BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Hasil pengamatan selama penelitian tingkat kelangsungan hidup benih koi dapat dilihat pada gambar 4. Tingkat kelangsungan hidup yang paling rendah terdapat pada perlakuan A (0 ml/L) yaitu sebesar 60,00 % dan yang paling tinggi terdapat pada perlakuan C (1 ml/L) yaitu sebesar 98,67%.
Kelangsungan Hidup (%)
120
a
100
a
a
a
1.1
1.2
80 a 60 40 20 0 0
0.9
1
Konsentrasi Probiotik (ml/L)
Gambar 4. Grafik Tingkat Kelangsungan Hidup Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa tingkat kelangsungan hidup benih koi yang media pemeliharaannya diberi probiotik lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak diberi probiotik (kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian probiotik dapat mempertahankan tingkat kelangsungan hidup dari benih koi. Tingkat kelangsungan hidup yang paling tinggi terdapat pada konsentrasi probiotik sebesar 1 ml/L (C) yaitu 98,67%. Penurunan tingkat kelangsungan hidup terdapat pada penambahan konsentrasi probiotik sebesar 1,1 ml/L dan 1,2 ml/L. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi probiotik yang diberikan pada media pemeliharaan telah mengganggu keseimbangan mikroba dalam tubuh benih koi maupun media pemeliharaannya,
23
24
sehingga pada konsentrasi melebihi 1 ml/L terjadi kompetisi yang lebih ketat karena jumlah bakteri yang masuk lebih banyak dan mengganggu keseimbangan mikroba dalam tubuh benih koi dan mikroba pada media pemeliharaan. Nikoskelainen et al., (2001) mengemukakan bahwa penggunaan probiotik pada media pemeliharaan dengan dosis yang tinggi tidak menjamin perlindungan yang baik terhadap hewan inang. Hal ini terbukti dari pemberian konsentrasi 1,1 ml/L dan konsentrasi 1,2 ml/L masing-masing menghasilkan kelangsungan hidup sebesar 81,33% dan 82,67%. Menurut Rachmawati (2006) pemberian konsentrasi probiotik ke dalam suatu media pemeliharaan ikan mempunyai takaran tertentu tergantung pada kondisi perairan media pemeliharaan ikan, probiotik yang diberikan harus sesuai dengan kondisi limbah dan kondisi oksigen terlarut dalam perairan. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 3) diketahui bahwa pemberian probiotik pada media pemeliharaan tidak memberi perbedaan yang nyata terhadap kelangsungan hidup benih koi (Lampiran 5). Tabel 3. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Koi Perlakuan A (0 ml/L) B (0,9 ml/L) C (1 ml/L) D (1,1 ml/L) E (1,2 ml/L)
Kelangsungan Hidup (%) 60,00 82,67 98,67 81,33 82,67
F0,05 a a a a a
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.
Berdasarkan Tabel 3 bahwa pemberian probiotik pada media pemeliharaan benih koi menghasilkan nilai yang berbeda-beda, meskipun dari hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata, hal ini terjadi diduga karena besarnya jarak konsentrasi probiotik antar perlakuan tidak terlalu jauh. Tingkat kelangsungan hidup benih koi yang media pemeliharaannya diberi probiotik cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak diberi probiotik. Tingginya tingkat kelangsungan hidup benih koi yang diberi bakteri probiotik disebabkan bakteri probiotik mengandung Bacillus sp., Lactobacillus sp., Sacharomyces sp., Aerobacter sp., Nitrosomonas sp., dan Nitrobacter sp yang
25
dapat memperbaiki kualitas air, meningkatkan kesehatan ikan, dan mencegah terjadinya serangan penyakit. Sebagaimana pendapat Susanto et al. (2005) probiotik dalam media budidaya perikanan, berfungsi sebagai pengatur kondisi mikrobiologi di air atau sedimen, membantu mengatur atau memperbaiki kualitas air, meningkatkan keragaman mikroorganisme dalam air atau sedimen serta meningkatkan kesehatan ikan dengan menghambat efek bakteri patogen. Bakteri probiotik dapat meningkatkan kesehatan ikan dan memperbaiki kualitas air serta digunakan sebagai pakan tambahan sehingga dapat memacu pertumbuhan dan mencegah terjadinya serangan penyakit. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada perlakuan dengan konsentrasi probiotik 1 ml/L (C), hal ini diduga karena jumlah bakteri yang diberikan telah optimal dalam memperbaiki kualitas air sehingga tingkat kelangsungan benih koi dapat dipertahankan.Hal ini terbukti dari konsentrasi amonia pada media pemeliharaan perlakuan C lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu sebesar 0,01548 mg/L (Tabel 5). Menurut SNI (2011) konsentrasi amonia untuk ikan koi maksimal 0,02 mg/L, nilai konsentrasi amonia tersebut masih dalam batas aman untuk ikan koi. Pada perlakuan kontrol (A) tanpa pemberian bakteri probiotik, tingkat kelangsungan hidupnya paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Rendahnya tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan kontrol di duga disebabkan karena ikan mengalami stres. Stres ini timbul karena kualitas air yang buruk, selain itu juga stres setelah media pemeliharaan disipon benih koi harus beradaptasi kembali terhadap air baru setelah dilakukan penyiponan. Apabila mengalami stres maka nafsu makan akan berkurang sehingga pakan yang tidak termakan akan membusuk di dasar dan akan berubah menjadi amonia. Menurut Kabata (1985), stres dapat diakibatkan oleh infeksi protozoa, kebersihan yang tidak memadai, kelimpahan partikel berbahaya di dalam air, kandungan oksigen yang rendah dan paparan berbagai polutan yang kronis. Pada penelitian ini stres yang terjadi diduga diakibatkan oleh kondisi kualitas air yang buruk akibat banyaknya sisa pakan dan sisa metabolisme yang mengendap di dasar perairan. Hal ini terbukti dari konsentrasi amonia pada media pemeliharaan perlakuan A lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain
26
yaitu sebesar 0,03908 mg/L (Tabel 5). Menurut SNI (2011) konsentrasi amonia untuk ikan koi maksimal 0,02 mg/L, nilai konsentrasi amonia tersebut sudah melebihi batas aman. Menurut Zonneveld et al. (1991) kualitas air berupa parameter fisik dan kimia yang tidak stabil akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme akuatik dalam melakukan aktivitas. 4.2. Laju Pertumbuhan Harian Hasil pengamatan laju pertumbuhan harian benih koi selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Rata-rata pertambahan bobot harian tertinggi diperoleh perlakuan C (1 ml/L) sebesar 0,67% sedangkan pertambahan bobot harian terendah diperoleh perlakuan A (0 ml/L) sebesar 0,20%. Laju Pertumbuhan Harian (%)
0.80
c
0.70 0.60
bc
0.50 0.40 0.30
ab
ab
1.1
1.2
a
0.20 0.10 0.00 0
0.9
1
Konsentrasi Probiotik (ml/L)
Gambar 5. Grafik Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan Gambar 5 di atas terlihat bahwa konsentrasi probiotik yang diberikan pada media pemeliharaan terdapat perbedaan yang nyata terhadap laju pertumbuhan harian benih koi. Pada perlakuan C pemberian probiotik sebanyak 1 ml/L menunjukkan laju pertumbuhan harian benih koi paling tinggi. Penurunan laju pertumbuhan harian terlihat pada perlakuan A, B, D, dan E yakni pemberian konsentrasi kurang dari 1 ml/L (0 ml/L dan 0,9 ml/L) dan lebih dari 1 ml/L (1,1 ml/L dan 1,2 ml/L). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian probiotik pada media pemeliharaan memberikan pengaruh yang berbeda nyata
27
terhadap laju pertumbuhan harian benih koi (Lampiran 7). Hasil uji lanjutan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5% disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Laju Pertumbuhan Harian Benih Koi Perlakuan A (0 ml/L) B (0,9 ml/L) C (1 ml/L) D (1,1 ml/L) E (1,2 ml/L)
Laju Pertumbuhan harian (%) 0,20 0,50 0,67 0,33 0,32
F0,05 a bc c ab ab
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan A (0 ml/L), D (1,1 ml/L), dan E (1,2 ml/L), perlakuan B (0,9 ml/L) tidak berbeda nyata terhadap perlakuan C (1 ml/L) namun perlakuan C (1 ml/L) berbeda nyata dengan perlakuan A (0 ml/L), D (1,1 ml/L), dan E (1,2 ml/L). Laju pertumbuhan harian pada perlakuan B (0,9 ml/L), D (1,1 ml/L) dan E (1,2 ml/L) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, namun perlakuan C (1 ml/L) berbeda nyata dengan perlakuan A (0 ml/L), D (1,1 ml/L), dan E (1,2 ml/L). Pengamatan laju pertumbuhan harian memperlihatkan bahwa perlakuan C dengan pemberian konsentrasi probiotik 1 ml/L menunjukkan laju pertumbuhan harian tertinggi (0,67%) dibandingkan dengan perlakuan A, B, D, dan E. Pada penelitian ini probiotik yang diberikan pada media pemeliharaan sebagai upaya peningkatan kualitas air disamping itu apabila bakteri probiotik masuk kedalam tubuh ikan mampu meningkatkan ketercernaan sehingga berdampak positif terhadap pertumbuhan. Menurut Fuller (1992) probiotik adalah bakteri hidup yang ditambahkan ke dalam pakan yang dapat memberikan keuntungan bagi inang dengan memperbaiki keseimbangan bakteri di dalam ususnya. Adanya keseimbangan bakteri yang ada dalam saluran pencernaan benih koi menyebabkan bakteri probiotik bersifat antagonis terhadap bakteri patogen yang ada dalam saluran pencernaan sehingga saluran pencernaan ikan lebih baik dalam mencerna makanan sehingga benih koi akan tumbuh dengan baik. Pada perlakuan C menunjukkan bahwa pemberian probiotik sebesar 1 ml/L telah optimal menjaga
28
keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan ikan sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan benih koi. Menurut Tangko et al. (2007) probiotik selain dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pakan juga dapat dipakai untuk memperbaiki kualitas air. Kualitas air yang dapat dipertahankan dapat memberi dampak positif bagi ikan baik itu sebagai immunostimulan atau dapat meningkatkan ketercernaan dalam usus ikan sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan. Pada perlakuan B (0,9 ml/L) laju pertumbuhan harian lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan C (1 ml/L). Hal ini diduga sedikitnya jumlah bakteri probiotik yang hidup di media pemeliharaan dan di dalam saluran pencernaan, sehingga walaupun daya cerna benih koi terhadap nutrisi meningkat tetapi tidak maksimum karena terbatasnya jumlah bakteri probiotik, selain itu tidak mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen yang ada dalam saluran pencernaan benih koi sehingga diduga menyebabkan laju pertumbuhan harian benih koi menjadi tidak optimal. Pada perlakuan D (1,1 ml/L) dan E (1,2 ml/L) laju pertumbuhan harian benih koi lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan C (1 ml/L). Hal ini diduga karena terlalu banyak jumlah bakteri yang ada baik di media pemeliharaan maupun didalam tubuh benih koi. Menurut Rachmawati (2006) Jika probiotik yang diberikan terlalu banyak dikhawatirkan akan menimbulkan persaingan kebutuhan oksigen dan nutrient antar bakteri atau antara bakteri dengan ikan itu sendiri. Perlakuan A (0 ml/L) menghasilkan laju pertumbuhan harian yang paling rendah. Menurunnya laju pertumbuhan harian pada perlakuan A disebabkan kandungan amonia yang tinggi dari sisa pakan dan sisa metabolisme yang membusuk di dasar perairan, sehingga terjadi gangguan pencernaan dimana pakan yang diberikan tidak dapat dicerna oleh benih koi sehingga energi untuk tumbuh berkurang hal itu yang menyebabkan menurunnya pertumbuhan benih koi. Menurut Effendie (1997) pertumbuhan merupakan proses biologis yang komplek dimana banyak faktor yang mempengaruhinya. Pertumbuhan dalam individu adalah pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis. Hal ini
29
terjadi apabila ada kelebihan input energy dan asam amino (protein) berasal dari makanan. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa hubungan antara konsentrasi probiotik yang diberikan pada media pemeliharaan terhadap laju pertumbuhan harian benih koi (lampiran 8) dapat dinyatakan dengan persamaan (gambar 6): Y = -1,128X² + 1,442X + 0,198 R2 = 0,424 Berdasarkan hasil perhitungan persamaan regresi tersebut didapat konsentrasi probiotik yang optimal untuk pertumbuhan benih koi yaitu sebesar 0,69 ml/L. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,424 dan nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,65 (lampiran 9). Hal ini menunjukkan hubungan antara konsentrasi probiotik yang diberikan pada media pemeliharaan terhadap laju pertumbuhan benih koi mempunyai keeratan sebesar 65% dan 35% dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor lain tersebut diduga dipengaruhi oleh kualitas pakan yang belum memadai, dan Goromo merupakan salah satu jenis koi yang
Laju Pertumbuhan Harian (%)
pertumbuhannya lambat (Alex 2011).
0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
y = -1.128x2 + 1.442x + 0.198 R² = 0.424
0
0.5
1
1.5
Konsentrasi Probiotik (ml/L)
Gambar 6. Regresi Linier Laju Pertumbuhan Harian Benih Koi Dengan Konsentrasi Probiotik
30
4.3. Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkungannya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup ikan (Effendie, 1997). Kualitas air yang diamati selama penelitian yaitu suhu, pH, DO, amonia (Tabel 5). Tabel 5. Rata-rata Parameter Kualitas Air selama Penelitian Perlakuan A (0 ml/L) B (0,9 ml/L) C (1 ml/L) D (1,1 ml/L) E (1,2 ml/L) Standar Optimum*
Suhu (oC)
pH
DO (mg/L)
22,42 22,43 22,53 22,57 22,50
6,76 6,80 6,82 6,98 6,94
5,37 5,37 5,44 5,31 5,64
Ammonia (mg/L) 0 - 0,03908 0 - 0,01752 0 - 0,01548 0 - 0,01792 0 - 0,02036
20-26
6,5-8
>5
<0,02
Keterangan : * BSN. SNI 7734-2011, (2011)
Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian menunjukkan bahwa kisaran suhu berada pada nilai optimum. Sesuai dengan SNI (2011) bahwa suhu yang optimum untuk ikan koi adalah 20 – 26 ˚C. Dilihat dari mingg u ke-0 sampai dengan minggu ke-3 suhu terdapat pada nilai optimum, tetapi pada minggu ke-4 suhu mengalami penurunan, itu disebabkan cuaca yang tidak menentu dan terjadi hujan mengakibatkan penurunan suhu menjadi 19 ˚C (Lampiran 9). Derajat keasaman (pH) selama penelitian berada pada kisaran pH optimal, sesuai SNI (2011) pH optimal untuk ikan koi berkisar antara 6,5 – 8. Menurut Effendi (1993) ikan koi merupakan ikan air tawar, akan tetapi ikan koi masih dapat hidup pada air yang agak asin. Ikan koi masih bisa bertahan hidup pada air dengan salinitas 10 ppt. Ikan koi hidup pada salinitas netral, akan tetapi ikan koi masih bisa hidup pada salinitas yang agak basa. Kisaran pH yang dibutuhkan ikan koi agar tumbuh sehat yaitu pada kisaran 6,5-8,5 sedangkan nilai kesadahan yang dapat ditoleransi ikan koi adalah 20 mg/L CaCO 3. Hasil pengukuran pH selama penelitian mengalami naik turun pada beberapa perlakuan. Turunnya pH diakibatkan dari sisa kotoran dan pakan yang menumpuk didasar akuarium. Perbedaan pH pada setiap perlakuan dikarenakan suhu mempengaruhi metabolisme ikan sehingga pH dari setiap perlakuan berbeda (Lampiran 9).
31
Hasil pengukuran DO selama penelitian menunjukan bahwa oksigen terlarut yang tersedia berada pada kisaran optimal sesuai SNI (2011) bahwa DO minimal untuk ikan koi adalah 5 mg/L. Pada minggu ke-0 sebelum ikan masuk oksigen terlarut yang tersedia berada pada kisaran yang baik bagi ikan tetapi pada minggu ke-1 oksigen terlarut mengalami penurunan yang sangat drastis, hal itu dikarenakan oksigen terlarut sudah mulai dikonsumsi oleh ikan. Pada minggu berikutnya untuk setiap perlakuan kandungan oksigen terlarut mengalami peningkatan dengan menggunakan aerator tambahan sehingga kandungan oksigen dapat dipertahankan pada kisaran optimal yakni >5 mg/L (Lampiran 9). Kandungan amonia pada tiap perlakuan selama penelitian yang terlihat pada indikator nilai alat pengukur amonia masih dalam batas aman. Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa konsentrasi amonia untuk setiap media menunjukan nilai yang masih dapat ditolerir oleh ikan, tetapi tidak untuk perlakuan A dengan nilai 0,03908 mg/L. Toleransi konsentrasi amonia yang diperbolehkan tidak lebih dari 0,02 mg/L (SNI 2011). Konsentrasi amonia pada setiap perlakuan di minggu ke-0 berada pada titik 0 dikarenakan benih koi belum dimasukkan ke dalam media pemeliharaan, pada minggu ke-1 konsentrasi amonia pada setiap media pemeliharaan mencapai nilai 0,06 mg/L. Pada perlakuan A (kontrol) mencapai titik tertinggi pada minggu ke-2, hal ini disebabkan pada perlakuan A tidak dilakukan penambahan probiotik tetapi amonia pada perlakuan A mengalami penurunan karena adanya penyiponan setiap satu minggu sekali. Pada setiap perlakuan yang diberi penambahan probiotik dapat dilihat setiap minggunya konsentrasi amonia dalam media pemeliharaan mengalami penurunan (Lampiran 9). Hal itu menunjukkan bahwa penambahan bakteri probiotik dapat mempertahankan kualitas air media pemeliharaan benih koi. Menurut Tangko et al. (2007) probiotik selain dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pakan juga dapat dipakai untuk memperbaiki kualitas air. Kualitas air yang dapat dipertahankan dapat memberi dampak positif bagi ikan baik itu sebagai immunostimulan atau dapat meningkatkan ketercernaan dalam usus ikan sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan. Menurut Thye (2005) Probiotik juga dapat bekerja melalui
32
mekanisme penguraian senyawa toksik yang berada di perairan seperti NH 3, NO2, NO3, mengurai bahan organik, menekan populasi alga biru-hijau (blue-green algae), memproduksi vitamin yang bermanfaat bagi inang, menetralisir senyawa toksik yang ada dalam makanan serta perlindungan secara fisik inang dari patogen. Secara keseluruhan penelitian dapat dilihat pada tabel 6: Tabel 6. Ringkasan Keseluruhan Penelitian Parameter Kelangsungan Hidup (%) Pertumbuhan (%) Suhu (˚C) pH DO (mg/L) NH3 (mg/L)
A B 60 82,67 0,20 0,50 22,42 22,43 6,76 6,80 5,37 5,37 0,03908 0,01752
C 98,67 0,67 22,53 6,82 5,44 0,01548
D 81,33 0,33 22,57 6,98 5,31 0,01792
E 82,67 0,32 22,50 6,94 5,64 0,02036
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan C dengan pemberian probiotik sebesar 1 ml/L pada media pemeliharaan benih koi menghasilkan tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan tertinggi serta kualitas air yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya.