17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Kontaminasi dan pencoklatan (browning) eksplan merupakan masalah
utama yang sering muncul pada tahap inisiasi. Inisiasi merupakan tahap awal kultur jaringan yang bertujuan menghasilkan eksplan yang bebas dari mikroorganisme kontaminan. Pengamatan kontaminasi dan browning dilakukan terhadap kultur jaringan jabon selama 4 minggu. Eksplan berasal dari indukan berumur ± 3 bulan yang diberi 2 macam perlakuan yaitu karantina dan lama perendaman dalam antibiotik. Tabel 2 Tingkat kontaminasi, kematian eksplan, browning dan tingkat hidup eksplan jabon terhadap kombinasi perlakuan karantina dan perendaman antibiotik Kombinasi Kontaminasi Kematian eksplan Browning Hijau perlakuan (%) (%) (%) (%) A0B0 92,50 85,00 10,00 15,00 A0B1 90,00 100,00 22,50 0,00 A0B2 90,00 97,50 5,00 2,50 A1B1 100,00 100,00 5,00 0,00 A1B2 95,00 100,00 2,50 0,00 A2B1 100,00 100,00 12,50 0,00 A2B2 97,50 100,00 15,00 0,00 Rata-rata 95,00 97,50 10,36 2,50 A0: karantina 0 hari, A1: karantina 7 hari, A2: karantina 14 hari, B0: perendaman 0 hari, B1: perendaman 1 hari, B2: perendaman 2 hari
Tabel 3 Jenis kontaminan pada eksplan jabon Jenis kontaminan Bakteri Cendawan Bakteri+cendawan
Persentase(%) 9,28 10,36 75,36
Berdasarkan hasil penelitian, kontaminasi yang terjadi mencapai 95%, kematian eksplan 97,5%, browning 10,36%, dan eksplan hidup sebesar 2,5% dari seluruh eksplan yang ditanam Persentase kontaminasi eksplan tertinggi terdapat pada perlakuan A1B1 dan A2B1 sebesar 100%, sedangkan persentase terendah sebesar 90% pada kombinasi perlakuan A0B1 dan A0B2. Persentase kematian eksplan 100% terjadi pada kombinasi perlakuan A0B1, A1B1, A1B2, A2B1 dan A2B2, sedangkan 2 kombinasi perlakuan lainnya masih terdapat eksplan yang masih hijau/hidup yaitu A0B0 (15%) dan A0B2 (2,5%). Persentase browning
18
eksplan teertinggi padda kombinaasi perlakuaan A0B1 seebesar 22,55% dan tereendah pada kom mbinasi perllakuan A1B B2 sebesar 2,5% (Tabel 2). Jeniss kontamin pada eksplan jaabon melipputi bakteri dan cendaawan. Perseentase konttaminasi ek ksplan oleh baktteri+cendaw wan sebanyyak 75,36% %, kontam minasi cenddawan sebaanyak 10,36% daan kontaminnasi bakterii sebanyak 9,28% 9 (Tabel 3). 120
Bro owning
Bahan n sterilan
A A0B1
A0B2 A A1 1B1 A1B2 Kombinassi Perlakuan
Kontaminasi
Persentase (%)
100 80 60 40 20 0 A0B0
Gambar 2
A2B B1
A2B2 2
Eksplan yang y mengaalami kemattian selama 4 minggu pengamatan n (A0: karantina 0 hari, A1: A karantinaa 7 hari, A2: A karantina 14 harii, B0: perendam man 0 hari, B11: perendamaan 1 hari, B22: perendamaan 2 hari)
120.0
B Bakteri+cend dawan
Cendaw wan
Bakteri
Persentase (%)
100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0 A0B0
A0B1
A0B2
A1B1 A
A1 1B2
A2B B1
A2B2 2
Kombinaasi perlakuann minasi selam ma 4 minggu pengamatann (A0: karan ntina 0 Gambar 3 Eksplan yaang terkontam hari, A1: karantina k 7 hari, A2: karaantina 14 harri, B0: perenndaman 0 harri, B1: perendamaan 1 hari, B1: perendaman n 2 hari)
Keematian terrtinggi padaa semua peerlakuan steerilisasi dissebabkan karena k kontaminaasi kemudiaan diikuti bahan b steriilan dan brrowning (G Gambar 2). Jenis
19
kontaminaan yang ada a pada eksplan beerupa baktteri dan ccendawan. Jenis kontaminaan terbanyak pada sem mua kombinaasi perlakuaan adalah baakteri+cend dawan kemudian diikuti hannya bakteri dan d hanya cendawan c (G Gambar 3). 120
Karantina 0 hari
Karanttina 7 hari
Karanttina 14 hari
Persentase (%)
100 80 60 40 20 0 Kontaminssi
Kem matian eksplan n
Brow wning
Hijau
Kondiisi eksplan Gambar 4 Pengaruh peerlakuan karaantina terhad dap kondisi eksplan e jabonn pada mingg gu ke-4 pengaamatan
Peersentase koontaminasi dan kemaatian eksplan pada semua perlaakuan eksplan yyang mengalami karantina tinggi dibbandingkann dengan persentase p browning dan hijau//hidup. Perssentase kon ntaminasi dan d kematiaan eksplan pada perlakuan karantina 7 hari dann 14 hari mempunyaii nilai yanng hampir sama. s matian eksplan pada perlakuan karantina 0 hari Persentasee kontaminnasi dan kem lebih renddah dibandinngkan denggan karantin na 7 dan 144 hari. Persentase brow wning eksplan paada perlakuuan karantinna 0 hari dan n 14 hari meempunyai nnilai yang haampir sama. Perrsentase broowning padaa perlakuan n karantina 7 hari lebihh rendah ap pabila dibandinggkan dengann karantinaa 0 hari dan d karantinna 14 harii. Eksplan yang hijau/hiduup sampai akhir a pengaamatan terd dapat pada perlakuan karantina 0 hari (Gambar 4). 4
20
120
Perendaaman 0 hari
Perendaman 2 hari
Perenddaman 1 hari
Persentase (%)
100 80 60 40 20 0 Kontaminaasi
Kemaatian eksplan
Brownning
Hijau
Kondiisi eksplan Gambar 5 Pengaruh peerlakuan pereendaman terrhadap kondisi eksplan jaabon pada minggu m ke-4 pengaamatan
Peersentase koontaminasi dan kemaatian eksplan pada semua perlaakuan perendaman tinggi. Persentase P k kontaminasi eksplan paada perlakuaan perendam man 0 hari, 1 haari dan 2 haari mempunnyai nilai yaang hampir sama. Perssentase kem matian eksplan pada perlakuuan perendaaman 1 dan n 2 hari meempunyai niilai yang haampir sama. Perrsentase kem matian ekspplan pada perlakuan p p perendaman 0 hari tereendah dibandinggkan dengaan perlakuuan lainnyaa. Tingkat browningg eksplan pada perlakuan perendam man 2 hari mempunyaai presentasse terendahh. Eksplan yang hijau/hiduup sampai akhir a pengam matan terdaapat pada peerlakuan peerendaman 0 hari
Persentase (%)
dan 2 harii (Gambar 5). 5 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Cen ndawan Bak kteri
I
I II
III
IV Hari ke--
V
VI
VIII
Gambar 6 Persentase kenaikan juumlah eksplaan yang menngalami konttaminasi bak kteri dan cendawan hingga h 7 harri setelah pen nanaman
21
Koontaminasi bakteri dann cendawan terjadi pada p hari kke-2 inisiasi dan mengalam mi kenaikan sampai harri ke-6. Kon ntaminasi mencapai m perrsentase terttinggi pada hari ke-5 dan mulai m konstaan pada harri ke-6 sam mpai pada akkhir pengam matan 6 (Gambar 6).
B
A
D
C
E
Gam mbar 7 Kondiisi eksplan pada p minggu ke-4 pengam matan; (A) Ekksplan terkoontaminasi jaamur, (B) Ek ksplan terkonntaminasi bakkteri, (C) Eksplan E menngalami brow wning, (D) Ekksplan hijau tetapi tidakk mengalami pertumbuhaan,(E) Eksplaan yang siap dimuultiplikasi
Daalam penellitian ini dihasilkan 3 botol eksplan jaabon yang siap dimultiplikasi. Eksplan tersebut kemudian dipindahkaan kedalam media MS yang menganduung ZPT BA AP 1,5 mg//l. Eksplan yang y dipinddahkan ke ddalam media MS dengan peenambahan ZPT mengaalami pertam mbahan tinggi, ruas daan daun. Ko ondisi eksplan paada akhir peengamatan dapat d dilihaat pada Gam mbar 7.
22
4.2
Pembahasan
4.2.1
Kondisi Bahan Tanaman Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tunas dari
tanaman jabon yang berumur ± 3 bulan yang merupakan tanaman dengan jaringan muda yang sedang aktif tumbuh. Kavitha et al. (2009) melakukan penelitian respon pertumbuhan eksplan jabon terhadap perbedaan jenis eksplan. Eksplan jabon dari jaringan muda tanaman yang aktif tumbuh akan memberikan respon pertumbuhan yang baik dalam kultur jaringan dibandingkan dengan tunas dorman ataupun tunas yang sudah berkayu. Waktu bertunas dan banyaknya tunas eksplan jabon akan maksimum apabila yang digunakan adalah jaringan muda yang sedang aktif tumbuh, sedangkan jaringan tua tidak memberikan respon, bahkan akan mengalami pencoklatan dan mati. Naghmouchi et al. (2008) menyatakan bahwa eksplan carob (Ceratonia siliqua) yang mempunyai karakteristik juvenile akan memberikan respon yang bagus dalam pembentukan tunas dan kecepatan pembentukan akar dalam media kultur. Penggunaan eksplan muda akan lebih optimal dalam pembentukan tunas dibandingkan dengan penggunaan eksplan yang sudah berlignin. Respon eksplan akan menurun seiring dengan naiknya umur eksplan. Eksplan yang berasal dari jaringan tanaman yang masih muda memiliki kandungan fenol yang lebih rendah dibandingkan jaringan tanaman yang sudah tua. Penggunaan tanaman muda dapat mengurangi kemungkinan browning yang terjadi pada eksplan. 4.2.2
Karantina Tanaman dan Perendaman Antibiotik Karantina tanaman induk bertujuan untuk mempersiapkan bahan eksplan
yang sehat dan bebas dari kontaminan internal. Bahan eksplan yang sehat sangat penting dalam kultur jaringan tanaman. Eksplan yang sudah terinfeksi patogen kemungkinan besar akan terkontaminasi saat dikulturkan. Karantina dilakukan dengan pemberian antibiotik, fungisida atau bakterisida secara kontinyu pada tanaman yang akan dikulturkan. Hal ini bertujuan untuk mematikan ataupun mengurangi mikroba yang ada di dalam jaringan tanaman. Pengontrolan kontaminasi mikroba sangat sulit dilakukan terutama untuk tanaman berkayu yang berasal dari lapangan (Bausher et al. 1998).
23
Karantina penting dilakukan karena sterilisasi permukaan tidak cukup membunuh mikroba kontaminan. Konsentrasi bahan sterilisasi yang rendah dan waktu yang singkat pada sterilisasi permukaan, tidak bisa membunuh mikroba kontaminan. Namun, jika konsentrasi dan waktu perendaman eksplan dengan bahan sterilisasi dinaikkan, mikroba akan terbunuh dan dapat mematikan eksplan. Kegiatan karantina dilakukan sebagai kontrol pertumbuhan cendawan dan bakteri secara kontinyu. Kegiatan karantina ini juga sebagai penurun tingkat kontaminasi secara internal dan secara tidak langsung mengurangi besarnya konsentrasi bahan sterilisasi serta lamanya waktu sterilisasi yang akan merusak eksplan. Perendaman eksplan dengan antibiotik dilakukan sebagai bagian dari sterilisasi internal jaringan eksplan. Eksplan yang telah terpotong masih membutuhkan oksigen untuk melakukan aktivitas selnya. Eksplan tersebut diberikan oksigen dengan menggunakan aerator dalam air kaya oksigen dalam proses peredamannya. Seperti dalam proses karantina, perendaman antibiotik dilakukan untuk membunuh ataupun mengeliminir mikroba yang ada di dalam jaringan eksplan. Kontaminasi eksplan paling rendah pada perlakuan tanpa perendaman. Hal ini disebabkan jaringan eksplan yang sebelumnya dioles alkohol mengalami luka dan saat perendaman mikroba dari jaringan eksplan yang lain akan sangat mudah masuk jaringan yang luka. Air sebagai sarana metabolisme eksplan juga diduga dapat memobilisasi mikroba ke jaringan eksplan. Dosis dan waktu perendaman antibiotik yang tidak tepat juga mengakibatkan tujuan perendaman yaitu menurunkan tingkat kontaminasi belum tercapai. 4.2.3
Tingkat Browning Eksplan Browning (pencoklatan) merupakan gejala munculnya warna coklat pada
eksplan sehingga akan menghambat pertumbuhan eksplan. Queiroz et al. (2008) mengemukakan bahwa browning terjadi akibat adanya enzim polifenol oksidase yang mengakibatkan terjadinya oksidasi senyawa fenol menjadi quinon yang memproduksi pigmen berwarna coklat ketika jaringan terluka. Kavitha et al. (2009) mengatakan bahwa browning pada eksplan jabon adalah hal yang umum terjadi karena adanya oksidasi dari senyawa fenol. Hal ini selaras dengan jenis jabon yang memiliki senyawa fenol berupa tanin (Nugroho 2011). Senyawa fenol
24
ini mengalami oksidasi akibat adanya pelukaan terhadap eksplan. Senyawa fenol yang teroksidasi pada media mengakibatkan eksplan tidak dapat mengambil nutrisi dari media sehingga pertumbuhan eksplan terhambat dan akhirnya eksplan akan mati. Persentase browning pada penelitian ini rendah, yaitu sebesar 10,36%. Usaha untuk mengurangi browning dalam penelitian ini diantaranya ialah penggunaan bahan tanaman yang masih muda. Tanaman muda mempunyai kandungan fenol yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman tua. Kandungan fenol yang lebih rendah akan menurunkan tingkat browning yang terjadi. Peristiwa pencoklatan pada eksplan saat ditanam dapat dikurangi dengan melakukan pembilasan air secara berulang. Hal ini dilakukan untuk melarutkan senyawa fenol yang ada dalam jaringan tanaman. Kavitha et al (2009) menyarankan untuk menginkubasi eksplan jabon pada medium baru di dalam ruangan yang gelap untuk mengurangi tingkat browning yang terjadi. Onuoha et al. (2011) dalam penelitiannya untuk mencegah browning pada kultur jaringan pisang (Musa parasidiaca) menyarankan untuk merendam eksplan dengan menggunakan antioksidan berupa potassium sitrat-sitrat selama 2 jam sebelum dilakukan pengkulturan. Poudyal et al. (2008) mengkaji masalah browning pada jenis pear Yali, Ainkansui dan Abbe Fetel. Poudyal menyarankan penambahan asam askorbat atau dengan penambahan Polivinil Pirolidon (PVP) pada media kultur, inkubasi eksplan pada kondisi gelap selama 96 jam, dan perlakuan dingin dengan disimpan dalam kulkas selama 12 jam. Perlakuan ini terbukti mampu mengontrol browning pada eksplan pear. 4.2.4
Tingkat Kontaminasi Eksplan Secara umum, tingkat kontaminasi tinggi pada semua perlakuan. Penyakit
lodoh oleh serangan cendawan pada tanaman induk (Gambar 8) diduga menyebabkan tingginya kontaminasi pada semua perlakuan. Patogen penyebab penyakit lodoh ini dengan cepat akan menyebar ke jaringan tanaman. Hifa patogen lodoh menyebar melalui tanah, dan infeksi patogen terjadi melalui penetrasi langsung pada epidermis yang masih lemah yang melindungi jaringan tanaman yang masih sukulen (Boyce 1961). Banyak jenis cendawan yang berasosiasi dengan jaringan tanaman, dan umumnya akan menyebabkan
25
kontaminaasi pada ekksplan yang dikulturkan (Altan ett al. 2009). Tanaman yang terlihat seehat dan segar, didugaa sudah teriinfeksi didaalam jaringgannya, sehingga ketika tunnas dikultuurkan patoggen tersebu ut akan ikuut terbawa dalam jariingan, akibatnya cendawan akan cepat tumbuh dallam botol-bbotol kultur.. Oleh karen na itu dalam kultur jaringann sangat pennting pemak kaian eksplaan yang bennar-benar sehat.
A
B
C
Gambar 8 Kondisi tannaman indukkan jabon dii rumah kacaa; (A) Konddisi tanaman jabon yang sehatt, (B) Konddisi tanaman n jabon yangg mulai tersserang lodoh h, (C) Kondisi sem mai jabon yaang mati terk kena serangann lodoh
Tinngkat kontaminasi ekksplan jabon n lebih renndah pada perlakuan tanpa karantina dibandingkkan dengann perlakuan n karantina.. Kontaminnasi yang cukup c tinggi padda perlakuaan karantinaa diduga kaarena adanyya resisitenssi mikroba yang terjadi padda tanaman yang diberiikan antbiottik. Resisiteensi ini terjaadi karena proses p karantina belum tunntas, sehinngga karanttina yang bertujuan membunuh h dan menguranngi mikrobaa justru akkan menghaasilkan mikkroba yangg lebih ressisten. Suwandi (1992) ( menngatakan baahwa mikrob ba akan berrusaha beraadaptasi terh hadap toksisitas antibiotikk. Resistennsi muncull dengan adanya ffleksibilitas dan kemampuan mikrobaa untuk beeradaptasi dengan d linggkungannyaa, dan resisstensi tersebut akan a dituruunkan darii generasi ke generaasi sehinggga menghassilkan mikroba yang y lebihh tahan terhhadap antib biotik. Pennyebab lainn diduga karena k kombinasii dari tiga jenis antibiotik belu um dapat berfungsi b m maksimal. Tidak T efektifnyaa antibiotik ini disebabbkan karen na kurangnyya dosis anntibiotik ataaupun rentang waktu w pembeerian antibiootik yang ku urang lama.
26
Kontaminasi secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor eksplan, faktor manusia, faktor media dan faktor lingkungan. Kontaminasi dari faktor eksplan dicirikan dengan awal muncul sumber kontaminasi berasal dari eksplan (Gambar 9A). Dalam penelitian ini banyak didapatkan juga kontaminasi yang berawal dari ruas antar tangkai daun (Gambar 9D). Kavitha et al (2009) mengatakan bahwa kontaminasi paling banyak dari kultur jaringan tunas jabon adalah cendawan. Cendawan sebagian besar berawal dari stipula yang berada di antara tangkai daun. Kontaminasi di bagian stipula dapat dihilangkan dengan menggunakan bahan kimia pada eksplan. Dengan cara ini persentase kontaminasi pada bagian stipula oleh cendawan dapat dikurangi. Kontaminasi ini biasa terjadi akibat adanya sterilisasi permukaan yang tidak sempurna. Pemilihan bahan sterilisasi, dosis serta lama waktu sterilisasi mempengaruhi keefektifan dalam membunuh kontaminan yang ada di permukaan eksplan. Kontaminasi yang muncul dari media juga terkadang bisa terjadi. Kontaminasi dari faktor media disebabkan karena kurang rapatnya penutup botol sehingga mikroba bisa masuk lewat celah penutup botol. Kontaminasi yang berasal dari media kultur ditandai dengan munculnya cendawan atau bakteri berawal pada media (Gambar 9B). Faktor manusia dan lingkungan juga menjadi penyebab tingat kontaminasi yang cukup tinggi, kurang terampilnya pekerja serta kurang sterilnya peralatan yang dipakai juga bisa mempengaruhi persen kontaminasi
pada eksplan. Odutayo et al (2007) menyatakan bahwa ada
hubungan antara jenis kontaminan dengan lingkungan laboratorium, pekerja, dam peralatan yang digunakan. Bakteri dan cendawan yang ditemukan sebagai kontaminan, jenisnya sama dengan bakteri dan cendawan yang ada di udara laboratorium, peralatan laboratorium, kulit pekerja, serta sarung tangan pekerja ketika melakukan penelitian. Secara umum, berdasarkan jenis kontaminan kontaminasi terdapat 2 jenis, yaitu kontaminasi bakteri dan kontaminasi cendawan. Kontaminasi bakteri dicirikan dengan adanya cairan putih bening pada media di pangkal eksplan yang akan berubah menjadi putih pekat ataupun berubah warna. Kontaminasi cendawan dicirikan dengan adanya hifa putih yang tumbuh pada botol kultur, baik itu muncul dari media ataupun eksplan. Kondisi media kultur yang lembab dan
27
banyak mengandung m g nutrisi, menyebabkan m n pertumbuuhan cendawan lebih cepat dari pada pertumbuhhan eksplannnya. Cend dawan yangg menyeranng eksplan lama kelamaan akan menutupi eksplann yang akhiirnya membbunuh eksplan (Gambarr 9C)
A
C
B
D
Gaambar 9 Konntaminasi cenndawan; (A) cendawan berawal b dari eksplan, (B) cenndawan beraawal dari med dia, (C) cenddawan tumbuuh cepat dan meenutupi ekspllan, (D) cend dawan yang berawal b darii sipula antarr tanngkai daun
Koontaminasi bakteri b dann cendawan mulai munncul pada haari kedua in nisiasi dan terus meningkatt pada mingggu pertama. Kontamiinasi cendawan dan baakteri mencapai persentasee tertinggi pada harri ke-5 settelah penaanaman ekssplan. Kontaminnasi yang terjadi sebaanyak 95% dari selurruh eksplann yang ditaanam. Sebagian besar ekspllan mengalaami dua jen nis kontamiinasi sekaliggus yaitu baakteri +cendawaan.
28
4.2.5
Toksisitas Antibiotik dan Bahan Sterilisasi Antibiotik merupakan senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme
seperti cendawan dan bakteri yang digunakan untuk membunuh mikrorganisme lain. Aktivitas
antibiotik ialah mengganggu kinerja sel bakteri. Aktivitas
antibiotik dalam mengganggu sel bakteri juga bisa mengganggu aktivitas sel tanaman yang akhirnya mematikan eksplan. Cantika (2006) menyatakan bahwa konsentrasi antibiotik yang terlalu tinggi akan dapat mematikan sel tanaman. Pemakaian bahan-bahan sterilisasi dengan konsentrasi yang terlalu tinggi ataupun waktu yang terlalu lama juga akan bersifat toksik bagi tanaman. Residu dari bahan sretilan yang masih tertinggal di eksplan juga akan dapat mematikan eksplan jika pembilasan kurang bersih. Bahan sterilisasi digunakan untuk sterilisasi permukaan eksplan. Bahan sterilisasi bersifat toksik, oleh karena itu konsentrasi tidak boleh terlalu tinggi dan waktu sterilisasi tidak boleh terlalu lama. Bahan sterilisasi yang digunakan dalam penelitian ini dan diduga mengakibatkan terjadinya kematian eksplan adalah alkohol 70% dan NaOCl. Alkohol 70% merupakan bahan sterilisasi yang kuat dan dapat membunuh kontaminan, akan tetapi jika terlalu banyak akan mematikan jaringan
tanaman.
Dalam
penelitian
pendahuluan
dilakukan
percobaan
penggunaan alkohol 70% selama 3 menit, akan tetapi 85%−90% eksplan mengalami kematian. Alkohol 70% digunakan dengan cara dioles di permukaan eksplan, hal ini dimaksukan untuk menghilangkan kontaminan yang ada di permukaan eksplan. Akan tetapi, Widyaningrum (2000) menyatakan bahwa penggunaan alkohol 70% dapat mengakibatkan eksplan mengalami dehidrasi yang diikuti pengeluaran klorofil dari jaringan eksplan. Hal ini dapat terlihat dari hilangnya warna hijau pada eksplan jabon yang dioles dengan menggunakan alkohol 70% (Gambar 10A). Hilangnya klorofil dari jaringan tanaman mengakibatkan jaringan eksplan mati setelah ditanam. NaOCl yang dipakai ialah konsentrasi 5% dan 7,5% selama 3−5 menit. Konsentrasi dan waktu
perendaman yang terlalu tinggi akan mengakibatkan
rusaknya jaringan eksplan. Jaringan eksplan yang rusak ditunjukkan dengan mulai memutihnya eksplan jabon ketika direndam dalam larutan NaOCl (Gambar 10B). Eksplan ini akhirmya akan mati setelah beberapa hari ditanam dalam medium MS
29
(Gambar 10C). Koonsentrasi NaOCl N yang terlalu rendah juuga tidak akan membunuuh kontaminnan. Hal inii sesuai den ngan pernyaataan Zulfiqqar et al. (2 2009) yang menneliti tentanng efek perrbedaan kon nsentrasi NaOCl N terhaadap keefek ktifan menguranngi tingkat kontaminaasi eksplan n alpukat (Persea am mericana mill.). m Konsentraasi NaOCl yang tepaat dapat effektif dalam m mengonttrol kontam minasi dengan seedikit kerusaakan pada eksplan. e NaaOCl meruppakan bahann sterilisasi yang sangat efeektif dalam m mengontrool tingkat kontaminasi k i, tetapi konnsentrasi NaOCl N yang dinaaikkan akann secara drrastis menaaikkan pulaa persen keematian ekssplan, karena NaaOCl dalam m konsentrassi tinggi bersifat toksik bagi tanam man.
B
A
C
Gambar 100 Kerusakaan jaringan eksplan oleh bahan steerilisasi; (A)) eksplan menjadi coklat seetelah dioless alkohol, (B B) eksplan memutih kaarena NaOC Cl, (C) eksplan mengalami m k kematian akib bat kerusakaan jaringan.
4.2.6 Keemungkinaan Dilakukaan Multipllikasi Ekksplan jabonn yang tidakk mengalam mi kontaminnasi dan tum mbuh, seban nyak 3 botol ekspplan
dilakkukan pemindahan kee media hoormon MS+ +BAP 1,5 mg/l.
Kavitha et e al. (20099)
menyattakan BAP P bisa mennghasilkan tunas sehatt dan
panjang dari d tunas dari d jabon. Konsentrasi K i paling baiik untuk peerbanyakan tunas eksplan jaabon adalah dengan BA AP 1 mg/l daalam mediuum ½ MS. K Konsentrasi lebih tinggi bissa menghassilkan lebihh banyak tu unas, akan tetapi tunaas yang muncul m lemah denngan lebih panjang taangkai, sertta ukuran daun kecil.. Zulfiqar et al. (2009) menyatakan BAP meruupakan horm mon sitokinnin yang umum digun nakan untuk indduksi tunass dan regenerasi tunaas. Penambbahan BAP P penting untuk u perbanyakkan dan peerkembangaan tunas daari alpukat (Persea aamericana Mill). M
30
Konsentrasi BAP yang terlalu rendah ataupun terlalu tinggi akan akan menghasilkan jumlah eksplan yang lebih sedikit. Ada perbedaan morfologi dari respon eksplan alpukat dengan konsentrasi BAP yang berbeda. Konsentrasi BAP yang terlalu tinggi akan menghasilkan tunas yang padat tanpa mengalami perpanjangan. Pemilihan konsentrasi dari ZPT sangat penting untuk regenerasi tunas.