Bab IV Hasil dan Pembahasan
4.1. Hasil 4.1.1. Digitasi dan Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Mangrove Digitasi terhadap citra yang sudah terkoreksi dilakukan untuk mendapatkan tutupan vegetasi mangrove di wilayah Delta Mahakam. Dengan cara digitasi ini akan menghasilkan luasan vegetasi mangrove yang sedikit lebih akurat dibandingkan bila dilakukan klasifikasi tutupan lahan secara unsupervised mengingat banyaknya tutupan awan pada citra. Pada klasifikasi tutupan lahan dengan cara unsupervised, mangrove yang tertutup bayangan awan tidak akan masuk dalam perhitungan sebagai mangrove. Sedangkan dengan cara digitasi dapat memasukkan mangrove yang tertutup bayangan awan sebagai kelompok mangrove.
Dari hasil digitasi tersebut kemudian dilakukan klasifikasi kerapatan (densitas) vegetasi mangrove dengan mengaplikasikan algoritma untuk kerapatan vegetasi. Algoritma untuk kerapatan vegetasi mangrove ini akan memberikan hasil akurasi lebih baik bila dilakukan survey lapangan untuk mendapatkan data kerapatan vegetasi mangrove. Hasil survey tersebut dijadikan sebagai training area untuk menentukan tingkat (kelas) kerapatan vegetasi. Karena dalam penelitian ini tidak dilakukan survey lapangan untuk mendapatkan training area maka klasifikasi kelas kerapatan vegetasi mangrove dilakukan dengan mengaplikasikan algoritma dari Nuarsa et al (2005).
Gambar 4.1 berikut ini adalah hasil digitasi vegetasi mangrove di wilayah Delta Mahakam serta klasifikasi kerapatan vegetasi mangrove berdasarkan algoritma dari Nuarsa et al (2005) untuk citra Landsat MSS 1983:
26
Gambar 4.1.
Hasil digitasi dan klasifikasi kerapatan vegetasi mangrove berdasarkan citra Landsat MSS 15 April 1983
Luasan tutupan vegetasi mangrove serta luasan kelas kerapatan mangrove diberikan dalam Tabel 4.1 berikut: Tabel 4.1. Luasan tutupan lahan berdasarkan citra Landsat MSS 15 April 1983 Luas
Tutupan Lahan dan Kelas Kerapatan Sangat Rapat
Hektar (Ha)
Km2
3.174,400
31,744
Rapat
83.310,720
833,107
Sedang
23.200,000
232,000
Jarang
4.302,720
43,027
Sangat Jarang
1.859,840
18,598
0,000
0,000
115.847,680
1.158,477
Tutupan Awan Mangrove Hasil Digitasi
27
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa kerapatan vegetasi mangrove masih tinggi yang ditandai dengan dominasi kelas rapat sekitar 72%. Sedangkan kelas jarang luasnya hanya sekitar 2%. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 1983 vegetasi mangrove di Delta Mahakam masih belum banyak mengalami degradasi oleh aktifitas manusia.
Gambar 4.2 berikut ini adalah hasil digitasi vegetasi mangrove di wilayah Delta Mahakam serta klasifikasi kerapatan vegetasi mangrove citra Landsat TM 1992:
Gambar 4.2.
Hasil digitasi dan klasifikasi kerapatan vegetasi mangrove berdasarkan citra Landsat TM 11 Februari 1992
Luasan tutupan vegetasi mangrove serta luasan kelas kerapatan mangrove diberikan dalam Tabel 4.2 berikut:
28
Tabel 4.2.
Luasan tutupan lahan berdasarkan citra Landsat TM 11 Februari 1992 Luas
Tutupan Lahan dan Kelas Kerapatan
Hektar (Ha)
Sangat Rapat
Km2
1,890
0,019
103,230
1,032
Sedang
14.760,900
147,609
Jarang
53.362,890
533,629
Sangat Jarang
10.115,190
101,152
Tutupan Awan
29.436,840
294,368
107.780,940
1.077,809
Rapat
Mangrove Hasil Digitasi
Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa vegetasi mangrove kelas rapat mulai berkurang menjadi hanya sekitar 0,2% sedangkan kelas jarang bertambah luasannya dan mendominasi dengan luas sekitar 68%. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 1992 sudah mulai terjadi degradasi vegetasi mangrove di Delta Mahakam. Namun citra Landsat tahun 1992 ini memiliki tutupan awan yang relatif banyak sehingga ada kemungkinan akurasi klasifikasi kerapatan vegetasi mangrove ini kurang tepat.
Gambar 4.3 berikut ini adalah hasil digitasi vegetasi mangrove di wilayah Delta Mahakam serta klasifikasi kerapatan vegetasi mangrove citra Landsat TM 1998:
29
Gambar 4.3.
Hasil digitasi dan klasifikasi kerapatan vegetasi mangrove berdasarkan citra Landsat TM 26 Januari 1998
Luasan tutupan vegetasi mangrove serta luasan kelas kerapatan mangrove diberikan dalam Tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3. Luasan tutupan lahan berdasarkan citra Landsat TM 26 Januari 1998 Luas
Tutupan Lahan dan Kelas Kerapatan Sangat Rapat
Hektar (Ha)
Km2
459,900
4,599
9.102,240
91,022
Sedang
23.412,150
234,122
Jarang
19.857,240
198,572
Sangat Jarang
6.021,630
60,216
Tutupan Awan
35.059,590
350,596
Mangrove Hasil Digitasi
93.912,750
939,127
Rapat
30
Berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa pola kerapatan vegetasi mangrove didominasi oleh kelas kerapatan sedang yaitu sekitar 39%. Namun untuk citra tahun 1998 ini memiliki tutupan awan yang relatif besar sehingga kemungkinan hasil penentuan klasifikasi kerapatan vegetasi mangrove tahun 1998 juga kurang akurat. Namun dilihat dari kecenderungan perubahan luasan vegetasi mangrove di Delta Mahakam, pada tahun 1998 terjadi peningkatan degradasi vegetasi mangrove dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Gambar 4.4 berikut ini adalah hasil digitasi vegetasi mangrove di wilayah Delta Mahakam serta klasifikasi kerapatan vegetasi mangrove citra Landsat ETM 2001:
Gambar 4.4.
Hasil digitasi dan klasifikasi kerapatan vegetasi mangrove berdasarkan citra Landsat ETM 27 Februari 2001
Luasan tutupan vegetasi mangrove serta luasan kelas kerapatan mangrove diberikan dalam Tabel 4.4 berikut:
31
Tabel 4.4. Luasan tutupan lahan berdasarkan citra Landsat ETM 27 Februari 2001 Luas
Tutupan Lahan dan Kelas Kerapatan
Hektar (Ha)
Sangat Rapat
Km2
51,570
0,516
695,070
6,951
Sedang
8.444,250
84,442
Jarang
26.206,560
262,066
Sangat Jarang
10.699,830
106,998
Tutupan Awan
27.684,360
276,843
Mangrove Hasil Digitasi
73.781,640
737,816
Rapat
Berdasarkan Tabel 4.4 terlihat bahwa kelas jarang mendominasi vegetasi mangrove dengan luas sekitar 56%. Dengan luasan vegetasi mangrove yang juga semakin berkurang semakin kuat menunjukkan bahwa pada tahun 2001 tingkat degradasi vegetasi mangrove di Delta Mahakam lebih parah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
4.1.2. Pemetaan Sebaran TSM (Total Suspended Matter) Pengamatan sebaran dan konsentrasi TSM di perairan sebenarnya dapat dilakukan secara optik (remote sensing) dengan pendekatan statistik yang sederhana. Namun hal ini mensyaratkan adanya data konsentrasi TSM in situ yang diambil pada waktu yang sama dengan saat satelit melintas. Dengan regresi linier maka dapat dilakukan perbandingan antara nilai digital number dengan konsentrasi TSM in situ pada lokasi yang sesuai. Selanjutnya dapat dibangun suatu algoritma untuk menentukan sebaran konsentrasi TSM. Sehingga sebenarnya algoritma untuk TSM ini bersifat sangat spesifik untuk tempat dan waktu tertentu. Namun demikian algoritma yang telah dibangun tersebut masih dapat diterapkan untuk tempat dan waktu yang berbeda walaupun hasilnya kurang akurat. Tetapi setidaknya algoritma tersebut masih dapat memberikan gambaran pola sebaran TSM.
32
Pada penelitian ini analisa sebaran konsentrasi TSM dilakukan dengan pendekatan statistik. Namun karena tidak adanya data konsentrasi TSM in situ yang sama dengan waktu akuisisi citra, maka sebaran konsentrasi TSM didapatkan dengan mengaplikasikan algoritma untuk TSM dari Ambarwulan dkk (2003).
Gambar 4.5 berikut menunjukkan sebaran konsentrasi TSM di Delta Mahakam berdasarkan algoritma Ambarwulan dkk (2003) untuk citra Landsat MSS 1983:
Gambar 4.5.
Sebaran konsentrasi TSM perairan Delta Mahakam berdasarkan citra satelit Landsat MSS 15 April 1983
Berdasarkan citra satelit Landsat MSS 15 April 1983, sebaran konsentrasi TSM di Delta Mahakam memiliki nilai minimum 0,100 dan maksimum 20, 787. miligram
33
per liter. Sedangkan nilai rata-rata sebaran konsentrasi TSM adalah 6,480 mg/l dengan standard deviasi 3,002.
Gambar 4.6 berikut menunjukkan sebaran konsentrasi TSM di Delta Mahakam untuk citra Landsat TM 1992:
Gambar 4.6.
Sebaran konsentrasi TSM perairan Delta Mahakam berdasarkan citra satelit Landsat TM 11 Februari 1992
Berdasarkan citra satelit Landsat TM 11 Februari 1992, sebaran konsentrasi TSM di Delta Mahakam memiliki nilai minimum 0,204 dan maksimum 26, 575. miligram per liter. Sedangkan nilai rata-rata sebaran konsentrasi TSM adalah 6,651 mg/l dengan standard deviasi 3,970.
34
Gambar 4.7 berikut menunjukkan sebaran konsentrasi TSM di Delta Mahakam untuk citra Landsat TM 1998:
Gambar 4.7.
Sebaran konsentrasi TSM perairan Delta Mahakam berdasarkan citra satelit Landsat TM 26 Januari 1998
Berdasarkan citra satelit Landsat TM 26 Januari 1998, sebaran konsentrasi TSM di Delta Mahakam memiliki nilai minimum 0,204 dan maksimum 81,891 miligram per liter. Sedangkan nilai rata-rata sebaran konsentrasi TSM adalah 20,806 mg/l dengan standard deviasi 6,393.
Gambar 4.8 berikut menunjukkan sebaran konsentrasi TSM di Delta Mahakam untuk citra Landsat ETM 2001:
35
Gambar 4.8.
Sebaran konsentrasi TSM perairan Delta Mahakam berdasarkan citra satelit Landsat ETM 27 Februari 2001
Berdasarkan citra satelit Landsat ETM 27 Februari 2001, sebaran konsentrasi TSM di Delta Mahakam memiliki nilai minimum 0,100 dan maksimum 25,289 miligram per liter. Sedangkan nilai rata-rata sebaran konsentrasi TSM adalah 5,710 mg/l dengan standard deviasi 4,566. Nilai ini terhitung kecil bila dilihat dari kecenderungan perubahan konsentrasi TSM yang semakin meningkat. Hal ini kemungkinan disebabkan kualitas citra yang digunakan kurang baik sehingga berpengaruh terhadap hasil penghitungan konsentrasi TSM. Karena citra yang digunakan adalah hasil mozaik citra dari dua scene citra yang berbeda waktu. Sebagai hasil perbandingan maka pada penelitian ini digunakan nilai konsentrasi rata-rata TSM hasil pengukuran lapangan (Lampiran 5). Berdasarkan hasil
36
pengukuran lapangan pada bulan Mei 2001 rata-rata konsentrasi TSM adalah 67,667 mg/l (Budhiman 2004).
4.2. Pembahasan 4.2.1. Kerapatan Vegetasi Mangrove di Delta Mahakam Untuk melakukan analisa luasan dan kerapatan vegetasi mangrove, dalam penelitian ini digunakan data digitasi vegetasi mangrove dari citra satelit Landsat yang telah terkoreksi. Namun dalam melakukan digitasi vegetasi magrove ini terkendala oleh tutupan awan pada citra. Dengan adanya tutupan awan ini menyebabkan adanya region yang hilang sehingga akan mengurangi akurasi dalam menentukan luasan obyek yang dianalisa. Namun demikian hasil analisa dari data digitasi vegetasi mangrove ini masih dapat menunjukkan kecenderungan perubahan luasan vegetasi mangrove di Delta Mahakam yang semakin berkurang dari tahun 1983 hingga tahun 2001.
Berdasarkan hasil analisa data digitasi vegetasi mangrove, diketahui bahwa antara tahun 1983 hingga tahun 2001 vegetasi mangrove di Delta Mahakam telah mengalami perubahan luasan. Dari tahun 1983 sampai 2001, luasan vegetasi mangrove di Delta Mahakam telah berkurang sekitar 42.000 hektar. Perubahan luasan vegetasi mangrove di Delta Mahakam diperlihatkan dalam Tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5. Perubahan luasan vegetasi mangrove Delta Mahakam Tahun
Km2
Hektar (Ha)
1983
115.847,68
1.158,477
1992
107.780,94
1.077,809
1998
93.912,75
939,127
2001
73.781,64
737,816
Secara keseluruhan luasan vegetasi mangrove di Delta Mahakam telah berkurang sebesar 36,30% sejak tahun 1983 sampai tahun 2001.
37
Perubahan Luas Vegetasi Mangrove 140,000.00 120,000.00
115,847.68 107,780.94 93,912.75
100,000.00
73,781.64
80,000.00 Hektar (Ha) 60,000.00 40,000.00 20,000.00 0.00 1983
1992
1998
2001
Tahun Luas Mangrove
Gambar 4.9.
Grafik perubahan luas vegetasi mangrove Delta Mahakam tahun 1983 sampai tahun 2001
Selain terjadi pengurangan luasan vegetasi mangrove di Delta Mahakam, pola kerapatan vegetasi mangrove juga mengalami perubahan. Dalam penelitian ini, kerapatan vegetasi mangrove di Delta Mahakam dibagi menjadi lima kelas yaitu: sangat rapat, rapat, sedang, jarang dan sangat jarang. Karena tidak adanya data untuk training area kerapatan vegetasi mangrove, maka pembagian kelas ini dilakukan secara kualitatif.
Sejak tahun 1983 hingga tahun 2001 telah terjadi perubahan pola kerapatan vegetasi mangrove di Delta Mahakam. Tahun 1983, kerapatan vegetasi mangrove di Delta Mahakam didominasi oleh vegetasi dengan kelas rapat hingga kelas sedang. Pada saat itu belum banyak terjadi pembabatan hutan mangrove oleh manusia. Sehingga vegetasi mangrove di Delta Mahakam masih cukup terjaga.
Pada tahun 1992 sudah mulai ada peningkatan aktifitas manusia dalam pemanfaatan hutan mangrove. Selain luas hutan mangrove yang mulai berkurang, juga terjadi perubahan pola kerapatan vegetasi mangrove di Delta Mahakam. Pada
38
tahun 1992, kerapatan vegetasi mangrove di Delta Mahakam didominasi oleh vegetasi dengan kelas sedang hingga kelas jarang. Dengan semakin meningkatnya aktifitas pembabatan hutan mangrove oleh manusia, pada tahun 2001 kerapatan vegetasi mangrove di Delta Mahakam telah didominasi oleh kelas jarang hingga kelas sangat jarang.
Banyaknya tutupan awan dalam citra menyebabkan adanya region yang hilang dalam analisa kerapatan vegetasi mangrove. Sehingga untuk membandingkan perubahan kelas kerapatan vegetasi mangrove di Delta Mahakam digunakan nilai persentase dari setiap kelas. Tabel 4.6 berikut ini memperlihatkan persentase perubahan kelas kerapatan vegetasi mangrove di Delta Mahakam dari tahun 1983 hingga tahun 2001:
Tabel 4.6. Persentase perubahan kelas kerapatan vegetasi mangrove Delta Mahakam tahun 1983 sampai tahun 2001 Kerapatan (%)
Kelas Kerapatan Sangat Rapat Rapat Sedang Jarang Sangat Jarang
Tahun 1983
Tahun 1992
Tahun 1998
Tahun 2001
2,7401
0,0024
0,7814
0,1119
71,9140
0,1318
15,4660
1,5078
20,0263
18,8411
39,7806
18,3183
3,7141
68,1135
33,7403
56,8506
1,6054
12,9112
10,2316
23,2114
39
Persentase Kerapatan Vegetasi 80
60
1983 1992 1998 2001
Persentase 40 (% )
20
0 Sangat Rapat
Rapat
Sedang
Jarang
Sangat Jarang
Kelas Kerapatan
Gambar 4.10. Grafik perubahan kerapatan vegetasi mangrove Delta Mahakam tahun 1983 sampai tahun 2001
Berdasarkan grafik terlihat bahwa terjadi perubahan kerapatan vegetasi mangrove di Delta Mahakam. Vegetasi yang semula sangat rapat dan rapat telah berubah menjadi vegetasi yang jarang dan sangat jarang. Secara keseluruhan dari tahun 1983 hingga tahun 2001, vegetasi sangat rapat dan rapat berkurang sebesar 51,49% sedangkan vegetasi jarang dan sangat jarang bertambah sebesar 42,27%.
4.2.2. Sebaran TSM (total suspended matter ) di Delta Mahakam Dalam penelitian ini digunakan pendekatan statistik dalam menentukan sebaran konsentrasi TSM di Delta Mahakam dengan menggunakan citra satelit Landsat. Namun algoritma yang diterapkan adalah algoritma yang telah dibangun oleh peneliti sebelumnya dengan metode pendekatan yang sama.
Pendekatan statistik ini pada dasarnya menentukan korelasi antara nilai digital number pada citra dengan nilai konsentrasi TSM in situ pada lokasi dan waktu yang sama. Analisa statistik yang digunakan biasanya adalah regresi linier (linear regression) atau regrasi multipel (multiple regression). Korelasi antara nilai
40
digital number dengan data in situ ini dapat dilakukan baik pada band tunggal maupun band kombinasi.
Berdasarkan analisa citra, terlihat bahwa pada tahun 1983 pola sebaran konsentrasi TSM di Delta Mahakam lebih merata ke semua bagian. Konsentrasi TSM berkisar antara 4-16 mg/l dengan konsentrasi rata-rata 6,480 mg/l.
Pada tahun 1992, sebaran konsentrasi TSM tidak lagi merata ke semua bagian. Konsentrasi TSM lebih tinggi tampak berada pada bagian utara dan timur delta yaitu sekitar 10-20 mg/l, sedangkan pada bagian selatan delta konsentrasi TSM tampak lebih rendah yaitu sekitar 0-10 mg/l. Konsentrasi rata-rata TSM pada tahun 1992 adalah 6,651 mg/l.
Pada tahun 1998, seperti halnya tahun 1992, konsentrasi TSM lebih tinggi tampak berada pada bagian utara dan timur delta yaitu sekitar 30-60 mg/l, sedangkan pada bagian selatan delta konsentrasi TSM tampak lebih rendah yaitu sekitar 0-30 mg/l. Konsentrasi rata-rata TSM pada tahun 1998 adalah 20,806 mg/l.
Sedangkan pada tahun 2001 tampak bahwa pola sebaran konsentrasi TSM tidak merata. Konsentrasi TSM lebih tinggi tampak lebih banyak berada pada bagian muara dan dekat daratan delta, sedangkan konsentrasi TSM lebih rendah berada pada bagian lebih jauh dari daratan delta. Konsentrasi rata-rata TSM pada tahun 2001 adalah 5,710 mg/l (berdasarkan citra satelit) dan 67,667 mg/l (berdasarkan pengukuran lapangan) . Rendahnya konsentrasi rata-rata TSM pada citra satelit tahun 2001 ini kemungkinan disebabkan adanya bayangan awan (shadow clouds) pada citra yang dapat menimbulkan error dalam kalkulasi konsentrasi TSM. Selain itu citra tahun 2001 ini merupakan hasil gabungan (mozaik) dari 2 scene yang berbeda waktu akuisisi citranya, sehingga berpengaruh terhadap digital number citra.
Terjadinya perbedaan sebaran konsentrasi TSM di Delta Mahakam tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah perubahan dinamika perairan.
41
Perubahan arus musiman, pasang surut dan gelombang dapat mempengaruhi pola sebaran TSM. Selain itu masuknya muatan sedimen (sediment load) dari daratan ke perairan juga dapat berpengaruh terhadap konsentrasi TSM di perairan.
Faktor meteorologi dan faktor kesalahan manusia dalam analisa citra juga dapat mempengaruhi hasil pemetaan sebaran TSM. Menurut Abu Daya (2004), sumber kesalahan (error) ini umumnya disebabkan oleh: 1. Citra yang tidak terkoreksi secara benar terhadap pengaruh atmosfer. 2. Perbedaan waktu antara akuisisi citra dengan pengukuran konsentrasi TSM in situ, sehingga algoritma tidak memberikan hasil yang akurat.
Tabel 4.7 berikut ini memperlihatkan konsentrasi rata-rata TSM di Delta Mahakam dari tahun 1983 sampai tahun 2001 berdasarkan data citra satelit Landsat:
Tabel 4.7. Konsentrasi rata-rata TSM di Delta Mahakam dari tahun 1983 sampai tahun 2001 Tahun
Konsentrasi rata-rata (mg/l)
1983
6,480
1992
6,651
1998
20,806
2001
67,667
42
Konsentrasi TSM Rata-rata 80
67.667
70 60 50 mg/l 40 30
20.806
20 10
6.480
6.651
1983
1992
0 1998
2001
Tahun konsentrasi Gambar 4.11. Grafik konsentrasi rata-rata TSM di Delta Mahakam
Berdasarkan Gambar 4.11 terlihat bahwa konsentrasi rata-rata TSM di Delta Mahakam bertambah dari tahun 1983 sampai tahun 2001. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya degradasi vegetasi mangrove di Delta Mahkam telah menyebabkan meningkatnya kandungan suspended sediment di perairan. Secara keseluruhan, konsentrasi rata-rata TSM di Delta Mahakam dari tahun 1983 sampai tahun 2001 meningkat sebesar 146,89%.
4.2.3. Kaitan Kerapatan Vegetasi Mangrove dengan Sebaran Konsentrasi TSM Berdasarkan analisa secara visual dari hasil pengolahan citra satelit, tampak bahwa ada kaitan antara perubahan kerapatan vegetasi mangrove dengan perubahan konsentrasi rata-rata TSM di Delta Mahakam. Berkurangnya vegetasi sangat rapat dan rapat sebesar 51,49% serta bertambahnya vegetasi jarang dan sangat jarang sebesar 42,27% menyebabkan pertambahan konsentrasi rata-rata TSM sebesar 52,96%. Sedangkan berdasarkan analisa statistik menunjukkan nilai korelasi yang tidak terlalu besar antara perubahan kerapatan vegetasi mangrove
43
dengan sebaran konsentrasi TSM di Delta Mahakam. Nilai korelasi antara perubahan vegetasi sangat rapat dan rapat terhadap sebaran konsentrasi TSM adalah -0,46. Sedangkan nilai korelasi antara perubahan vegetasi jarang dan sangat jarang terhadap sebaran konsenntrasi TSM adalah 0,50.
Untuk melihat secara visual kaitan antara perubahan kerapatan vegetasi mangrove dengan sebaran konsentrasi TSM di Delta Mahakam, berikut ini adalah overlay antara hasil klasifikasi kerapatan vegetasi mangrove dengan sebaran konsentrasi TSM. Gambar 4.12 berikut adalah hasil overlay kerapatan vegetasi mangrove dan sebaran konsentrasi TSM untuk citra Landsat MSS 1983:
Gambar 4.12. Overlay kerapatan vegetasi mangrove dan sebaran konsentrasi TSM berdasarkan citra satelit Lansdat MSS 15 April 1983
44
Secara visual tampak bahwa konsentrasi TSM lebih tinggi berada pada daerah muara dan coastline dimana kerapatan vegetasi mangrove relatif jarang dan sangat jarang.
Gambar 4.13 berikut adalah hasil overlay kerapatan vegetasi mangrove dan sebaran konsentrasi TSM untuk citra Landsat TM 1992:
Gambar 4.13. Overlay kerapatan vegetasi mangrove dan sebaran konsentrasi TSM berdasarkan citra satelit Lansdat TM 11 Februari 1992
Secara visual tampak bahwa konsentrasi TSM lebih tinggi berada di bagian utara dan timur delta. Meskipun banyak tertutup oleh awan, terlihat kecenderungan bahwa pada daerah muara dan coastline di bagian utara dan timur delta memiliki kerapatan vegetasi mangrove relatif jarang dan sangat jarang.
45
Gambar 4.14 berikut adalah hasil overlay kerapatan vegetasi mangrove dan sebaran konsentrasi TSM untuk citra Landsat TM 1998:
Gambar 4.14. Overlay kerapatan vegetasi mangrove dan sebaran konsentrasi TSM berdasarkan citra satelit Lansdat TM 26 Januari 1998
Seperti pada citra tahun 1992, secara visual tampak bahwa konsentrasi TSM lebih tinggi berada di bagian utara dan timur delta. Citra juga banyak tertutup oleh awan namun terlihat kecenderungan bahwa pada daerah muara dan coastline di bagian utara dan timur delta memiliki kerapatan vegetasi mangrove relatif jarang dan sangat jarang.
Gambar 4.15 berikut adalah hasil overlay kerapatan vegetasi mangrove dan sebaran konsentrasi TSM untuk citra Landsat ETM 2001:
46
Gambar 4.15. Overlay kerapatan vegetasi mangrove dan sebaran konsentrasi TSM berdasarkan citra satelit Lansdat TM 27 Februari 2001
Pada citra tahun 2001, secara visual tampak bahwa sebaran konsentrasi TSM lebih menyebar ke seluruh bagian delta. Pada bagian muara dan coastline bahkan aliran sungai memiliki sebaran konsentrasi TSM yang relatif tinggi.Citra memiliki tutupan awan relatif banyak namun tampak bahwa konsentrasi TSM tinggi berada pada bagian dimana kerapatan vegetasi mangrove relatif jarang dan sangat jarang.
Gambar 4.16 berikut menunjukkan hubungan antara berkurangnya presenstase vegetasi mangrove kelas sangat rapat dan kelas rapat dengan bertambahnya konsentrasi TSM:
47
Vegetasi Rapat dan Konsentrasi TSM 80
80
70
70
60
60
50
50
Persentase 40 (%)
40
30
30
20
20
10
10
0
0 1983
1992
1998
mg/l
2001
Tahun vegetasi rapat
konsentrasi TSM
Gambar 4.16. Grafik hubungan vegetasi rapat dan konsentrasi TSM
Berdasarkan gambar 4.16 terlihat presentase vegetasi mangrove kelas sangat rapat dan kelas rapat cenderung semakin berkurang dari tahun 1983 sampai tahun 2001. Sedangkan konsentrasi TSM cenderung bertambah dari tahun 1983 sampai tahun 2001. Secara statistik, nilai korelasi antara vegetasi mangrove kelas sangat rapat dan kelas rapat terhadap konsentrasi TSM adalah -0,46.
Sedangkan Gambar 4.17 berikut menunjukkan hubungan antara bertambahnya presentase vegetasi mangrove kelas jarang dan kelas sangat jarang dengan bertambahnya konsentrasi TSM:
48
Vegetasi Jarang dan Konsentrasi TSM 90
80
80
70
70
60
60
50
Persentase 50 (%) 40
40
mg/l
30
30 20
20
10
10
0
0 1
2
3
4
Tahun vegetasi jarang
konsentrasi TSM
Gambar 4.17. Grafik hubungan vegetasi jarang dan konsentrasi TSM
Berdasarkan gambar 4.17 terlihat presentase vegetasi mangrove kelas jarang dan kelas sangat jarang cenderung semakin bertambah dari tahun 1983 sampai tahun 2001. Konsentrasi TSM juga cenderung bertambah dari tahun 1983 sampai tahun 2001. Secara statistik, nilai korelasi antara vegetasi mangrove kelas sangat rapat dan kelas rapat terhadap konsentrasi TSM adalah 0,50.
49