BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP lengkap selama penelitian ditampilkan pada lampiran 4. Tabel 6. Nilai Rata-rata Produktivitas Primer Fitoplankton Z I (m) (mgC/m3/hari) 0,2 693,71 1 985,80 2 766,73 3 766,73 4 620,69 5 511,16 6 219,07 Keterangan : St : stasiun Z : Kedalaman PP : Produktivitas Primer
Stasiun II III (mgC/m3/hari) (mgC/m3/hari) 584,18 474,65 1090,34 657,20 657,20 1131,85 486,81 985,80 365,11 949,29 304,26 693,71 292,09 511,16
IV (mgC/m3/hari) 1423,94 1058,82 985,80 474,65 693,71 328,60 292,09
Pada Tabel 6 hasil pengamatan menunjukkan nilai rata-rata PP tertinggi terdapat pada permukaan di stasiun IV (Bagian Tengah Situ) sebesar 1423,94 mgC/m3/hari, sedangkan terendah pada kedalaman 6 m di stasiun I (Inlet) sebesar 219,07 mgC/m3/hari. Menurut Purnomo et al. (1993) berdasarkan hasil pengamatan nilai PP yang lebih dari 750 mgC/m3/hari maka Situ Cileunca dikategorikan ke dalam danau atau perairan yang eutrofik. Kondisi ini baik untuk pengelolaan perikanan. Pada Gambar 6 terlihat bahwa distribusi vertikal PP di empat stasiun yang berbeda memperlihatkan pola yang hampir sama, yaitu nilai PP tertinggi tidak terjadi pada permukaan melainkan pada kedalaman 1 m (kecuali stasiun III dan IV nilai PP tertinggi terdapat pada kedalaman 2 m dan permukaan) dan menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman. Tingginya nilai PP dipengaruhi oleh cahaya matahari yang digunakan oleh fitoplankton untuk proses fotosintesis. Nilai PP tertinggi tidak terjadi pada permukaan dikarenakan adanya fotoinhibisi,
24
25
sehingga fitoplankton mencari daerah dengan intensitas cahaya optimum untuk melakukan fotosintesis, namun pada stasiun IV PP tertinggi terdapat pada permukaan dikarenakan adanya benda-benda yang mengganggu cahaya matahari maksimum sampai ke perairan ataupun dikarenakan adanya partikel-partikel terlarut yang menghalangi cahaya matahari maksimum sampai ke perairan. Pada stasiun III nilai PP tertinggi justru terjadi pada kedalaman 2 m dikarenakan pada stasiun ini cahaya tidak mengalami gangguan sehingga intensitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya maka fitoplankton semakin kedalam untuk mendapatkan cahaya optimum. Nilai PP terendah pada keempat stasiun pengamatan terjadi pada kedalaman 6 m. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widiyastuti (2004) yang menyatakan bahwa nilai PP terendah terjadi pada kedalaman kompensasi dimana intensitas cahaya matahari 1% dari intensitas cahaya permukaan. Pada stasiun III nilai PP terendah masih tergolong tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya, hal ini disebabkan oleh intensitas cahaya matahari pada stasiun III tinggi sehingga mampu menembus kolom air lebih dalam dibandingkan dengan stasiun lainnya. 0
Kedalaman (m)
-1
0
500
1000
1500
-2 Stasiun I
-3
Stasiun II
-4
Stasiun III
-5
Stasiun IV
-6 -7 NPP (mgC/m3/hari)
Gambar 6. Rata-rata produktivitas primer fitoplankton untuk setiap stasiun Pada proses fotosintesis, fitoplankton menyerap cahaya matahari dan karbondioksida sebagai bahan baku fotosintesis yang menghasilkan oksigen. Oksigen tersebut sangat penting bagi kehidupan organisme akuatik lainnya di perairan Situ Cileunca.
26
4.2 Transparansi Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk (Efendi 2003). Transparansi menjadi faktor penting dalam mengontrol produktivitas perairan karena berhubungan dengan tingkat penetrasi cahaya matahari yang akan menentukan laju fotosintesis dan produktivitas primer perairan (Widyastuti 2004). Selanjutnya Widyastuti menyatakan semakin tinggi transparansi semakin dalam penetrasi cahaya ke dalam air, yang akan menentukan ketebalan produktif. Transparansi dapat diidentikkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya proses fotosintesis. Kedalaman kompensasi terjadi pada kedalaman dimana laju produksi oksigen dari hasil fotosintesis sama dengan laju penggunaan oksigen untuk proses respirasi dan intensitas cahaya pada lapisan ini tinggal 1% dari intensitas permukaan. Berdasarkan penelitian pendahuluan di Situ Cileunca memiliki kedalaman kompensasi 6 m, kemudian ditentukan sebagai kedalaman maksimum pengamatan PP pada penelitian ini. Menurut Boyd (1982) cahaya yang masuk ke perairan semakin berkurang setiap melewati titik kedalaman yang disebabkan oleh adanya peredupan cahaya. Berdasarkan penelitian pendahuluan peredupan cahaya di Situ Cileunca terjadi setiap 0,024 m. Berdasarkan pembacaan keping Secchi didapatkan transparansi di Situ Cileunca berkisar antara 0,42-0,78 m ditampilkan pada Lampiran 13. Rata-rata transparansi tertinggi terdapat pada stasiun III (Dam Pulo) dan terendah terdapat pada stasiun I (inlet) dengan nilai masing-masing 0,78 dan 0,49 m (Gambar 7). Pada Gambar 9 terlihat bahwa nilai transparansi semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jarak lokasi dari inlet yang berarti semakin jauh lokasi dari inlet semakin jernih bagian badan air tersebut. Hal ini menunjukkan beban masukan pada inlet menghalangi masuknya cahaya matahari. Beban masukan tersebut berasal dari limbah yang dihasilkan peternakan sapi dan pengolahan susu sapi di atas daerah inlet. Beban masukan tersebut mengalami sedimentasi dalam perjalanannya menuju outlet, sehingga nilai transparansi di outlet semakin tinggi. Namun tidak pada stasiun II (Dam panglayangan), dikarenakan banyak aktifitas masyarakat antara lain mencuci di stasiun tersebut, mengakibatkan beban
27
masukan yang menghalangi cahaya matahari tidak hanya berasal dari inlet saja melainkan berasal dari buangan dan masukan sisa kegiatan masyarakat tersebut. Transparansi dipengaruhi oleh zat-zat terlarut dalam air, partikel-partikel dan warna air. Berdasarkan nilai transparansi dan hasil pengamatan warna air Situ Cileunca coklat sampai hijau. Menurut Purnomo et al. hijau kekuningan atau kecoklatan dengan kecerahan terbatas Situ Cileunca dikategorikan ke dalam danau atau perairan yang eutrofik.
Transparansi (m)
0.8 0.6 0.4 0.2 0 1
2
3
4
Stasiun Pengamatan
Gambar 7. Rata-rata transparansi menurut stasiun pengamatan Menurut Odum (1998) transparansi cahaya seringkali dihalangi oleh zatzat terlarut di dalam air sehingga membatasi zona fotosintesis. Transparansi ini juga dipengaruhi oleh cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan tersebut yang akan mempengaruhi proses fotosintesis fitoplankton. Maka transparansi sangat mempengaruhi nilai produktivitas primer periaran.
4.3 Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut dibutuhkan untuk proses oksidasi nutrien yang masuk ke dalam tubuh organisme perairan. Konsentrasi oksigen terlarut di Situ Cileunca berkisar antara 1,62 – 9,74 mg/l (Lampiran 14). Rata-rata konsentrasi tertinggi terdapat pada stasiun I dan terendah pada stasiun III dengan pola distribusi vertikal yang sama yaitu menurun seiring dengan brtambahnya kedalaman (Gambar 8). Sesuai dengan pernyataan Zahidah (2006) konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi oleh kedalaman, konsentrasi menurun dengan bertambahnya kedalaman.
28
Tingginya konsentrasi oksigen terlarut pada stasiun I disebabkan oleh keberadaan fitoplankton yang mengahasilkan oksigen serta meningkatkan nilai kelarutan oksigen. Berdasarkan pengamtan nilai PP tidak memiliki pola yang sama dengan konsentrasi oksigen terlarut yaitu konsentrasi oksigen terlarut tertinggi terdapat pada pemukaan sedangkan nilai PP tertinggi umumnya pada kedalaman 1 m, hal ini dikarenakan oksigen terlarut di permukaan tidak hanya dihasilkan oleh fotosintesis fitoplankton saja, melainkan dari difusi oksigen yang terdapat pada atmosfer serta aliran air yang masuk. Sesuai dengan pernyataan Novonty dan Olem (1994) bahwa sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. 0 -1
0
2
4
6
8
10
Kedalaman (m)
-2 Stasiun I
-3
Stasiun II
-4
Stasiun III
-5
Stasiun IV
-6 -7 DO (mg/l)
Gambar 8. Rata-rata oksigen terlarut untuk kedalaman setiap stasiun
Tingginya konsentrasi oksigen terlarut di perairan dapat memberikan petunjuk tentang tingginya PP di perairan tersebut, hal ini dikarenakan peningkatan nilai PP yang merupakan hasil proses fotosintesis sebanding dengan peningkatan jumlah oksigen yang dihasilkan. Barus (2004) menyatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut pada suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman, yang sangat dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan aktivitas fotosintesis tumbuhan air yang akan menghasilkan oksigen.
29
4.4 BOD5 Konsentrasi
BOD5
didasarkan
pada
kebutuhan
oksigen
oleh
mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik. Konsentrasi BOD5 di Situ Cileunca berkisar antara 4,26–7,45 mg/l (Lampiran 15). Nilai rata-rata BOD5 tertinggi pada stasiun I sebesar 7,45 mg/l dan terendah pada stasiun II sebesar 4,26 mg/l (Gambar 9).
BOD5 (mg/l)
8 6 4 2 0 I
II
III
IV
Stasiun Pengamatan
Gambar 9. Rata-rata BOD5 untuk masing-masing stasiun Tingginya konsentrasi BOD5 pada stasiun I disebabkan oleh masukan air ke Situ Cileunca yang kemungkinan telah tercemar limbah peternakan sapi yang berlokasi diatas daerah inlet Situ Cileunca. Konsentrasi BOD5 pada lokasi pengamatan menunjukkan tingginya kadar bahan organik di dalam air, karena BOD5 merupakan indikator pencemaran bahan organik. Semakin tinggi BOD5, maka semakin tinggi pula tingkat pencemaran oleh zat organik (Barus 2001). Berdasarkan hasil pengamatan dan menurut PP Nomor.82 Tahun 2001 perairan Situ Cileunca untuk stasiun II dan II termasuk dalam kelas II (Prasarana/sarana rekreasi), sedangkan stasiun I dan IV termasuk dalam kelas III (Pembudidayaan ikan air tawar).
30
4.5 Nitrat-Nitrogen (NO3-N) Bentuk utama nitrogen di perairan alami adalah Nitrat-nitrogen (NO3-N). Nitrat merupakan nutrien yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk dapat tumbuh dan berkembang. Konsentrasi nitrat di Situ Cileunca berkisar antara 0,102–0,554 mg/l dapat dilihat pada Lampiran 16. Distribusi vertikal nitrat di empat stasiun pengamatan memiliki pola yang sama yaitu meningkat seiring dengan meningkatnya kedalaman. Hal ini dikarenakan adanya pengendapan nutrien. Distribusi vertikal nitrat menunjukkan nilai maksimum terjadi pada kedalaman 6 m dan pada kedalaman 0,2 m memperlihatkan nilai minimum. Nilai minimum pada kedalaman 0,2 m berkaitan dengan penggunaan nutrien tersebut oleh fitoplankton. Dapat dilihat bahwa semakin tinggi kedalaman maka konsentrasi nitrat semakin meningkat karena semakin dalam keberadaan fitoplankton juga semakin berkurang sejalan dengan berkurangnya cahaya matahari yang masuk dalam perairan tersebut. Pada Gambar 10 dapat dilihat rata-rata konsentrasi nitrat tertinggi terdapat pada stasiun I dan terendah terdapat pada stasiun IVmasingmasing sebesar 0,55 dan 0,10 mg/l. Tingginya konsentrasi nitrat pada stasiun I disebabkan karena lokasi ini dekat dengan lokasi peternakan sapi perah dan pengolahan susu sapi yang menghasilkan masukan limbah organik sehingga mengakibatkan meningkatnya konsentrasi nitrat di stasiun tersebut. Hal ini diperkuat oleh tingginya bahan organik pada stasiun I. Konsentrasinya akan meningkat apabila lokasi tersebut semakin dekat dengan titik pembuangan limbah. 0
Kedalaman (m)
-1 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
-2 Stasiun I
-3
Stasiun II
-4
Stasiun III
-5
Stasiun IV
-6 -7 Nitrogen (NO3-N) (mg/l)
Gambar 10. Rata-rata nitrat-nitrogen (NO3-N) pada setiap stasiun
31
4.6 Orthofosfat (PO4-P) Bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan langsung oleh organisme akuatik adalah orthofosfat (PO4-P). Konsentrasi orthofosfat pada keempat stasiun pengamatan berkisar antara 0,01-0,07 mg/l (Lampiran 17). Konsentrasi tertinggi terdapat pada permukaan di stasiun III sebesar 0,07 mg/l, sedangkan terendah pada kedalaman 6 m di stasiun I sebesar 0,01 mg/l. Distribusi vertikal orthofosfat bervariasi ditampilkan pada Gambar 11. Konsentrasi orthofosfat pada permukaan di stasiun II dan III lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya berkaitan dengan konsentrasi BOD5 yang lebih rendah pada kedua stasiun tersebut. Hal ini dikarenakan penggunaan nutien orthofosfat oleh bakteri yang dirubah menjadi bahan organik (BOD), maka rendahnya konsentrasi orthofosfat yang telah digunakan akan sejalan sengan peningkatan BOD yang dihasilkan. Selain itu juga pada stasiun II dan III merupakan daerah yang terdapat kegiatan masyarakat seperti mencuci (penggunaan detergen) sehingga menambah konsentrasi fosfat pada permukaan di stasiun tersebut. Sedangakn distribusi vertikal orthofosfat pada setiap stasiun menunjukkan pola yang sama yaitu menurun sejalan dengan bertambahnya kedalaman. Hal ini dikarenakan pada kedalaman dengan intensitas cahaya yang semakin berkurang keberadaan fitoplankton juga berkurang, namun pada kedalaman tersebut terdapat bakteri lain yang menyerap orthofosfat dan juga orthofosfat akan dengan mudah dan cepat mengalami pengendapan dengan sedimen. 0
Kedalaman (m)
-1 0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
-2 -3
Stasiun I
-4
Stasiun II Stasiun III
-5
Stasiun IV
-6 -7 Fosfor (PO4-P) (mg/l)
Gambar 11. Rata-rata orthofosfat (PO4-P) pada setiap stasiun
32
4.7 Derajat Keasaman (pH) Nilai pH, alkalinitas, dan CO2 bebas di Situ Cileunca berkisar antara 5– 9,5, 18,06-27,03 mg/l CaCO3aq, dan 0,68-1,61 mg/l sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 14 (Lampiran 18). Dengan nilai rata-rata pH tertinggi terdapat pada stasiun IV dan terendah pada stasiun I, masing-masing sebesar 7,9 dan 6,06. Berdasarkan kisaran nilai pH di Situ Cileunca, maka perairan tersebut ideal untuk kehidpan fitoplankton. Nilai pH dalam air berkaitan erat dengan konsentrasi CO2 bebas dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH dalam badan air maka akan semakin rendah konsentrasi CO2 yang digunakan oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis, sedangkan semakin tinggi nilai pH akan semakin tinggi pula nilai alkalinitasnya yaitu kemampuan air untuk mengikat dan melepas sejumlah ion hidrogen yang menunjukkan larutan tersebut asam atau basa (Gambar 12).
Alkalinitas (mg/l)
8
pH
6 4 2
30 25 20 15 10 5 0 0.2
0
6
0.2
I 1
2 3 Stasiun
4
6
0.2
II
6
0.2
III
6
IV
Stasiun Pengamatan (m)
CO2 bebas (mg/l)
2
1 0 0.2 m
6m I
0.2 m
6m II
0.2 m
6m III
0.2 m IV
Kedalaman
Gambar 12. Rata-rata pH, Alkalinitas dan CO2 untuk setiap stasiun pengamatan
33
Tingginya nilai pH pada stasiun IV disebabkan oleh adanya peranan fotosintesis yang banyak menyerap CO2 bebas, sehingga konsentrasi CO2 menurun dan nilai pH meningkat. Konsentrasi CO2 bebas meningkat sejalan dengan peningkatan kedalaman sesuai dengan keberadaan fitoplankton yang semakin berkurang.
4.8 Suhu Suhu air di empat stasiun pengamatan berkisar antara 16-26 ºC, data lengkap ditampilkan pada Lampiran 19. Distribusi vertikal suhu diperlihatkan pada Gambar 13. Distribusi vertikal suhu di empat stasiun pengamatan memperlihatkan pola yang sama, yaitu suhu menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman. Suhu rata-rata permukaan perairan berkisar antara 22,4-24,4 ºC kemudian menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman hingga kedalaman kompensasi dengan suhu rata-rata 18,4-19,2 ºC. Rata-rata suhu tertinggi terdapat pada permukaan di stasiun II sebesar 24,4 ºC, sedangkan ratarata suhu terendah terdapat pada kedalaman 6 m di stasiun Isebesar 18,4 ºC. 0
Kedalaman (m)
-1
0
5
10
15
20
25
30
-2 Stasiun I
-3
Stasiun II -4
Stasiun III
-5
Stasiun IV
-6 -7 Suhu (oC)
Gambar 13. Rata-rata suhu untuk kedalaman pada setiap stasiun pengamatan
Perbedaan suhu pada setiap stasiun dan setiap ulangan disebabkan oleh perbedaan tempat pengukuran dan cuaca saat pengukuran dilakukan. Barus (2004) menyatakan bahwa, pola suhu ekosistem perairan dipengaruhi oleh berbagai
34
faktor seperti intensitas cahaya matahari. Pertukaran panas antara air dengan udara di sekelilingnya dan juga faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi serta kedalaman perairan. Distribusi suhu tersebut dikarenakan adanya perbedaan tingkat intensitas sinar matahari yang diserap oleh setiap kolom perairan. Kedalaman dekat permukaan mendapatkan penyinaran yang lebih banyak sehingga kelimpahan fitoplankton tinggi yang didukung dengan PP yang tinggi pula, namun tidak di permukaan. Cahaya di permukaan maksimum namun tidak optimum untuk pertumbuhan fitoplankton. Penurunan suhu di daerah kompensasi disebabkan oleh semakin berkurangnya pemanasan air oleh cahaya matahari karena bertambahnya kedalaman. Dari hasil pengamatan, meskipun terdapat perbedaan antara suhu permukaan dan daerah kompensasi, namun di Situ Cileunca tidak terdapat stratifikasi suhu yang tajam. Hal ini umum terjadi di perairan tropis dimana intensitas cahaya matahari relatif sama sepanjang tahun.
4.9 Analisis Korelasi Pearson Berdasarkan pengukuran konsentrasi nitrogen dan fosfor perairan yang telah dilakukan pada stasiun pengamatan dan kedalaman yang dikorelasikan antara produktivitas primer fitoplankton dengan konsentrasi nitrogen dan fosfor, maka diperoleh koefisien korelasi seperti pada Tabel 7. Table 7. Hubungan nitrogen dan fosfor dengan produktivitas primer fitoplankton Hubungan
Koefisien Korelasi Pearson
Kekuatan hubungan
p-value
Α
Kesimpulan
X1*X2-Y
0,452
Sedang
0,002
0,05
Terdapat hubungan yang Signifikan
Pada Tabel 7, dapat dilihat bahwa hasil uji korelasi antara konsentrasi nitrogen dan fosfor dengan produktivitas primer fitoplankton menunjukkan nilai positif (+) yaitu memiliki hubungan yang searah, artinya semakin besar konsentrasi nitrogen dan fosfor maka nilai produktivitas primernya akan semakin
35
besar pula, begitu juga sebaliknya, jika semakin kecil konsentrasi nitrogen dan fosfor maka nilai produktivitas primer fitoplankton akan semakin kecil. Berdasarkan koefisien korelasi menurut Sugiyono (2005), seperti pada Tabel 5 nilai koefisien korelasi antara konsentrasi nitrogen dan fosfor dengan produktivitas primer fitoplankton sebesar 0,452, maka hubungan korelasinya memiliki tingkat hubungan yang sedang, pada Tabel 7 diperoleh p-value (0,002) lebih kecil dari derajat asosiasi (0,05), maka H0 ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara konsentrasi nitrogen dan fosfor dengan produktivitas primer fitoplankton. Disimpulkan bahwa konsentrasi nitrogen dan fosfor berpengaruh terhadap produktivitas primer fitoplankton akan tetapi ada faktor lain yang berpengaruh lebih besar terhadap produktivitas primer fitoplankton di Situ Cileunca, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.