BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskrifsi Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Popayato Barat merupakan salah satu dari tiga belas Kecamatan yang ada di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Kecamatan Popayato Barat berjarak 120 Km dari pusat kota Kabupaten Pohuwato. Daerah ini bertopografi rendah dengan luas wilayah 3.497.88 Km2. Kecamatan Popayato Barat terdiri dari tujuh Desa yaitu : Desa Dudewulo, Desa Butungale, Desa Tunas Jaya, Desa Padengo, Desa Persatuan, Desa Molosipat dan Desa Molosipat Utara, (Kantor Kecamatan Popayato Barat 2011) 4.1.1. Letak adminisrtasi dan luas wilayah Desa Butungale adalah salah satu desa yang ada diwilayah administrasi Kecamatan Popayato Barat berjarak ± 2 km dari ibu kota Kecamatan Popayato Barat 120 Km2 dari ibu kota Kabupaten Pohuwato. Desa Butungale berada diantara Desa Dudewulo dan Desa Tunas Jaya Kecamatan Popayato Barat. Batas wilayah Desa Butungale meliputi: - Sebelah Utara
: Hutan Toli-Toli Kabupaten Toli-Toli
- Sebelah Selatan
: Desa Dudewulo Kecamatan Popayato Barat
- Sebelah Timur
: Desa Telaga Biru Kecamatan Popayato
- Sebelah Barat
: Desa Padengo Kecamatan Popayato Barat
Berdasarkan data monografi Desa Butungale tahun 2011, luas wilayah Desa Butungale 128,68 Km2 terdiri hamparan wilayah yang heterogen yang terdiri dari lereng, bukit, dan dataran yang ditanami berbagai macam komoditas baik padi, kedelai, rica, dan geraka akan tetapi komoditas yang sering di unggulkan adalah komoditi jagung. 4.1.2. Keadaan Alam Keadaan
topografi
Desa
Butungale
merupakan
daratan
dan
pegunungan (daratan kering, rawa, surut dan gambut), dengan tekstur tanah lampungan/pasiran dan debuan terdapat disekitar pekarangan, kebun dan lahan
kering (ladang), dan tanah gambut terdapat dipersawahan, sedangkan topografi wilayah Desa Butungale sebagian besar adalah berupa dataran sedikit lereng, tingkat kemiringan tanah 30 0C dan rawa. Iklim diwilayah Desa Butungale beriklim sub tropis. 4.1.3. Keadaan Iklim Temperatur udara tertinggi berkisar antara 350C – 450C dan suhu terendah antara 180C – 240C dengan curah hujan rata-rata 250 mm perbulan dengan hujan perhari rata-rata 10 hari perbulan. Curah hujan tertinggi biasanya pada bulan November, Desember, Januari dan Februari. Sedangkan bulan-bulan yang lain curah hujannya tergolong rendah sampai sekitar antara 60% - 80%. 4.1.4. Keadaan Penduduk Jumlah penduduk di Desa Butungale pada tahun 2011, sebanyak 1005 orang, terdiri dari laki-laki sebanyak 511 orang dan perempuan sebanyak 494 orang, dengan jumlah 257 Kepala Keluarga (KK). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah penduduk 2011. No Jenis Kelamin 1 Laki-laki 2 Perempuan Total
berdasarkan jenis kelamin di Desa Butungale tahun Jumlah Penduduk (orang) 511 494 1005
Presentase (%) 50,85 49,15 100
Sumber: Monografi Desa Butungale Tahun 2011.
Berdasarkan hasil
penelitian
pada
Tabel
2
menunjukan
bahwa
pertumbuhan penduduk menurut jenis kelamin laki-laki dengan jumlah sebanyak 511 orang atau 50,85%, sedangkan untuk jenis kelamin perempuan dengan jumlah 494 orang atau 49,15%, hal ini menunjukan bahwa tingkat kelahiran laki-laki di Desa Butungale lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kelahiran perempuan. 4.2 Karakteristik Responden Identitas merupakan latar belakang keadaan dari responden sebagai tanggapan dan langkah selanjutnya dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 40 petani di Desa Butungale Kecamatan
Popayato Barat Kabupaten Pohuwato dengan menilai partisipasi petani pada kelompok tani, dalam pengembangan usahatani jagung serta pengamatan langsung dilokasi penelitian, maka diperoleh gambaran karakteristik responden sebagai berikut: 4.2.1. Umur Responden Umur merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam melaksanakan aktivitas kerja para petani dalam menjalankan usahataninya. Petani yang memiliki umur relatif mudah akan menunjukkan kerja yang lebih produktif, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini: Tabel 3. Karakteristik responden berdasarkan umur di Desa Butungale tahun (2011). No Umur Jumlah Presentase (%) 1 < 15 Tahun 0 0 2 15-50 Tahun 38 95 3 > 50 Tahun 2 5 Total 40 100 Sumber : Data Primer diolah tahun 2012.
Berdasarkan Tabel 3 menunjukan bahwa dari 40 responden, pada usia 1550 tahun sebanyak 38 jiwa atau 95% yang memiliki usia produktif, hal ini menunjukan bahwa usia yang produktif dapat meningkatkan produktifitas kerja sehingga akan menghasilkan produksi yang lebih banyak. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia usia produktif adalah ketika seseorang masih mampu bekerja dan menghasilkan sesuatu. Pada usia < 15 tahun sebanyak 0 orang atau 0% belum produktif artinya
mereka belum melakukan kegiatan usahatani
sedangkan untuk umur > 50 tahun sebanyak 2 orang atau 5% itu tidak produktif artinya tenaga yang dimiliki tidak semaksimal melakukan usahatani jagung sehingga dapat disimpulkan bahwa usia responden yang melakukan usaha tani jagung didominasi oleh usia 15 sampai 50 tahun artinya tingkat produktifitas petani akan lebih meningkat. 4.2.2 Pendidikan Responden Pendidikan mempunyai peranan penting bagi petani dalam melakukan kegiatan usahatani arti luas. Pendidikan merupakan pendidikan formal,
nonformal dan informal. Pendidkan dan pegetahuan petani yang tinggi, akan membangun cakrawala dan pola pikir dan sistem bertani yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini: Tabel 4. Karakteristik responden Butungale tahun (2011). No Tingkat Pendidikan 1 SD / Sederajat 2 SLTP / Sederajat 3 SLTA / Sederajat 4 Tidak Sekolah Total
berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Jumlah (Jiwa) 31 6 1 2 40
Presentase (%) 77,5 15 2,5 5 100
Sumber : Data primer diolah tahun 2011.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 menunjukan bahwa tingkat pendidikan yang ada di lokasi penelitian masih tergolong rendah, sebanyak 31 orang atau 77,5 % yang berpendidikan SD/sederajat, hal ini disebabkan oleh kemauan dan tingkat ekonomi yang rendah sehingga responden tersebut tidak melanjutkan pendidikan kejenjang berikutnya. Selanjutnya yang berpendidikan SLTP/sederajat sebanyak 6 orang atau 15 %, adapun pendidikan SLTA/sederajat sebanyak 1 orang atau 2,5 % dan yang tidak sekolah sebanyak 2 orang atau 5 %. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan responden yang ada dilokasi penelitian masih didominasi oleh pendidikan SD karena kondisi saat itu tidak mendukung pada masyarakat yang ada untuk melanjutkan pendidikan ketingkat berikutnya disebabkan kurangnya fasilitas pendidikan, jarak tempuh ke tempat pendidikan, serta keadaan ekonomi masyarakat yang ada di Desa Butungale. 4.2.3 Tanggungan Keluarga Responden Tanggungan keluarga merupakan salah satu faktor mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan kegiatan usahatani. Semakin banyak anggota keluarga yang ditanggung, maka semakin besar pula tuntutan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jumlah tanggungan keluarga secara tidak langsung akan menambah tenaga kerja keluarga. Tanggungan keluarga responden petani terdiri dari, istri, anak, dan sanak saudara. Disisi lain semakin banyak tanggungan keluarga (keluarga yang banyak), akan membantu meringankan kegiatan usahatani yang dilakukan, karena
sebagian besar petani masih menggunakan tenaga keluarga. Untuk lebih jelas mengenai tanggungan keluarga dapat dilihat pada Tabel 5 mengenai karakteristik responden tentang tanggungan keluarga di Desa Butungale. Tabel 5. Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga di Desa Butungale tahun (2011). No 1 2 3
Tanggungan Keluarga 1-2 3-4 >5 Total
Jumlah (Jiwa) 11 24 5 40
Presentase (%) 27,5 60 12,5 100
Sumber :Data Primer diolah 2012.
Berdasarkan hasil pada Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga berkisar antara 1-2 sebanyak 11 orang atau 27,5 % , pada interval 3-4 yaitu sebanyak 24 orang atau 60 % dan > 5 sebanyak 5 orang atau 12,5 %. Hal ini menunjukan jumlah tanggungan keluarga responden pada umumnya ada satu sampai tiga jiwa yang berperan serta dalam mengelola usaha tani, yaitu istri dan anak. Jumlah tanggungan keluarga secara tidak langsung akan menjadikan petani lebih keras dalam melakukan usaha tani, disamping akan menambah tenaga kerja keluarga. Tanggungan keluarga responden petani terdiri dari istri dan anak. 4.2.4 Mata Pencaharian / Pekerjaan Sampingan Pekerjaan sampingan adalah kegiatan yang dilakukan responden Desa Butungale untuk menambah penghasilan untuk menghidupi keluarga keseharian, adapun pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh responden bervariasi yang terdiri dari buruh, wiraswasta dan penambang. Buruh dalam hal ini terdiri dari tukang kayu, operator sensor, tukang batu dan abang bentor. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini:
Tabel 6. Karakteristik jumlah responden berdasarkan mata pencaharian di Desa Butungale Kecamatan Popayato Barat tahun 2011. No 1 2 3
Pekerjaan Sampingan Buruh Wiraswasta Penambang Total
Jumlah (Orang) 23 4 13 40
Presentase (%) 57,5 10 32,5 100
Sumber : Desa Butungale Kecamatan Popayato Barat tahun 2011.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 6 menunjukan bahwa jumlah responden yang bekerja sebagai buruh sebanyak 23 orang atau sebesar 57,5 %, buruh meliputi tukang kayu, tukang batu, dan abang bentor. Hal ini disebabkan karena faktor keadaan di lokasi penelitian yang menyebabkan banyak petani yang beralih
pekerjaan
untuk
memenuhi
kebutuhan
sehari-hari,
selanjutnya
karakteristik jumlah responden berdasarkan mata pencaharian di lokasi penelitian sebagai wiraswasta sebanyak 4 orang atau 10 % dan penambang sebanyak 13 orang atau sebesar 32,5 %. Hal ini disebabkan bahwa mata pencaharian di lokasi penelitian masih tergolong sedikit (kurangnya lapangan kerja) sehingga masyarakat sering keluar daerah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 4.2.5 Luas Lahan Luas lahan adalah salah satu hal yang menjadi objek penelitian di Desa Butungale, karena lahan merupakan unsur pokok usaha tani khususnya usaha tani jagung juga tingkat partisipasi petani pada kelompok tani jagung, karena semakin tinggi tingkat partisipasi dan luas lahan yang diolah maka produksi jagung semakin meningkat. Luas lahan usaha tani jagung yang ada di Desa Butungale baik yang masuk dalam kelompok maupun tidak berjumlah 514 Ha, sedangkan yang diolah oleh 40 responden masing-masing 1 Ha dengan komoditas yang di budidayakan oleh 40 responden tersebut yaitu tanaman jagung.
4.3 Kelembagaan Kelompok Tani Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa kelompok tani yang ada di Desa Butungale Kecamatan Popayato Barat sebanyak 8 (delapan) kelompok tani yang terdiri dari ketua, sekertaris, bendahara dan anggota kelompok. Adapun fungsi ketua dalam hal ini sebagai representatif dari kelompok tersebut, dan fungsi dari sekertaris adalah bagaimana memenej dan mengelola kelompok tani yang ada dmi tercapainya tujuan bersama yaitu peningkatan kesejahteraan, pendapatan dan poduksi petani, sementara itu bendahara berfungsi sebagai pengelola anggaran agar mampu mengelola anggaran secara baik. Namun kenyataannya fungsi dari pada pengurus kelompok tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan tujuan mereka hanyalah untuk mendapatkan bantuan benih, setelah bantuan ada pengurus tersebut tidak melibatkan anggota untuk menerima bantuan yang ada justru hanya dijual ke tempat atau masyarakat lain yang membutuhkan, adapula diberikan kepada anggota kelompok dengan catatan menebus bantuan tersebut dengan jumlah uang yang telah ditentukan. Kelompok ini terbentuk pada tahun 2011. Jumlah anggota petani 120 orang dengan kelas kelompok tani pemula, keadaan kelembagaan kelompok tani yang ada di Desa Butungale yaitu sebagian besar kelompok tani yang ada masih dalam kategori kelompok pemula. Hal ini menunjukan bahwa kinerja kelompok belum terarahkan karena masih banyak hal-hal yang belum dimengerti ketua maupun pengurus kelompok tani, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, intervensi pemerintah dalam hal ini pengadaan sarana produksi pertanian yaitu pupuk dan obat-obatan, kurangnya penyuluh lapangan serta kemaun petani dalam berpartisipasi dalam program penyuluhan masih minim sehingga produktifitas petani relatif rendah. Untuk itu diperlukan pendampingan bagi petani agar mencapai keberhasilan kelompok tani yang diukur dari sikap positif anggota kelompok terhadap materi belajar dan penyuluh, pengetahuan dan keterampilan yang bertambah dan semakin mudahnya penerapan materi pembelajaran oleh petani anggota kelompok. Keberhasilan kelompok tani terukur dari seringnya kerja sama dalam kelompok dan dengan luar kelompok atau lembaga lain dilakukan,
keberhasilan kelompok tani juga terukur dari penilaian anggota kelompok tentang meningkatkan produksi dan pendapatan pertanian yang diusahakan. Sedangkan keberhasilan kelompok tani tentang peningkatan usaha atau bisnis melalui kelompok tani (misalnya usaha jasa, koperasi, warung kelompok, peternakan kelompok, bermitra dengan perusahan dan sebagainya), dan juga industri rumah tangga yang diperoleh dari kegiatan kelompok misalnya pembuatan kripik pisang, (Hariadi, 2011). 4.4 Tingkat Partisipasi Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dilakukan sebagai perwujudan dari tanggapan masyarakat atas masalah yang ada dalam masyarakat serta dilaksanakan dengan cara-cara yang dapat diterima oleh masyarakat tersebut. Dengan melibatkan masyarakat secara aktif dalam pembangunan berarti memberikan tanggung jawab kepada masyarakat untuk merumuskan masalahmasalah yang ada di masyarakat, memobilisir sumber daya setempat dan mengembangkan kelompok organisasi masyarakat setempat. Dampak positif dari proses partisipasi ini antara lain adalah bahwa masyarakat dapat mengerti permasalahan yang muncul serta memahami keputusan akhir yang diambil. Selanjutnya partisipasi masyarakat menurut Harahap (2001) adalah keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana, keterlibatan dalam pelaksanaan program dan keputusan dalam kontribusi sumberdaya atau bekerja sama dalam organisasi atau kegiatan khusus, berbagi manfaat dari program dan keterlibatan dalam evaluasi program. Berdasarkan
definisi
diatas,
maka
partisipasi
yang
diharapkan
dalam
pembangunan adalah partisipasi yang interaktif dan mobilisasi swakarsa atau partisipasi dalam bentuk kemitraan, pendelegasian kekuasaan dan pengawasan oleh masyarakat. Peran serta atau partisipasi masyarakat dalam menunjang kegiatan kelompok tani dapat diwujudkan baik secara individu maupun kelompok. Secara individu, masyarakat dalam hal ini petani berpartisipasi dengan turut terlibat dalam setiap kegiatan yang terkait dengan program dan melaksanakan penerapan
teknologi tepat guna dan penggunaan bibit unggul dalam usaha tani sehingga terjadi peningkatan produktivitas. Secara kelembagaan, melalui kelompok tani dapat terjadinya pertukaran informasi antar sesama kelompok tani tentang usahatani dan informasi harga. Namun kondisi di wilayah penelitian menunjukan bahwa tujuan pembentukan kelembagaan dalam hal ini kelompok tani masih terbatas. Pada aspek produksi melalui penerapan teknologi produksi dan masih kurang memberikan perhatian pada aspek penanganan pasca panen dan pemasaran. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Saptana, et all (2004) yang mengemukakan bahwa kelembagaan dibentuk lebih untuk tujuan distribusi bantuan dan aspek pemberdayaan petani dan pelaku agribisnis lain. Kelembagaan ekonomi lokal yang ada dalam mayarakat seperti KUD belum banyak berperan karena masih sebatas sebagai penyedia sarana input produksi belum menangani masalah pasca panen dan pemasaran hasil. Adapun hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan tiga aspek penilaian dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini: Tabel 7. Aspek komunikasi/informasi No 1 2 3 4
Aspek Informasi Pengambilan Keputusan dalam forum Keikutsertaan Intervensi aparat dalam memfasilitasi Total Skor
Persentase (%) 30 32 15 23 100
Sumber : Data Primer Olahan 2012
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 7 yaitu aspek komunikasi meliputi informasi, pengambilan keputusan dalam forum, keikutsertaan dalam anggota dan intervensi aparat dalam memfasilitasi kelompok tani. -
Informasi Adapun informasi yang diterima oleh petani sebesar 30 %, ini menunjukan
informasi yang didapatkan oleh petani melalui pengurus yang ada hanya berdasarkan pada pengadaan proyek (bantuan dari pemerintah) yang kemudian setelah bantuan tersebut terealisasi maka bantuan tersebut dikelola pengurus
kelompok dengan cara mengumpulkan KTP para anggota kelompok dengan harapan untuk mendapatkan bantuan. -
Pengambilan keputusan dalam forum Adapun keputusan yang diambil dalam forum sebesar 32 % artinya
keputusan yang diambil dalam forum ketika pelaksaan pertemuan hanya didominasi oleh pengurus saja yaitu ketua, sekertaris dan bendahara yang memutuskan hasil dari pertemuan tersebut. -
Keikutsertaan anggota kelompok Keikutsertaan anggota kelompok sebesar 15 %, ini disebabkan oleh
pengurus kelompok itu sendiri yang hanya mementingkan dan memperkaya diri sendiri sehingga kemauan dan keikutsertaan anggota dalam mengembangkan kelompok tani relatif rendah. -
Intervensi aparat dalam memfasilitasi Adapun intervensi aparat dalam memfasilitasi kelompok tani sebesar 32%.
Intervensi aparat yang dimaksud adalah campur tangan Kepala Desa dalam memfasilitasi petani untuk melakukan pertemuan-pertemuan (rapat) dengan tujuan untuk mencari solusi dari masalah yang dihadapi oleh anggota kelompok. Akan tetapi, kemauan dari aparat untuk memfasilitasi pertemuan tersebut, hanya sekedar mengiakan (menyetujui pertemuan tersebut), ketika pertemuan dibuat maka Kepala Desa tidak menghadiri pertemuan dengan berbagai macam alasan. Tabel 8. Aspek pengetahuan masyarakat dalam forum pengambilan keputusan No 1 2 3 4
Aspek Perencanaan pengembangan Proses pengambilan keputusan Pengembangan pembangunan kelompok tani Pembuatan keputusan Total skor
Persentase (%) 26 29 29 16 100
Sumber : Data Primer Olahan 2012
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 8 yaitu aspek pengetahuan masyarakat dalam forum pengambilan keputusan meliputi : perencanaan pengembangan, proses pengambilan keputusan dan pengembangan kelompok tani serta pembuatan keputusan.
-
Perencanaan pengembangan Adapun perencanaan pengembangan kelompok tani sebesar 26 %, ini
menunjukan bahwa perencanaan pengembangan kelompok tani jarang melibatkan anggota kelompok sehingga kelompok yang ada di lokasi penelitian tidak berkembang, penyebab tidak berkembangnya kelompok tani karena pengurus kelompok hanya membahas tentang bagaimana cara untuk mendapatkan bantuan benih. -
Proses pengambilan keputusan Adapun proses pengambilan keputusan sebesar 29 % artinya keputusan
yang diambil dalam pertemuan melalui diskusi hanya keputusan ketua kelompok bersama jajaran pengurus yang ada, keputusan tersebut berdasarkan atas kedekatan antara anggota dan pengurus. -
Pengembangan pembangunan kelompok tani Adapun pengembangan pembangunan kelompok tani sesuai dengan hasil
penelitian pada Tabel 8 sebesar 29 %, hal ini menunjukan bahwa pengembangan pembangunan kelompok tani tidak berkembang dikarenakan terlalu besar intervensi pengurus kelompok / Pemerintah Desa dalam mengelola bantuan dari instansi terkait dan jarang melibatkan anggota, ketika pertemuan (rapat) yang membicarakan persoalan bantuan yang sudah ada sehingga kemauan petani untuk berpartisipasi dalam pengembangan kelompok tani relatif rendah. -
Pembuatan keputusan Adapun pembuatan keputusan sesuai dengan hasil penelitian pada Tabel 8
sebesar 16 %, artinya dalam keputusan pada pertemuan awal (membicarakn tentang rencana bagaimana untuk mendapatkan bantuan) keputusan yang ada hanya sedikit kesempatan yang diberikan kepada anggota kelompok dalam menentukan pengadaan bantuan.
Tabel 9. Aspek kontrol kebijakan perencanaan No 1 2 3 4
Aspek Keterlibatan masyarakat dalam forum perencanaan Masukan untuk merubah keputusan Keterlibatan masyarakat dalam program kelompok tani Keikutsertaan dalam rapat kelompok Total skor
Persentase (%) 34 22 19 26 100
Sumber : Data Primer Olahan 2012
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 9 yaitu aspek kontrol kebijakan perencanaan meliputi : keterlibatan masyarakat dalam forum perencanaan, masukan untuk merubah keputusan dan keterlibatan masyarakat dalam program kelompok tani serta keikutsertaan dalam rapat kelompok. -
Keterlibatan masyarakat dalam forum perencanaan Adapun keterlibatan masyarakat dalam forum perencanaan sebesar 34%
artinya keterlibatan masyarakat yang dimaksud adalah organisasi masyarakat lainnya yang tidak termasuk dalam kelompok tani. Apakah mereka dilibatkan dalam perencanaan pengembangan kelompok
tani?, dari 40 responden ada
sebesar 34 % keterlibatan masyarakat lainnya dalam pengembangan kelompok tani, keikutsertaan untuk melaksanakan program kelompok tani artinya keterlibatan organisasi lainnya yang ada di lokasi penelitian hanya diberikan pada organisasi tertentu. -
Masukan untuk merubah keputusan Adapun masukan untuk merubah keputusan dari progran kelompok tani
yang telah diputuskan sebesar 22 %, artinya keputusan yang telah ditetapkan oleh pengurus kelompok tani sagat kecil kesempatan anggota kelompok untuk merubah keputusan yang
ada. Sehinggga kemauan anggota kelompok untuk
berpartisipasi dalam program kelompok tani relatif rendah, dan keinginan anggota kelompok untuk merubah keputusan yang telah ada karena diancam oleh pengurus dengan tidak akan mendapatkan bantuan.
-
Keterlibatan masyarakat dalam program kelompok tani Adapun keterlibatan masyarakat dalam program kelompok tani sebesar
19%, artinya dari pertanyaan yang diajukan kepada 40 responden sebagian besar menjawab tidak baik dikarenakan pengurus kelompok tani tidak melibatkan masyarakat untuk mengintervensi program kelompok tani. -
Keikutsertaan dalam rapat kelompok Adapun keikutsertaan anggota dalam rapat kelompok sebesar 26 %,
artinya dalam satu tahun terakhir ini hanya sebagian kecil dari 40 responden yang mengikuti pertemuan. Karena sebagian lainnya tidak mau melibatkan diri lagi dengan alasan masih bayak pekerjaan yang belum terselesaikan, adapula sebagian masyarakat bekerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan keluarga ada yang keluar daerah, dan adapula yang pergi ke tambang. Dari hasil penelitian dilihat dari tiga aspek yaitu aspek komunikasi, aspek pengetahuan masyarakat tehadap forum pengambilan keputusan dan aspek kontrol kebijakan perencanaan, dari ketiga aspek tersebut menunjukan bahwa informasi yang didapat oleh masyarakat dalam proses pengembangan kelompok tani sangat minim, disebabkan intervensi pemerintah/aparat desa yang ada masih sangat dominan karena pada dasarnya kelompok tani dibuat hanya berdasarkan atas kepentingan pemerintah/aparat desa untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah. Oleh karena itu, dibutuhkan pendampingan terhadap masyarakat tani dalam rangka meningkatkan pendapatan dan produktivitas melalui kelompok tani yang ada.