BAB IV. HASIL dan PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Partisipan dan Key Informant Kredit yang disalurkan Microfinance Truka Jaya merupakan Kredit Modal Usaha bagi kelompok atau perseorangan, bertujuan menciptakan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan pelayanan kredit bagi usaha produktif dan peningkatan
kapasitas
usaha
produktif.
Sepanjang
perjalanan
pelayanan
Microfinance Truka Jaya, penerima kredit merupakan masyarakat pedesaan yang sebagian besar merupakan petani yang membutuhkan
bantuan modal untuk
berbagai usaha produktif bidang pertanian maupun di luar pertanian (Data Primer, 2012). Partisipan dan key informant dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling, dengan kriteria tertentu. Terlihat pada tabel:
Tabel 2. Gambaran Umum Partisipan dan Key Informant Nama Sunarti
Narasumber Partisipan 1
Umur 30 tahun
Pendidikan SLTA
Pekerjaan Dagang sayur
Lancar dalam membayar
keliling
angsuran
Key Informant 5 Rusmiyati
Tegus S. B.
Partisipan 2
Key Informant 1
Ketua kelompok kredit 37 tahun
35 tahun
SD
Strata 1
Nugroho
Sri Rahayu
Key Informant 2
Keterangan
32 tahun
Strata 1
Ambarwati
Dagang sayur
Tidak lancar dalam
keliling
membayar angsuran
Eks. Staff Penilaian
Yang menilai dan
dan Penyaluran
menyalurkan kredit kepada
Kredit Truka Jaya
partisipan
Staff Penarikan
Yang mendampingi dan
Kredit Truka Jaya
menarik angsuran kredit dari partisipan setiap bulan
Prapto
Key Informant 3
58 Tahun
SD
Pedagang susu sapi
Ayah partisipan 1, pernah menjadi anggota kelompok binaan Truka Jaya
Jarwo
Key Informant
33 Tahun
SLTA
4
Petani
Suami Partisipan 1, mendukung partisipan mengambilan kredit
Sumber: Data primer 2012
15
4.2. Pertimbangan dalam Pengambilan Keputusan Pengambilan Kredit Pengambilan keputusan adalah tindakan dalam pemilihan alternatif untuk mencapai sasaran, dilakukan dengan serangkaian aktifitas: 4.2.1. Intelligence, pengumpulan informasi untuk mengidentifikasi masalah. Bu Rusmi memulai usaha dagang sayur keliling dengan gendong tomblok pada skala kecil jauh sebelum mengambil kredit dan Bu Narti membantu suami jualan siomay dengan modal terbatas. Tidak pernah berpikir sebelumnya untuk mengambil kredit baik dari lembaga formal maupun informal. Informasi tentang Microfinance Truka Jaya diperoleh dari Pak Temo yang merupakan pengurus kelompok lain yang ada di desa lain yang dibina oleh Truka Jaya dengan layanan Kredit Modal Usaha selama beberapa periode. Pak Temo bercerita kepada Bu Narti tentang adanya kredit mikro untuk usaha produktif tani maupun luar usaha tani dan mengajak Bu Narti bergabung. Karena kredit akan dilayani dalam kelompok, Bu Narti mendiskusikan hal ini dengan ibu-ibu tetangganya, termasuk Bu Rusmi. Melihat banyak ibu-ibu tertarik untuk ikut, Bu Rusmi juga mau ikut dan mereka membentuk sebuah kelompok dengan jumlah 18 orang. Adanya peluang untuk mendapatkan pinjaman dengan bunga ringan (2% per bulan) ini berhasil merangsang ibu-ibu untuk mengambil peluang mendapatkan pinjaman untuk modal usahanya. Pelayanan Yayasan Kristen Truka Jaya ini sebenarnya sudah masuk ke desa Njlarem sejak tahun 1990-an. Truka Jaya mulai dengan melibatkan bapakbapak dalam kelompok bersama membangun usaha lock-break, yaitu usaha pembuatan batu bata dari tanah liat. Hasil penjualan bata ini dikelola di dalam kelompok dengan cara dipinjamkan kembali kepada para anggota dengan bunga yang ringan. Selain itu, mereka juga mendapatkan pinjaman lunak untuk pengadaan sapi yang kemudian dipelihara untuk diperah susunya dengan pendampingan informasi, keterampilan dan pengetahuan dari staff Truka Jaya. Salah seorang anggota kelompok bapak-bapak ini adalah Bapak Prapto, ayah dari Bu Narti. Melihat adanya peluang kredit dari Microfinance Truka Jaya, Bapak Prapto ikut mendorong Bu Narti untuk memanfaatkan peluang tersebut. Jadi di sini ada informasi peluang yang sangat baik didukung dengan pengalaman usaha yang berhasil yang dilayani oleh Microfinance Truka Jaya yang diterima oleh kelompok ibu-ibu ini.
16
4.2.2. Design, tahap perancangan solusi dalam bentuk alternatif-alternatif pemecahan masalah. Menyadari akan adanya informasi peluang ini, Bu Narti kemudian mulai mempertimbangkan prosedur pengajuan, persyaratan dan bunga kredit. “Ini kan bunganya lebih ringan, 2 %, yang 1 % kembali ke anggota dan yang 1 % kembali ke Truka Jaya. Bunga lebih ringan trus prosesnya juga lebih mudah. Mudah banget kok”
Bunga 2% per bulan, dimana 1% kembali menjadi milik anggota dan 1% dikembalikan ke Truka Jaya, maka bunga ini dirasa cukup ringan menjadi 10% per periode pinjaman. Hal ini jauh lebih ringan dari besar suku bunga pinjaman di bank umum lainnya yang lebih dari 2% per bulan. Dengan besar pinjaman Rp. 3.000.000,- yang dapat diputar setiap hari, maka akan ada penghasilan harian yang bisa dipakai untuk mengembalikan pinjaman. Dengan cicilan Rp.360.000,- per bulan, Bu Narti dan Bu Rusmi memilih alternatif bahwa mereka akan mampu membayar cicilan tiap bulan dengan cara menabung setiap hari, seperti pernyataan Bu Narti berikut ini: “itu kan harus bisa 1 bulan ngembalikan ke Truka Jaya, meskipun yang 1 % itu untuk kelompok itu kan 360 ribu, jadi kan tiap harinya harus bisa nyisihin Rp. 12.000,-. Sehari Rp. 12.000 itu harus”
Bu Rusmi bahkan juga memperhitungkan pengeluaran sehari-hari dibandingkan dengan pendapatan dari hasil jualan sayur, dan menemukan bahwa masih akan ada sisa yang bisa ditabung untuk membayar cicilan, dinyatakan sebagai berikut: “Tetap ngambil Rp.20.000, itu masuk tabungan dulu, jadi untung atau rugi belum diitung, pokoknya Rp.20.000 itu udah dimasukin tabungan dulu. Jadinya kalo muali angsuran diambil gitu.”
Ada informasi tentang kredit di Bank lain yang bisa diakses, akan tetapi ibu-ibu ini tidak tertarik karena kurangnya pengetahuan dan image tentang prosedur yang berbelit-belit dan memberatkan. Di desa Njlarem sendiri ada program kredit dari Gapoktan, tetapi ibu-ibu tidak paham role-nya karena tidak ada yang memberitahu dan itu membuat mereka tidak tertarik. “Yang lain aku nggak ikut sih, mungkin ada, tapi karena nggak ikut jadi nggak tau ya. Setahu saya cuma yang di Truka Jaya yang ada bikin kelompokkelompok. Ada lagi sih, gapoktan itu ada, tapi saya nggak tau” 17
4.2.3. Choice, tahap memilih solusi dari alternatif-alternatif yang ada Selain kemudahan dan bunga ringan, ada rasa kedekatan dan percaya pada Truka Jaya, seperti pernyataan Bu Narti berikut ini: “Truka Jaya itu kan bukan hanya ngasih pinjaman tok, tapi tiap kali pertemuan ada masukan diajak bikin ini-bikin ini, ada pelajarannya. Kayak bikin kerupuk, bikin tempe. Ada pegawai-pegawai yang datang, jadi ada info-info. Jadi bukan hanya kumpul, ngangsur, sudah gitu kan nggak, trus diajak bikin ini-ini-ini, dikasih resep bikin ini, bikin ini itu. Dikasih pengalaman, cara beternak, cara bertani”
Terlihat dari pernyataan ini bahwa ada inisiasi aktif dari Truka Jaya untuk
melakukan
pendekatan
melalui
pendampingan,
pelatihan
dan
pemberdayaan. Setelah mempertimbangkan, dengan persetujuan suami Bu Narti dan Bu Rusmi sama-sama memutuskan mau bergabung dengan ibu-ibu lain menjadi kelompok binaan Truka Jaya. Dari sini, maka Bu Narti dan Bu Rusmi menetapkan bahwa mereka ingin bergabung dengan Truka Jaya dan mengambil peluang kredit tersebut. 4.2.4. Implementation, tahap melaksanakan keputusan dan melaporkan. Setelah memilih alternatif ini, Bu Narti dan Bu Rusmi, bersama-sama ibu-ibu yang lain membentuk kelompok baru diberi nama Mekar Sari 2, diambil dari nama kelompok Pak Temo, Mekar Sari 1. Bu Narti memberitahukan kesediaan mereka kepada Pak Temo dan Pak Temo meneruskan ke staff Microfinance Truka Jaya. Dengan segera Staff meninjau ke lapangan dan mengadakan sosialisasi program Microfinance ini sekaligus membentuk kepengurusan kelompok. Kepengurusan kelompok ditentukan oleh anggota kelompok sendiri, karena mereka yang memahami dan tahu siapa yang bisa mengayomi kelompok.
4.3. Prosedur Pengajuan dan Pencairan Kredit 4.7.3. Pengajuan berkas-berkas. 1. Berkas-berkas pengajuan yang harus disediakan oleh nasabah dalam kredit yang dilayani oleh Microfinance Truka Jaya ini sangat sederhana, berupa formulir data diri, tujuan penggunaan kredit, jumlah kredit yang diajukan dan perhitungan sederhana semua jumlah pendapatan keluarga nasabah, pengeluaran rumah tangga dan pengeluaran usahanya.
18
2. Melampirkan dokumen-dokumen. Dokumen yang dilampirkan hanya berupa foto kopi KTP masing-masing nasabah, karena kredit ini hanya menjaminkan kepercayaan dengan sistem tanggung renteng. Usaha nasabah yang dilayani tergolong usaha mikro yang tidak berbadan hukum dengan skala subisisten sehingga tidak ada dokumen pendirian usaha. Kebanyakan dari anggota kelompok nasabah adalah petani, pedagang susu dan usaha jual beli sayuran secara eceran. 3. Penilaian oleh pihak pemberi kredit. Penilaian kredit untuk masing-masing nasabah dilakukan oleh Staff Penilaian dan Penyaluran Kredit. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam penilaian ini adalah catatan perjalanan kredit nasabah pada periode-periode sebelumnya, jumlah penghasilan rata-rata dari semua sumber penghasilan dan jumlah pengeluarannya. Penilaian dilakukan untuk menetapkan jumlah terbaik yang dapat direalisasikan ke calon nasabah pada periode tersebut. 4.7.4. Penyelidikan berkas pinjaman Menyelidiki kelengkapan dan keabsahan berkas. Karena pengisian formulir pengajuan dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok dengan pendampingan oleh staff, data yang diperoleh relatif dapat dipercaya sesuai kenyataan di lapangan.
4.7.5. Wawancara awal. Penyelidikan dengan langsung berhadapan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan nasabah yang sebenarnya. Pada Microfinance Truka Jaya wawancara tidak dilakukan secara individual, biasanya dilakukan di dalam kelompok. Hal yang diwawancara mencakup jenis usaha, penghasilan dan pengeluaran, tujuan nasabah apakah sesuai dengan pengajuan atau tidak. 4.7.6. On the spot Memeriksa kelengkapan dan meninjau objek yang akan dijadikan usaha ata jaminan. Pada Microfinance Truka Jaya, kegiatan ini dikenal dengan site visit, hanya dilakukan jika benar-benar perlu, karena tidak adanya jaminan dalam kredit. Site visit langsung ke rumah atau tempat usaha nasabah tidak selalu dilakukan, tetapi secara implisit dilakukan dalam pendampingan dan penarikan kredit yang dilakukan setiap bulan.
19
4.7.7. Keputusan kredit Menentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak, biasanya diumumkan mencakup jumlah uang yang diterima, jangka waktu kredit, biaya yang harus dibayar dan waktu pencairan kredit. Jumlah yang diajukan nasabah tidak selalu diberikan penuh, akan tetapi semua anggota kelompok tetap diberi kesempatan untuk mendapatkan kredit, walaupun dengan jumlah tidak sesuai yang diajukan. 4.7.8. Realisasi kredit Yaitu pencairan dana kredit sesuai jumlah terbaik yang dapat disetujui oleh Microfinace Truka Jaya berdasarkan analisis pengajuan berkas serta data prestasi kelancaran mengangsur pada periode-periode sebelumnya. Realisasi dilakukan secara manual, ibu-ibu calon nasabah berkumpul dalam kelompok di salah satu rumah anggota, kemudian staff datang dan membagikan uang sesuai jumlah yang ditetapkan. Berdasarkan SOP Microfinance Truka Jaya, prosedur kredit ini terlihat pada skema berikut: Masyarakat menyerahkan permohonan kredit pada FC
FC menyerahkan permohonan kredit kepada FS
Survey data klien oleh Tim addhock yang ditunjuk oleh FS
Rekap data klien oleh pelaksana survey
FC menyerahkan rekap data klien FS
FS menyerahkan hasil rekap data klien ke CC
Review hasil rekap bersama FC penerima permohonan kredit
Site visit dan interview oleh CC bila diperlukan
Penutupan kredit
Pendampingan dan Collecting
FC melakukan realisasi ke masyarakat
Kasir menyerahkan dana ke FC
OS menyerahkan form pengajuan ke kasir
Penandatanganan dan persetujuan realisasi oleh FS, OS dan direaktur
CC menentukan realisasi kredit dan membuat SK eksekusi dan daftar realisasi kredit
Gambar 4. Skema prosedur kredit Microfinance YK Truka Jaya
Terlihat dari bagan bahwa yang paling berperan aktif dalam seluruh rangkaian prosedur adalah staff Microfinance Truka Jaya sedangkan calon nasabah hanya perlu membuat pengajuan dan melampirkan foto kopi KTP. Pembuatan 20
gambaran usaha dan gambaran ekonomi keluarga juga mudah apalagi dilakukan secara berkelompok. Anggota kelompok yang bisa menulis membantu anggota lain (terutama yang tua-tua) untuk menuangkan dalam tulisan tentang usaha dan kondisi ekonomi mereka. Bu Narti dan Bu Rusmi bisa dengan mudah melakukan ini, karena mereka pernah bersekolah. Karena tinggal bertetangga dan berinteraksi hampir setiap hari di lingkungan sehingga mereka cukup mengenal dan mengetahui banyak hal tentang usaha anggota kelompok yang lainnya. “Paling butuh konfirmasi satu dua pertanyaan saja. Tapi sudah ngerti sih. Nggak ada kesulitan. Kesulitan hanya di golongan tua itu. Foto kopi KTP yo tertib mereka ngumpulin”
Dalam rangkaian kegiatan pengajuan ini, staff Truka Jaya yang datang untuk mengambil semua berkas, mewawancara dan site visit, anggota kelompok berkumpul di salah salah satu rumah anggota sehingga mereka terbantu karena tidak harus datang ke kantor Truka Jaya. Keberadaan pendampingan dari staff membuat anggota yang mengalami kesulitan lebih tertolong dengan langsung bisa berkonsultasi tentang hal-hal yang kurang dipahaminya. Jadi pendampingan seperti ini sangat penting untuk dilakukan. Di samping pembentukan kelompok ini sangat membantu ibu-ibu tua yang tidak dapat membaca dan menulis untuk melengkapi persyaratan yang untuk diajukan. Ini adalah hal yang penting untuk dilihat, terutama untuk pemberdayaan masyarakat petani di kebanyakan daerah di Indonesia yang relatif tidak menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemberdayaan dalam kelompok di desa lebih berhasil dibandingkan di luar kelompok. Agunan yang dipersyaratkan pun tidak berat, sehingga relatif tidak bermasalah dalam menyediakannya. Penjelasan Pasal 8 UU 10 1998 dalam Andrini (2009), agunan adalah barang-barang bergerak maupun tidak bergerak dan atau tagihan yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan aktifitas usahanya yang dibiayai dengan kredit. Dalam kredit yang dilayani oleh Truka Jaya ini, agunan yang disyaratkan adalah jaminan sosial berupa kepercayaan dari Truka Jaya kepada kelompok nasabah, itulah mengapa kredit hanya dilayani dalam kelompok. Hal yang menarik dalam kredit Microfinance Truka Jaya ini adalah kredit dilayani dalam kelompok dengan sistem “tanggung renteng”, yaitu tanggung jawab bersama anggota kelompok untuk membantu jika ada anggota yang belum bisa 21
mengembalikan pinjamannya sampai pada tanggal jatuh tempo pelunasan. Seperti penjelasan key informant, Mbak Ambar berikut ini: “Jadi kita kan nggak ada agunan. Agunannya kepercayaan kan, tanggung renteng itu tadi. Jadi kalo ada, misalnya ini udah 10 bulan, udah selesai pelunasan ya, udah batas waktu pelunasan, ternyata ada satu atau dua orang yang belum lunas, kelompok itu belum akan direalisasi lagi sebelum semuanya lunas.”
Di sini semua anggota bertanggung jawab terhadap anggota yang lain. Jika salah satu tidak lunas pada tanggal jatuh tempo, maka anggota yang lain akan ikut mendapatkan imbasnya, belum boleh untuk mengajukan kredit lagi pada periode berikutnya sampai yang bersangkutan dapat melunasi kreditnya. Hal ini cukup berhasil di terapkan di pedesaan, karena ikatan sosial yang masih tinggi. Hampir semua anggota kelompok berasal dari desa yang sama dan tinggal bertetangga satu dengan yang lain. Hal ini menyebabkan anggota yang relatif sungkan untuk tidak melunasi angsurannya dan menyebabkan masalah bagi anggota kelompok yang lain. Seperti penjelasan Bu Rusmi berikut: “Kalo kita nggak lunas yo bisa dimarahi wong sekelompok to Mbak, mau realisasi lagi kan nggak bisa kalo ada yang belum lunas. Yo ndak enak to Mbak”
Jadi ada beban moral dan tanggung jawab sosial yang memaksa mereka untuk tetap tertib melunasi angsurannya pada akhir periode. Walaupun Bu Rusmi sering beberapa tidak dapat mengangsur pada beberapa kali angsuran, tetapi beliau benar-benar berusaha untuk mengambil tabungan dari sumber yang lain untuk dapat melunasi pinjamannya sehingga pada realisasi periode berikutnya, kelompok mereka tidak mengalami masalah.
4.8. Pemanfaatan Kredit 4.8.1. Pemanfaatan produktif Sesuai dengan definisinya, tujuan penyaluran kredit produktif adalah untuk membiayai modal kerja, memperlancar proses produksi atau untuk pembiayaan kegiatan produktif lainnya yang meningkatkan utility atau kegunaan. Dalam beberapa kali realisasi kredit, Bu Narti menggunakan kreditnya untuk mencoba beberapa kegiatan usaha produktif, pertama kali untuk membantu modal suaminya berjualan siomai. Bourdieu dalam Do Ceu (2010) menjelaskan modal sebagai uang yang dipergunakan untuk memproduksi 22
barang dan jasa yang sumber modalnya diperoleh melalui pinjaman atau kredit pada lembaga keuangan formal dengan waktu bunga berjalan menggunakan jangka waktu tertentu. Setelah beberapa waktu usaha siomai berjalan, pada periode berikutnya, bermula dari adanya pelatihan pembuatan tempe dari YK Truka Jaya, Bu Narti mengambil kredit untuk digunakan sebagai modal pembuatan tempe. Baru beberapa periode kemudian Bu Narti mencoba memanfaatkan kredit tersebut untuk modal berjualan sayur keliling menggunakan sepeda motor. Seperti dinyatakan beliau berikut ini: “Karena dulu kan suami saya dagang siomay. Modalnya cuma dikit, trus ambil kredit lagi buat dagang bikin tempe. Pernah bikin tempe, trus itu ngambil kredit lagi mulai buat modal dagang sayur sampai sekarang.”
Dari pernyataan ini terlihat bahwa Bu Narti dan suaminya memang benar-benar memikirkan usaha produktif dan membutuhkan modal untuk memulai usaha dan mengembangkan usaha tersebut. Mereka mencoba beberapa usaha yang baru. Suami Bu Narti memulai usaha lagi menjadi pengumpul susu sapi segar dari para petani di sekitarnya kemudian menjualnya ke koperasi yang ada di daerah lain. Sedang Bu Narti memulai usaha jualan sayur keliling. Semakin usahanya berkembang, pelanggan semakin banyak sehingga perputaran modalnya mulai baik, pemanfaatan kredit beralih ke investasi berupa ternak. Dalam pernyataan key informant Pak Jarwo, suami Bu Narti berikut: “Kemaren pengajuannya 5 juta. Mau nambah ternak kan. Di rumah kan juga usaha ternak, mau dibeli sapi. Tapi pinjaman karena cuma 3 juta, buat modal dagang kan udah 1 juta lebih. Jadinya cuma dapat anak sapi.”
Bu Rusmi juga dalam beberapa kali pengajuan menggunakan uangnya untuk modal usaha menjual sayur keliling.
Karena pinjamannnya tidak
sebanyak Bu Narti, bu Rusmi belum bisa berinvestasi. Bu Rusmi masih terbatas pada penggunaan kreditnya untuk penambahan modal usaha sayur keliling. 4.8.2. Pemanfaatan konsumtif Bu Narti tidak pernah menggunakan pinjaman untuk membeli barangbarang untuk pemenuhan kebutuhan konsumtif. Akan tetapi Bu Rusmi pernah mengambil uang pinjaman untuk membayar uang sekolah anaknya sehingga 23
pada saat mengangsur beliau tidak punya uang lagi untuk angsuran, seperti pernyataan beliau berikut: “Kan Cuma bayar sekolah kui to seng penting to. Nek bayar sekolah kan kudu to mbak, mak mau bayar inikan harus. Kan anak kecil nggak bisa kalo ditunda-tunda”
4.9. Pengembalian Kredit Aktifitas terakhir dari Value Chain pada sisi customer ini adalah pengembalian
kredit
(Collectifity).
Pengembalian
kredit
adalah
proses
mengembalikan jumlah kredit beserta bunga pada waktu tertentu yang harus dilakukan oleh nasabah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Dari
pola
penggunaan
kredit
yang
demikian,
Bu
Narti
dapat
mengembalikan kredit tepat pada waktunya dan tertib, terlihat dari raportnya pernah menunggak angsuran, karena Bu Narti memiliki komitmen yang kuat untuk setiap hari menabung secara khusus untuk mengembalikan pinjaman, seperti pernyataan beliau berikut: “Kan harus bisa 1 bulan ngembalikan ke Truka Jaya. Angsuran ke Truka Jaya meskipun hanya 1 %, kan Rp. 360.000,- jadi kan tiap harinya harus bisa nyisihin Rp. 12.000,-. Sehari Rp. 12.000,- itu harus. Makanya kan kalo kita ambil pinjaman, berpikirnya kan kita ambil segitu kita harus bisa cari segitu. Gimana caranya, kalo saya kan tiap hari harus ngumpulin, harus itu. Tetap nyisihin uang buat angsuran”
Karena pengembalian pinjaman tertib, Bu Narti mendapat kepercayaan dari sebagai ketua kelompok dan menjadi model untuk anggota yang lain, dan berhak mendapat pinjaman dengan plafon tertinggi yang dapat diberikan oleh Microfinance Truka Jaya sebanyak Rp. 3.000.000,- . Dalam penilaian kredit yang dilakukan oleh staff , raport prestasi pembayaran angsuran di setiap periode Bu Narti selalu bersih dalam arti tidak pernah terjadi menunggak atau mangkir sehingga tidak ada keraguan dari staff untuk memberikan pinjaman dengan jumlah maksimal yang dapat dilayani. Dengan adanya kesempatan berkelanjutan ini, peluang untuk Bu Narti menaikkan investasinya dalam bentuk ternak semakin terbuka. Berbeda dengan Bu Rusmi, beliau sedikit mengalami masalah dalam mengangsur pengembalian pinjaman. Dalam beberapa kali angsuran, beliau hanya dapat mengembalikan bunga 1% untuk Truka Jaya dan 1 % untuk kelompok tanpa mengangsur pokok pinjaman, kadang-kadang hanya mengembalikan pokok 24
pinjaman tanpa mengembalikan bunga pinjaman. Dari perjalanan prestasi angsuran seperti ini, pada beberapa periode berikutnya berdampak pada penilaian kredit yang kurang baik sehingga jumlah plafon kredit yang direalisasikan tidak selalu sama dengan bahkan sering kurang dari jumlah kredit yang diajukan ke Microfinance Truka Jaya. Walaupun dengan beberapa kali tidak mengangsur atau mengangsur dengan tidak penuh, Bu Rusmi tetap berusaha untuk melunasi pinjaman pada akhir periode. Hal ini dikarenakan sistem tanggung renteng yang mengikat beliau untuk tidak menyusahkan anggota lainnya. Dengan penghasilan-penghasilan dari usaha lainnya beliau akan mengusahakan untuk dapat melunasi pinjamannya. Secara implisit, Bu Rusmi memiliki beban pengeluaran yang lebih banyak. Dua orang anaknya yang bersekolah di SLTP
dan
SLTA membuat pos
pengeluarannya lebih banyak. Suami Bu Rusmi yang bekerja di Sumatera memiliki pinjaman di BRI untuk membeli ternak sapi dengan angsuran Rp. 650.000,- setiap bulan. Walaupun kredit di BRI diambil atas nama suami, tetapi suami tidak setiap bulan dapat mengirimkan uang, ada saatnya Bu Rusmi harus membayar angsuran di BRI lebih banyak. Dengan demikian, Bu Rusmi tentu akan mengesampingkan angsuran kelompok untuk bulan tersebut dan terpaksa untuk menunggak untuk sementara waktu.
4.10. Sistem Kredit dengan Agunan Sosial Tanggung Renteng Kata “renteng” mengandung arti berendeng atau beruntun-runtun (Kamus Besar Bahasa Indonesia), biasanya disatukan dengan kata lain untuk memberikan pengertian baru sesuai dengan kata yang diikutinya. Belum ada definisi resmi yang dapat dipakai sebagai rujukan dalam menjelaskan kata ini, tetapi dapat diartikan sebagai pelimpahan beban tanggung jawab secara beruntun kepada pihak berikutnya sesuai urut-urutan (Pusdiklat Pajak, 2012). Pada umumnya para pihak dlm perjanjian terdiri dari satu orang pihak yg satu dan satu orang pihak yg lain. Tapi sering terjadi salah satu pihak atau kedua belah pihak terdiri dari lebih dari satu orang, artinya ada lebih dari seorang kreditur atau terdapat lebih dari seorang debitur. Mungkin juga terjadi kombinasi, yaitu lebih dari seorang kreditur di pihak yang satu dan lebih dari seorang debitur di pihak yang lain. Sehingga dalam kredit dengan sistem tanggung renteng orang yang bersamasama menerima suatu barang sebagai pinjaman, maka masing-masing mereka untuk 25
seluruhnya bertanggungjawab terhadap orang yg memberi pinjaman (Retnowati, 2012). Dalam sistem kredit seperti ini, pembayaran oleh seorang debitur atau lebih kepada salah seorang kreditur melenyapkan perikatan dalam hal ini perjanjian kredit. Pada umumnya, debitur yang telah melunasi utangnya mempunyai hak untuk menagih kepada sesama debitur yang lain, juga kalau kreditur yang telah menerima utang seluruhnya dari debitur berkewajiban untuk memperhitungkan dengan kreditur-kreditur lain (Retnowati, 2012). Sistem kredit seperti ini yang kemudian diadopsi oleh Microfinance Truka Jaya. Karena debitur hidup di desa dengan kohesi sosial yang tinggi dalam kebiasaan berkelompok, maka Microfinance Truka Jaya melihat ini bisa dijadikan sebagai agunan karena ketika kredit disalurkan kepada kelompok (debitur lebih dari satu) akan menjadi lebih mengikat dan tanggung jawab pelunasan akan ditanggung bersama. Ini dipertimbangkan karena ketersediaan agunan untuk pengajuan kredit bagi nasabah yang memiliki usaha mikro sangat terbatas, dan dalam pelaksanaannya terbukti bahwa kredit dengan tanggung renteng lebih berhasil daripada kredit yang tidak ditanggungrentengkan. Seperti penjelasan key informant berikut ini: “Kalo yang perorangan itu dinilai lebih nggak efektif, artinya kan nggak ada tanggung jawab masing-masing anggota, kan individualis to. Yang penting aku bisa lancar, lunas abis itu aku bisa realisasi lagi tanpa menunggu yang lain kan.”
Jadi, dalam hal ini anggota lebih mudah beralasan untuk tidak melunasi angsurannya karena tidak adanya tanggung jawab secara moral terhadap anggota yang lainnya. Tidak ada kepentingan bersama yang mengikat mereka untuk harus melunasi kreditnya tepat waktu. Masing-masing orang akan bertanggung jawab dengan dirinya sendiri, ketika dia tidak melunasi kreditnya, maka dampak yang ditimbulkan ditanggung sendiri. Dalam hal ini masing-masing anggota tidak menjadi beban buat anggota yang lain. Bentuk kredit seperti ini lebih cocok diterapkan di perkotaan pada masyarakat dengan kapasitas 5 C (Character, Capital, Capacity, Condition dan Collateral) yang bankable dan kurang cocok pada kondisi desa dengan nasabah yang memiliki kapasitas usaha mikro.
26
4.11. Dampak Pemanfaatan Kredit Pemanfaatan kredit baik untuk pembiayaan usaha produktif maupun pemenuhan kebutuhan konsumtif, tentu menimbulkan dampak baik secara ekonomi terhadap usaha yang dibiayai maupun non ekonomi yaitu terhadap kehidupan sosial nasabah. 4.11.1. Dampak ekonomi Sesuai dengan tujuan penyaluran kredit produktif secara umum, kredit ini diharapkan dapat memberi dampak yang baik kepada nasabah. Do Ceu (2010) memaparkan beberapa dampak secara ekonomi yang diharapkan berupa penambahan jenis barang yang diusahakan, pertambahsan asset, penambahan omzet penjualan dan peningkatan keuntungan usaha dari usaha. Seacara ekonomi, Bu Narti dan Bu Rusmi sama-sama merasakan ada perubahan ke arah pengembangan usaha berupa:
4.11.1.1. Penambahan jenis barang Jenis barang merupakan macam atau unit produk yang disediakan untuk dijual ke konsumen. Bu Narti dan Bu Rusmi sama-sama merasakan adanya penambahan jenis barang jualan menjadi semakin beragam. Bu Narti dulu hanya menjual beberapa jenis sayuran, akan tetapi sekarang barang yang dijual semakin banyak dan bervariasi dari sayuran, bumbu-bumbu mentah maupun bumbu instan, daging, ikan, makanan ringan untuk anak-anak dan berbagai macam jajanan pasar. Dulu Bu Rusmi sempat menjual sayuran dengan gendongan tomblok (bakul diisi sayuran dan dijinjing di punggung) yang hanya dapat memuat beberapa jenis sayuran saja, tetapi sekarang dengan sepeda motor, barang yang dijual menjadi semakin beragam karena ada ruangan gerobak yang cukup untuk dipenuhi dengan berbagai macam sayuran.
4.11.1.2. Pertambahan asset Asset adalah segala sesuatu yang bernilai komersial yang dimiliki dalam bentuk kelompok maupun individu, dibagi dalam aktiva lancar, aktiva tetap dan investasi. Asset usaha yang dimiliki oleh Bu Rusmi dan Bu Narti mengalami penambahan. Bu Rusmi bisa membeli sepeda motor untuk usahanya sehingga bisa daerah jualan lebih luas, konsumen yang dijangkau lebih
banyak dan
pekerjaannnya lebih cepat selesai. Bu Rusmi juga dapat mendiversifikasi usahanya 27
dengan menjual bulu dan usus ayam yang diambil dari tempat pemotongan ayam. Setiap jam 06.00 Bu Rusmi mengambil bulu ayam, menjualnya dan kembali ke rumah di jam 11.00. Jam 12.00 berangkat ke pasar untuk membeli bahan sayuran dan langsung berkeliling untuk menjualnya. Sebelum meiliki sepeda motor, Bu Rusmi tidak mungkin melakukan semua usaha itu karena untuk berkeliling jualan sayuran dengan gendong tomblok akan memakan waktu yang lama dan menguras energi. Walaupun untuk membeli motor ini uang muka diperoleh dari arisan, akan tetapi cicilan per bulan selama 2 tahun diperoleh dari keuntungan usaha penjualan sayuran. Bu Narti dalam hal ini juga mengalami penambahan asset, ternak semula hanya 2 ekor sekarang menjadi 6 ekor. Selain itu, secara tidak langsung melalui penjualan sapi yang diperoleh dari dana kredit, suami bu Narti bisa membeli mobil pick up untuk mendukung usaha jual beli susu. Selain pertambahan asset fisik berupa aktiva tetap tadi, omzet penjualan juga mengalami peningkatan. Omzet merupakan produk yang dapat dijual untuk satu satuan unit usaha tertentu yang dapat memberikan pendapatan dalam jangka waktu tertentu. Omzet menekankan pada jumlah (Kotler dalam Do Ceu, 2010). Omzet penjualan Bu Rusmi meningkat, seperti pernyataan berikut: “Kan nek bawa bronjong cuma 300 kan nggak ada isinya, komplang to. Nek mbiyen nggowo Rp. 300.000,- wes keabotan nek nggendong. Kalo sekarang diisi 300 nggak penuh, nggak ada apa-apanya. Isi 700 aja ra komplit, yo wes pokoke abot adang”
Sebelum mengambil kredit, setiap hari Bu Rusmi dan Bu Narti hanya dapat membeli barang dagangan senilai Rp. 300.000,- setiap harinya, akan tetapi dengan adanya tambahan modal Bu Narti dapat berbelanja sampai Rp. 900.000,- setiap harinya sedangkan bu Rusmi sekitar Rp. 700.000-800.000,- setiap harinya, volume penjualannya mencapai mencapai hampir 3 kali omzet semula. 4.11.1.3. Peningkatan Profit Usaha Profit usaha adalah seluruh jumlah pendapatan setelah dikurangi biayabiaya yang dikeluarkan dalam satu kali proses usaha. Dari pertambahan omzet, pertambahan asset dan pertambahan jenis barang yang dijual, profit usaha kedua partisipan ikut meningkat. Dari setiap pembelanjaan, Bu Rusmi dan Bu Narti mengambil keuntungan sekitar 10-20 % atau senilai Rp 100,- - 200,- dari Rp. 1.000,- , harga setiap item barang yang dijual. Hal ini memang lasim terjadi di 28
kalangan para pedagang eceran sayuran untuk mengambil keuntungan tidak lebih dari 20%. Dari sini dapat dijelaskan bahwa pada saat pembelanjaan hanya Rp. 300.000,- maka keuntungan adalah Rp 30.000, - 40.000,-. Akan tetapi setelah omzetnya meningkat menjadi Rp Rp 700.000,- - 800.000,- maka keuntungannya menjadi Rp. 70.000,- - 80.000,- setiap harinya. Sehingga sangat jelas bahwa dari peningkatan modal karena tambahan dari sumber kredit, terjadi peningkatan profit yang cukup tajam. 4.11.1.4. Peningkatan pendapatan Dengan bertambahnya omzet usaha, jumlah barang yang diperdagangkan, semakin banyak sehingga profit meningkat. Profit ini sebagian besar dimasukkan sebagai pendapatan dan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, di samping sebagian untuk saving, baik untuk mengembalikan pinjaman maupun untuk kebutuhan mendadak. Ketika usahanya masih dalam skala keuntungan Rp. 30.000,- - 40.000,-, ketika dipakai untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari sudah cukup. Akan tetapi dengan adanya kenaikan pendapatan menjadi Rp. 70.000,- - Rp. 80.000,- setiap hari, ada surplus yang bisa digunakan untuk saving.Untuk angsuran, Bu Narti menabung sendiri di rumah, akan tetapi untuk kebutuhan lain Bu Narti memiliki tabungan di Bank. Suami Bu Narti yang beberapa waktu sempat kehilangan pekerjaan, dengan adanya kredit yang diakses oleh Bu Narti, beliau ikut terbantu modalnya dalam untuk memulai usaha jual beli susu, selain dari susu yang dihasilkan sapi sendiri. Ketika yang dijual hanya susu dari ternaknya sendiri, produksinya hanya 12-15 liter per hari dan pendapatannya hanya Rp. 36.000-48.000,- per hari. Akan tetapi dengan adanya modal untuk menampung susu dari tetangga-tetangganya, beliau dapat menambah penjualan sampai 150 liter per hari, dengan profit Rp. 500 per liter, sehingga pendapatannya mencapai 75.000,- per hari. Demikian halnya Bu Rusmi, dengan adanya asset sepeda motor yang mempercepat pekerjaannya, ada waktu lebih banyak yang dapat dipakai untuk mengambil bulu ayam dari Rumah Potong. Ini memberi penghasilan lebih seperti pernyataan beliau berikut ini: “Sedino, bersih ngono ya, paling sedikit kan sekuintal. Itu udah saya itung paling sedikit, kan udah 900 ribu sebulan. Itu belum ususe, getahe kan dijual juga.”
29
Adanya peningkatan pendapatan semula hanya yang relatif sama membuat Bu Rusmi bisa menabung untuk kebutuhan yang lain. “Yo, bisa nabung mbak nggo sekolah anak, nggo kebutuhan ndadak-ndadak, sembarang-barang Mbak”
4.11.2. Dampak sosial Secara sosial, adanya penghasilan dari usaha yang dibiayai kredit ini ikut membantu pemenuhan kebutuhan konsumtif. Bu Rusmi
dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan membeli beberapa barang rumah tangga seperti almari, TV dan sebagainya. “dulu kan belum punya lemari to, lemarinya kan cuma satu ini, sekarang punya banyak lemari. Kan kemajuane banyak to. Gelas opo kui, pengen tuku, tuku wae mbak, tuku”
Bu Rusmi juga dapat memiliki uang untuk terlibat dalam kelompok arisan ibuibu di desa sehingga secara tidak langsung dapat menabung dalam kelompok arisan tersebut. Bu Narti pun mengakui hal yang sama. Bu Narti dapat mengalami peningkatan kesejahteraan, sandang, pangan dan papan lebih baik. Bahkan untuk mendukung usaha jual beli susu, bu Narti dan suaminya dapat membeli mobil.
30