BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 4.1.1. Profil Organisasi 4.1.1.1. Sejarah dan Perkembangan RSPP Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) didirikan atas gagasan Direktur Utama Pertamina Bapak DR. H. Ibnu Sutowo pada tahun 1968, dan berdiri secara resmi setelah memperoleh ijin dari Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Rumah Sakit ini berkedudukan di Jl. Kyai Maja No. 43, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Tujuan awal didirikannya RSPP adalah untuk mendukung kegiatan operasional Pertamina di samping mendukung filosofi bahwa kinerja karyawan dan karyawati hanya akan baik bila kondisi kesehatan mereka mendapat perhatian yang baik pula. Sebagai rumah sakit yang termoderen dengan peralatan medis yang canggih pada saat itu, RSPP juga ingin memberikan jaminan layanan kesehatan paripurna kepada karyawan dan karyawati Pertamina beserta keluarganya, para kontraktor asing, korps diplomatik negara sahabat dan masyarakat umum. Pada awalnya pelayanan rawat inap RSPP memiliki kapasitas kurang lebih sekitar 200 tempat tidur dengan didukung pelayanan andalan tujuh jenis spesialisasi, yaitu Bedah, Bedah Syaraf, Kesehatan Anak, Penyakit Dalam,
50
51 Kebidanan dan Penyakit Kandungan, THT, Penyakit Jiwa dan Penyakit Syaraf. Pelayanan tersebut mulai berjalan secara resmi pada tanggal 6 Januari 1972. Tahun 1975 kegiatan Unit Hemodialisa diresmikan, dan selanjutnya dilengkapi dengan Bagian Patologi. Untuk menjadikan RSPP sebagai rumah sakit bertaraf internasional dengan fasilitas modern, dilakukan berbagai pengembangan sarana medis maupun fisik RSPP antara lain dengan dibangunnya Unit Luka Bakar (1980), pengoperasian Unit CT Scan (1982), dan USG (1984). Dengan semakin tingginya tingkat kunjungan pasien maka untuk meningkatkan layanan medis dilakukan perluasan poliklinik dan ruang rawat inap dengan mendirikan gedung B (1996). Fasilitas Ruang CSSD juga dibangun untuk mendukung kegiatan di ruang bedah (OK). Selain itu dibangun pula ruang perawatan khusus IMC dengan pengadaan alat Lithostar. Upaya peningkatan mutu sumber daya manusia tidak dilupakan dengan meningkatkan pendidikan SPR menjadi SPK (Sekolah Perawat Kesehatan) pada tahun 1983. Pada tahun 1997, RSPP memperoleh akreditasi penuh dari Departemen Kesehatan RI. Berbagai penghargaan juga diterima oleh RSPP, antara lain juara ke I RS Sayang Bayi untuk tingkat DKI (1995), juara ke II RS Sayang Bayi untuk tingkat nasional (1995), juara ke II tingkat nasional untuk Penampilan Kinerja Terbaik RS Umum kelas B Non Pendidikan (1998). Pada 4 November 1997 dibentuk PT. RSPP sebagai anak perusahaan Pertamina yang mengelola rumah sakit atau poliklinik mampu mandiri yaitu RSPP, RSPJ, Layanan Kesehatan Jakarta, RSP Klayan, RSP Balikpapan, RSP
52 Tanjung dan RSP Prabumulih. Direktur Utama PR. RSPP dan Direktur Utama Pertamina telah melaksanakan penandatanganan Surat Perjanjian Alih Kelola Layanan Kesehatan antara Pertamina dan PT. RSPP No. SPK-1853/C0000/97-B1 pada tanggal 31 Desember 1997 dan Addendum No. 792/C0000/99-S8 pada tanggal 12 Juli 1999. Berdasarkan surat perjanjian tersebut maka seluruh asset RSPP, yang bernaung di bawah anak perusahaan Pertamina, PT. RSPP, tetap merupakan milik Pertamina, sebelum mendapat ijin pengalihan kepemilikan atas asset tersebut dari Menteri Keuangan sebagai penyertaan modal pertama kepada PT. RSPP.
Pada
tanggal
1
April
1999
PT.
RSPP
telah
memulai
operasionalnya. Namun dengan diberlakukannya UU Migas No. 8 tahun 2001, akan terjadi perubahan yang cukup besar dalam status karyawan RSPP. Berdasarkan UU tersebut semua anak perusahaan Pertamina yang tidak berhubungan dengan minyak akan dilepaskan oleh Pertamina, dan itu termasuk PT. RSPP. Implikasinya adalah seluruh karyawan RSPP yang selama ini 30% nya merupakan karyawan Pertamina akan dilepaskan sehingga seluruhnya merupakan karyawan PT. RSPP. Saat ini RSPP termasuk rumah sakit kelas B (non pendidikan) yaitu rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurangkurangnya 11 spesialistik terbatas. Beberapa direktur yang pernah menjabat di RSPP adalah dr. Odon,
dr. Amino, dr. A.B. Ghifari, dr. Sugito, Prof. dr.
Satyanegara, MD, dr. Sudijono, dr. Ali Umar, dr. Suprijanto Rijadi, MPA, PhD. dan direktur RSPP yang saat ini menjabat adalah dr. Sutji A. Mariono, Sp.P.
53 4.1.1.2. Landasan Operasional RSPP 4.1.1.2.1. Filosofi !
Mengharuskan untuk selalu menjunjung tinggi nilai luhur etika profesi yang mengutamakan kepentingan pasien.
!
Primun non nocere yaitu menghindari terjadinya tambahan beban penderitaan pasien yang diusahakan dengan mengatasinya dengan sungguh-sungguh.
!
Kegiatan rumah sakit menjunjung tinggi etika rumah sakit Indonesia.
!
Memberikan pelayanan kesehatan yang lebih ramah dan berorientasi kepada pelayanan dan kepuasan pelanggan.
!
Menumbuhkan budaya kerja yang berorientasi ke arah profit hospital making dengan ditunjang oleh pegawai rumah sakit yang berjiwa wira usaha.
4.1.1.2.2. Visi Menjadi rumah sakit yang mandiri, efektif, efisien dan terbaik di Asia Tenggara.
4.1.1.2.3. Misi !
Mengelola rumah sakit, poliklinik dan fasilitas kesehatan lainnya secara mandiri, efektif dan efisien.
54 !
Memberikan jasa layanan kesehatan bagi pegawai perminyakan dan keluarganya, masyarakat luas yang berorientasi kepada kepuasan stakeholder (pelanggan, mitra kerja, pekerja dan pemegang saham).
!
Turut serta dalam program peningkatan taraf kesehatan masyarakat.
4.1.1.2.4. Tujuan !
Membentuk organisasi RS yang mantap dan mampu menjadi wadah yang kokoh untuk pengembangan rumah sakit sebagai lembaga sosio ekonomik.
!
Terlaksananya Sistem Manajemen Rumah Sakit yang mampu mendukung
penyelenggaraan
RS
yang
efektif,
efisien
dan
menguntungkan, sehingga tercapai kemandirian RS dan memberikan laba bagi pemegang saham. !
Menyediakan layanan kesehatan yang lengkap dan terlaksananya standar pelayanan bertaraf internasional serta produser tetap bagi setiap jenis pelayanan setara dengan standar rumah sakit terbaik di Asia Tenggara.
!
Meningkatkan kemampuan seluruh SDM rumah sakit untuk menjadi tenaga profesional di bidangnya, dan mau berperan secara aktif untuk mencapai visi rumah sakit malalui misi rumah sakit yang telah lama disepakati bersama.
55 !
Menyelenggarakan Sistem Informasi RS yang mampu mendukung manajemen RS dan tenaga professional, dalam upaya meningkatkan mutu layanan.
!
Terpenuhinya sarana dan prasarana guna memenuhi kebutuhan pelayanan.
!
Menjadi pusat rujukan bagi Rumah Sakit Pertamina yang tersebar di seluruh Indonesia dan rumah sakit lainnya serta tempat pendidikan dan latihan bagi tenaga dokter maupun tenaga kesehatan lainnya.
!
Mengoptimalkan aset kesehatan Pertamina melalui pengelolaan yang efektif, efisien dan menguntungkan serta melaksanakan peningkatan, pemanfaatan dan pengembangan asset kesehatan secara professional.
!
Mengembangkan rumah sakit/poliklinik sehingga menjadi unit usaha yang
sehat
dan
mempertahankan
mampu
menghasilkan
keberadaannya
dan
pendapatan
dapat
untuk
meningkatkan
kesejahteraan pekerja rumah sakit. !
Memenuhi kebutuhan akan layanan kesehatan bagi KIA, pensiunan Pertamina, mitra usaha dan masyarakat dengan berorientasi kepada kepuasan pelanggan tanpa harus mengorbankan profesi, peraturan dan etika kedokteran.
4.1.1.2.5. Sasaran !
Meningkatkan kerja rata-rata (ROI) setara dengan rumah sakit terbaik di Asia Tenggara.
56 !
Menurunkan biaya sebesar 20% (terutama biaya tidak langsung).
!
Meningkatkan kepuasan pemegang saham .
!
Meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan karyawan.
!
Meningkatkan nilai pemegang saham.
4.1.1.2.6. Fungsi !
Menyelenggarakan pelayanan medis.
!
Menyelenggarakan pelayanan medis penunjang dan non medis.
!
Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan.
!
Sebagai rumah sakit rujukan tertinggi untuk seluruh Rumah Sakit Pertamina di unit/pos kesehatan.
!
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi dokter sarjana kesehatan lainnya dan tenaga kesehatan.
!
Menyelenggarakan penelitian dang pengembangan.
!
Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.
!
Melakukan fungsi pemasaran.
4.1.1.2.7. Struktur Organisasi Struktur organisasi RSPP dikembangkan dengan berlandaskan pada prinsip pembagian tugas yang menyerap dan memenuhi semua kegiatan dan kebutuhan operasional rumah sakit serta sinkronisasi antara satuan kerja yang ada dan tetap memperhatikan adanya unity of command dan memenuhi persyaratan bagi keperluan akreditasi rumah sakit.
57 RSPP dipimpin oleh Direktur yang dibantu oleh Wakil Direktur Pelayanan Medis dan Wakil Direktur Keuangan dan Umum. Organisasi RSPP secara garis besar dapat dikelompokkan dalam bidang pelayanan medis, keperawatan serta bidang keuangan, bidang umum, instalasi, LK3RS, pemasaran, TQM dan komite medis. Struktur organisasi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran A
4.1.1.3. Fasilitas Pelayanan 4.1.1.3.1. Fasilitas Pelayanan Medis 4.1.1.3.1.1. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Fasilitas IGD terdiri dari 11 unit ambulance layanan penjemputan pasien di pelabuhan udara serta helipad untuk pendaratan helikopter yang mengangkut pasien-pasien gawat darurat dari area pengeboran minyak lepas pantai.
4.1.1.3.1.2. Pelayanan Pasien Rawat Jalan Instalasi Rawat jalan mencakup hampir semua jenis spesialisasi dalam ilmu kedokteran. Poliklinik-poliklinik di RSPP berjumlah 21 poliklinik, masingmasing dipegang oleh seorang dokter spesialis sebagai penanggung jawabnya. Beberapa poliklinik juga dibuka di malam hari. Poliklinik-poliklinik yang ada di RSPP adalah sebagai berikut: Poliklinik Umum untuk karyawan/karyawati RSPP, Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Penyakit Jantung, Poliklinik Penyakit Paru, Poliklinik Gigi dan Bedah Mulut, Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Poliklinik Kesehatan Anak, Poliklinik Bedah Umum, Poliklinik Urologi, Poliklinik Bedah Tulang, Poliklinik Bedah Plastik, Poliklinik Bedah Tumor,
58 Poliklinik Kardiovaskular, Poliklinik Bedah Syaraf, Poliklinik Penyakit Syaraf, Poliklinik Penyakit mata, Poliklinik Akupunktur, Poliklinik Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan, Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin, Poliklinik Psikiatri dan Psikologi dan Poliklinik Gizi.
4.1.1.3.1.3. Pelayanan Pasien Rawat Inap Semula RSPP mempunyai kapasitas tempat tidur sebanyak 333 tempat tidur. Saat ini yang berfungsi sebanyak 476 tempat tidur yang meliputi perawatan umum dan perawatan khusus (ICU, Instalasi Luka Bakar, Perawatan Ibu dan Anak) Tabel 4.1 Jumlah Tempat Tidur Berdasarkan Kelas Perawatan Di RSPP Tahun 2003 No.
Kelas
Jumlah Tempat Tidur
1.
President Suite
2
2.
VVIP
3
3.
VIP
16
4.
I Anak
11
5.
IA
57
6.
IB
31
7.
II
156
8.
III
144
9.
Incubator
10
10.
Luka Bakar
8
11.
Ruang Bayi
10
12.
Stroke Unit
6
13.
ICU A
13
14.
ICU B
9
Total
476
Sumber : Administrasi Medis RSPP
59 4.1.1.3.1.4. Pelayanan Penunjang Lain Selain ketiga pelayanan diatas, RSSP juga memiliki beberapa fasilitas pelayanan penunjang lainnya, yaitu : 1. Kamar Operasi 2. CSSD (Central Sterilization System Department) 3. Bagian Jantung 4. Ruang ICU dan IMC 5. Instalasi Luka Bakar 6. Fasilitas
Penunjang
Medis,
meliputi
Radiologi,
Radioterapi,
Kedokteran Nuklir, Laboratorium Klinik, Laboratorium patologi dan sitologi, Unit Rehabilitasi Medik.
4.1.1.3.2. Fasilitas Non Medis Fasilitas non medis sebagai penunjang operasional RSPP, yaitu : 1. Power plant (Pembangkit Tenaga Listrik) 2. Sistem komunikasi 3. Sistem informasi 4. Sumber air 5. Helipad 6. Unit Kebakaran dan Keselamatan 7. Unit pengolahan limbah
60 4.1.1.4. Jumlah Pasien Rawat Jalan dan Rawat Inap Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah pasien rawat jalan pada tahun 2002 mengalami kenaikan sebesar 1,43 % ditahun 2003. Demikian pula terjadi kenaikan jumlah pasien rawat inap dari tahun 2002 sebesar 4,12% ditahun 2003. Tabel 4.2 berikut menggambarkan secara rinci jumlah pasien di rawat jalan dan rawat inap berdasarkan status pasien.
Tabel 4.2 Jumlah Pasien RSPP Tahun 2002 dan 2003 Berdasarkan Status Pasien No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Status Pasien Pertamina Pensiunan Jaminan non Pertamina Tunai Anak Perusahaan PT. Pertamedika Civic Mission Total
2002 52.915 83.277 27.954 84.161 14.594 28.016 226 291.143
Pasien Rawat Jalan % 2003 18,17 48.822 28,60 87.676 9,60 26.349 28,91 3,63 9,26 5,00
87.060 13.499 31.580 324 295.310
% 16,50 29,70 8,90
2002 2.882 2.816 4.230
29,50 4,60 10,70 0,10
5.499 856 626 103 17.012
Pasien Rawat Inap % 2003 16,94 2.979 16,55 3.282 24,86 4.220 32,32 5,00 3,68 0,61
5.590 744 816 82 17.713
Sumber : Administrasi Medis RSPP
4.1.1.5. Keuangan 4.1.1.5.1. Sistem Penggajian Sistem penggajian yang dilakukan di RSPP ditentukan berdasarkan masa kerja dan tingkat golongan pegawai. Untuk masa kerja dimulai dari 0 tahun – 34 tahun dan golongan dibagi menjadi 11 tingkat, yaitu golongan 1 sebagai golongan terendah, golongan 2A, golongan 2B, golongan 3A, golongan 4A, golongan 4B, golongan 5, golongan 6, golongan 7 dan yang tertinggi adalah golongan 8. Bagi
% 16,80 18,50 23,8 31,60 4,20 4,60 0,50
61 perawat dan dokter ruangan, diberlakukan penambahan diluar gaji pokok berupa uang shift dan lembur. Lampiran A menggambarkan secara rinci sistem penggajian di RSPP.
4.1.1.5.2. Laporan Keuangan 4.1.1.5.2.1. Laporan Laba Rugi Berdasarkan laporan laba/rugi tahun 2003, PT. RSPP mengalami penurunan penghasilan sebesar 48,62 % dari penghasilan di tahun 2002. Laporan laba/rugi tahun 2002 dan 2003 dapat dilihat di lampiran A.
4.1.1.5.2.2. Laporan Neraca Komperatif Berdasarkan laporan neraca komperatif tahun 2002 dan 2003, PT. RSPP mengalami kenaikan sumber aset dan sumber pembiayaan sebesar 1,8 % di tahun 2003. Neraca komperatif secara detail dapat dilihat pada lampiran A.
4.1.1.6. Sumber Daya Manusia (SDM) 4.1.1.6.1. Data Pegawai Jumlah SDM yang bekerja di RSPP berdasarkan data tahun 2003 adalah 1137 orang. Sumber Daya Manusia RSPP terdiri dari 2 jenis kepegawaian yaitu Pegawai Perbantuan (pegawai PT. Pertamina yang diperbantukan di RSPP) dan pegawai RSPP (pegawai yang direkrut oleh RSPP). Deskripsi SDM RSPP tahun 2000 dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini.
62
Tabel 4.3 Daftar Pegawai RSPP Berdasarkan Pendidikan Tahun 2003 No 1 2 3 4 5
Jenis Pendidikan Medis Dokter Paramedis Perawatan Paramedis Non Perawatan Kefarmasian Non Medis Total
Jumlah Pekerja Perbantuan RSPP 54 71 243 324 30 43 14 46 86 226 427 710
Jumlah 125 567 73 60 312 1137
Sumber : Administrasi Medis RSPP
4.1.1.6.2. Jenjang Karir Pegawai RSPP memiliki proyeksi jenjang karir untuk pegawainya, dimana proses kenaikan tingkat golongan berdasarkan pada tingkat pendidikan, usia serta masa kerja. Sebagai contoh seorang perawat junior yang baru lulus Akademi Perawat (Akper), pada awalnya akan dikategorikan pada golongan 2B dan bila proyeksi kenaikannya normal, dia akan berada di golongan 6 pada usia 54 tahun. Bagi para perawat yang nantinya akan memulai karir kepegawaiannya di unit bisnis home care, proses jenjang karir mereka akan tetap mengacu pada proyeksi jenjang karir pegawai RSPP, seperti yang terlihat pada lampiran A.
63 4.1.1.7. Survey Responden Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Wilayah Tempat Tinggal Di RSPP Tahun 2004 Wilayah
N
%
Jakarta Pusat
3
3.1
Jakarta Selatan
45
46.9
Jakarta Barat
2
2.1
Jakarta Timur
15
15.6
Jakarta Utara
4
4.2
Botabek
27
28.1
Total
96
100.0
Missing
1
Dari tabel 4.4 terlihat bahwa untuk wilayah Jakarta, sebagian besar responden berada di wilayah Jakarta Selatan sebesar 46.9 % diikuti dengan Jakarta Timur sebesar 15.6 % sedangakan untuk wilayah Botabek sebesar 28.1 %.
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSPP Tahun 2004 Tingkat Pendidikan
N
%
SMP
4
4,1
SMA
41
42,3
Diploma
26
26,8
Strata-1
21
21,6
Strata-2
3
3,1
Lain-Lain
2
2,1
Total
97
100
64 Untuk tingkat pendidikan hampir sebagian yakni 42.3 % berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, untuk tingkat pendidikan Diploma dan Strata 1 masing-masing 26.8 % dan 21.6 %.
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di RSPP Tahun 2004 Umur (thn)
N
%
<= 30
15
15,5
31-40
3
3,1
41-50
23
23,7
>50
56
57,7
Total
97
100
Mean
51
Rata-rata umur responden adalah 51 tahun. Sebagian besar responden berusia lebih dari 50 tahun yaitu sebesar 57.7 %, sedangkan sebanyak 23 orang atau 23.7 % berada pada kelompok umur 41 sampai dengan 50 tahun.
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Pekerjaan di RSPP Tahun 2004 Pekerjaan
N
%
PNS
4
4,1
Swasta
14
14,4
BUMN
15
15,5
Wiraswasta
5
5,2
Ibu Rumah Tangga
34
35,1
Pensiunan
20
20,6
Lain-lain
5
5,2
Total
97
100
65 Terlihat bahwa sebesar 35.1% merupakan Ibu Rumah Tangga sedangkan 20.6% adalah Pensiunan. Untuk responden yang bekerja di sector Swasta, BUMN masing sebesar 14.4%, 15.5% sedangkan untuk PNS hanya 4.1 %.
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Penghasilan di RSPP Tahun 2004 Penghasilan
N
%
< 1 Juta
25
25,8
1-2,5 Juta
38
39,2
3-4,5 Juta
21
21,6
> 5 Juta
13
13,4
Total
97
100
Untuk responden yang memiliki penghasilan 1 juta sampai dengan 2,5 juta sebesar 39.2%, sebanyak 25.8 % responden berpenghasilan dibawah 1 juta. Untuk yang berpenghasilan lebih dari 5 juta sebanyak 13 orang atau 13.4%.
66
Lain-lain 16.00 / 16.5% Pribadi/Tunai 31.00 / 32.0%
Asuransi 2.00 / 2.1% Tanggungan Perusahaa 48.00 / 49.5%
Gambar 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Cara Pembayaran di RSPP Tahun 2004
Reponden yang berobat ke RSPP sebanyak 49.5% melakukan pembayaran dengan tanggungan Pertamina sedangkan yang melakukan pembayaran secara pribadi sebasar 32%.
67 4.1.1.8. Pengetahuan Produk
pernah 47.4% belum pernah 52.6%
Gambar 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Informasi Home Care di RSPP Tahun 2004
Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Home Care di RSPP Tahun 2004 Sumber Informasi Teman Keluarga Media masa Lain-lain Total Missing
N 12 4 21 9 46 51
% 26.1 8.7 45.7 19.6 100.0
Sebagain responden, yaitu sebesar 52,6% tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan home care. Sedangkan sumber informasi mengenai home care sebesar 45.7% berasal dari media masa baik itu televisi, koran atau majalah, sedangkan sebesar 26.1% mendapatkan informasi dari teman.
68 4.1.1.9. Permintaan
tidak 22.00 / 22.7%
ya 75.00 / 77.3%
Gambar 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Menggunakan Home Care di RSPP Tahun 2004
Sebagian besar responden menyatakan bersedia menggunakan pelayanan Home Care yaitu 77.3% sedangkan yang tidak bersedia sebanyan 22 responden atau sebanyak 22.7%.
69
Missing 6.2%
ya 44.3%
tidak 49.5%
Gambar 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Menggunakan Home Care Dengan Pembiayaan Tidak Ditanggung di RSPP Tahun 2004
Untuk pembayaran yang tidak ditanggung oleh perusahaan, sebanyak 48 orang atau 52.7% tidak bersedia menggunakan sedangkan yang tetap bersedia untuk menggunakan sebanyak 47.3%.
70
Missing 4.1% > 300 ribu 1.0% 201-300 ribu 12.4% <100 ribu 4.1%
100-200 ribu 78.4%
Gambar 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar Pelayanan Home Care di RSPP Tahun 2004
Sebanyak 76 responden atau 81.7% menyatakan harga yang rasional untuk pelayanan Home Care berkisar 100 ribu sampai dengan 200 ribu rupiah.
71
tidak 41.00 / 42.3%
ada 56.00 / 57.7%
Gambar 4.6 Persepsi Responden Tentang Home Care Ada Dokter dan Perawat Berkunjung ke Rumah
Berdasarkan persepsi responden tentang tenaga medis yang melayani home care, 57.7% atau 56 dari responden menyatakan ada dokter bersama perawat yang berkunjung ke rumah. Hasil ini akan menjadi acuan untuk penentuan jumlah tenaga medis yang akan melayani pasien ke rumah-rumah.
72 Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Tentang Pelayanan Home Care di RSPP Tahun 2004 Pengetahuan Tentang Home Care
Tingkat Pendidikan Total SMA
Diploma
S1
S2
Lain-lain
Tahu
21 (21.6%)
12 (12.4%)
9 (9.3%)
3 (3.1%)
1 (1.0%)
46 (47.4%)
Tidak Tahu
20 (20.6%)
14 (14.4%)
12 (12.4%)
-
5 (5.2%)
51 (52.6%)
Total
41 (42.3%)
26 (26.8%)
21 (21.6%)
3 (3.1%)
6 (6.2%)
97 (100.0%)
Berdasarkan tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang home care, untuk tingkat pendidikan SMA terlihat bahwa sebesar 21.6% mengetahui apa yang dimaksud dengan home care, sedangkan untuk tingkat diploma, S1 terlihat lebih banyak persentase responden yang tidak mengetahui apa itu home care masing-masing sebesar 14.4%, 12.4% .
Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur dan Kesediaan Menggunakan Pelayanan Home Care di RSPP Tahun 2004
Kelompok Umur
Kesediaan Penggunaan Pelayanan Home Care Ya Tidak
Total
<= 30
10 (10.3%)
5 (5.2%)
15 (15.5%)
31-40
1 (1.0%)
2 (2.1%)
3 (3.1%)
41-50
17 (17.5%)
6 (6.2%)
23 (23.7%)
>50
47 (48.5%)
9 (9.3%)
56 (57.7%)
Total
75 (77.3%)
22 (22.7%)
97 (100.0%)
73 Berdasarkan kelompok umur dan kesediaan penggunaan pelayanan home care terlihat bahwa responden dengan kelompok umur lebih dari 50 tahun sebagian bersedia menggunkan pelayanan home care, yaitu sebesar 48.5%, sedangkan untuk responden pada kelompok umur 41-50 tahun sebesar 17.5% dan untuk responden dengan kelompok umur kurang atau sama dengan 30 tahun hanya sebesar 10.3% yang bersedia menggunakan home care. 40
30
Jumlah responden
20
10
kesediaan penggunaan ya tidak
0 < 1 juta
1-2,5 juta 3 - 4,5 juta
> 5 juta
penghasilan per bulan
Gambar 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan dan Kesediaan Menggunakan Pelayanan Home Care di RSPP Tahun 2004
Berdasarkan penghasilan per bulan dan kesediaan responden untuk menggunakan home care terlihat sebanyak 33.0% bersedia menggunakan pelayanan home care adalah responden yang memiliki penghasilan rata-rata 1 juta
74 sampai dengan 2.5 juta per bulan. Untuk yang berpenghasilan kurang dari satu juta sebanyak 19.6% dan untuk yang berpenghasilan 3-4.5 juta dan lebih dari 5 juta masing-masing sebesar 13.4% dan 11.3%.
40
30
Jumlah Responden
20
kesediaan penggunaan
10
ya tidak
0 a ar ut rta ka Ja n i -la in la si ka g be an r er u ng m ta Ti rta at r ka Ja Ba n rta ta ka ela Ja S rta at s Pu Ja
Ja
ka
ka
rta
wilayah tempat tinggal responden Gambar 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Wilayah dan Kesediaan Menggunakan Pelayanan Home Care di RSPP Tahun 2004
Sebagian
besar
responden
yaitu
sebesar
37.5%
yang
bersedia
menggunakan pelayanan home care berada pada wilayah Jakarta Selatan, untuk
75 Jakarta timur 11.5%. Sedangkan untuk wilayah Bogor, Tangerang dan Bekasi sebesar 20.8%.
50
40
Jumlah Responden
30
20
kesediaan penggunaan 10 ya 0
tidak Pribadi/Tunai
Tanggungan Perusahaa Asuransi
Lain-lain
cara pembayaran yang dilakukan
Gambar 4 9 Distribusi Responden Berdasarkan Cara Pembayaran dan Kesediaan Menggunakan Pelayanan Home Care di RSPP Tahun 2004
76 Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Cara Pembayaran dan Pemilihan RSPP Untuk Berobat Tahun 2004 Cara Pembayaran
Apakah selalu ke RSPP Ya
Pribadi Non Pribadi Total
Total
Tidak
20 (20.6%) 11 (11.3%) 31 (32.0%) 40 (41.2%) 26 (26.8%) 66 (68.0%) 60 (61.9%) 37 (38.1%) 97 (100.0%)
Pada gambar 4.9 sebagian besar responden yang bersedia menggunakan pelayanan home care membayar biaya pengobatan di RSPP secara non pribadi atau dengan menggunakan asuransi atau tanggungan dari perusahaan tempat mereka bekerja sebanyak 53 responden atau sebesar 54.6%, untuk yang membayar pribadi sebesar 22.7%. Selain itu, pada tabel 4.12 terlihat sebesar 41.2% responden yang membayar non pribadi selalu datang untuk berobat ke RSPP, dan yang membayar pribadi sebesar 20.6%
Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Cara Pembayaran dan Kesediaan Penggunaan Home Care Jika Tidak Ditanggung Tahun 2004 Cara Pembayaran
Kesediaan Penggunaan Ya
Total
Tidak
Pribadi
18 (19.8%) 9 (9.9%)
27 (29.7%)
Non Pribadi
25 (27.5%) 39 (42.9%) 64 (70.3%)
Total
43 (47.3%) 48 (52.7%) 91 (100.0%)
77 Jika biaya home care tidak ditanggung oleh pihak pertamina, asuransi maupun perusahaan, responden dengan cara pembayaran non pribadi yang bersedia menggunkan pelayanan home care sebesar 42.9% sedangkan untuk yang membayar secara pribadi sebesar 9.9%.
4.2. Pembahasan 4.2.1. Penilaian Eksternal 4.2.1.1. Five Driving Forces Kompetisi dalam suatu industri berakar pada struktur ekonomi yang menuju pada perilaku dari para pesaing dalam indutri tersebut. Kompetisi ini bergantung pada lima kekuatan yang digambarkan oleh Porter (1980) dalam Five Forces Model.
4.2.1.1.1. Ancaman Masuknya Pesaing Ancaman dari masuknya pesainsg bergantung pada “Penghalang untuk Masuk” (barriers to entry) yang ada dan dari reaksi pesaing yang telah bermain dimana akan menciptakan “standar” bagi peserta yang akan masuk (Porter, 1980, p7).
4.2.1.1.1.1. Penghalang Untuk Masuk Pelayanan home care di Jakarta yang sedang di kaji untuk RSPP, apabila dilihat jumlah pemain yang ada bisa dibilang sedikit, karena hanya baru beberapa
78 Rumah Sakit yang mengadakan dan ini tersebar di tempat yang saling berjauhan, yakni RS Kanker Dharmais, RS International Bintaro, RS Carolus dan RS MMC dimana untuk RS MMC hanya untuk pasien yang berobat di MMC. Jadi bisa dibilang hanya RS Kanker Dharmais, RS Carolus, dan RS Interantional Bintaro yang ada sebagai pemain, tetapi bisnis ini jika dilihat dari RS yang telah menawarkan jenis pelayanan home care ini, mempunyai penghalang yang cukup tinggi karena berasal dari RS yang sudah punya “nama”. Maka dari itu home care di RSPP akan sangat berpeluang untuk masuk pada pelayanan ini, dimana bisa berbagi “brand image” dengan RSPP yang memang telah dikenal sebagai salah satu rumah sakit terbaik, sehingga akan menambah intangible value bagi unit pelayanan home care.
Tabel 4.14 Kompetitor Untuk Layanan Home Care Berdasarkan Wilayah Kompetitor RS Carolus RS Bintaro Internasional RS Dharmais RS MMC
Wilayah Jakarta Pusat Jakarta Selatan Jakarta Barat Jakarta Selatan
4.2.1.1.1.2. Perbedaan Produk (Product Differentiation) Pelayanan Home Care kalau dilihat dari jenis perawatan yang diberikan dibagi dua, yaitu per kunjungan (in-house visit) dan menunggu pasien (overnight stay).
79
Tabel 4.15 Kompetitor Untuk Layanan Home Care Berdasarkan Jenis Pelayanan Kompetitor
Per Kunjungan (in-house visit) Ya
Menunggu Pasien (overnight stay) -
RS Dharmais
Ya
Ya
RS Bintaro Internasional
Ya
-
RS Carolus
Ya
-
RS MMC
Disini masih terlihat peluang bagi RSPP untuk mencoba menawarkan perawatan yang menunggu pasien (overnight stay). Jika dilihat dari calon pasien yang akan menggunakan pelayanan home care, beberapa rumah sakit mewajibkan untuk menjadi pasien di RS tersebut, yakni:
Tabel 4.16 Kompetitor Untuk Layanan Home Care Berdasarkan Status Pasien Kompetitor RS MMC RS Bintaro Internasional RS Dharmais RS Carolus
Apakah harus menjadi pasien RS terkait? Ya Ya Tidak Tidak
Untuk rumah sakit yang tidak mengharuskan pasien home care sebagai pasien rumah sakit yang bersangkutan, maka mereka diwajibkan untuk membawa memo rujukan dari rumah sakit yang merawat sebelumnya.
80
4.2.1.1.1.3. Biaya Perpindahan (Switching Cost) Switching Cost adalah biaya yang dikeluarkan hanya sekali yaitu pada saat pindah dari satu tempat ke tempat lain, untuk pelayanan home care biaya yang terukur adalah biaya administrasi, tetapi sebagai usaha jasa maka pelayanan home care mempunyai biaya yang sulit diukur yaitu kedekatan pasien dan perilaku pasien, dua hal yang sangat membantu dalam perawatan yang akan memberikan nilai kenyamanan bagi pasien dan ditambah dengan keahlian tim medis dalam menggunakan peralatan medis sehingga dapat memberikan rasa aman bagi pasien yang dirawat. RSPP dengan perawat yang sudah dikenal ramah dan murah senyum serta penggunaaan peralatan medis yang selalu mengikuti kemajuan teknologi, mempunyai peluang untuk pelayanan home care yang akan dinaungi nantinya mewarisi tradisi RSPP ini, dan akan menjadi “senjata” untuk menahan para pasien untuk tidak berpindah.
4.2.1.1.1.4. Akses Kepada Jalur Distribusi (Access to Distribution Channels) Yang dimaksud dengan access to distribution channel adalah akses kepada jalur distribusi, untuk RSPP sudah tersedia jalur distribusi yang dapat digunakan untuk mengambil calon pengguna home care lebih banyak yakni melalui Poliklinik Pertamedika, yang selain untuk menjangkau pasien yang berafiliasi dengan RSPP juga dapat digunakan oleh untuk umum.
81 4.2.1.1.1.5. Skala Biaya Mandiri yang Tidak Menguntungkan (Cost Disadvantage Independent of Scale) Yaitu nilai keuntungan yang tidak dapat ditiru oleh pemain lain. Pelayanan home care yang akan berada di bawah bendera RSPP mempunyai keuntungan yang mungkin tidak dipunyai RS lain, diantaranya: o Lokasi, lokasi RSPP yang mudah dijangkau dan telah dikenal luas oleh masyarakat adalah sebuah nilai strategis. o Pasien yang berobat, tercatat mantan Presiden Soeharto selalu rutin berobat ke RS ini, dan beberapa pejabat negara disebutkan juga rutin memeriksakan kesehatannya di RSPP. Semuanya ini menambah catatan bahwa RSPP adalah rumah sakit yang dapat dipercaya untuk pelayanan kesehatan, catatan ini akan menambah nilai bagi unit pelayanan home care yang akan dijalani. o Kurva pembelajaran dan pengalaman, dengan pengalaman yang bertahuntahun dan berkelanjutan menjadikan RSPP sebagai RS yang professional, dan ini akan juga tercermin dalam unit-unit yang ada dibawahnya. o Kebijakan Pemerintah, walaupun untuk saat ini kebijakan resmi dari pemerintah untuk unit pelyanan home care belum ada, tetapi pemerintah mempunyai aturan bahwa segala unit pelayanan kesehatan harus berada di bawah RS. Hal ini akan membatasi bahwa pemain yang akan ada hanya berasal dari rumah sakit.
82 4.2.1.1.2. Persaingan diantara Para Pesaing Perasingan timbul karena satu atau lebih pesaing merasakan tekanan atau melihat suatu kesempatan untuk meningkatakan posisi. Bentuk persaingan, kecuali persaingan harga, sangatlah tidak stabil dan sangat memungkinkan untuk memiskinkan industri keseluruhan dari titik keuntungan. Peta persaingan yang ada pada pelayanan home care mempunyai entry barrier yang tinggi (adanya peraturan pemerintah dan “nama” dari RS yang menaungi) dan exit barrier yang rendah (karena sifat dari pelayanan home care yang masih menjadi unit dari RS) menjadikan pelayanan home care berada pada posisi sebagai berikut:
Tabel 4.17 Posisi Pelayanan Home Care pada Peta Persaingan Exit Barrier Low
High
Low
Low, Stable returns
Low, Risky returns
High
High, stable returns
High, Risky returns
Entry Barrier
Karena pada kuadran yang di arsir menjadikan karakteristik bisnis home care nantinya akan tersaring hanya menjadi pemain yang terpilih saja. Karena pesaing yang tidak berhasil akan segera meninggalkan pelayanan ini sedangkan yang ingin masuk tidak mudah. Kesimpulannya bisa dibilang berada pada posisi sedang (moderate).
83 4.2.1.1.3. Tekanan dari Pelayanan Pengganti Semua perusahaan dalam industri berkompetisi dengan industri yang menghasilkan barang pengganti. Barang pengganti
membatasi pengembalian
potensial dari industri dengan menempatakan batas tertinggi harga yang diberikan oleh perusahaan yang masih dianggap menguntungkan. Semakin menarik harga alternatif yang
ditawarkan oleh barang pengganti maka semakin kuat akan
menutup keuntungan yang didapat oleh industri. Untuk pelayanan home care yang berada di bawah Rumah Sakit untuk saat ini mempunyai pelayanan pengganti yaitu pelayanan home care yang dilakukan secara pribadi oleh perawat-perawat yang menangani pasien tersebut. Tetapi pelayanan pribadi ini bisa dikatakan sangat kecil untuk mengancam, karena sejauh ini kegiatan tersebut belum terorganisir dengan resmi dan rapih.
4.2.1.1.4. Kekuatan Tawar Pembeli Para pembeli/konsumen bersaing dengan industri dengan memaksa penurunan harga, menawar dengan meminta kualitas yang lebih serta pelayanan yang lebih, dan seringkali membuat persaingan antar pemain di industri tersebut. Berdasarkan tingkat pemahaman tentang home care, keterbatasan menggunakan pelayanan home care bagi para pasien dan kebutuhan akan pelayanan home care, maka alasan-alasan berikut menjadikan kekuatan tawar dari pembeli sangat rendah, yaitu:
84 o kesediaan pasien untuk menggunakan layanan ini sangat tinggi, sedangkan o tingkat pengetahuan tentang pelayanan home care masih sangat rendah, dan o
institusi yang menyediakan belum banyak Apabila pengguna home care semakin bertambah secara signifikan maka
penting untuk diperhatikan mengenai pelayanan tambahan yang harus dipersiapkan oleh penyedia home care. Jika nantinya RSPP akan menerapkan dua layanan yaitu, in-house visit dan over night stay, maka akan sangat menguntungkan untuk beberapa tahun kedepan. Hal ini disebabkan sedikitnya rumah sakit penyedia layanan yang menawarkan pelayanan over night stay. Dengan demikian, untuk saat ini kekuatan tawar pembeli masih cukup rendah.
4.2.1.1.5. Kekuatan Tawar Pemasok Pemasok barang bisa menggunakan kekutan tawar melalui perananannya dengan mengancam untuk menaikkan harga ataupun menurunkan kualitas barang yang dikirm. Kekuatan ini bisa menekan keuntungan sampai level dimana industri tidak mampu lagi menutupi peningkatan biaya untuk harga produk yang akan dihasilkan. Unit pelayanan home care yang masih dibawah RSPP dapat terhindar dari tekanan yang ditimbulkan oleh pemasok, karena posisi RSPP yang kuat terhadap para pemasok, sehingga tekanan ini bisa dibilang rendah. Berdasarkan hasil dari analisis faktor eksternal ini, maka bisnis pelayanan home care ini memungkinkan untuk dijalankan oleh pihak RSPP. Berikut
85 gambaran singkat mengenai hasil analisis menggunakan metode Five Driving Forces :
POTENTIAL ENTRANTS - LOW
Threat of new entrants
Bargaining power of suppliers
Industry competitors
SUPPLIERS - LOW
Rivalry Among Existing Firms MODERATE
Bargaining power of buyers BUYERS LOW
Threat of substitute products or services SUBSTITUTES - LOW
Gambar 4.10 Five Driving Forces
4.2.2. Pemasaran 4.2.2.1. Pengembangan Home Care Sebagai Produk Baru Dalam mengembangkan sebuah konsep untuk sebuah produk atau pelayanan baru diperlukan sebuah “ide produk” (product idea).
Ide produk
merupakan “sebuah konsep dimana produk atau jasa memungkinkan untuk ditawarkan pada pasar” (Kotler, 2003, p359). Ide produk ini dapat dikembangkan
86 dalam beberapa konsep.
Selain itu terdapat beberapa pertanyaan yang harus
dijawab antara lain: “produk apa yang akan dihasilkan, siapa yang akan menggunakan produk ini, dan kapan orang akan mengkonsumsi produk ini” (Kotler, 2003, p359). Pelayanan home care dapat dikategorikan untuk beberapa jenis pelayanan antara lain: 1. Skilled Care, pelayanan ini dilakukan dengan pengawasan langsung dari tenaga medis yaitu dokter, pelayanan ini diberikan oleh tenaga kesehatan yang professional seperti perawat dan terapis. 2. Home Support Services, yang termasuk dalam pelayanan ini antara lain membersihkan rumah dan menyediakan makanan bagi pasien. 3. Combination Care, pelayanan ini merupakan pelayanan kombinsai yang disediakan oleh sebuah tim termasuk tim medis, perawat dan terapis. Tim ini yang akan menentukan rencana perawatan yang sesuai bagi kebutuhan pasien. (MayoClinic. [no date]. Home Care. [Online] In MayoClinic. Available: http://www.mayoclinic.com/invoke.cfm?objectid=22E0AB43-3841-4B0FB259E83E00A5B6A0 [2004, Januari 22]). Untuk pelayanan home care yang akan dikembangkan oleh RSPP lebih dikonsentrasi kan pada tipe pelayanan Skilled Care dimana pelayanan yang akan diberikan akan dilakukan oleh tim medis yaitu dokter, perawat dan tenaga terapi. Ada beberapa pertimbangan mengapa RSPP dirasakan tepat untuk memilih jenis pelayanan tersebut. Pertama, berdasarkan hasil penelitian ditemui sebesar 57,7% responden mempersepsikan bahwa bentuk pelayanan home care adalah pelayanan
87 di rumah dimana dokter, perawat dan tenaga medis lain datang ke rumah pasien dan memberikan pelayanan medis. Kedua, sebagai produk baru yang akan dikembangkan, menurut Kotler (2003) dalam bukunya Marketing Management diperlukan adanya pengorganisasian untuk memasarkan produk baru antara lain produk baru tersebut dapat dikenalkan dalam waktu lima tahun. Jika pelanggan sudah lebih mengenal suatu produk maka dapat lebih mudah untuk memperkenalkan produk tersebut pada pasar terutama untuk pasar yang potensial.
4.2.2.2. Segmentasi Pelanggan Kotler mangklasifikasikan beberapa variable segmentasi, antara lain berdasarkan beberapa karakteristik pelanggan, antara lain: geografi, demografi, dan perilaku. Selain itu proses segmentasi dapat juga dilihat dari segmentasi berdasarkan kebutuhan (Needs-Based Segmentation)
4.2.2.2.1. Segmentasi Demografi Faktor demografi dapat diartikan sebagai ukuran populasi, distribusi dan struktur dari populasi tersebut. Ukuran populasi merupakan jumlah individu yang berada dalam sebuah populasi, sementara struktur mendeskripsikan populasi dalam konteks umur, pendapatan, pendidikan dan pekerjaan. Distribusi dari populasi mendeskripsikan lokasi individu dalam konteks wilayah geografi. Masing-masing elemen dalam demografi berpengaruh terhadap perilaku konsumen dan secara keseluruhan berkontribusi untuk permintaan barang dan jasa (Hawkins, 2001).
88 Menurut Andersen & Newman (1973) dalam Algera, dkk. (2004), konsep yang dikembangkan berdasarkan Behavioural Model of Health Service Use menyatakan terdapat tiga hal yang merupakan faktor penentu dalam penggunaan fasilitas kesehatan, antara lain karakteristik pasien yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu predisposing characteristics seperti umur dan jenis kelamin yang kemungkinan berpengaruh dalam penggunaan fasilitas kesehatan; enabling resources atau kesempatan pasien untuk menggunakan fasilitas kesehatan seperti pendapatan, pendidikan dan jenis asuransi; need factors atau kebutuhan untuk menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini berkaitan dengan jenis penyakit yang diderita oleh pasien. Berdasarkan hasil penelitian mengenai karakteristik pasien, didapati hasil sebagai berikut:
rata-rata responden memiliki tingkat pendidikan menengah
keatas. Menurut Hawkins (2002) dalam buku Consumer Behaviour menyatakan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi cara berpikir seseorang dalam mengambil suatu keputusan untuk membeli suatu produk atau jasa (buying decision) . Menurut penelitian yang dilakukan oleh Scholte op Reimer (1999) dan De Haan, dkk. (1993) dalam Intergrative literature reviews and meta-analysis “Home care needs of patients with long-term conditions: literature review” menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan home care adalah tingkat pendidikan yang berhubungan dengan persepsi pasien terhadap status kesehatan mereka. Memposisikan usia secara tepat merupakan hal yang penting baik untuk berbagai macam produk atau jasa (Hawkins, 2002). Sebagian besar responden
89 merupakan pasien pada kelompok umur lebih dari lima puluh tahun. Responden yang berusia lebih dari 50 tahun dan bersedia menggunakan pelayanan home care sebesar 48,5% Dari sisi usia, menurut De haan, dkk. (1993) dan Freiman & Breen (1997) dalam Intergrative literature reviews and meta-analysis
menyatakan
bahwa terdapat kecenderungan bahwa semakin tua umur pasien maka mereka semakin membutuhkan dan menggunkan pelayanan home care. Beberapa fasilitas home care dikembangkan oleh para ahli sebagai rekan (partnership) bagi orangorang lanjut usia (Lansia).
Program tersebut dirancang untuk memfasilitasi
komunikasi sehari-hari sehingga dapat dipastikan mereka mendapatkan pelayanan yang berkesinambungan (Reed dan Stanley, 2002). Sebesar 39,2 % responden berada pada kelompok yang memiliki penghasilan per bulan sebesar 1- 2,5 juta. Dari penelitian yang dilakukan oleh Freiman & Breen (1997) didapati hubungan yang tidak signifikan antara pendapatan dengan penggunaan home care, tetapi ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa pasien yang memiliki pendapatan rendah dengan penyakit radang sendi lebih sering menggunakan fasilitas home care, hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Fleishman (1997) yang menyatakan tingkat pendapatan yang tinggi berhubungan dengan penggunaan pelayanan home care bagi mereka yang mengidap HIV positif.
4.2.2.2.2. Segmentasi Geografi Sebuah perusahaan dapat beroperasi di satu atau banyak lokasi, tetapi mereka harus memperhatikan variasi di daerah setempat (local variation).
90 Berdasarkan hasil studi sebagian besar responden bertempat tinggal di wilayah Jakarta Selatan yaitu sebesar 46,9% selebihnya terdistribusi di wilayah Jakarta Timur sebesar 15,6% dan Bogor, Tangerang dan Bekasi (Botabek) sebesar 28,1% Berdasarkan segmentasi geografi tersebut sebuah perusahaan dapat melihat informasi pelanggan, antara lain kesukaan pelanggan (customer preference), keinginan, saran pelanggan, serta perilaku pelanggan dalam mengkonsumsi produk (buying habits) (Kotler, 2003)
4.2.2.2.3. Segmentasi Perilaku Konsumen Segmentasi perilaku konsumen dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain : tingkat kesetiaan pelanggan (loyalty status), tingkat kesiapan (readiness status) dan sikap konsumen terhadap produk (attitude toward product). Menurut Oliver dalam Kotler, (2003) kesetiaan atau loyalitas didefinisikan sebagai komitmen yang tinggi dari konsumen dalam mengkonsumsi produk atau jasa yang mereka sukai. Berdasarkan hasil penelitian diketahui
responden (non-
tanggungan) yang selalu berkunjung ke RSPP sebesar 20,6% Selain itu responden yang merasa puas dan akan merekomendasikan pelayanan di RSPP baik pada keluarga dan teman sebesar 69,5% Salah satu sebab konsumen setia pada suatu produk antara lain dikarenakan image dari merek atau citra sebuah produk (brand image). Selama ini RSPP telah memiliki pandangan yang positif di masyarakat terutama untuk kualitas serta fasilitas pelayanan medis yang disediakan. Dalam sebuah pasar para konsumen memiliki tingkat kesiapan yang berbeda-beda dalam membeli atau sebuah produk/jasa. Sebagian dari mereka
91 mereka tanggap akan produk/jasa tersebut, namun sebagian lagi kurang atau bahkan tidak tanggap pada produk/jasa yang mereka konsumsi.
Sebagian
memiliki informasi yang cukup, merasa tertarik dan memiliki keinginan untuk mengkonsumsi suatu produk/jasa, namun sebagian lagi tidak (Kotler, 2003). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan dimana sebagian responden mengetahui apa itu home care (47,4%) sebagian lagi tidak (52,6%). Pada akhirnya peranan iklan menjadi penting untuk menginformasikan pada konsumen keuntungan jika mereka menggunakan layanan home care. Lima kelompok sikap pada konsumen dapat dikelompokan menjadi beberapa kategori, yaitu: antusias, kurang responsif, negatif, dan tidak bersahabat. Sebagian besar responden RSPP bersedia menggunakan pelayanan home care (77,3%) dan sebagian lagi (22,7%) tidak bersedia. Jika pelayanan home care tidak ditanggung oleh pihak perusahaan atau asuransi sebagian responden yaitu sebesar 47,2% masih bersedia menggunakan pelayanan home care, namun sebagian lagi tidak bersedia menggunakan (52,7%).
4.2.2.2.4. Segmentasi
Berdasarkan
Kebutuhan
(Needs-Based
Segmentation) Salah satu prosedur dalam melakukan segmentasi pasar adalah proses segmentasi berdasarkan kebutuhan, yaitu mengelompokkan pelanggan dalam kelompok segmentasi yang hampir serupa dan mereka memiliki persepsi yang sama dalam melihat keuntungan yang dapat mereka miliki untuk suatu produk/jasa (Kotler, 2003). Untuk pelayanan home care, segmentasi berdasarkan
92 kebutuhan dilakukan dengan mengelompokan potensial market ke dalam beberapa kelompok, antara lain : “pasien yang dengan kategori terminal illness, kelompok palliative (seperti cancer dengan stadium lanjut), pasien yang memiliki keterbatasan (disable) fungsi tubuh yang diakibatkan karena kecelakaan atau sebab-sebab lain, maupun pasien-pasien yang sudah berusia lanjut dan tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari” (Algera, dkk., 2004, p417).
4.2.2.3. Strategi Harga Untuk rumah sakit-rumah sakit di wilayah Jakarta, hanya terdapat beberapa rumah sakit saja yang menyediakan pelayanan home care, antara lain RS. Bintaro Internasional, RS. Metropolitan Medical Center (MMC) dan RS. Kanker Dharmais.
Dengan adanya beberapa rumah sakit yang menyediakan
pelayanan home care terlebih dahulu, dapat dikatakan RSPP sebagai salah satu rumah sakit yang sedang mengembangkan pelayanan home care dapat dikategorikan dalam market challenger. Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan yang termasuk dalam kategori ini, antara lain dari sisi harga yang meliputi potongan harga (price discount) penetapan harga yang murah atau dibawah harga yang ditetapkan oleh pesaing (lower price goods) (Kotler, 2003). Untuk cara pembayaran sebagian responden yang membayar non pribadi (asuransi atau tanggungan perusahaaan) berminat menggunakan pelayanan homecare (54,6%) dibandingkan yang membayar secara tunai (22,7%). Pasien yang menggunakan cara pembayaran non pribadi juga lebih banyak yang menyatakan bersedia menggunakan pelayanan home care meskipun biaya
93 pelayanan tersebut tidak di tanggung oleh perusahaan maupun asuransi. “Berdasarkan studi yang dilakukan di Amerika, asuransi merupakan salah satu variable independent yang mempengaruhi penggunaan fasilitas home care” (Algera, dkk., 2004, p425). Sebagian besar responden yaitu 81,7% menyatakan harga yang rasional dan mereka bersedia membayar untuk pelayanan home care berkisar antara 100200 ribu rupiah. Untuk penyakit-penyakit yang memerlukan perawatan lanjutan, pasien akan mengeluarkan biaya lebih sedikit jika menggunakan pelayanan home care dibandingkan jika mereka harus dirawat di rumah sakit. Hal ini dikaitkan dengan lamanya waktu perawatan bagi pasien-pasien dengan kategori terminal illness. Berdasarkan hasil analisis keuangan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat diambil kebijakan untuk penetapan harga home care maksimal sebesar seratus tiga puluh lima ribu rupiah untuk satu kali kunjungan (paket dokter dan perawat) dan maksimal delapan puluh lima ribu rupiah untuk satu kali kunjungan (perawat). Sedangkan untuk pelayanan overnight stay sebesar dua ratus lima puluh ribu rupiah (24 jam). Penentuan harga ini lebih murah jika dibandingkan dengan kompetitor penyedia home care lainnya, karena harga yang ditawarkan oleh RSPP sudah termasuk biaya transport dan pelayanan standar seperti misalnya pemasangan catheter, penggatian perban atau pemasangan infuse. Perincian selengkapnya dapat dilihat di sub bab analisis keuangan. Sebagai contoh untuk RS Kanker Dharmais menawarkan harga Rp. 120.000, untuk paket dokter dan perawat, namun belum termasuk biaya transportasi berdasarkan jaak tempuh ke
94 tempat pasien. Paket perawat seharga Rp. 25.000,00 juga tidak termasuk biaya pelayanan dan transportasi. Harga tersebut hanya dihitung sebagai jasa perawat saja. Sedangkan untuk pelayanan overnight stay (24 jam) ditawarkan harga Rp. 300.000,00. Dibawah ini adalah table daftar harga yang ditawarkan oleh competitor berdasarkan jasa pelayanannya.
Tabel 4.18 Daftar Harga Kompetitor dan RSPP Berdasarkan Jenis Pelayanan RS Penyedia Home Care RS Kanker Dharmais RS St. Carolus
Daftar Tarif Berdasarkan Jenis Pelayanan (Rp) Dokter & Perawat (per kunjungan) Rp. 120.000
Perawat (per kunjungan) Rp.
25.000
Perawat (24 jam) Rp. 300.000
-
Rp. 170.000
-
RS Bintaro International
-
-
-
RS MMC
-
-
-
Rp. 135.000
Rp. 85.000
Rp. 250.000
RSPP
Keterangan
Ada pelayanan care namun untuk umum Ada pelayanan care namun untuk umum
home tidak home tidak
4.2.2.4. Rencana Pemasaran (The Marketing Plan) Pada pengenalan produk baru ke pasar, terutama pada tahap komersialisasi dibutuhkan sebuah strategi marketing.
Pada
prosesnya strategi marketing
tersebut akan membutuhkan beberapa orang atau staf yang bertanggung jawab dalam bisnis tersebut, termasuk para manager dan beberapa orang dari unit
95 produksi. Namun sebagai penanggung jawab untuk peluncuran produk baru, pada umumnya diserahkan pada manajer pemasaran. Lingkup tempat dan waktu yang tepat merupakan faktor yang penting untuk rencana pemasaran sebuah produk baru. “Ada beberapa perusahaan yang lebih menyukai proses pengenalan produk dengan cara setahap demi setahap” (Cravin, 2000, p256). Untuk rencana pemasaran bagi produk home care, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan antara lain : 1. Melalui dokter. Dokter yang bersangkutan dapat memberikan pilihan kepada pasien yang memang dirasa perlu untuk mendapatkan pelayanan lanjutan di rumah. Namun sebelumya Pihak manajemen home care terlebih dahulu harus mensosialisasikan pelayanan home care kepada dokter-dokter yang ada di RSPP termasuk informasi mengenai pelayanan yang dapat diberikan, fasilitas, keuntungan dan mungkin sedikit mengenai informasi harga.
Sehingga
informasi tersebut dapat diberitahukan secara langsung melalui dokter pada pasiennya. 2. Seminar. Pihak RSPP dapat mengadakan seminar yang berkaitan dengan penyakit-penyakit yang potensial untuk penggunaan home care.
Melalui
seminar tersebut, para peserta dapat diinformasikan tentang pelayanan home care yang ada di RSPP, bagaimana cara mendapatkan pelayanan tersebut dan keuntungan-keuntungan jika menggunakan pelayanan home care. 3. Meja Informasi.
Pihak RSPP dapat menyediakan meja informasi yang
menyediakan informasi-informasi untuk unit home care. Ditempat tersebut
96 dapat ditaruh brosur atau poster-poster yang dapat diambil baik oleh pasien maupun keluarga pasien. 4. Rekanan (partnership). Dalam jangka panjang, pihak RSPP dapat menjalin kerjasama dengan beberapa institusi, misalnya dengan rumah jompo, sehingga para penghuni rumah jompo tersebut dapat memperoleh pelayanan medis dari tenaga professional. 5. Web site. Dengan menambahkan informasi home care pada web site RSPP atau dengan memasang iklan banner pada situs yang menyediakan jasa tersebut seperti Pusat Data dan Informasi Persatuan Rumah Sakit Indonesia. 6.
Iklan. Jika jenis pelayanan ini diijinkan oleh pihak Depkes untuk diiklankan bebas melalui media elektronik dan media massa, maka jalur ini dapat pula digunakan untuk strategi pemasaran.
4.2.2.5. Pengawasan dan Pengendalian (Monitoring and Control) Untuk produk-produk baru, merupakan hal yang penting untuk membuat standarisasi produk atau jasa, sehingga dapat dilakukan evaluasi kualitas produk dan jasa yang dihasilkan atau diberikan (Cravin, 2000). Oleh sebab itu pihak manajemen home care seharusnya memiliki Standard Operating Procedure (SOP) untuk pelaksanaan pelayanan home care. Hal ini sangat penting mengingat belum adanya standarisasi yang baku yang dikeluarkan oleh pihak Departemen Kesehatan untuk penyelenggaraan pelayanan home care.
97 4.2.3. Operasional 4.2.3.1. Rantai Nilai (Value Chain) Untuk menganalisa kegiatan secara spesifik tentang bagaimana perusahaan dapat menciptakan keuntungan yang kompetitif, sangat berguna untuk mempolakan perusahaan sebagai rantai dari kegiatan yang menghasilkan nilai. Michael Porter mengidentifikasi serangkaian kegiatan yang saling berhubungan kepada sebuah area yang luas dalam perusahaan. Pola ini disebut dengan Value Chain (QuickMBA. [no date]. Value Chain. [Online] In QuickMBA. Available: http://www.quickmba.com/strategy/ [2004, Januari 22]). Strategi seharusnya tidak selalu menetapkan akan hasil, dia juga harus menjelaskan bagaiamana hasil itu diperoleh. Merujuk pada Porter, “Inti dari sebuah strategi berada pada aktifitas-pilihan untuk mengerjakan aktifitas secara berbeda atau untuk mengerjakan aktifitas yang berbeda dari pesaing” (Porter, 1996, p77). Porter mengklaim bahwa “aktifitas adalah unit dasar dari keuntungan kompetitif” maka seni dari mengembangkan sebuah strategi yang mampu bertahan dan sukses adalah memastikan antara kegiatan didalam perusahaan segaris dengan proporsi nilai pelanggan” (Kaplan, 2001, p90). Tujuan dari kegiatan-kegiatan ini adalah untuk menghasilkan nilai yang melebihi dari biaya dari jasa pelayanan tersebut yang akhirnya akan menghasilkan marjin keuntungan.
98 Value Chain untuk unit pelayanan home care RSPP nantinya akan sebagai berikut:
Support Activities
Firm Infrastructure Margin
Human Resource Management Procurement and Logistic
Primary Activities
Inbound Logistic
Outbound Marketing Service Operation Logistic & Sales Profit
Gambar 4.11 Rantai Nilai Unit Pelayanan Home Care di RSPP
4.2.3.1.1. Kegiatan Pendukung (Support Activities) 1.
Infrastruktur Perusahaan (Firm Infrastructure) merupakan kegiatan yang berhubungan dengan manajemen PT RSPP secara umum, sistem akuntansi dan keuangan serta hukum.
2.
Managemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management) kegiatan
yang
berhubungan
dengan
perekrutan,
pengembangan
dan
kompensasi pegawai di unit pelayanan home care, meski secara makro berada dibawah personalia RSPP tetapi unit home care. 3.
Pengadaan (Procurement) berfungsi untuk membeli bahan dan masukan lain yang akan digunakan oleh kegiatan dalam value chain unit pelayan Home Care.
4.
Logistik (Logistics) kegiatan yang termasuk didalamnya adalah penerimaan obat-obatan dan peralatan yang menunjang unit pelayana home care meskipun
99 secara gambaran besar unit logistik masih di bawah RSPP tetapi unit pelayanan home care harus mempunyai sistem logistik tersendiri yang akan mengatur logistik masuk ataupun keluar, sehingga kegiatan pelayanan home care tidak terganggu.
4.2.3.1.2. Kegiatan Inti (Primary Activities) Tujuan dari kegiatan-kegiatan inti adalah untuk menghasilkan nilai yang melebihi dari biaya dari jasa pelayanan tersebut yang akhirnya akan menghasilkan marjin keuntungan. 1. Logistik Masuk (Inbound Logistics) termasuk didalamnya penerimaan, pergudangan dan pengendalian obat-obatan dalam uniut home care.. 2. Operasi (Operations) adalah kegiatan yang menghasilkan nilai yang merubah jasa dokter, perawat serta tindakan menjadi suatu unit jasa pelayanan home care yang dinikmati oleh pasien. 3. Logistik Keluar (Outbound Logistics) adalah kegiatan yang bertujuan untuk memberikan (mengantarakan) jasa tersebut kepada pasien home care. 4. Pemasaran dan Penjualan (Marketing & Sales) adalah kegiatan yang diasosiasikan dengan mendapatkan pasien dan calon pasien untuk menggunakan pelayan home care, termasuk pemilihan jalur-jalur yang digunakan, iklan, dan harga. 5. Pelayanan (Service) adalah kegiatan yang menjaga dan meningkatkan nilai yang didapat oleh pasien dalam menggunakan pelayanan home care, termasuk
100 dukungan pelanggan, pelayanan perbaikan, dan tanggap terhadap keluhan pelanggan.
4.2.4. Manajemen dan Sumber Daya Manusia (SDM) 4.2.4.1. Struktur Organisasi Struktur
organisasi
adalah
suatu
bentuk
diagram
yang
akan
merepresentasikan garis-garis kekuasaan dalam sebuah organisasi. Meskipun unit home care ini masih berada dalam satu manajemen dengan RSPP, namun khusus unit ini sendiri diperlukan suatu bentuk struktur organisasi yang sederhana. McShane dan Glinow (2003) menyatakan ada empat buah bentuk dari struktur oganisasi,
yaitu
span
of
control,
centralization,
formalization
dan
departmentalization. Jika suatu perusahaan baru berdiri, maka lebih baik dimulai dengan membentuk struktur organisasi yang sederhana. Simple structure adalah salah satu bentuk dari depertmentalization. Dalam hal ini, unit bisnis home care dianalogikan sebagai suatu perusahaan yang baru memulai bisnisnya, dengan demikian struktur organisasi yang baik adalah struktur sederhana. Dalam buku yang berjudul “Organizational Behavior” , tipe struktur sederhana dipakai bila suatu perusahaan atau unit bisnis itu terdiri dari “hanya beberapa orang pegawai saja dan biasanya hanya menawarkan satu jenis produk atau layanan jasa saja. Secara hirarki, pegawai biasanya dapat langsung melaporkan hasil pekerjaan pada atasannya” (McShane dan Glinow, 2003, p.516). Keuntungan dari struktur sederhana ini adalah lebih fleksibel karena atasan secara langsung mengawasi dan
101 mengkoordinasikan pekerjaan. Sebaliknya, struktur ini akan lebih sulit diterapkan dalam kondisi yang lebih komplek (McShane dan Glinow, 2003). Berikut adalah bentuk struktur organisasi yang dapat diterapkan dalam unit home care :
Direktur RSPP
Wadir Medis
Kepala Instalasi Pelayanan Home care
Administrasi
Tenaga Medis
Gambar 4.12 Struktur Organisasi Unit Pelayanan Home Care
Kepala unit pelayanan home care akan membawahi dan mengawasi pelaksanaan di bagian administrasi dan medis. Instalasi pelayanan home care akan berada dibawah Wakil Direktur Medis, yang berada langsung dibawah direktur RSPP. Instalasi pelayanan home care dipegang oleh dokter umum senior.
102 4.2.4.2. Kualifikasi SDM Kualifikasi SDM merupakan hal yang sangat penting dalam membangun dan menjalankan suatu usaha bisnis. Jika pemilik usaha tersebut dan pegawai yang bekerja didalamnya tidak memiliki kemampuan dan ketrampilan yang cukup baik untuk mengimplementasikan rencana bisnis yang telah dibuat, maka ide untuk mengembangkan usaha tersebut tidak akan optimal. Secara khusus kualifikasi dari pemilik usaha tersebut adalah sangat kritikal demi suksesnya suatu bisnis, demikian pula kualifikasi pegawai yang akan direkrut, sehingga dalam rencana bisnis perlu digambarkan latar belakang pendidikan, lamanya bekerja, pengalaman kerja dan pengalaman dalam manajerial (Lambing dan Kuehl, 2000). Untuk memulai bisnis home care ini, pegawai yang akan sangat kritikal tugasnya adalah dokter dan perawat. Dokter yang akan terlibat dalam pelayanan home care ini adalah lulusan Fakultas Kedokteran, telah memiliki pengalaman kerja minimal selama 5 tahun serta sebagai dokter umum telah memegang sertifikat ketrampilan untuk kecelakaan (Advance Trauma Life Support) dan serangan jantung (Advance Cardiac Life Support). Untuk perawat, kualifikasi yang dibutuhkan adalah lulusan Akademi Perawat, telah memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun, memiliki sertifikat Basic Life Support dan diutamakan yang memiliki latar belakang dibagian UGD dan ICU. Secara umum, baik dokter dan perawat yang terlibat nantinya harus mempunyai rasa tanggung jawab yang besar, berjiwa sosial dan sanggup membangkitkan semangat hidup bagi para pasiennya. Hal tersebut menjadi sangat penting karena pelayanan home care ini
103 akan melayani pasien-pasien yang menderita penyakit paliatif, yaitu penyakit kronis dan pasien lanjut usia.
4.2.4.3. Sistem Penggajian Kompensasi atau gaji adalah “apa yang diterima oleh pegawai sebagai imbalan dari kontribusi mereka kepada organisasi” (Werther dan Davis, 2003, p379). Jika sistem penggajian ini diatur secara benar, maka akan membantu organisasi
untuk
mencapai
tujuannya dan memperoleh, menjaga serta
mempertahankan produktivitas kerja dalam organisasi. Biasanya bila sistem penggajian ini tidak sesuai dengan kontribusi yang diberikan, pegawai akan mudah untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya, pencapaian yang rendah dari pegawai, pemogokan dan lain-lain. Semuanya ini akan berdampak pada produktivitas dan kualitas dari pekerjaan (Wether dan Davis, 2003). Untuk unit home care, sistem penggajian tetap berdasarkan pada sistem yang telah diatur oleh RSPP, karena unit ini masih berada dibawah manajemen PT. RSPP. Pada lampiran A, berdasarkan sistem penggajian tahun 2003, perawat pada golongan 2B (lulusan Akademi Perawat) dengan masa kerja 2-5 tahun akan memperoleh kompensasi sekitar Rp. 1.363.954,00 (gaji pokok). Sedangkan untuk dokter umum dengan golongan 4B dan masa kerja 5 tahun, memperoleh kompensasi gaji pokok sebesar kurang lebih Rp. 2.318.128,00. Diluar gaji pokok tersebut, baik dokter dan perawat yang bertugas pada unit home care ini akan memperoleh tambahan berupa uang shift, lembur dan insentif. Kenaikan upah
104 akan disesuaikan dengan proyeksi jenjang karier pekerja yang telah diatur oleh PT. RSPP.
4.2.4.4. Insentif McShane dan Glinow (2003) menyatakan bahwa organisasi memberikan penghargaan (reward) berupa insentif bagi pegawainya berdasarkan keanggotaan dan senioritas, status pekerjaan, kompetensi serta pencapaian. Besarnya pemberian insentif berdasarkan senioritas biasanya akan bertambah seiring dengan bertambahnya pula masa kerja dalam organisasi tersebut. Keuntungannya adalah, menarik perhatian para pencari kerja, meminimalkan stress dan membangun loyalitas pegawai. Namun kerugiannya adalah, mengurangi turnover, tidak secara langsung dapat memotivasi pencapaian pegawai dan melemahkan pencapaian kerja karena kurang adanya komitmen yang berkelanjutan. Selain itu ada pula organisasi yang memberikan insentif berdasarkan pencapaian hasil yang diperoleh oleh pegawainya. Keuntungannya adalah meningkatkan motivasi untuk pencapaian yang lebih baik. Sedangkan kerugiannya, melemahkan kreativitas pegawai (McShane dan Glinow, 2003). Berdasarkan beberapa hal diatas, rencana pemberian insentif bagi pegawai untuk pelayanan home care, didasarkan pada dua jenis insentif, yaitu senioritas dan pencapaian. Diharapkan penggabungan kedua jenis insentif ini akan meminimalisasikan kerugian yang akan diperoleh oleh organisasi, sebaliknya akan meningkatkan produktivitas dan keuntungan bagi pelayanan home care khususnya. Berikut adalah tabel penilaian pencapaian dan senioritas :
105 Tabel 4.19 Penilaian Pencapaian No. 1. 2. 3. 4.
Penilaian Pencapaian A B C D Total
Bobot Penilaian 30 22,5 15 7,5 75
Keterangan Sangat Baik Baik Sedang Kurang
Untuk pembobotan nilai senioritas didasarkan pada rentang masa kerja yaitu 0 tahun sampai dengan 34 tahun (sesuai dengan sistem penggajian PT. RSPP) yang terbagi dalam 5 tingkatan masa kerja. Pada kelompok usia produktif, yaitu berusia 20 sampai dengan 34 tahun dengan masa kerja 0 sampai dengan 13 tahun diberikan bobot nilai yang lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya, mengingat kelompok usia produktif diharapkan mampu bekerja lebih maksimal, terutama dalam pelayanan home care yang membutuhkan mobillitas yang cukup tinggi bagi perawat dan dokter. Tabel 4.20 Penilaian Senioritas No. 1. 2. 3. 4. 5.
Masa Kerja (tahun) 0–6 7 – 13 14 – 20 21 – 27 28 – 34
Bobot Penilaian 6 8 4 4 3
Total
Keterangan
Usia produktif
25
Dibawah ini adalah matrik penilaian antara pencapaian pegawai dan senioritas berdasarkan lamanya masa kerja :
106 Tabel 4.21 Matrik Penilaian Antara Pencapaian dengan Senioritas Pencapaian (75 %) A B C D
0-6 tahun 36 28,5 21 13,5
7-13 tahun 38 30,5 23 15,5
Senioritas (25 %) 14-20 tahun 21-27 tahun 34 34 26,5 26,5 19 19 11,5 11,5
28-34 tahun 33 25,5 18 10,5
Insentif diberikan sebesar 15 % sampai dengan 20 % dari gaji pokok masing-masing pegawai. Sistem pemberian insentif dijelaskan dalam skema sebagai berikut : 1.
Karyawan dinilai untuk pencapaian selama 6 bulan.
2.
Insentif sebesar 20 % diberikan kepada pegawai dengan total nilai pencapaian dan senioritas sebesar 30-38 serta sebesar 15 % untuk total nilai pencapaian dan senioritas sebesar 29-23.
3.
Insentif akan berlaku untuk 6 bulan ke depan (sampai penilaian berikutnya).
4.
Jika dalam penilaian berikutnya pegawai hanya memperoleh total nilai pencapaian dan senioritas dibawah 23, maka selama 6 bulan berikutnya pegawai tersebut tidak akan mendapatkan insentif.
Tabel 4.22 Pemberian Insentif Berdasarkan Total Penilaian Pencapaian dan Senioritas No. 1. 2. 3. 4.
Total Penilaian Pencapaian dan Senioritas 30 – 38 23 – 29 15 – 22 10 – 14
Jumlah Insentif 20 % 15 % 0% 0%
107 4.2.4.5. Jenjang Karir “Jenjang karir adalah suatu pola urutan dari pekerjaan yang nantinya akan membentuk sebuah karir bagi seorang pegawai“ (Werther dan Davis, 2003, p. 311). Pihak perusahaan perlu membuat proyeksi jenjang karir, sehingga setiap pegawai dapat membuat rencana karir dan target karir bagi pekerjaan mereka. RSPP sudah memiliki proyeksi jenjang karir pekerja (lampiran A) berdasarkan golongan dan usia. Kenaikan golongan biasanya berlangsung setiap 4 tahun sekali, namun kenaikan ini hanya berlaku sampai pada golongan tertentu. Kenaikan berikutnya tergantung pada tingkat pendidikan dan pencapaian yang diperoleh oleh setiap pegawai, berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh RSPP. Selanjutnya proyeksi ini dapat dijadikan dasar bagi pegawai, termasuk perawat dan dokter yang nantinya terlibat dalam pelayanan home care.
Tabel 4.23 Jenjang Karir Perawat di RSPP No. 1. 2.
Tingkat Pekerjaan Pegawai (tidak tetap) Pegawai (tetap)
Jabatan Struktural/Fungsional
Tipe Perubahan Jabatan
Masa Kerja (tahun)
Usia Maksimum
-
-
1
21
Rotasi
1
22
Promosi
3
25
Promosi
5
30
Promosi, Rotasi Promosi, Rotasi, Pensiun
10
40
15
55
Perawat Pelaksana
3.
Pegawai
4.
Pegawai
5.
Penyelia
Perawat Pelaksana/ Anggota Regu Perawat Pelaksana/ Kepala Regu Kepala Lantai
6.
Penyelia
Kepala Instalasi
Seperti terlihat dalam bagan jenjang karir berikut, perawat yang nantinya bekerja di lingkungan unit pelayanan home care posisinya akan setingkat dengan
108 Perawat Pelaksana (perawat di lantai rawat inap). Ini berarti bahwa perawat di unit home care harus memiliki pengalaman kerja sedikitnya 3 tahun. Perawat di unit home care dapat dipromosikan sebagai Kepala Lantai (di lantai rawat inap), bila telah berada dalam posisi sebelumnya selama masa kerja lebih dari 6 tahun dan tentunya jika dinilai mampu untuk memegang jabatan tersebut. Data mengenai jenjang karir diatas diperoleh berdasarkan interview langsung dilapangan. RSPP sendiri tidak memiliki jenjang karir perawat secara khusus, namun kenaikan atau peningkatan karir selama ini hanya berdasarkan lamanya waktu kerja (senioritas) dan penilaian kemampuan perawat. Departemen Kesehatan tidak pula memiliki jenjang karir keperawatan, sehingga inisiatif dan kebijakan mengenai jenjang karir perawat tergantung pada institusi rumah sakit masing-masing. Skema dibawah ini menggambarkan proyeksi jenjang karir bagi perawat pada unit pelayanan home care :
109
Kepala Instalasi
Kepala Lantai
Perawat Home Care
Perawat Pelaksana
Pegawai Tidak Tetap
Perekrutan
Akademi Perawat
Gambar 4.13 Proyeksi Jenjang Karir Keperawatan Untuk Pelayanan Home Care
110 4.2.4.6. Kebutuhan Personel 4.2.4.6.1. Kebutuhan Perawat Kebutuhan perawat dihitung berdasarkan perbandingan jumlah populasi dan sample responden yang menyatakan bersedia menggunakan pelayanan home care dengan biaya sendiri, yaitu :
Tabel 4.24 Perbandingan Populasi dan Sampel
Responden keseluruhan Responden bersedia menggunakan pelayanan home care
-
Perbandingan Populasi Sampel 893 97 396
43
Presentase Perbandingan 10,86% 10,86%
Hasil perbandingan menggambarkan bahwa 43 sampel responden mewakili 396 populasi responden yang bersedia menggunakan pelayanan home care
-
Dengan demikian diasumsikan, untuk kapasitas 100% (tahun ke-5) terdapat 396 pasien ( yang menggunakan layanan in-house visit dan overnight stay) dalam satu tahun dan 33 pasien dalam satu bulan.
In-house visit 1. Penentuan jumlah pasien dengan kapasitas operasi 100% Diasumsikan bahwa pasien dengan penyakit tulang dan diabetes lebih banyak menggunakan layanan in-house visit dibandingkan overnight stay, karena jenis penyakitnya yang tidak terlalu membutuhkan perawatan penuh selama 24 jam. Diasumsikan pula sebagian pasien penyakit stroke dan kanker menggunakan layanan ini.
111 Perhitungan : pasien tulang + pasien diabetes + ½ (pasien stroke + pasien kanker) x pasien dalam 1 tahun populasi
= (624 : 893) x 396 = 277 pasien/tahun = 23 pasien/bulan 2. Jumlah Kunjungan Diasumsikan satu pasien meminta 2 kali kunjungan/minggu. Jadi selama satu bulan pasien meminta kunjungan sekitar : 23 x 2 x 4 = 184 kali kunjungan. 3. Perawat Diasumsikan satu perawat dapat melakukan 3 kali kunjungan dalam satu hari. Dalam satu minggu perawat menjalankan tugas selama 6 hari kerja, sehingga dalam satu minggu seorang perawat dapat melakukan 18 kali kunjungan. Jadi dalam satu bulan perawat dapat melakukan kunjungan sekitar : 18 x 4 = 72 kali kunjungan. 4. Kebutuhan Perawat Kebutuhan pasar adalah 184 kunjungan/bulan, ketersediaan jasa adalah 72 kali kunjungan/bulan, maka dari perbandingan tersebut diperkirakan sebanyak 3 orang perawat yang dibutuhkan untuk melayani 100% kapasitas operasi (tahun ke-5). Untuk itu, tahun pertama dengan kapasitas operasi 20% hanya dibutuhkan 1 orang perawat saja.
112 Overnight stay 1. Penentuan jumlah pasien dengan kapasitas operasi 100% Diasumsikan bahwa pasien dengan penyakit kanker dan stroke lebih banyak menggunakan layanan overnight stay, karena jenis penyakitnya yang cukup berat dan butuh perawatan khusus. Diasumsikan pula sebagian saja yang menggunakan layanan ini, sisanya menggunakan layanan in-house visit. Perhitungan : ½ ( pasien stroke + pasien kanker) x jumlah pasien dalam 1 tahun populasi
= (269 : 893) x 396 = 119 pasien/tahun = 10 pasien/bulan 5. Jumlah Kunjungan Diasumsikan satu pasien meminta 14 hari penuh dirawat oleh perawat. Jadi 10 pasien meminta kunjungan sekitar : 10 x 14 hari = 140 kali kunjungan. 6. Perawat Diasumsikan satu perawat dengan 6 hari kerja dalam seminggu dapat melakukan 6 kali kunjungan (8 jam/hari, satu kali shift). Jadi dalam satu bulan dapat melakukan 24 kali kunjungan. 7. Kebutuhan Perawat Kebutuhan pasar adalah 140 kunjungan/bulan, ketersediaan jasa adalah 24 kali kunjungan/bulan, maka dari perbandingan tersebut diperkirakan sebanyak 6
113 orang perawat yang dibutuhkan untuk melayani 100% kapasitas operasi (tahun ke-5). Untuk tahun pertama dengan kapasitas operasi 20% hanya dibutuhkan 3 orang perawat saja. Tiga orang perawat adalah jumlah minimal yang harus dimiliki saat memulai operasi, karena untuk overnight stay akan terbagi dalam 3 shift. Berdasarkan hasil perhitungan diatas, jumlah perawat yang dibutuhkan secara keseluruhan sebanyak 9 orang, yaitu untuk kapasitas 100% (di tahun ke-5). Karakteristik dari pelayanan home care ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian sebelumnya di Taiwan, yaitu dengan masa beroperasi selama sedikitnya 4 tahun, perawat yang dibutuhkan adalah sebanyak 8 orang. Sedangkan dengan masa beroperasi sekitar 2 tahun memiliki jumlah perawat sebanyak 1 orang untuk penuh waktu (full time-in-house visit) dan tiga orang untuk paruh waktu/shift (overnight stay) (Chiu, dkk., 2000).
4.2.4.6.2. Kebutuhan Dokter Perhitungan kebutuhan dokter diasumsikan sama dalam hal jumlah kunjungan yang dapat dilakukan oleh dokter. Kebutuhan dokter diasumsikan hanya untuk pelayanan in-house visit saja dengan paket dokter dan perawat. In-house visit 1. Penentuan jumlah pasien dengan kapasitas operasi 100% Hasil survey menunjukkan bahwa sebanyak 57,7% responden yang menginginkan paket dokter dan perawat untuk pelayanan home care. Asumsi dan perhitungan jumlah pasien dengan kapasitas 100% adalah sama dengan
114 asumsi dan perhitungan kebutuhan perawat, yaitu 277 pasien/tahun (untuk paket dokter dn perawat serta perawat saja) Jika sebanyak 57,7% responden menginginkan paket dokter dan perawat maka perhitungannya adalah sebagai berikut : Perhitungan : 57,7% : 277 = 160 pasien/tahun = 10 pasien/bulan 2. Jumlah Kunjungan Diasumsikan satu pasien meminta 2 kali kunjungan/minggu. Jadi selama satu bulan pasien meminta kunjungan sekitar : 10 x 2 x 4 = 80 kali kunjungan. 3. Dokter Diasumsikan satu dokter dapat melakukan 3 kali kunjungan dalam satu hari. Dalam satu minggu dokter menjalankan tugas selama 6 hari kerja, sehingga dalam satu minggu seorang dokter dapat melakukan 18 kali kunjungan. Jadi dalam satu bulan dokter dapat melakukan kunjungan sekitar : 18 x 4 = 72 kali kunjungan. 4. Kebutuhan Dokter Kebutuhan pasar adalah 80 kunjungan/bulan, ketersediaan jasa adalah 72 kali kunjungan/bulan, maka dari perbandingan tersebut diperkirakan sebanyak 1 orang dokter yang dibutuhkan untuk melayani 100% kapasitas operasi (tahun ke-5). Untuk itu, tahun pertama dengan kapasitas operasi 20% tetap hanya dibutuhkan 1 orang dokter saja. Dokter umum yang bekerja di unit pelayanan home care ini adalah dokter ruangan yang bertugas hanya di unit ini dan selalu siap menjalankan
115 tugasnya sesuai dengan jadwal kunjungan yang telah tersusun. Dokter spesialis akan dibutuhkan jika hanya diperlukan untuk turun langsung ke rumah pasien atau ada permintaan khusus dari pihak pasien. Dokter spesialis ini akan berperan sebagai fasilitator sekaligus marketer untuk pelayanan home care ini.
4.2.4.6.3. Kebutuhan Administrasi dan Umum Personel administrasi umum terdiri dari satu orang kepala instalasi pelayanan home care yang dikepalai oleh seorang dokter, satu orang personel yang bertanggung jawab terhadap keuangan, satu orang dibagian pelayanan pasien (customer servive officer) dan satu orang supir. Jumlah keseluruhannya adalah 4 orang personel. Diasumsikan tidak terjadi penambahan personel selama 5 tahun kedepan, karena dianggap jumlah ini masih dapat menangani jumlah pasien sampai pada kapasitas operasi 100%.
4.2.5. Keuangan 4.2.5.1. Biaya Awal Total biaya untuk memulai bisnis pelayanan home care ini adalah sebesar Rp 517.340.230. Beberapa asumsi yang dipakai sebagai berikut : − Upah Pegawai Perhitungan upah pegawai adalah untuk satu tahun pertama ditambah tiga bulan gaji ditahun kedua dan ditambah gaji ke-13 ditahun pertama. Jumlah totalnya adalah 16 bulan gaji. Untuk satu bulan gaji meliputi :
116 !
Gaji Pokok
!
Tunjangan jabatan (untuk kepala instalasi)
!
Jamsostek
!
Uang makan dan transportasi
!
Pajak Penghasilan
Asumsi : bahwa setelah 15 bulan, bisnis tersebut sudah dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan rencana bisnis yang telah dibuat. − Aset Meliputi : !
Furniture
!
Peralatan Medis dan Non Medis
!
Biaya Dimuka
!
Biaya Pelatihan Pegawai
!
Persediaan
Asumsi : Perhitungan aset adalah selama satu tahun,.
Tabel 4.25 Daftar Kebutuhan Biaya Awal Untuk Pelayanan Home Care Daftar Kebutuhan Biaya Awal Furniture Perlengkapan Non Medis Peralatan Medis Biaya Dimuka Biaya Pelatihan Modal Kerja Lain-Lain Total
Total Biaya Rp 8.990.000 Rp 81.700.000 Rp 22.152.500 Rp 5.500.000 Rp 750.000 Rp 356.716.800 Rp 47.030.930 Rp 517.340.230
117 Untuk perincian biaya awal dapat dilihat didalam rencana bisnis home care pada lampiran C.
4.2.5.2. Perhitungan Gaji Pegawai Sistem penggajian yang diterapkan adalah sistem penggajian tertutup, artinya tiap pegawai diberikan gaji bulanan, termasuk dokter dan perawat. Sistem pengajian tertutup ini diterapkan dengan asumsi bahwa status bisnis yang masih baru dan jumlah pasien yang masih sedikit, sehingga sistem penggajian ini akan lebih menguntungkan bagi pegawai dibandingkan dengan menggunakan sistem terbuka. Sistem penggajian terbuka diartikan sebagai sistem bagi hasil, terutama untuk gaji dari dokter yang nantinya akan diakumulasikan sejumlah pasien yang ada. Untuk awal dari sebuah bisnis dengan asumsi seperti diatas, maka akan lebih baik jika menggunakan sistem tertutup dikombinasikan dengan sistem insensif/bonus. Dibawah ini adalah komposisi perhitungan gaji pegawai : !
Gaji Pokok
!
Tunjangan jabatan
!
Jamsostek (3% dari gaji pokok)
!
Uang makan dan transportasi (Rp. 20.000,00/hari)
118 !
Pajak Penghasilan (PPH) > Rp. 50 juta/tahun # 15% > Rp. 25 juta/tahun # 10% < Rp. 25 juta/tahun # 5%
Tabel 4.26 Daftar Perhitungan Gaji Pegawai (dalam rupiah)
Jabatan
Gaji Pokok per Bulan
Jamsos tek
Makan+ Ongkos 20.000/hari
Total Gaji Per Bulan
Total Gaji Per Tahun
Total Gaji Per Tahun + PPh
Ka. Instalasi
3.120.000
93.600
440.000
3.653.600
47.496.800
52.246.480
Dokter
2.400.000
72.000
440.000
2.912.000
37.856.000
41.641.600
Perawat
1.400.000
42.000
440.000
1.882.000
24.466.000
25.689.300
Keuangan Administrasi /Customer Service Supir
1.500.000
45.000
440.000
1.985.000
25.805.000
28.385.500
1.000.000
30.000
440.000
1.470.000
19.110.000
20.065.500
800.000
24.000
440.000
1.264.000
16.432.000
17.253.600
4.2.5.3. Perhitungan Tarif Jasa Pelayanan 1. In-house visit
− Paket Dokter dan Perawat (Paket Dasar A) Asumsi :
! Tarif untuk jasa dokter, perawat dan jenis pelayanan ditentukan berdasarkan daftar tarif standar yang ditetapkan oleh RSPP (lihat lampiran A)
119 !
Tarif transportasi dihitung beradasarkan harga rata-rata, tidak per kilometer.
!
Untuk tarif pelayanan tergantung dari kebutuhan pasien.
!
Penggunaan dokter spesialis hanya jika benar-benar dibutuhkan.
Perincian : Dokter Umum
: Rp. 35.000,00
Perawat
: Rp. 20.000,00
Administrasi
: Rp. 15.000,00
Transport
: Rp. 25.000,00
Total
: Rp. 95.000,00
Tabel 4.27 Daftar Tarif Harga Berdasarkan Jenis Tindakan (Paket Dokter dan Perawat) Jenis Tindakan Suctioning Ganti catheter Ganti perban Pasang Infus Suntik
Tarif Rp. 4000,00 Rp. 40.000,00 Rp. 25.000,00 Rp. 26,000,00 Rp. 20,000,00
Total tarif maksimum dengan satu jenis pelayanan adalah Rp. 135.000,000
120
− Perawat (Paket Dasar B) Asumsi : !
Tarif untuk jasa perawat dan jenis pelayanan ditentukan berdasarkan daftar tarif standar yang ditetapkan oleh RSPP (lihat lampiran A)
!
Tarif transportasi dihitung beradasarkan harga rata-rata, tidak per kilometer.
!
Untuk tarif pelayanan tergantung dari kebutuhan pasien.
Perincian : Perawat
: Rp. 20.000,00
Transport
: Rp. 25.000,00
Total
: Rp. 45.000,00
Tabel 4.28 Daftar Tarif Harga Berdasarkan Jenis Tindakan (Perawat) Jenis Tindakan Suctioning Ganti catheter Ganti perban Pasang Infus Suntik
Tarif Rp. 4000,00 Rp. 40.000,00 Rp. 25.000,00 Rp. 26,000,00 Rp. 20,000,00
Total tarif maksimum dengan satu jenis pelayanan adalah Rp. 85.000,000
121 2. Overnight stay
− Perawat Asumsi : !
Pelayanan diberikan selama 24 jam, terbagi dalam 3 shift.
!
Biaya transportasi dihitung beradasarkan tarif rata-rata, tidak per kilometer.
!
Tarif dibawah sudah termasuk pelayanan pasien selama 24 jam.
Perincian : Jasa Perawat : Rp. 165.000,00/hari Administrasi : Rp. 15.000,00 Transportasi : Rp. 75.000,00 (3 shift) Total
: Rp. 250,000,00/hari
4.2.5.4. Laporan Laba/Rugi Laporan laba/rugi diproyeksikan selama 5 tahun, artinya bahwa tahun ke-5 unit bisnis ini telah beroperasi dengan kapasitas 100%. Asumsinya adalah hasil investasi akan kembali dalam waktu 5 tahun, dimana pada tahun ke-5 unit bisnis ini akan beropersi penuh (100%), sehingga dengan menggunakan konsep prorata maka diambil peningkatan kapasitas sebesar 20% setiap tahunnya. Penentuan proyeksi selama 5 tahun diambil dengan menggunakan konsep konservatif, dengan asumsi untuk lebih berhat-hati dalam menjalankan bisnis.
122 Dapat digunakan proyeksi 4 atau 3 tahun, namun mengingat dengan jangka lebih pendek kemungkinan resiko keluar dari rencana yang telah dibuat lebih besar, maka asumsi yang diambil adalah 5 tahun.
60000
jumlah pasien
50000
40000
Stroke 30000
DM Kanker
20000
10000
0 1999
2000
2001
2002
tahun
(Sumber : Statistik RS di Indonesia Edisi Tahun 2001, 2002 & 2003 Departemen Kesehatan RI Dirjen Pelayanan Medis)
Gambar 4.14 Persentase Pertumbuhan Penyakit Stroke, Diabetes Militus dan Kanker Tahun 1999-2002
123 Pertumbuhan penyakit stroke, diabetes militus (DM) dan kanker pada awalnya akan diambil sebagai dasar penentuan kapasitas operasi, tetapi pola pertumbuhannya tidak dapat dijadikan sebagai asumsi pertumbuhan jumlah pasien yang akan menggunakan pelayanan home care seperti terlihat pada grafik diatas. Untuk itu penentuan kapasitas operasi diambil atas asumsi konsep prorata dan konservatif.
4.2.5.5. Aliran Kas Aliran kas terdiri dari tiga komponen, yaitu saldo awal (working capital), pemasukan (cash-in) dan pengeluaran (cash-out). Saldo awal ditambah dengan pemasukan kuarter pertama kemudian dikurangi pengeluaran selama satu kuarter, hasilnya akan digunakan sebagai saldo awal untuk kuarter berikutnya. Perhitungan aliran kas dibuat selama 1 tahun, terbagi dalam 4 kuarter. Aliran kas akan memperlihatkan kebutuhan biaya operasi yang akan dijadikan dasar untuk biaya operasi di kuarter berikutnya. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa saldo akhir pada kuarter pertama lebih besar daripada saldo awal, artinya bernilai postif. Jika disimpulkan secara konsep keuangan maka bisnis pelayanan home care ini sanggup membayar segala biaya operasional yang harus dibayarkan tiap bulannya atau tiap kuarternya, tanpa harus mencari pendapatan tambahan untuk menutupi biaya operasionalnya. Perhitungan secara rinci dapat dilihat dalam rencana bisnis home care pada lampiran C.
124 4.2.5.6. Titik Impas (Break Even Point) Titik impas (BEP) digunakan untuk mengetahui jumlah pendapatan minimum yang harus dihasilkan oleh unit bisnis home care agar tetap dapat bertahan dalam pengoperasiannya. Jika nilai BEP terlalu tinggi maka kemungkinan bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan. Unit
pelayanan
home
care
ini
mencapai
BEP
pada
nilai
Rp.199.499.722,00. Artinya, jika pendapatan unit pelayanan home care pada tahun pertama sama dengan nilai BEP, maka bisnis ini tidak akan mendapatkan keuntungan (keuntungan = 0). Jika pendapatan melebihi nilai BEP mana dianggap memperoleh keuntungan, sebaliknya jika pendapatan kurang dari nilai BEP, maka bisnis ini akan merugi. Hasil laporan laba/rugi menunjukkan bahwa pada tahun pertama beroperasi, pendapatan yang diperoleh oleh unit pelayanan home care sudah melebihi nilai BEP, yaitu sebesar Rp. 1.514.428.800,00.
Ini berarti, bisnis
pelayanan home care akan mendapatkan keuntungan dan tidak merugi pada tahun pertama beroperasi, namun dengan syarat kapasitas tahun pertama sebanyak 20% dapat terpenuhi. Perhitungan BEP lebih rinci dapat dilihat didalam rencana bisnis pada lampiran C.
4.2.5.7. Masa Kembali Pokok (Payback Period) Masa kembali pokok dapat dilihat dari jumlah investasi atau biaya awal yang dikeluarkan, dibandingkan dengan keuntungan bersih yang didapat. Biaya awal untuk menjalankan bisnis home care ini adalah Rp. 517.340.230,00, dalam
125 laporan laba/rugi dapat dilihat bahwa keuntungan bersih di tahun ke-2 sudah melebihi biaya awal, yaitu sebesar Rp. 774.579.201,00. Jadi dapat diperkirakan jangka waktu kembali pokok adalah di kuarter pertama, tahun kedua, yaitu sekitar 14 bulan. Rincian perhitungan masa kembali pokok dapat diliat pada rencana bisnis pelayanan home care (lampiran C).
4.2.6. Penilaian Resiko Dalam pembuatan sebuah proyek, tentunya perlu diperhatikan resikoresiko apa saja yang kemungkinan akan menghambat implementasi dari proyek tersebut. Pembuatan unit bisnis home care di RSPP adalah bentuk dari suatu proyek yang nantinya akan diimplementasikan guna memperoleh tambahan pendapatan bagi pihak RSPP. Untuk itu perlu adanya identifikasi terhadap resiko potensial terhadap proyek ini.
4.2.6.1. Identifikasi Resiko Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa resiko yang merupakan kelemahan dari jalur bisnis home care ini, diantaranya : − Pola Pikir Masyarakat Masyarakat saat ini masih memiliki pola pikir bahwa perawatan di rumah sakit akan lebih baik dibandingkan bila pasien menjalani perawatan di rumah. Selain itu masyarakat belum begitu mengenal mengenai apa itu home care, seperti yang terlihat dalam hasil pendataan melalui kuesioner.
126 − Petunjuk Pelaksanaan Hingga saat ini, departemen kesehatan belum membuat petunjuk pelaksanaan untuk menjalankan pelayan home care. Demikian pula secara regulasi, tidak ada spesifik regulasi yang menerangkan mengenai pelayanan jasa seperti home acre ini. − Industri Baru Khusus di Indonesia jenis pelayanan ini masih termasuk bentuk pelayanan baru, dimana belum ada bentuk model bisnis yang ideal. Hanya beberapa rumah sakit saja yang sudah memiliki jenis pelayanan ini, itu pun hanya satu sampai dua buah rumah sakit yang telah menerapkannya secara terorganisasi, misalnya RS Kanker Dharmais di Jakarta dan RS Panti Rapih di Yogyakarta. Namun beberapa negara di Asia dan Eropa telah mengenal pelayanan jenis ini sejak lama.
4.2.6.2. Rencana Darurat (Contingency Plan) Melihat beberapa resiko diatas, perlu adanya pengembangan respon terhadap resiko. Ada 3 jenis respon yang dapat digunakan, yaitu contingency plan, contingensi reserves dan risk management plan (Schwalbe, 2002). Untuk proyek home care ini lebih kepada penggunaan contingency plan, yaitu mendefinisikan langkah apa yang akan diambil, jika resiko yang telah teridentifikasikan itu terjadi (Schwalbe, 2003).
127
− Merealisasikan rencana pemasaran Dengan mengoptimalkan pemasaran, diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang jelas dan tepat mengenai pelayanan home care ini sebagai bentuk pelayanan baru yang diberikan oleh RSPP. Selanjutnya, melalui realisasi pemasaran ini dapat mengubah persepsi masyarakat bahwa kualitas pelayanan perawatan di rumah sama baiknya dengan pelayanan perawatan di rumah sakit. Khususnya bagi penyakitpenyakit paliatif yang membutuhkan pelayanan lanjutan, pemanfaatan pelayanan home care ini akan lebih murah dan efisien. − Membuat petunjuk pelaksanaan dan operasi Pihak RSPP dapat membuat petunjuk pelaksanaan dan operasi untuk pelayanan home care ini, yang nantinya dapat menjadi bahan rujukan dalam pengoperasian guna memberikan pelayanan berkualitas bagi pasien.