46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Analisis Perkembangan Jumlah Deposito Berjangka, Suku Bunga Deposito dan Inflasi
4.1.1 Perkembangan Jumlah Deposito Berjangka Pada periode pengamatan, yaitu Januari 2004 hingga Desember 2010, jumlah deposito berjangka yang terhimpun cenderung mengalami kenaikan. Pada bulan Januari 2004 tercatat sebesar 426,42 triliun rupiah, kemudian berfluktuasi tetapi cenderung naik hingga pada bulan Desember 2010 jumlah deposito berada pada nilai 1.069,81 triliun rupiah. Jumlah Deposito (Triliun Rupiah)
450
425
400
375 Periode 350
Sumber : Bank Indonesia (2005) Gambar 4. Perkembangan jumlah deposito berjangka tahun 2004
47
Pada periode sepanjang tahun 2004 hingga kuartal pertama tahun 2005, jumlah deposito berjangka yang berhasil dihimpun oleh bank-bank di Indonesia tidak mengalami peningkatan yang berarti bahkan cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut terlihat dari jumlah tabungan deposito pada bulan desember 2004 dan maret 2005, masing-masing sebesar 420,99 triliun rupiah dan 421,66 triliun rupiah, lebih sedikit jika dibandingkan angka bulan januari 2004. Berbagai peristiwa politik, seperti pemilihan umum legislatif dan Pemilihan Presiden/Wakil Presiden secara langsung cukup menyita perhatian masyarakat yang berimbas pada meningkatnya faktor resiko investasi di dalam negeri. Ditambah lagi masih pada semester kedua 2004, industri perbankan nasional diwarnai dengan terjadinya fraud (kecurangan) yang berakhir dengan penutupan dua buah bank dan pencabutan izin usaha sebuah bank kecil. Hal tersebut cukup membuat industri perbankan nasional menjadi stagnan. Pada paruh kedua tahun 2005, ditengah kekhawatiran pelaku usaha akibat terus meroketnya harga minyak internasional dan kenaikan harga BBM domestik, minat masyarakat terhadap tabungan deposito berjangka justru meningkat mencapai jumlah 565,03 triliun rupiah pada bulan Desember 2005. Jika dibandingkan dengan bulan desember tahun sebelumnya terjadi peningkatan sebesar 34,22 persen. Hal ini sejalan dengan upaya kebijakan yang diterapkan oleh Bank Indonesia melalui penerbitan BI-rate sebagai target operasional dalam pengendalian inflasi sehingga pergerakan suku bunga domestik lebih terarah. Pada akhir bulan Desember 2005 BI melakukan
48
kebijakan pengetatan moneter dengan menaikan suku bunga BI-rate mencapai 12,75 persen. Jumlah Deposito (Triliun Rupiah) 650 625 600 575 550 525 500 475 450 425 400
Periode
Sumber : Bank Indonesia (2007) Gambar 5. Perkembangan jumlah deposito berjangka tahun 2005 – 2006
Perkembangan tabungan deposito berjangka pada bank-bank umum pada periode tahun 2006 sampai 2007 relatif stabil ditengah tekanan perekonomian internasional dan domestik yang terjadi. Pada akhir Desember 2006 jumlah dana pihak ketiga yang berasal dari tabungan deposito sebesar 615,16 triliun rupiah, meningkat 8,87 persen dibandingkan bulan Desember tahun 2005. Sedangkan pada bulan Desember 2007 jumlah deposito yang berhasil dihimpun mencapai 666,71 triliun rupiah atau meningkat sebesar 8,38 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan gradual tingkat suku bunga deposito sebagai respon dari kebijakan BI menurunkan BI rate tidak banyak mempengaruhi likuiditas sektor perbankan.
49
Jumlah Deposito (Triliun Rupiah) 850 825 800 775 750 725 700 675 650 625 600
Periode
Sumber : Bank Indonesia (2009) Gambar 6. Perkembangan jumlah deposito berjangka tahun 2007 - 2008
Periode tahun 2008 masih diwarnai dengan isu harga minyak dunia yang tinggi, hingga mencapai 150 US$/barel. Kondisi tersebut sangat menyulitkan negara-negara pengimpor minyak, termasuk Indonesia. Untuk mengantisipasi defisit APBN, pemerintah kembali mengurangi beban subsidi BBM yang menyebabkan kenaikan harga BBM bersubsidi pada paruh pertama tahun 2008. Pada rentang waktu ini, pertumbuhan jumlah deposito berjangka yang terkumpul cenderung melambat, bahkan beberapa kali mengalami penurunan. Namun pada paruh kedua tahun 2008, penghimpunan dana pihak ketiga, termasuk deposito, mengalami peningkatan yang cukup berarti seiring dengan meningkatnya suku bunga deposito yang mencapai 10,57 persen pada Desember 2008.
50
Faktor lain yang turut mendukung kenaikan DPK adalah kebijakan pemerintah melalui Perppu pada Oktober 2008 untuk meningkatkan cakupan penjaminan simpanan oleh LPS dari sebesar Rp. 100 juta menjadi Rp. 2 miliar per nasabah per bank. Kebijakan tersebut dinilai cukup efektif untuk mempertahankan dan bahkan mendorong peningkatan dana masyarakat di perbankan. Besarnya deposito yang terkumpul oleh sektor perbankan pada akhir tahun 2008 mencapai 824,7 triliun rupiah atau meningkat sebesar 23,7 persen dibandingkan bulan Desember tahun sebelumnya. Pada periode tahun 2009, seiring dengan membaiknya perekonomian domestik, dan mulai kondusifnya situasi perekonomian internasional, perkembangan jumlah deposito mengalami peningkatan yang cukup berarti, tercatat sebesar 899,78 triliun rupiah pada bulan Desember 2009. Jumlah ini terus meningkat pada Desember 2010 menjadi 1.069,81 triliun rupiah atau meningkat 18,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya, sejalan dengan pemulihan ekonomi di berbagai sektor. 4.1.2 Perkembangan Suku Bunga Deposito Satu Bulan Pada awal periode penelitian, yakni Januari 2004, tingkat suku bunga deposito 1 bulan sebesar 6,27 persen dan berfluktuasi setiap bulannya. Selama periode penelitian 2004 - 2010, tercatat dua kali suku bunga deposito mencapai puncak tertingginya. Yang pertama dimulai pada triwulan keempat tahun 2005, ditandai dengan kenaikan harga BBM bersubsidi, tingkat suku bunga deposito mencapai 10,43 persen dan terus merangkak naik hingga mencapai level 12,01 persen pada Januari 2006. Tingkat suku bunga deposito bertahan diatas level 10
51
persen berlangsung hingga periode bulan Oktober 2006. Selanjutnya pada periode tahun 2007 hingga semester pertama 2008, tingkat suku bunga deposito relatif stabil pada kisaran 6 - 8 persen. Periode puncak yang kedua terjadi pada penghujung tahun 2008, tingkat suku bunga deposito mencapai level 10,75 persen, namun beberapa bulan kemudian berangsur turun kembali. Suku bunga deposito (%) 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 Periode
0.00
Sumber : Bank Indonesia (2011) Gambar 7. Perkembangan suku bunga deposito tahun 2004 – 2010
Perkembangan suku bunga deposito banyak dipengaruhi oleh suku bunga SBI dan BI-rate yang merupakan instrumen kebijakan moneter bank sentral. Pada periode akhir tahun 2005, sebagai imbas dari kenaikan harga BBM, perekenomian mendapat tekanan yang kuat dari inflasi. Guna meredam meningkatnya tekanan inflasi dan sebagai langkah antisipatif mengendalikan tekanan inflasi ke depan, Bank Indonesia melanjutkan kebijakan moneter yang cenderung ketat. Dalam RDG pada awal bulan Desember 2005, BI Rate
52
ditetapkan naik menjadi sebesar 12,75 persen. Kenaikan suku bunga instrumen moneter tersebut direspon oleh kenaikan indikator suku bunga lainnya, seperti suku bunga penjaminan, deposito, simpanan, dan kredit. Kenaikan suku bunga dana tersebut mendorong pesatnya pertumbuhan volume simpanan masyarakat. Pada akhir tahun 2010, suku bunga deposito terus mengalami tren penurunan. Hal tersebut merupakan respon perbankan terhadap penurunan BI rate pada level 6,5 persen. Pada periode ini, sektor perbankan domestik mengalami kelebihan likuiditas yang disebabkan oleh derasnya aliran modal asing yang masuk ke emerging market, termasuk Indonesia. Kelebihan likuiditas yang didominasi oleh peningkatan dana pihak ketiga, seperti tabungan dan deposito, sangat berarti bagi upaya penyehatan sektor perbankan dan pada gilirannya akan berimbas kepada sektor riil melalui peningkatan investasi. 4.1.3 Perkembangan Inflasi Pada awal periode penelitian, yakni bulan januari 2004, inflasi IHK (m-t-m) tercatat sebesar 0,57 persen, dan mengalami tren penurunan pada bulan berikutnya yang mencatat terjadinya deflasi sebesar -0,02 persen pada Februari 2004. deflasi ini terjadi terutama disumbang oleh penurunan harga kelompok bahan makanan, dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga. Besaran inflasi bulanan yang tercatat sepanjang periode penelitian (2004m1 : 2010m12) relatif stabil dengan fluktuasi dibawah 1persen perbulan. Nilai inflasi bulanan menembus angka 1 persen hanya pada bulan-bulan tertentu saja, yakni Desember dan Januari, terkait dengan perayaan hari raya dan tahun baru.
53
Inflasi (m-t-m) tertinggi yang terjadi pada periode penelitian, tercatat pada bulan Oktober 2005, sebesar 8,7 persen, yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM. Namun kondisi ini cepat diantisipasi oleh pemerintah melalui berbagai program pengamanan, baik di sektor riil maupun sektor keuangan, seperti peningkatan suku bunga BI-rate dan operasi pasar terbuka. Hasilnya, inflasi kembali ke level yang dapat dikendalikan dan tidak berdampak buruk terhadap perekonomian dalam jangka panjang. Inflasi (%) 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 Periode
-1.00
Sumber : Bank Indonesia (2011) Gambar 8. Perkembangan Inflasi Tahun 2004 – 2010
Secara umum dapat disimpulkan bahwa fluktuasi harga di dalam negeri sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti harga minyak dunia, dan harga komoditas impor, baik dalam bentuk bahan baku maupun bahan pangan. Penerapan skema inflation targeting yang menjadi perhatian utama BI dirasakan cukup efektif dalam meredam gangguan eksternal yang mengancam perekonomian domestik. Sampai dengan bulan terakhir periode penelitian, yakni Desember 2010, tercatat sebesar 0,92 persen.
54
4.2
Pengaruh Suku Bunga Deposito dan Inflasi Terhadap Jumlah Deposito Berjangka Analisis
deskriptif
di
atas
belum
memperlihatkan bagaimana
sebenarnya pengaruh inflasi dan suku bunga deposito terhadap perubahan jumlah deposito berjangka. Analisis regresi ini digunakan untuk memperjelas dan memperlihatkan bagaimana sebenarnya dan seberapa besar pengaruh variabelvariabel tersebut terhadap jumlah deposito yang terkumpul pada periode Januari 2004 hingga Desember 2010. 4.2.1
Pengujian Model
4.2.1.1 Pengujian Asumsi Klasik a.
Pengujian Stasionaritas Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang berupa data runtun
waktu maka terlebih dahulu harus dilakukan pengujian stasionaritas data untuk masing-masing variabel. Estimasi dengan data yang tidak stasioner akan menyebabkan superinkonsistensi dan timbulnya regresi
palsu (spurious
regression), sehingga sebenarnya metode inferensia klasik tidak dapat diterapkan. Berdasarkan pengujian stasionaritas dengan metode pengujian akar-akar unit menunjukkan: Variabel deposito dan suku bunga deposito pada pengujian level belum stasioner yang ditunjukkan dengan statistik uji -1,44 dan -3,03 dan nilai probability Augmented Dickey-Fuller (ADF) masing-masing 0,84 dan 0,13 yang lebih besar dari α = 0.05. Pengujian dilanjutkan dengan uji akar-akar unit pada pembeda ke-1 (1st differencing). Pada tahap uji pembeda ke-1 ini variabel deposito dan
55
suku bunga deposito menghasilkan nilai probability ADF masing-masing 0,000 dan 0,019 atau lebih kecil dari α = 0.05, sehingga variabel deposito dan suku bunga deposito dapat dikatakan telah stasioner. Sedangkan variabel inflasi pada pengujian level sudah menghasilkan nilai probability ADF lebih kecil dari nilai α = 0.05 sehingga
memperlihatkan
bahwa
data inflasi
telah
stasioner. (lampiran 2 dan 3) b.
Pengujian Kenormalan Pengujian dilakukan dengan H0 adalah error data terdistribusi normal.
Berdasarkan output dengan menggunakan perangkat lunak Eviews 6 diperoleh nilai Jarque-Berra sebesar 1,3168 dengan probabilitas 0,5177, angka ini lebih besar dari nilai α = 0,05, sehingga kesimpulannya adalah terima H0, artinya pada tingkat ketelitian 5 persen asumsi kenormalan terpenuhi. c.
Pengujian Multikolinieritas Pemeriksaan adanya multikolinieritas pertamakali dilakukan dengan melihat
nilai koefisien korelasi antar variabel bebasnya. Dari hasil output dapat dilihat nilai koefisien korelasi yang rendah antar variabel bebas, yang menandakan bahwa multikolinieritas tidak terjadi. Tabel 4.1. Koefisien Korelasi Antarvariabel Bebas CORRELATION INFLASI
SBDEPO
INFLASI
1.000000
0.041683
SBDEPO
0.041683
1.000000
56
Selain itu, metode lain yang digunakan untuk mendeteksi multikolinieritas adalah dengan melihat nilai r2 otokorelasi (AC) tidak melebihi 0,5 baik (+/-). Pengujian
Collerogram-Q
Statistik
dapat
dibuktikan
bahwa
asumsi
nonmultikolinieritas terpenuhi dimana nilai AC tidak ada yang melebihi nilai +/- 0,5 (lampiran 7) d.
Pengujian Homoskedastisitas Dengan menggunakan H0 adalah residu bersifat homoskedastis. Pengujian
Heteroskedastisitas dengan metode White Heteroscedasticity Test (cross term) diperoleh nilai probabilitas Obs*R-squared = 0,000, atau lebih kecil dari nilai α = 0,05, maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa residu tidak bersifat homoskedastik. Dengan kata lain data tersebut mengandung masalah heteroskedastisitas. Tabel 4.2. Hasil Output White Heteroscedasticity Test F-statistic
9.054622
Prob. F(5,78)
0.0000
Obs*R-squared
30.84972
Prob. Chi-Square(5)
0.0000
Scaled explained SS
14.86725
Prob. Chi-Square(5)
0.0109
e.
Pengujian Otokorelasi Pemeriksaan adanya otokorelasi dilakukan dengan statistik uji Durbin-
Watson menunjukkan nilai DW hitung sebesar 1,704. Berdasarkan tabel D-W, pada nilai n = 83 dan k=2, nilai dU=1,6928 dan dL=1,5942. Artinya, nilai DW hitung lebih besar dari dU dan lebih kecil dari (4-dU), sehingga dapat disimpulkan bahwa model terbebas dari masalah otokorelasi.
57
4.2.1.2 Pengujian Kelayakan Model a.
Pengujian Nilai Koefisien Determinasi Dari output model persamaan regresi menghasilkan R2 sebesar 0,3125 dan
R2adjusted sebesar 0,2614 dengan nilai Log-likelihood -313,8171. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman dalam perkembangan jumlah deposito yang dapat dijelaskan oleh variabel inflasi dan suku bunga deposito adalah sebesar 31,25 persen saja. Kecilnya pengaruh ini karena dalam memutuskan berinvestasi dalam bentuk deposito banyak faktor-faktor lain diluar variabel model yang juga berpengaruh dan dijadikan dasar pertimbangan oleh investor dalam berinvestasi dalam bentuk deposito. Faktor lain tersebut diantaranya adalah situasi keamanan dan politik dalam negeri, kredibilitas sektor perbankan, situasi perekonomian internasional, dan lain sebagainya. Kecilnya nilai R2 sejalan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian penelitian sebelumnya yang juga hanya menghasilkan nilai R2 yang juga relatif kecil. Tuti (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Permintaan Deposito Berjangka Dalam Negeri Pada Bank Umum di Indonesia, menghasilkan nilai R2 sebesar 33,15 persen. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih (1999) menghasilkan nilai R2 sebesar 36,33 persen. b.
Pengujian Koefisien Regresi Secara Simultan Tabel output menunjukkan dengan tingkat kepercayaan 95 persen,
model persamaan linier sudah layak untuk menjelaskan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Nilai F-statistic dari model persamaan regresi sebesar 4,1571 lebih besar dari nilai kritis distribusi F(0,05:2,80) = 3,11.
58
Artinya, secara simultan inflasi dan suku bunga deposito berpengaruh terhadap jumlah deposito yang terhimpun pada bank umum. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh nilai Probabilitas F-statistic = 0,0001 yang lebih kecil dari α = 0,05. c.
Pengaruh Koefisien Regresi Secara Parsial Pada tingkat kepercayaan 95 persen, variabel inflasi berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap jumlah deposito, sedangkan suku bunga deposito berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah deposito. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai prob dari variabel inflasi dan suku bunga deposito, berturutturut 0,0178 dan 0,0004 yang lebih kecil dari nilai α=0,05. 4.2.2 Hasil Estimasi Pengaruh Suku Deposito dan Inflasi Terhadap Jumlah Deposito Berjangka Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan program E-Views versi 6 dihasilkan output sebagai berikut: Tabel 4.3. Hasil Output GARCH (1,1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C
6.518249
0.932959
6.986638
0.0000
D(INFLASI)
-0.341740
0.945467
-1.361450
0.0178
D(SBDEPO)
13.79308
3.892986
3.543059
0.0004
R-squared Adjusted R-squared
0.312563 0.261431
Hasil output E-Views 6 menghasilkan nilai koefisien dan probabilitas dari masing-masing variabel serta nilai R-Squared dari model yang terbentuk. Berdasarkan tabel diatas, model persamaan regresi dengan metode GARCH (1,1) yang terbentuk adalah :
59
d(depo) = 6,518 - 0,342*d(inflasi) + 13,793*d(sbdepo) Sedangkan var (et)-nya memiliki persamaan berikut :
Output model GARCH (1,1) menunjukkan bahwa model mempunyai variabel bebas yang secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap perubahan deposito berjangka.
Selain itu dapat dinyatakan bahwa semua variabel bebas
mempunyai pengaruh yang signifikan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tingkat inflasi dan suku bunga deposito mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
perubahan
deposito
berjangka.
Selain
itu,
persamaan
yang
menggambarkan pergerakan varians dari residual model juga menunjukkan bahwa semua koefisien signifikan. Ini menunjukkan bahwa model GARCH (1,1) memang layak digunakan . Interpretasi yang dihasilkan dapat dijabarkan, sebagai berikut: -
Jika kedua variabel independen (inflasi, dan suku bunga deposito) bernilai rendah sekali, maka jumlah deposito akan berubah sebesar 6,518 triliun rupiah.
-
Kenaikan 1 persen pada inflasi akan menyebabkan penurunan pada jumlah deposito sebesar 0,342 triliun dengan asumsi faktor yang lain konstan.
-
Kenaikan 1 persen pada suku bunga deposito akan menyebabkan kenaikan pada jumlah deposito sebesar 13,793 triliun dengan asumsi faktor yang lain konstan. Dari model yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi
memiliki hubungan yang negatif dengan jumlah deposito. Artinya, kenaikan tingkat inflasi akan menjadi faktor penghambat bagi tumbuhnya dana deposito masyarakat.
60
Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan jumlah deposito berjangka. Kecilnya pengaruh inflasi terhadap deposito yang tertangkap didalam model disebabkan oleh cepatnya antisipasi suku bunga dalam menyikapi naiknya inflasi. Berdasarkan data empiris yang ada, kenaikan inflasi langsung diimbangi dengan kenaikan pada suku bunga yang menyebabkan deposito tidak mengalami penurunan yang berarti. Selain itu, penelitian sebelumnya (Tuti, 2006) , juga menghasilkan angka koefisien yang relatif kecil, yakni -1,29 untuk variabel inflasi. Artinya variabel inflasi secara relatif memiliki pengaruh yang kecil terhadap jumlah deposito berjangka yang terhimpun. Variabel suku bunga deposito memiliki koefisien yang cukup besar, yakni 13,793, yang artinya kenaikan suku bunga deposito akan direspon oleh masyarakat dengan meningkatkan simpanan depositonya dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jika dilihat secara persentase, nilai tersebut juga relatif kecil, yakni berkisar 0,65 persen, artinya kenaikan satu persen pada suku bunga akan berimbas pada kenaikan jumlah deposito sebesar 0,65 persen. Hal tersebut merupakan fenomena yang umum terjadi, khususnya di negara-negara berkembang yang tingkat pendapatan masyarakatnya masih relatif rendah. Dimana kenaikan atau penurunan suku bunga deposito tidak mempengaruhi keputusan masyarakat berpendapatan rendah untuk menabung dalam bentuk deposito.