BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan
Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah awal yang dilakukan pada saat pencampuran yaitu terlebih dahulu sari jagung dan bawang putih yang sudah dihaluskan dicampur hingga rata. Garam dan mentega ditambahkan ke dalam adonan yang telah dibuat tadi sambil diaduk sampai merata. Tepung yang sudah disangrai diambil sebagian untuk dicampurkan kedalam adonan. Apabila adonan sudah mengental dicampur dengan menggunakan tangan.
Gambar 1. Pencampuran adonan secara manual
Selanjutnya adonan tersebut dimasukan ke dalam mixer. Hal ini bertujuan agar adonan tersebut tercampur dengan sempurna. Kemudian jika adonan telah
tercampur, adonan di ambil sebagian dan dimasukan ke dalam wadah tertutup agar adonan tidak mengeras terkena udara.
Gambar 2. Pencampuran adonan menggunakan mixer
4.1.2 Pencetakan Adonan yang telah tercampur kemudian dicetak dengan cara diambil sebagian adonan dan diratakan dengan menggunakan rolling pin. Untuk menghasilkan adonan yang tipis maka adonan tersebut kembali diratakan dengan alat gilingan mie dengan ukuran ± 3 mm. Setelah itu adonan dilipat sebanyak lima susun pada permukaan yang telah diolesi minyak dan taburan tepung. Adonan yang sudah berlapis kemudian di potong-potong dengan pisau dan ditekan dengan rolling pin, sehingga adonan tersebut terlihat tipis. Adonan yang telah dicetak diletakan di dalam wadah penggorengan dan siap untuk digoreng.
Gambar 3. Proses pencetakan
4.1.3 Penggorengan Proses penggorengan yaitu dengan menggunakan kompor gas. Langkah awal yang dilakukan pada saat penggorengan kerupuk jagung yaitu adonan diambil sebagian dan dimasukan ke dalam minyak panas dengan suhu ± 140O C. Waktu yang dibutuhkan dalam penggorengan selama 10 menit. Dimana seluruh bahan pangan terendam dalam minyak dan seluruh bagian permukaanya mendapat perlakuan panas yang sama sehingga berwarna seragam. Apabila adonan sudah warna berkuning-kuningan segera diangkat dan dilanjutkan dengan penirisan.
Gambar 4. Proses penggorengan
4.1.4 Penambahan Seasoning dan Gula Halus Kerupuk jagung yang telah ditiriskan dan sudah didinginkan kemudian dimasukan ke dalam wadah untuk proses penambahan seasoning rasa balado. Kerupuk jagung yang sudah tercampur dengan seasoning rasa balado memiliki warna yang merah dan rasa yang pedas dan kerupuk jagung yang tercampur dengan gula halus maka menghasilkan rasa yang manis dan warnanya putih sedangkan kerupuk jagung original tidak dicampur dengan seasoning rasa balado dan gula halus.
Gambar 5. Penambahan seasoning rasa balado
Gambar 6. Penambahan gula halus
4.1.5 Pengemasan Kerupuk jagung dikemas dalam kemasan plastik seal. Jenis plastik pengemas yang digunakan yaitu polyethylene. Hal ini bertujuan agar kerupuk jagung tidak mudah rusak dan tahan lama.
Gambar 7. Pengemasan kerupuk jagung
4.2 Uji Organoleptik Uji organoleptik atau uji indera atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Penerimaan konsumen terhadap suatu produk pangan diawali dengan penilaiannya terhadap pengukuran, penampakan, aroma, flavor dan tekstur. Karena pada akhirnya yang dituju adalah penerimaam konsumen, maka uji organoleptik yang menggunakan panelis (pencicip yang agak telah terlatih) dianggap yang paling peka dan karenanya sering digunakan dalam menilai mutu berbagai jenis makanan untuk mengukur kesukaan penilai terhadap produk tersebut baik dari segi rasa, warna dan kerenyahan dari produk dengan menggunakan indera, selain itu metode ini disepakati sebagai metode pengujian
yang praktis dalam menentukan kecepatan dan ketepatan, pengujian organoleptik juga lebih murah biayanya. Pengujian organoleptik berperan penting dalam pengembangan produk dengan meminimalkan resiko dalam pengambilan keputusan tentang penerimaan konsumen terhadap produk baru. Panelis dapat mengidentifikasi sifat-sifat sensori yang akan membantu untuk mendeskripsikan produk. Pengujian organoleptik kali ini dilakukan terhadap kerupuk jagung dengan menggunakan panelis agak terlatih. Menurut Soekarto (1985), panelis agak terlatih adalah sekelompok mahasiswa atau staf peneliti (15 sampai 25 orang) yang mengetahui sifat–sifat sensorik dari contoh yang dinilai melalui penjelasan atau latihan sekedarnya. 4.2.1 Uji Hedonik Terhadap Rasa Kerupuk Jagung
Menurut Soekarto (1985) rasa makanan yang kita kenal sehari-hari sebenarnya bukanlah satu tanggapan cicip, bau dan trigimenal yang diramu oleh kesan-kesan lain seperti penglihatan, sentuhan dan pendengaran. Jadi, kalau kita menikmati atau merasakan makanan, sebenarnya kenikmatan tersebut diwujudkan bersama-sama oleh kelima indera. Peramuan rasa itu ialah suatu sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai pemuasan orang yang memakannya.
7
6,26
5,93
6 4,56
5 4 3 2 1 0 A
B
C
A = Kerupuk jagung dengan penambahan seasoning rasa balado B = Kerupuk jagung dengan penambahan gula halus C = Kerupuk jagung tanpa penambahan seasoning rasa balado dan gula halus
Gambar 8. Uji hedonik terhadap rasa kerupuk jagung
Rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa, perlakuan A yakni kerupuk jagung dengan penambahan seasoning rasa balado memiliki nilai yang paling tinggi dengan skor nilai rata-rata 6,26 atau setara dengan (sangat suka) dari kedua perlakuan lainnya yakni perlakuan B 5,93 atau setara dengan (sangat suka) dan C 4,56 atau setara dengan (suka), dengan demikian dapat dikatakan bahwa rasa kerupuk jagung A memiliki rasa yang sangat paling disukai oleh panelis. Berhubungan dengan penggunaan seasoning sebagai rasa balado yang memberikan rasa pedas dan gurih pada kerupuk jagung. 4.2.2 Uji Hedonik Terhadap Warna Kerupuk Jagung
Faktor warna sangat menentukan penilaian bahan pangan sebelum faktorfaktor lain dipertimbangkan secara visual. Penerimaan warna suatu bahan
berbeda-beda tergantung dari faktor alam, geografis dan ospek sosial masyarakat penerima. Baik atau tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata. Hal ini juga dipengaruhi indera penglihatan dari panelis dan adanya pencahayaan yang sesuai pada saat penyajian (Hutchings, 1999). Warna pada bahan pangan dapat berasal dari pigmen alami bahan pangan itu sendiri, reaksi karamelisasi, reaksi mailard, reaksi senyawa organik dengan udara, dan penambahan zat warna, baik alami maupun sinetik (Winarno, 1992)
6
5,8
5,73 4,8
5 4 3 2 1 0 A
B
C
A = Kerupuk jagung dengan penambahan seasoning rasa balado B = Kerupuk jagung dengan penambahan gula halus C = Kerupuk jagung tanpa penambahan seasoning rasa balado dan gula halus
Gambar 9. Uji hedonik terhadap warna kerupuk jagung
Hasil uji organoleptik warna didapatkan kerupuk jagung A dengan penambahan seasoning rasa balado memiliki nilai rata-rata yang paling tinggi dengan skor nilai rata-rata 5,8 atau setara dengan (sangat suka) artinya perlakuan
ini lebih disukai dibandingkan dengan warna kerupuk jagung perlakuan B 5,73 atau setara dengan (sangat suka) yakni kerupuk jagung dengan penambahan gula halus dan kerupuk jagung perlakuan C 4,8 atau setara dengan (suka) yakni tanpa penambahan seasoning rasa balado dan gula halus. Hal ini disebabkan pada penambahan seasoning rasa balado memberikan warna merah cerah sehingga kerupuk jagung lebih enak dipandang dan menggugah selera. 4.2.3 Uji Hedonik Terhadap Kerenyahan Kerupuk Jagung
Kerupuk merupakan salah satu produk makanan padat sehingga perlu dilakukan uji kerenyahan yaitu digigit dan didengarkan. Tekstur dalam bahan pangan bersama flavor lebih berperan dalam penerimaan atribut sensori dan mutu dalam bahan pangan. Kecendurungan panelis lebih mementingkan penampilan, flavor, tekstur dan bentuk dalam penerimaan atribut sensori pangan (Hutchings, 1999). Kerenyahan merupakan indikator mutu dari kerupuk jagung, semakin sedikit kandungan air yang terdapat pada kerupuk jagung maka semakin renyah tekstur pada kerupuk jagung. Pemotongan dalam bentuk lembaran tipis dan penggunaan metode penggorengan deep frying dapat mempengaruhi tekstur bahan pangan terutama terhadap pembentukan porositas produk hasil penggorengan (Sulaeman et al, 2004).
6,1
6,03
6,06
6 5,9 5,8 5,7 5,53
5,6 5,5 5,4 5,3 5,2 A
B
C
A = Kerupuk jagung dengan penambahan seasoning rasa balado B = Kerupuk jagung dengan penambahan gula halus C = Kerupuk jagung tanpa penambahan seasoning rasa balado dan gula halus
Gambar 10. Uji hedonik terhadap kerenyahan kerupuk jagung
Dilihat dari segi kerenyahan kerupuk jagung perlakuan B yakni kerupuk jagung dengan penambahan gula halus memiliki nilai tertinggi dengan nilai ratarata 6,06 atau setara dengan (sangat suka). Hasil ini tidak berbeda jauh dengan nilai perlakuan A dengan nilai rata-rata 6,03 atau setara dengan (sangat suka). Sedangkan dengan perlakuan C hanya memperoleh nilai rata-rata 5,53 atau setara dengan (sangat suka). Hal ini dikarenakan pada penambahan gula halus yang dapat meningkatkan kerenyahan sehingga kerupuk jagung menjadi lebih gurih dan renyah. Gula selain pemanis bisa juga sebagai pengawet. Gula dapat mengikat air sehingga kerupuk jagung yang ditambahkan menjadi lebih renyah.