21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Umum Bangunan Sekolah Kota Bogor memiliki 284 unit sekolah dasar (SD), 242 unit (85,2%) diantaranya merupakan sekolah dasar negeri, sedangkan sisanya (42 unit atau 14,8%) merupakan sekolah dasar milik masyarakat/swasta. Keseluruhan sekolah tersebut merupakan tempat belajar bagi 111.430 orang siswa SD di Kota Bogor. Dalam hal ini Kecamatan Bogor Barat merupakan wilayah yang paling banyak jumlah unit sekolahnya (66 unit atau 23,2%) dan paling banyak jumlah siswanya (24.248 siswa atau 21,8%). Sementara itu jumlah unit sekolah dasar (SD) di kecamatan lainnya berkisar antara 34 sampai 53 unit (Tabel 4.1.1). Tabel 4.1.1. Jumlah Sekolah Dasar (SD) dan Siswa Sekolah Dasar (SD) per Kecamatan di Kota Bogor SD Negeri No
Kecamatan
SD Swasta
Jumlah
Sekolah
Murid
Sekolah
Murid
Sekolah
Murid
(unit)
(orang)
(unit)
(orang)
(unit)
(orang)
1
Bogor Selatan
44
18.361
9
2.440
52
20.801
2
Bogor Timur
28
10.593
6
2.459
31
13.052
3
Bogor Utara
37
13.834
6
1.124
44
14.958
4
Bogor Tengah
44
17.543
5
2.600
54
20.143
5
Bogor Barat
56
20.106
10
4.142
67
24.248
6
Tanah Sareal
33
15.765
6
2.463
41
18.228
Kota Bogor
242
96.202
42
15.228
284
111.430
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 2010.
Bangunan Sekolah Dasar (SD) di Kota Bogor sebagian besar (55,5% atau 20 unit) dibangun pada periode tahun 1952 sampai tahun 1981 atau berumur antara 31 tahun sampai 60 tahun. Dengan perkataan lain sebagian besar bangunan sekolah contoh di Kota Bogor sudah memasuki “masa kritis” dalam hal kemungkinan mengalami kerusakan. Komposisi umur bangunan sekolah contoh di Kota Bogor akan ditunjukkan pada Gambar 4.1.1.
22
60%
Persentase
50% 40%
55.50%
30%
0-300 tahun
20% 10%
27.80% 16.7 70%
31-660 tahun ≥61 tahun
0%
0-30 tahhun
31-60 tahun
≥611 tahun
U Umur Bangun nan
Gam mbar 4.1.1. Komposisi K Umur Bang gunan SD Contoh C di K Kota Bogor. Bangunan sekoolah yang berumur b lebih dari 60 tahun t oleh pemerintah h kota dijadikan bangunan cagar buddaya. Bang gunan yangg tergolongg sebagai cagar budaya, tiidak boleh diubah benntuk bangun nan aslinya. Dalam haal ini Kecam matan Bogor Tengah meruppakan Kecaamatan Con ntoh yang memiliki juumlah bang gunan sekolah caagar budayaa terbanyakk (70% atau u 7 unit), seeperti terlihhat pada Gaambar 4.1.2 di baawah ini: 80% %
70%
70% %
Frekuensi (%)
60% %
50% 45%
50% % 40% %
40 0% 33.3 33%
30% % 20% %
Bogor Selatann
20% 16.67%
15% 10%
Bogor Tengahh
10% % Bogor Utara
0% % 0-30 taahun
31-60 tahun
≥61 tahun t
Umur Ban ngunan
4 Frekuuensi Kompposisi Umu ur Bangunaan Sekolah per Kecam matan Gambar 4.1.2. Contoh.
23
Seluruh bangunan sekolah contoh merupakan bangunan permanen, sebagian besar (86,1% atau 31 unit) berlantai satu dengan luas bangunan berkisar antara 311 m2 sampai 2868 m2. Lantai bangunan sekolah tersebut kebanyakan terbuat dari keramik (90, 49% atau 257 ruang), sedangkan bahan lainnya adalah plesteran (7,755 atau 22 ruang) dan marmer (1,76% atau 5 ruang). Pondasi bangunan umumnya berupa pondasi bertipe menerus bersloop beton (94,4%), sisanya pondasi titik (5,6%). Pondasi menerus dibutuhkan untuk menopang beban menerus yang berasal dari dinding pemikul atau dinding batu bata penyekat ruang beban yang dipikul kemudian disalurkan dengan sistem garis/beban merata. Pondasi titik diperlukan untuk meneruskan beban-beban terpusat atau terkumpul (pada kolom) dan meneruskannya ke dalam tanah. Pondasi titik terdapat hanya ada pada kolom-kolom utama bangunan sekolah. Sementara itu seluruh bangunan sekolah berdinding batu bata yang permukaanya diplester. Kusen pintu dan kusen jendela pada umumnya terbuat dari kayu (99,30%) dan sisanya menggunakan alumunium (0,70%). Kayu yang digunakan untuk komponen kusen umumnya menggunakan kayu kelas awet IV dan V, seperti kayu meranti dan kelapa. Plafon bangunan sekolah pada umumnya terbuat dari eternit (89,79%), sisanya menggunakan kayu lapis (7,75%) dan papan (2,46%). Sebagian besar sekolah contoh (75,70%) menggunakan kayu sebagai bahan rangka atap /kuda-kuda. Sisanya menggunakan baja ringan (22,89%), dan besi (1,41%). Jenis kayu yang digunakan sebagai rangka atap bangunan sekolah bervariasi. Untuk rangka atap bangunan sekolah yang dibangun sebelum tahun 1951 (berumur ≥61 tahun ) pada umumnya terbuat dari kayu jati (Tectona grandis) yang termasuk kayu kelas awet II, sedangkan rangka atap bangunan sekolah yang dibangun setelah tahun 1951 (berumur 0-60 tahun) pada umumnya terbuat dari kayu kelas awet IV dan V seperti meranti, sengon, dan lain-lain. Penelitian juga menunjukkan bahwa atap bangunan sekolah hampir seluruhnya menggunakan genteng. 4.2.
Frekuensi Kerusakan Bangunan Sekolah Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (83,33% atau 30 unit)
bangunan sekolah dasar (SD) di Kota Bogor, mengalami kerusakan ringan,
24
sedangkann sisanya daalam keadaaan rusak ru usak sedangg (11,11% atau 4 unitt) dan baik (5,566% atau 2 unit). Ditinnjau dari lo okasinya baangunan SD D di Kecam matan Bogor Teengah lebihh baik dibbandingkan n dengan keadaan k baangunan SD di Kecamataan Bogor Seelatan dan Kecamatan K Bogor B Utaraa (Gambar 44.2.1). % 33.33%
35% %
Frekuensi (%)
30% %
25%
25%
25% % 20% % Baik
15% % 10% % 5% %
% 5.56%
5.56% 2.78%
2.78 8% 0%
0%
Ruusak Rinngan Ruusak seddang
0% % Bogor Selatan S
Bogor Tengaah
Boggor Utara
K Kecamatan C Contoh
Gaambar 4.2.1. Keadaan Bangunan B Sekolah S per Kecamatann Contoh. Hal ini diduga karena frekkuensi peraw watan dan pemeliharaa p an bangunaan SD matan Bogorr Tengah ituu sendiri reelatif lebih tinggi darippada Kecam matan di Kecam Bogor Selatan dan Kecamatan K Bogor Utara (Lampiiran 6).
R Relatif serin ngnya
D menyebaabkan kerussakan dilakukan perawatann dan pemeeliharaan baangunan SD ringan yanng terjadi pada p bangunnan sekolah h tersebut dapat d segera diperbaik ki dan tingkat keerusakan lebbih rendah, meskipun n sebagian besar b bangunan sekollah di Kecamataan Bogor Teengah meruppakan bangu unan yang sudah s berum mur lebih daari 60 tahun. Sellain frekuennsi perawatan dan pem meliharaan, jenis kayu yang digun nakan sebagai koomponen bangunan b m merupakan faktor f penyyebab rendaahnya kerussakan yang terjaadi pada bangunan b seekolah di Kecamatann Bogor Teengah. Di mana komponenn bangunan dengan jennis kayu yan ng digunakaan kebanyaakan adalah kayu Jati (Tectona grandiis) yang merupakan m kayu k kelas awet II.
ontoh Sekolah co
dengan koondisi baikk yang ada di Kecamaatan Bogorr Selatan ddan Bogor Utara U 1)
Rusak ringan, jika IK antara 61 saampai 80
2)
Rusak sedang, jika IK I antara 41 sampai s 60
25
merupakan unit sekolah yang baru saja mengalami renovasi pada tahun 2011/2012. Keadaan umum bangunan sekolah per Kelurahan Contoh disajikan pada Tabel 4.2.1. Tabel 4.2.1. Keadaan Umum Bangunan Gedung SD per Kelurahan Contoh No
Kecamatan/Kelurahan
1
Kec. Bogor Selatan 1. Kel. Batutulis 2. Kel. Bondongan 3. Kel. Ranggamekar Kec. Bogor Tengah 1. Kel. Pabaton 2. Kel. Paledang 3. Kel. Gudang Kec. Bogor Utara 1. Kel. Bantarjati 2. Kel. Tegal Gundil 3. Kel. Kedung Halang
2
3
Jl Sekolah yang Rusak unit %
Jl Ruang Kelas yang rusak ruang %
Jumlah Sekolah (unit)
Jumlah R.Kelas (ruang)
4 4 4
40 22 27
3 4 4
8,34% 11,11% 11,11%
26 22 27
9,16% 7,75% 9,51%
4 4 4
34 44 23
4 4 4
11,11% 11,11% 11,11%
34 44 23
11,97% 15,49% 8,10%
4 4 4
34 33 27
3 4 4
11,11% 11,11% 11,11%
25 33 27
8,80% 11,61% 9,51%
Berdasarkan data Balitbang Kemdiknas Tahun 2010, jumlah gedung sekolah dasar (SD) di Kota Bogor hingga tahun 2010 yang mengalami rusak berat sebanyak 847 gedung (8,74% dari 9.695 gedung SD rusak berat di Provinsi Jawa Barat). Sampai pada Oktober 2011, ada 545 ruang kelas SD di Kota Bogor yang mengalami kerusakan. Jumlah ini hampir seperempat dari jumlah keseluruhan ruang kelas SD yang ada di Kota Bogor yang mencapai 1.995 ruang kelas. Dari jumlah tersebut, 361 ruang kelas mengalami kerusakan ringan hingga sedang, sedangkan 184 ruang kelas tercatat rusak berat. Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 dan 79 Tahun 2007, Pemerintah juga telah menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pendidikan yang merupakan acuan atau “rambu-rambu minimal” bagi pemerintah daerah,
termasuk
Pemerintah
Kabupaten/Kota,
untuk
menyelenggarakan
pendidikan dasar dan pendidikan menengah sesuai dengan paradigma desentralisasi pendidikan. Di dalam SPM tersebut antara lain ditentukan jenis dan syarat-syarat prasarana pendidikan, termasuk bangunan sekolah yang harus disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka memenuhi amanat UUD 1945, sekaligus dalam rangka “menjangkau” Standar Nasional Pendidikan.
26
Dalam menjangkau Standar Nasional Pendidikan ini harus disiapkan kebijakan sistematis yang memungkinkan realisasinya sesuai peraturan dan standar yang ada. 4.3. Jenis dan Bentuk Kerusakan Bangunan Sekolah Kerusakan bangunan sekolah dapat disebabkan oleh faktor mekanis, faktor biologis, dan faktor fisis. Kerusakan mekanis merupakan jenis kerusakan yang disebabkan oleh gaya, baik statis maupun dinamis. Bentuk kerusakan misalnya berupa retak, patah atau pecah;, sehingga daya dukung untuk menahan beban makin berkurang. Kerusakan mekanis teerjadi hampir di seluruh komponen bangunan. Sementara itu kerusakan bangunan oleh faktor biologis dijelaskan oleh Watt (1999) sebagai interaksi antara bangunan dan lingkungan biotiknya berupa tumbuhan dan hewan. Adapun faktor perusak biologis yang ditemukan selama penelitian adalah lapuk, serta serangan rayap kayu kering Cryptotermes spp. dan rayap tanah (jenis Coptotermes curvignathus dan Macrotermes gilvus). Kerusakan oleh faktor biologis tidak terbatas pada komponen kayu saja, melainkan pada semua komponen yang terbuat dari bahan organik atau bahan yang mengandung lignoselulosa. Menurut Priadi (2011), Kota Bogor termasuk ke dalam Kelas Kerawanan Pelapukan Bangunan sangat tinggi. Oleh karena itu diduga ini salah satu faktor pendukung berkembangnya organisme perusak kayu pada bangunan gedung. Letak demografis Kota Bogor diduga menjadi salah satu faktor tingginya kerusakan bangunan sekolah. Tingginya curah hujan dan kelembaban udara menyebabkan faktor biologis berupa organisme perusak kayu tumbuh dan berkembang dengan cepat. Kerusakan yang disebabkan oleh perusak biologis bisa berakibat fatal ditinjau dari bidang konstruksi dan nilai bangunan. Kerusakan oleh faktor biologis pun tidak terbatas pada komponen kayu saja, melainkan pada semua komponen yang terbuat dari bahan organik atau bahan yang mengandung lignoselulosa. Curah hujan yang tinggi juga menyebabkan bangunan lebih mudah mengalami lembap (damp) dan lapuk (decay). Jenis kerusakan fisis umumnya disebabkan oleh faktor iklim setempat, seperti suhu dan kelembaban. Gejala yang terjadi misalnya berupa keausan, terkelupasnya lapisan cat, perubahan warna, pemudaran cat dan sebagainya.
27
Selain itu retak-retak kecil atau retak r rambu ut dapat juga disebabkaan oleh peng garuh s panas dan dingiin yang drastis. Selaiin itu lingkungaan, yaitu peerubahan suhu kerusakann fisis dappat disebabkkan juga olleh agen peerusak air, baik berup pa air kapiler maupun m air hujan. Unssur-unsur kimia k dan komponen k bbahan bang gunan yang diguunakan di dalam d dan sekitar ban ngunan akaan berinteraaksi dengan n air, selanjutnyya mengalam mi proses alami deng gan lingkunngannya. Contoh gejalla ini diantaranyya lembab/ damp d pada sebagian beesar komponen akibat tterkena air hujan yang disebbabkan olehh atap bocoor. Kebocorran yang teerjadi pada atap merup pakan awal panggkal kerusakkan secara fisis, f karenaa jika dibiarrkan terlalu lama kebocoran tidak hannya akan menyebabkkan lembap p/damp yanng mengubbah warnaa asli komponenn bangunan melainkan akan berkeembang mennjadi pelapuukan/decayy pada komponenn bangunann. Frekuenssi kerusakan n secara fiisis akibat air terjadi pada sebagian komponen k b bangunan seekolah yaitu u rangka atap, plafon, lisplang, jeendela dan pintu. Hasiil penelitiann menunjukkkan kerusaakan karenaa faktor mekkanis merup pakan faktor denngan intensitas tertingggi, hal in ni disebabkkan karena faktor meekanis menyerangg seluruh komponenn bangunan n (Gambar 4.3.1.). Semakin besar frekuensi faktor meekanis terhaadap kerussakan kompponen banngunan, sem makin banyak pula bentukk kerusakann yang diaakibatkannyya yaitu keerusakan berupa retakan/peecah yang terjadi ham mpir pada seluruh koomponen bbangunan (T Tabel 4.3.1.)
100%
Frekuensi (%)
80%
100% 60%
% 70%
40%
50%
20% 0%
Mekaanis
Fisis
B Biologis
Jenis Kerusaakan
G Gambar 4.33.1. Frekuennsi jenis kerrusakan kom mponen banngunan.
28
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kerusakan bangunan sekolah yang paling banyak ditemukan retak/ pecah, disusul oleh lapuk (decay), keropos akibat serangan rayap, perubahan warna dan atap bocor. Menarik untuk dicatat bahwa frekuensi/persentase kebocoran pada penutup atap/genting bangunan sekolah contoh juga cukup tinggi (57%). Jenis kerusakan bangunan sekolah contoh dan frekuensinya pada masing-masing komponen bangunan disajikan pada Tabel 4.3.1. Tabel 4.3.1. Bentuk dan Frekuensi Kerusakan Komponen Bangunan Sekolah Contoh Komponen Bangunan 1.
2.
Upper Structure 1.1. Penutup Atap 1.2. Rangka Atap 1.3.
Plafon
1.4.
Lisplang
Main Structure 2.1. Dinding
2.2. Tiang/Kolom Sub Structure 3.1. Lantai 3.2. Pondasi 4. Non Structure 4.1. Jendela
Bentuk
Kerusakan Jumlah
Persentase
Bocor Lapuk Serangan Rayap Retak/Pecah Lapuk Serangan Rayap Retak/Pecah Lembap/Perubahan Warna Lapuk Serangan Rayap Retak/Pecah
162 122 102 48 216 57 99 38 142 71 68
57% 43% 36% 17% 76% 20% 35% 14% 50% 25% 24%
Retak/Pecah Lembap/Perubahan Warna Retak/Pecah
156 37 48
55% 13% 17%
Retak/Pecah Retak/Pecah
136 17
48% 6%
Lapuk Serangan Rayap Retak/Pecah Lapuk Serangan Rayap Retak/Pecah
54 108 85 40 77 99
19% 38% 30% 14% 27% 35%
3.
4.2.
Pintu
Data pada Tabel 4.3.1. juga mengungkapkan bahwa plafon, penutup atap/genteng, dinding, lisplang, lantai, dan rangka atap/kuda-kuda merupakan komponen bangunan yang paling rawan terhadap kerusakan (frekuensi kerusakan >40%). Di sisi lain komponen bangunan yang relatif “aman” dari kerusakan adalah tiang/kolom (17%) dan pondasi (6%). Berdasarkan identifikasi terhadap spesimen rayap yang ditemukan menyerang kayu bangunan sekolah, diketahui bahwa jenis tersebut adalah rayap
29
tanah Copptotermes curvignathu c us, Macroteermes gilvuus, dan rayyap kayu kering k Cryptoterm mes spp. Identifikasi I rayap men nggunakan kunci idenntifikasi Ah hmad (1958) daan Tho (19992). Hasil penelitian p menunjukka m an bahwa sppesies rayap C. curvignathhus merupaakan jenis rayap yang paling p banyyak menyebabkan kerussakan pada kompponen banggunan sekollah contoh. Menurut Leee (2007) ddalam Diba et al. (2010), raayap dikenaal sebagai kelompok k hama h yang serius dalaam dunia. Rayap R tanah C. curvignathus Holmgreen adalah kelompok k p penting dari hama seraangga perkotaan di daerah negara n tropis. Keruusakan padda masing-m masing ban ngunan sekoolah memilliki karakteeristik tersendiri sebagai berrikut: 1.
Kerussakan pada atap bangunnan Atapp sangat berperan b besar dalam m bangunann, selain bberfungsi untuk u
menutup bangunan b d sinar matahari, dari m ataap juga berrfungsi sebaagai penahaan air hujan. Keerusakan paada atap banngunan teru utama bocoor dapat diaakibatkan karena k pecahnya penutup banngunan (gennteng) atau bergesernyya penutup aatap. Keruusakan sepperti kebocooran pada atap banguunan sekolaah apabila tidak segera ditaangani dan dibiarkan teerlalu lama akan menyyebabkan peelapukan (d decay) pada strukktur atap bangunan yaang terbuatt dari kayu.. Jika hal iini terjadi, maka struktur attap bahkan struktur utaama bangun nan sekolahh akan rusakk dan mengalami penurunann daya duukung (detterioration). Fenomenna “pengabbaian” terh hadap kebocorann atap sekollah yang keemudian meenyebabkann timbulnyaa lembap (d damp) disusul olleh pelapukkan pada struktur s ataap, sempat ditemui peenulis padaa saat penelitian (Gambar 4.3.2.).
Gambbar 4.3.2. Peelapukan paada rangka atap a dan plaafon bangunnan sekolah h.
30
Di samping itu kebocoran akibat bergesernya penutup atap, apabila tidak segera diperbaiki, akan menyebabkan peningkatan kadar air/kelembaban pada kayu rangka atap seperti kaso, reng dan kuda-kuda. Hal ini sudah barang tentu menyebabkan potensi terjadinya kerusakan komponen bangunan sekolah oleh faktor biologis (biodeteriration) yang akan berpengaruh terhadap masa pakai (service life) konstruksi atap. Penurunan kekuatan atap dapat menyebabkan robohnya atap bangunan sekolah seperti yang akan ditunjukkan pada Gambar 4.3.3. Selain penutup atap, pada komponen kuda-kuda juga banyak ditemukan kerusakan seperti lapuk (decay), serangan rayap (Gambar 4.3.4.), retak/pecah dan perubahan warna. Rayap yang menyerang rangka atap diidentifikasi di laboratorium dan berdasar pada kunci identifikasi Akhmad (1958) dan Tho (1992), diketahui bahwa jenis rayap perusak yang menyerang komponen kayu bangunan sekolah contoh antara lain spesies Coptotermes curvignathus Holmgren (Gambar 4.3.5.). Rayap C. curvignathus dapat memperluas serangannya sampai bagian-bagian yang tinggi dengan membuat sarang kedua atau sarang tambahan (secondary nest) di dalam bangunan yang jauh dari tanah dengan memanfaatkan sumber-sumber kelembaban dan makanan yang tersedia dalam bangunan tersebut (Gambar 4.3.6.). Tarmumingkeng (2004) menjelaskan makanan rayap adalah selulosa baik berbentuk arsip kantor, buku, perabot, kayu bagian konstruksi, serasah, sampah, tunggak
Gambar 4.3.3. Atap salah satu ruang kelas yang roboh.
31
G Gambar 4.3.44. Serangann rayap padaa kuda-kudaa bangunan sekolah.
Gambar 4.3.5. 4
Rayyap Coptoteermes curvvignathus Holmgren H yyang menyerang ranggka atap sallah satu ban ngunan sekoolah (perbessaran 10x ).
32
Gambar 4.3.6. 4 Saranng sekunderr dari rayap p Coptoterm mes curvignnathus Holm mgren yang menyerangg rangka ataap di salah satu s bangunnan sekolah. 2.
Kerussakan pada plafon p Keruusakan padaa plafon banngunan seko olah umumnnya berupa lapuk, pecaahnya
lempengann plafon (G Gambar 4.3.77.), dan keroposnya ranngka plafonn akibat seraangan rayap (Gaambar 4.3.88.), atau peerubahan warna/lemba w ap pada lem mpengan plafon p akibat kebbocoran peenutup atapp (Gambar 4.3.9.). Beesarnya frekuensi seraangan rayap padda rangka pllafon dapat diakibatkan n keadaan plafon p yanng lembab akibat a atap yangg bocor. Selain itu darri hasil waw wancara, kayu k yang ddigunakan untuk u bahan kom mponen ranngka plafon pada umum mnya jenis kayu k borneoo yang term masuk kelas aweet III bahkann ada juga yang meng ggunakan jeenis kayu seengon dari kelas awet IV, sehingga s m mudah untukk diserang oleh o rayap. Hanya bebberapa bang gunan sekolah yang y mengggunakan kayyu kelas aw wet II. Padda beberapaa kasus diju umpai adanya delaminasi d (pengelupaasan lapisan n veneer akibat “leppasnya” laapisan perekat) pada p plafon yang terbuaat dari kayu u lapis (Gam mbar 4.3.10.).
33
Gambar 4.33.7. Pecahnyya lempeng gan plafon bangunan b seekolah.
Gambbar 4.3.8. Serangan ray yap pada ranngka plafonn.
34
Gambbar 4.3.9. Peerubahan waarna pada leempengan plafon p akibaat kebocoran n.
Gambar 4.3.10. 4 Lappisan finir (veneer) ( yaang terkeluupas pada pplafon bang gunan sekoolah.
35
3.
Kerusakan pada rangka dinding Kerusakan pada rangka dinding bangunan sekolah yang dijumpai berupa
retaknya kolom, terkelupasnya plesteran pada permukaan kolom, sloof, atau ringbalk. Keretakan yang terjadi pada kolom diduga diakibatkan oleh menurunnya pondasi secara tidak merata, atau karena daya dukung pondasi yang kurang memadai. Keretakan pada kolom bisa dikategorikan menjadi tiga jenis, kerusakan yang sifatnya tidak membahayakan, sedang dan membahayakan bila tidak segera ditangani. Sementara itu terkelupasnya plesteran pada permukaan kolom diduga disebabkan oleh rendahnya kualitas bahan (adukan) yang digunakan ketika proses pengecoran (pra-konstruksi). Kontrol terhadap tahapan pembangunan sangat diperlukan untuk mencegah penurunan kualitas beton. 4.
Kerusakan pada dinding Kerusakan pada dinding umumnya berupa retak-retak termasuk retak
rambut (Gambar 4.3.11.). Hal ini diduga terjadi akibat turunnya pondasi yang menyangga dinding tersebut. Di samping itu dijumpai juga pengelupasan permukaan dinding (Gambar 4.3.12.), perubahan warna dan terkelupasnya cat dinding, serta adanya lumut pada permukaan dinding (Gambar 4.3.13.). Keretakan dapat dikategorikan menjadi retak struktur yang terdiri dari retak lentur yang memiliki pola vertikal/tegak biasanya disebabkan oleh beban yang melebihi kemampuan balok dan retak geser yang memiliki pola diagonal/miring biasa terjadi setelah adanya retak lentur yang memiliki pola vertikal. Retak geser juga dapat terjadi jika balok terkena gaya gempa. Selain itu keretakan balok dapat disebabkan proses pengerjaan yang kurang sempurna. Retak-retak kecil atau retak rambut, banyak disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Umumnya terjadi karena balok terpapar sinar matahari dan hujan.
36
Gambar 4.3.11. 4 Kereetakan pada dinding banngunan sekkolah.
mbar 4.3.12. Terkelupaasnya permu ukaan dindinng bangunaan sekolah. Gam
Gaambar 4.3.13. Lumut pada permuk kaan dindingg bangunann sekolah.
37
5.
Kerusakan pada pondasi Pondasi adalah suatu bagian konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai
penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan atas (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Pembebanan pada pondasi meliputi beban mati, beban berguna, beban hidup, dan beban gempa. Pemilihan dan perencanaan jenis pondasi harus betul-betul diperhitungkan untuk dapat menjamin kestabilan bangunan. Sebelum perencanaan pondasi dilakukan terlebih dahulu perlu mengetahui perilaku tanah baik sifat fisik maupun mekanis tanah. Pondasi bangunan sekolah pada umumnya tidak dapat diamati secara komprehensif, sehingga penilaian kerusakannya hanya didasarkan pada dampak yang ditimbulkannya, misalnya keretakan pada dinding dan pecahnya keramik/permukaan lantai bangunan sekolah. Walaupun kerusakan pondasi bangunan sekolah sangat sulit diamati, namun mengingat ada beberapa bangunan sekolah yang mengalami keretakan dinding dan pecahnya keramik/permukaan lantai bangunan sekolah, diduga kerusakan pondasi juga terjadi pada beberapa bangunan sekolah. Kerusakan pondasi diduga akibat kurang stabilnya lapisan tanah penyangga atau rendahnya kualitas pondasi itu sendiri yang mengakibatkan penurunan sebagian pondasi bangunan. Selain itu dapat juga disebabkan karena ukuran pondasi yang kurang besar sehingga tidak sesuai dengan beban bangunan di atasnya dan adanya tanah yang mengalami perubahan karakteristik akibat kejadian alam seperti banjir, gempa bumi. Kerusakan pada pondasi yang disebabkan oleh faktor biologis khususnya jenis rayap tanah, tidak ditemukan di bangunan sekolah contoh. Hal ini diduga karena bahan yang digunakan untuk pondasi seperti adukan semen mengandung material kapur. Pranggodo et al. (1983) menyatakan bahwa pemberian kapur di sekeliling pondasi bangunan diduga dapat mencegah timbulnya serangan rayap subteran pada bangunan tersebut.
6.
Kerusakan pada lantai Kerusakan pada lantai umumnya berupa retak/pecah keramik (Gambar
4.3.14.). Pecahnya keramik lantai bisa disebabkan oleh beton di bawahnya. Lantai beton yang terkena beban yang melebihi kapasitasnya akan retak/pecah.
38
Akibatnyaa lantai keeramik yanng menemp pel di atassnya turut retak/pecah h. Di samping itu, dapat juuga karena adanya gem mpa menyebbabkan lanttai beton terrkena gaya geserr sehingga mengalami m pergerakan n, penggunaaan kualitas beton yang tidak memenuhii syarat, seerta akibat kesalahan teknis t dalam m pengerjaaan lantai beton. b Kualitas lantai l banggunan sekollah padahall salah satuu faktor yaang menenttukan ketahanann komponenn kusen jenddela dan kom mponen banngunan lainnnya dari keaadaan yang lembbab serta serangan fakktor perusaak bangunann terutama secara biologis. Selain itu kerapihan dalam pem mbuatan plessteran, keram mik dan tehhel masih sangat s H ini ditandai dengan banyaknyaa lapisan lanntai (keramiik) yang terrlepas kurang. Hal (Gambar 4.3.15.). 4
Gambaar 4.3.14. Keeretakan daan pecah kerramik pada lantai banguunan sekolaah.
Gaambar 4.3.155. Terlepasnnya keramik k pada lantaai bangunann sekolah.
39
7.
Kerusakan pada kusen pintu dan jendela Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (97,2%) bangunan
sekolah contoh masih menggunakan kayu sebagai bahan kusen, daun pintu dan daun jendelanya. Secara visual teramati bahwa sebagian kayu yang digunakan berkelas rendah (kelas kuat rendah, kelas awet rendah). Kerusakan pada kusen berbahan kayu sangat bervariasi, termasuk akibat serangan rayap, retak dan lapuk (Gambar 4.3.16.). Di samping itu, ditemukan pula kaca jendela yang retak/pecah, jendela yang sulit atau tidak dapat ditutup kembali, serta engsel dan anak kunci yang rusak. Kerusakan ini dapat disebabkan karena pemasangan yang kurang baik atau memakai kayu yang masih basah pada waktu pembuatannya. Jendela dan kusen juga berkurang nilainya karena tidak terawat dari kotoran dan debu yang menempel pada ventilasi serta warna cat yang sudah berubah. Sebagian kusen jendela dan pintu mengalami keropos akibat serangan rayap (Gambar 4.3.17.), sebagai contoh spesies yang menyerang kusen jendela SD Bondongan 4 adalah jenis Coptotermes curvignathus, untuk yang menyerang kusen pintu SD Ceger 2 adalah Macrotermes gilvus dan rayap kayu kering Cryptotermes spp. di bangunan SD Pengadilan 2. Tarumingkeng (2004) menyatakan bahwa rayap kayu kering biasanya menyerang melalui dua cara yaitu penerbangan laron (alates) ke kayu, kemudian berkembang biak, dan serangan yang menyebar dari obyek lain yang telah diserang dan letaknya berdekatan.
(a)
(b)
Gambar 4.3.16. Serangan Rayap pada (a) Kusen Pintu dan (b) Kusen Jendela bangunan Sekolah Contoh.
40
(a)
(b)
(c) Gambar 4.3.17. Contoh kasta prajurit (a) rayap tanah Macrotermes gilvus, (b) rayap tanah Coptotermes curvignathus dan (c) rayap kayu kering Cryptotermes spp. yang menyerang komponen kusen. 8.
Kerusakan pada sistem drainase Drainase merupakan salah satu bagian penting dari bangunan, mulai dari
saluran air hujan sampai resapan serta septic tank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa sekolah contoh tidak memiliki saluran pembuangan air hujan sehingga seringkali ada genangan air yang mengotori lantai dan dinding bangunan. Di beberapa sekolah juga ditemukan beberapa kran air yang rusak sehingga tidak mendukung sanitasi di kamar mandi atau WC sekolah tersebut.
41
4.4. Pengaruh Um mur, Frekuensi Pemeliharaan dan d Perawaatan Bang gunan Sekoolah 1.
Penggaruh Umurr Bangunann Hasiil analisis cross-tabula c ation, menu unjukkan bahwa b tidakk terlihat ad danya
hubungan antara um mur bangunaan dengan indeks i keteerandalan baangunan SD D (Pvalue>0,005). Demikiian juga hassil studi di lapang, meenunjukkan umur bang gunan relatif tidaak mempenggaruhi konddisi bangunaan sekolah (Gambar ( 4.44.1.).
95%
100% 90% 80%
7 70%
66..67%
Frekuensi (%)
70% 60% 50% 40% 30% 20%
16.67%
20%
16.67% 10%
10%
0%
5% %
Baik Rusak riingan Rusak seedang
0% 0‐30 0
31‐60
>61 1
Umur Bangu unan (tahun)
Gambbar 4.4.1. Hubungan H u umur bangun nan terhadapp intensitass kerusakan n. Sebaagai contohh di SD Penggadilan 2 Bogor B yang memiliki m duua unit bang gunan sekolah berbeda umuur, yaitu baangunan lam ma yang beerumur lebiih dari 90 tahun t (dibangunn pada tahuun 1920) daan bangunaan baru yaang berumuur sepuluh tahun t (dibangunn pada tahuun 2002), teernyata ban ngunan lam ma yang suddah berumu ur 90 tahun hannya mengalaami kerusaakan struktu ural yang teergolong keerusakan ringan. Kerusakann yang terliihat di lapaangan lebih h banyak teerjadi pada komponen nonstruktural seperti pinntu dan jenndela serta pada penuutup lantai (sub-structure).
42
Sedangkan pada pekerjaan struktural terutama pada atap dan rangka atap (kudakuda) terlihat masih kokoh. Sebaliknya bangunan baru di SD Pengadilan 2 Bogor justru memiliki kerusakan struktural dan non struktural lebih tinggi jika dibandingkan dengan bangunan lama. Menurut sejarah dari pihak sekolah, pelaksanaan bangunan lama SD Pengadilan 2 pada saat itu dilakukan oleh pihak Belanda, dan untuk bangunan baru dari SD Pengadilan 2 dikerjakan secara bergotong-royong oleh masyarakat terutama orang tua murid. Bangunan sekolah yang dibangun oleh pihak Belanda memiliki sistem rancang bangunan pada bangunan yang jauh lebih baik, lokasi yang dipilih dan pelaksanaannya juga relatif tergolong baik. Selain itu faktor ketersediaan bahan baku juga mendukung pada waktu itu, bahan pada rangka atap bangunan sekolah lama menggunakan kayu kelas awet II jenis Jati (Tectona grandis), kemudian penutup atap juga menggunakan jenis genteng “kodok” yang memiliki ketebalan dan kekerasan yang tinggi. Sedangkan untuk bangunan sekolah yang baru, bahan yang digunakan adalah kayu yang termasuk ke dalam kelas awet IV dengan jenis yang beragam, untuk penutup atap menggunakan jenis genteng kampung biasa yang memiliki ketebalan dan kekerasan kurang baik. Ketersediaan kayu awet sebagai bahan baku bangunan yang semakin berkurang menyebabkan pasar didominasi oleh jenis kayu kelas awet rendah (non-durable species). Selain itu penggunaan kayu dari pohon-pohon berumur muda sejak dua puluh tahun terakhir ini semakin memperburuk kerentanan bangunan sekolah terhadap ancaman kerusakan bangunan. Menurut Yap (1999), kayu dari kelas awet I, II dan III dapat bertahan sampai lama jika ditempatkan pada kondisi yang tidak disenangi oleh unsur-unsur perusak kayu. Sedangkan kelas awet IV dan V akan bertahan hanya kurang dari 20 tahun jika dilakukan perlakuan yang sama. 2.
Pengaruh Perawatan dan Pemeliharaan Bangunan Dari analisis cross-tabulation (Lampiran 5) terlihat bahwa frekuensi
perawatan dan pemeliharaan memiliki pengaruh yang nyata (P-value <0,05) terhadap indeks keterandalan bangunan sekolah. Hal ini sesuai dengan tujuan perawatan itu sendiri yaitu usaha untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi agar
43
bangunan gedung tetap laik fungsi. Perawatan bangunan dapat digolongkan sesuai dengan tingkat kerusakan pada bangunan. Usaha perawatan yang dilakukan pada berbagai bangunan gedung sekolah dasar di tiap Kecamatan Contoh sangat bervariasi menurut bahan dan bagian pekerjaan bangunan. Walaupun perawatan dan pemeliharaan digolongkan baik, namun pada dasarnya perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan di seluruh sekolah contoh masih bersifat sederhana, yaitu pembersihan lantai dan halaman, pengecatan, pergantian komponen yang mulai rusak baik komponen struktural maupun non-struktural. Tingkat kerusakan komponen bangunan bergantung pada intensitas perawatan pemeliharaan bangunan. Hasil observasi dilapangan menunjukan bahwa dari 36 bangunan SD dengan frekuensi pemeliharaan bangunan dengan pengecatan satu kali dalam setahun sebanyak 47,22%, yang dua kali dalam setahun sebanyak 36,11 dan sisanya 16,67% merupakan pemeliharaan yang dilakukan lebih dari 2 kali dalam setahun. Menurut Allsop et al. (2003), pemberian cat merupakan salah satu cara pencegahan kayu dari serangan jamur pelapuk. Pemberian cat pada permukaan kayu dapat mengurangi daya serap kayu terhadap tetesan air, sehingga kayu tidak terlalu lembab. Triwiyono (2003) dalam Sulaiman (2005) menyatakan bahwa setiap kerusakan diusahakan dapat dideteksi sedini mungkin. Satu kerusakan dapat merembet, memicu dan memperparah kerusakan lainnya. Semakin dini dilakukan perbaikan maka semakin kecil biaya perbaikan tersebut atau semakin kecil biaya investasi total bangunan. Pihak sekolah kebanyakan melakukan usaha pencegahan kerusakan bangunan bagian atap dengan cara mengganti genteng penutup atap. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan jenis penutup atap lainnya (seng alumunium, asbes gelombang dan seng logam bergelombang), genteng merupakan jenis penutup atap yang ideal dalam mempertahankan keterandalan bangunan. Jika terjadi kerusakan atau keretakan pada genteng maka pihak sekolah akan menggantinya dengan genteng yang masih baik kondisinya sebelum terjadi kebocoran.