59
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
PENDAHULUAN
Pada bab IV ini akan menjelaskan kajian dari efek fotoinisiator yang akan mempengaruhi beberapa parameter seperti waktu pemolimeran, kelarutan poly tetrahydrofurfuryl
acrylate
(pTHFA),
dan
sifat
transition
glass
(Tg)
poly
tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA). Lalu menjelaskan hasil analisis struktur poly tertrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) dengan menggunakan instrumen seperti Fourier Transform Infrared (FTIR), dan terakhir dilakukan pengujian terhadap kinerja baterai. 4.2
KAJIAN DARI EFEK FOTOINISIATOR
Selama ini poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) belum disediakan dengan menggunakan foto polimer, kebanyakan poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) dengan menggunakan pengaliran (reflux) dengan sistem pemanasan (thermal) yang waktunya 7 sampai 8 jam atau dengan waktu yang tidak sebentar (Mochizuki et al., 2009). Selain itu beberapa jenis acrylate yang lain sudah bisa di foto polimerkan seperti potassium ion sensor berdasarkan photocured (Alva & Lee, 2011). Berdasarkan kajian dari efek fotoinisiator bahwa kosentrasi fotoinisiator akan mempengaruhi beberapa parameter seperti waktu pemolimeran, kelarutan poly tetrahydrofurfuryl
acrylate
(pTHFA),
dan
sifat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
transition
glass
(Tg)
poly
60 tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA). Kajian pemilihan kosentrasi dari fotoinisiator yaitu menggunakan rasio campuran 100:1, 100:2, 100:3, 100:4, dan 100:5 atau 5 fariasi kosentrasi. Berdasarkan ke-5 kosentrasi tersebut didapat hasil sebagai berikut. 1. Waktu pemolimeran Untuk mengetahui waktu pemolimeran poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA), maka dilakukanlah pengujian pada masing-masing rasio campuran yaitu 100:1, 100:2, 100:3, 100:4, dan 100:5 dengan ukuran pTHFA sebesar 20 µL. Untuk lebih jelasnya hasil dari waktu pemolimeran rasio campuran 100:1, 100:2, 100:3, 100:4, dan 100:5 dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Nilai hasil pengujian waktu pemolimeran dari masing-masing rasio campuran Jumlah percobaan
No
Rasio campuran
1
100:1
3 menit
3 menit
2 menit
2 menit
3 menit
2.6 menit
2
100:2
3 menit
2 menit
3,5 menit 2 menit
2 menit
2.5 menit
3
100:3
2.5 menit
2 menit
2 menit
2 menit
3 menit
2.2 menit
4
100:4
2.5 menit
2 menit
2 menit
2 menit
2 menit
2.1 menit
5
100:5
2 menit
2.5 menit 2 menit
1.5 menit 1 menit
1.8 menit
1
2
3
4
5
Rata-rata
Dari Tabel 4.1 diatas dapat dijelaskan bahwa rasio campuran 100:1 pada percobaan ke-3 dan ke-4 memiliki waktu pemolimeran selama 2 menit lebih singkat dari percobaan ke1, 2, dan 5 maka rata-rata waktu pemolimeran dari rasio campuran 100:1 adalah 2,6 menit. Pada rasio campuran 100:2 di percobaan ke-3 memiliki waktu pemolimeran selama 3,5 menit lebih lama dari percobaan ke-1 yaitu 3 menit, ke-2, 4, dan 5 yaitu 3 menit, dan rata-rata waktu pemolimeran dari rasio campuran 100:2 adalah 2,5 menit. Rasio campuran 100:3 kita dapat amati pada percobaan ke-2, 3, dan 4 memiliki waktu pemolimeran yang singkat yaitu 2 menit dari pada percobaan ke-1 dan ke-5, maka rata-rata waktu pemolimeran dari rasio campuran 100:3 adalah 2,2 menit. Pada rasio campuran 100:4 terjadi percepatan pada waktu pemolieran yaitu rata-rata waktu pemolimeran 2,1 menit. Di rasio campuran 100:5 kita dapat lihat pada percobaan ke-5 memiliki waktu pemolimeran yang singkat yaitu selama 1 menit dari pada percobaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
61 ke-1, 2, 3, dan 4 jadi rata-rata waktu pemolimeran dari rasio campuran 100:5 adalah 1,8 menit. Dari pengujian pada masing-masing rasio campuran yaitu 100:1, 100:2, 100:3, 100:4, dan 100:5 diperoleh rata-rata waktu pemolimeran yang paling singkat adalah pada rasio campuran 100:5 dengan waktu pemolimeran 1,8 menit. Hal ini dikarenakan kosentrasi dari fotoinisiator yang banyak, maka hanya membutuhkan waktu pemolimeran yang singkat. Sebaliknya jika kosentrasi dari fotoinisiator yang sedikit waktu yang dibutuhkan untuk pemolimeran jadi lama. 2. Pengujian Kelarutan Poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) mempunyai sifat yang sedikit larut dalam air (Zioga et al., 1997), maka dalam kajian ini dilakukan percobaan kelarutan. Namun demikian belum ditemukan catatan tentang fotopolimer tetrahydrofurfuryl acrylate (THFA), maka dilakukan pengujian kelarutan didalam air. Untuk mengetahui suatu hasil yang baik dari pengujian kelarutan poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA), maka yang diketahui dari eksperimen adalah: Diketahui: Density THFA (d)
= 1,064 gram/mol.
Berat molekul (BM) awal THFA
= 156,18 gram/mol.
Ukuran pTHFA (V) setelah dipolimerkan
= 15 µL. = 15 µL/1000mL = 0,015 mL.
pTHFA 100:1 berat awal
= 0,0508 gram.
pTHFA 100:1 berat setelah direndam 1 hari = 0,0389 gram. a. Perhitungan massa pTHFA: Massa = d x V = 1,064 gram/mol x 0,015 mL = 0,01596 gram
http://digilib.mercubuana.ac.id/
62 b. Perhitungan persentase (%) kehilangan berat pTHFA: Kehilangan berat = berat awal – berat setelah direndam selama 1 hari = 0,0508 gram - 0,0389 gram = 0,0119 gram Persentase (%) kehilangan berat =
(
)
= 30,59 % ≈ 30,6 % Maka persentase (%) hasilnya
= 100 % - 30,6 % = 69,4 %
c. Perhitungan perbandingan gram antara massa pTHFA dengan berat setelah direndam selama 1 hari: = massa THFA : berat setelah direndam selama 1 hari = 0,01596 gram : 0,0389 gram = 1 : 2,4273 d. Perhitungan berat molekul (BM) setelah dipolimerkan: BM = mol =
⁄
= 1,022 x 10-4 mol
e. Perhitungan perbandingan berat molekul: Berat molekul (BM) pTHFA setelah dipolimerkan dengan berat molekul setelah direndam selama 1 hari dibagi dengan Berat molekul (BM) awal THFA. = 1,022 x 10-4 mol : (
)
= 1,022 x 10-4 mol : 2,49 x 10-4 mol = 1 : 2,4364 f. Perhitungan berat molekul (BM) akhir: BM = 2,4364 x 156,18 gram/mol = 380,52 gram/mol Untuk lebih jelasnya hasil dari rasio campuran 100:1, 100:2, 100:3, 100:4, dan 100:5 dapat dilihat pada Tabel 4.2.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
63 Tabel 4.2 Nilai hasil pengujian kelarutan dari masing-masing rasio campuran No
Rasio Persentase Persentase Perbandingan campuran kekurangan hasilnya gram massa berat (%) (%) pTHFA
perbandingan berat molekul setelah dipolimerkan
Berat molekul (BM) akhir (gram/mol)
1
100:1
30,6
69,4
1 : 2,4373
1 : 2,4364
380,52
2
100:2
31,3
68,7
1: 2,6253
1 : 2,6223
409,55
3
100:3
36,5
63,5
1: 3,1955
1 : 3,1996
499,71
4
100:4
11,1
88,9
1: 2,0301
1: 2,0254
316,33
5
100:5
19,4
80,6
1: 3,2268
1: 3,2192
502,77
Dari Tabel 4.2 diatas dapat dijelaskan bahwa rasio campuran 100:1 memiliki persentase kekurangan berat 30,6 % sehingga persentase hasilnya sebesar 69,4 %, sementara perbandingan gram massa pTHFAnya yaitu 1 : 2,4373 dan perbandingan berat molekul setelah dipolimerkan sebesar 1 : 2,4364. Maka didapat berat molekul akhirnya adalah 380,52 gram/mol. Lalu rasio campuran 100:2 memiliki persentase kekurangan berat 31,3 % sehingga persentase hasilnya sebesar 68,7 %, sementara perbandingan gram massa pTHFAnya yaitu 1: 2,6253 dan
perbandingan berat molekul setelah
dipolimerkan sebesar 1 : 2,6223. Maka didapat berat molekul akhirnya adalah 409,55 gram/mol. Rasio campuran 100:3 memiliki persentase kekurangan berat 36,5 % sehingga persentase hasilnya sebesar 63,5 %, sementara perbandingan gram massa pTHFAnya yaitu 1: 3,1955 dan perbandingan berat molekul setelah dipolimerkan sebesar 1 : 3,1996. Maka didapat berat molekul akhirnya adalah 499,71 gram/mol. Sedangkan rasio campuran 100:4 memiliki persentase kekurangan berat 11,1 % sehingga persentase hasilnya sebesar 88,9 %, sementara perbandingan gram massa pTHFAnya yaitu 1: 2,0301 dan perbandingan berat molekul setelah dipolimerkan sebesar 1: 2,0254. Maka didapat berat molekul akhirnya adalah 316,33 gram/mol. Dan pada rasio campuran 100:5 memiliki persentase
kekurangan berat 19,4 % sehingga persentase hasilnya
sebesar 80,6%, sementara perbandingan gram massa pTHFAnya yaitu 1:3,2268 dan perbandingan berat molekul setelah dipolimerkan sebesar 1: 3,2192. Maka didapat berat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
64 molekul akhirnya adalah 502,77 gram/mol dan merupakan berat molekul yang paling berat diantara rasio campuran 100:1, 100:2, 100:3, dan 100:4. 3. Pengujian transition glass (Tg) Berikut ini adalah grafik hasil analisis poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) dengan menggunakan Transition glass (Tg):
Gambar 4.1 Grafik transition glass (Tg) pTHFA 100:1 Dari Gambar 4.1 dapat dilihat dari start atau mulainya transition glass (Tg) pTHFA 100:1 pada point of raction 337,8 0C dari fasa lembut menjadi fasa glass pada peak maximum yaitu 401,6 0C dalam waktu 7 menit dengan membutuhkan energi (enthalpy) sebesar 203,90 J/g. Karena dalam keadaan fasa lembut, maka memerlukan energi yang lebih besar untuk melakukan perubahan ke fasa glass.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
65
Gambar 4.2 Grafik transition glass (Tg) pTHFA 100:2 Dari Gambar 4.2 dapat dilihat dari start atau mulainya transition glass (Tg) pTHFA 100:2 pada point of raction 317,2 0C dari fasa lembut untuk menuju ke fasa glass pada peak maximum yaitu 393,5 0C dalam waktu 7 menit dengan membutuhkan energi (enthalpy) sebesar 144,96 J/g. Dapat dilihat bahwa 100:2 sudah mengalami sedikit lebih keras, maka dalam keadaan fasa lembut memerlukan energi (enthalpy) 144,96 J/g yang sedikit berkurang dari 100:1 untuk melakukan perubahan ke fasa glass.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
66
Gambar 4.3 Grafik transition glass (Tg) pTHFA 100:3 Dari Gambar 4.3 dapat dilihat transition glass (Tg) pTHFA 100:3 perubahan fasa terjadi dua kali, peak yang pertama point of ractionnya 312,3 0C menjadi fasa glass pada peak maximum yaitu 319,2 0C pendek dalam waktu 1 menit dengan membutuhkan energi (enthalpy) sebesar 79,27 J/g. Sedangkan pada peak yang ke dua point of ractionnya adalah 368,1 0C menjadi fasa glass pada peak maximum yaitu 404,8 0C dalam waktu yang relatif singkat yaitu 3 menit dengan membutuhkan energi (enthalpy) sebesar 75,68 J/g. Karena sudah dalam keadaan sedikit lebih keras maka 100:3 hanya memerlukan energi (enthalpy) yang lebih kecil untuk berubah menjadi fasa glass.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
67
Gambar 4.4 Grafik transition glass (Tg) pTHFA 100:4 Dari Gambar 4.4 dapat dilihat transition glass (Tg) pTHFA 100:4 juga mengalami perubahan fasa dua kali, pada peak yang pertama point of ractionnya 320,3 0C menjadi fasa glass pada peak maximum yaitu 329,1 0C pendek dengan membutuhkan energi (enthalpy) sebesar 52,05 J/g. Sedangkan pada peak yang ke dua point of ractionnya adalah 373,0 0C menjadi fasa glass pada peak maximum yaitu 405,3 0C dalam waktu yang relatif singkat yaitu 3 menit dengan membutuhkan energi (enthalpy) sebesar 64,13 J/g. Karena sudah dalam keadaan agak keras maka 100:4 hanya memerlukan energi (enthalpy) yang lebih kecil untuk berubah menjadi fasa glass yaitu 64,13 J/g.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
68
Gambar 4.5 Grafik transition glass (Tg) pTHFA 100:5 Dari Gambar 4.6 dapat dilihat transition glass (Tg) pTHFA 100:5 dengan 100:4 itu hampir sama nilainya, pada peak yang pertama point of ractionnya 316,5 0C berubah ke fasa glass pada peak maximum yaitu 331,9
0
C dalam waktu 1 menit dengan
membutuhkan energi (enthalpy) sebesar 72,19 J/g. Sedangkan pada peak yang ke dua point of ractionnya adalah 379,1 0C menjadi fasa glass pada peak maximum yaitu 405,7 0C dalam waktu yang relatif singkat juga yaitu 3 menit dengan membutuhkan energi (enthalpy) sebesar 81,92 J/g. Tujuan dari pengujian transition glass (Tg) adalah untuk mengetahui pengaruh dari penggunaan fotoinisiator terhadap sifat transition glass (Tg) dari polimer. Jadi dapat disimpulkan bahwa poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) 100:1 lebih lembut, karena memerlukan energi (enthalpy) yang lebih besar untuk berubah ke fasa glass yaitu 203,90 J/g. Sementara mulai dari poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) 100:3 sampai 100:5 perubahan fasa itu terjadi dua kali karena ada dua peak. Lalu tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) 100:4 dan 100:5 itu hampir sama point of ractionnya jadi tidak terlalu jauh bedanya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
69 Berdasarkan data dari pembahasan waktu pempolimeran sampai dengan pembahasan transition glass (Tg) terlihat bahwa jumlah kosentrasi dari fotoinisiator memperlihatkan pengaruh dalam proses pempolimeran. Hal ini dikarenakan dimana pada kosentrasi yang lebih rendah pTHFA cenderung lebih lambat untuk berubah menjadi fasa glass dan cenderung mempunyai daya kelarutan lebih tinggi serta memiliki sifat transition glass (Tg) yang lebih tinggi yaitu 81 %. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Zioga et al., 1997) bahwa pada kosentrasi yang rendah tidak semua monomer terbentuk berubah menjadi polimer, sehingga menghasilkan polimer yang lebih lembut dan sedikit larut dalam air. HASIL
4.3
ANALISIS
STRUKTUR
POLY
TETRAHYDROFURFURYL
ACRYLATE (pTHFA) Untuk menganalisis poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) ini digunakan metode Fourier Transform Infrared (FTIR). FTIR bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi pada poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA). Berikut ini adalah grafik hasil analisis poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) dengan menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR): 180 160
120 100 2952.83 2875.92
80 60 40 20 4000
1728.18
%Transmittance
140
3500
3000
2500 2000 Wavenumbers (cm-1)
1500
1000
Gambar 4.6 Grafik spektrum infrared poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
500
70 Untuk determinasi gugus fungsi, pengamatan pertama kali ditujukan pada puncak yang berada pada daerah gelombang 4000-1500. Daerah sebelah kanan 1500-400 disebut daerah sidik jari (fingerprint region). Daerah sidik jari akan khas dengan masing-masing senyawa. Pada gambar diatas dibagi menjadi 4 daerah dimana puncak karakteristik ada. Rentang wilayah pertama dari 4.000 ke 2.500. Rentang wilayah kedua dari 2.500 sampai 2.000. Ketiga wilayah berkisar dari 2.000 sampai 1.500. Rentang wilayah keempat dari 1.500 ke 400. Pada rentang wilayah pertama yaitu 4000-2500, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh NH, CH, dan obligasi OH tunggal. Pada wilayah kedua kisaran 2500-2000, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap tiga. Pada wilayah ketiga kisaran 2000-1500, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap seperti C=O, C=N, dan C=C (Ferry, 2011). Dalam spektrum infrared, transmitan yaitu cahaya IR (infrared ) yang masuk kedalam sampel itu diteruskan ke detektor, munculnya angka pada nilai gelombang berdasarkan energi ikat dari sampel tersebut. Karena energi dan panjang gelombang berbanding terbalik, hal ini menunjukan bahwa panjang gelombangnya tinggi sehingga energinya rendah. Maka pada rentang wilayah bilangan gelombang 2850-2960 adanya jenis ikatan CH alkana dapat diketahui dari adanya serapan pada gelombang 2875,92-2952,83. Adanya srapan kuat dan tajam dari gugus fungsi C=O aldehida diperkuat dengan adanya puncak pada daerah sekitar gelombang 1720-1740 yaitu serapan pada gelombang 1728,18. Lalu diantara gelombang 1593,7-1650 ini menunjukan adanya ikatan C=C aromatic ring, dan C-O akohol, eter, asam karboksitat, ester pada daerah bilangan batas gelombang 1080-1300 yaitu di daerah jari (fingerprint region). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
71
Tabel 4.3 Nilai gelombang peak poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) No
Bilangan batas
(Gugus) jenis
gelombang (cm-1)
ikatan
Jenis senyawa
1
2850-2960
CH
Alkana
2
1720-1740
C=O
Aldehida
3 4
1593,7-1650 1080-1300
C=C C-O
Aromatic ring Alkohol, eter, asam karboksitat, ester
Berdasarkan data dari Fourier Transform Infrared (FTIR), maka didapatlah gambar struktur poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA). Yang dapat dilihat pada Gambar 4.7.
*
CH2
CH C
CH2 O
CH2 C
O
O
CH2
CH2
O
* O
n
O
Gambar 4.7 Struktur poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
72 4.4
DATA AWAL HASIL PENGUJIAN BATERAI SENG UDARA
Dari hasil pengujian baterai seng udara dalam pembuatan membran poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) terlihat pada Tabel 4.4 dari beberapa rasio pencampuran yaitu: 100;1, 100:2, 100:3, 100:4, dan 100:5. Adapun hasil pengujian pengukuran melalui proses elektrokimia dengan menggunakan alat digital multimeter atau AVO Meter (Ampere Volt Ohm) selama 10 menit didapatkan hasil berupa harga potensial tegangan (V) dan arus (mA). Tabel 4.4 Nilai rata-rata tegangan (V) dan arus (mA) dari masing-masing rasio campuran tiap 10 menit Rasio campuran
100:1
100:2
100:3
100:4
100:5
Waktu 10 menit
Tegangan (V)
Arus (mA)
09.00 09.10 09.20 09.30 09.40 09.00 09.10 09.20 09.30 09.40 09.00 09.10 09.20 09.30 09.40 09.00 09.10 09.20 09.30 09.40 09.00 09.10 09.20 09.30 09.40
0.83 0.78 0.80 0.85 0.87 1.12 0.87 0.93 0.91 0.90 1.19 0.97 1.08 0.99 0.94 0.81 0.85 0,78 0.80 0.76 0.91 0.86 0.80 1.10 0.87
0.99 1.19 1.04 0.94 0.96 1.05 1.25 0.82 0.92 0,75 1.04 1.16 1.05 1.19 1.24 0.98 1.17 1.08 1.22 0.91 0.57 0.71 0.98 0.92 0.84
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Rata-rata V
mA
0.83
1.02
0.95
0.96
1.03
1.14
0.8
1.07
0.91
0.80
73 Dari hasil pengujian pembuatan membran poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) baterai seng udara menggunakan beberapa variasi rasio pencampuran yaitu: 100;1, 100:2, 100:3, 100:4, dan 100:5. Dengan pengujian selama 10 menit didapatkan harga potensial tegangan (V) dan arus (mA) rata-rata yang optimal adalah dengan rasio campuran 100:3 yaitu dengan nilai tegangan (V) sebesar 1.03 dan nilai arus (mA) sebesar 1.14 mA. Syarat utama baterai mampu menghasilkan tegangan dari beda potensial ke dua elektroda dan arus listrik. Beda potensial terjadi karena perbedaan banyaknya jumlah elektron yang di produksi dari proses elektrokimia. Sedangkan arus listrik adalah banyaknya muatan listrik yang disebabkan dari pergerakan-pergerakan elektron yang diproduksi dari reaksi elektrokimia (Tamez & Julie, 2007). Dari hasil analisis data pengujian membran poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) baterai seng udara menggunakan beberapa variasi rasio pencampuran sebesar 100:1, 100:2, 100:3, 100:4, dan 100:5, dari Tabel 4.1 didapatkan harga potensial tegangan (V) dan arus (mA) yang optimal selama 10 menit dengan rasio campuran 100:3 yaitu dengan nilai tegangan (V) sebesar 1.03 V dan nilai arus (mA) sebesar 1.14 mA. 4.5
DATA HASIL PENGUJIAN ENERGI LISTRIK BATERAI SENG UDARA MENGGUNAKAN VARIASI RASIO CAMPURAN
Hasil pengujian pembuatan baterai seng udara menggunakan variasi rasio campuran poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) didapat hasil data seperti yang terlihat pada Tabel 4.5, Gambar 4.8 dan 4.9. Tabel 4.5 Karakteristik tegangan (V) dan arus (mA) menggunakan variasi rasio campuran poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) terhadap waktu Tegangan (V) Variasi rasio campuran
30 menit ke-1
30 menit ke-2
30 menit ke-3
30 menit ke-4
30 menit ke-5
100:1
1.15
1.07
1.22
1.02
0.99
100:2
1.21
0.90
0.70
0.67
0.65
100:3
1.17
0.89
0.81
0.77
0.63
http://digilib.mercubuana.ac.id/
74 100:4
1.34
1.17
0.89
0.76
0.69
100:5
1.22
0.81
0.93
0.87
0.98
Variasi rasio campuran
Arus (mA) 30 menit ke-1
30 menit ke-2
30 menit ke-3
30 menit ke-4
30 menit ke-5
100:1
1.02
1.00
0.93
0.76
0.52
100:2
1.06
0.99
0.93
0.82
0.63
100:3
0.94
0.99
0.78
0.63
0.54
100:4
1.03
0.97
0.85
0.65
0.63
100:5
0.93
1.07
0.90
0.81
0.85
Karakteristik tegangan (V) variasi rasio campuran THFA terhadap waktu 1,60 1,40
Tegangan (V)
1,20 1,00 0,80 0,60
1,34 1,22 1,21 1,17 1,15
1,17 1,07 0,90 0,89 0,81
1,22 0,93 0,89 0,81 0,70
1,02 0,87 0,77 0,76 0,67
0,99 0,98
100;1
0,69 0,65 0,63
100;2
0,40
100;3 100;4
0,20
100;5
0,00 30 menit 30 menit 30 menit 30 menit 30 menit ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5
Waktu
Gambar 4.8 Grafik karakteristik tegangan (V) variasi rasio campuran pTHFA terhadap waktu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
75
Karakteristik arus (mA) variasi rasio campuran THFA terhadap waktu 1,20 1,06 1,03 1,02 0,94 0,93
Arus (mA) le
1,00
1,07 1,00 0,99 0,97
0,93 0,90 0,85 0,78
0,80 0,60
0,82 0,81 0,76 0,65 0,63
0,85 0,63 0,54 0,52
100;1 100;2
0,40
100;3
0,20
100;4 100;5
0,00 30 menit 30 menit 30 menit 30 menit 30 menit ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5
Waktu
Gambar 4.9 Grafik karakteristik arus (mA) variasi rasio campuran pTHFA terhadap waktu Dari hasil pengujian pembuatan baterai seng udara menggunakan variasi rasio campuran poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) yang dapat dilihat pada Tabel 4.5, Gambar 4.8 dan 4.9. Dari hasil pengujian secara elektrokimia pada baterai seng udara diperoleh bahwa tegangan (V) yang optimal adalah pada 30 menit pertama yaitu dengan rasio campuran 100:4 sebesar 1.34 V, sedangkan arus (mA) yang optimal adalah pada 30 menit ke dua yaitu dengan rasio campuran 100:5 sebesar 1.07 mA. Secara umum fenomena tegangan (V) yang terjadi setiap 30 menit cenderung naik, tetapi harga arus (mA) yang dihasilkan cenderung menurun. Hal ini disebabkan, karena untuk menghasilkan tegangan yang stabil membutuhkan waktu agar kesetimbangan elektrokimia berjalan dengan baik. Sedangkan penyebab harga arus cenderung menurun disebabkan terjadinya korosi pada anoda dengan elektrolit sehingga produksi ion untuk menghasilkan elektron berkurang setiap jamnya, masalah lainnya yaitu berkurangnya komposisi elektrolit yang digunakan karena sudah dikonsumsi untuk menghasilkan arus pada saat awal proses elektrokimia berjalan (Putra, 2016).
http://digilib.mercubuana.ac.id/