Bab IV Hasil dan Pembahasan
4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BPO) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan pada suhu 70 – 85 oC, dengan derajat polimerisasi yang bervariasi (DPn 100 dan DPn 500) dan waktu polimerisasi masing-masing 5 jam dan 20 jam, yang tujuannya untuk mengetahui pengaruh DPn dan waktu polimerisasi terhadap rendemen, berat molekul, sifat termal dan sifat mekanik polistirena yang diperoleh. Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa polimerisasi stirena menghasilkan polistirena dengan rendemen yang sangat tinggi, karena stirena dapat mudah terpolimerisasi dengan benzoil peroksida pada suhu di atas suhu ruang.6 Semakin lama waktu polimerisasi stirena maka akan semakin panjang rantai polistirena tersebut dan rendemennya makin besar. Pada penelitian ini, dengan derajat polimerisasi yang sama polistirena yang disintesis dengan waktu polimerisasi 20 jam mempunyai rendemen lebih besar dibandingkan dengan polistirena yang disintesis dalam waktu 5 jam. Tabel 4.1 : Rendemen polimerisasi stirena menggunakan inisiator BPO pada berbagai kondisi. DPn
Rendemen (%)
waktu
5 jam
20 jam
100
97,93
99,85
500
92,83
99,90
Pengaruh derajat polimerisasi (DPn) terhadap rendemennya adalah semakin besar DPn yang digunakan, rendemen polistirena hasil sintesis akan semakin besar,
28
seperti rendemen polistirena hasil sintesis pada DPn 500 lebih besar dibanding dengan DPn 100 untuk waktu polimerisasi yang sama yakni 20 jam. Hasil ini selaras dengan hasil perhitungan massa molekul relatif polistirena, dimana polistirena dengan DPn 500 mempunyai massa molekul relatif lebih besar dibanding dengan DPn 100, akan tetapi sedikit berbeda dengan polistirena yang disintesis dengan waktu polimerisasi 5 jam, yang menunjukkan bahwa rendemen untuk polistirena DPn 100 justru lebih besar dibanding dengan DPn 500. Penjelasan atas fenomena ini barangkali disebabkan terjadinya reaksi terminasi lebih awal, sehingga belum semua monomer terpolimerisasi pada DPn 500 selama waktu polimerisasi 5 jam, sebagai akibat jumlah pusat aktif yang terbentuk pada DPn lebih besar lebih sedikit dibandingkan DPn yang lebih kecil dalam waktu polimerisasi 5 jam. Selain itu reaksi terminasi berlangsung lebih awal dapat juga disebabkan karena terjadi pengalihan atom hidrogen dari satu radikal ke radikal yang lain, sehingga menghasilkan dua molekul polimer tak aktif, reaksi ini disebut dengan reaksi terminasi disproporsionasi6 O H O
CH
CH*
+
*
CH
CH2
O
O
O
O
CH
CH3
+ CH2
C
O O
Peristiwa pengalihan ini dapat disebabkan oleh kepekatan inisiator, makin besar konsentrasi inisiator terjadi pengalihan atom hidrogen semakin besar sehingga pertumbuhan polimer akan terganggu.5
29
4.2 Menentukan massa molekul relatif dengan viskometer Ostwald Hasil penentuan massa molekul relatif dengan viskositas Ostwald diperlihatkan pada tabel 4.2 di bawah ini : Tabel 4.2 : Massa molekul relatif polistirena hasil sintesis pada berbagai kondisi Waktu DPn
Massa molekul relatif 5 jam
20 jam
100
2000,53
23514,51
500
3762,99
34335,69
Semakin lama waktu polimerisasi berat molekul polistirena yang dihasilkan semakin besar. Pada tabel 4.2 di atas terlihat bahwa polistirena yang disintesis dengan waktu polimerisasi 20 jam mempunyai massa molekul relatif yang jauh lebih besar dibandingkan dengan polistirena yang disintesis dengan waktu polimerisasi 5 jam, begitu pula pengaruh derajat polimerisasi (DPn), semakin besar DPn yang digunakan pada polimerisasi maka massa molekulnya juga semakin besar. Dalam waktu polimerisasi yang sama, polistirena yang disintesis dengan DPn 500 mempunyai massa molekul relatif lebih besar dibandingkan dengan polistirena yang disintesis dengan DPn 100. Hasil ini selaras dengan perhitungan secara teori, bahwa polistirena dengan DPn 500 mempunyai massa molekul relatif 52072 dan polistirena DPn 100 mempunyai massa molekul relatif 10415. Namun massa molekul relatif polistirena hasil sintesis lebih kecil dibandingkan dengan massa molekul relatif yang dihitung secara teori. Diduga hal ini disebabkan karena pertama adanya O2 dari udara yang bereaksi dengan radikal bebas, sehingga terjadi perlambatan dalam pertumbuhan polistirena.
30
O O
O
CH
CH2*
O
+ O2
CH
O
CH2
O*
Adanya O2 tidak dapat dihindari karena proses polimerisasi berlangsung pada ruang terbuka, bukan pada reaktor atau pada ruang vakum. Kedua karena stirena (monomer) yang digunakan pada awalnya tidak didestilasi terlebih dahulu sehingga stirena tidak benar-benar murni. Bila dilihat rendemen polistirena hasil sintesis yang relatif besar sedangkan massa molekul relatifnya jauh lebih kecil, dari hasil teoritis dapat disebabkan karena terbentuk rantai polistirena yang pendek dengan jumlah molekul kecil banyak sebagai akibat jumlah pusat aktif yang terbentuk lebih banyak.
4.3 Analisis FTIR 100 %T 2374.37
90
2065.76
1217.08 1109.07 1153.43 1180.44
1743.65 1801.51 1876.74 1942.32 1718.58
3466.08
1313.52 1371.391271.09
626.87 966.34
1068.56
904.61
3078.39
80
3059.10
536.21
1024.20
2848.86 1600.92
3024.38
70
1490.97 2920.23
1446.61 754.17
60
50 696.30
40
30 4500
4000
3500
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750
1/cm
500
Gambar 4.1 Spektrum infra merah polistirena hasil sintesis Hasil analisis gugus fungsi dengan FTIR menunjukkan kesamaaan antara polistirena yang disintesis dengan waktu 5 jam dan 20 jam, begitu juga untuk
31
polistirena yang disintesis dengan DPn 100 dan DPn 500 yakni terdapat puncak serapan di daerah bilangan gelombang 2920,23 – 2848,86 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur –C-H, adanya puncak serapan di daerah bilangan gelombang 3078,39 – 3024,38 cm-1 dari vibrasi ulur =C-H. Disamping itu terdapat vibrasi ulur C=C dari gugus aromatik ditunjukkan oleh puncak serapan di daerah bilangan gelombang 1600,92 cm-1 1490,97 cm-1 dan 1446,61 cm-1, serta serapan yang sangat tajam pada daerah bilangan gelombang 754,17 dan 695,30 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus aromatik monosubtitusi. Begitu juga adanya puncak serapan yang lemah pada daerah 1944,25–1662,64 cm-1, yang merupakan ciri khas dari spektrum senyawa aromatis monosubstitusi yang disebut dengan overtone.20 Disamping puncak serapan tersebut di atas, juga tampak adanya puncak serapan yang melebar pada daerah 3466,08 cm-1 yang merupakan serapan gugus -OH yang berikatan hidrogen.3 Adanya puncak serapan tersebut dapat disebabkan karena pada pemurnian polistirena hasil sintesis menggunakan pelarut metanol dan kelihatannya metanol belum hilang sama sekali setelah dikeringkan dengan oven vakum. Keterangan dari analisis di atas sesuai dengan referensi yang menyatakan bahwa serapan –serapan gugus di atas adalah sebagai berikut : Tabel 4.3 : Daerah serapan infra merah beberapa gugus fungsi3 No
Gugus fungsi
Daerah serapan (cm-1)
1
-C-H
2800 – 3000
2
=C-H
3000 – 3300
3
C=C
1600 – 1700
4
C-C
1450 – 1600
5
O-H
3000 – 3700
6
Subtituen senyawa aromatik
650 – 900
Berdasarkan analisis spektra FTIR di atas, ternyata spektra FTIR polistirena hasil sintesis sesuai atau hampir mirip dengan spektra FTIR untuk polistirena standar
32
dan hal ini menunjukkan bahwa polimerisasi stirena dengan BPO pada berbagai waktu dan DPn telah diperoleh polistirena seperti yang diharapkan.
%T
cm-1 Gambar 4.2 Spektrum polistirena2
4.4 Analisis termal dengan TG/DTA dan kristalinitas dengan XRD Dari hasil analisis sifat termal dengan menggunakan alat DTA/TGA menunjukkan bahwa polistirena yang disintesis pada 5 jam dan 20 jam serta polistirena yang disintesis dengan DPn 100 dan DPn 500 memperlihatkan spektrogram DTA/TGA tidak terlalu banyak berbeda. Termogram TGA dari ketiga jenis polistirena hasil sintesis, terdekomposisi pada suhu 308,15–427,1oC. Termogram DTA polistirena hasil sintesis dengan waktu polimerisasi 5 jam dan DPn 500 (a) teramati suhu transisi gelas 105oC dan titik leleh 221oC. Sedangkan pada termogram DTA untuk polistirena lainnya (b) dan (c) tidak teramati adanya suhu transisi gelas dan suhu pelelehan. Pada polistirena dengan polimerisasi 20 jam DPn 100 terlihat adanya belokan yang tidak terlalu tajam pada suhu 98oC dan 161oC yang menunjukkan
33
adanya perubahan konfigurasi struktur polistirena yang disertai dengan pemutusan ikatan polistirena akibat pemanasan.
a. Polistirena dengan hasil polimerisasi selama 5 jam dan DPn 500
34
b. Polistirena dengan hasil polimerisasi selama 20 jam dan DPn 100
Gambar 4.3 Kurva TGA/DTA polistirena hasil sintesis c. Polistirena dengan hasil polimerisasi selama 20 jam dan DPn 500
35
Derajat kritalinitas polistirena ditunjukkan pada tabel 4.4 berikut ini. Tabel 4.4 : Derajat kristalinitas polistirena hasil sintesis No
Polistirena
Derajat kristanilitas
1
Polimerisasi 5 jam DPn 500
30,66 %
2
Polimerisasi 20 jam DPn 100
12,09 %
3
Polimerisasi 20 jam DPn 500
5,26 %
Seperti yang dikemukakan di atas bahwa rendahnya derajat kristalinitas polistirena disebabkan karena proses polimerisasinya terjadi melalui polimerisasi radikal bebas sehingga rantai polistirena yang terbentuk kurang teratur atau amorf. Disamping itu juga dapat disebabkan karena proses pendinginan yang berlangsung secara cepat pada suhu ruang sehingga rantai polimer tidak sempat untuk mengatur diri, dan akibatnya rantai polimer menjadi tidak teratur.21
Polistirenahasil hasilpolimerisasi polimerisasiselama selama55jam jamdan danDPn DPn500 500 Polistirena
Polistirena hasil polimerisasi selama 20 jam dan DPn 100 Polistirena hasil polimerisasi selama 20 jam dan DPn 100 Polistirena hasil polimerisasi selama 20 jam dan DPn 500 Polistirena hasil polimerisasi selama 20 jam dan DPn 500
Gambar 4.4 Difraktogram sinar x polistirena hasil sintesis
36
Semakin tinggi derajat kristalinitas suatu polimer maka akan semakin baik sifat termalnya. Sifat termal suatu polimer dapat dilihat dari titik leleh dan entalpi pelelehannya. Pelelehan polimer merupakan suatu proses dimana interaksi antara rantai polimer yang tersusun dalam fasa kristalin mulai melemah dan strukturnya menjadi tidak teratur. Entalpi pelelehan berhubungan dengan morfologi polimer, jadi makin tinggi titik leleh dan entalpi pelelehan, maka semakin besar derajat kristanilitas suatu polimer. Hal ini dibuktikan dengan polistirena yang disintesis dengan waktu polimerisasi 5 jam dan DPn 500 mempunyai derajat kristalinitas 30,66 % .
4.5 Analisis mekanik (Uji tarik) Tahap persiapan dari pengujian sifat mekanik adalah penyiapan sampel, dimana sampel dibuat dalam bentuk film atau lempengan yang homogen dengan ketebalan yang sama untuk suatu spesimen uji yang disebut dengan dumbell. Ukuran dan bentuk dari dumbell dapat dilihat pada Gambar berikut :
Gambar 4.5 Spesimen uji mekanik13
Analisis sifat mekanik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik, perpanjangan (elongasi) dan modulus elastisitas suatu material, dan dalam percobaan ini hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut :
37
Tabel 4.5 : Sifat mekanik dari polistirena hasil sintesis pada berbagai kondisi DPn Waktu 5 jam 20 jam
Sifat mekanik ε (%)
σ (MPa)
Е (MPa)
100
1,23
2,29
186,18
500
1,78
6,72
377,53
100
0,96
2,47
257,29
500
1,37
13,78
1005,84
Polistirena merupakan polimer yang kaku dan kuat, tetapi bersifat getas. Ikatan sekunder antara rantai-rantainya cukup kuat (energi kohesinya tinggi yakni 70 – 80 kkal), sehingga mempunyai kekuatan tarik (tensile strength) yang cukup tinggi. Kekuatan tarik (tensile strength) adalah besarnya tegangan (gaya persatuan luas spesimen) maksimum yang dapat diberikan pada polistirena tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan pada spesimen (putus). Kekuatan tarik suatu bahan umumnya sebanding dengan derajat kristalinitasnya. Polimer yang mempunyai struktur rantai yang teratur atau bersifat kristalin, yang disebabkan karena adanya gaya tarik antar rantai atau molekul yang berdekatan secara teratur di sepanjang rantai polimer. Adanya gaya interaksi di sepanjang rantai polimer, menyebabkan derajat kristalinitas polimer semakin meningkat, dan akibatnya sifat mekanik polimer semakin besar. Dari tabel 4.5 terlihat bahwa polistirena yang disintesis dengan waktu polimerisasi 20 jam, dan DPn 100 mempunyai derajat kristalinitas lebih besar dibanding dengan polistirena yang disintesis dengan DPn 500, akan tetapi sifat mekaniknya menurun. Pada polistirena hasil polimerisasi 5 jam dibandingkan dengan polistirena hasil polimerisasi 20, mempunyai kekuatan tarik lebih kecil tidak sebanding dengan derajat kristalinitas. Hal ini berhubungan dengan massa molekul relatif polistirena yang disintesis dengan waktu polimerisasi 5 jam lebih kecil dibanding dengan massa molekul relatif polistirena hasil sintesis dengan waktu polimerisasi 20 jam.
38
Sifat kedua yang dapat diperoleh dari pengujian sifat mekanik adalah elongasi (elongasi at break) atau perpanjangan maksimum dari spesimen uji. Elongasi /perpanjangan (%) dapat didefinisikan sebagai perpanjangan yang dialami oleh material dibagi panjang mula-mula spesimen uji. Elastisitas suatu polimer sangat dipengaruhi oleh berat molekul, struktur rantai polimer dan juga derajat kristalinitasnya. Polimer yang mempunyai ikatan silang jika ditarik maka akan kembali kebentuk asalnya karena energi kimia yang membentuk ikatan silang cukup besar untuk dapat mengembalikan gaya (kekuatan) tarik tersebut. Begitu juga dengan polimer yang mempunyai struktur kristalin. Polimer dengan DPn lebih besar (DPn 500) memiliki perpanjangan lebih besar dibanding DPn 100, hal ini berhubungan dengan elastisitas dan berat molekul primer, semakin besar berat molekul primer dengan rantai yang dimiliki semakin tinggi elongationnya/perpanjangannya begitu pula tensile strengthnya.
39