BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Perusahaan Penelitian telah dilakukan pada PT. Bank Agro Niaga, Tbk dengan mengambil data laporan kinerja keuangan (Neraca, Laporan Rugi Laba, dan Laporan Perubahan Modal yang sesuai dengan standar penilaian kinerja keuangan bank. PT. Bank Agro Niaga, Tbk didirikan pada tanggal 27 September 1989 di Jakarta, tujuan pendiriannya adalah bank dengan fokus pada sektor Agrobisnis, seperti perkebunan, perikanan, peternakan dan pengolahan. Bahkan saat ini Bank Agro merupakan satu-satunya Bank Agrobisnis di Indonesia. Pada tahun 2003 Bank Agro memperoleh persetujuan Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM) menjadi perusahaan publik sehingga namanya menjadi PT. Bank Agroniaga Tbk. Pada tahun yang sama mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Surabaya. Sejak tahun 2007 seiring merger antar Bursa Efek Surabaya dan Bursa Efek Jakarta menjadi Bursa Efek Indonesia, saham Bank Agro dengan kode AGRO tercatat di Bursa Efek Indonesia. Pada tahun 2006 Bank Agro meningkatkan statusnya menjadi Bank Umum Devisa. Sejak Bank Agro Niaga Tbk berdiri, hingga saat ini portofolio kredit Bank Agro sebagian besar (antara 65% - 75%) disalurkan disektor Agrobisnis, baik on farm seperti usaha perkebunan kelapa sawit, perkebunan tebu, teh maupun peternakan sapi dan off farm seperti pengembangan pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS), pembiayaan perdagangan gula, hingga pembiayaan ekspor impor minyak sawit (CPO), kakao, teh, dan sapi. Skema produk yang ditawarkan oleh Bank Agro Niaga terdiri dari; (1) produk Funding rekening giro, tabungan, deposito on call dan deposito berjangka; (2) produk lending kredit modal kerja, kredit investasi, kredit program (KKPA, KKP, inti plasma), kredit usaha kecil, kredit program karyawan, kredit multy guna, kredit agro griya dan kredit agro mobil; (3) bank service bank garansi, letter of kredit lokal, safe deposito bank dan pembayaran layanan umum.
54
Bank Agro mengembangkan jaringan kantor pelayanan di sentrasentra Agrobisnis baik dikota besar maupun dipelosok perkebunan seperti di Medan, Pekanbaru, Kasikan (Kampar), Dalu-Dalu (Rokan Hulu), Lampung, Jabodetabek, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dengan kantor pelayanan saat ini berjumlah 18 kantor didukung oleh 454 karyawan. Selain dari sisi jaringan pelayanan, Bank Agro terus melakukan upaya restrukturisasi yang mencakup aspek manajemen, karyawan, organisasi sistem, budaya perusahaan dan identitas perusahaan. Upaya tersebut berhasil meletakan landasan dan infrastruktur yang baru guna mendukung pertumbuhan berdasarkan pringsip transparansi, tanggung jawab, integritas dan profesional. Inisiatif pengembangan produk baru terus dikembangkan dengan sasaran dunia bisnis yang mengacu pada spesifik untuk masing-masing segmen pasar seperti kredit pada PT. Perkebunan Nusantara, berikut kelompok usaha pendukungnya (rekanan dan kontraktor) maupun penyaluran dana untuk kesejahteraan para petani melalui kredit program baik kredit untuk koperasi primer kepada anggotanya maupun kredit ketahanan pangan. Sedangkan untuk karyawan dan pensiunan usaha Agrobisnis telah dikembangkan kredit pensiunan dan kredit karyawan. Seiring dengan tantangan dan perubahan lingkungan bisnis di Indonesia Bank Agro harus didukung oleh modal yang kuat sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia, maka pada tanggal 4 april 2011 Bank Agro resmi di akuisisi oleh Bank Rakyat Indonesia dan sekarang telah menjadi anak perusahaan PT. BRI. Sejak diambil alih BRI Bank Agro mencatatkan kenaikan laba bersih sangat signifikan 840% menjadi Rp. 11.94 milyar atau Rp. 3.30 perlembar saham di semester I 2011 dibandingkan periode yang sama tahun lalu laba Rp. 1.27 milyar atau Rp. 0.37 persaham. 4.2. Hasil Penelitian Dalam mengukur capital menggunakan indikator rasio keuangan, yaitu CAR untuk Earning, menggunakan ROA, ROE, BOPO, LDR, dan NIM. Sementara itu, untuk variabel kajian nilai tambah bagi pemegang saham dan pasar menggunakan indikator EVA dan MVA serta return saham untuk
55
melihat kinerja perdagangan saham bank di Bursa Efek Indonesia berupa data time series mulai Desember 2007 sampai dengan Februari 2011. Pengukuran kinerja keuangan bank dengan pendekatan CAR, ROE, ROA, LDR, NIM dan BOPO berdasarkan peraturan Bank Indonesia No.5/12/PBI/2003 tanggal 23 Juli 2003. 4.2.1. Kinerja Rasio CAR Berdasarkan hasil analisis selama periode Desember 2007 sampai dengan
Desember
2008ju
mlah
modal
yang
terhimpun
sebesar
Rp.2.520.912 juta dengan rata-rata pertumbuhan perbulan sebesar 122,60%. Sementara itu perkembangan ATMR sebesar Rp. 28.068.970 juta dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 0,23%. Perbandingan kedua indikator tersebut, menghasilkan nilai rasio CAR sebesar 8,96%. Demikian juga perkembangan total modal bank pada periode Januari sampai dengan Desember 2009 terjadi peningkatan sebesar Rp.2.856.705 juta dengan ratarata pertumbuhan 81,75%. Sementara itu, ATMR meningkat sebesar Rp. 31.416.734 juta atau rata – rata pertumbuhan meningkat sebesar 2,77% dengan nilai CAR meningkat sebesar 9,79%. Peningkatan ini disebabkan kenaikan rasio modal bank dibandingkan ATMR. Periode Januari sampai dengan Desember 2010 terjadi peningkatan jumlah modal bank sebesar Rp. 4.308.685 juta atau dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,70% dan total ATMR sebesar Rp. 35.782.461 juta atau mengalami pertumbuhan sebesar 1,03%. Dari peningkatan nilai kedua indikator tersebut, maka nilai rasio CAR ikut meningkat sebesar 12,92%. Pertumbuhan yang positif ini berlanjut pada periode Januari – Februari 2011 dimana nilai rasio CAR mencapai pertumbuhan sebesar 16,44%. Secara keseluruhan rasio kecukupan modal bank telah memenuhi persyaratan Bank Indonesia 8%. Pada lampiran 5 dapat dilihat data CAR Desember 2007 – Februari 2011. Kinerja Permodalan bank yang mengalami peningkatan disebabkan ; (1) Kemampuan bank dalam penyaluran kredit efektif dengan semakin kompetitifnya penetapan suku bunga acuan, (2) Perkembangan pemberian kredit tumbuh pesat yang diikuti kecukupan modal, (3) Kualitas kredit
56
yang membaik akibat penerapan sistem manajemen risiko yang prudent yang mengakibatkan cadangan penyisihan aktiva produktif menurun secara tajam yang berimplikasi kenaikan modal, dan (4) Menurunnya kewajiban bank mengakibatkan cadangan penghapusan aktiva produktif yang dapat menaikan modal. Peningkatan CAR Bank Agro sangat tergantung pada portofolio asetnya. Pada periode ini bank tidak melakukan penempatan dana pada aset yang berisiko tinggi jangka panjang seperti kredit investasi, tetapi aset kredit jangka pendek seperti surat berharga di pasar modal yang berisiko rendah, artinya bank mengamankan prospek modalnya melalui diversifikasi (menekan risiko). Peningkatan rasio kecukupan modal akan mendorong bank akan menurunkan portofolio kredit dan mengalihkan investasinya kedalam bentuk surat berharga yang mempunyai bobot risiko yang lebih rendah. Pergeseran portofolio aset yang berisiko tinggi ke aset produktif berisiko rendah, maka dapat dimaknai terjadi peningkatan modal Bank Agro yang mendorong kinerja keuangan bank semakin baik. Rasio CAR Bank Agro secara rata-rata sudah sesuai ketentuan Bank Indonesia di atas 8%, artinya kualitas pertumbuhan CAR yang semakin baik ini harus dipertahankan untuk mencapai standar Basel II yakni transparansi bank, yaitu terkait dengan penilaian pengawas tentang klaim manajemen terhadap kondisi bank. Pengawas harus melihat standar CAR 8% sudah benar-benar sesuai aturan (Supervisory Judgement). Kebijakan direksi Bank Agro apabila ingin meningkatkan atau memperbaiki rasio CAR sesuai ketentuan Bank Indonesia di masa depan, maka strategi yang harus dilakukan adalah : a.
Menjaga kualitas aktiva produktif melalui ; (1) Business Process; pengelolaan perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance dan pengelolaan risiko, (2) Shareholders;
penambahan modal inti
(tier1) diatas ketentuan BI yakni minimal 40% dari total CAR. Selain itu jika pertumbuhan kredit bank naik 20% - 30%, maka CAR harus naik minimal >13% berarti bank harus menambah modal, sehingga dapat meningkatkan kemampuan ”lending” perbankan pada level 22% setiap tahunnya.
57
b.
Pinjaman subordinasi bersumber dari kredit likuiditas dari Bank Indonesia, merupakan kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas.
c.
Melalui strategi IPO dan obligasi
d.
Recovery menjaga tingkat hasil secara optimal, menjaga NPL tidak boleh lebih dari 5%, mengurangi atau memperkecil komitmen pinjaman
yang
tidak
digunakan
(tidak
produktif)
sehingga
memperkecil risiko. Berdasarkan analisa trend dengan metode Moving Avarage pada Gambar 6 terlihat pola data hijau yang naik ke kanan atas, yang menunjukan adanya unsur trend pada data. Pola titik yang berwarna merah menunjukan data hasil dekomposisi (FITS) yang terlihat berimpit dengan data aktual yang berwarna hitam. Hasil forecast bulan ke 40 karena data terakhir 39 (Februari 2011) maka t (Maret 2011) rasio CAR sebesar 0,103. Dengan tingkat kesalahan
prediksi
MAPE (Mean Absolute Percentage Error)
65,5415 dan MAD (Mean Absolute Deviation) 0,0212 artinya terdapat indikasi kenaikan rasio CAR pada bulan Maret tahun 2011 yang menunjukan adanya kemampuan bank tersebut untuk bertahan dari pengaruh gejolak pasar akan semakin baik dan dapat menjamin keamanan dana pihak ketiga yang terhimpun apabila terjadi kerugian pada bank itu sendiri. Mengingat peranan modal sangat penting selain digunakan untuk kepentingan ekspansi, juga digunakan sebagai “buffer” untuk menyerap kerugian kegiatan usaha. Dalam hal ini Bank wajib memenuhi ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) yang berlaku untuk peningkatan modal (SE. Intern BI, 2004).
58
Grafik CAR 0,18
Variable A ctual Fits Forecasts 95,0% PI
0,16 0,14
Moving Av erage Length 5
CAR
0,12
A ccuracy Measures MA PE 65,5415 MA D 0,0212 MSD 0,0009
0,10 0,08 0,06
BI > 8%
0,04 0,02 0,00 1
8
16
24
32
40 Index
48
56
64
72
Gambar 6 Trend Analysis CAR Desember 2007-Februari 2011 Memperhatikan hasil forecasting pada bulan ke 40 terjadi kecenderungan rasio CAR Bank Agro kedepan meningkat bahkan diatas ketentuan Bank Indonesia,namun yang perlu diwaspadai jika terjadinya fluktuasi pergerakan CAR bank pada periode sebelumnya atau gejolak ekonomi sehingga dikhawatirkan akan mengganggu kemampuan bank dalam pemenuhan tambahan modal untuk memperkuat likuiditas bank. Kebijakan Perseroan kedepan untuk menjaga likuiditas bank yaitu; (1) Menyiapkan instrumen baru untuk mengatasi potensi kegagalan usaha bank. (2) Penyediaan dana yang cukup, maka bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit, antara lain dengan melakukan penyebaran (diversifikasi) portofolio, baik kepada pihak terkait maupun kepada pihak bukan terkait. Pembatasan penyediaan dana adalah persentase tertentu dari modal bank yang dikenal dengan batas maksimum pemberian kredit (BMPK).
59
4.2.2. Kinerja Rasio ROE Hasil analisis pada
Lampiran 5 selama periode Desember 2007
sampai Desember 2008 perkembangan nilai laba bersih bank cukup positif sebesar Rp. 53.879 juta dan rata-rata pertumbuhan 54,61% perbulan. Sementara itu nilai total equity bank mencapai Rp. 3.188.739 juta dengan rata-rata pertumbuhan -0,46% perbulan. Hasil perbandingan kedua indikator ini diperoleh nilai ROE sebesar 21,51% dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,65% jauh dibawah ketentuan BI > 7,50%. Kondisi ini mencerminkan Bank Agro tidak mampu menghasilkan laba dengan menggunakan ekuitasnya. Perkembangan laba bersih selama periode Januari 2009 sampai Desember 2009 menunjukan terjadinya peningkatan sebesar Rp.86.379 juta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 68,14% atau naik 24,78%. Sementara itu total equity mencapai Rp. 3.058.373 juta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,84%. Hasil perbandingan tersebut menunjukan Rasio ROE negatif sebesar -11,98% atau rata-rata pertumbuhan -1,00%. Peningkatan laba bersih pada tahun 2009 tidak diikuti dengan kenaikan ROE, hal ini menunjukan pengelolaan equity bank tidak efektif. Artinya terjadi kondisi bermasalah atau bank dikategorikan tidak sehat. Hal ini terutama disebabkan oleh tiga faktor, yaitu : (1) Perseroan mengalami kerugian bersih dalam tiga tahun terakhir ini, tahun 2007 mencatatkan rugi bersih sebesar Rp. 5.939 juta, tahun 2008 rugi bersih sebesar Rp. 3.826 juta, mengalami penurunan sebesar Rp. 2.100 juta atau -35,57% dibandingkan tahun 2007 dan tahun 2009 sebesar Rp. 9.117 juta untuk periode yang berakhir pada tanggal 31 Mei 2009. (2) Tingkat efisiensi perusahaan dalam mengelola aset (assets management) sangat rendah, dimana beban operasional bank tahun 2007 sebesar Rp. 112.221 juta mengalami peningkatan sebesar Rp. 13.020 juta atau 13,13% dibandingkan 2006 sebesar Rp. 99.200 juta. Kenaikan juga terjadi tahun 2008 sebesar Rp. 113,717 juta, atau 1,33% dibandingkan tahun 2007, dan tahun 2009 sebesar Rp. 51.754 juta. (3) Hutang yang dipakai dalam melakukan usaha (financial
60
leverage) meningkat sebesar Rp. 2.346,800 juta menjadi Rp. 2.248.804 juta tahun 2009. Periode Januari sampai Desember 2010 bank mencatatkan laba bersih sebesar Rp.90.662 juta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 53,29%. Sementara itu nilai Equity meningkat sebesar Rp.4.104.734 juta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar -0,02%.
Implikasi dari kenaikan
laba bersih dan equity pada periode ini berdampak positif terhadap kenaikan ROE sebesar 20,28% dengan rata-rata pertumbuhan 1,69% atau naik 0,69% dari rata-rata pertumbuhan tahun 2009. Perkembangan laba bersih bank Januari – Februari 2011 sebesar Rp.28.064 juta dengan ratarata pertumbuhan 8,84% dan total equity sebesar Rp.602.018 juta atau ratarata pertumbuhan 3.99% dengan nilai ROE negatif -7,87% dengan rata-rata pertumbuhan -3,93% perbulan. Penurunan kinerja rasio ROE akan berdampak pada harga saham bank dan pembagian deviden kepada investor. Dengan demikian hubungan yang terjadi adalah hubungan timbal balik antara ROE dengan return saham, temuan ini memberikan bukti tambahan bahwa dengan rasio ROE Bank Agro yang masih dibawah ketentuan BI memperkuat dasar analisis technical fundamental penting sebagai dasar pengukuran harga saham. Strategi untuk mengatasi kerugian yang dialami oleh bank Agro, maka kebijakan yang diambil Perseroan kedepan adalah 1. Bank Agro harus meningkatkan jumlah dana pihak ketiga di bank sehingga aktiva Perseroan meningkat, karena kemampuan bank dalam memperoleh sumber-sumber dana pihak ketiga yang diinginkan sangat mempengaruhi kelanjutan usaha bank. Dalam mencari sumber-sumber dana bank harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti kemudahan untuk memperolehnya, jangka waktu sumber dana, serta biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh dana tersebut. 2. Bank Agro harus meningkatkan penyaluran kredit investasi disektor retail sehingga pendapatan bunga meningkat.
61
3. Bank Agro harus menurunkan beban operasional dan administrasi Perseroan pada skala yang efisiensi karena sebuah bank ingin meningkatkan profit margin-nya harus bisa mengendalikan sedemikian rupa biaya-biaya yang ditimbulkan dari kegiatan operasional ( economies of scales). Pringsip ini di satu sisi sangat bagus karena ingin mendapatkan bank yang efisien dalam menjalankan usaha haruslah memiliki skala usaha (assets) dan permodalan yang cukup besar. Sebaliknya masalah economies of scale sangatlah sulit dicapai dengan skala aset yang kecil karena kemampuan bank sangat terbatas 4. Manajemen Perseroan harus memperhatikan kenaikan ROE apakah berasal dari net profit margin atau asset turnover, maka itu merupakan indikasi positif, artinya profitabilitas meningkat atau penggunaan asset semakin optimal. Namun, jika leverage meningkat padahal utang perusahaan sudah cukup tinggi, maka ini menjadi semakin berisiko. 5. Memperluas ruang lingkup wilayah usaha (scope of territories) untuk menjadi National Champions, bank haruslah mampu beroperasi pada wilayah yang sangat luas dan kalau perlu melakukan ekspansi di luar Indonesia. Apabila kebijakan ini dilakukan secara konsisten maka bank mampu menghasilkan laba dengan menggunakan ekuitasnya karena semakin tingginya profit margin berarti semakin tinggi juga ROE yang dihasilkan. Implikasinya, pemahaman yang baik mengenai ROE akan memberikan gambaran kepada investor mengenai bagaimana perusahaan dikelola. Selanjutnya akan membantu dalam melakukan penilaian terhadap kondisi Perseroan dan mempengaruhi keputusan investasi. Dengan menganalisa ROE berarti dapat mengetahui lebih lanjut kualitas penghasilan yang bisa didapatkan dari kinerja bank. Hasil analisis trend pada Gambar 7 dengan metode Moving Average menunjukan adanya trend positif untuk hasil forecast bulan ke 40 karena data terakhir 39 (Februari 2011) maka t (Maret 2011) rasio ROE sebesar 0,914% dengan tingkat kesalahan prediksi MAPE 917,214 dan MAD
62
2,332. Hasil ini menggambarkan profitabilitas yang dihasilkan bank positif dari hasil pengunaan equitasnya. Nilai ROE yang positif berdasarkan peramalan dengan metode trend diharapkan adanya peningkatan kinerja keuangan perusahaan yang berimplikasi terhadap pertumbuhan expected return saham Bank Agro dimasa akan datang. Apabila kondisi ini dapat dipertahankan maka bank memiliki akses likuiditas yang baik sebagai persyaratan untuk melakukan ekspansi secara lebih efisien.
Grafik ROE 7,5
Variable A ctual Fits Forecasts 95,0% PI
5,0
Moving Av erage Length 5
ROE
2,5
A ccuracy Measures MA PE 917,214 MA D 2,332 MSD 9,317
0,0
-BI >7,50%
-2,5
-5,0 1
8
16
24
32
40 Index
48
56
64
72
Gambar 7 Trend Analysis ROE Desember 2007 – Februari 2011
4.2.3. Kinerja Rasio ROA Pada Lampiran 5 menjelaskan hasil perhitungan ROA Bank Agro, dimana Selama periode Desember 2007 sampai dengan Desember 2008 perkembangan total aktiva bank mencapai Rp. 37.064.433 juta dengan rata-rata pertumbuhan perbulan sebesar 7,53%. Sedangkan kemampuan bank dalam menghasilkan laba sebelum pajak dari penggunaan aktiva sebesar Rp. 57.139 juta dengan rata-rata pertumbuhan perbulan sebesar 7,65%.
Nilai perbandingan kedua indikator tersebut diperoleh ROA
63
sebesar 1,97% dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0,15% perbulan. Selama tahun 2008 ROA bank belum memenuhi persyaratan Bank Indonesia ≤ 2%. Hal ini disebabkan terjadi penurunan laba sebelum pajak yang signifikan pada bulan November sebesar Rp.49 juta, artinya manajemen pengelolaan aktiva bank baik aktiva lancar maupun aktiva tetap dalam menghasilkan laba kurang baik, sehingga performance aktiva an-liquid. Dampak penurunan ROA berimplikasi kepada ketidakmampuan bank menjaga kinerjanya dengan baik terutama tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga mengalami kesulitan membagikan dividen. Prospek bisnisnya tidak dapat berkembang secara optimal serta tidak dapat memenuhi ketentuan prudential banking regulation dengan baik, maka kemungkinan nilai saham dari bank yang bersangkutan di pasar sekunder dan jumlah dana dari pihak ketiga yang berhasil dikumpulkan akan turun khusus pada tahun 2008. Sementara itu, perkembangan total aktiva bank tahun 2009 mencapai Rp. 31.417.034 juta dengan rata – rata pertumbuhan perbulan sebesar
1,30%. Sedangkan nilai laba sebelum pajak mencapai Rp. 88.354 juta dengan rata-rata pertumbuhan perbulan sebesar 5,76%. Sementara itu, nilai ROA sebesar 3,37% atau meningkat sebesar 71,32% dari tahun 2008. Kinerja ROA bank sudah positif diatas persyaratan Bank Indonesia ≤ 2%. Artinya pengelolaan aktiva bank cukup baik selama periode ini dilihat dari perolehan laba sebelum pajak perbulan meningkat. Perkembangan total Aktiva tahun 2010 mencapai Rp. 34.895.778 juta dengan rata – rata pertumbuhan perbulan sebesar 0,41% dan perolehan laba sebelum pajak sebesar Rp.109.490 juta dengan rata-rata pertumbuhan perbulan sebesar 1,30%. Sementara itu terjadi kenaikan ROA sebesar 3,73% dan rata-rata perbulan sebesar 0,31% atau naik sebesar 10,59% dari tahun 2009. Perkembangan kinerja ROA cukup positif diatas persyaratan Bank Indonesia, walaupun kondisi ini masih belum cukup feasible untuk meningkatkan daya saing bank.
64
Kebijakan startegis kedepan yang harus diperhatikan adalah menjaga likuiditas bank sehingga rasio ROA meningkat signifikan dengan memerankan
fungsi
bank
sebagai
lembaga
intermediasi.
Tujuan
meningkatkan likuditas, maka bank harus mencari sumber pendanaan dari masyarakat dengan empat strategi berikut harus dilakukan secara konsekuen dan paralel. 1. Bank harus meningkatkan jumlah dana pihak ketiga DPK (Tabungan, Deposito dan Giro) melalui penetapan suku bunga yang sesuai dengan ekspektasi atau keinginan nasabah pemilik dana (deposan). 2. Bank harus menaikkan ekuitas melalui penambahan modal yang bersumber dari penjualan saham. 3. Bank harus menambah setoran modal untuk memperkuat rasio permodalan bank melebihi ketentuan Bank Indonesia rasio modal minimum 8%. 4. Bank harus tetap menjaga kualitas aktiva produktif dengan menerapkan pringsip prudent dan efisien. Hasil analisa trend pada Gambar 8 dengan metode Moving Average menunjukan adanya peningkatan untuk hasil forecast bulan ke 40 karena data terakhir 39 (Februari 2011) maka t (Maret 2011), rasio ROA sebesar 0,0064 atau 0,64% dari periode dasar sebesar 0,37% Februari 2011 atau diprediksi naik sebesar 0,42 basis poin dengan tingkat kesalahan prediksi
MAPE 54,1634 dan MAD 0,0016. Hasil ini menggambarkan
terdapat indikasi terjadinya kenaikan rasio ROA pada bulan Maret 2011, artinya bank memiliki potensi terjadinya kenaikan laba sebelum pajak yang dihasilkan dari pengunaan aktivanya.
65
Grafik ROA Variable A ctual Fits Forecasts 95,0% PI
0,010
0,008
Moving Av erage Length 5
0,006 ROA
A ccuracy Measures MA PE 54,1634 MA D 0,0016 MSD 0,0000
0,004
BI ≤2%
0,002
0,000 1
8
16
24
32
40 48 Index
56
64
72
Gambar 8 Trend Analysis ROA Desember 2007 – Februari 2011
4.2.4. Kinerja LDR Hasil perhitungan pada Lampiran 5 menunjukan bahwa LDR Bank Agro masih diatas ketentuan BI antara 80% - 110%. Artinya bank cukup prudent dalam penyaluran kredit. Kinerja LDR selama periode analisis Desember 2007 sampai dengan Desember 2008 dilihat dari besarnya total kredit yang diberikan mencapai Rp.25.570.968 juta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0,40%. Besarnya total kredit yang disalurkan ditunjang oleh besarnya DPK yang berhasil dihimpun oleh bank pada periode
ini
sebesar
Rp.31.243.663
juta,
tetapi
besaran
rata-rata
pertumbuhan perbulan tidak signifikan karena rata-rata pertumbuhan negatif sebesar -1,04%. Perbandingan dari kedua indikator diatas menghasilkan nilai CAR sebesar 82,97%. Faktor yang menjadi penyebab adalah rendahnya tingkat pencairan (credit disbursement) dibandingkan dengan DPK.
66
Data Bank Agro menunjukkan bahwa persetujuan kredit baru pada Desember 2007 sebesar Rp. 1.956.450 juta, 2008 sebesar Rp. 2.043.076 juta, 2009 Rp. 1.965.681, dan tahun 2010 sebesar Rp. 1.528.970 juta. Sementara dana pihak ketiga Desember 2007 sebesar Rp. 2.537.446 juta, 2008 sebesar
Rp. 2.163.332 juta, 2009 sebesar Rp. 2.424.296 juta, dan
tahun 2010 sebesar
Rp. 2.386.869 juta. Selama ini penyaluran kredit
Perseroan di fokuskan pada usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah dan UKM, sehingga rasio kredit bermasalah (NPL) masih dibawah 5% dari ketentuan Bank Indonesia, dimana tahun 2007 sebesar 4,67%, tahun 2008 turun sebesar 3,36%, dan tahun 2009 sebesar 4,47% dan 2010 kembali turun sebesar 1,84%. Perkembangan yang positif ini berlanjut pada periode Januari – Desember 2009
dengan nilai total kredit yang diberikan sebesar Rp.
24.041.667 juta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar -0,13%. Sementara total DPK pada periode ini sebesar Rp.25.934.791 juta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,09%. Adapun besarnya nilai LDR yang dihasilkan dari perbandingan kedua indikator ini sebesar 99,84% atau naik sebesar 16,87%. Rasio LDR pada periode ini belum maksimal mendekati 110% sesuai ketentuan Bank Indonesia. Kondisi LDR bank yang belum maksimal karena, masih cukup tingginya suku bunga kredit Perseroan baik kredit Agrobisnis maupun kredit UKM dan investasi. Besaran rata-rata suku bunga kredit perseroan antara 10 % - 12% pada tahun 2009-2010. Tingkat kredit diatas satu digit, menyebabkan pinjaman perbankan menjadi lebih mahal, dan akhirnya berpengaruh pada competitiveness Bank Agro dibandingkan bank-bank lainya atau bank asing yang mendapatkan rate pinjaman rendah. Maka sesuai dengan keputusan BI tanggal 8 Februari 2011 menerbitkan SEBI No.13/5/DPNP untuk mendorong perbankan memiliki LDR 75%-102%. Trend seperti ini akan memungkinkan perbankan mengambil langkah strategis meningkatkan loyalitas nasabah, sehingga perbankan bersaing dalam funding, tetapi juga lending.
67
Hasil analisis periode Januari – Desember 2010 total kredit yang diberikan sebesar Rp.24.781.870 juta dengan rata-rata pertumbuhan positif sebesar 1,39%. Sedangkan perkembangan total DPK mengalami kenaikan sebesar Rp. 26.439.104 juta dengan rata-rata pertumbuhan 4,79% atau naik sebesar 3,70% dari tahun 2009. Kenaikan DPK pada periode ini berdampak positif terhadap peningkatan LDR sebesar 105,35% atau naik sebesar 5,51% dari tahun 2009. Kinerja yang positif ini juga terus berlanjut periode Januari- Februari 2011 dimana nilai LDR meningkat sebesar 125,26%. Rasio LDR berada pada angka dibawah 80% (misalkan 70%) maka dapat disimpulkan bahwa bank tersebut hanya dapat menyalurkan sebesar 70% dari seluruh dana yang berhasil dihimpun. Semakin tinggi LDR menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah LDR menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan kredit sehingga hilangnya kesempatan bank untuk memperoleh laba. Kenaikan yang signifikan selama tahun 2010 disebabkan terjadi peningkatan total kredit yang diberikan dengan porsi dana pihak ketiga. Kondisi ini menunjukan pihak Bank Agro dalam menyalurkan kredit kepada pihak ketiga cukup baik, artinya manajemen bank sudah efektif memasarkan dana yang dimiliki sudah maksimal mendekati 110% dari ketentuan BI karena, bank cukup efektif menjalankan fungsi sebagai lembaga intermediasi dengan pihak yang membutuhkan dana (Unit Deficit of Funds). Langkah-langkah strategis kedepan Perseroan akan tetap terus 1. Melakukan ekspansi kredit hingga rasio intermediasi menembus 110%, dengan mengandalkan likuiditas lainnya, seperti dana hasil rights issue, sehingga Bank Agro yang memiliki LDR di atas 100% akan dikecualikan dari sanksi bila memiliki rasio kecukupan modal minimal 14%. 2. Melakukan ekspansi kredit kepada sektor ritel karena sektor ini mengalami pertumbuhan sangat signifikan dan memiliki peluang pasar yang prospektif di Indonesia. Total omzet mencapai Rp.120 triliun 2011 dan tahun 2012 diperkirakan tumbuh 15%. Sementara itu rata-rata suku bunga kredit turun menjadi 15,8% pada Juni 2011 dari 16,9% pada Juni 2010 didukung oleh semakin membaiknya pertumbuhan ekonomi tahun
68
2012 diperkirakan mencapai 6,5%. Kebijakan ekspansi kredit Perseroan juga didukung oleh pertumbuhan laba bersih Bank Agro pada September 2011, sebesar Rp 26.160 miliar, yang sebelumnya hanya Rp 8.340 miliar sejak menjadi anak usaha BRI. Hasil analisis trend pada Gambar 9 dengan menggunakan metode Moving Average menunjukan adanya peningkatan hasil forecast bulan ke 40 karena data terakhir 39 (Februari 2011) maka t (Maret 2011) rasio LDR sebesar 0.82%. Tingkat kesalahan prediksi MAPE 11,2520 dan MAD 0,1089. Hasil ini menggambarkan bank cukup baik melaksanakan fungsi intermediasi dalam penyaluran kredit dari dana pihak ketiga.
Grafik LDR 1,75
Variable A ctual Fits Forecasts 95,0% PI
1,50
Moving Av erage Length 5
1,25 LDR
A ccuracy Measures MA PE 11,2520 MA D 0,1089 MSD 0,0289
1,00
BI = 110% 0,75
0,50 1
8
16
24
32
40 Index
48
56
64
72
Gambar 9 Trend Analysis LDR Desember 2007 – Februari 2011 Memperhatikan peramalan di atas dari pengamatan periode dasar bulan Februari 2011 dimana nilai LDR sebesar 0,71%, maka dapat diproyeksi besarnya LDR periode bulan ke 40 sebesar 0,82% artinya terjadi peningkatan 0,11% basis poin. Bank dengan tingkat agresivitas tinggi (tercermin dari angka LDR,0,82% belum mendekati 110%) artinya bank cukup positif mengelola likuiditas. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa loan/pinjaman dinilai sebagai earning asset bank yang kurang atau
69
bahkan sangat tidak likuid. LDR pada posisi ini, dapat diduga cash inflow dari pelunasan pinjaman dan pembayaran bunga dari debitur pada bank menjadi
sebanding dengan kebutuhan untuk memenuhi cash outflow
penarikan dana giro, tabungan dan deposito yang jatuh tempo dari masyarakat dan diduga dengan LDR yang posistif ini, bank secara potensial tidak dapat mengalami kesulitas likuiditas.
4.2.5. Kinerja Rasio NIM Berdasarkan hasil perhitungan
rasio NIM Bank Agro masih
dibawah ketentuan bank Indonesia >10%. Selama periode Desember 2007 sampai dengan Desember 2008 pendapatan bunga bersih yang dihasilkan oleh bank sebesar Rp. 824.238 juta dengan nilai rata-rata pertumbuhan sebesar 18%. Sementara itu,
rata-rata aktiva produktif mencapai
Rp. 60.383.183 juta, dengan rata-rata pertumbuhan perbulan sebesar 0%. Sedangkan selama periode Januari – Desember 2009 pendapatan bunga bersih mencapai Rp.780.703 juta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 14% dan rata-rata aktiva produktif sebesar Rp.34.440.619 juta lebih rendah dari tahun 2008 dengan
pertumbuhan negatif sebesar -3%, tetapi dari
perbandingan kedua indikator diatas menghasilkan rasio NIM lebih tinggi dari periode sebelumnya yaitu sebesar 2,36% atau naik sebesar 0,98%. Selanjutnya periode Januari - Desember 2010 pendapatan bunga bersih sebesar Rp.1.105.655 juta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 10% dan rata –rata aktiva produktif sebesar Rp. 38.643.029 juta dengan pertumbuhan sebesar 2%. Perkembangan yang positif ini memberikan kontribusi yang signifikan dengan kenaikan rasio NIM sebesar 3,11%, lebih tinggi dari periode sebelumnya sebesar 0,75%. Hal ini menunjukkan perbankan masih mempertahankan pendapatan bunga sebagai sumber pendapatan utama meskipun suku bunga acuan BI rate cenderung turun. Kinerja rasio NIM Bank Agro masih sangat rendah jika dibandingkan dengan ketentuan BI>10%. Kondisi ini disebabkan Bank Agro lebih cenderung mempertahankan bunga kredit sebaliknya bunga simpanan mengalami penurunan, karena selama periode 2007 sampai 2010 bank
70
cenderung tidak exspansif dalam penyaluran kredit, walupun suku bunga acuan BI-rate pada periode ini menurun. Pada periode yang sama, BI rate turun dari 12,75% pada akhir 2007 menjadi 6,75% hingga September 2011. Hal ini mengindikasikan penurunan suku bunga kredit lebih lambat dibandingkan pengurangan suku bunga Deposito, Tabungan, dan Giro yang mengikuti penurunan BI rate. Trend NIM Bank Agro yang fluktuatif cenderung berbeda dengan perkembangan suku bunga acuan Bank Indonesia. Paling tidak ada enam faktor yang mempengaruhi NIM Bank Agro, yaitu : 1. Struktur persaingan dari produk perbankan semakin tinggi untuk pasar deposit dan loan. Suku bunga tabungan bergerak antara 2,27% sampai 3,11%, sedangkan untuk deposito berkisar antara 5% - 7% sepanjang tahun 2010 sedangkan suku bunga rata-rata Bank Agro sepanjang tahun 2009 - 2010 sebesar 4% - 8% dan untuk deposito berjangka 2,09% 11,27%. Sedangkan suku bunga kredit Bank Agro sangat tinggi, rata-rata sekitar 11,25% - 13,25% makin kompetitif. 2. Suku bunga pasar tersebut menimbulkan besaran NIM akan semakin kecil dan sebaliknya. Hal ini terjadi karena dalam pasar yang kompetitif, tidak ada peluang bagi pelaku usaha (bank) untuk menetapkan excessive margin atau melakukan abuse of market power. Pengaruh persaingan dan atau struktur pasar terhadap tingkat NIM adalah positif. 3. Rata-rata biaya operasional.
Secara teori,
bank harus tetap
mempertahankan marjin positif untuk menutup biaya operasionalnya. Makin tinggi biaya operasional, makin tinggi tingkat NIM yang ditetapkan bank. Sebaliknya, apabila bank dapat meningkatkan efisiensi operasionalnya, maka spread atau marjin dapat juga ditekan atau dikurangi. Pengaruh biaya (efisiensi) operasional terhadap tingkat NIM adalah positif. Besarnya beban operasional Bank Agro seperti beban bunga deposito, tabungan, pinjaman yang diterima, giro, pinjaman subordinasi, provisi dan komisi meningkat tahun 2010 sebesar Rp. 150.759 juta, dan 2009 mencapai Rp. 102.778 juta. Kemudian tahun
71
2008 sebesar Rp. 224.659 juta, serta tahun 2007 sebesar Rp. 235.851 juta. Sedangkan beban operasional lainnya seperti beban umum dan administrasi, beban tenaga kerja serta penyisihan aktiva produktif tahun 2009 sebesar Rp. 155.008 juta, 2008 sebesar Rp. 143.939 juta dan tahun 2007 sebesar Rp. 116.374 juta. 4. Perbankan diasumsikan memiliki sikap risk averse. Dalam kondisi risk averse, makin tinggi risiko yang dihadapi oleh bank, maka kompensasi marjin terhadap risiko tersebut juga akan makin besar, begitu juga dengan kondisi sebaliknya. Pengaruh persepsi risiko bank berdampak positif terhadap tingkat net interest marjin. 5. Volatilitas suku bunga pasar uang. Pada prinsipnya, makin tinggi tingkat volatilitas suku bunga pasar uang, maka makin tinggi pula tingkat risiko dan premi yang harus dihadapi oleh perbankan. Semakin besar tingkat NIM yang harus ditetapkan oleh perbankan, begitu juga dengan kondisi sebaliknya. Volatilitas suku bunga berdampak positif terhadap tingkatan NIM. 6. Tingkat risiko kredit. Hampir sama dengan prinsip pengaruh volatilitas suku bunga pasar uang, makin tinggi tingkat risiko kredit yang dihadapi oleh perbankan, makin tinggi pula tingkat premi risiko yang harus ditanggung sehingga NIM akan semakin besar, begitu juga dengan kondisi sebaliknya. Perkembangan rasio kredit bermasalah Bank Agro tahun 2007 sebesar 4,67%, tahun 2008 turun sebesar 3,36%, kemudian tahun 2009 meningkat lagi sebesar 4,47% dan tahun 2010 kembali turun sebesar 1,84%. Sebagaimana pada volatilitas suku bunga, faktor risiko kredit juga berdampak positif terhadap tingkat Net Interest Margin. 7. Volume atau nilai dari kredit dan deposit. Pada intinya, makin besar jumlah kredit yang diberikan dan deposit yang dikumpulkan oleh bank, maka makin besar pula tingkat potensial loss yang dihadapi oleh bank, sehingga perlu dikompensasi dengan tingkat Net Interest Margin yang besar pula. Perkembangan rasio dana terhadap kredit Bank Agro tahun 2007 sebesar 77,02%, tahun 2008 meningkat sebesar 94,36%, kemudian periode tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 80,99%. Demikian
72
juga tahun 2010 turun sebesar 86,69%. Alokasi kredit yang paling tinggi pada sektor Agrobisnis mencapai 63% dari total portofolio kredit perseroan. Namun dari perspektif skala ekonomis, makin besar penyaluran kredit maka seharusnya terdapat benefit efisiensi yang ditimbulkan terkait dengan biaya per unit untuk pengelolaan dan penyaluran portfolio kredit. Kebijakan penguatan NIM Bank Agro kedepan dapat dilakukan dengan meningkatkan strategi pemasaran bank untuk pembiayaan kredit investasi Agrobisnis dan UKM serta ekspansi kredit pada sektor ritel, disamping itu juga peningkatan efisiensi operasional bank dengan menurunkan beban administrasi serta meningkatkan taransaksi e-money dan fokus pada jaringan teknologi informasi yang ada. Fungsi bank sebagai intermediasi dana masyarakat ke sektor usaha saat ini harus digenjot. Bank mulai mengurangi penempatan dananya di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan kembali aktif memberikan kredit.
Grafik NIM 0,06
Variable A ctual Fits Forecasts 95,0% PI
NIM
0,05 0,04
Moving Av erage Length 5
0,03
A ccuracy Measures MA PE 93,4405 MA D 0,0107 MSD 0,0002
0,02
BI >10%
0,01 0,00 1
8
16
24
32
40 Index
48
56
64
72
Gambar 10 Trend Analysis NIM Desember 2007-Februari 2011
73
Hasil analisis trend pada Gambar 10 dengan menggunakan metode Moving Average menunjukan adanya kenaikan untuk hasil forecast bulan ke 40 karena data terakhir 39 (Februari 2011) maka t (Maret 2011) rasio NIM sebesar 0.0296% dengan tingkat kesalahan prediksi MAPE 93,4405 dan MAD 0,0107. Hasil ini mengindikasikan terdapat potensi kenaikan rasio NIM pada bulan Maret 2011, artinya bank memiliki kemampuan meningkatkan pendapatan bunga, dari penggunaan aktiva produktifnya. Hasil Forecasting pada periode bulan ke 40 dengan nilai NIM sebesar 0,0296% dari periode dasar Februari 2011 sebesar 0,830% atau terjadi penurunan sebesar 0,800%. Berdasarkan peramalan ini Bank Agro sulit menaikan pendapatan bunga bersih kedepan yang berimplikasi pada penurunan laba bank. Data tersebut jika dibandingkan NIM rata-rata industri perbankan umum masih jauh dibawah rata-rata untuk tahun 2010 5,73% dan Juni 2011 sebesar 5,79%. Oleh karena itu manajemen dapat mengambil kebijakan strategis untuk mengendalikan beban operasional bank karena penurunan NIM biasanya disebabkan kenaikan biaya dana (cost of fund) dan penurunan pendapatan bunga bersih. Kenaikan biaya dana disebabkan peningkatan suku bunga acuan Bank Indonesia dan peningkatan bunga penjaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Jika kenaikan BI rate tidak disusul dengan peningkatan bunga penjaminan, kemungkinan besar biaya dana Perseroan tidak akan meningkat.
Adapun penurunan pendapatan bunga bersih dipengaruhi
ketatnya persaingan bunga kredit di pasar. Rata-rata suku bunga kredit turun menjadi 15,8% pada Juni 2011 dari 16,9% pada Juni 2010. Kondisi ini perlu diperhatikan agar suku bunga yang ditawarkan cukup kompetitif agar likuiditas bank terjaga.
74
4.2.6. Kinerja Rasio Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO) Perkembangan BOPO pada Bank Agro periode Desember 2007 sampai dengan Desember 2008 menunjukan terjadinya perubahan yang signifikan, dimana beban operasional bank sebanding dengan pendapatan operasional. Jumlah beban operasional sebesar Rp. 808.223 juta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 18,64%. Sedangkan pendapatan operasional sebesar Rp. 862.946 juta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 17,53%. Hasil perbandingan kedua indikator tersebut diperoleh rasio BOPO sebesar 90%. Sementara itu, periode Januari – Desember 2009 beban operasional mengalami peningkatan sebesar Rp.2.126.999 juta dengan rata-rata pertumbuhan 20,04%. Kenaikan beban operasional diikuti oleh kenaikan pendapatan operasional sebesar Rp.2.303.419 juta dengan tingkat pertumbuhan 20,73%. Dampak dari kenaikan ini adalah tingginya rasio BOPO mencapai 101% diatas ketentuan Bank Indonesia antara (70%-80%). Indikasi kenaikan BOPO bank berlanjut pada periode JanuariDesember tahun 2010 dimana beban operasional bank meningkat sebesar Rp. 3.150.676 juta dengan tingkat pertumbuhan sebesar 34,85%. Sedangkan pendapatan operasional juga mengalami kenaikan sebesar Rp. 3.276.470 juta dengan tingkat pertumbuhan sebesar 33,11%, sehingga menyebabkan rasio BOPO juga meningkat sebesar 103%. Kenaikan rasio BOPO yang terjadi pada bank ini, mencerminkan belum adanya perbaikan tingkat efisiensi kegiatan operasional akibat perbaikan business process dari penerapan low cost leadership strategic, namun justru yang terjadi adalah jumlah beban operasional ekuivalen dengan pendapatan operasional. Kondisi Bank Agro selama Desember 2007 Februari 2011 belum mencerminkan adanya perbaikan tingkat efisiensi, karena rasio BOPO masih diatas ketentuan BI antara range 70% - 80%. Kenaikan BOPO ini disebabkan oleh kenaikan beban operasional tahun 2010 sebesar 22,49% menjadi Rp 145.435 juta, tahun 2009 meningkat sebesar 4,40% menjadi Rp.118.726 juta. Meskipun porsi dana murah bank tidak meningkat, karena pertumbuhan dana tabungan tahun 2010 sebesar Rp. 144.486 juta atau 1,67%. Kenaikan yang signifikan pada
75
beban non-bunga ini didorong oleh kenaikan biaya administrasi sebesar 51,67% atau Rp. 57.369 juta tahun 2009 menjadi Rp 59.179 juta tahun 2010 atau sebesar 59,30 % dan biaya tenaga kerja yang naik 22,44% menjadi Rp. 55.985 juta dari sebelunya Rp. 45.723 juta. Sementara itu, beban bunga bank tahun 2010 turun sebesar -15,57% menjadi Rp. 194.535 juta, tetapi tahun 2009 mengalami kenaikan 7,96 % menjadi Rp. 224.838 juta sebelumnya Rp. 224.659 juta. Kenaikan yang tinggi pada biaya umum dan administrasi membuat laba operasi perseroan stagnan dilevel Rp. 27.189 juta. Sedangkan laba bersih tahun 2009 turun -42,52% menjadi Rp. 2.199 juta. BOPO yang tinggi mencerminkan kondisi bank yang tidak efisien sehingga bank cenderung mengurangi penyaluran kredit untuk menghindari kerugian yang lebih besar dan mengalihkan investasinya dalam surat berharga. Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 5 dimana
beban
operasional yang tertinggi berada pada periode Desember 2010 dengan total biaya operasional mencapai Rp.441.410 juta sedangkan yang terendah berada pada periode Januari 2008 dengan nilai sebesar Rp.7.285
juta.
Sedangkan untuk akumulasi pendapatan operasional yang terbesar berada pada periode
Desember 2010 dengan total pendapatan operasional
mencapai Rp. 465.899 juta dan untuk akumulasi pendapatan operasional yang paling rendah berada pada periode Januari 2008 dengan nilai sebesar Rp.8.522 juta. Kondisi
ini
menunjukan
Bank
Agro
tidak
mampu
mengimplementasikan manajemen risiko, menekan tingkat suku bunga perbankan dan pada akhirnya tidak mampu meningkatkan efisiensi. Berbagai teori manajemen keuangan menyatakan bahwa bank yang efisien akan menciptakan persaingan yang sehat dalam industri perbankan. Langkah perbaikan kedepan, untuk menurunkan rasio BOPO dengan cara menggunakan teknologi untuk meningkatkan transaksi elektronik (echannel) perbankan, risiko.
perbaikan sistem administrasi dan pengendalian
76
Hasil analisis trend pada Gambar 11 dengan metode Moving Average menunjukan adanya peningkatan hasil forecast bulan ke 40 karena data terakhir 39 (Februari 2011) maka t (Maret 2011) rasio BOPO sebesar 0.972%. Tingkat kesalahan prediksi MAPE 4,83392 dan MAD 0,04552. Hasil ini menggambarkan rasio BOPO yang tinggi, mencerminkan kondisi bank yang tidak efisien sehingga bank cenderung mengurangi penyaluran kredit untuk menghindari kerugian.
Grafik BOPO 1,10
Variable A ctual Fits Forecasts 95,0% PI
1,05
BOPO
1,00
Moving Av erage Length 5 A ccuracy MA PE MA D MSD
0,95 0,90
Measures 4,83392 0,04552 0,00310
BI = 80-90% 0,85 0,80
1
8
16
24
32
40 Index
48
56
64
72
Gambar 11 Trend Analysis BOPO Desember 2007-Februari 2011 Hasil Forecasting pada periode bulan ke 40 dengan nilai BOPO sebesar 97,22% dari periode dasar Februari 2011 sebesar 88.16% atau terjadi kenaikan sebesar 9,06%. Berdasarkan peramalan ini Bank Agro terjadi kenaikan beban operasional kedepan yang berimplikasi pada penurunan laba bank, oleh karena itu manajemen dapat mengambil kebijakan strategis untuk mengendalikan beban operasional bank. BOPO yang tinggi mencerminkan kondisi bank yang tidak efisien sehingga bank
77
cenderung mengurangi penyaluran kredit untuk menghindari kerugian yang lebih besar dan mengalihkan investasinya dalam surat berharga atau obligasi. 4.2.7. Analisa EVA Berdasarkan analisis dan perhitungan EVA yang telah dilakukan
pada
Lampiran 5 nilai EVA yang sangat rendah bahkan negatif. Selama periode bulan Desember 2007 – Desember 2008 nilai EVA Bank Agro hanya sebesar Rp. 3.158.405 juta atau 0,133% dr 0,43%. Pada periode ini nilai EVA bank positif karena Net Operational After Taxs (NOPAT) cukup tinggi yaitu sebesar Rp.49.532 juta. Sementara akumulasi Invested Capital sebesar Rp.36.844.104 dengan nilai Capital Charges sebesar Rp.3.158.405 juta. Nilai EVA pada periode ini mencerminkan kinerja bank memberikan laba ekonomis kepada pemegang saham. Hasil analisis tahun 2009 menunjukan nilai EVA negatif sebesar 0,079% atau Rp. 2.163.042 dengan rata-rata pertumbuhan 0,23%. Kondisi ini disebabkan perolehan NOPAT turun sebesar Rp.24.718 juta dengan nilai invested capital Rp.31.089.987 juta. Sementara itu nilai Capital Charges sebesar Rp. 2.243.779 juta atau pertumbuhan -1,81%. Kondisi ini berlanjut tahun 2010 dimana nilai EVA negatif – 0,233% atau sebesar Rp.2.163.042 juta . Nilai EVA yang rendah disebabkan Invested Capital naik sementara NOPAT turun. Akumulasi pendapat operasional bersih sebesar Rp.73.062 juta dan Invested Capital sebesar Rp.34.401.601 juta dengan nilai Capital Charges sebesar Rp.2.236.104 juta. Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 5 EVA yang tertinggi berada pada periode
Februari 2008 dengan total nilai EVA mencapai
Rp.264.016 juta sedangkan yang terendah berada pada periode September 2009 dengan nilai sebesar Rp.155.102 juta. Sedangkan untuk akumulasi pendapat operasional bersih yang terbesar berada pada periode Desember 2010 dengan total pendapatan operasional bersih mencapai Rp. 20.018 juta
78
dan untuk akumulas pendapatan operasional bersih yang paling rendah berada pada periode November 2008 dengan nilai sebesar Rp.42 juta. Hasil analisis untuk pertumbuhan dari masing-masing indikator EVA dan NOPAT dimana pertumbuhan tertinggi EVA terjadi pada periode Januari 2008 sebesar 63,33% dan terendah pada bulan Januari 2011 sebesar -100%. Sedangkan pertumbuhan pendapatan operasional bersih tertinggi terjadi pada periode bulan Desember 2008 sebesar 7121,43% dan terendah April 2010 sebesar -371,45%. Penurunan laba ekonomis tersebut di atas dicerminkan oleh pendapatan operasional bersih bank yang lebih rendah dibandingkan dengan Capital Charges. Penurunan laba terlihat pada November 2009 sebesar Rp.42 juta di bandingkan Capital Charges sebesar Rp.240.733 juta, hal yang sama juga terjadi pada Agustus 2009 sebesar Rp. 57 juta sementara Capital Charges Rp.168.525 juta. Kontraksi laba yang signifikan ini mencerminkan kinerja bank tidak memberikan nilai tambah ekonomis kepada pemegang saham karena laba yang diperoleh lebih rendah dari nilai equitas yang dikeluarkan, walaupun parameter yang digunakan oleh Steward nilai EVA >0. Kecenderungan
nilai
EVA
yang
rendah
bahkan
negatif
menggambarkan secara umum bahwa bahwa biaya equitas lebih besar dari pada laba bersih yang diperoleh. Hal ini disebabkan tingginya persentase biaya equitas (saham) yang disebabkan beberapa faktor yaitu; jumlah earning per - share, devident growth, dan nilai pasar saham Agro yang kurang diminati Investor. Laba/rugi persaham bank Agro tahun 2007 Rp. 2.35 juta, tahun 2008 sebesar Rp. 1.63 juta, tahun 2009 sebesar Rp.69 juta dan tahun 2010 sebesar Rp.4.32 juta. Sejak tercatat di Bursa Efek Surabaya perseroan baru pertama kalinya membayar dividen tunai kepada seluruh pemegang saham hanya untuk tahun buku 2005 sebesar Rp. 5 per saham dengan persentase dividen tunai terhadap laba bersih sebesar 44,33%. Selanjunya sampai dengan tahun buku 2010 perseroan tidak pernah membagikan dividen kepada pemegang saham.
79
Kebijakan strategis perseroan kedepan untuk menciptakan nilai tambah ekonomis kepada pemegang saham adalah melalui peningkatan laba bersih perusahaan, pengelolaan kegiatan operasional yang efisien untuk meningkatkan rentabilitas yang optimal dan penguatan struktur permodalan bank diatas 8% serta ekspansi kredit pada sektor yang prospektif baik sektor Agribisnis maupun sektor retail dan pembiayaan ekspor-import.
Grafik EVA 0,0100
Variable A ctual Fits Forecasts 95,0% PI
0,0075
Moving Av erage Length 5
EVA
0,0050
A ccuracy Measures MA PE 100,716 MA D 0,002 MSD 0,000
0,0025 0,0000
EVA>0 -0,0025 -0,0050 1
8
16
24
32
40 48 Index
56
64
72
Gambar 12 Trend Analysis EVA Desember 2007-Februari 2011 Hasil analisis trend pada Gambar 12 dengan metode Moving Average menunjukan adanya peningkatan. Hasil forecast bulan ke 40 karena data terakhir 39 (Februari 2011) maka t (Maret 2011) nilai EVA sebesar 0.0026%. Tingkat kesalahan prediksi MAPE 100,716 dan MAD 0,002. Hasil ini dapat memberikan indikasi nila EVA yang positif pada bulan maret 2011, artinya bank dapat memberikan laba ekonomis kepada pemegang saham.
80
Melihat besaran nilai peramalan pariode ke 40 sebesar 0,0026% dibandingkan dengan periode dasar 39 Februari 2011 sebesar -0,371% atau naik sebesar 0,368 basis poin, maka terdapat indikasi kenaikan trend laba ekonomis yang diciptakan oleh Bank Agro kedepan. Hasil peramalan yang positif ini dapat digunakan sebagai acuan untuk merumuskan kebijakan perseroan dalam mempertahankan laba bersih bank dengan mengendalikan
business
process
bank
secara
prudent
dengan
memanfaatkan peluang pertumbuhan pasar perbankan di Indonesia. 4.2.8. Analisa MVA Pada Lampiran 5 nilai MVA Bank Agro Niaga periode Desember 2007 sampai dengan Oktober 2008, nampaknya tidak memberikan nilai tambah pasar MVA, karena nilai MVA sama dengan nol. Penurunan nilai EVA pada periode ini disebabkan pergerakan harga pasar saham bank konstan pada angka Rp.235 perlembar sehingga selama periode ini tidak ada trading saham Bank Agro di Bursa Efek Indonesia. Kinerja MVA cenderung meningkat sepanjang Januari – Desember 2009. Selama periode ini nilai MVA sebesar Rp.225.541 juta atau sekitar 0,70%. Hal ini disebabkan terjadinya trading dengan jumlah lembar saham yang ditawarkan sebanyak 148.342 lembar pada harga pasar Rp.239, sementara harga nominal sebesar Rp.100 perlembar. Indikasi peningkatan juga terjadi pada
Januari – Desember 2010 nilai MVA sebesar
Rp.5.568.824 juta
atau 0,61%. Kenaikan MVA disebabkan kenaikan
jumlah lembar saham yang dijual sebanyak 1.840.538 pada harga pasar Rp.181 dan harga nominal Rp.100 perlembar yang mengakibatkan naiknya Equity Market Value (EMV) sebesar Rp. 14.178.839 juta dan Equity Book Value (EBV) sebesar Rp. 7.996.200. Hal ini menunjukkan, bahwa ekspektasi pasar terhadap saham Bank Agro masih jauh diatas nilai bukunya. Nilai MVA yang dihasilkan ini menjadi dasar untuk menilai kesuksesan atau kegagalan perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi pemegang saham karena perhitungan MVA memasukan nilai pasar dari perusahaan yang merupakan nilai terpenting bagi shareholders.
81
Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 5, EMV yang tertinggi berada pada periode Juli 2010 sebesar Rp.2.600.150, sedangkan yang terendah berada pada periode Desember 2007 sampai dengan Oktober 2009 tidak ada perdagangan saham yang dilakukan Bank Agro di Bursa Efek Indonesia sehingga nilai EMV Rp.0. Sedangkan untuk EBV tertinggi terjadi pada Juni 2010 sebesar Rp.1.485.800 dan terendah periode Desember 2007 sampai dengan Oktober 2009 sebesar Rp.0. Sedangkan nilai MVA tertinggi terjadi pada Juni 2010 sebesar Rp.1.161.942 dan terendah periode Desember 2007 sampai dengan Oktober 2009 sebesar Rp.0. Sementara itu, hasil analisis untuk pertumbuhan jumlah MVA tertinggi terjadi pada periode April 2010 sebesar 173,53% dan terendah 40,35% terjadi pada Maret 2010 Kondisi ini mencerminkan kinerja bank menurut persepsi investor telah memberikan nilai tambah pasar kepada pemegang saham karena nilai pasar bank lebih besar dari nilai bukunya. Implikasinya positif kepada Investor/pemegang saham yang menanamkan modal nya di bank agro ternyata menghasilkan kekayaan kepada mereka, dibandingkan mereka malakukan investasi pada portofolio lain.
82
Grafik MVA 1,0
Variable A ctual Fits Forecasts 95,0% PI
0,8
Moving Av erage Length 5
0,6 MVA
A ccuracy Measures MA PE 39,8074 MA D 0,1010 MSD 0,0308
0,4
MVA>0 0,2
0,0 1
8
16
24
32
40 Index
48
56
64
72
Gambar 13 Trend Analysis MVA Desember 2007 – Februari 2011 Hasil analisis trend Gambar 13 dengan metode Moving Average menunjukan adanya peningkatan. Hasil forecast bulan ke 40 karena data terakhir 39 (Februari 2011) maka t (Maret 2011) nilai MVA sebesar 0.628%. Tingkat kesalahan prediksi MAPE 39,8074 dan MAD 0,1010. Hasil ini dapat memberikan indikasi nila MVA yang positif pada bulan maret 2011, artinya bank dapat memberikan nilai tambah pasar kepada pemegang saham. Indikasi utama pencapaian positif
tersebut terlihat jelas pada
peningkatan nilai peramalan MVA pariode ke 40 sebesar 0,628% dibandingkan dengan periode dasar 39 Februari 2011 sebesar 0,41% atau naik sebesar 0,218 basis poin, maka terdapat indikasi kenaikan trend nilai tambah pasar yang diciptakan oleh Bank Agro kedepan. Hasil peramalan yang positif ini dapat digunakan sebagai acuan untuk merumuskan kebijakan perseroan dalam mempertahankan kinerja pasar bank dengan mengendalikan business process.
83
4.2.9. Analisa Return Saham Pada tahun 2007 kinerja return saham Bank Agro Niaga menunjukan perkembangan yang konstan dari Januari hingga Oktober 2009 seperti terlihat pada Lampiran 5. Harga saham ditawarkan oleh Bank Agro Niaga sebesar Rp. 235 per saham dengan return 0 (nol). Kondisi ini memberikan tekanan yang signifikan sebagaimana dilihat dari nilai return saham 0% Desember 2008. Sejalan dengan kondisi harga saham pada periode sebelumnya, maka kinerja return saham Bank Agro Niaga tidak menunjukan hasil yang positif Januari - Desember 2009 dengan nilai return saham –40 % harga saham diperdagangkan pada kisaran rata-rata Rp. 221 dengan jumlah lembar saham mencapai 5.501.000. Sementara itu, perkembangan return saham Januari –Desember
2010 sebesar -0,10%
dengan harga saham diperdagangkan rata-rata Rp.179 per lembar mencapai 86.288.000 atau 21,43%. Selanjutnya periode Februari 2011 nilai return saham kembali turun -8%. Hal ini menggambarkan risiko yang terkait dengan pergerakan pasar, atau ukuran risiko sistematis (systematic risk) perusahaan. Kondisi ini praktis tidak memberikan return yang posisitif bagi investor. Secara umum harga saham Bank Agro yang rendah ini menunjukan minat investor untuk membeli saham sangat rendah karena volume saham yang diperdagangakan hingga Februari 2011 hanya sebesar 6,712 lembar saham dengan nilai Rp. 1.004 milyar. Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 5 jumlah lembar saham yang tertinggi berada pada periode Juli 2010 sebanyak 14.858.000 lembar, sedangkan yang terendah berada pada periode Desember 2007 sampai dengan Oktober 2009 tidak ada perdagangan saham yang dilakukan Bank Agro di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan untuk return saham tertinggi terjadi pada Juni 2010 sebesar 44% dan terendah Maret 2010 sebesar – 81%. Hasil analisis untuk pertumbuhan dari masing-masing indikator dimana pertumbuhan jumlah lembar saham terjadi pada periode Desember 2009 sebesar 581,39% dan terendah pada bulan November 2010 sebesar 64%. Sedangkan pertumbuhan harga saham tertinggi terjadi pada periode
84
bulan Juni 2010 sebesar 44,03% dan terendah Mei 2010 sebesar -14,65%. Nilai perbandingan kedua indikator diatas, maka dapat diketahui kinerja tertinggi return saham terjadi pada bulan Januari 2011 sebesar 361,11% dan terendah Oktober 2010 sebesar -1685,71%. Kondisi pada periode ini menggambarkan adanya apresiasi pasar terhadap kinerja keuangan Bank Agro Niaga yang disebabkan informasi akan di akuisisi oleh BRI. Hasil analisis trend pada Gambar 14
dengan
metode Moving
Average menunjukan adanya peningkatan. Hasil forecast bulan ke 40 karena data terakhir 39 (Februari 2011) maka t (Maret 2011) nilai return saham sebesar
0,0926% dengan tingkat kesalahan
prediksi
MAPE
157,118 dan MAD 0,100. Hasil ini dapat memberikan indikasi nila return saham yang positif pada bulan Maret 2011, artinya bank dapat memberikan return positif kepada Investor. Sementara itu, respon positif trend return saham terlihat pada perubahan yang signifikan pada peramalan periode ke 40 sebesar 0,0926% terjadi kenaikan sebesar 201,29% basis poin dibandingkan periode dasar sebesar -201,20%. Perubahan yang signifikan ini menunjukan adanya harapan adanya kenaikan return saham Bank Agro dimasa akan datang.
85
Grafik Return Saham Variable A ctual Fits Forecasts 95,0% PI
0,50
Return Saham
0,25
Moving Av erage Length 5
0,00
A ccuracy Measures MA PE 157,118 MA D 0,100 MSD 0,043
-0,25
Return Saham >0 -0,50
-0,75 1
8
16
24
32
40 48 Index
56
64
72
Gambar 14 Trend Analysis Return Saham Desember 2007 – Februari 2011
4.3. Analisa Lingkungan Internal dan Eksternal Bank Agro Setelah dilakukan penelitian terhadap postur kinerja Bank Agro Niaga per Desember 2007-Februari 2011 berbasiskan rasio-rasio laporan keuangan, profile kinerja Bank Agro Niaga, analisa EVA, MVA dan return saham yang diciptakan, terdapat poin-poin penting yang dapat di simpulkan dengan analisa SWOT sebagai berikut :
86
Tabel 2 Matrik IFE (Kekuatan) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Faktor Kekuatan Perusahaan
Rating
Manajemen secara konsisten menerapkan Good Corporate Governance (GCG) sesuai peraturan Bank Indonesia Bank memiliki segmen Captive Market Agro bisnis di Indonesia Performance bank cukup baik setelah diakuisisi oleh Bank Rakyat Indonesia Jaringan kantor pelayanan bank didukung oleh ketersediaan teknologi perbankan Likuiditas pengelolaan aktiva produktive terjaga Penerapan manajemen risiko dan mitigasi risiko sesuai peraturan Bank Indonesia Memiliki SDM yang berusia muda dan potensial untuk dikembangkan Biaya modal relatif rendah Bank menjalin kerjasama Co- Financing dengan mitra bisnis Bank mampu menjaga Net Performing Loan (NPL) di bawah 5%
Bobot
Skor Kode
4 0,071567
0,29 S1
4 0,059961
0,24 S2
3 0,052224
0,16 S3
3 0,056093 3 0,054159
0,17 S4 0,16 S5
3 0,061896
0,19 S6
4 0,056093 3 0,044487
0,22 S7 0,13 S8
4 0,058027
0,23 S9
4 0,054159
0,22 S10
Sumber : Data Primer diolah tahun 2012 4.3.1. Analisis Internal Factor Evaluation (IFE) Dalam mengukur kekuatan Bank Agro dalam menjalankan bisnis perbankan terkait dengan memperkuat bisnis lending dan funding serta jasa transaksi perbankan diperlukan analisis menyeluruh terhadap kondisi perbankan saat ini, sehingga manajemen bank dapat menetapkan strategi pemasaran yang tepat dalam meningkatkan daya saing bank. Berikut ini diuraikan indikator kunci yang menjadi kekuatan
Bank Agro sebagai
berikut : A. Kekuatan Komponen kekuatan Bank Agro merupakan modal utama untuk membangun daya saing pada pasar Perbankan di Indonesia. Kekuatan dapat digunakan sebagai alternatif mengembangkan differensiasi dan positioning untuk meraih peluang dan mengatasi ancaman. Berikut ini beberapa indikator kekuatan yang dimiliki Bank Agro : 1. Manajemen Governance
secara (GCG)
konsisten sesuai
menerapkan peraturan
Bank
Good
Corporate
Indonesia
NO.
8/4/PBI/2006, tanggal 5 Oktober 2006. Aspek-aspek GCG yang telah diterapkan Bank Agro adalah ; menyempurnakan tugas dan tanggungjawab direksi dan komisaris, melengkapi pelaksanaan tugas-
87
tugas komite melaksanakan Fungsi kepatuhan dilaksanakan sesuai dengan PBI no 1/6/PBI/1999, penerapan fungsi audit intern dan dan ekstern, prinsip kehati-hatian dalam penyedian dana kepada pihak terkait dan debitur besar, transparansi dan akuntabilitas. 2. Bank memiliki kekuatan pada segmen Captive Market Agro bisnis di Indonesia. Portofolio kredit Bank Agro sebagian besar antara (65%75%) disalurkan disektor bisnis, baik on farm seperti usaha Perkebunan Kelapa Sawit, Perkebunan Teh, Tebu maupun Peternakan Sapi dan on farm seperti Pengembangan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit, Pembiayaan Perdagangan Gula hingga pembiayaan Ekspor Import CPO, Kakao, Sapi dan Teh. 3. Performance bank cukup baik setelah diakuisisi oleh BRI. Bank Agro menambah modal dengan cara di akuisisi oleh BRI dengan nilai saham 88,65% senilai 3.030.239.023 lembar saham yang ditunjukan dengan kenaikan harga saham Maret 2011 sebesar Rp.171/lembar dengan value of share sebesar Rp.343.670 juta tertinggi sejak perode Desember 2007. 4. Bank memiliki jaringan operasi sebanyak 7 (tujuh) kantor cabang dan 8 (delapan) kantor cabang pembantu yang yang dilengkapi ATM sebanyak 19 buah tersebar di wilayah di Indonesia 5. Likuiditas pengelolaan aktiva produktif terjaga, hal ini dilihat dari kinerja keuangan bank diakhir 2010 mencerminkan laba bersih Rp. 14.027 juta, laba rugi bersih per saham Rp. 4.320 juta, NPL 1,84%, NPL gross 8,75%, Aset bersih Rp. 12.012 juta. 6. Penerapan manajemen risiko dan mitigasi risiko sesuai peraturan Bank Indonesia. Bank Agro telah melakukan langkah-langkah penyempurnakan
pedoman
kebijakan,
strategi,
ketentuan
dan
peraturan Manajemen Risiko untuk mencapai tujuan atau sasaran (goals) yang telah ditetapkan manajemen Bank, mereview dan menyempurnakan atas usulan penetapan besarnya limit risiko dan limit transaksi serta limit produk dan menerapkan sistem scoring model untuk kredit konsumer/karyawan dan kredit multiguna.
88
Sedangkan untuk pengukuran risiko kredit korporasi, saat ini masih dilakukan pengkajian dan perumusan atas kebutuhan sistem informasi manajemen yang dibutuhkan, merumuskan dan membuat sistem manajemen risiko yang memadai dan terintegrasi dengan core banking system yang saat ini masih dilakukan pengkajian dan perumusan atas kebutuhan sistem informasi manajemen yang dibutuhkan dan melakukan sosialisasi rencana penerapan internal credit models yang telah dikembangkan oleh Bank, sehingga dapat dilaksanakan secara menyeluruh dan konsisten. 7. Memiliki
SDM
yang
berusia
muda
dan
potensial
untuk
dikembangkan. Manajemen Bank Agro didukung oleh SDM berkualitas dengan sistem penilaian risk based grading untuk peningkatan prestasi dan budaya kerja disemua unit. Saat ini jumlah karyawan mencapai 454 orang. 8. Biaya modal relatif rendah yang ditunjukan dengan rasio biaya operasional dibandingkan dengan pendapatan operasional dibawah ketentuan Bank Indonesia, untuk tahun 2010 sebesar 95,84% dan tahun 2009 sebesar 97,98%. Sedangkan tingkat bunga acuan yang ditetapkan bank cukup kompetitif sebesar sebesar 6,10% tahun 2010. 9. Bank Agro menjalin kerjasama Co-financing dengan LPEI untuk pembayaran ekspor Agrobisnis senilai Rp. 169.520 milyar dan PT. Permodalan Nasional Madani terkait kredit petani senilai Rp. 18.750 milyar. 10. Bank mampu menjaga Net Performing Loan (NPL) di bawah > 5%. Tingkat kesehatan bank sebagai bagian dari penerapan praktik pengelolaan Bank dengan kehati-hatian dapat dikelola dengan baik. Kredit bermasalah bersih (NPL) terbukti dapat dipertahankan sebesar 1,84%, tahun 2010 4,47% tahun 2009 dan 3,36% tahun 2008 di bawah NPL maksimal arahan Bank Indonesia sebesar 5%.
89
Tabel 3. Matriks IFE (Kelemahan) No 1 2 3 4 5 6 7
Faktor Kelemahan Perusahaan Bank Agro belum dikenal luas oleh pasar (brand marketable) Pengembangan kantor cabang baru di seluruh Indonesia Efektifitas fungsi intermediasi untuk menjaga tidak terjadinya undisbursed loan Inovasi produk baru yang ditawakan ke pasar dalam tiga tahun terakhir ini Cara berkomunikasi dengan masyarakat melalui promosi produk, iklan, brosur, media on-line. Kecukupan mekanisme Internal kontrol yang dimiliki bank Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang,pasar modal dan sumber pendanaan lain
Rating
Bobot
Skor Kode
2
0,058027
0,12
W1
2
0,069632
0,14
W2
2
0,058027
0,12
W3
1
0,059961
0,06
W4
1
0,061896
0,06
W5
2
0,061896
0,12
W6
1
0,061896
0,06
W7
1
2,68
Total Skor Kekuatan + Kelemahan Sumber : Data Primer diolah (2012)
Mengukur kelemahan Bank Agro dalam menjalankan bisnis perbankan terkait dengan memperkuat bisnis lending dan funding serta jasa transaksi perbankan diperlukan analisis menyeluruh terhadap kondisi perbankan saat ini, sehingga manajemen bank dapat menetapkan strategi pemasaran yang tepat dalam meningkatkan daya saing bank. Berikut ini diuraikan indikator kunci yang menjadi kelemahan Bank Agro sebagai berikut : A. Kelemahan Beberapa aspek penting berikut ini merupakan indikator yang dapat dijadikan parameter untuk mengukur kelemahan Bank Agro yaitu; 1. Bank Agro belum dikenal luas oleh pasar (brand marketable). Perseroan baru memiliki jaringan operasi sebanyak 7 (tujuh) kantor cabang dan 8 (delapan) kantor cabang pembantu yang tersebar diwilayah Jakarta, Tangerang, Surabaya, Medan, Pekan baru, Bandung, Semarang dan Balikpapan. Jumlah kantor cabang yang masih terbatas ini menyebabkan Bank Agro belum dikenal luas di Masyarakat. Selain itu, kurangnya promosi yang dilakukan bank selama ini menyebabkan masyarakat belum terbiasa bertransaksi melalui fasilitas yang dimiliki bank Agro. Demikian juga dalam hal tabungan, deposito dan giro. Indikasi tersebut dapat dilihat dari pertumbuhan pangsa pasar bank cukup kecil dibandingkan rata-rata industrinya seperti giro tumbuh 0,09%, tabungan 0,02%, deposito 0,19%, modal kerja 0,10% dan konsumsi 0,11%.
90
2. Pengembangan kantor cabang baru
di seluruh Indonesia. Belum ada
rencana aksi korporasi untuk menambah jaringan kantor Bank Agro sejak tahun 2010 masih berjumlah 21 kantor cabang dengan jumlah fasilitas ATM sebanyak 26 unit, kecuali adanya rencana pembukaan kantor cabang pembantu ke wilayah Jambi. 3. Efektifitas
fungsi
intermediasi
untuk
menjaga
tidak
terjadinya
undisbursed loan. Kebanyakan perseroan menempatkan dana pada pasar uang antar bank (PUAB) untuk meminimalisasi biaya dana yang timbul sebagai akibat dana yang belum disalurkan ke kredit dan mengambil kesempatan trading untuk mendapatkan keuntungan spread/margin. Kebijakan ini menimbulkan lemahnya fungsi intermediasi bank dalam penyaluran kredit dimana tahun 2010 kredit modal kerja tumbuh 0,10%, konsumsi 0,11% sementara rata-rata industri mencapai > 10,6%. Sementara suku bunga rata-rata tahunan selama tahun berjalan adalah sebesar 4,00%-8,00% untuk deposito on call dan 2,09% - 11% untuk deposito berjangka 4. Inovasi produk baru yang ditawakan ke pasar dalam tiga tahun terakhir sangat kurang dibandingkan rata-rata industri. Sepanjang tahun 2010 bank terlalu berfokus pada portofolio kredit Agrobisnis mencapai 65% 75%, sementara usaha pengembangan produk baru untuk sasaran dunia usaha atau kredit korporasi dan retail kurang diminati. Demikian juga produk funding masih terbatas pada deposito, giro dan tabungan sementara pemanfaatan layanan taransaksi bank masih kurang hal ini dilihat dari pendapatan bersih bank non bungan masih rendah dimana tahun 2009 hanya tumbuh 5,01% dibandingan rata-rata industri 23,57%. 5. Tehnik berkomunikasi dengan masyarakat melalui
promosi produk,
iklan, brosur, media on-line. Strategi marketing komunikasi bank belum maksimal dilihat dari intensitas promosi produk, iklan, brosur maupun media on-line. Berdasarkan hal ini Bank Agro belum memanfatkan teknologi yang semakin maju dalam menunjang pelayanan bank seperti layanan perbankan yang dapat diakses dengan mudah melalui internet dan
ponsel
untuk
menjawab
kebutuhan
nasabah
yang
dalam
91
keseharianya mengutamakan fleksibilitas, kecepatan dan keamanan untuk bertransaksi 24 jam dimanapun mereka berada. Brand positioning bank juga belum kelihatan untuk di promosikan kepada masyarakat melalui mobile banking sebagai upaya terobosan strategi promosi untuk meningkatkan potensi pasar pengguna e-banking yang masih terbuka lebar. 6. Kecukupan mekanisme Internal kontrol yang dimiliki bank. Manajemen Bank Agro masih terus meningkatkan kemampuan dalam memperbaiki internal kontrol sebagai wujud penerapan GCG. Penerapan fungsi audit internal yang belum berjalan maksimal di bank terkait dengan macro risk assessment terhadap aspek pemantauan dan pengendalian kredit existing. Selama ini pemantauan dan pengendalian hanya dikantor pusat saja, sementara untuk kantor cabang hanya sistem sampling saja untuk debitur plafon besar. 7. Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal dan sumber pendanaan lain. Sumber pendanaan bank yang berasal dari penjualan saham masih rendah karena harga saham bank kurang diminati investor range harga saham rata-rata masih dibawah Rp.300 / lembar saham bahkan tidak ada trading selama Desember 2007 sampai dengan Oktober 2009 sehingga sumber pendanaan dari penjualan saham tidak signifikan. Selama ini sumber dana yang dipakai perseroan berasal dari akuisisi oleh BRI tahun 2010, fasilitas pinjaman dari Bank Indonesia untuk membiayai kredit koperasi dari nasabah bank serta penerbitan obligasi. Berdasarkan hasil analisis internal, telah teridentifikasi sebanyak 10 indikator kekuatan dan tujuh indikator kelemahan Bank Agro. Jumlah responden yang diminta mengisi kuesioner 1 (satu) orang yaitu kepala bagian pengembangan produk dan riset pasar. Hasil analisis skoring kuesioner sebesar 2,68. Hasil tersebut menunjukan secara internal Bank Agro memiliki kemampuan untuk mengembangkan bisnis perbankan kedepan dengan berfokus pada pertumbuhan Core Business yang dijalankan saat ini pada segmen Captive Market, yaitu berhubungan dengan sektor Agrobisnis.
92
Kekuatan yang dimiliki Bank Agro dengan nilai tertinggi pada indikator kemampuan manajemen secara konsisten menerapkan GCG sesuai peraturan Bank Indonesia dengan nilai 0,29. Nilai terendah faktor kekuatan adalah kemampuan Likuiditas pengelolaan aktiva produktif sebesar 0,16. Sedangkan kelemahan Bank Agro berdasarkan analisa IFE yang tertinggi adalah pengembangan kantor cabang baru diseluruh Indonesia dengan nilai 0,14 sedangkan faktor kelemahan dengan nilai terendah adalah Inovasi produk baru yang ditawakan ke pasar dalam tiga tahun terakhir ini. Cara berkomunikasi dengan masyarakat melalui promosi produk, iklan, brosur, media on-line dan kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal dan sumber pendanaan lain masing – masing dengan nilai 0,06%. 4.3.2. Analisis Eksternal Factor Evaluation (EFE) Kajian faktor eksternal terdiri dari 10 (sepuluh) indikator yang dinilai menjadi peluang pertumbuhan bisnis Bank Agro Niaga terdiri atas peluang 10 (sepuluh) indikator dan ancaman sebanyak 9 (smbilan) indikator seperti terlihat pada Tabel 5 berikut ini : Tabel 5 Matriks EFE (Peluang) No
Faktor Peluang Perusahaan
Rating
Bobot
Skor
Kode
1
Luasnya pasar Agrobisnis di Indonesia
4
0,061350
0,25
O1
2
Trend Pertumbuhan ekonomi yang positif dalam lima tahun terakhir ini
3
0,058282
0,17
O2
3
Potensi pembiayaan kredit Agrobisnis meningkat
4
0,050613
0,20
O3
4
Meningkatnya potensi investor asing dan domestik pada industri Agrobisnis
3
0,052147
0,16
O4
5
Regulasi dan kebijakan perbankan yang kondusif
4
0,059816
0,24
O5
6
Melemahnya kondisi pasar keuangan global akibat krisis di Amerika dan Eropa
4
0,049080
0,20
O6
7
Ekspektasi stakeholders terhadap manajemen organisasi tinggi
3
0,049080
0,15
O7
8
Tingginya suku bunga kredit perbankan
3
0,055215
0,17
O8
9
Prioritas kebijakan pemerintah dibidang energi dan ketahanan pangan
3
0,050613
0,15
O9
Peningkatan akses kredit UMKM melalui lembaga penjaminan kredit daerah (LPKD)
3
0,047546
0,14
O10
10
Sumber : Data Primer diolah tahun 2012
Hasil identifikasi alisisis EFE berdasarkan hasil kuesioner berikut ini dijelaskan indikator peluang dan ancaman yang teridentifikasi sebagai berikut:
93
A. Peluang 1. Luasnya pasar Agrobisnis di Indonesia dilihat dari potensi geografis meliputi Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Jambi, Jawa Barat, Papua, Maluku dan Aceh. Sedangkan untuk sektor korporasi sangat terbuka untuk bekerjasama dengan Perusahan seperti Group Sampoerna Agro, Grup Rajawali, Group Gunung Sewu, Group Jarum, Indofood Sukses Makmur, Asia Agri, Astra Agro, Sinar Mas, Davomas Abadi, Budi Acid Jaya, Tunas Baru lampung, Sorini Asia Agro Corporation, Group Incasi Raya Musim Mas, PT.London Sumatera, Group Para dan lain-lain 2. Trend Pertumbuhan ekonomi yang positif dalam lima tahun terakhir ini dimana tahun 2011 mencapai 6,1% dan diperkirakan tahun 2012 mencapai 6,5% merupakan pondasi untuk menciptakan peluang bisnis. Disamping itu, pertumbuhan sektor riel yang cukup tinggi mendorong peningkatan ekspansi kredit perbankan tahun 2010 mencapai 22,80%, dan tahun 2011 24,64% dan 2012 diproyeksi meningkat sebesar 27%. (BPS, 2011) 3. Pertumbuhan potensi pembiayaan kredit Agrobisnis meningkat dimana trend kredit sektor pertanian, perkebunan dan sarana pertanian terus meningkat, tahun 2011 mencapai 11,62%, dapat dimanfaatkan oleh Bank Agro untuk meningkatkan pembiayaan kredit. Sebagai pondasi untuk melakukan ekspansi usaha kedepan selain pertumbuhan kredit juga adanya peluang Indonesia sebagai negara penghasil utama CPO dengan total produksi mencapai 20,7 juta ton dengan nilai ekspor CPO mencapai U$$13 milyar. Potensi lain yang dapat dimanfaatkan adalah akselarasi kebijakan Pemerintah mendorong investasi sektor Agribisnis
sebagai
driver ketahanan pangan dan energi nasional. Sementara itu proyeksi kebutuhan investasi pertanian sebesar Rp 1.360, 6 trilyun (PMDN 73% dan PMA 27%). Target kebutuhan investasi swasta pada tahun 2012 diharapkan dapat mencapai Rp 56,28 trilyun dari investor asing (PMA) dan Rp 144,42 trilyun investor dalam negeri (PMDN).
94
4. Meningkatnya potensi investor asing dan domestik pada industri Agrobisnis Nilai kapitalisasi saham sektor agribisnis tercatat naik tertinggi secara year to date sebesar 18,98% menjadi Rp 125,18 triliun per 22 Juni 2011, dibandingkan akhir 2010 yang tercatat Rp 105,23 triliun. Analis memprediksi nilai kapitalisasi sektor agribisnis berpotensi bisa lebih besar jika perusahaan-perusahaan perkebunan nasional mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia pada sektor Agrobisnis sektor pangan dan perkebunan di Tanah Air pada 2011 mencapai Rp8,3 triliun penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing sebesar US$1 miliar. (Kementrian Pertanian 2012). 5. Regulasi dan kebijakan perbankan yang kondusif untuk mendorong perbankan nasional melaksanakan fungsi intermediasi secara efektif. Disamping itu juga BI
menjaga stabilitas makro ekonomi dengan
pengendalian suku bunga acuan bank, (SBI), inflasi dan nilai tukar yang cukup stabil. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh Bank Agro untuk menjalankan bisnis perbankan. 6. Melemahnya kondisi pasar keuangan global akibat krisis di Amerika dan Eropa. Krisis Eropa ternyata mulai mempengaruhi perbankan nasional. Pengaruh tersebut berasal dari nasabah bank yang terkait langsung dengan ekspor Agrobisnis
Eropa. Bank yang nasabahnya memiliki hubungan
dagang dengan Yunani, Spanyol, dan negara Eropa lainnya mulai terganggu. Investor asing dari sejumlah negara melakukan sorted dan penarikan dana investasi valuta asing. 7. Ekspektasi stakeholders terhadap manajemen organisasi
tinggi. Bank
Agro setelah diakuisisi oleh Bank Rakyat Indonesia dengan penyertaan saham sebesar 79,80% dan DAPENBUN 14,00% memberikan dukungan yang kuat terhadap penambahan modal bank, sehingga menimbulkan ekspektasi yang cukup tinggi terhadap kinerja Perseroan dimasa akan datang. Implikasi dari kebijakan ini adalah naiknya harga saham bank
95
Oktober 2010 sebesar Rp.210 persaham dengan volume trading mencapai Rp.26.211 juta. 8. Tingginya suku bunga kredit perbankan masih sekitar 12 persen, sementara di luar negeri suku bunga kredit rata-rata 3-4 persen. Kondisi ini berbanding terbalik dengan Penurunan BI Rate menjadi 5,75 persen semestinya harus diikuti dengan penurunan bunga kredit perbankan. Penurunan ini penting untuk mendorong pertumbuhan usaha kecil dan menengah sehingga masing-masing bank dapat menetapkan suku bunga kompetitif termasuk Bank Agro. 9. Prioritas kebijakan pemerintah dibidang energi dan ketahanan pangan yang telah dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2001 menekankan prioritas ketahanan pangan dan energi nasional akan mendorong kenaikan pembiayaan investasi angan dan energi yang dapat dibiyai oleh Bank Agro. 10. Peningkatan akses kredit UMKM melalui Lembaga Penjaminan Kredit Daerah (LPKD). Potensi peningkatan kredit UKMK (kredit usaha mikro, usaha kecil dan menengah) Triwulan IV 2010 mencapai Rp.332.600 triliun dan Triwulan I 2011 sebesar Rp.15.700 triliun dengan net ekspansi perbankan mencapai Rp.332.600 triliun tahun 2010 dan 2011 mencapai Rp.58.190 triliun. Sedangkan potensi kredit MKM tahun 2010 berdasarkan plafon kredit sebesar Rp.193.700 triliun dan tahun 2011 mencapai Rp.48.949.320 juta. Potensi ini dapat dimanfatkan oleh Bank Agro untuk meningkatkan kredit UMKM karena baru dimanfaatkan sebesar 37,04% atau Rp.1.965.681 juta tahun 2009 (Bank Indonesia 2011).
96
Tabel 6 Matriks EFE (Ancaman) No Faktor Ancaman Perusahaan
Rating
Bobot Skor Kode
1 Kompetisi yang ketat antar perbankan
2 0,053681
0,11 T1
Meningkatnya pangsa pasar bank BUMN dalam 2 pembiayaan kredit Agrobisnis
2 0,050613
0,10 T2
Ketatnya persyaratan Bank Indonesia tentang ketentuan 3 modal inti (tier1)
3 0,053681
0,16 T3
Nasabah belum sepenuhnya memahami manfaat dan 4 risiko produk Bank Agro.
2 0,062883
0,13 T4
5 Pertumbuhan kredit perbankan nasional meningkat
3 0,055215
0,17 T5
6 Praktek transfer pricing bank-bank swasta
2 0,047546
0,10 T6
7 Meningkatnya kepemilikan asing di Perbankan
2 0,050613
0,10 T7
8 Mahalnya investasi teknologi Perbankan
3 0,050613
0,15 T8
Potensi pertumbuhan produk jasa keuangan akibat 9 pergeseran demografi (kelas menengah baru)
2 0,041411
0,08 T9
Total Peluang +Ancaman
1
2,91
Sumber : Data primer diolah (2012)
Hasil identifikasi alisisis EFE berdasarkan hasil kuesioner berikut ini dijelaskan indikator ancaman yang teridentifikasi sebagai berikut: B. Ancaman Hasil kajian faktor eksternal yang menjadi potensi ancaman bagi Bank Agro dapat teridentifikasi beberapa indikator sebagai berikut ; 1. Kompetisi yang ketat antar perbankan. Berdasarkan data Bank Indonesia jumlah bank yang beroperasi di Indonesia terdiri dari Bank umum swasta nasional non devisa yang mencapai 29 bank dari total Bank umum lainnya termasuk Bank Asing 165 Bank. Kondisi pasar yang semakin kompetitif, menyebabkan Bank Umum Swasta Nasional non devisa menghadapi persaingan yang sangat ketat dan merupakan ancaman bagi Bank Agro Niaga. 2. Meningkatnya pangsa pasar bank BUMN dan dalam pembiayaan kredit UMKM Agrobisnis. Pada tahun 2011 Bank BNI dan BRI memberikan total pembiayaan kredit modal kerja untuk memperkuat sektor Agrobisnis khususnya BUMN Perhutani masing – masing mencapai Rp.10 triliun. Kondisi ini akan memperkecil peluang Bank Agro bersaing dalam skema penyaluran kredit.
97
3. Ketatnya persyaratan
Bank Indonesia tentang ketentuan modal inti
(tier1). Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.9/12/PBI/2007 tentang pesyaratan rasio kecukupan modal bank minimum 8% atau senilai Rp.100 milyar berimplikasi pada kemampuan bank mencari tambahan modal inti untuk memperkuat tingkat likuiditas bank termasuk Bank Agro. 4. Nasabah belum sepenuhnya memahami manfaat dan risiko produk Bank Agro. Reputasi brand Bank Agro belum dikenal luas oleh masyarakat di Indonesia sehingga masyarakat belum terbiasa menyimpan,meminjam dan bertransaksi melalui Bank Agro. Disamping itu juga, jenis produk yang ditawarkan belum sepenuhnya dipahami masyarakat. 5. Potensi pertumbuhan kinerja kredit perbankan nasional tahun 2010 terus meningkat sebesar 22,80%, DPK 18,54%, dan laba meningkat 26,75%. Periode Maret 2011 Kredit 24,64% DPK 18,64% dan Laba 20,73%. Kondisi ini akan mendukung pertumbuhan kinerja Bank Agro karena potensi pasar perbankan nasional yang terus meningkat seiring dengan stabilnya pertumbuhan makro ekonomi. 6. Praktek transfer pricing bank-bank swasta. Adanya perbedaan tarif pajak di berbagai negara telah mendorong perbankan asing melakukan penghematan pajak melalui akuisisi bank di negara yang tarif pajaknya rendah. Disisi lain, banyak perbankan di Indonesia sedang menghadapi masalah transfer pricing karena diduga melakukan penghematan pajak melalui praktek transfer pricing. 7. Meningkatnya kepemilikan asing di Perbankan. Data Bank Indonesia, per Februari 2011 terdapat empat bank persero, 36 bank umum swasta nasional (BUSN) devisa, 31 BUSN nondevisa, 26 bank pembangunan daerah, 14 bank campuran, dan 10 bank asing. Kredit yang dikucurkan bank asing mencapai Rp.117,057 triliun per Februari 2011. Dana pihak ketiga yang dihimpun sebesar Rp.127.249 triliun. Total aset 10 bank asing sebesar Rp.228.171 triliun.
98
8. Mahalnya investasi teknologi Perbankan. Investasi teknologi perbankan untuk meningkatkan layanan perbankan membutuhkan sedikitnya biaya 25% dari belanja modal (cost of capital) hal ini memberatkan perbankan. Kemajuan
teknologi
juga
mempengaruhi
tinggi-rendahnya
biaya
operasional suatu bank. Membangun infrastruktur teknologi untuk cabangcabang Bank Agro biayanya besar. 9. Potensi pertumbuhan produk jasa keuangan akibat pergeseran demografi (kelas menengah baru). Pada 2010 kelas menengah Indonesia mencapai 134 juta jiwa atau 56,5% . Menurut studi Bank Dunia, kalangan kelas menengah dengan pendapatan US$6-US$10 atau Rp.2,6-5,2 juta perbulan 5% serta golongan menengah berpendapatan US$10-US$2 atau Rp. 5,2 – Rp. 6 juta perbulan atau 1,3%. Kondisi ini akan mendorong naiknya konsumsi dan saving. Namun kedepannya, akan menjadi sumber pembiayaan pembangunan melalui pasar keuangan seiring meningkatnya pendapatan karena Sektor keuangan sangat terkait dengan peningkatan kelas menengah. Peluang pasar yang dimiliki Bank Agro dengan nilai tertinggi pada indikator luasnya pasar pasar Agrobisnis di Indonesia dengan nilai 0,25. Nilai terendah faktor kekuatan adalah Ekspektasi stakeholders terhadap manajemen organisasi dan prioritas kebijakan pemerintah dibidang energi dan ketahanan pangan masing-masing sebesar 0,15. Sedangkan faktor ancaman Bank Agro berdasarkan analisa IFE yang tertinggi adalah tingginya suku bunga kredit perbankan dengan nilai 0,17 sedangkan faktor kelemahan dengan nilai terendah adalah melemahnya kondisi pasar keuangan global akibat krisis di Amerika dan Eropa dengan nilai 0,08%. 4.4. Penentuan Posisi Bank Agro Niaga Penentuan posisi Bank Agro Niaga didasarkan pada analisis total skor faktor internal dan faktor eksternal dengan menggunakan model Internal – Eksternal matriks. Berdasarkan Internal – Eksternal matriks dengan nilai
99
total skor untuk IFE = 2,91 dan EFE = 2,68. Berikut ini tabel Matrik IFE dan EFE. Total Skor Strategi Internal Kuat
Rata-Rata
Lemah 4,0
3,0
2,68
2,0
1,0 Tinggi 3,0 Total Skor Strategi Eksternal Menengah 2,0 2,91
Bank Agro
Gamba 15 Matriks Internal-External (IE) Pada Gambar 15 analisis internal-eksternal matriks posisi Bank Agro Niaga berada pada skor nilai rata-rata dibawah 3,00 dengan nilai IFE 2,68 artinya Bank Agro berada pada strategi pertumbuhan dengan konsentrasi dan fokus pada Core Business yang dijalankan saat ini pada segmen Captive Market, dan hasil analisis eksternal dengan skor tinggi dibawah 3,00 atau EFE = 2,91. Artinya dapat memanfaatkan kestabilan lingkungan eksternal dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki secara internal. Berdasarkan hasil penilaian IFE-EFE nampaknya bahwa strategi Bank Agro
Niaga
adalah
menggunakan
strategi
pertumbuhan
dengan
memanfaatkan lingkungan eksternal yang cukup stabil. Untuk memperkuat pertumbuhan Bank Agro kedepan dapat
melakukan penerbitan obligasi
untuk meningkatkan sktruktur permodalan sesuai ketententuan Bank Indonesia hingga mencapai Rp. 100 milyar, walaupun saat ini Bank Agro telah di jual sahamnya kepada Bank Rakyat Indonesia sebesar Rp. 3.030,239,023 lembar saham atau 88,65% dari seluruh saham yang
100
ditempatkan, mengingat rasio kecukupan modal bank baru mencapai 14,42% tahun 2010 dari 19,63 % tahun 2009. Strategi pertumbuhan ke depan perseroan dapat meningkatkan kerjasama dengan Group Sampoerna Agro, Grup Rajawali, Group Gunung Sewu, Group Jarum, Indofood Sukses Makmur, Asia Agri, Astra Agro, Sinar Mas, Davomas Abadi, Budi Acid Jaya, Tunas Baru lampung, Sorini Asia Agro Corporation, Group Incasi Raya Musim Mas, PT.London Sumatera, Group Para dan lain-lain. Strategi Bank Agro Niaga diarahkan pada strategi pertumbuhan dengan diferensiasi produk, brand equity, penggunaan teknologi baru, perluasan captive market untuk mendapatkan market share yang kuat. 4.5. Pemilihan Marketing Strategik Planning Penentuan alternatif strategi yang sesuai dengan kebutuhan Bank Agro Niaga adalah untuk memperkuat pertumbuhan perusahaan dimasa akan datang adalah dengan cara membuat matriks SWOT. Analisa SWOT dibangun berdasarkan hasil analisis (self assesment) data-data sekunder maupun primer dari penilaian faktor-faktor strategis baik faktor eksternal maupun internal yang terdiri dari faktor peluang,ancaman,kelemahan dan kekuatan yang dimiliki
Bank Agro Niaga. Berdasarkan SWOT analisis
tersebut dapat disusun empat startegi utama yaitu: SO, WO, ST dan WT unsur detailnya dapat dilihat pada Gambar 7. Masing-masing strategi ini memiliki karakteristik tersendiri dan hendaknya dalam implementasi strategi (execution strategic) dilaksanakan secara simultan oleh seluruh jajaran manajemen bank. Adapun strategi yang digunakan oleh bank dengan mengoptimalkan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada (Strategi SO) terdiri dari : (1). Melakukan repositioning Bank sebagai Captive Market Agro bisnis untuk meningkatkan competitiveness, (2) menciptakan variasi produk sesuai dengan skeman pasar agrobisnis untuk memperluas size bisnis, (3) meningkatkan linkage program untuk penyaluran kredit investasi, (4) meningkatkan HRD Competency. Sedangkan Strategi meminimalisir kelemahan untuk memanfaatkan peluang terdiri dari; (1) Quality Service
101
dengan membuka kantor cabang baru untuk meningkatkan pelayanan. (2) memperkuat struktur modal bank. (3) memperbaiki kualitas bisnis proses. Selanjutnya strategi mengoptimalkan kekuatan untuk mengurangi ancaman yang dihadapi oleh bank (strategi ST) terdiri dari; (1). memperkuat implementasi GCG dan manajemen risiko. (2) menerapkan suku bunga kompetitif. (3) mengembangkan kerjasama promosi dengan mitra strategis. Sementara itu, strategi untuk mengurangi kelemahan dalam meminimalisir ancaman adalah; (1) membangun Brand Equity. (2) mengelola cash flow secara lebih baik. (3) meningkatkan value of share di pasar modal
102
Tabel 7. Matriks SWOT IFE
EFE
Peluang (O) 1. Luasnya pasar Agrobisnis di Indonesia (O1) 2. Trend Pertumbuhan ekonomi positif (O2) 3. Potensi bisnis pembiayaan kredit Agrobisnis meningkat (O3) 4. Meningkatnya potensi investor asing dan domestik industri Agrobisnis (O4) 5. Regulasi dan kebijakan perbankan yang kondusif (O5) 6. Potensi pertumbuhan produk jasa keuangan akibat dari pergeseran demografi (06) 7. Ekspektasi stakeholders terhadap manajemen organisasi tinggi (O7) 8. Pertumbuahan kredit perbankan nasional meningkat (08) 9. Prioritas pemerintah dibidang energi dan ketahanan pangan (09) 10. Peningkatan akses kredit UMKM melalui LPKD (010) Ancaman (Treaths) 1. Kompetisi yang ketat antar perbankan (T1) 2. Meningkatnya pangsa pasar bank BUMN dalam pembiayaan kredit Agrobisnis (T2) 3. Ketatnya persyaratan BI tentang ketentuan modal inti (T3) 4. Nasabah belum memahami manfaat dan risiko produk Bank Agro.(T4) 5. Tingginya suku bunga kredit perbankan (T5) 6. Praktek transfer pricing bank-bank swasta (T6) 7. Meningkatnya kepemilikan asing di Perbankan (T7) 8. Mahalnya investasi teknologi Perbankan (T8) 9. Melemahnya kondisi pasar keuangan global akibat krisis di Amerika dan Eropa (T9)
Sumber : Data Primer diolah (2012)
KEKUATAN (S) 1. Manajemen konsisten menerapkan Good Corporate Governance (GCG) sesuai peraturan BI (S1) 2. Bank memiliki kekuatan pada segmen Captive Market Agro bisnis (S2) 3. Performance bank cukup baik setelah diakuisisi oleh BRI (S3) 4. Jaringan kantor pelayanan bank didukung oleh ketersediaan teknologi perbankan (S4) 5. Likuiditas pengelolaan aktiva produktive terjaga (S5) 6. Penerapan manajemen risiko dan mitigasi risiko sesuai peraturan BI (S6) 7. Memiliki SDM yang berusia muda dan potensial untuk dikembangkan (S7) 8. Biaya modal relatif rendah (S8) 9. Bank Agro menjalin kerjasama Co- Financing dengan mitra bisnis (S9) 10. Bank mampu menjaga Net Performing Loan (NPL) di bawah > 5% (S10) Strategi S-O: 1. Melakukan repositioning Bank sebagai Captive Market Agro bisnis untuk meningkatkan competitiveness (S1-O2), (S3O1), (S8 – O4) 2. Menciptakan variasi produk sesuai dengan skeman pasar agrobisnis untuk memperluas size bisnis (S2- O5), (S6 – O8), (S10 – O3) 3. Meningkatkan lingkage program untuk penyaluran kredit investasi (S9-O10 ), (S4- O6), (S5-O9) 4. HRD Competency (S7-O7)
Kelemahan ( W) 1. Bank Agro belum dikenal luas oleh pasar (brand marketable) (W1) 2. Pengembangan kantor cabang baru di seluruh Indonesia (W2) 3. Efektifitas fungsi intermediasi untuk menjaga tidak terjadinya undisbursed loan (W3) 4. Inovasi produk baru yang ditawakan ke pasar dalam tiga tahun terakhir ini (W4) 5. Cara berkomunikasi dengan masyarakat melalui promosi produk, iklan, brosur,media on-line.(W5) 6. Kecukupan mekanisme Internal kontrol yang dimiliki bank (W6) 7. Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang,pasar modal dan sumber pendanaan lain (W7)
Strategi S-T 1. memperkuat implementasi Good Corporate Gorvanance (GCG) dan manajemen risiko (S1-T3), (S5-T8), (S6-T4) 2. Menerapkan suku bunga kompetitif (S8 – T5), (S2 – T6), (S3 – T7), (S4 – T1), (S10 – T9) 3. Mengembangkan kerjasama promosi dengan mitra strategis (S9 – T2), (S7 – T6),
WT Strategi 1. Membangun Brand Equity (W1 – T3), (W3 – T5), (W6 – T1), (W5-T4) 2. Mengelola cash flow secara lebih baik (W6 – T8), (W3T6) 3. Meningkatkan value of share di pasar modal (W7 – T9), (W6 – T2), (W4 – T7)
Strategi W-O : 1. Quality Service dengan membuka kantor cabang baru untuk meningkatkan pelayanan (W1- O3), (W2-01), (W7-O9), (W5-O10) 2. Memperkuat struktur modal bank (W3-O6), (W4 – O8), (W7-O4) 3. Memperbaiki kualitas bisnis proses (W6-O5), (W2-O2), (W3-O7)
103
4.6. Analisa SPACE Matriks Dalam rangka melihat posisi Bank Agro, analisis Space Matrix digunakan untuk melihat posisi dan arah pengembangan strategi bank selanjutnya. Berdasarkan analisis Space Matrix tersebut dapat terlihat dengan jelas garis vektor bersifat negatif baik untuk kekuatan keuangan (KU) maupun kekuatan industri (KI), sehingga dapat dikatakan bahwa Bank Agro ini secara keuangan relatif lemah sehingga tidak dapat mendayagunakan secara optimal keuntungan kompetitifnya. Bank Agro Niaga disarankan melaksanakan strategi marketing yang kompetitif untuk merebut market share. Pada Tabel 8 dapat dilihat analisis matriks SPACE. Tabel 8 Matrik SPACE Analisis Kekuatan Keuangan dan Stabilitas Lingkungan Bisnis 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8. 9.
Posisi Faktor Strategi Internal Kekuatan Keuangan (KU) Imbal hasil atas aset 2009 sebesar 0,18%, dan sebesar 2010 0,67% Imbal hasil atas equitas 2009 sebesar 0,79% dan 2010 sebesar 4,17% Rasio kecukupan modal 2009 sebesar 19,63%, dan 2010 sebesar 14,42% Rasio dana terhadap kredit 2009 sebesar 80,99% dan 2010 sebesar 86,68% Rasio kredit bermasalah bersih 2009 sebesar 4,47% dan 2010 sebesar 1,84% Margin bunga bersih 2009 sebesar 4,98% dan sebesar 2010 5,03% Biaya opersional/Pendapatan operasional 2009 sebesar 97,98% dan 2010 sebesar 95,84% Harga saham Q IV Rp.168/lembar Nilai EVA dan MVA rendah
Sumber : Data Sekunder diolah tahun 2012
Rating 1
2
2
1
2
2
Posisi Faktor Strategi Eksternal Stabilitas Lingkungan Bisnis (SL) 1. Inflasi 2011 sebesar 6,38 % 2. Pertumbuhan ekonomi 2010 sebesar 6,1% dan 2011 sebesar 6,5% 3. Suku bunga bank Indonesia sebesar 6,7% tahun 2011 4. Kompetisi pasar semakin tinggi 5. Kemajuan teknologi perbankan 6. Melemahnya kondisi pasar modal akibat krisis USA dan Eropa 7. Kebijakan ekonomi pemerintah memperkuat sektor agrobisnis 8. Inovasi,new business model disegmen retail
Rating -2 -6 -2 -2
-6 -2
-6
-6
1
1 1 13
32
104
Berdasarkan Tabel 8 di atas, maka dapat dijelaskan posisi faktor strategis yaitu; A. Faktor internal dari kekuatan keuangan bank dan Keunggulan Kompetitif (KK) sebagai berikut;
1. Kekuatan keuangan bank menunjukan imbal hasil atas aset tahun 2009 sebesar 0,18%, meningkat sebesar 0,67% tahun 2010. Kenaikan ini disebabkan kemampuan Peseroan dalam menghasilkan laba bersih dari aktiva yang dimiliki yang dukur dari perbandingan antara laba bersih dengan rata-rata jumlah aktiva meningkat. Imbal hasil atas equitas tahun 2009 sebesar 0,79% meningkat sebesar 4,17% tahun 2010. Kinerja Perseroan dalam menghasilka laba bersih dari modal sendiri yang di investasikan meningkat. Imbal hasi ekuitas rata – rata juga mengalami perbaikan karena rugi bersih sejak tahun 2008 berkurang dibandingkan tahun sebelumnya dan hal ini berpengaruh pada laporan keuangan pada tahun 2009 dan 2010.
2. Rasio kecukupan modal tahun 2009 sebesar 19,63%, dan menurun sebesar 14,42% tahun 2010 hal ini disebabkan pengelolaan aktiva produktif kurang lancar atau NPL meningkat, tetapi posisi CAR diatas masih memenuhi ketetuan Bank Indonesia diatas > 8%, artinya Perseroan mampu mengembangkan usaha lebih baik. Sementara itu, Rasio dana terhadap kredit tahun 2009 sebesar 80,99% dan tahun 2010 meningkat sebesar
86,68%. Pada posisi ini bank cuku efektif
menjalankan fungsi intermedisi
3. DPK yang dihimpun oleh bank untuk disalurkan kepada Industri. Sedangkan perkembangan Rasio kredit bermasalah bersih 2009 sebesar 4,47% menurun signifikan tahun 2010 sebesar 1,84% artinya bank menjalankan fungsi intermediasi secara prudent sesuai ketentuan Bank Indonesia tentang fungsi pengendalian risiko.
4. Pendapatan bank dari margin bunga bersih tahun 2009 sebesar 4,98% meningkat menjadi 5,03% tahun 2010. Kenaikan ini disebabkan kualitas aktiva produktif yang dimiliki Perseroan dikelola dengan prinsip kehati-hatian. Kemudian disisi operasional bank mampu mengendalikan beban operasional secara efektif untuk menaikan laba bersih bank terbukti dengan menurunnya rasio BOPO yang dimiliki Biaya opersional/Pendapatan operasional tahun 2009 sebesar 97,98% menurun sebesar 95,84% tahun 2010, masih dibawah ketentuan Bank Indonesia.
5. Perkembangan harga saham Q IV Rp.168/lembar tahun 2010 menunjukan trend yang positif dibandingkan periode sebelumnya Desember 2007
105
sampai dengan Oktober 2009 tidak terjadi perdagangan saham, walaupun apresiasi pasar belum positif menaggapi kinerja bank. Kondisi ini menyebabkan return saham bank rendah sehingga tidak menciptakan laba ekonomis dan nilai tambah pasar. 6. Keunggulan kompetitif Bank Agro dilihat dari besarnya pertumbuhan Captive market agrobisnis mencapai 63% dari keseluruhan kegiatan usaha bank. Bank Agro didirikan untuk menunjang terwujudnya industri agrobisnis yang semakin tumbuh dan berkembang pesat di Indonesia dengan
pendirian
awal
modal
saham
dimiliki
DAPENBUN
PT.Perkebunan Nusantara. Dalam menjalankan usahanya Perseroan menerapkan suku bunga cukup kompetitif dibandingkan dengan rata-rata industri perbankan. Suku bunga kredit tahun 2009 dan tahun 2010 berkisar 10% - 12% dibandingkan rata – rata industri mencapai 12%. Suku bunga acuan ini cukup kompetitif untuk meningkatkan ekspansi kredit. 7. Menghimpun DPK bank dengan menawarkan produk keuangan inovatif seperti tabungan, giro, dan deposito dengan tetap menjaga positif spread bagi perseroan. Selain itu perseroan mengembangkan produk dan jasa layanan transaksi yang dapat meningkatkan pendapatan komisi. Kekuatan penawaran produk disertai dengan strategi Financial service marketing melalui hadia dan undian yang menarik para nasabah. 8. Dalam menjalankan manajemen perseroan, direksi secara konsisten menerapkan GCG sesuai peraturan Bank Indonesia. Prinsip – prinsip GCG yang dijalankan adalah transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi dan kewajaran. Selanjutnya untuk mendukung GCG direksi membangun core values perusahaan untuk menjaga faktor kepercayaan yang merupakan aset utama yang diletakan pada posisi prioritas. Core values bank terletak pada Visi bank terdepan dan terpercaya disektor agrobisnis nasional denagn menjadi bank yang sehat, efisien dengan menawarkan produk layanan yang berkualitas. Strategi mewujudkan usaha tersebut bank menerapkan manajemen risiko secara efektif agar tetap protektif terhadap kemungkinan risiko dalam menjalankan bisnis. Kemudian disamping produk yang inovatif dan layanan yang berkualitas
106
bank juga membangun technology banking system untuk menunjang kegiatan operasional bank dalam melayani kebutuhan nasabah, antara lain dengan membuka kantor pelayanan ATM disetiap kantor cabang pembantu. Tabel 9 Matrik SPACE Analisis Keunggulan Kompetitif dan Kekuatan Industri Keunggulan Kompetitif (KK) 1. Captive market agrobisnis sebesar 63% 2. Tingkat suku bunga kompetitif 3. Produk keuangan inovatif 4. Financial service marketing 5. Good corporate governance 6. Core values perusahaan 7. Management risk 8. Teknologi perbankan
Rating -6 -2 -2 -3 -4 -4 -3 -2
Kekuatan Industri (KI) 1. Market share kredit BUSN devisa 2010 sebesar 39,59% 2. Pertumbuhan pangsa pasar kredit tinggi 2010 sebesar 20,10% 3. Pertumbuhan DPK sebesar 13,30% 4. Pertumbuhan aset naik sebesar 13,23% 5. Prospek laba naik sebesar 28,04% 6. NPL turun sebesar 3,98 % dari ketentuan BI 5% 7. Kondisi kecukupan modal baik sebesar 16,44%, NIM sebesar 6% 8. Capital intensive ( arus dana masuk meningkat di pasar modal) 9. Kebutuhan modal yang tinggi
-26 KU = 13/9 = 1,45 KK = -26/8= -3,25
Rating 6
6 6 5 4 2 4 5
4
42 SL = -32/8 = -4,00 KI = 42/9 = 4,67
Sumber : Data Sekunder diolah (2012)
B. Faktor eksternal dari stabilitas lingkungan bisnis dan Kekuatan Industri (KI) sebagai berikut; 1. Pada tahun 2010, posisi harga dipengaruhi oleh tekanan inflasi yang cenderung meningkat,
terutama bersumber dari kelompok volatile
foods. Sampai dengan 2010 inflasi IHK tercatat sebesar 6,33% dan laju inflasi 2011 sebesar 6,38 %. Kenaikan laju inflasi berpengaruh terhadap penetapan SBI dan juga akan terjadi penyesuain suku bunga perbankan.
107
2. Perekonomian Indonesia di tahun 2010 menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi di tengah ketidakseimbangan pemulihan ekonomi global. Sepanjang tahun 2010 perekonomian tumbuh sebesar 6,1% dan 2011 sebesar 6,5%. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh bank untuk meningkatkan portofolio bisnis. 3. Perkembangan Suku bunga bank Indonesia tahun 2010 sebesar 6,5% tahun 2011 terjadi kenaikan sebesar 6,7% atau kenaikan 0,2 basis poin. Kenaikan ini akan diikuti kenaikan suku bunga perbankan nasional. Sementara suku bunga kredit naik berkisar antara 10 % - 12% . Suku bunga
yang dibebankan
pada debitor (lending
rate) adalah
penjumlahan dari SBDK ditambah dengan premi risiko akan mengganggu kinerja perbankan dari margin revenue rate. 4. Kompetisi pasar semakin tinggi dengan dengan banyaknya jumlah bank beroperasi di Indonesia. Data Bank Indonesia tahun 2010 jumlah bank umum nasional yang beroperasi mencapai 122 bank dan diantaranya termasuk bank non devisa mencapai 29 bank. Dengan ketatnya persaingan antar bank akan berpengaruh pada penetapan suku bunga pinjaman dan kredit dan posisi pinjaman investasi rupiah dan valas. Impikasi lain adalah berlomba –lombanya bank dalam investasi teknologi perbankan
untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. 5. Melemahnya kondisi pasar modal akibat krisis USA dan Eropa akan berdampak pada pasar modal di Indonesia. Kondisi ini juga akan mempengaruhi kinerja saham perbankan nasional. 6. Kebijakan ekonomi pemerintah memperkuat sektor agrobisnis telah menjadi kekuatan yang medorong perbankan membiyai kredit investasi Agobisnis. Posisi investasi perbankan tahun 2011 untuk sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan mecapai Rp.54.381 triliun. 7. Inovasi, new business model disegmen retail. Para pelaku industri perbankan melihat peluang pasar yang cukup besar untuk memasuki industri retel. Pertumbuhan sektor ritel tahun 2011 mencapai 11% di
108
Indonesia tertinggi di Asia Pasifik. Bank Agro perlu melakukan inovasi produk untuk memasuki bisnis ritel. 8. Data Bank Indonesia menunjukan terjadi kenaikan Market share kredit BUSN devisa 2010 sebesar 39,59% dengan total alokasi kredit mencapai Rp. 48.757 triliun dan tahun 2011 sebesar Rp. 68.143 triliun. Peningkatan yang cukup signifikan ini disertai dengan kenaikan pertumbuhan pangsa pasar kredit tahun 2010 sebesar 20,10% pertumbuhan DPK sebesar 13,30%, pertumbuhan aset naik sebesar 13,23%, prospek laba naik sebesar 28,04% dan NPL turun sebesar 3,98 % dari ketentuan BI 5%. Sementara kondisi kecukupan modal bank berada pada level baik 16,44%, dan NIM mencapai 6%. 9. Memburuknya perekonomian di AS dan zona Eropa makan capital intensive atau arus dana masuk melalui pasar modal dan obligasi meningkat sepanjang tahun ini diperkirakan mencapai US$ 960 miliar atau Rp.8.640 triliun. Peningkatan arus modal dapat dimanfaatkan oleh perbankan sebagai sumber untuk memperkuat struktur modal bank. (BKPM, 2011). KU + SL = 1,45 + (-4,00) = -2,55 KK + KI = -3,25 + 4,67 = 1,42
KU +6.00
Conservative
Aggresive
+1.00
KK
KL -6.00
+1 1.42
-1.00
+6.00
-2.55 Defensive
Competitive
-6.00 SL
Gambar 16 Diagram Matriks SPACE Bank Agro Niaga
109
Matriks SPACE adalah matriks untuk evaluasi posisi dan tindakan strategik merupakan alat penting lainnya untuk mencocokan posisi bank saat ini. Kerangka kerja SPACE matriks menggambarkan kuadrat yang mengindikasikan strategi agresif, konservatif, defensif atau kompetitif. Sumbu matriks SPACE mewakili kondisi internal yaitu kekuatan keuangan (financial strenght atau FS),dan keunggulan kompetitif (competitive advantage atau CA) dan dua dimensi eksternal yaitu stabilitas lingkungan (enviromental stability atau ES) dan kekuatan industri (industrial strenght atau IS). Hasil analisis SPACE matriks menunjukan posisi Bank Agro Niaga berada pada strategi competitive dimana nilai kekuatan keuangan KU =1,45 dan stabilitas lingkungan SL = -4,00 atau (KU + SL = 1,45 + (-4,00) = -2,55). Dengan posisi seperti ini Bank Agro Niaga menggunakan Strategi pertumbuhan dengan memanfaatkan kekuatan keuangan dan stabilitas lingkungan.
4.7. Penetapan Strategik Marketing Bank Agro Niaga Berdasarkan analisis matrik SWOT, diperoleh tiga belas rumusan strategi yang akan dijabarkan lebih lanjut dalam kerangka (frame work) marketing strategic. Tiga belas rumusan strategi, empat rumusan merupakan upaya memaksimalkan kekuatan dan peluang, tiga rumusan untuk memaksimalkan peluang dan meminimalkan kelemahan, tiga rumusan merupakan upaya memaksimalkan kekuatan meminimalkan ancaman, serta tiga strategi meminimalkan kelemahan dan ancaman. Perumusan
strategi
berdasarkan
analisis
SWOT
dengan
menggunakan data dari Tabel EFE dan Tabel IFE untuk dirumuskan kedalam formulasi bentuk strategi seperti pada Tabel 7 dapat dirumuskan strategi untuk Bank Agro Niaga adalah sebagai berikut : 1. Strategi Strenght – Opportunities (S-O), yaitu alternatif strategi mengunakan kekuatan internal bank untuk memanfaatkan peluang lingkungan eksternal. Hasil alternatif strategi S-O adalah : a. Re-positioning pasar bank sebagai captive market untuk meningkatkan competitiveness. Memperkuat Re-positioning pasar
bank dengan
110
memperhatikan core competency bank. Berdasarkan Matriks SPACE Bank Agro berada pada kondisi pasar yang kompetitive sehingga diperlukan redefenisi posisi pasar bisnis bank saat ini. Ada dua karakteristik utama yang harus dipertimbangkan oleh manajemen bank ke depan : 1. Redefenisi dilakukan melalui perluasan cakupan bisnis dan pasar, dari captive market agrobisnis kepada pasar makro agrobisnis yaitu corporate banking dan invesment banking agrobisnis. 2. Pergeseran orientasi bank dari orientasi produk kepada customer focus artinya bank menciptakan skema bisnis dalam bentuk exstended produk sesuai permintaan pasar dengan memberikan nilai yang diinginkan pasar. b. Menciptakan variasi produk sesuai dengan skeman pasar agrobisnis untuk memperluas size bisnis. Differensiasi merupakan strategi bank menciptakan eksistensifikasi produk yang ditawarkan memiliki perbedaan positif dari sudut pandang pasar dibandingkan dengan pesaing. Diferensiasi produk bukan hanya sesuai dengan skema pasar Agrobisnis, tetapi produk yang ditawarkan pada, pasar sektor Retail dan kredit ekspor. Demikian juga produk pada sisi funding menawarkan produk tabungan pada pasar mikro seperti produk petani, pedagang pasar, usaha dagang bangunan,usaha peternakan dan kerajinan. c. Meningkatkan linkage program untuk penyaluran kredit investasi Bank Agro dapat melalui penambahan jumlah kantor cabang pada daerahdaerah sentral agro bisnis dengan program kerjasama fasilitas kredit daerah seperti di Kalimantan, wilayah Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau, Sulawesi, Jambi, Aceh, Palembang, Papua, NTB, Bali, dan Lampung dan Jawa Barat. Selain itu juga memperkuat kerjasama dengan perusahaan – perusahaan besar melalui kredit korporasi.
111
d. Membangun kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM). Saat ini bank didukung oleh SDM yang berusia produktif dan profesional yang berjumlah 454 orang di kantor pusat dan seluruh kantor cabang yang terdiri dari; 46,89% Sarjana, 9,33% Pasca sarjana dan sisanya sarjana muda dan tamatan Sekolah Menengah Umum (SMU). SDM merupakan aset maka perlu ditingkatkan competensi mereka melalui pendidikan dan pelatihan yang intensif (performance, motivasi dan corporate cultural) untuk mendukung pertumbuhan bisnis bank kedepan. Program pengembangan SDM yang kompeten selaras dengan kebutuhan organisasi. Program yang dapat diterapkan seperti ; penyempurnaan infrastruktur Human Capital Information System (HCIS) yang berbasis Web based dan mempermudah prosedur terkait dengan kepersonaliaan, performance management dan E-learning, corporate cultural sehingga fungsi dan peran Human Capital sebagai mitra strategis dapat ditingkatkan dan dioptimalkan di masa datang. 2. Strategi Weakness – Opportunity (W-O) adalah alternatif strategi yang bertujuan meminimalisasi kelemahan internal Bank Agro dengan optimalisasi pemenfaatan peluang lingkungan eksternal. Hasil strategi WO adalah : a. Membuka kantor cabang baru untuk meningkatkan pelayanan bank dengan infrastruktur teknologi E-banking. Menambah Jumlah kantor cabang Bank Agro pada daerah sentral industri Agrobisnis dengan pemanfaatan berbagai teknologi E- bangking yang berkembang sangat cepat. Ketepatan dalam pemanfaatan teknologi memberikan efisiensi optimal dan nilai tambah bagi bank. Fungsi teknologi mempermudah pelayanan bank dengan menggunakan
akan network
provider terbaik, jaringan online seluruh kantor, ATM, serta layanan elektonik lainnya (seperti corporate internet banking dll) selalu siap melayani kebutuhan nasabah. Disamping itu juga manajemen dapat melakukan integrasi dan otomasi sistem financial melalui teknologi. Prioritas pelayanan kepada nasabah melalui otomasi sistem financial dengan melakukan transaksi melalui ATM dan jaringan elektronik
112
lainnya seperti Call Center, SMS Banking dan internet banking. Untuk meningkatkan layanan kepada nasabah, Bank Agro secara aktif menambah fitur baru dalam jaringan elektroniknya termasuk kemampuan transfer antar bank melalui jaringan ATM Prima b.
Memperkuat brand equity sebagai yang dipercaya masyarakat. Bank Agro harus memperkuat Merek
menjadi
stakeholders. Merek yang marketable
bank kepercayaan oleh
merupakan aset terpenting
perusahaan. Merek yang yang baik dapat menciptakan puluhan kali nilai buku perusahaan. Strategi membangun merek bank dapat dimulai dari kualitas produk yang ditawarkan sesuai kebutuhan pasar, komunikasi pemasaran yang rasional yang mudah dipahami oleh pasar disertai kesan kualitas pada pelayanan bank. c.
Memperbaiki kualitas bisnis proses dengan Memperkuat manajemen sumber daya manusia, penerapan protokol manajemen risiko, kecukupan mekanisme dan sistem perbankan yang akuntabel dan transparan serta mendukung proses bisnis dengan penerapan teknology core banking.
3. Strategi Strenght – Threat (S-T) adalah alternatif strategi untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman. Manajemen bank harus mengambil keputusan agar tidak kalah bersaing dengan bank-bank lainnya baik dalam kelompok industri maupun diluar kelmpok industri. Hasil strategi S-T adalah : a.
Memperkuat implementasi GCG dan manajemen risiko Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance/GCG) merupakan unsur penting di industri perbankan, mengingat risiko dan tantangan yang dihadapi oleh industri perbankan yang semakin meningkat. Penerapan GCG secara konsisten akan memperkuat posisi daya saing perusahaan, memaksimalkan nilai perusahaan, mengelola sumber daya dan risiko secara lebih efisien
dan efektif,
yang pada akhirnya akan
memperkokoh kepercayaan pemegang saham dan stakeholders, sehingga Bank Agro dapat beroperasi dengan baik dan tumbuh secara berkelanjutan dalam jangka panjang.
113
b. Menerapkan suku bunga kompetitif. Bank dapat menentukan suku bunga kredit berdasarkan skala prioritas sesuai dengan skema pasar. Penetapannya tidak hanya berdasarkan suku bunga komersial yang terjadi pada kredit investasi, kredit pembiayaan ekspor dan impor dan modal kerja. Skema kredit pada usaha kecil mikro misalnya kredit ketahanan pangan bagi petani suku bunganya harus rendah. c.
Mengembangkan kerjasama promosi dengan mitra strategis. Peranan marketing Bank Agro harus diperkuat pada semua level organisasi. Kerjasama promosi dapat dilakukan melalui Edukasi pasar untuk memberikan pembelajaran pelanggan sehingga dapat membentuk pemahaman, persepsi, logika, dan preferensi terhadap produk dan merk yang ditawarkan Bank Agro. Keberadaan Bank Agro belum sepenuhnya dipahami oleh pasar dibandingkan bank-bank lain. Program edukasi pasar dapat dilakukan melalui Cororate Social Responsibility (CSR), program kemitraan dan pendampingan kredit UKMK, atau progam kelestarian lingkungan hidup. Program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan
yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat. 4. Strategi Weakness – Threat (W-T) adalah alternatif strategi untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman. Manajemen Bank Agro dihadapkan dengan sejumlah kelemahan internal dan ancaman eksternal, maka kondisi bank rentan terhadap risiko. Hasil strategi W-T adalah : a. Penguatan struktur modal bank Menambah sruktur modal bank secara bertahap sampai pada level 20%-30% dari modal sekarang. Strategi penambahan modal dapat dilakukan melalui pebnerbitan obligasi datau pinjaman melalui pasar uang antar bank. b. Mengelola cash flow secara lebih baik. Manajemen bank harus mengevaluasi perubahan dalam aset bersih bank, struktur keuangan
114
(likuiditas dan solvabilitas) terutama strategi perseroan dalam menghasilkan kas dan setara kas untuk memperkuat struktur keuangan bank dan future cash flows. Proyeksi arus kas yang baik dapat meminimalisir atau mengantispasi terjadinya tunggakan hutang pokok dan bunga pinjaman. c.
Meningkatkan value of share di pasar modal. Bank dapat melakukan strategi, buyback untuk menjaga nilai nominal dari total modal disetor dan ditempatkan, jika sebagian dari modal tersebut tidak likuid di pasar dalam jangka waktu tertentu bisa menjadi salah satu cara untuk menaikkan harga saham, atau setidaknya menahannya dari penurunan. Atau bisa juga untuk meningkatkan likuiditas. Jadi kita bisa menyebut buyback ini sebagai: salah satu teknik untuk menjaga value of share.
4.8. Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Analisis QSPM merupakan analisis terakhir yang dilakukan dalam proses manajemen strategis untuk melakukan proses pengambilan keputusan. QSPM adalah sebagai alat utama dari upaya mengembangkan strategi pemasaran kompetitif untuk mendukung upaya pengembangan pasar bank. Hasil kajian menunjukan prioritas tertinggi terdapat pada variasi produk dengan skor sebesar 5,39. Prioritas kedua pada indikator Service Quality sebesar 5,43 dan prioritas ketiga pada indikator suku bunga kompetitif dengan skor 4,76. Selanjutnya prioritas keempat pada indikator membangun brand equity dengan skor 4,36. Peringkat kelima pada indikator repositioning dengan skor 3,99. Terakhir pada indikator implimentasi GCG dengan skor 2,72. Hasil selengkapnya analisis QSPM dapat dilihat pada Lampiran 4. 1. Prioritas strategi yang pertama adalah Service Quality dengan skor 5,43. Manajemen bank harus meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah maupun debitur, sehingga mereka merasa cukup puas. Langkah strategis perseroan difokuskan pada pelatihan SDM, meningkatkan utilisasi pemanfaatan teknologi informasi, sistem pembayaran on-line, yang terhubung dengan masing – masing kantor cabang dengan core banking system. Berbagai praktek terbaik bank di Indonesia menunjukan
115
kepercayaan nasabah dan debitur akan terbangun apabila bank mampu memberikan pelayanan terbaik bahkan harus melampaui harapan konsumen. 2. Prioritas kedua strategi berdasarkan analisis QSPM dengan skor sebesar 5,39 meciptakan variasi produk. Bank Agro harus mendiferensiasikan skema produk yang sesui dengan keinginan pasar
terutama dengan
memperhatikan potensi size business yaitu produk sektor retail, sektor korporasi agrobisnis, dan pengembangan kredit Industri, pertanian, peternakan UMKM, dan KMM atau kredit modal kerja permanen, ekspor/import produk agrobisnis. Bank harus memperkuat pada aspek transfer of payment seperti pelayanan pembayaran, ingkaso, bank card, bank note, bank draft, bank letter of credit (LC) telepon, pajak, dana pensiun, uang kuliah, deviden. Sedangkan dipasar modal bank dapat menjadi Penjamin emisi (underwriter) Penjamin (guarantor) Wali amanat (trustee) untuk sektor Agrobisnis. Pada sisi funding menawarkan produk tabungan pada pasar mikro seperti produk petani, pedagang pasar, usaha dagang bangunan, usaha peternakan dan kerajinan. 3. Prioritas ketiga pada indikator suku bunga kompetitif dengan skor 4,76. Bank dapat menentukan suku bunga kredit berdasarkan skala prioritas sesuai dengan skema pasar. Penetapannya tidak hanya berdasarkan suku bunga komersial yang terjadi pada kredit investasi, kredit pembiayaan ekspor dan impor dan modal kerja. Skema kredit pada usaha kecil mikro misalnya kredit ketahanan pangan bagi petani suku bunganya harus rendah. 4. Prioritas ke empat pada indikator membangun brand equity dengan skor 4,36. Dalam framework brand equity,
hubungan dengan customer
bukanlah hal yang tidak penting. Hubungan yang baik dengan customer dapat membantu meningkatkan brand loyalty terhadap brand yang bersangkutan. Demikian juga dalam framework customer equity, brand mempunyai peranan penting dalam menjalin hubungan dengan customer. Kualitas brand yang tinggi bisa memudahkan manager dalam akuisisi customer baru dan kegiatan retensi. Bank Agro harus memperkuat Merek
116
menjadi bank kepercayaan oleh stakeholders. Merek yang marketable merupakan aset terpenting perusahaan dan menciptakan menciptakan puluhan kali nilai buku perusahaan. Strategi membangun merek bank dapat dimulai dari kualitas produk yang ditawarkan sesuai kebutuhan pasar, komunikasi pemasaran yang rasional yang mudah dipahami oleh pasar disertai kesan kualitas pada pelayanan bank. 5. Prioritas kelima Re-positioning pasar bank sebagai captive market untuk meningkatkan competitiveness dengan skor 3,99. Memperkuat Repositioning pasar
bank dengan memperhatikan core competency bank.
Berdasarkan Matriks SPACE Bank Agro berada pada kondisi pasar yang kompetitive sehingga diperlukan redefenisi posisi pasar bisnis bank saat ini. Ada dua karakteristik utama yang harus dipertimbangkan oleh manajemen bank ke depan : 1. Redefenisi dilakukan melalui perluasan cakupan bisnis dan pasar, dari captive market agrobisnis kepada pasar makro agrobisnis yaitu corporate banking dan invesment banking agrobisnis. 2. Pergeseran orientasi bank dari orientasi produk kepada customer focus artinya bank menciptakan skema bisnis dalam bentuk exstended produk sesuai permintaan pasar dengan memberikan nilai yang diinginkan pasar. 6. Prioritas keenam Good Corporate Governance (GCG) dengan skor 2,72. Manajemen bank dapat merumuskan kebijakan untuk memperkuat kualitas proses bisnis bank dengan cara menerapkan GCG, melengkapi standar operasional prosedur mitigasi risiko, memperkuat pengawasan pemegang saham dan optimalisasi fungsi komite audit internal serta peningkatan kompetensi sumber daya manusia. Kebijakan ini harus didukung dengan penguatan infrastruktur teknologi perbankan sehingga bank dapat menjalankan kegiatan operasional secara efisien, mengingat hasil kajian nilai ROE, ROA, NIM dan BOPO bank tidak memenuhi persayatan Bank Indonesia sebagai bank yang sehat. Peningkatan efisiensi dan efektivitas proses bisnis bank untuk menghasilkan nilai tambah ekonomis dan nilai
117
tambah pasar sangat tergantung sejauhmana manajemen
bank sudah
memenuhi standar Bank Indonesia.
4.9. Implikasi Manajerial Bisnis perbankan terkait dengan kompleksitas dan risiko pasar akibat pengaruh lingkungan eksternal
dan internal yang dapat mempengaruhi
kinerja keuangan bank dan penetapan kebijakan strategi marketing. Berdasarkan hasil kajian kinerja keungan Bank Agro ditemukan kondisi keuangan yang belum sesuai dengan persyaratan Bank Indonesia sebagai bank yang sehat. Implikasi manajerial terkait dengan kinerja keuangan dan penetapan strategi marketing bank adalah; 1. Pihak Direksi dapat membuat kebijakan baru untuk meningkatakan rasio CAR diatas 8% dalam bentuk modal pinjaman, pinjaman subordinasi, dan cadangan yang dibentuk tidak berasal dari laba atau melalui penerbitan obligasi. Kebijakan ini didasarkan atas kondisi CAR bank yang masih terus ditingkatkan untuk menjaga tingkat likuiditas bank dalam jangka panjang. Kondisi CAR Bank Agro saat ini memang sudah cukup memenuhi persyaratan Bank Indonesia, tetapi tidak cukup kuat untuk melakukan ekspansi dalam memperluas size business, maka diperlukan adanya tambahan modal sampai 10% sehingga bank leluasa menjalankan bisnis dari sisi lending dan funding. 2. Kebijakan pengelolaan Cashflow secara efektif dan efisien untuk menjaga kesembangan posisi keuangan bank antara pengeluaran dan penerimaan. Kajian rasio keuangan bank menunjukan kecilnya rasio NIM, ROA dan ROE menunjukan adanya indikasi bank tidak mampu menghasilkan laba dari pengelolaan aset dan modal bank sehingga bank tidak mampu menghasilkan profitabilitas dan berpengaruh pada rendahya harga saham. Kondisi ini berbanding terbalik dengan naiknya beban operasional bank dilihat dari rasio BOPO diatas ketentuan Bank Indonesia. Pihak direksi dapat mengambil kebijakan untuk mengendalikan Cashflow bank agar dapat menjaga posisi likuiditas dan solvabilitas.
118
3. Kebijakan optimalisasi fungsi lending bank dengan menetapkan suku bunga kredit yang kompetitif dibawah 15%-16%. Kebijakan ini didasarkan atas kajian LDR bank yang perlu ditingkatkan agar fungsi intermediasi bank berjalan secara efektif. Faktor perlu diperhatikan adalah pengaturan yang ketat untuk menjaga
rendahnya tingkat pencairan (credit
disbursement) dibandingkan dengan fasilitas pinjaman yang telah disepakati (credit approval). 4. Manajemen bank dapat merumuskan kebijakan untuk memperkuat kualitas proses bisnis bank dengan cara menerapkan GCG, melengkapi standar operasional prosedur mitigasi risiko, memperkuat pengawasan pemegang saham dan optimalisasi fungsi komite audit internal serta peningkatan kompetensi sumber daya manusia. Kebijakan ini harus didukung dengan penguatan infrastruktur teknologi perbankan sehingga bank dapat menjalankan kegiatan operasional secara efisien, mengingat hasil kajian nilai ROE, ROA, NIM dan BOPO bank tidak memenuhi persayatan Bank Indonesia sebagai bank yang sehat. Peningkatan efisiensi dan efektivitas proses bisnis bank untuk menghasilkan nilai tambah ekonomis dan nilai tambah pasar sangat tergantung sejauhmana manajemen
bank sudah
memenuhi standar Bank Indonesia. 5. Kebijakan differensiasi produk perlu mendapatkan skala prioritas, mengingat hasil kajian menunjukan terbatasnya produk yang ditawarkan bank dipasar. Direksi dapat mengambil kebijakan untuk memperkuat struktur produk bank berdasarkan follow of market seperti memperkuat produk sektor ritel, korporasi, pembiayaan ekspor impor serta peningkatan akses kerjasama pembiyaan UMKM/ KMM di sektor Agrobisnis. Kebijakan ini harus didukung oleh perluasan kapasitas jankauan layanan (outreach scale) dengan menambah jaringan kantor diseluruh Indonesia. 6. Memperkuat kebijakan strategi pemasaran bank dapat melalui framework customer equity, brand market equity, kerjasama pemasaran, publisitas, internet banking, dan komunikasi pemasaran yang rasional yang mudah dipahami oleh pasar disertai dengan perbaikan kualitas pelayanan bank. Kebijakan lain adalah peningkatan kompetensi SDM pemasaran dalam
119
komunikasi pemasaran internal, eksternal dan komunikasi interaktif melalui program pendikan dan pelatihan secara berkelanjutan. 7. Memperkuat kebijakan pelayanan bank secara prima bahkan harus melampaui harapan konsumen dengan memperbaiki proses bisnis, pemanfaatan teknologi core banking system yang dapat mempermudah nasabah dan debitur bertransaksi dengan bank dimanapun mereka berada.