ketidaksesuaian antara pesanan dengan barang yang diterima.
100
Kalau pun ada konsumen yang complain, Ia tidak pernah menyalahkan konsumen sebagai pihak yang salah. Justru, Ia menjadikan complain-complain tersebut sebagai usaha perbaikan serta peningkatan mutu dan kinerja usahanya. Hal tersebut sesuai dengan Etos 4 (Kerja adalah aktualisasi). Aktualisasi tidak saja menyadarkan seseorang untuk selalu bekerja keras penuh gairah dan semangat, namun juga menyadarkan seseorang untuk tidak mudah menyerah saat menghadapi kegagalan. Semangat S2 tidak lantas merosot turun saat complain konsumen berdatangan. Ia menghadapi hal tersebut dengan mental juara dan mengolah complain sebagai acuan untuk peningkatan mutu perusahaannya.
3.
Li 礼 (Kesusilaan atau Perilaku yang Pantas)
Li mengandung makna mengenai kepantasan perilaku terhadap orang lain, meliputi semua nilai-nilai etika, tata-krama, budi pekerti, kesopanan, norma sosial dan moral. Dalam konfusianisme, setiap orang seharusnya berbicara, berpikir dan bertindak secara tepat sesuai dengan peran dan peranannya didalam masyarakat, agar tercipta masyarakat yang teratur. Pengertian tersebut nampak dalam perilaku kerja S2. Ia telah membagi porsi kerja dirinya, IN dan karyawan lainnya sesuai dengan peran dan peranannya masing-masing. Walaupun Ia tidak turun
101
langsung ke lapangan, tetapi Ia telah membuat jadwal kegiatan yang harus dilakukan karyawannya berkaitan dengan pengelolaan ayam. Selanjutnya, perilaku yang mengandung Li nampak dalam kebiasaan S2 yang tidak pernah melepaskan dirinya dari Tuhan. Ia selalu yakin, bahwa segala sesuatunya berasal dari Tuhan. Mulai dari keahlian yang dimiliki, rezeki, sumber daya alam (ayam), pakan, bahkan cuaca baik maupun cuaca buruk. Sehingga, Ia sudah siap apabila ditengah jalan mengalami kesulitan. Jelas sekali bahwa Etos 1 (Kerja adalah rahmat) tercermin dalam perilaku S2 tersebut. Menghayati kerja sebagai rahmat memberikan kesadaran bagi S2 bahwa segala sesuatu yang dimilikinya merupakan pemberian Tuhan. Sebelumnya telah diungkapkan bahwa S2 tidak pernah melepaskan dirinya dari Tuhan. Ia selalu berpasrah secara total dan yakin bahwa segala sesuatunya berasal dari Tuhan. Dalam hal ini S2 mengamalkan Etos 5 (Kerja adalah ibadah). Dengan kesadaran tersebut, Ia seolah-olah melibatkan Tuhan dalam aktivitas kerjanya. Ia tidak saja mengejar costumer satisfication tetapi juga God satisfication. Sinamo (2011) pun menjelaskan bahwa memandang kerja sebagai ibadah akan menghasilkan suatu perasaan sukacita dan penuh cinta terhadap kerja. Terbukti, bahwa kedua hal tersebut muncul dalam perilaku S2.
102
S2 pun mengungkapkan bahwa selain menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan, Ia pun tidak pernah lupa untuk berdoa dan bersyukur. Pada tataran ini, Etos 1 (Kerja adalah rahmat) tercermin dalam menjadikan kerja sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan. Bentuk syukur yang dilakukannya adalah dengan cara menyisihkan sebagian uangnya untuk diberikan kepada orang-orang yang tidak mampu. Ketika kepercayaan yang dianutnya memerintahkan untuk bersedekah sebanyak 2,5% dari penghasilan, Ia justru menyisihkan 10% dari penghasilan bulannya. Prinsip „beramal itu nggak usah nanggung‟ inilah yang selalu konsisten Ia lakukan sejak kecil sampai sekarang.
4.
Zhi atau Chi 智(Kearifan/Kebijaksanaan)
Zhi secara harfiah artinya kearifan atau kebijaksanaan, juga berarti kecerdasan atau kepandaian. Menurut Konfusius, munculnya kebijaksanaan seseorang terlihat dari kesabarannya dalam menghadapi suatu tindakan, penuh persiapan dan disiplin, melihat jauh ke depan serta memperhitungkan berbagai kemungkinan yang terjadi. Seorang yang bijaksana, senatiasa terus belajar, hidup hemat dan menghilangkan sifat sombong serta tidak mudah menyerah. Beberapa dari perilaku tersebut muncul pada S2. Walaupun kedua orang tuanya tergolong cukup mapan secara status ekonomi sosial, tetapi S2 selalu dibiasakan untuk menabung dan
103
hidup hemat. Kebiasaan sejak kecil tersebut, membuatnya menjadi pribadi yang tidak suka menghambur-hamburkan uang dan berfoyafoya. Ayahnya, justru menyarankan untuk makan bubur sebelum berhasil. S2 mengibaratkan, jika beras segenggam tangan di masak menjadi bubur, maka menghasilkan porsi yang banyak dan cukup untuk keluarga. Sedangkan jika beras segenggam tangan di masak menjadi nasi, maka menghasilkan nasi yang segenggam tangan pula dan tidak mencukupi kebutuhan makan keluarga. Dengan makan bubur tersebut, merupakan satu upaya untuk berhidup hemat. Namun demikian, bukan berarti Ia dan keluarganya tidak pernah makan makanan enak dan mahal. Mereka pun suka memakan makanan enak dan mahal, tetapi tidak dilakukan setiap hari. Makan makanan enak pada dasarnya sebagai suatu balas jasa untuk menyenangkan diri dan bentuk rasa syukur terhadap nikmat Tuhan. Kebiasaannya untuk hidup hemat dan sederhana serta tidak menonjolkan diri (pamer), sejalan dengan apa yang dikatakan dalam Etos 1 (Kerja adalah rahmat). Seseorang yang menyadari kerja sebagai rahmat, meyakini bahwa pekerjaan yang dimilikinya merupakan rahmat dari Tuhan. Ia tidak takut kekurangan, tidak khawatir kehabisan, karena selalu merasa berkecukupan, bersikap sederhana serta mencukupkan dirinya dengan yang ada.
104
Pekerjaan pun senantiasa disyukurinya, bukan dijadikan alat untuk menonjolkan diri. Karena Ia tahu, semua yang pernah diterimanya pada suatu saat nanti, sepat atau lambat, harus dilepaskannya. Penghasilan yang didapatkan S2, senatiasa Ia tabungkan. Karena biaya pendidikan masih menjadi tanggungan kedua orang tuanya, maka penghasilan dari peternakan ayam sepenuhnya menjadi miliknya sendiri. Ia pun bukan tipikal orang yang suka berfoya-foya dan gemar belanja. Sehingga penghasilannya tersebut Ia tabungkan. Sejak kecil, S2 sudah terbiasa untuk menabung. Kegiatan tersebut
menjadi
kegiatan
yang
sudah
biasa
baginya.
Ia
mengungkapkan, bahwa upayanya untuk menabungkan penghasilannya adalah untuk dijadikan modal usaha berikutnya. Setelah peternakan ayam, Ia ingin membuka usaha lain, seperti; kos-kosan, lapangan futsal, car wash, rumah pisang, mini market. Ia juga mengungkapkan keinginannya untuk terbang ke Jepang. Inginnya, Ia mengawali niat tersebut dengan ikut bekerja dengan orang Jepang. Lalu mengumpulkan modal dan membuka usaha pisang disana. Keinginannya yang beragam menimbulkan satu penilaian dari Ayahnya bahwa Ia masih belum fokus dengan satu jenis usaha. Ia pun membenarkan pernyataan tersebut. Ia menyadari bahwa dirinya memang ingin memiliki usaha yang beragam, sama seperti tokoh idolanya, Bob Sadino.
105
Untuk mewujudkan cita-cita memiliki banyak usaha tersebut, S2 terus menambah wawasannya dengan belajar dan mengasah diri. Tidak hanya dalam dunia perkuliahan saja, tetapi juga belajar melalui buku, seminar bisnis maupun internet. Selain itu juga dengan tetap mempertahankan prinsip hidup disiplin seperti yang ditekankan kedua orang
tuanya.
Upaya
tersebut
semata-mata
dilakukan
demi
meningkatkan 3 hal utama yang selalu Ia pegang sebagai prinsip usahanya selain hidup disiplin dan kepercayaan, yaitu skill, knowledge dan attitude. Hal yang dicermati dari perilaku S2 diatas adalah adanya proses pengembangan potensi diri dalam bekerja melalui pembelajaran yang Ia lakukan sendiri maupun melalui pendidikan formal yang sedang dijalaninya. Ia terus bersemangat, bekerja kerja dan memfokuskan diri untuk mencapai keinginannya tersebut. Hal ini dikenal sebagai Etos 4 (Kerja adalah aktualisasi), dimana etos ini akan menjadi basis bagi keberhasilan yang Ia bangun di segala jenis usaha yang dicitacitakannya.
5.
Xin atau Hsin 信 (dapat dipercaya)
Orang-orang Cina sangat menekankan prinsip kepercayaan dalam setiap hubungannya, termasuk dalam hubungan usaha. Pengertian Xin dalam ajaran Konfusius, tidak hanya berarti bahwa orang percaya pada dirinya sendiri, tetapi juga harus dapat dipercaya
106
oleh orang lain. Kepercayaan ini merupakan landasan utama dari semua hubungan manusia. Kepercayaan pun menjadi landasan utama yang dipegang S2. Setiap kegiatan usaha, baik dalam hubungan dengan karyawan maupun konsumen, selalu didasari oleh kepercayaan. Kepercayaan antara S2 dengan karyawan, membuat hubungan kerja diantara keduanya berjalan dengan baik. Dengan menanamkan kepercayaan kepada karyawan untuk membantu membangun usahanya, maka karyawan pun akan berusaha melakukan kerja dengan tanggung jawab dan sebaik-baiknya. Begitu pula kepada konsumennya, dengan memberikan
pelayanan
terbaik
dan
mengutamakan
kepuasan
konsumen, maka konsumen pun akan semakin menaruh kepercayaan kepada S2. Dalam Etos 1 (Kerja adalah amanah), Sinamo (2011) menjelaskan bahwa melaksanakan amanah secara tidak benar dan kurang bertanggungjawab pada akhirnya akan menghancurkan basis kepercayaan. Ini berarti dengan melaksanakan amanah secara benar dan bertanggung jawab, akan menumbuhkan benih-benih kepercayaan dari pihak-pihak yang terkait. S2 bekerja dengan penghayatan sebagai pengemban amanah, maka Ia tumbuh menjadi pribadi yang dipercaya karyawan maupun konsumennya. Ia memperoleh kepercayaan karena dipercaya oleh karyawan dan konsumennya. Sebagai penerima kepercayaan Ia senantiasa
107
berperilaku seperti orang yang layak dipercaya. Hal tersebut diwujudkan dengan memberikan pelayanan yang terbaik seperti dengan berfokus kepada kepuasan pelanggan dan menghasilkan produk dengan kualitas yang sebaik-baiknya. Inilah yang diungkapkan dalam Etos 8 (Kerja adalah pelayanan).
E. Perbandingan Penghayatan Nilai-Nilai Konfusian dalam Etos Kerja Antara Subjek 1 dan Subjek 2
Berdasarkan data-data yang didapatkan dari lapangan, S1 maupun S2 menunjukkan beberapa perilaku yang merupakan perwujudan dari semua nilainilai konfusian: Ren, Yi, Li, Zhi dan Xin. Namun demikian masing-masing pribadi memiliki komposisi yang berbeda dalam penghayatan nilai-nilai konfusian tersebut. Berikut ini merupakan tabel persamaan dan perbedaan nilai-nilai konfusian dalam etos kerja antara S1 dan S2: Tabel 4.1 Persamaan penghayatan nilai-nilai Konfusian dalam etos kerja S1 dan S2
Nilai-Nilai Konfusian
Ren atau Jen 仁 Ren merupakan intisari dari cinta terhadap sesama, perikemanusiaan, hati nurani, keadilan, dan kasih sayang. Ren dimulai dengan anggota keluarga (xiao), melibatkan rasa hormat dan bakti kepada
Persamaan Penghayatan NilaiNilai Konfusian antara S1 dan S2
Kesesuaian Fenomena dengan Teori 8 Etos Kerja Profesional (Sinamo, 2011)
Memosisikan diri sejajar Etos 2: Kerja adalah dengan karyawan amanah
108
orang tua, mengasihi yang lebih muda, kemudian diperluas terhadap tetangga dan masyarakat. Li 礼 Li merupakan kepatutan atau kepantasan perilaku terhadap orang lain. Setiap orang seharusnya berbicara, berpikir dan bertindak secara tepat sesuai dengan peran dan peranannya di dalam masyarakat, agar tercipta masyarakat yang teratur Zhi atau Chi 智 Konfusius merangkaikan kebijaksanaan seseorang dengan selalu sabar dalam menghadapi suatu tindakan, penuh persiapan, melihat jauh ke depan, memperhitungkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi, tidak menyesal jika mengalami kegagalan dan senantiasa mengintrospeksi dirinya sendiri
Memandang kerja sebagai ibadah, bukan semata-mata untuk uang
Etos 5: Kerja adalah ibadah
Selalu bersyukur dengan menyisihkan harta untuk Etos 1: Kerja adalah diberikan kepada orang rahmat yang berhak. Hidup hemat, sederhana dan tidak pamer
Terus meningkatkan potensi diri dengan belajar dan mencari informasi melalui pendidikan formal, buku, maupun dari berguru pada orangorang sukses Mencintai pekerjaan sehingga kerja tidak dirasakan sebagai suatu beban Menjaga nama baik Xin ataun Hsin 信 perusahaan serta Xin dalam ajaran Konfusius, memfokus diri pada tidak hanya berarti bahwa kepuasan konsumen orang percaya pada dirinya sendiri, tetapi juga harus dapat dengan menjaga kualitas produk yang dihasilkan di percaya oleh orang lain.
Etos 5: Kerja adalah ibadah
Etos 4: Kerja adalah aktualisasi
Etos 5: Kerja adalah ibadah
Etos 2: Kerja adalah amanah Etos 8: Kerja adalah pelayanan
109
Tabel 4.2 Perbedaan penghayatan nilai-nilai Konfusian dalam etos kerja S1 dan S2
S1 Nilai-Nilai Konfusian
Ren atau Jen 仁 Ren merupakan intisari dari cinta terhadap sesama, perikemanusiaan, hati nurani, keadilan, dan kasih sayang. Ren dimulai dengan anggota keluarga (xiao), melibatkan rasa hormat dan bakti kepada orang tua, mengasihi yang lebih muda, kemudian diperluas terhadap tetangga dan masyarakat.
Penghayatan Nilai-Nilai Konfusian
S2 Kesesuaian Fenomena dengan Teori 8 Etos Kerja Profesional (Sinamo, 2011)
Melaksanakan akar nilai Ren yaitu Xiao (berbakti kepada orang tua) dengan menjaga dan mempertahankan warisan perusahaan Kopi A beserta segala aspek di dalamnya, seperti cara-cara pengolahan kopi serta alatalat dan bahan baku yang digunakan untuk mengolah kopi
Etos 2: Kerja adalah amanah
Menggunakan sistem family business.
Etos 2: Kerja adalah amanah
Mengutamakan aturan bermain yang jujur dengan tidak melakukan kecurangan seperti mengurangi timbangan.
Etos 2: Kerja adalah amanah
Penghayatan Nilai-Nilai Konfusian
Kesesuaian Fenomena dengan Teori 8 Etos Kerja Profesional (Sinamo, 2011)
Melaksanakan akar nilai Ren yaitu Xiao (berbakti kepada orang tua) dengan menjaga dan mempertahankan aturan, didikan dan kebiasaan yang dilakukan orang tuanya, yang Etos 2: Kerja adalah diaplikasikan kepada amanah karyawan dan konsumennya. Bukan dengan mempertahankan usaha, karena usaha yang dijalaninya bukan usaha warisan. Tidak menggunakan sistem family business karena memiliki pengalaman yang kurang baik dengan kerabat. Mengutamakan aturan bermain yang jujur dengan Etos 2: Kerja adalah tidak melakukan kecurangan amanah seperti menjual ayam-ayam mati.
110
Etos 3: Kerja adalah panggilan Etos 7: Kerja adalah kehormatan
Tidak turun langsung bekerja, tetapi mendelegasikan pekerjaan di lapangan kepada sahabatnya, IN.
Etos 3: Kerja adalah panggilan
Melakukan pengelolaan kerja sesuai prinsip „kontrol berlapis-lapis‟, „membuat yang standar menjadi spesial‟ dan penyeimbangan metode 7M sebagai standarisasi perusahaan. Pengelolaan dengan cara yang alami sehingga aman bagi kesehatan
Etos 3: Kerja adalah panggilan Etos 6: Kerja adalah seni
Melakukan pengelolaan kerja dengan prinsip 5S Kaizen Jepang sebagai standarisasi perusahaan. Tidak menyediakan jasa pengiriman barang, dengan tujuan untuk membiarkan konsumen yang datang dan memilih sendiri ayam yang diinginkannya
Etos 3: Kerja adalah panggilan Etos 6: Kerja adalah seni
Menyeimbangkan keahlian sebagai praktisi dan akademisi
Etos 4: Kerja adalah aktualisasi Etos 7: Kerja adalah kehormatan
Rajin menabungkan hasil usahanya untuk dijadikan modal usaha berikutnya
Etos 4: Kerja adalah aktualisasi
Ikut turun bekerja bersama karyawan Yi 义 Yi berarti „menjalankan apa yang seharusnya‟. Keharusan mengerjakan sesuatu bukan demi tujuan mendapatkan keuntungan atau keberhasilan bagi semua pihak, dalam hal ini bagi pemilik perusahaan, karyawan dan konsumen.
Zhi atau Chi 智 Konfusius merangkaikan kebijaksanaan seseorang dengan selalu sabar dalam menghadapi suatu tindakan, penuh persiapan, melihat jauh ke depan, memperhitungkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi, tidak menyesal jika mengalami kegagalan dan senantiasa mengintrospeksi dirinya sendiri
111