BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Analisis Tanah Awal
Menurut klasifikasi United State Departement of Agriculture (USDA) tanah gambut termasuk orde Histosol. Tabel 5 menunjukkan sifat kimia tanah gambut Kumpeh, Jambi dan interpretasinya berdasarkan Lampiran 1. Tabel 5. Sifat Kimia Gambut Sifat Tanah Nilai pH H2O 1:1 3.00 pH KCl 1:1 2.10 C-organik (%) 56.19 N-total (%) 3.04 P2O5 Bray I (mg/kg) 58.1 P total HCl 25% (mg/kg) 545.6 Kadar abu (%) 3.12 SiO2 (%) 2.57 Kation dapat diperukarkan Ca (cmol(+)/kg) 8.01 (+) Mg (cmol /kg) 3.33 K (cmol(+)/kg) 0.67 (+) Na (cmol /kg) 1.02 H (cmol(+)/kg) 4.41 KB (%) 10.12 (+) KTK (cmol /kg) 128.81 Al-dd (cmol(+)/kg) tr Unsur mikro Fe (mg/kg) 3.82 Cu (mg/kg) tr Zn (mg/kg) 6.77 Mn (mg/kg) 20.40
Metode H2O KCl Pembakaran Kjeldahl Bray I HCl Gravimetri Gravimetri N NH4OAc pH 7.0 N NH4OAc pH 7.0 N NH4OAc pH 7.0 N NH4OAc pH 7.0 N KCl N NH4OAc pH 7.0 N KCl 0.05 N HCl 0.05 N HCl 0.05 N HCl 0.05 N HCl
Kelas Rendah
Tinggi Sedang Rendah
Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang
Rendah Rendah Rendah Rendah
Keterangan : tr: tidak terukur
Gambut di Indonesia merupakan area paling luas ketiga setelah tanah Inceptisol dan Ultisol yakni dengan luasan sekitar 14.9 juta hektar (Puslittan 2011) yang sebagian besar tersebar di Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Hasil analisis awal menunjukkan sifat-sifat kimia tanah gambut kumpeh Jambi. Jumlah unsur utama seperti N total tergolong tinggi, sedangkan unsur P tersedia tergolong sedang. Kation-kation basa dapat ditukar tergolong rendah sehingga nilai KB gambut menjadi rendah. Akan tetapi, nilai KTK gambut tergolong sedang dengan nilai 128.82 me/100g, hal ini dikarenakan gambut mempunyai banyak gugus fungsional. Selain itu, unsur hara mikro pada tanah tergolong rendah. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat dikatakan bahwa kesuburan gambut tergolong rendah, sehingga untuk penggunaannya sebagai media pertanaman padi perlu
15 dilakukan pengelolaan seperti pemberian pupuk makro dan mikro serta penambahan kapur. Gambut banyak mengandung bahan organik, hal ini ditunjukkan dengan nilai C-organik yang tinggi, akan tetapi tanah ini bersifat masam. Kemasaman gambut sangat tinggi ditunjukkan dengan nilai pH 3. Sumber H+ tersebut berasal dari gugus karboksil dan fenol yang bersifat reaktif (Soepardi 1983). Pada konsentrasi tinggi asam-asam organik bersifat racun bagi tumbuhan. Gambut juga memiliki sifat kekurangan unsur hara baik makro maupun mikro (Noor 2001). Asam-asam organik hasil dekomposisi selanjutnya membentuk koloid organik dengan tapak muatan. Muatan pada koloid tersebut tergantung pada pH, jika pH tinggi maka muatan negatif tanah tinggi dan sebaliknya (Anwar dan Sudadi 2007). Reaksi tanah gambut dikendalikan oleh kompleks jerapan, persentase kejenuhan basa, perbandingan kation logam dan sifat larutan tanah. Kemasaman gambut tergolong kemasaman potensial yang berasal dari ion H+ dalam kompleks jerapan tanah. 4.2 4.2.1
Pertumbuhan Tanaman
Tinggi Tanaman
Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan dolomit dan trass secara tunggal berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-2, sedangkan perlakuan kombinasi trass dengan dolomit tidak berpengaruh nyata. Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan trass dan dolomit terhadap tinggi tanaman disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh Trass dan Dolomit Terhadap Tinggi Tanaman Minggu ke-2 Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rata-Rata
D1 D2 D3 Rata-Rata .................................……..(cm)……................................ 8.7 10 9.9 9.9 9.6 a
17.1 19.5 18.3 17.0 18.0 b
20.8 21.8 19.9 22.3 21.2 c
15.6 a 17.1 a 16.0 a 16.4 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% Uji Wilayah Duncan (DMRT)
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis dolomit tinggi tanaman semakin tinggi. Peningkatan tinggi tanaman dari perlakuan dolomit D1 ke D2 dan D2 ke D3 masing-masing sebesar 87.5% dan 17.78%. Peningkatan dosis trass dari T0 ke T1, T2, dan T3 meningkatkan tinggi tanaman, akan tetapi tidak berbeda nyata. Hasil analisis ragam tinggi tanaman minggu ke-8 berlainan dengan tinggi tanaman minggu ke-2. Perlakuan dolomit berpengaruh nyata terhadap tinggi
16 tanaman, sedangkan perlakuan trass secara tunggal dan perlakuan kombinasi trass dan dolomit tidak berpengaruh nyata. Perlakuan dolomit D3 nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan D2 dan D1 serta dosis D2 nyata lebih tinggi daripada D1. Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan trass dan dolomit terhadap tinggi tanaman minggu ke-8 disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Trass dan Dolomit Terhadap Tinggi Tanaman Minggu ke-8 Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rata-Rata
D1 0.0 0.0 2.3 0.0 0.6 a
D2 D3 ……….(cm)………. 8.4 22.2 27.1 32.9 3.6 29.2 16.2 50.1 13.8 a 33.6 b
Rata-Rata 10.2 20.0 11.7 22.1
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% Uji Wilayah Duncan (DMRT)
Peningkatan tinggi tanaman dari perlakuan D1 ke D2 19.8 cm, sedangkan dari perlakuan D2 ke D3 29.7 cm. Perlakuan kombinasi dosis trass 187.5g/pot dan dolomit 100g/pot (T3D3) menunjukkan pertumbuhan yang paling baik dengan rata-rata tinggi tanaman sebesar 50.1 cm (Lampiran 5). Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa tanaman perlakuan T3D3 memiliki daun yang lebih tegak dan lebih hijau dibandingkan perlakuan lainnya (Lampiran 17). Hal ini berkaitan dengan kandungan SiO2 dari trass yang sangat penting peranannya bagi padi yaitu mempertegak daun, meningkatkan klorofil daun (Yoshida 1981) serta peningkatan unsur Mg dalam jaringan padi yang berperan sebagai bagian dari klorofil. 4.2.2
Jumlah Anakan
Hasil analisis ragam (Lampiran 8), menunjukkan bahwa perlakuan trass dan dolomit secara tunggal berpengaruh sangat nyata terhadap rata-rata jumlah anakan minggu ke-8, sementara perlakuan kombinasi trass dan dolomit berpengaruh nyata. Uji Duncan pengaruh perlakuan trass dan dolomit disajikan pada Tabel 8. Jumlah anakan perlakuan kombinasi T3D3 nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lainnya. Peningkatan jumlah anakan dari perlakuan T0D3 ke T1D3 sebesar 1 batang, sedangkan dari perlakuan T1D3 ke T2D3 menurun dan kembali meningkat dari perlakuan T2D3 ke T3D3 sebesar 8 batang.
17 Tabel 8. Pengaruh Trass dan Dolomit Terhadap Jumlah Anakan Minggu ke-8 Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rata-Rata
D1 D2 D3 Rata-Rata ………………………Batang ……………………… 0a 0a 4 bc 1a 0a 3 abc 5 c 3a 0a 0a 2 abc 1a 0a 1 ab 10 d 4a 0a 1a 5 b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% Uji Wilayah Duncan (DMRT)
Serapan Hara Padi
4.3
1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00
0.37 0.11
D1
a)
60.00
1.60
Serapan SiO2 (g/kg)
Serapan Mg (g/kg)
Gambar 1 menunjukkan serapan hara Mg dan Si pada jaringan padi. Serapan hara Mg semakin meningkat dengan semakin tingginya dosis dolomit, begitupun dengan perlakuan trass semakin tinggi dosis trass serapan Si semakin tinggi.
D2
50.00 40.00 30.00 20.00
24.33 12.91
13.25
T0
T1
10.00 0.00
D3
Dosis Dolomit
56.63
b)
T2
T3
Dosis Trass
Gambar 1. Serapan Mg (a), dan Si (b) Padi
Perlakuan dolomit (Gambar 1a) menunjukkan adanya pola yang jelas. Serapan Mg oleh padi meningkat dari perlakuan D1 ke D2 sebesar 0.26 g/pot, dan dari perlakuan D2 ke D3 sebesar 1.23 g/pot. Berdasarkan hasil pengukuran serapan hara Si (Gambar 1b), serapan hara Si oleh padi berkisar antara 13-56 g/pot. Kenaikan serapan Si oleh padi dari perlakuan T0 ke T1, T2, T3 secara berturut turut adalah 0.34, 11.42, dan 43.72 g SiO2/pot. Hal ini menunjukkan bahwa trass dapat dimanfaatkan sebagai pupuk silika.
18 Unsur silika merupakan unsur yang dibutuhkan oleh padi agar dapat tumbuh dengan baik. Hal ini dikarenakan padi merupakan tanaman akumulator Si sehingga membutuhkan unsur Si lebih banyak untuk pertumbuhannya dibandingkan tanaman lain. Hasil pengukuran serapan hara oleh padi menunjukkan bahwa serapan Si lebih tinggi dibandingkan serapan unsur hara makro khususnya Mg. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Yoshida (1981), kebutuhan unsur hara Si padi jauh melebihi kebutuhan unsur hara makro N, P, maupun K. Untuk setiap 5 t/ha hasil padi, dibutuhkan sebanyak 230-470 kg Si/ha, sedangkan N, P, dan K berturut-turut hanya berkisar 75-120 kg N/ha, 20-25 kg P/ha, dan 23-257 kg K/ha. Serapan silika oleh padi dilakukan secara selektif, selain itu serapan silika oleh padi lebih cepat daripada serapan air. Kekuatan tanaman menyerap silika lebih besar daripada air ketika kandungan silika dalam tanaman tersebut rendah (Tanaka and Park 1996). Menurut Havlin et al., (2005), tanaman menyerap Si dalam bentuk asam monosilikat [H4SiO4 atau Si(OH)4]. Si diserap oleh akar kemudian di translokasikan ke pucuk daun melalui xylem. Distribusi Si dalam tanaman dikontrol oleh transpirasi. Akumulasi Si banyak terdapat dalam jaringan tanaman yang lebih tua karena unsur Si bersifat tidak mobil dalam tanaman (Ma and Yamaji 2006).
4.4 4.4.1
Perubahan Sifat Kimia Tanah
Analisis pH Tanah
Perlakuan trass dan dolomit menyebabkan terjadinya perubahan sifat kimia tanah diantaranya kemasaman (pH) tanah gambut. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 10) dan uji Duncan (Tabel 9) dolomit berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan pH tanah, sementara perlakuan trass secara tunggal dan kombinasi trass dengan dolomit tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan uji Duncan, menunjukkan bahwa peningkatan pH tanah dari perlakuan D1 ke D2 sebesar 0.37 (8.58%), dan dari D2 ke D3 sebesar 0.64 (13.67%). Nilai pH tanah perlakuan dosis D1 dan D2 tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan dosis D3 nyata lebih tinggi dibandingkan D1 dan D2. Tabel 9. Pengaruh Trass dan Dolomit Terhadap pH Tanah Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rata-Rata
D1 4.30 4.37 4.45 4.10 4.31 a
D2 4.72 4.53 4.75 4.70 4.68 a
D3 5.55 5.03 5.40 5.30 5.32 b
Rata-Rata 4.86 4.64 4.87 4.70
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan (DMRT)
19 Perubahan pH setelah perlakuan rata-rata berkisar dari 1.1-2.5 dari pH tanah awal. Perubahan pH terbesar pada perlakuan T0D3 sebesar 2.5, sedangkan perubahan pH yang paling kecil yaitu pada perlakuan T3D1 sebesar 1.1. Kenaikan pH setelah perlakuan karena pengaruh dolomit, sesuai dengan reaksi ilustrasi kimia dalam air berikut : CaMg (CO3)2 + H2O Ca2+ +Mg2+ + 2HCO3- + 2OH+ 2OH + H H2O Pada reaksi berlangsung seperti di atas, bergerak ke kanan sehingga anion-anion HCO3- dan OH- yang dihasilkan dapat menetralkan ion H+ dalam larutan tanah. dan pH larutan tanah naik (Soepardi 1983). Pada saat pH larutan tanah meningkat, gugus karboksil mengalami deprotonisasi, selanjutnya kation Ca 2+ dan Mg 2+ menggantikan posisi ion H+ dalam kompleks jerapan, seperti reaksi berikut ini : RCOOH Ca2+ + RCOOMg2+ + RCOO-
RCOO- + H+ RCOOCa RCOOMg
Dekomposisi bahan organik meningkatkan konsentrasi CO2 dalam tanah (Rengel 2003), CO2 bereaksi dengan air membentuk asam karbonat (H2CO3). Dalam larutan tanah (pH 3.5-9) asam humat membentuk sistem koloid polielektrolit liniear yang bersifat fleksibel, sedangkan pada pH rendah berbentuk kaku dan cenderung teragregasi membentuk suatu padatan mekromolekul melalui ikatan hidrogen. Meningkatnya pH tanah akan mengakibatkan ikatan hidrogen semakin lemah. Hal ini dipengaruhi oleh disosiasi gugus fungsional yang bersifat asam seperti asam humat, sehingga pada pH yang relatif tinggi konsentrasi ion H + rendah dan akan meningkatkan konsentrasi COO- yang dapat berperan sebagai ligan asam humat. Syarat tumbuh padi yakni pada tanah yang memiliki pH antara 4-8. Peningkatan dosis dolomit sejalan dengan menigkatnya pH, sedangkan peningkatan dosis trass tidak meningkatkan pH tanah. Hasil yang sama dari penelitian oleh Utomo (2011) penambahan trass ke dalam tanah mineral tidak dapat meningkatkan pH tanah secara signifikan. 4.4.2
Kadar SiO2 Tanah
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 11), perlakuan trass berpengaruh nyata pada kadar SiO2 total dalam tanah. Perlakuan dolomit dan kombinasi trass dengan dolomit tidak berpengaruh nyata. Selanjutnya hasil uji Duncan pengaruh trass dan dolomit terhadap kadar SiO2 total dalam tanah disajikan pada Tabel 10.
20 Tabel 10. Pengaruh Trass dan Dolomit Terhadap Kadar SiO2 Total dalam Tanah Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rata-Rata
D1 D2 D3 …………….……....(%)……………………… 2.08 2.18 3.08 4.19 4.54 4.43 6.20 5.98 6.28 8.24 7.70 8.70 5.18 5.10 5.62
Rata-Rata 2.45 a 4.39 b 6.15 c 8.21 d
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan (DMRT)
Hasil uji Duncan menunjukkan adanya peningkatan dosis trass diikuti dengan peningkatan kadar SiO2 total dalam tanah. Peningkatan kadar SiO2 total dalam tanah dari perlakuan T0 ke T1, T2, dan T3 secara berturut-turut sebesar 1.93, 3.7, dan 5.77 %. Hasil analisis kadar SiO2 tersedia berbeda dibandingkan SiO2 total seperti dikemukakan sebelumnya. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 12), perlakuan dolomit dan trass baik secara tunggal maupun kombinasi keduanya berpengaruh nyata terhadap kadar SiO2 tersedia dalam tanah. Hasil uji Duncan pengaruh kombinasi trass dan dolomit terhadap kadar SiO 2 tersedia dalam tanah disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Pengaruh Trass dan Dolomit Terhadap Kadar SiO 2 Tersedia dalam Tanah Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rata-Rata
D1 D2 D3 Rata-Rata ………..………….….(ppm)………..……….…………. 34.08 a 38.07 ab 35.57 ac 35.91 a 54.26 ef 50.56 de 41.69 b 48.84 b 55.89 f 47.25 cd 41.39 b 48.18 b 61.50 g 54.38 ef 42.22 bc 52.70 b 51.43 a 47.56 b 40.22 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan (DMRT)
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis trass maka kadar SiO2 tersedia dalam tanah semakin meningkat. Perlakuan T1, T2, dan T3 berbeda nyata meningkatkan kadar SiO2 dibandingkan perlakuan T0. Peningkatan kadar SiO2 tersedia dari perlakuan T0 ke T1, T2, dan T3 adalah sebesar 12.93, 12.27, dan 16.79 ppm.
21 Unsur Si dalam tanah yang dapat larut dan lambat tersedia berbentuk asam monosilikat, asam polysilikat, dan organosilikat (Matichenkov and Calvert 2002). Menurut Savant, Korndorfer, Datnoff, and Snyder (1999) Si dalam larutan tanah terdapat dalam bentuk asam monosilikat atau asam ortosilikat [H4SiO4 atau Si(OH)4], sesuai reaksi berikut : SiO2 + 2H2O
H4SiO4
Kadar SiO2 tersedia dalam tanah menurun seiring dengan meningkatnya dosis Dolomit. Hal ini terjadi karena adanya interaksi antara unsur Mg yang dihasilkan dari Dolomit dengan unsur Si. Peningkatan Mg dalam tanah mengakibatkan muatan negatif tanah meningkat kemudian Si bereaksi dengan OH- membentuk ion silanol (H3SiO4-), dengan ilustrasi reaksi berikut (Savant, Korndorfer, Dtnoff, and Snyder 1999) : H4SiO4 + OH-
H3SiO4- + H2O
Reaksi tersebut terjadi pada pH di atas 9. Unsur Mg yang terjerap lemah oleh koloid organik kemudian berikatan dengan Si membentuk garam magnesium ortosilikat (Mg2SiO4) dan magnesium metasilikat (MgSiO3) yang bersifat tidak larut, hal ini dapat dilihat pada reaksi berikut : 2MgO + SiO2 MgO + SiO2
Mg2SiO4 MgSiO3
Pada reaksi tersebut terbentuk kristal garam ketika rasio Mg/Si >1, Mg meningkat dan terjadi penurunan intensitas penjerapan Mg sehingga Mg akan mudah berikatan dengan Si. Kadar SiO2 tersedia yang paling tinggi yakni 52.70 ppm pada perlakuan T3. Kadar SiO2 tersedia dalam tanah masih kurang mencukupi untuk pertumbuhan padi. Menurut Havlin et al., (2005) kadar Si yang cukup untuk produksi padi sekitar 100 ppm. Menurut Tisdale et al., (1985) konsentrasi Si dalam larutan tanah dikontrol oleh pH dan tergantung pada reaksi penjerapan. Sumida (2002), kelarutan Si di lahan sawah dipengaruhi oleh temperatur tanah, potensial redoks tanah, pH tanah, dan konsentrasi Si itu sendiri dalam larutan tanah. Jumlah Si di lahan padi meningkat dengan meningkatnya temperatur tanah dan pada kondisi pontensial redoks tanah rendah. Kelarutan Si menurun dengan meningkatnya pH tanah antara 4-9. Pada pH diatas 9 kelarutan Si meningkat. Ketersediaan Si dalam tanah yang dipengaruhi oleh pH dan reaksi penjerapan Si oleh seskuioksida. Dress et al., (1989) menyatakan bahwa ketersediaan Si dalam tanah tidak hanya dipengaruhi oleh silika amorphous tetapi juga oleh kompleks organik, sesquioksida, ion logam, pilosilikat, area permukaan, larutan permukaan, dan sifat kimia larutan tanah. Keberadaan molekul organik, terutama asam alginik, ATP, dan asam amino, menyebabkan tingginya kehilangan silikat termasuk kuarsa. Tingginya kehilangan silikat dalam tanah karena terjadinya pelindian oleh
22 molekul yang kaya organik, termasuk kuarsa dalam larutan menjadi melekul Siorganik komplek sehingga Si dengan mudah tercuci keluar dari komplek tanah. Si-organik komplek terbentuk akibat terjadinya polarisasi ion H+, kemudian Si berikatan dengan bahan organik melalui proses polarisasi atau hidrolisis. Ikatan Si dengan C umumnya sangat resisten terhadap hidrolisis atau oksidasi, sehingga akhirnya terbentuk organosilicon secara kimia. Pada beberapa susunan atom organosilicon dapat menghasilkan senyawa dari group metil (Boury and Corriu 2001). Pelindian Si oleh senyawa organik akan membentuk khelat antara asam monosilikat dengan asam humik, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.
O Si
O H
OH CO Gambar 2. Khelat Antara AsamOMonosolikat dengan Asam Humat (Tan 1998) 4.4.3
Kadar Mg Dapat Ditukar
Hasil analisis ragam (Lampiran 13) menunjukkan bahwa perlakuan dolomit secara tunggal berpengaruh nyata terhadap kadar Mg dapat ditukar dalam tanah. Pelakuan trass secara tunggal dan kombinasi trass dengan dolomit tidak berpengaruh nyata. Tabel 12 menunjukkan hasil uji Duncan pengaruh trass dan dolomit terhadap kadar Mg dapat ditukar dalam tanah. Tabel 12. Pengaruh Trass dan Dolomit Terhadap Kadar Mg dapar ditukar dalam Tanah Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rata-Rata
D1 D2 D3 …….…………..(me/100g)……………… 2.02 6.36 18.25 2.00 4.59 12.52 1.32 2.97 15.52 2.36 2.92 14.43 1.92 a 4.21 a 15.68 b
Rata-Rata 8.87 7.04 6.60 6.57
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan (DMRT)
Meningkatnya dosis dolomit sejalan dengan meningkatnya kadar Mg dapat ditukar dalam tanah. Peningkatan kadar Mg dapat ditukar pada dosis dolomit D1 dan D2 tidak berbeda nyata. Peningkatan dosis perlakuan selanjutnya
23 meningkatkan Mg dapat ditukar pada D3 sebesar 11.47 me/100g dari 4.21 me/100g pada D2. Soepardi (1983) menyatakan bahwa jumlah kation yang dapat ditukar dalam tanah bergantung pada beberepa faktor seperti pH, dan sifat koloid tanah. Gambut memiliki koloidal organik yang dikenal dengan humus. Dalam suasana masam ion hidrogen terikat kuat sekali oleh koloid organik dalam tanah gambut. Dengan demikian koloid tersebut memiliki muatan negatif yang rendah. Penambahan Dolomit dapat meningkatkan muatan negatif tanah dan meningkatkan pH tanah, mula-mula ion H+ dari gugus karboksil berionisasi dan kemudian diikuti ion H+ dari gugus fenol dan digantikan oleh ion Mg2+ dan kation-kation lain. Ion Mg2+ dari Dolomit menggantikan ion H+ dalam kompleks jerapan sehingga jumlah kation Mg dapat ditukar semakin meningkat.