BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Profile Responden Ada 200 responden yang didapat dari 200 kuesioner yang disebarkan. Seluruh kuesioner yang disebarkan diisi dengan melakukan wawancara secara satu persatu terhadap responden yang dipilih. Tingkat kevalidan sample langsung dievaluasi pada saat wawancara berlangsung, karena hanya responden-responden yang valid (wanita yang telah memiliki anak dengan status sosial ekonominya lebih besar sama dengan C1) yang dapat meneruskan mengisi kuesioner ini. Penjelasan dan kesimpulan atas hasil analisa data pada penelitian ini akan dijelaskan secara deskriptif, yang isinya meliputi profile responden (jenis kelamin, status kepemilikan anak, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat penghasilan, status sosial ekonomi, dan perilaku keseharian). Kemudian penjelasan deskriptif tersebut juga berisi tentang perilaku responden terhadap jenis makanan sosis dan produk makanan SOZZIS. Data deskriptif ini akan ditampilkan dalam bentuk table dan pie-chart dan bar-chart yang dibuat menggunakan SPSS dan Microsoft Excel. 32
33 4.1.1
Menguji Normalitas Data Kuesioner dibagikan kepada responden di beberapa tempat berbeda di wilayah DKI Jakarta (Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Pusat), baik itu sekolah, tempat rekreasi keluarga, rumah, rumah sakit, atau pusat-pusat perbelanjaan secara random, dengan prosentase jumlah responden dari tiap-tiap kotamadya di Jakarta adalah sebagai berikut: Jakarta Utara sebanyak 24%, Jakarta Selatan sebanyak 19%, Jakarta Timur sebanyak 13.5%, Jakarta Barat sebanyak 12%, dan Jakarta Pusat31.5%.
Gambar 4.1 (PieChart Domisili responden) 4.1.2
Uji Normalitas data: n = 5, y = n-1 = 4 α = 0.05
34
H0: Data berasal dari populasi yang terdistribusi normal H1: Data tidak berasal dari populasi yang terdistribusi normal Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Sig.
Shapiro-Wilk Statistic
0.19197542 5 0.2 0.939675707 Kotamadya a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Tabel 4.1 (Tes normalitas data)
df 5
Sig. 0.663646
Gambar 4.2 (histogram distribusi populasi) Karena pada Kolmogorov-Smirnova P-value = 0.200 > α = 0.05, maka H0 tidak dapat ditolak, atau data berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Begitu juga pada Shapiro-Wilk, karena P-value = 0.663 > α = 0.05, maka H0 tidak dapat ditolak, atau data berasal dari populasi yang terdistribusi normal.
35 4.1.3
Target Responden Dikarenakan sample yang digunakan harus memiliki kriteria tertentu, yang salah satunya adalah harus wanita, karena di dalam survey ini wanita yang telah memiliki anak (ibu) memiliki peran yang sangat penting di dalam keputusan pembelian suatu produk makanan untuk keluarganya terutama anaknya, sehingga keseluruhan 200 responden (100%) di dalam survey ini adalah wanita dan telah memiliki anak.
Gambar 4.3 (PieChart jenis kelamin)
Gambar 4.4 (PieChart responden yang telah memiliki anak)
36
Tingkat
penghasilan
responden
menjadi
acuan
di
dalam
menentukan status sosial ekonomi dari responden. Hanya responden dengan tingkat penghasilan yang sesuai dengan criteria saja yang dapat melanjutkan mengisi kuesioner ini. Batasan dari tingkat sosial ekonomi responden (SEC) yang ikut serta di dalam survey ini minimal C1, sehingga responden yang memiliki tingkat sosial ekonomi di bawah C1 tidak diikutsertakan di dalam survey ini. Mayoritas dari responden di dalam survey ini memiliki tingkat penghasilan 1.000.001 s/d 1.500.000 (SEC C1) sebesar 32%, kemudian >3.000.000 (SEC A1) sebesar 21%, selanjutnya 1.500.001 s/d 2.000.000 (SEC B) sebesar 18.5%, 2.000.001 s/d 3.000.000 (SEC A2) sebesar 18%, dan 700.001 s/d 1.000.000 (SEC C2) sebesar 10.5%.
Gambar 4.5 (PieChart Tingkat penghasilan responden)
37
Data berikut merepresentasikan persepsi yang telah tertanam di benak responden mengenai sosis. Sebanyak 60.69% responden menganggap bahwa sosis itu adalah daging sapi olahan, selanjutnya 23.88% responden mengingat bentuk dan rasanya, lalu 7.96% responden mengatakan bahwa sosis mengandung bahan pengawet dan tidak sehat, 0.49% responden mengatakan harga sosis lebih murah dibandingkan daging, dan 7% responden menganggap sosis sebagai cemilan. Dari 7% responden yang menganggap sosis sebagai cemilan dilakukan crosstab data dengan SEC, dengan hasil sebagai berikut:
Snack
SES A1 2
Crosstab Snack VS SEC SES A2 SES B SES C1 0,5 1 3
SES C2 0,5
Total 7
Tabel 4.2 crosstab persepsi sosis sebagai cemilan * SES Karena jumlah sample sangat kecil, data ini hanya merupakan suatu indikasi bahwa ada sebagian kecil masyarakat yang menganggap sosis sebagai cemilan. Untuk dapat ditarik suatu kesimpulan maka harus dilakukan research yang lebih besar Dari 7% responden yang menganggap sosis adalah snack (cemilan), 2%nya adalah ses A1, 0,5%nya dari ses A2 dan C2, 1%nya adalah ses B, dan 3%nya adalah ses C1.
38
Gambar 4.6 (BarChart Persepsi responden mengenai sosis) 4.2
Menguji Relasi antara tingkat konsumsi sosis dengan tingkat konsumsi SOZZIS 4.2.1
Konsumsi sosis dalam 6 bulan terakhir Untuk tingkat konsumsi sosis selama 6 bulan terakhir, 84.5% responden masih mengkonsumsi sosis, sedangkan 15.5% lainnya tidak pernah mengkonsumsi sosis lagi.
Gambar 4.7 (PieChart Konsumsi sosis dalam 6 bulan terakhir) 4.2.2 Konsumsi SOZZIS dalam 6 bulan terakhir Untuk tingkat konsumsi SOZZIS selama 6 bulan terakhir, 76% responden masih mengkonsumsi SOZZIS, sedangkan 24% lainnya tidak pernah mengkonsumsi SOZZIS lagi.
39
Gambar 4.8 (PieChart Konsumsi SOZZIS dalam 6 bulan terakhir) 4.2.3 Analisa 1: n = 200, α = 0.05 H0: Konsumsi SOZZIS selama 6 bulan terakhir tidak tergantung pada konsumsi sosis selama 6 bulan terakhir H1: Konsumsi SOZZIS selama 6 bulan terakhir tergantung pada konsumsi sosis selama 6 bulan terakhir Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
Pearson Chi-Square
72.096a
1
.000
Continuity Correctionb
68.264
1
.000
Likelihood Ratio
62.327
1
.000
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
.000 71.736
1
.000
.000
200
Tabel 4.3 (Chi-Square Test konsumsi sosis selama 6 bulan terakhir dengan konsumsi SOZZIS selama 6 bulan terakhir)
40
Gambar 4.9 (BarChart CrossTab konsumsi sosis selama 6 bulan terakhir dengan konsumsi SOZZIS selama 6 bulan terakhir)
Dari Chi-Square test di atas, dapat dilihat bahwa χ2 = 72.096 dengan derajat kebebasan = 1, dan P-value = 0.000. karena P-value lebih kecil dari α = 0.05, maka tolak H0, atau ada ketergantungan antara konsumsi SOZZIS selama 6 bulan terakhir dengan konsumsi sosis selama 6 bulan terakhir.
4.2.4 Analisa 2: n = 200, α = 0.01 H0: Tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi sosis dengan konsumsi SOZZIS
41
H1: Ada hubungan yang signifikan antara konsumsi sosis dengan konsumsi SOZZIS Dalam 6 bulan
Dalam 6 bulan terakhir ini apakah anda pernah
terakhir ini apakah
Dalam 6 bulan terakhir ini
anda pernah
apakah anda pernah
mengkonsumsi
mengkonsumsi produk
sosis
makanan SOZZIS
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed)
mengkonsumsi sosis
N
.000 200
200
.600**
1
Dalam 6 bulan terakhir ini
Pearson Correlation
apakah anda pernah
Sig. (2-tailed)
.000
N
200
mengkonsumsi produk makanan SOZZIS
.600**
200
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tabel 4.4 (Correlation test konsumsi sosis selama 6 bulan terakhir dengan konsumsi SOZZIS selama 6 bulan terakhir) Dari perhitungan korelasi pearson di atas didapatkan bahwa pvalue < α, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan linear yang cukup signifikan antara konsumsi sosis dengan konsumsi SOZZIS. Dengan kata lain bahwa konsumsi atau pembelian SOZZIS dipengaruhi oleh keinginan / kebutuhan responden terhadap sosis. 4.2.5
Persepsi yang sudah tertanam mengenai produk SOZZIS Dari data berikut terlihat bahwa mayoritas responden menganggap produk ini, sebagai sosis siap makan (73%) dan tinggal lep (61%).
42
Tetapi di samping itu, dari data berikut juga terlihat bahwa tidak satupun responden yang menganggap produk ini sebagai cemilan.
Gambar 4.10 (BarChart Persepsi mengenai SOZZIS)
Tinggal Lep VS SES Sosis Siap Makan VS SES Artisnya VS SES Sosis berpengawet VS SES Praktis, Simple VS SES Harga terjangkau VS SES Membeli dan mencobanya VS SES Kemasannya 1 pak isi 3 VS SES Rasanya enak VS SES Rasanya tidak enak VS SES Warnanya tidak terlalu merah VS SES Daging olahan VS SES Makanan yang bergizi VS SES Makanan tidak sehat VS SES persentase
SES A1
SES A2
SES B
SES C1
SES C2
%
8 23 0 1 0 0 0
12 14 1 0 1 1 1
14 11 1 1 1 0 2
19 25 4 2 2 1 1
8 6 1 1 1 1 0
29.7 38.4 3.5 2.5 2.5 1,5
0
0
0
1
0
1 1 0
2 0 0
5 0 1
2 2 2
2 0 1
3 4
3 2
1 1
3 2
0 1
1.9 0.5 5.9 0.9 1.9 4.9 4.9 1 20.4
0 18
0 18.4
1 32.4
Table 4.5 Crosstab persepsi mengenai SOZZIS * SES
0 10.8
1 100
43
Dari hasil crosstab dapat dilihat bahwa 19 responden dari ses c1 mengatakan bahwa persepsi menganai SOZZIS adalah sosis tinggal lep, sedangkan 25 responden dari ses c1 mengatakan bahwa SOZZIS merupakan daging sapi olahan. 4.2.6
Crosstab alasan responden mencoba SOZZIS dengan kontinuitas konsumsi SOZZIS
Alasan Mengkonsumsi SOZZIS * FrekuensiKomsumsiSozzis Crosstabulation
FrekuensiKomsumsiSozzis 1 Hari
2 Hari
1
1 Bulan
Lebih
Tidak
Sekali
Sekali
Minggu
Sekali
Dari 6
Pernah
Sekali Alasan
Ingin Mencoba
Mengkonsumsi
Produk Baru Pemberian Promosi Rasanya Enak dan Bergizi Disukai Anak-Anak Praktis Tidak Perlu Digoreng Packaging Menarik Kandungan Gizinya
Total
Total
Bulan
3
14
42
40
27
6
132
0
1
0
0
2
0
3
0
3
5
2
1
0
11
1
0
3
2
1
0
7
2
2
8
2
0
0
14
1
0
1
0
0
0
2
0
0
1
1
0
0
2
7
20
60
47
31
6
171
Tabel 4.6 (Crosstabbs alasan responden mencoba SOZZIS dengan kontinuitas konsumsi SOZZIS) Dari analisa di atas terlihat bahwa kontinuitas konsumsi sebagian besar konsumen setelah mencoba produk SOZZIS hanya pada 1 minggu sekali (35.08%) dan 1 bulan sekali (27.48%).
44
Crosstab konsumen yang mengkonsumsi SOZZIS 1 hari sekali * SES SES A1
SES A2
SES B
SES C1
SES C2
Setiap Hari VS SES 2 Hari Sekali VS SES 1 Minggu Sekali VS SES 1 Bulan Sekali VS SES Lebih Dari 6 Bulan VS SES
1 4 20 7
1 4 12 9
1 4 17 6
3 7 9 17
1 1 7 8
0
4
6
18
3
Tidak Pernah VS SES
10
6
3
10
1
30
42
36
37
64
21
200
total 7 20 65 47 31
Tabel 4.7 Crosstab frekuensi mengkonsumsi SOZZIS 1 hari sekali * SES Sebanyak 3 reponden dari 7 responden yang mengkonsumsi SOZZIS setiap hari adalah golongan ses C1, sebanyak 7 responden dari 20 responden yang mengkonsumsi SOZZIS 2 hari sekali adalah golongan ses C1, sebanyak 20 responden dari 65 yang mengkonsumsi SOZZIS satu minggu sekali adalah golongan A1.
4.2.7
Kesediaan responden untuk mencari SOZZIS hingga dapat jika produk tersebut tidak tersedia dan menguji loyalitas responden terhadap SOZZIS Dari data berikut terlihat bahwa mayoritas (80%) responden akan langsung mengganti SOZZIS dengan produk lain jika SOZZIS tidak ditemukan di pasaran.
45
Gambar 4.11 (PieChart Kesediaan mencari SOZZIS jika tidak mendapatkan produk tersebut)
Analisa: n = 200, α = 0.05 H0: µ = 200 H1: µ ≠ 200
One-Sample Statistics N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Ketersediaan responden untuk mencari SOZZIS jika
200
1.80
tidak tersedia di pasaran
Tabel 4.8 (Statistik uji-t satu sample)
.401
.028
46 One-Sample Test Test Value = 1 95% Confidence Interval of the Difference Sig. t
df
(2-tailed)
Mean Difference
Lower
Upper
Ketersediaan responden untuk mencari SOZZIS jika
28.213
199
.000
.800
.74
.86
tidak tersedia di pasaran
Tabel 4.9 (Hasil uji-t satu sample) Dari uji-t satu sample ini didapatkan 2-tailed p-values = 0.000 jelas lebih kecil dari α = 0.05, maka tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden tidak memiliki loyalitas terhadap SOZZIS atau switching rate responden terhadap SOZZIS sangat tinggi.
4.2.8
Produk pengganti SOZZIS Dari data berikut terlihat bahwa setidaknya ada 9 (sembilan) produk/jenis makanan yang dijadikan responden sebagai produk pengganti SOZZIS dengan produk terpopulernya adalah nugget (35.75%), kemudian diikuti dengan telur (20.11%), dan sosis biasa (13.97%).
Gambar 4.12 (BarChart Produk pengganti SOZZIS)
47
Crosstab produk pengganti dengan snack * SES
SES A1
SES A2
SES SES B
38 4 42
35 1 36
35 2 37
Total SES C1
SES C2
58 6 64
20 1 21
Lainnya Snack
186 14 200
Tabel 4.10 Crosstab produk pengganti dengan snack * SES Dari 14 responden yang memilih snack sebagai produk pengganti SOZZIS 6 responden adalah golongan ses c1, dan 4 responden dari golongan A1, karena jumlah sample sangat kecil data ini hanya dapat digunakan sebagai indikasi saja. 4.2.9 Analisa Deskriptif 4.2.9.1 Karakteristik Responden Mayoritas responden di dalam survey ini memiliki tingkat pendidikan SMA/sederajat (41%), D3 (19%), dan S1 (16%) dengan tingkat sosial ekonomi C1 (32%), A1 (21%), B (18.5%), A2 (18%), dan C2 (10.5%). Mayoritas responden (56%) menyatakan bahwa responden sendiri yang selalu menentukan dan membeli merek makanan yang dikonsumsi oleh anaknya. Pekerjaan rutin yang dikerjakan oleh mayoritas responden adalah : •
Pekerjaan rumah tangga (26,27%)
•
Mengurus anak (25,54%)
•
Menonton TV (24,67%)
48
Media yang sering diikuti oleh mayoritas responden adalah televisi (48,85%) dengan 2 (dua) program/acara TV yang sering dikonsumsi mayoritas responden adalah infotainment (29,74%) dan sinetron (24,35%). 4.2.9.2
Perilaku responden terhadap sosis Seluruh responden di dalam survey ini menyatakan bahwa mereka mengetahui jenis makanan sosis, dan mayoritas responden (94,5%) masih mengkonsumsi sosis tersebut hingga 6 bulan terakhir ini. Persepsi mengenai sosis yang tertanam pada mayoritas responden adalah daging sapi olahan (60,70%). Cara mengkonsumsi sosis pada mayoritas responden (76,92%) adalah mengkonsumsinya dengan makanan lain, karena mayoritas responden (65,71%) menganggap bahwa sosis adalah makanan pelengkap makanan pokok dan mayoritas responden (94,67%) mengolah sosis tersebut lebih dahulu sebelum mengkonsumsinya, baik itu digoreng (66,11%), direbus (29,29%), dipanggang (2,51%), atau dibakar (1,25%), karena mayoritas responden (74,12%) menganggap bahwa sosis itu belum matang.
4.2.9.3 Perilaku responden terhadap SOZZIS Seluruh responden di dalam survey ini telah mengetahui produk makanan SOZZIS dan dalam waktu 6 bulan terakhir, mayoritas responden (89.41%) masih mengkonsumsi produk
49
makanan SOZZIS. Persepsi yang telah tertanam pada mayoritas responden adalah SOZZIS sebagai sosis siap makan (39,5%) dan “tinggal Lep” (30,5%). Dari hasil analisa data dapat dilihat bahwa responden memiliki perhatian (awareness) yang sangat tinggi terhadap produk makanan SOZZIS, hal ini dapat dilihat dari keseluruhan responden telah mengetahui produk makanan SOZZIS. Sebagian besar responden mengkonsumsi SOZZIS tanpa diolah terlebih dahulu (75.88%). Dari data juga dapat dilihat bahwa tingkat uji (trial) terhadap produk makanan SOZZIS ini sangat tinggi, dimana mayoritas responden (77.64%) mengatakan bahwa alasan responden untuk mencoba SOZZIS adalah karena responden ingin mengetahui rasa dari produk baru ini. Tetapi di samping tingkat awareness dan trial produk SOZZIS ini yang sangat tinggi, intensitas responden untuk mengkonsumsi produk ini terbilang jarang, dengan mayoritas responden hanya mengkonsumsi produk ini setiap 1 minggu sekali (35.29%) dan 1 bulan sekali (27.64%%). Dari data juga terlihat, bahwa banyak sekali produk lain yang oleh responden sering dijadikan produk untuk menggantikan SOZZIS ini, seperti Nugget (35.75%), telur (20,11%), sosis biasa (13,97%), bakso (11,73%), dan chiki/chitato/taro (7,82%). Tingkat
50
kesetiaan responden terhadap produk SOZZIS juga cukup rendah, dengan mayoritas responden mengatakan akan mencari produk lain jika SOZZIS tidak tersedia (80%). Pada data terlihat ada sejumlah kecil responden yg khawatir bahwa SOZZIS adalah makanan tidak sehat, hal ini dapat menjadi stimulus negative terhadap efek psikologis konsumen yang memiliki kecenderungan untuk hidup secara sehat. Namun perilaku konsumen yang cenderung kearah antifungsionalis dapat digunakan untuk mengatasi stimulus negative tersebut, SOZZIS sebagai makanan instant yang praktis tanpa harus diolah sebelum dikonsumsi. Kehidupan kearah modern dan meninggalkan kehidupan romatis, tren masyarakat adalah melawan segala kompleksitas dengan menjadikannya sederhana, simple, praktis, sehingga tren produk makanan yang dicari konsumen kedepannya adalah makanan-makanan instan yang sehat.
4.3
Analisis SWOT
Gambar 4.13 (SWOT ANALYSIS)
51
4.3.1 Strength 1. SOZZIS merupakan pioneer dari produk makanan olahan sosis yang siap makan. 2. Pengucapan SOZZIS yang hampir menyerupai sosis merupakan pilihan baik agar dapat dengan mudah diingat oleh konsumen. 3. SOZZIS memiliki resource yang baik dari segi supplier bahan baku, karena perusahaan penyedia merupakan group dari Japfa, sehingga kerjasama yang dibina sudah baik. 4. SOZZIS medapatkan brand awarness yang baik dari konsumen. 4.3.2 Weakness 1. Produk makanan cepat kadaluarsa. 2. Produk rentan rusak apabila bungkus mengalami kerusakan, seperti sedikit bolong sehingga udara dapat membusukan daging lebih cepat. 3. Makanan instan mengandung bahan pengawet. 4. Sistem distribusi yang tidak realtime menghambat informasi tentang ketersediaan barang pada suatu retailer sedangkan untuk produk penggantinya tersedia cukup banyak bahkan di pasar tradisional dan warung kecil. 5. Tingginya tingkat pengembalian barang atau retur karena cacat produk maupun kadaluarsa juga menjadi ancaman serius bagi tingkat penjualan.
52
4.3.3 Opportunity 1. Kebiasaan ibu rumah tangga menonton televisi membuat penyebaran informasi melalui media televisi menjadi sangat efektif. 2. Trend masyarakat yang selalu ingin mencoba produk baru membuat SOZZIS mendapatkan angka penjualan tinggi diawal peluncurannya. 3. Sebagian masyarakat menganggap produk ini merupakan makanan bergizi. 4.3.4 Threat 1. Level switching masyarakat terhadap produk ini sangat tinggi sedangkan variasi produk pengganti sangat banyak. 2. Isu negatif yang mengatakan bahwa sosis merupakan makanan yang tidak sehat, meskipun persentasinya kecil tetapi hal ini bisa menjadi bola salju dengan kekuatan word of mouth. 3. Pengucapan SOZZIS yang hampir menyerupai sosis selain menjadi kekuatan juga dapat menjadi ancaman bagi produk itu sendiri, karena akan menjadi bias terhadap pengenalan produk. 4.4
Strategi berdasarkan matrik SWOT: 4.4.1
Strength Opportunities Trend masyarakat yang selalu ingin mencoba produk baru dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan tingkat penjualan melalui strategi promosi yang selalu baru agar brand image produk ini sebagai pioneer
53
tetap terjaga. Promosi dapat dilakukan dengan memperbaharui iklan di televisi, termasuk juga promosi langsung pada produk. 4.4.2
Weakness Opportunities Edukasi masyarakat bahwa makanan ini termasuk makanan sehat dan bergizi kepada konsumen yang menganggap SOZZIS sebagai makanan instan yang mengandung bahan pengawet. Dengan lebih ditonjolkan pada kandungan gizi yang ada pada SOZZIS.
Edukasi ini dapat
dilakukan oleh para Promotion Girl ataupun melalui organisasiorganisasi terkait. 4.4.3
Strength Threat Produk SOZZIS yang telah mendapatkan brand awarness dari konsumen hingga ke level trial, harus ditingkatkan ke level usage untuk mengurangi tingkat switching produk SOZZIS ke produk pengganti. Dengan cara mengembangkan produk SOZZIS agar selalu sesuai dengan kebutuhan pasar.
4.4.4
Weakness Threat Secara kontinu menyampaikan pada masyakarat agar image SOZZIS sebagai makanan sehat dan bergizi terus meningkat dan melekat di masyarakat. Serta memperbaiki teknik pendistribusian produk untuk mengurangi tingkat switching karena ketidaktersediaan produk SOZZIS dipasaran. Hal ini juga berkaitan dengan teori stimulus respon
54
yang mengatakan bahwa akan terjadi kepuasan jika respon menyenangkan, begitu juga sebaliknya.
4.4
Analisa Porter Berikut adalah analisa Porter yang berfungsi untuk mengetahui stimulusstimulus yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen terhadap tingkat konsumsi produk SOZZIS :
‐ Kimbo ‐ Vida ‐ Charoen Pokpan
PT Multibreeder Adhirama Indonesia
-
Nugget Kornet Sosis biasa Bakso goreng Telur Mie instan Sayuran Snack, ex: Chiki, Taro Sarden
‐ Kimbo ‐ Vida ‐ Charoem Pokpan
Gambar 4.14 (Diagram Porter SOZZIS) Dari bagan di atas dapat dilihat tekanan-tekanan yang dapat mempengaruhi penjualan dari produk-produk yang di produksi oleh PT Supra
55
Sumber Cipta, yang salah satunya adalah SOZZIS. Tekanan-tekanan tersebut dibagi menjadi: • Threat of substitute product
Dari data hasil kuisioner terlihat bahwa banyak terdapat produk yang dapat menggantikan SOZZIS, hal ini menjelaskan bahwa para konsumen SOZZIS memiliki tingkat loyalitas yang rendah terhadap produk ini. Produk pengganti menjadi ancaman serius bagi angka penjualan SOZZIS dipasaran. • Threat of new entrance
Hadirnya produk-produk yang sejenis dengan SOZZIS, yaitu sosis siap makan, tentu saja akan secara langsung memangkas market share dari produk SOZZIS. Untuk menyikapi hal ini dapat dilakukan dengan membuat suatu perbedaan yang mencolok (uniquiness) untuk produk SOZZIS agar konsumen lebih tertarik untuk memilih SOZZIS daripada produk sejenis lainnya. • Bargaining power of supplier
Supplier produk SOZZIS di sini adalah suatu perusahaan yang masih berada di dalam satu grup dengan produsen SOZZIS, yaitu PT Multibreeder Adhirama Indonesia, sehingga dapat menguntungkan bagi SOZZIS terutama di dalam proses produksinya, yang salah satu contohnya adalah dapat menghilangkan proses pengecekan bahan
56
dasar yang datang dari supplier, sehingga production line produk SOZZIS menjadi lebih singkat. • Rivaly within industry
Persaingan dari perusahaan lain yang juga bergerak di bidang consumers good, seperti Charoen Pokpan Indonesia tentunya akan memaksa PT Supra Sumber Cipta, untuk selalu menghadirkan inovasiinovasi produk makanan, yang salah satunya sudah dilakukan adalah dengan menjadi pioneer untuk sosis siap makan. • Bargaining power of customer
Konsumen SOZZIS memiliki kekuatan karena banyak tersedianya produk pengganti, sehingga menyebabkan konsumen tidak bergantung pada produk ini. hal ini berkaitan dengan teori stimulus respon yakni muncul dari rasa ketidakpuasan konsumen terhadap produk, yang akhirnya mengakibatkan konsumen lebih memilih produk pengganti. Selain itu produk pengganti dipilih karena kebutuhan konsumen terhadap produk pengganti, serta kecenderungan harga produk pengganti yang lebih kompetitif.