19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Respon Kehilangan Berat Setelah dilakukan proses pengumpanan terhadap rayap tanah selama empat minggu, dari data yang diperoleh dilakukan pengujian secara statistik untuk pengaruh variabel jenis kayu dan kerapatan target, seperti yang disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5 Hasil uji statistik interaksi faktor jenis kayu dan kerapatan Sumber Model Terkoreksi Intersep Jenis_Kayu Kerapatan Jenis_Kayu * Kerapatan Eror Total Total Terkoreksi
Jumlah Kuadrat
DB
Kuadrat Tengah
F
Sig.
26,22a 80,03 22,99 3,19 0,04 0,88 107,13 27,10
3 1 1 1 1 8 12 11
8,74 80,03 22,99 3,19 0,04 0,11
79,78 730,38 209,82 29,14 0,38
0,00 0,00 0,00 0,00 0,55
Berdasarkan hasil uji statistik di atas, pengaruh variabel jenis kayu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon kehilangan berat. Dari nilai rata-rata kehilangan berat yang diperoleh kehilangan berat untuk papan partikel jenis kayu Kempas memiliki nilai rata-rata kehilangan berat yang lebih rendah dibanding dengan papan partikel jenis kayu Tusam, yakni sebesar 1,77 % untuk kerapatan target 0,8 g/cm3 dan 0,63 % untuk kerapatan target 0,9 g/cm3 dibanding dengan kehilangan berat rata-rata papan partikel kayu Tusam yang bernilai sebesar 4,42 % untuk kerapatan target 0,8 g/cm3 dan 3,51 % untuk kerapatan target 0,9 g/cm3. Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut, kayu Kempas memiliki sifat keawetan yang lebih baik dibanding dengan kayu Tusam. Sesuai dengan Martawijaya (1989) yang mengelompokkan kayu Kempas kedalam kelas awet III yang artinya memiliki sifat keawetan yang lebih baik dibanding dengan kayu Tusam yang dikelompokkan kedalam kelas awet IV. Kayu Tusam diketahui sebagai kayu yang memiliki saluran getah, resin yang terkandung dalam
20
getah Tusam ini diduga memberikan pengaruh yang sejenis dengan senyawa amirin pada kayu Karet yang bersifat atraktan untuk rayap. Pengaruh variabel kerapatan target juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon kehilangan berat, berdasarkan hasil yang diperoleh nilai kehilangan berat rata-rata papan partikel dengan kerapatan target 0,8 g/cm3 menghasilkan nilai kehilangan berat yang lebih besar dibandingkan kerapatan target 0,9 g/cm3 baik pada papan partikel jenis Kempas maupun Tusam, untuk kerapatan target 0,8 g/cm3 pada papan partikel Kempas kehilangan berat rata-rata yang terjadi sebesar 1,77 % sedangkan pada Tusam bernilai sebesar 4,42 % sedangkan pada kerapatan target 0,9 g/cm3 pada papan partikel Kempas kehilangan berat yang terjadi sebesar 0,63 % sedangkan pada papan partikel kayu Tusam bernilai sebesar 3,51 %. Hal ini sesuai dengan Maloney (1993) yang menyatakan bahwa dikebanyakan kasus dengan meningkatnya kerapatan sebuah produk maka akan meningkatkan sifat produk tersebut. Selanjutnya dalam Gambar 7 dapat dilihat grafik kehilangan berat rata-rata pada papan partikel.
Kehilangan Berat (%)
5
4,42
4
3,51
3 2
1,77 0,63
1 0 kempas 0.8
kempas 0.9
tusam 0,8
tusam 0,9
Jenis Papan Partikel
Gambar 7 Grafik kehilangan berat rata-rata papan partikel
Berdasarkan grafik di atas dapat terlihat bahwa papan partikel dengan bahan baku kayu Tusam memiliki nilai kehilangan berat yang jauh lebih besar dibanding dengan papan partikel dengan bahan baku kayu Kempas. Nilai kehilangan berat terkecil terdapat pada papan partikel kayu Kempas kerapatan target 0,9 g/cm3
21
dengan kehilangan berat sebesar 0,63 % sedangkan nilai kehilangan berat terbesar terdapat pada papan partikel kayu Tusam kerapatan target 0,8 g/cm3 dengan nilai kehilangan berat sebesar 4,42 %, secara detail nilai perbandingan kehilangan berat antara papan partikel, kayu solid dan kayu Karet dapat dilihat pada Gambar 8.
20
18,46
Kehilangan Berat (%)
18 16 14 12 10 8 6 4 2
4,42 1,77
5,01 3,51 2,19
0,63
0 kempas 0.8
kempas tusam 0,8 tusam 0,9 solid 0.9 kempas
solid tusam
solid karet
Jenis Papan Partikel
Gambar 8 Grafik perbandingan kehilangan berat papan partikel dan kayu solid Dibandingkan dengan kayu solid (kontrol) nilai rata-rata kehilangan berat papan partikel memiliki nilai yang lebih kecil dibanding dengan nilai rata-rata kehilangan berat kayu solidnya, namun berdasarkan hasil uji T membandingkan antara kayu solid dan papan partikel, keduanya saling tidak berbeda secara nyata atau tidak signifikan perbedaannya. Nilai kehilangan berat kayu solid Kempas memiliki nilai kehilangan berat yang lebih kecil dari kayu solid Tusam, yakni sebesar 2,19 % dibanding dengan Tusam sebesar 5,01 %. Mengacu pada Tabel 1 pengelompokkan kelas awet kayu, berdasarkan nilai kehilangan berat yang diperoleh, kayu solid Kempas termasuk ke dalam kelas awet I dan kayu Tusam termasuk ke dalam kelas awet II, hal ini kurang sesuai dengan Martawijaya (1989) yang mengelompokkan kayu Tusam ke dalam kelas awet IV dan kayu Kempas ke dalam kelas awet III, hal ini diduga karena pada Martawijaya (1989) pengujian sifat keawetan terhadap contoh uji menggunakan metode uji kubur sedangkan penelitian yang dilakukan adalah penelitian dengan skala laboratorium, lama pengujian yang dilakukan juga berbeda, pada
22
Martawijaya (1989) dilakukan pengujian uji kubur selama enam bulan, sedangkan pada penelitian ini hanya dilakukan pengujian selama empat minggu, sehingga diduga akan terdapat perbedaan dari segi nilai kehilangan berat yang diperoleh, pengujian dalam skala laboratorium yang dilakukan menghasilkan nilai kehilangan berat yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai kehilangan berat pada Martawijaya (1989). Dibandingkan dengan kayu kontrol Karet nilai kehilangan berat yang terjadi pada papan partikel jauh lebih kecil, artinya sifat keawetan papan partikel jauh lebih baik apabila dibandingkan dengan kayu solid, dalam kasus ini adalah kayu Karet. Papan partikel diduga memiliki sifat keawetan yang lebih tinggi karena dalam proses pembuatannya ditambahkan beberapa zat kimia yang menyebabkan produk tersebut kurang disukai oleh rayap contohnya perekat dan parafin, berdasarkan Kartika (2010) perekat urea formaldehyde yang digunakan dalam proses pembuatan papan partikel dalam penelitian ini adalah 12 % dan kandungan parafin yang ditambahkan adalah sebesar 2%. Kehilangan berat kayu kontrol Karet yang cukup tinggi yakni sebesar 18,46 % diduga karena kandungan senyawa Amirin dalam bentuk lateks (getah) yang bersifat mengundang organisme perusak (Fengel dan Wegener 1985). Mandang dan Pandit (1997) juga mengelompokkan kayu Karet ke dalam kelas awet V, yang artinya memiliki ketahanan yang sangat buruk. Hal ini agak bertolak belakang dengan berat jenis kayu Karet yang tergolong cukup tinggi yakni 0,61 juga sifat kekuatan kayu Karet termasuk ke dalam kelas kuat II-III yang setara dengan kayu Ramin, Perupuk, Akasia, Keruing dan Sungkai (Fengel dan Wegener 1985). Contoh uji hasil penelitian kemudian dikelompokkan berdasarkan nilai kehilangan berat yang diperoleh, yang mengacu tabel pengelompokkan kelas keawetan dalam standar SNI 01.7207-2006, tabel pengelompokkan contoh uji dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 6.
23
Tabel 6 Pengelompokkan kelas keawetan Jenis
Kehilangan Berat Rata- Rata
Kelas Awet
Papan Partikel Kempas (0,8)
1,77 %
I
Papan Partikel Kempas (0,9)
0,63 %
I
Papan Partikel Tusam (0,8)
4,42 %
II
Papan Partikel Tusam (0,9)
3,51 %
I
Kayu Solid Kempas
2,19 %
I
Kayu Solid Tusam
6,12 %
II
Kayu Solid Karet
18,46 %
IV
4.2 Respon Mortalitas Rayap Dalam penelitian ini dilakukan proses perhitungan mortalitas rayap untuk mengetahui daya bertahan hidup rayap. Berdasarkan hasil pengujian statistik untuk variabel jenis kayu dan kerapatan target terhadap respon mortalitas rayap, tidak ditemui variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan baik jenis kayu maupun kerapatan target, begitu pula dengan interaksi antar kedua variabel, tetap menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Tingkat mortalitas rayap yang diamati pada kelompok papan partikel memiliki tingkat mortalitas yang tinggi dan seragam yakni sebesar 100 % sedangkan pada kelompok kayu solid (kontrol) tingkat mortalitas rayap yang terjadi cukup beragam dengan nilai mortalitas antara 80,5 % - 100 %. Tingkat kematian yang seragam pada papan partikel diduga karena kandungan zat seperti perekat dan parafin yang ditambahkan pada saat pembuatan papan yang mengakibatkan jenis produk papan partikel kurang disukai oleh rayap, selain itu kerapatan produk papan partikel yang dibuat dengan dua target kerapatan yang cukup tinggi yakni sebesar 0,8 g/cm3 dan 0,9 g/cm3 sehingga menghasilkan kerapatan yang cukup kompak pada papan. Selain itu dengan adanya kerapatan target menyebabkan tingkat keseragaman kerapatan antar papan menjadi cenderung lebih seragam dan menyebabkan tingkat mortalitas rayap menjadi cenderung sama, dibanding dengan kayu solid yang memiliki berbagai karakteristik kandungan ekstraktif juga kerapatan yang beragam, sehingga menghasilkan nilai mortalitas rayap yang cukup beragam meskipun setelah dilakukan uji T antara kayu solid dan papan partikel memiliki perbedaan yang
24
tidak nyata untuk respon mortalitas rayap. Berikut adalah hasil uji T dalam membandingkan mortalitas rayap yang terjadi pada papan partikel dan kayu solid. Mortalitas rayap yang terjadi belum dapat dipetakan secara mendetail dalam periode tertentu, karena proses perhitungan mortalitas rayap hanya dilakukan pada akhir pengujian saja yakni pada minggu keempat, sehingga belum dapat dilihat kecenderungan mortalitas rayap yang terjadi pada setiap minggunya maupun setiap harinya. Dalam proses pelaksanaannya, keadaan media uji terkadang ditemui jamur pada permukaan tanah media uji, hal ini dikarenakan keadaan ruangan yang tidak dapat diatur suhu dan kelembabannya sehingga potensi tumbuhnya jamur pun semakin tinggi, selain itu keadaan laboratorium yang berdekatan dengan laboratorium jamur diduga semakin meningkatkan potensi tumbuhnya jamur. Meskipun belum dapat diketahui jenis dan karakteristik dari jamur yang tumbuh pada media uji, diduga keberadaan jamur ini memberikan pengaruh terhadap tingkat mortalitas rayap sehingga dilakukan beberapa upaya pembersihan terhadap jamur-jamur yang masih terjangkau tanpa mengganggu aktivitas rayap di media uji tersebut.
4.3 Respon Feeding Rate Menurut Arinana et al (2010) feeding rate sudah terbukti sangat berguna untuk membandingkan ketahanan kayu terhadap serangan rayap meskipun terdapat perbedaan ukuran kayu dan kerapatan, waktu pengujian dan spesies rayap. Nilai feeding rate yang dihasilkan juga dapat dijadikan gambaran untuk menilai tingkat keinginan rayap untuk memakan contoh uji yang diumpankan. Hasil uji statistik untuk respon feeding rate dari pengaruh variabel jenis kayu dan kerapatan target pada kelompok papan partikel, menunjukkan pengaruh yang signifikan untuk interaksi antara variabel jenis kayu dan kerapatan target, berikut adalah hasil uji statistik untuk respon feeding rate yang tersaji pada Tabel 7.
25
Tabel 7 Hasil uji statistik interaksi jenis kayu dan kerapatan target untuk respon feeding rate Sumber Model Terkoreksi Intersep Jenis_Kayu Kerapatan Jenis_Kayu * Kerapatan Eror Total Total Terkoreksi
Jumlah Kuadrat a
9671,07 32553,13 8801,54 562,39 307,14 595,21 42819,41 10266,28
DB
Kuadrat Tengah
F
Sig.
3 1 1 1 1 8 12 11
3223,69 32553,13 8801,54 562,39 307,14 74.,4
43,33 437,53 118,29 7,56 4,13
0,00 0,00 0,00 0,03 0,08
Berdasarkan hasil uji statistik di atas pengaruh variabel jenis kayu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon feeding rate, berdasarkan nilai rata-rata feeding rate yang dihasilkan pada papan partikel berbahan baku kayu Kempas memiliki tingkat feeding rate yang lebih rendah dibanding dengan nilai rata-rata feeding rate papan partikel berbahan baku kayu Tusam. Nilai ratarata feeding rate untuk papan partikel kayu Kempas bernilai 36,90 µg/ekor/hari untuk kerapatan target 0,8 g/cm3 dan 13,10 µg/ekor/hari untuk kerapatan target 0,9 g/cm3, untuk papan partikel kayu Tusam nilai rata-rata feeding rate bernilai 80,95 µg/ekor/hari untuk kerapatan target 0,8 g/cm3 dan 77,38 µg/ekor/hari untuk kerapatan target 0,9 g/cm3. Apabila feeding rate digambarkan sebagai tingkat produktivitas rayap untuk menyerang contoh uji, maka dapat dilihat bahwa rayap lebih produktif untuk mengkonsumsi papan partikel kayu Tusam dibanding dengan papan partikel kayu Kempas, kayu Tusam yang memiliki kandungan resin diduga semakin mengundang rayap untuk menyerang kayu tersebut, karena dalam proses pembuatan papan partikel tidak dilakukan perlakuan pendahuluan, maka diduga masih terdapat kandungan resin yang tersisa pada bahan baku pembuatan papan yang mengakibatkan papan partikel kayu Tusam menjadi lebih mudah diserang oleh rayap. Pengaruh kerapatan target terhadap respon kehilangan berat juga memberikan pengaruh yang signifikan, kecenderungan yang terjadi adalah dengan meningkatnya kerapatan tingkat produktivitas rayap untuk memakan contoh uji menjadi lebih rendah, pada kerapatan target 0,8 g/cm3 papan partikel Kempas
26
memiliki nilai rata-rata feeding rate sebesar 36,90 µg/ekor/hari dibandingkan dengan papan partikel Kempas 0,9 nilai rata-rata feeding rate menjadi menurun yakni sebesar 13,10 µg/ekor/hari. Kecenderungan yang sama terjadi pada papan partikel Tusam pada kerapatan target 0,8 g/cm3 nilai rata-rata feeding rate bernilai 80,95 µg/ekor/hari dibandingkan dengan kerapatan target 0,9 g/cm3 yang menurun menjadi 77,38 µg/ekor/hari. Sehingga dengan meningkatkan kerapatan sebuah produk dapat meningkatkan sifat keawetannya, karena akan menghasilkan produk yang memiliki kerapatan yang solid. Apabila data feeding rate yang dihasilkan pada penelitian ini dipetakan kedalam grafik, dapat terlihat cukup jelas bahwa terdapat perbedaan antara tingkat keinginan rayap untuk menyerang contoh uji papan partikel Kempas dan papan partikel Tusam. Nilai feeding rate terbesar ditemui pada papan partikel Tusam kerapatan target 0,8 g/cm3, dengan nilai feeding rate sebesar 80,95 µg/ekor/hari sedangkan nilai terendah ditemui pada papan partikel Kempas kerapatan target 0,9 g/cm3, dengan nilai feeding rate sebesar 13,1 µg/ekor/hari. Grafik nilai feeding rate pada papan partikel dapat dilihat dalam Tabel 9.
Feeding Rate (µg/ekor/hari)
90
80,95
77,38
75 60 45
36,9
30 13,1
15 0 kempas 0,8
kempas 0,9
tusam 0,8
tusam 0,9
Jenis Papan Partikel
Gambar 9 Grafik nilai rata-rata feeding rate pada papan partikel Apabila feeding rate antara kayu solid dan papan partikel dibandingkan, pada kelompok kerapatan target 0,8 g/cm3 menunjukkan perbedaan yang signifikan, sedangkan pada kelompok 0,9 g/cm3 menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Artinya tingkat produktivitas rayap dalam mengkonsumsi contoh
27
uji pada papan partikel 0,9 g/cm3 tidak jauh berbeda dengan tingkat produktivitas rayap dalam mengkonsumsi kayu solid. Perbandingan nilai rata-rata feeding rate antara papan partikel, kayu solid dan kayu Karet tersaji pada Gambar 10.
Feeding Rate (µg/ekor/hari)
120 96,31
100 80,95 80
77,38
60 40
36,9
33,9 19,83
13,1
20 0 kempas 0.8
kempas 0.9
tusam 0,8 tusam 0,9
solid kempas
solid tusam
solid karet
Jenis Papan Partikel
Gambar 10 Grafik perbandingan nilai rata-rata feeding rate papan partikel dan kayu solid Apabila dibandingkan antara papan partikel dan kayu Karet, nilai rata-rata feeding rate yang terjadi pada kayu Karet cukup besar yakni sebesar 96,31 µg/ekor/hari dibandingkan dengan nilai rata-rata feeding rate untuk papan partikel Kempas jauh lebih rendah, tetapi apabila dibandingkan dengan nilai rata-rata feeding rate papan partikel kayu Tusam, nilainya tidak jauh berbeda. Hal ini diduga karena berdasarkan Martawijaya (1989) kelas awet kayu Tusam dan Karet berdekatan yakni kelas awet IV dan V, sehingga menghasilkan nilai feeding rate yang cenderung berdekatan. Berikut adalah grafik nilai rata-rata feeding rate papan partikel dan kayu Karet.
4.4 Kendala Pengujian. Kendala-kendala yang ditemui dalam proses pelaksanaan penelitian ini, yakni berupa pengkondisian suhu dan kelembaban ruangan, hal ini menyebabkan kondisi media uji menjadi rawan ditumbuhi jamur, selain karena kondisi ruangan pengujian yang tidak dapat diatur suhu dan kelembabannya, saat dilakukan
28
pengujian kondisi cuaca cenderung memiliki tingkat curah hujan yang tinggi, sehingga kelembaban saat itu menjadi sangat tinggi dan sangat berpotensi sekali ditumbuhi jamur, keberadaan jamur yang tumbuh pada permukaan tanah yang lembab, dan kebanyakan tumbuh setelah ada rayap yang mati, jamur yang terlihat berwarna putih yang menutupi permukaan tanah. Jenis jamur yang tumbuh belum dapat diketahui jenisnya dan efek terhadap proses pengujian belum dapat diketahui secara lengkap, namun dirasakan dengan adanya jamur tumbuh menyebabkan kondisi media uji menjadi kurang sehat dan menyebabkan mortalitas rayap menjadi meningkat, sehingga berpengaruh terhadap hasil akhir pengujian. Kendala lainnya berupa kondisi rayap yang digunakan, dalam penggunaan rayap tanah dipilih rayap yang sehat dan aktif, namun dalam pelaksanaannya penggunaan rayap tidak dapat dikontrol seperti demikian, dalam sebuah koloni secara kasat mata agak sulit untuk menentukan mana rayap yang sehat dan mana rayap yang kurang sehat, dalam pelaksanaan pengujian seharusnya dipilih rayap yang aktif dalam hal ini bergerak dengan lincah, namun kendala lainnya yaitu pengumpanan yang dilakukan cenderung memakan waktu yang lama, karena dalam proses pengambilan rayap dilakukan pagi hari, namun pengumpanan dapat berlangsung hingga sore hari karena proses perhitungan jumlah rayap yang sangat memakan waktu sehingga menyebabkan kondisi kesegaran rayap menjadi berkurang. Rayap yang diumpankan diharapkan memiliki kondisi yang sehat, sehingga tidak mempengaruhi kondisi rayap lain yang sama-sama diumpankan kedalam contoh uji karena sifat rayap yang berkoloni.