Analisis terhadap urutan nukleotida menggunakan program SeqmanTM versi 4.0.0 dilakukan dengan memasukkan urutan nukleotida gajah lain dan urutan nukleotida sampel lalu program akan secara otomatis menandai basa pada posisi tertentu yang berbeda dengan basa pada urutan nukleotida gajah lain. Elektroforegram yang dihasilkan dari proses sequencing tidak selalu akurat, terutama apabila terdapat puncak yang berhimpitan. Oleh karena itu, pembacaan ulang secara manual untuk memperbaiki urutan nukleotidanya sangat diperlukan dan akan mudah dilakukan dengan bantuan program SeqmanTM. Analisis pohon pilogenetik dilakukan dengan menggunakan program komputer MegalignTM.
Bab IV Hasil dan Pembahasan
25
Dalam bab ini akan dibahas hasil-hasil yang diperoleh dari prosedur kerja yang sesuai dengan tahapan-tahapan yang telah dikemukakan pada Bab III Metodologi Penelitian untuk memperoleh mtDNA daerah D-loop Elephas maximus indicus. Adapun pembahasan dimulai dari pengumpulan sampel, penyiapan template DNA, hasil amplifikasi setiap sampel secara in vitro dengan metode PCR dan hasil sequencing. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil sequencing dengan melakukan perbandingan terhadap mtDNA gajah yang telah diteliti sebelumnya dan telah dipublikasikan di GenBank.
IV.1 Pengumpulan Sampel Pada penelitian ini digunakan tiga sampel gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis) yang berada di Kebun Binatang Bandung. Dua gajah memiliki hubungan keluaraga yang merupakan induk dan anak, sementara satu gajah lainnya tidak memiliki hubungan darah namun semuanya berasal dari daerah yang sama yaitu dari Way Kambas. Sumber sel diambil dari akar rambut. Data fisik masing-masing individu yang digunakan untuk sampel mtDNA dapat dilihat pada Tabel IV.1
Tabel IV.1 Data fisik individu sampel mtDNA mitokondria gajah Sumatera. Pengambilan ketiga sampel dibantu oleh petugas Kebun Binatang Bandung.
Nama Gajah
Kode Sampel
Jenis Kelamin
Usia
Daerah Asal
Yani
IG-1
Betina
40 tahunan
Way Kambas
Yamon
AG-1
Jantan
9 tahun
Way Kambas
Ira
GL-1
Betina
40 tahunan
Way Kambas
IV.2 Penyiapan Templat mtDNA Sampel rambut yang telah didapat diambil akarnya lalu dipotongan kecil-kecil kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1,5 ml setelah itu dilakukan lisis yang bertujuan untuk memecah dinding sel dan mengeluarkan seluruh isi sel
26
termasuk DNA. Pemecahan dinding sel sampel ini dilakukan senyawa kimiawi dengan menggunakan bufer lisis yang mengandung Tween-20 (Merck) dan proteinase K. Tween-20 adalah deterjen non-ionik yang dalam larutannya membentuk micelles. Struktur molekul Tween-20 memiliki bagian hidrofilik yang tersusun oleh senyawa ester atau alkohol dan bagian hidrofobik yang merupakan senyawa hidrokarbon. Interaksi bagian hidrofilik micelles Tween-20 dengan senyawa fosfolipid membran sel membuat senyawa fosfolipid membran larut membentuk campuran micelles dengan Tween-20. Pemanasan pada suhu 50 °C menyebabkan struktur membran sel menjadi rusak dan mengaktifkan kerja proteinase K. Penambahan enzim proteinase K adalah untuk mendegradasi enzimenzim DNAse dan protein lainnya. Enzim proteinase K selanjutnya dideaktivasi pada suhu 95 °C selama 6 menit. Ekstrak DNA hasil lisis langsung dijadikan templat untuk PCR [Noer et al., 1994]. Setelah inkubasi diatas kemudian dilakukan sentrifuga agar molekul mtDNA terpisah dengan molekul-molekul lainnya berdasarkan perbedaan massa karena massa mtDNA yang kecil maka dengan sentrifugasi akan berada di sekitar bagian atas supernatan. Supernatan tersebut kemudian dipipet dengan hati-hati dan dimasukkan ke dalam tabung aliquot baru. Penyimpanan templat dilakukan pada frezeer bersuhu -200C.
IV.3 Amplifikasi Fragmen 450 pb mtDNA dengan Metode PCR Hasil lisis diamplifikasi secara in vitro dengan metode PCR. Komponen dan komposisi pereaksi sangat menentukan keberhasilan suatu PCR. Salah satu komponen tidak disertakan dalam pembuatan master mix akan membuat reaksi PCR tidak berjalan, begitu juga jumlah bahan yang kurang atau terlalu berlebih akan memberikan hasil yang tidak dinginkan. Komponen terpenting dan berbeda dalam tiap reaksi PCR adalah templat dan primer. Primer yang digunakan untuk sampel gajah pada penelitian ini adalah sepasang primer P22F/P22R untuk mengamplifikasi sebagian daerah D-loop pada posisi nukleotida 15676 sampai 16126 berukuran 450 pb. Urutan nukleotida masing-masing primer yaitu: primer P22F
5’-
CTCTTGATCGTGCATAGCGC
-3’,
primer
P22R
5’-
CAGTCAATGCTCGGAGGACA -3’. Kriteria khusus untuk primer, yaitu: harus terletak pada arah yang benar, jumlah G-C lebih besar dari jumlah A-T, ujung 3’
27
harus G atau C, bila dapat primernya tidak mempunyai komplemen di untai lain selain untai awal dan ujung-ujung jangan saling berkomplemen karena dapat membentuk polindron atau loop. Skema penempelan dan arah masing-masing primer PCR dapat dilihat pada Gambar IV.1.
Amplifikasi dengan PCR dilakukan dengan menggunakan mesin PCR merek GeneAmp PCR system 2700 (Applied Biosystems, AS). Siklus PCR pada penelitian ini meliputi tiga tahap yaitu, tahap inisiasi atau denaturasi awal, tahap ekstensi, dan tahap pemantapan. Tahap persiapan dilakukan pada suhu 94°C selama satu menit sebanyak satu kali. Tahap ekstensi terbagi menjadi tiga tahap yaitu; tahap denaturasi pada suhu 94°C selama satu menit yang bertujuan untuk melepaskan semua ikatan hidrogen yang menghubungkan dua rantai DNA sehingga menghasilkan DNA untai tunggal, kemudian dilanjutkan oleh tahap penempelan primer (annealing) pada suhu 48°C selama satu menit. Suhu pada tahap annealing ditentukan oleh jenis primer. Pada penelitian ini dilakukan optimasi suhu dimana dilakukan beberapa kali PCR dengan suhu annealing berbeda dari range 450C sampai 500C dan hasil yang memperlihatkan pita paling jelas pada gel agarosa adalah pada suhu 480C dan setelah itu tahap perpanjangan rantai (elongation) pada suhu 72°C selama satu menit. Ketiga tahap ekstensi ini dilakukan sebanyak 30 siklus. Tahap terakhir adalah pemantapan, dilakukan pada 72°C selama empat menit yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa untai tunggal DNA yang tersisa sudah terkopi semua. D-loop P22F 15676
1
16.902
15.419
P22R 16126
Gambar IV.1 Skema penempelan dan arah primer PCR P22F dan P22R pada templat mtDNA. Simulasi primer terhadap gajah India (Elephas maximus indicus), pada daerah D-loop. Primer P22F posisi 15676 arah maju, sedangkan primer P22R posisi 16126 memiliki arah balik. IV.4 Analisis Hasil PCR
28
Hasil PCR kemudian dianalisis dengan metode elektroforesis menggunakan gel agarosa 1,5 % (b/v) menggunakan standar pUC19/HinfI dengan lima fragmen DNA berukuran 1419 pb, 517 pb, 396 pb, 214 pb dan 75 pb. Proses amplifikasi melalui PCR dinyatakan berhasil apabila kontrol positif memberikan hasil positif yaitu dengan munculnya satu pita dan kontrol negatif memberikan hasil negatif yaitu tidak munculnya pita pada gel serta sampel menghasilkan pita pada daerah 0,4 kb (Gambar IV.2).
1
2
3
4
5
6
7
1419 pb 517 pb 396 pb 214 pb 75 pb
0,4 kb
0,6 kb Gambar IV.2 Fragmen 0,4 kb mtDNA hasil PCR menggunakan primer P22F dan P22R. (1). Standar DNA pUC19/HinfI, (2). Kontrol negatif reaksi PCR (3). Kontrol positif reaksi PCR (4). Sampel GL-1 (hasil presipitasi DNA), (5). Sampel GL-1, (6). Sampel IG-1, (7). Sampel AG-1. Kondisi elektroforesis: gel agarose 1,5%; bufer TAE 1X; volume sampel 5 L; loading buffer 3 L; tegangan 80V selama 35 menit. Pada Gambar IV.2 semua sampel memberikan hasil amplifikasi fragmen berukuran 0,4 kb yang terletak hampir sejajar dengan pita 396 kb standar DNA pUC19/ HinfI, Untuk kontrol positif digunakan sampel DNA E. coli dengan primer CA-1 dan CA-2 yang sudah menunjukan hasil positif sebelumnya untuk menunjukan bahwa proses PCR berjalan dengan baik. Kontrol positif memberikan hasil amplifikasi fragmen berukuran 0,6 kb (Gambar IV.2). Sedangkan untuk kontrol negatif digunakan ddH O steril sebagai templat. Kontrol negatif tidak 2
memberikan hasil amplifikasi. Oleh karena itu fragmen hasil amplifikasi yang diperoleh dipastikan bukan suatu kontaminan karena hasil PCR kontrol negatif
29
yang tidak mengandung templat DNA tidak menunjukkan adanya pita pada gel elektroforesis. Hasil elektroforesis gel agarosa ini juga membuktikan bahwa metode lisis sel rambut yang telah dilakukan ternyata berhasil.
IV.5 Hasil Sequensing dan Urutan Nukleotida Sampel Sequencing hasil PCR dilakukan oleh Macrogen Inc. dan hasil yang diperoleh berupa elektroforegram yang menunjukkan urutan nukleotida sampel. Gambar IV.3. merupakan contoh elektroforegram yang didapat dari sampel dalam penelitian ini.
Gambar IV.3 Elektroforegram hasil sampel IG-1 menggunakan primer P22F. Kurva berwarna hijau menunjukkan basa adenin, kurva berwarna biru menunjukkan basa sitosin, kurva berwarna hitam menunjukkan basa guanin dan kurva berwarna merah menunjukkan basa timin. Data elektroforegram hasil sekuensing ditunjukkan dalam bentuk puncak-puncak karakteristik untuk masing-masing nukleotida yang merupakan hasil fluoresensi masing-masing pewarna (dye) yang dibawa oleh ddNTP. Nukleotida A memberikan puncak berwarna hijau, G warna hitam, C warna biru, T warna merah. Notasi N memiliki arti bahwa terdapat puncak yang tidak jelas yang disebabkan bertumpuknya beberapa puncak pada satu posisi atau terlalu rendahnya puncak yang dihasilkan dari nukleotida tersebut sehingga mesin sequencing tidak dapat memutuskan notasi nukleotidanya dalam bentuk yang
30
mewakili lambang basa tertentu. Notasi N ini dapat diperbaiki secara manual dengan mengamati puncak dan mengganti notasi yang sesuai. Dari data elektroforegram terutama setelah dilakukan pembacaan ulang secara manual dan menyesuaikannya dengan daerah D-loop mtDNA gajah Asia maka diperoleh urutan nukleotida sampel. Urutan nukleotida berdasarkan data elektroforegram hasil sekuensing pada Gambar IV.3 dapat dilihat pada Gambar IV.4
Gambar IV.4 Urutan nukleotida sampel IG-1 hasil sekuensing menggunakan primer P22F. Hasil pembacaan menunjukkan jumlah nukleotida sebanyak 412 pb di daerah D-loop gajah Sumatera. Pada penelitian ini telah berhasil dilakukan sekuensing terhadap tiga sampel gajah Sumatera. Sekuensing fragmen menghasilkan 419 pb untuk sampel GL-1 , 415 pb untuk sampel AG-1 dan 412 pb untuk sampel IG-1.
IV.6 Mutasi-Mutasi pada Sampel Untuk melihat mutasi yang terjadi pada sampel dilakukan analisis homologi dimana dalam analisis ini akan membandingkan data elektroforegram mtDNA sampel yang didapatkan dari hasil sekuensing dengan data mtDNA yang didapatkan dari GenBank. Analisis mutasi pada setiap sampel dilakukan dengan menggunakan program komputer Seqman (DNASTAR). Program komputer tersebut akan mempermudah analisis karena mutasi yang terjadi akan ditandai dengan warna merah. Gambar IV.5. adalah contoh mutasi yang terjadi pada mtDNA daerah D-loop gajah. program seqman
akan mengalurkan urutan
nukleotida sampel dalam format abi karena akan memberikan data mengenai elektroforegram sampel. Sedangkan untuk data mtDNA gajah dari GenBank
31
digunakan format seq karena tidak diperolehnya data elektroforegram urutan nukleotida mtDNAnya.
Gambar IV.5 Mutasi sampel. Urutan nukleotida pada posisi ini mengalami mutasi dari T menjadi C. Mutasi ini dinamakan substitusi transisi pirimidin ke pirimidin. Fragmen 0,4 kb mtDNA hasil elektroforesis yang disekuensing merupakan bagian dari daerah D-loop mtDNA gajah Sumatera. Fragmen ini berada pada posisi 15717-16120 pada gajah Asia pada (Gambar IV.1), 15715-16118 pada gajah Afrika, dan 15720-16123 pada Mammoth. Penomoran nukleotida disesuaikan dengan urutan gajah Asia (Elephas maximus) [Rogaev et al., 2006], gajah Afrika (Loxodonta
africana)[Hauf
et
al.,
2000]
dan
Mammoth
(Mammuthus
primigenius)[Krause et al., 2006].
Jumlah sampel yang berhasil disekuensing adalah tiga sampel, yaitu sampel IG-1, AG-1 dan GL-1. Urutan nukleotida hasil sekuensing setiap sampel dibandingkan terhadap urutan nukleotida gajah Asia (accession number DQ316068), gajah Afrika (accession number AJ224821) dan Mammoth (accession number DQ188829) (Gambar IV.6). Jumlah total nukleotida yang dapat dibaca adalah 403 pb dari rata-rata 420 yang berhasil di sequensing. Mutasi ketiga sampel dapat dilihat pada gambar IV.6.
G.Asia G.Afrika
ATCATGCATA ACCATGCATA
TCACCTCCAA TCACCTCCAA
CGGTTGTACC TGGTTGTACC
32
TTAACTACCT TTAACTACCT
ACCTCCGAGA ACCTCCGAGA
15766 15764
Mammoth IG-1 AG-1 GL-1
ATCATGCATA ATCATGCATA ATCATGCATA ATCATGCATA
TCACCTCCAA TCACCTCCAC TCACCTCCAC TCACCTCCAC
TGGTTGTACC -GGTTGTACC -GGTTGTACC -GGTTGTACC
TTAACTACCT TTAACTACCT TTAACTACCT TTAACTACCT
ACCTCCGAGA ACCTCCGAGA ACCTCCGAGA ACCTCCGAGA
15769 50 50 50
G.Asia G.Afrika Mammoth IG-1 AG-1 GL-1
AACCATCAAC AACCATCAAC AACCATCAAC AACCATCAAC AACCATCAAC AACCATCAAC
CCGCCCATCT CCGCCCATCT CCGCCCATCT CCGCCCATCT CCGCCCATCT CCGCCCATCT
TCGTGTCCCT TCGTGTCCCT CCGCCCATCT CCGCCCATCT CCGCCCATCT CCGCCCATCT
CTTCTCGCTC CTTCTCGCTC CTTCTCGCTC CTTCTCGCTC CTTCTCGCTC CTTCTCGCTC
CGGGCCCATC CGGGCCCATC CGGGCCCATC CGGGCCCATC CGGGCCCATC CGGGCCCATC
15816 15814 15819 100 100 100
G.Asia G.Afrika Mammoth IG-1 AG-1 GL-1
AATTGTGGGG AATTGTGGGG AATTGTGGGG AATCGTGGGG AATCGTGGGG AATCGTGGGG
GTTTCTATAC GTTTCTATAC GTTTCTATAC GTTTCTATAC GTTTCTATAC GTTTCTATAC
TGGATCTATA TGGATCTATA TGGATCTATA TGGATCTATA TGGATCTATA TGGATCTATA
CCTGGCATCT CCTGGCATCT CCTGGCATCT CCTGGCATCT CCTGGCATCT CCTGGCATCT
GGTTCTTACT GGTTCTTTCT GGTTCTTACT GGTTCTTACT GGTTCTTACT GGTTCTTACT
15866 15864 15869 150 150 150
G.Asia G.Afrika Mammoth IG-1 AG-1 GL-1
TCAGGACCAT TCAGGACCAT TCAGGACCAT TCAGGACCAT TCAGGACCAT TCAGGACCAT
CTCACCTAAA CTCACCTAAA CTCACCTAAA CTCACCTAAA CTCACCTAAA CTCACCTAAA
ATCGCCCATT ATCGCCCATT ATCGCCCACT ATCGCCCATT ATCGCCCATT ATCGCCCATT
CTTTCCTCTT CTTTCCTCTT CTTTCCTCTT CTTTCCTCTT CTTTCCTCTT CTTTCCTCTT
AAATAAGACA AAATAAGACA AAATAAGACA AAATAAGACA AAATAAGACA AAATAAGACA
15916 15914 15919 200 200 200
G.Asia G.Afrika Mammoth IG-1 AG-1 GL-1
TCTCGATGGA TCTCGATGGA TCTCGATGGA TCTCGATGGA TCTCGATGGA TCTCGATGGA
TTAATGACTA TTAATGACTA TTAATGACTA TTAATGACTA TTAATGACTA TTAATGACTA
ATCAGCCCAT ATCAGCCCAT ATCAGCCCAT ATCAGCCCAT ATCAGCCCAT ATCAGCCCAT
GATCATAACA GATCATAACA GATCATAACA GATCATAACA GATCATAACA GATCATAACA
TAACTGTGGT TAACTGTGGT TAACTGTGGT TAACTGTGGT TAACTGTGGT TAACTGTGGT
15966 15964 15969 250 250 250
G.Asia G.Afrika Mammoth IG-1 AG-1 GL-1
GTCATGCATT GTCATGCATT GTCATGCATT GTCATGCATT GTCATGCATT GTCATGCATT
TGGTATCTTT TGGTATCTTT TGGTATCTTT TGGTATCTTT TGGTATCTTT TGGTATCTTT
TTAATTTTGG TTAATTTTGG TTAATTTTGG TTAATTTTGG TTAATTTTGG TTAATTTTGG
GGATGCTGTG GGATGCTGTG GGATGCTGTG GGATGCTGTG GGATGCTGTG GGATGCTGTG
ATTCAGCTAT ATTCAGCTAT ATTCAGCTAT ATTCAGCTAT ATTCAGCTAT ATTCAGCTAT
16016 16014 16019 300 300 300
G.Asia G.Afrika Mammoth IG-1 AG-1 GL-1
GGCCGTCTGA GGCCGTCTGA GGCCGTCTGA GGCCGTCTGA GGCCGTCTGA GGCCGTCTGA
GGCCTTAACA GGCCCTAACA GGCCCTAACA GGCCTTAACA GGCCTTAACA GGCCTTAACA
CAGTCAAGCA CAGTCAAGCA CAGTCAAGCA CAGTCAAGCA CAGTCAAGCA CAGTCAAGCA
ACTTGTAGCT ACTTGTAGCT ACTTGTAGCT ACTTGTAGCT ACTTGTAGCT ACTTGTAGCT
GAGCTTGAAT GAGCTTGAAT GAGCTTGAAT GAGCTTGAAT GAGCTTGAAT GAGCTTGAAT
16066 16064 16069 350 350 350
G.Asia G.Afrika Mammoth IG-1 AG-1 GL-1
TGAGTATTAA TGAGTATTAA TGAGTATTAA TGAGTATTAA TGAGTATTAA TGAGTATTAA
GATCTGGCAC GATCTGGCAC GATCTGGCAC GATCTGGCAC GATCTGGCAC GATCTGGCAC
GGTATATATG GGTATATATG GGTATATATG GGTATATATG GGTATATATG GGTATATATG
GGGTATTATT GGGTATTATT GGGTATTATT GGGTATTATT GGGTATTATT GGGTATTATT
CAGTCAATGC CAGTCAATGC CAGTCAATGC CAGTCAATGC CAGTCAATGC CAGTCAATGC
16116 16114 16119 400 400 400
G.Asia G.Afrika Mammoth IG-1 AG-1 GL-1
TCG TCG TCG TCG TCG TCG
16119 16117 16122 403 403 403
Gambar IV.6. Homologi urutan nukleotida pada fragmen 403 pb ketiga sampel urutan nukleotida gajah Sumatera dengan urutan nukleotida gajah Asia, gajah Afrika dan Mammoth. Mutasi ditandai dengan lingkaran warna kuning. Urutan nukleotida yang termutasi berwarna merah.
33
Dari gambar IV.6 Analisis homologi urutan nukleotida mtDNA ketiga gajah Sumatera tidak mengalami mutasi sepanjang 403 pb, sedangkan ketika membandingkan urutan nukleotida gajah sumatera menunjukkan adanya tiga mutasi terhadap gajah India yaitu, A15736C, T15820C, dan adanya delesi C pada posisi 15737. Terhadap gajah Afrika terdapat enam mutasi yaitu, C15716T, A15734C, T15818C, T15862A, C16029T dan T pada posisi 15735 mengalami delesi. Terhadap Mammoth mengalami lima mutasi yaitu, A15739C, T15823C, C15898T, dan C16034T, dan delesi T pada posisi 15740.
Gambar IV.7. Mutasi gajah Sumatera terhadap gajah Asia (Elephas maximus indicus). Terjadi mutasi pada posisi nukleotida 15736, 15737 dan 15820. Daerah yang termutasi ditandai dengan tanda panah. Hasil homologi dengan menggunakan program seqman DNAStar menunjukan pada fragmen mtDNA gajah Sumatera terhadap gajah Asia subspesies gajah India (Elephas maximus indicus) terdapat tiga mutasi, yaitu mutasi basa A (puncak hijau) menjadi C (puncak biru) pada posisi nukleotida 15718. Terjadi delesi basa C (puncak biru) pada posisi 15737. Pada posisi nukleotida 15820 terjadi mutasi T (puncak merah) menjadi C (puncak biru) (Gambar IV.7).
34
A.
B.
C.
D.
Gambar IV.8 Mutasi mtDNA gajah Sumatera terhadap gajah Afrika. Terjadi mutasi pada posisi nukleotida 15716, 15735, 15734, 15818, 15862 dan 16029. Daerah yang termutasi ditandai dengan tanda panah. Hasil homologi sampel ketiga gajah Sumatera terhadap gajah Afrika menunjukkan beberapa mutasi, yaitu mutasi basa C (biru) menjadi basa T (merah) pada posisi nukleotida 15716. Mutasi basa A (hijau) menjadi basa C (biru) pada posisi nukleotida 15734. Delesi terjadi pada basa T pada posisi nukleotida 15735 (Gambar IV.8.A). mutasi basa T (merah) menjadi basa C (biru) pada posisi nukleotida 15818 (Gambar IV.8.B). Mutasi basa T (merah) menjadi basa A (hijau) pada posisi nukleotida 15862 (Gambar IV.8.C). Mutasi basa C (biru) menjadi basa T (merah) pada posisi nukleotida 16029 (Gambar IV.8.D). Pada posisi 15716 terdapat kesalah pembacaan oleh mesin sequensing dimana seharusnya di posisi
35
15617 terdapat basa C (puncak biru) sehingga memang tidak terjadi mutasi pada posisi tersebut. Jumlah basa yang termutasi pada urutan nukleotida gajah Sumatera terhadap gajah Afrika (Loxodonta africana) adalah enam mutasi pada fragmen 0,4 kb.
Gambar IV.9 Mutasi mtDNA gajah Sumatera terhadap Mammoth (Mammuthus primigenius). Terjadi mutasi pada posisi nukleotida 15739, 15740, 15823, 15898, dan 16034. Daerah yang termutasi ditandai dengan tanda panah.
Mutasi yang terjadi pada tiga urutan nukleotida gajah Sumatera terhadap urutan nukleotida Mammoth terdapat lima mutasi yang masing-masing adalah mutasi basa A ( hijau) menjadi basa C (biru) pada posisis nukleotida 15739. Delesi basa T terjadi pada posisi nukleotida 15740. Mutasi basa T (merah) menjadi basa C pada posisi nukleotida 15823. Mutasi basa C (biru) menjadi basa T (merah) pada posisi nukleotida 15898 dan mutasi basa C (biru) menjadi basa T (merah) pada posisi nukleotida 16034 (Gambar IV.9)
36
1
3
4
5
6
7
T
A T
T
A
C
T
C
A T
T
T
T
C
15.715
G. Afrika 1
2
15.720
Mammoth 1
1
15.717
G. Asia
T
A C
T
A
T
T
IG-1
T
C -
C
A
T
T
AG-1
T
C -
C
A
T
T
GL-1
T
C -
C
A
T
T
16.123
16.770
16.118
16.866
16.120
16.902
Gambar IV.10 Skema pola mutasi yang terjadi sepanjang 403 bp pada tiga urutan nukleotida gajah Sumatera terhadap gajah Asia, gajah Afrika dan Mammoth. Terjadi 7 mutasi secara umum yang ditandai dengan line 1 sampai 7. Mutasi yang terjadi dilihat secara vertikal. Pada gambar IV.10. jika dilihat pada lajur 2 dan 4 kita akan menemukan pola mutasi dimana untuk ketiga gajah Sumatera memiliki urutan nukleotida yang berbeda dengan spesies gajah lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa gajah Sumatera adalah individu tersediri yang beda dengan spesies atau bahkan subspesies lainnya. Namun jika dilihat pada lajur 1, 5, 6 dan 7 pola mutasi pada daerah ini memperjelas bahwa urutan nukleotida gajah Sumatera banyak kesamaan urutan nukleotida dengan gajah Asia hal ini mengindikasikan bahwa kekerabatan gajah Sumatera dan gajah India sangat dekat. Berbeda dengan pola mutasi pada lajur 1 dan 5 dimana pada urutan nukleotida gajah Afrika terjadi mutasi. Sementara urutan nukleotida gajah yang lainnya tidak terjadi mutasi hal ini diduga karena hubungan kekerabatan gajah Afrika dan spesies lain dalam penelitian ini cukup jauh. Sebaliknya dilajur yang sama dapat dilihat bahwa urutan nukleotida gajah Asia dan Mammoth menunjukan kesamaan, hal ini mengindikasikan bahwa kekerabatan gajah Asia dan mammoth cukup dekat.
37
IV.7 Analisis Pohon Pilogenetik Data urutan nukleotida gajah Sumatera hasil sekuensing dianalisis menggunakan program komputer MegalignTM versi 4.0.0 dari DNAstar untuk melihat kekerabatan dengan pohon pilogenetik. Prinsip dari program ini adalah mengelompokan individu berdasarkan jumlah mutasi urutan nukleotida yang terjadi.
G. Asia
IG-1 AG-1
G. Sumatera
GL-1
Mammoth
G. Afrika
Gambar IV.11 Pohon pilogenetik yang dianalisis menggunakan program MegalignTM. Data yang dianalisis yaitu tiga sampel gajah Sumatera, gajah Asia, gajah Afrika, Mammoth.
Data yang dianalisis oleh program tersebut berdasarkan urutan nukleotida ketiga gajah Sumatera hasil sekuensing sebesar 403 pb dan ketiga data gajah lainnya dari database GenBank yaitu gajah Asia, gajah afrika dan Mammoth. Urutan nukleotida gajah Asia (Elephas maximus indicus) diambil dari posisi nukloetida 15001 sampai 16902 dengan ukuran sebesar 1901 pb. Urutan nukleotida gajah Afrika (Loxodonta africana) diambil dari posisi nukleotida 15001 sampai 16866
38
sebesar 1865 pb. Urutan nukleotida Mammoth (Mammuthus primigenius) diambil sebesar 1769 pb dari posisi nukleotida 15001 sampai 16770.
Data pohon pilogenetik memperkuat data sebelumnya bahwa gajah Sumatera sangat dekat kekerabatannya dengan gajah Asia yang diwakili oleh gajah India. Hal ini terjadi karena gajah Sumatera dan gajah India merupakan subspesies dari gajah Asia atau dengan kata lain merupakan satu spesies yang sama. Sementara untuk Mammoth ternyata lebih dekat kekerabatannya dengan gajah Asia dibandingkan dengan gajah Afrika, hal ini mendukung dugaan penelitian sebelumnya bahwa Rekontruksi pilogenik Elephantinae clade yang dikerjakan menduga bahwa Mammuthus primigenius dan Elephas maximus adalah “sister species” yang menyimpang segera setelah nenek monyang mereka terpisah dari nenek moyang garis keturunan Loxodonta Africana [Rogaev et al., 2006]. Ini menunjukan bahwa gajah Asia dan Mammoth merupakan satu nenek moyang sementara dengan gajah Afrika kekerabatannya cukup jauh.
39