BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Sistematika Pembahasan Sistematika analisa dan pembahasan pada penelitian ini secara garis besar
terdiri dari karakteristik air limbah, pola penyisihan pencemar organik pada masing-masing reaktor, serta pengaruh variasi waktu detensi (td), variasi beban influen dan variasi media filter. Pada bagian ini akan dibandingkan hasil penyisihan pencemar organik pada masing-masing reaktor sehingga dapat diperoleh kondisi optimal reaktor, dan pada akhirnya akan dibahas pula mengenai proses anaerob yang terjadi serta hasil yang terbentuk sebagai tanda tercapainya kondisi anaerob dalam reaktor. 4.2.
Karakteristik Air Limbah Air limbah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan limbah asli
yang berasal dari pabrik tahu dan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang berlokasi di Dago Bengkok, Bandung. Kedua jenis limbah tersebut merupakan limbah yang mengandung kadar pencemar organik tinggi. Dalam penelitian ini, kedua jenis limbah tersebut dicampur dengan perbandingan konsentrasi COD 1: 1. Tabel 4.1 dan 4.2 berikut memperlihatkan karakteristik air limbah RPH dan industri tahu, serta perbandingannya terhadap kelas air limbah dan baku mutu PP 82/2001 golongan IV untuk air pertamanan. Tabel 4.1 Parameter
Karakteristik limbah RPH yang digunakan dalam penelitian
Limbah RPH
Satuan
Kelas (*)
Baku Mutu
Lemah
Sedang
Kuat
(**)
C
-
-
-
±5º
Temperatur
23,7-25,2
pH
6,64 – 7,05
-
-
-
-
6–9
COD
10400 – 10809,6
mg/L
250
500
1000
100
BOD
2500 – 3740
mg/L
110
220
400
12
NTK
44,8 – 214,36
mg/L
20
40
85
20
Phosphat
0,381 – 5,38
mg/L
4
8
15
5
TSS
3930 – 5053
mg/L
350
720
1200
400
Sumber : (*) Metcalf & Eddy, 1991
o
(**) Baku Mutu PP No.82 tahun 2001 golongan IV
IV - 1
Tabel 4.2 Parameter
Karakteristik limbah industri tahu yang digunakan dalam penelitian Limbah Tahu
Satuan o
Kelas (*)
Baku Mutu
Lemah
Sedang
Kuat
(**)
C
-
-
-
±5º
Temperatur
23,5 – 25
pH
4,63 – 5,15
-
-
-
-
6–9
COD
6136 – 8782,8
mg/L
250
500
1000
100
BOD
3630 – 3650
mg/L
110
220
400
12
NTK
50,4 – 202,48
mg/L
20
40
85
20
Phosphat
0,15– 1,72
mg/L
4
8
15
5
TSS
8935 – 13824
mg/L
350
720
1200
400
Sumber : (*) Metcalf & Eddy, 1991
(**) Baku Mutu PP No.82 tahun 2001 golongan IV
Berdasarkan tabel 4.1 dan 4.2 dapat dilihat bahwa baik limbah RPH maupun limbah tahu jika digolongkan menurut kelasnya, Metcalf & Eddy (1991), termasuk ke dalam kategori limbah kuat, sebab sebagian besar parameter pencemar organiknya melebihi nilai baku mutu. Konsentrasi COD dan BOD berkisar antara 6136 – 10809,6 mg/L dan 2500 – 3740 mg/L, sehingga dapat diklasifikasikan ke dalam kelas limbah kuat. Sedangkan apabila dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku, baik nilai COD dan BOD sangat jauh melampaui baku mutu yaitu 100 mg/L untuk COD dan 12 mg/L untuk BOD. Nilai nitrogen total berkisar antara 44,8 – 214,36 mg/L, sehingga termasuk kelas limbah kuat. Sedangkan nilai phospat total untuk limbah tahu berkisar antara 0,147 – 1,72 mg/L, dan sudah sesuai dengan baku mutu, yaitu 5 mg/L. Sedangkan untuk limbah RPH nilai total phosphat termasuk ke dalam kelas limbah lemah, dengan nilai 0,381 – 5,375 mg/L. Konsentrasi TS berkisar antara 3930 - 13824 mg/L dapat diklasifikasikan ke dalam kelas limbah kuat. Apabila dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku, nilai TS ini jauh melampaui baku mutu yaitu 400 mg/L. Berdasarkan rasio BOD : COD, untuk limbah RPH sebesar 0,3 sedangkan limbah tahu sebesar 0,5. Nilai perbandingan BOD : COD ini menunjukkan bahwa kedua jenis limbah bersifat less biodegradable. Hal ini menjadi hambatan yang cukup berarti bagi proses pengolahan secara biologis, sehingga pada penelitian ini masih perlu dilakukan penambahan glukosa sebagai substrat selain dari kedua jenis limbah asli tersebut.
IV - 2
Ditinjau dari komposisi kandungan substrat yang diperlukan bagi pertumbuhan mikroorganisme, dalam hal ini bakteri anaerob, kandungan kisaran rasio COD : N : P untuk terjadinya proses metanogenesa pada proses anaerob, yaitu antara 400 : 7 : 1 sampai dengan 1000 : 7 : 1 (Malina & Pohland, 1992). Rasio COD : N : P dalam limbah RPH berkisar antara 2009 : 40 : 1 sampai dengan 27297 : 118 : 1. Sedangkan untuk limbah tahu berkisar antara 2122 : 118 : 1 sampai dengan 24200 : 336 : 1. Dari kisaran perbandingan COD : N : P dari kedua jenis limbah tersebut diketahui bahwa konsentrasi nitrogen dan phospor, yang merupakan sumber nutrien bagi pertumbuhan mikroorganisme dan sebagai komponen utama sel mikroorganisme, tidak mencukupi untuk tercapainya proses pengolahan biologi dengan baik. Sedangkan berdasarkan tingkat kesulitan air limbah untuk diolah, terdapat lima parameter yang dapat menghambat proses pengolahan secara biologi, terutama pada proses pengolahan yang menggunakan Activated sludge, Trickling filter, pengolahan biologi secara anaerob, dan proses nitrifikasi (Azad Singh, 1976). Tabel 4.3 dan 4.4 berikut memperlihatkan karakteristik air limbah RPH dan industri tahu berdasarkan tingkat kesulitan untuk diolah. Tabel 4.3
Karakteristik limbah Rumah Pemotongan Hewan
Parameter
Limbah RPH
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
BOD (mg/L)
2500 – 3740
<200
200 – 300
300 – 1000
>1000
COD (mg/L)
10400 – 10809,6
<300
300 – 450
450 – 1500
>1500
SS (mg/L)
3930 – 5053
<300
200 – 300
300 – 1000
>1000
Suhu (ºC)
23,7-25,2
15 – 25
15 – 25
>25
-
6,64 – 7,05
<6 (asam)
6–9
>9 (basa)
-
pH
Sumber : Azad Singh, 1976 Tabel 4.4
Karakteristik limbah industri tahu
Parameter
Limbah Tahu
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
BOD (mg/L)
3630 – 3650
<200
200 – 300
300 – 1000
>1000
COD (mg/L)
6136 – 8782,8
<300
300 – 450
450 – 1500
>1500
SS (mg/L)
8935 – 13824
<300
200 – 300
300 – 1000
>1000
Suhu (ºC)
23,5 – 25
15 – 25
15 – 25
>25
-
4,63 – 5,15
<6 (asam)
6–9
>9 (basa)
-
pH
Sumber : Azad Singh, 1976
IV - 3
Dari tabel 4.3 dan 4.4 dapat diketahui bahwa untuk parameter BOD, COD, dan SS kedua jenis limbah tersebut termasuk dalam kategori sangat tinggi tingkat kesulitannya untuk diolah dengan proses biologi secara anaerob. Berdasarkan temperatur, kedua jenis limbah termasuk ke dalam kategori tingkat kesulitan sedang. Sedangkan berdasarkan pH limbah RPH memiliki tingkat kesulitan sedang, dan limbah industri tahu memiliki tingkat kesulitan rendah (asam). 4.3.
Penyisihan Pencemar Organik dalam Air Limbah pada ABR Kedua reaktor ABR masing-masing dioperasikan dengan memvariasikan
waktu detensi hidrolik dan beban organik pada air limbah influen. Variasi waktu detensi hidrolik dilakukan dengan cara mengatur besarnya debit aliran yang masuk ke dalam reaktor, yaitu sebesar 3,47 mL/menit untuk td 2 hari dan 5,56 mL/menit untuk td 3 hari. Sedangkan variasi beban organik dilakukan dengan cara mengubah-ubah besarnya kadar COD dalam air limbah influen. Kedua reaktor ini juga menggunakan dua jenis media filter yang berbeda, yaitu batu apung untuk reaktor 1 dan batok kelapa untuk reaktor 2. Hasil analisa dan pembahasan perbandingan efisiensi penyisihan kadar COD, BOD, TS, TP, dan TKN serta pola penguraiannya untuk masing-masing anaerobic baffled reactor pada setiap kondisi variasi waktu kontak dan beban organik influen dibahas pada bagian ini. 4.3.1
Reaktor ABR Berpenyekat 3 dengan Media Filter Batu Apung (R1) Konsentrasi COD (Chemical Oxygen Demand) Pengukuran konsentrasi COD dalam reaktor ABR dilakukan tiap hari. Efisiensi dan kinerja reaktor ABR 1 dalam menurunkan konsentrasi COD air limbah pada berbagai variasi beban influen dan waktu detensi hidrolik ditampilkan pada gambar 4.1.
IV - 4
Penyisihan COD pada ABR 1 2 hari
Waktu Detensi 3 hari 2 hari
3 hari
7000
100 90 80
5000
70 60
4000
50 3000
40
Efisiensi (%)
Konsentrasi COD (mg/L)
6000
30
2000
20
1000
10
0
0 30 33 35 37 38 39 45 48 48 49 50 51 53 53 54 54 55 57 58 58 59 59 Waktu (hari)
Gambar 4.1
Inlet Outlet Baku mutu Efisiensi
Efisiensi penyisihan COD pada ABR 1
Efisiensi penyisihan COD tertinggi terjadi pada variasi 4 (beban rata-rata 4000 mg/L, waktu detensi 3 hari), yaitu mencapai 94,38%, sedangkan yang terendah terjadi pada variasi 1 (beban rata-rata 3000 mg/L, waktu detensi 2 hari) sebesar 91,34%. Pada variasi 1 konsentrasi COD efluen berada pada range 138 – 376 mg/L, dengan konsentrasi rata-rata sebesar 233,48 mg/L. Pada variasi 2 efisiensi penyisihan COD yang terjadi sebesar 91,45%, dengan konsentrasi COD efluen berada pada range 243 – 305 mg/L, dan konsentrasi rata-rata sebesar 269,33 mg/L. Pada variasi 3 efisiensi penyisihan COD sebesar 92,30%, dengan konsentrasi COD efluen rata-rata sebesar 128 – 501 mg/L, dan konsentrasi rata-rata sebesar 333,25 mg/L. Sedangkan pada variasi 4, konsentrasi COD efluen berada pada range 183 – 343 mg/L, dengan konsentrasi rata-rata sebesar 238,75 mg/L. Nilai efisiensi penyisihan COD pada ABR 1 ini sudah sesuai dengan literatur (Sasse, 1998) bahkan cenderung lebih tinggi, yaitu sebesar 65 – 90%. Konsentrasi COD efluen pada keempat variasi masih belum memenuhi baku mutu PP 82/ 2001 golongan IV, sebesar 100 mg/L.
IV - 5
Efisiensi penyisihan COD pada ABR 1 meningkat seiring dengan bertambahnya beban influen dan waktu detensi hidrolik. Namun kadar COD efluen yang dihasilkan juga mengalami peningkatan jika beban COD influen bertambah.
Konsentrasi BOD (Biological Oxygen Demand) Pengukuran konsentrasi BOD pada ABR dilakukan setiap mencapai kondisi tunak (steady state), sebelum dilakukan pergantian variasi beban influen maupun waktu detensi hidrolik. Hasil pengukuran BOD menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme (bakteri) untuk menguraikan senyawa organik yang terkandung dalam air limbah. Sehingga semakin kecil kadar BOD dalam efluen air limbah menunjukkan bahwa jumlah mikroorganisme dalam air limbah kecil, sebab oksigen yang dibutuhkan juga sedikit. Tabel 4.5 berikut menunjukkan efisiensi dan kinerja ABR dalam menurunkan kadar BOD yang terkandung dalam air limbah. Tabel 4.5
COD Influen (mg/l) 3000 4000
Efisiensi ABR 1 dalam penurunan kadar BOD air limbah
Waktu detensi (hari)
BOD Influen (mg/l)
BOD effluen (mg/l)
Penyisihan BOD (%)
2
824,8
44,7
94,58
3
1755,68
95,04
94,59
2
2446,65
131,04
94,64
3
1731,6
86,4
95,01
Dari tabel 4.5 terlihat bahwa terjadi penurunan kadar BOD yang cukup besar, dengan penurunan kadar BOD tertinggi terjadi pada saat reaktor dioperasikan dengan beban 4000 mg/L dan waktu detensi 3 hari. Penurunan kadar BOD terendah tejadi ketika reaktor dioperasikan dengan beban influen 3000 mg/L dan waktu detensi 3 hari. Dari masing-masing variasi yang dilakukan nilai efisiensi penyisihan BOD yang terjadi sudah sesuai dengan literatur (Sasse, 1998), bahkan cenderung lebih tinggi, yaitu sebesar 70 – 95%. Kadar BOD efluen untuk semua variasi beban influen dan waktu detensi masih belum memenuhi baku mutu PP 82/ 2001
IV - 6
golongan IV, yaitu sebesar 12 mg/L. Dapat dilihat bahwa efisiensi penyisihan BOD mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya beban COD influen serta waktu detensi hidrolik.
Konsentrasi Total Phosphat (TP) Total phospat terdiri dari phospat organik dan phospat anorganik. Phospat merupakan salah satu makro nutrien yang dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Jika kandungan phospat rendah, maka pertumbuhan mikroorganismenya pun rendah. Pengukuran konsentrasi Total phosphat pada ABR dilakukan setiap mencapai kondisi tunak (steady state), sebelum dilakukan pergantian variasi beban influen maupun waktu detensi hidrolik. Efisiensi dan kinerja ABR dalam menurunkan Konsentrasi Total phosphat yang terkandung dalam air limbah dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6
Efisiensi ABR 1 dalam penurunan konsentrasi total fosfat air limbah
COD Influen (mg/l)
3000 4000
Waktu detensi (hari)
Total Phosphat Influen (mg/l)
Total Phosphat effluen (mg/l)
Penyisihan Total Phosphat (%)
2
3,40
2,98
12,40
3
3,3
2,65
19,70
2
3,1
1,68
45,81
3
3,47
1,43
58,79
Berdasarkan tabel 4.6 terlihat bahwa penurunan konsentrasi total phosphat yang terjadi tidak terlalu tinggi. Penurunan total phosphat tertinggi terjadi pada saat reaktor dioperasikan pada beban influen 4000 mg/L dengan waktu detensi 3 hari. Sedangkan penurunan total phosphat terendah terjadi ketika reaktor dioperasikan dengan beban influen 3000 mg/L dan waktu detensi 2 hari. Efisiensi penyisihan total phosphat bertambah seiring dengan meningkatnya beban influen dan waktu detensi hidrolik. Semua konsentrasi efluen total phosphat pada masing-masing variasi sudah memenuhi baku mutu PP 82/ 2001 golongan IV sebesar 5 mg/L.
IV - 7
Konsentrasi Solid (TS) Tabel 4.7 menunjukkan efisiensi penyisihan TS pada ABR 1 dengan variasi beban dan waktu detensi hidrolik yang berbeda. Tabel 4.7
Efisiensi ABR 1 dalam penurunan Konsentrasi Total Solid air limbah
COD Influen (mg/l) 3000 4000
Waktu detensi (hari)
Total Solid Influen (mg/l)
Total Solid effluen (mg/l)
Penyisihan Total Solid (%)
2
1606
500
68,87
3
6162
1838
70,17
2
2686
1142
57,48
3
5040
1744
65,40
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa penurunan solid terbesar dicapai pada saat reaktor dioperasikan dengan beban COD 3000 mg/L dan waktu detensi hidrolik 3 hari. Sedangkan penurunan total solid terendah tejadi ketika reaktor dioperasikan dengan beban influen 4000 mg/L dan waktu detensi 2 hari. Hal ini dimungkinkan karena kemampuan ABR untuk menyisihkan total solid terbatas pada konsentrasi beban <4000 mg/L, sehingga jika beban ditingkatkan hingga >4000 mg/L, perlu dilakukan peningkatan waktu detensi. Efisiensi penyisihan total solid baik pada beban 3000 mg/L maupun 4000 mg/L mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya waktu detensi. Pada masing-masing variasi yang dilakukan, ternyata konsentrasi total solid efluen masih di atas baku mutu PP 82/2001 golongan IV, sebesar 400 mg/L.
Konsentrasi NTK (Nitrogen Total Kjeldahl) Total nitrogen adalah gabungan dari nitrogen organik, ammonia, nitrit, dan nitrat. Nitrogen merupakan senyawa yang penting dalam sintesa protein, sehingga data mengenai nitrogen diperlukan untuk mengevaluasi suatu air buangan yang akan diolah menggunakan proses biologi. Jika air buangan mengandung kadar nitrogen yang rendah diperlukan penambahan nitrogen agar air buangan tersebut lebih mudah terolah (Wahidah, 2004). Tabel 4.8
IV - 8
menunjukkan efisiensi penyisihan TKN pada ABR 1 dengan variasi beban dan waktu detensi hidrolik yang berbeda. Tabel 4.8
Efisiensi ABR 1 dalam penurunan Konsentrasi NTK air limbah
COD Influen (mg/l) 3000 4000
Waktu detensi (hari)
NTK Influen (mg/l)
NTK effluen (mg/l)
Penyisihan NTK (%)
2
58,8
30,8
47,62
3
154,09
40,62
73,64
2
58,8
36,4
38,1
3
44,8
33,6
25
Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa penurunan konsentrasi nitrogen terbesar dicapai oleh reaktor pada saat dioperasikan dengan beban COD influen 3000 mg/L dan waktu detensi 3 hari. Sedangkan penurunan solid terendah terjadi pada reaktor dengan pengoperasian debit influen 4000 mg/L, td 3 hari. Efisiensi penyisihan NTK baik pada waktu detensi 2 hari maupun 3 hari mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya beban influen. Pada semua variasi yang dilakukan, konsentrasi NTK efluen dari ABR 1 masih belum memenuhi baku mutu PP 82/2001 golongan IV, yaitu sebesar 20 mg/L.
pH dan Temperatur Pengukuran pH dilakukan setiap awal pergantian variasi baik konsentrasi beban influen maupun waktu detensi. Maksud dari pengukuran pH adalah sebagai salah satu parameter penunjang dalam menentukan tingkat efisiensi dan efektifitas dari tiap reaktor. Sebagian besar proses pengolahan air buangan dengan proses biologi, dibutuhkan pH yang memiliki kisaran yang sangat pendek dan kritis, yaitu 6,0 - 8,5 (Benefield dan Randall, 1980). Kondisi operasi reaktor ABR 1 berlangsung pada kisaran pH 5,52 – 8,2. Nilai tersebut sedikit lebih rendah dari range pH optimum untuk terjadinya proses pengolahan biologi, serta syarat kisaran pH yang dapat diolah didalam reaktor anaerobic baffled septic tank (ABST), yaitu 6 – 9 (Metcalf&Eddy,2003).
IV - 9
Temperatur memgang peranan penting bagi keberlangsungan proses pengolahan secara biologi di dalam reaktor. Parameter temperatur air penting untuk diteliti sebab dapat mempengaruhi reaksi kimia dan laju reaksinya, kehidupan air, dan peruntukkan air untuk suatu tujuan. Temperatur juga penting untuk menentukan tingkat efisiensi secara keseluruhan dari proses pengolahan secara biologi. (Metcalf, 1994, dari Wahidah, 2004). Berdasarkan hasil pengukuran, temperatur dalam reaktor 1 berada pada kisaran 24 – 26ºC yang masih memenuhi syarat untuk terjadinya proses pengolahan biologi anaerob dengan temperatur yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri mesophilic. 4.3.2
Reaktor ABR Berpenyekat 3 dengan Media Filter Batok Kelapa (R2)
Konsentrasi COD (Chemical Oxygen Demand) Gambar 4.2 berikut memperlihatkan efisiensi dan kinerja reaktor ABR 2 dalam menurunkan konsentrasi COD air limbah pada berbagai variasi beban influen dan waktu detensi hidrolik. Penyisihan COD pada ABR 2 2 hari
Waktu detensi 3 hari 2 hari
3 hari 100
7000
90
6000 5000
70 60
4000
50 3000
40
Efisiensi (%)
Konsentrasi COD (mg/L)
80
30
2000
20 1000
10
0
0 30 33 35 37 38 39 45 48 48 49 50 51 53 53 54 54 55 57 58 58 59 59 Waktu (hari)
Gambar 4.2
Inlet Outlet Baku mutu Efisiensi
Efisiensi penyisihan COD pada ABR 2
IV - 10
Efisiensi penyisihan COD tertinggi terjadi pada variasi 4, yaitu mencapai 92,16%, sedangkan yang terendah terjadi pada variasi 1 sebesar 89,80%. Pada variasi 1 konsentrasi COD efluen berada pada range 171 – 462 mg/L, dengan konsentrasi rata-rata sebesar 278,73 mg/L. Pada variasi 2 efisiensi penyisihan COD yang terjadi sebesar 90,36%, dengan konsentrasi COD efluen berada pada range 285 – 325 mg/L, dan konsentrasi rata-rata sebesar 311 mg/L. Pada variasi 3 efisiensi penyisihan COD sebesar 90,53%, dengan konsentrasi COD efluen rata-rata sebesar 290 – 488 mg/L, dan konsentrasi rata-rata sebesar 385,5 mg/L. Sedangkan pada variasi 4, konsentrasi COD efluen berada pada range 330 – 437 mg/L, dengan konsentrasi rata-rata sebesar 365 mg/L. Nilai efisiensi penyisihan COD pada ABR 2 ini sudah sesuai dengan literatur (Sasse, 1998) bahkan cenderung lebih tinggi, yaitu sebesar 65 – 90%. Konsentrasi COD efluen pada keempat variasi masih belum memenuhi baku mutu PP 82/ 2001 golongan IV, sebesar 100 mg/L. Efisiensi penyisihan COD pada ABR 2 meningkat seiring dengan bertambahnya beban influen dan waktu detensi hidrolik. Namun konsentrasi COD efluen yang dihasilkan juga mengalami peningkatan jika beban COD influen bertambah.
Konsentrasi BOD (Biological Oxygen Demand) Hasil pengukuran penurunan konsentrasi BOD air limbah pada ABR 2 untuk masing-masing variasi pembebanan dan waktu detensi dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut. Tabel 4.9
COD Influen (mg/l) 3000 4000
Efisiensi ABR 2 dalam penurunan kadar BOD air limbah Waktu detnsi (hari)
BOD Influen (mg/l)
BOD effluen (mg/l)
Penyisihan BOD (%)
2
824,8
41,5
94,97
3
1755,68
78,4
95,53
2
2446,65
139,2
94,31
3
1731,6
89,28
94,84
IV - 11
Dari tabel 4.9 terlihat bahwa terjadi penurunan kadar BOD yang cukup besar, dengan penurunan kadar BOD tertinggi terjadi pada beban influen 3000 mg/L, waktu detensi 2 hari. Konsentrasi BOD efluen pada variasi ini belum sesuai dengan baku mutu PP 82/2001 golongan IV. Penurunan kadar BOD terendah dicapai pada beban influen 4000 mg/L, waktu detensi 2 hari. Konsentrasi BOD efluen pada variasi ini juga masih di atas nilai baku mutu. Pada ABR 2 ini peningkatan waktu detensi menghasilkan efisiensi penyisihan yang lebih besar baik pada beban 3000 mg/L maupun 4000 mg/L. Namun pada saat dilakukan peningkatan beban influen, efisiensi penyisihan BOD yang terjadi justru menurun. Hal ini dimungkinkan karena beban influen yang diberikan sudah melebihi kemampuan ABR 2 dalam menyisihkan kadar BOD pada air limbah.
Konsentrasi Total Phosphat Tabel 4.10 berikut memperlihatkan efisiensi dan kinerja ABR 2 dalam menurunkan Konsentrasi Total Phosphat yang terkandung dalam air limbah. Pengukuran konsentrasi total phosphat pada ABR 2 ini dilakukan setiap tercapai kondisi steady state (tunak), sama seperti pengukuran yang dilakukan untuk reaktor ABR 1. Tabel 4.10
Efisiensi ABR 2 dalam penurunan Konsentrasi Total Phosphat air limbah
COD Influen (mg/l)
3000 4000
Waktu detensi (hari)
Total Phosphat Influen (mg/l)
Total Phosphat effluen (mg/l)
Penyisihan Total Phosphat (%)
2
3,40
2,92
14,17
3
3,3
2,78
15,76
2
3,1
1,66
46,45
3
3,47
1,00
71,18
Efisiensi penyisihan total phosphat tertinggi terjadi pada saat reaktor dioperasikan pada beban 4000 mg/L waktu detensi 3 hari, yaitu mencapai 71,18%. Sedangkan yang terendah terjadi pada beban 3000 mg/L dengan
IV - 12
waktu detensi 2 hari yang hanya sebesar 14,17%. Konsentrasi total phosphat efluen pada semua variasi beban dan waktu detensi sudah memenuhi baku mutu PP 82/ 2001 golongan IV. Pada ABR 2 dapat dilihat bahwa peningkatan beban influen dan peningkatan waktu detensi menyebabkan efisiensi penyisihan total phosphat juga semakin tinggi.
Konsentrasi Solid (TS) Efisiensi dan kinerja reaktor ABR 2 dalam menurunkan konsentrasi COD air limbah pada berbagai variasi beban dan waktu detensi hidrolik ditampilkan pada gambar 4.11 berikut. Tabel 4.11
Efisiensi ABR 2 dalam penurunan Konsentrasi Total Solid air limbah
COD Influen (mg/l) 3000 4000
Waktu detensi (hari)
Total Solid Influen (mg/l)
Total Solid effluen (mg/l)
Penyisihan Total Solid (%)
2
1606
500
68,87
3
6162
1910
69,00
2
2686
1298
51,68
3
5040
1700
66,27
Berdasarkan tabel 4.11 dapat dilihat bahwa penurunan solid terbesar terjadi pada saat reaktor dioperasikan dengan beban influen 3000 mg/l dan waktu detensi hidrolik 3 hari. Penurunan solid terendah terjadi pada konsentrasi beban influen 4000 mg/L, waktu detensi 2 hari. Konsentrasi efluen total solid yang dihasilkan pada setiap variasi pengolahan ternyata masih di atas nilai baku mutu PP 82/2001 golongan IV. Pada ABR 2 peningkatan waktu detensi menyebabkan peningkatan terhadap efisiensi penyisihan total solid. Namun penambahan beban influen menyebabkan terjadinya penurunan efisiensi penyisihan baik pada waktu detensi 2 hari maupun 3 hari, yang kemungkinan disebabkan beban influen yang diberikan sudah melebihi kemampuan pengolahan ABR 2 dalam menyisihkan kandungan total solid pada air limbah.
IV - 13
Konsentrasi NTK (Nitrogen Total Kjeldahl) Tabel 4.12 berikut menunjukkan efisiensi penyisihan NTK yang terjadi pada ABR 2 saat dioperasikan dengan konsentrsi beban influen dan waktu detensi hidrolik yang berbeda. Tabel 4.12
Efisiensi ABR 2 dalam penurunan Konsentrasi NTK air limbah
COD Influen (mg/l)
Waktu detensi (hari)
NTK Influen (mg/l)
NTK effluen (mg/l)
Penyisihan NTK (%)
2
58,8
28
52,38
3
154,09
58,83
61,82
2
58,8
39,2
33,33
3
44,8
33,6
25
3000 4000
Berdasarkan tabel 4.12 dapat dilihat bahwa penurunan NTK terbesar dicapai pada saat reaktor dioperasikan dengan beban COD 3000 mg/L dan waktu detensi hidrolik 3 hari. Sedangkan penurunan NTK terendah terjadi pada saat konsentrasi beban influen 4000 mg/L waktu detensi 3 hari. Konsentrasi NTK efluen pada setiap variasi waktu detensi dan beban influen yang dilakukan masih belum memenuhi baku mutu PP 82/2001 golongan IV.
pH dan Temperatur Kondisi operasi reaktor ABR 2 berlangsung pada kisaran pH 6,72 – 7,45. Nilai tersebut masih berada dalam range pH optimum untuk terjadinya proses pengolahan biologi, yaitu 6,0 - 8,5 (Benefield dan Randall, 1980), dan memenuhi syarat kisaran pH yang dapat diolah didalam reaktor ABST, yaitu 6 – 9 (Metcalf&Eddy,2003). Berdasarkan hasil pengukuran, temperatur dalam reaktor 2 berada pada kisaran 23,7 – 25,1ºC yang masih memenuhi syarat untuk terjadinya proses pengolahan biologi anaerob dengan temperatur yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri mesophilic.
IV - 14
4.4.
Perbandingan Kinerja antar Reaktor Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi beban hidrolik,
waktu detensi hidrolik, dan media filter terhadap kinerja dan efisiensi ABR. Penelitian ini juga bertujuan untuk mencari konsentrasi beban influen, waktu detensi hidrolik, dan jenis media filter yang dapat menghasilkan efisiensi penyisihan optimum pada ABR. 4.4.1
Pengaruh Variasi Beban Influen Pada penelitian ini dilakukan pengenceran air limbah dengan beban
influen sebesar 3000 dan 4000 mg/L. Tujuan dilakukannya pengenceran ini adalah untuk mengurangi tingkat fluktuasi konsentrasi pencemar organik yang terkandung dalam limbah asli RPH dan tahu, yang mencapai 6136 – 10809,6 mg/L COD. Gambar 4.3 berikut memperlihatkan perbandingan efisiensi penyisihan konsentrasi COD air limbah berdasarkan konsentrasi COD influen rata-rata. Perbandingan Penyisihan COD
Efisiensi (%)
100 80 60 40 20 0 3000 4000 Konsentrasi COD influen rata-rata (mg/L)
Gambar 4.3
Efisiensi Penyisihan COD
Perbandingan penyisihan COD terhadap variasi beban influen
Dari grafik 4.3 terlihat bahwa konsentrasi beban organik sangat mempengaruhi besarnya efisiensi pengolahan. Semakin besar beban organik pada influen akan semakin besar pula efisiensi penyisihan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan literatur (Malina dan Pohland, 1992), bahwa pada proses pengolahan biologi secara anaerob, semakin besar konsentrasi COD influen maka kinerja reaktor akan semakin optimal. Pada beban organik influen 3000 mg/L efisiensi penyisihan COD yang dihasilkan sebesar 90,79%, sedangkan pada beban 4000
IV - 15
mg/L dihasilkan efisiensi penyisihan sebesar 92,34%. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa dengan peningkatan beban influen sebesar 1000 mg/L (dari 3000 menjadi 4000 mg/L), terjadi peningkatan efisiensi sebesar 1,55%. Perbandingan konsentrasi COD efluen berdasarkan variasi beban organik influen dapat dilihat pada gambar 4.4.
Konsentrasi COD efluen (mg/L)
Perbandingan Konsentrasi COD efluen 331
350 300
271
250 200 150
Baku Mutu
100 50 0 3000 4000 Konsentrasi COD influen rata-rata (mg/L)
Konsentrasi COD efluen
Gambar 4.4 Perbandingan konsentrasi COD efluen terhadap beban influen Dari grafik pada gambar 4.4 terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi COD influen rata-rata, konsentrasi COD efluen yang dihasilkan juga semakin tinggi nilainya. Efluen yang dihasilkan dari kedua variasi beban influen di atas ternyata sudah jauh melewati baku mutu PP 82/2001 golongan IV. Hal ini disebabkan karena beban influen yang digunakan sudah melewati kemampuan ABR dalam mengolah COD air limbah. Kemampuan ABR dalam mengolah air limbah terbatas pada limbah berkekuatan lemah-sedang atau COD influen <600 mg/L (Metcalf&Eddy, 2003). Sehingga jika ABR digunakan dalam proses pengolahan limbah dengan konsentrasi COD influen >600 mg/L sebaiknya dilakukan pengolahan pendahuluan atau terdapat penambahan teknologi pengolahan lain untuk mengolah air efluen dari ABR. Alternatif yang dapat digunakan untuk mengolah air efluen dari ABR antara lain dengan penggunaan sand filter, constructed wetland, dan lain-lain. Pada penelitian ini air efluen dari ABR diolah menggunakan reaktor Constructed Wetlad dengan tanaman Sagittaria lanciforia dan Scirpus grossus, yang dilakukan oleh rekan saya.
IV - 16
Pengaruh variasi beban influen terhadap konsentrasi efluen pencemar organik pada ABR dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel 4.13 berikut. Tabel 4.13
Perbandingan Konsentrasi Efluen Pada Penelitian Menggunakan ABR Berdasarkan Konsentrasi Influen EFLUEN RATA-RATA (mg/L)
PARA
Hasil Penelitian
Yuniarti, 2007
Madyanova, 2005
Wahidah, 2004
Wanasen, 2003
COD in avg 3000 mg/L 7,14
COD in avg 4000 mg/L 6,76
COD in avg 400 mg/L 6,33
COD in avg 600 mg/L 5,91
COD in avg 388 mg/L 7,1
COD in avg 527 mg/L 7,4
COD in avg 880 mg/L 7
COD in avg 100 mg/L 6,8
COD in avg 200 mg/L 6,8
COD in avg 300 mg/L 6,8
COD
271
331
104
189,42
74
95
151
23,4
47
56,6
462,5
BOD
64,91
111,48
39,44
66,75
-
-
-
-
-
-
-
NTK
39,56
35,70
2,29
4,88
1,14
1,46
2,26
1,78
1,78
2
39,25
TS
1187
1471
318
458,5
87,5
97
119
-
-
-
647,25
TP
2,83
1,44
0,092
0,18
0,57
0,68
1,27
0,47
0,29
0,29
28,3
METER
pH
COD in avg 1968 mg/L
Sumber : Hasil Penelitian dan Yuniarti, 2007 Dari tabel 4.13 terlihat bahwa konsentrasi efluen pencemar organik (COD, BOD, dan TS) akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi influen yang diberikan. Proses transformasi yang terjadi pada pengolahan biologi secara anaerob pada dasarnya terdiri dari 3 fase, yaitu penyisihan bahan organik terlarut, stabilisasi bahan organik tidak terlarut, dan konversi bahan anorganik terlarut. Pada penyisihan bahan organik terlarut hasil akhir yang terjadi berupa CH4, CO2, H2O dan NH3. Bahan anorganik, organik terlarut resisten, dan CH4 akan dihasilkan pada tahap stabilisasi bahan organik tidak terlarut. Sedangkan contoh pada konversi bahan anorganik terlarut adalah NH4 menjadi NO2- dan NO3(Wisjnuprapto, 2006). Konsentrasi COD efluen pada proses pengolahan anaerob berasal dari bahan organik terlarut yang resisten, yang merupakan hasil akhir stabilisasi bahan organik tidak terlarut. Sifat bahan organik ini relatif resisten terhadap proses biologi lanjutan karena level energinya rendah sehingga tidak ada mikroorganisme yang bisa menguraikannya lagi. Semakin besar pembebanan organik influen maka semakin besar pula bahan organik tidak terlarut yang terkandung, sehingga menghasilkan bahan organik terlarut resisten yang meningkatkan konsentrasi
IV - 17
7,35
COD efluen. Peningkatan konsentrasi COD efluen akibat peningkatan beban COD influen pada berbagai jenis limbah dapat dilihat pada gambar 4.5 berikut. Hasil Penelitian, RPH+tahu
Konsentrasi COD Efluen 500
Yuniarti, RPH+tahu
300
Madyanova, Greyw ater
COD E fluen (m g/L)
400
200
Wahidah,domes tik artifisial
100
Wanasen, Domestik asli
0 0
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200 3400 3600 3800 4000
Baku Mutu
COD influen (mg/L)
Gambar 4.5 Konsentrasi COD efluen pada berbagai variasi beban influen Dari gambar 4.5 dapat dilihat bahwa peningkatan beban influen akan meningkatkan konsentrasi COD efluen dari ABR. Pada pembebanan 100 – 600 mg/L, konsentrasi COD efluen yang dihasilkan masih memenuhi baku mutu PP 82/2001 golongan IV, sebesar 100 mg/L. Namun pada beban influen >600 mg/L, konsentrasi COD efluen yang dihasilkan sudah melewati baku mutu yang berlaku. Sehingga untuk pembebanan >600 mg/L perlu adanya pengolahan air efluen ABR. Laju pertumbuhan mikroorganisme sebanding dengan pertambahan konsentrasi substrat atau pembebanan organik., sesuai dengan rumus dasar pertumbuhan mikroorganisme sebagai berikut (Monod,1942):
μ = μm dimana :
S ks + S
µ
=
laju pertumbuhan
µm
=
laju pertumbuhan maksimum
S
=
konsentrasi substrat dalam reaktor
ks
=
konstanta jenuh substrat
Berdasarkan rumus di atas, terlihat bahwa laju pertumbuhan dapat dikendalikan dengan cara mengatur besarnya konsentrasi substrat dalam reaktor. Hubungan antara peningkatan laju pertumbuhan mikroorganisme dengan penambahan substrat, dapat dilihat dari efisiensi penyisihan COD yang semakin
IV - 18
meningkat seiring dengan peningkatan beban influen. Pengaruh variasi beban influen terhadap efisiensi penyisihan pencemar organik oleh ABR dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel 4.14 berikut. Tabel 4.14
Perbandingan % Penyisihan Pada Penelitian Menggunakan ABR Berdasarkan Konsentrasi Influen EFISIENSI PENYISIHAN RATA-RATA (%)
PARA
Hasil Penelitian
Yuniarti, 2007
Madyanova, 2005
Wahidah, 2004
Wanasen, 2003
pH
COD in avg 3000 mg/L -
COD in avg 4000 mg/L -
COD in avg 400 mg/L -
COD in avg 600 mg/L -
COD in avg 388 mg/L -
COD in avg 527 mg/L -
COD in avg 880 mg/L -
COD in avg 100 mg/L -
COD in avg 200 mg/L -
COD in avg 300 mg/L -
COD
90,79
92,34
72,46
68,87
81
82
83
77
76
82
78
BOD
94,92
94,70
76,12
76,05
-
-
-
-
-
-
-
NTK
58,86
30,36
19,51
33,91
65
71
78
67
83
87
34
TS
69,23
60,21
36,01
12,94
65
74
83
-
-
-
55
TP
15,51
55,56
60,41
64,37
66
71
72
48
84
89
50
METER
COD in avg 1968 mg/L
Sumber : Hasil Penelitian dan Yuniarti, 2007 Dari hasil penelitian yang dilakukan semakin tinggi beban influen yang diberikan, efisiensi penyisihan semakin tinggi, dimana terjadi peningkatan efisiensi sebesar 1,55% untuk COD dan 40,05% untuk total phosphat. Sedangkan efisiensi penyisihan untuk BOD, NTK, dan total solid justru menurun seiring dengan
peningkatan
beban
influen.
Peningkatan
laju
pertumbuhan
mikroorganisme ini tidak dapat berlangsung tanpa batas dan akhirnya akan diawali dengan periode dimana konsentrasi substrat influen menjadi cukup untuk laju pertumbuhan mikroorganisme maksimum. Sehingga terjadi fase stasioner dimana
penambahan
substrat
tidak
akan
menambah
konsentrasi
sel
mikroorganisme di dalam reaktor dan jumlah susbtrat yang terdegradasi. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan efisiensi penyisihan pada beberapa parameter pencemar organik pada saat beban influen ditingkatkan. Gambar 4.6 berikut merupakan grafik efisiensi penyisihan COD pada berbagai variasi beban influen untuk berbagai jenis limbah.
IV - 19
-
Hasil Penelitian, RPH+tahu
Efisiensi Penyisihan COD 100
Yuniarti, RPH+tahu
60
Madyanova, Greywater
40 Wahidah, Domestik artifisial
20 0 0
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200 3400 3600 3800 4000
Wanasen, Domestik asli
COD Influen (mg/L)
Gambar 4.6 Efisiensi Penyisihan COD pada berbagai variasi beban influen Dari gambar 4.6 dapat dilihat bahwa untuk limbah RPH dan Tahu hasil penelitian, serta untuk limbah greywater (Madyanova), peningkatan beban COD influen yang diberikan akan meningkatkan efisiensi penyisihan COD. Pola yang sama juga terjadi pada limbah domestik artifisial, pada peningkatan beban influen dari 200 mg/L menjadi 300 mg/L, yaitu efisiensi penyisihan mengalami peningkatan sebesar 6%. 4.4.2
Pengaruh Variasi Media Filter Pada penelitian ini digunakan dua jenis media filter, yaitu batu apung pada
reaktor 1 dan batok kelapa pada reaktor 2. Hasil proses penyisihan pencemar organik pada masing-masing reaktor ditunjukkan pada gambar 4.7 berikut. Perbandingan Jenis Media Filter 100 Efisiensi (%)
E fisiensi (% )
80
80 60 40 20 0 R1 (batu apung)
R2 (batok kelapa)
Jenis media filter
Gambar 4.7
Efisiensi Penyisihan COD
Perbandingan efisiensi penyisihan terhadap variasi media filter
IV - 20
Berdasarkan gambar 4.7 terlihat bahwa reaktor ABR yang menggunakan media filter batu apung menghasilkan efisiensi penyisihan yang lebih tinggi, yaitu sebesar 92,50%, dibandingkan dengan media filter batok kelapa dengan efisiensi sebesar 90,74%. Prinsip dari penambahan media filter (anaerobic filter) adalah melakukan pengolahan untuk padatan yang tidak dapat diendapkan dan yang terlarut, dengan cara membawa padatan tersebut untuk kontak dengan massa bakteri aktif (Sasse, 1998). Sehingga dapat dihasilkan efluen dengan kadar pencemar yang lebih rendah dibandingkan bila reaktor ABR tidak dilengkapi dengan media filter pada bagian efluen (Madyanova, 2005). Gambar 4.8 berikut memperlihatkan nilai konsentrasi COD efluen pada kedua jenis reaktor ABR.
Konsentrasi COD (mg/L)
Perbandingan Konsentrasi COD efluen 400 300
337 269
200
Baku Mutu 100 0 R1 (batu apung)
R2 (batok kelapa)
Jenis reaktor
Gambar 4.8
Konsentrasi COD efluen
Perbandingan konsentrasi efluen terhadap variasi media filter
Batu apung dan batok kelapa mempunyai banyak rongga sebagai tempat biomassa untuk melekat sehingga bidang kontak menjadi lebih luas. Semakin luas permukaan untuk bakteri tersebut tumbuh, semakin baik proses degradasi oleh bakteri. Menurut literatur (Sasse, 1998) filter yang baik umumnya sebanyak 90300 m3 luas permukaan per m3 dari daya tampung volume reaktor. Media filter batu apung yang digunakan berbentuk bongkahan-bongkahan dengan diameter rata-rata 5 cm dan volume rata-rata sebesar 66,5 x 10-6 m3. Sedangkan media filter batok kelapa yang digunakan berbentuk kepingan dengan ukuran rata-rata 7 cm x 5 cm x 0,5 cm dan volume rata-rata sebesar 19 x 10-6 m3. Total luas permukaan dari filter tidak terlalu penting dibandingkan dengan kemampuannya secara fisik untuk menahan partikel padatan (Sasse, 1998). Media filter juga menjadi penyaring zat-zat yang masih tersisa sehingga konsentrasi COD efluen yang dihasilkan menjadi lebih rendah. Media filter sebagai penyaring
IV - 21
akan menghalangi terjadinya washout (terbuangnya sebagian bakteri yang terikut pada aliran efluen). Bila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya (Yuniarti, 2007), ternyata reaktor yang menggunakan media filter batok kelapa justru menghasilkan efisiensi penyisihan yang lebih tinggi dibandingkan reaktor yang menggunakan batu apung. Gambar 4.9 berikut memperlihatkan perbandingan efisiensi penyisihan COD pada penelitian sekarang dan sebelumnya dengan media filter yang sama pada reaktor. Perbandingan Media Filter 100 90
COD in 3668 mg/L
92,50
COD in 492,73 mg/L
90,74 76,86
Efisiensi (%)
80
64,46
70 60 50 40 30 20 10 0 R1 (batu apung)
R2 (batok kelapa)
R1 (batu apung, R2 (batok Yuniarti) kelapa, Yuniarti)
Reaktor
Efisiensi Penyisihan COD
Gambar 4.9 Perbandingan jenis media filter terhadap efisiensi pengolahan Pada penelitian ini reaktor yang digunakan sama dengan reaktor pada penelitian sebelumnya, yang dimulai pada tahun 2006, tanpa ada penggantian media filter. Sehingga dimungkinkan batok kelapa yang digunakan sebagai media filter dalam reaktor ABR sudah menurun kapasitas penyerapannya. Batok kelapa merupakan material organik yang dapat mengalami proses penguraian, sehingga senyawa-senyawa organik komponen penyusun batok kelapa seiring dengan bertambahnya waktu akan terdegradasi dan justru dapat menambah beban pengolahan pada bagian outlet ABR. Pemakaian batok kelapa sebagai media filter akan efektif apabila jangka waktunya kurang dari satu tahun. Apabila jangka waktu yang digunakan lama, perlu dilakukan penggantian media filter sehingga tidak akan terjadi proses penguraian pada bagian outlet.
IV - 22
4.4.3
Pengaruh Variasi Waktu Detensi Hidrolik Lama waktu kontak antara limbah dengan mikroorganisme dalam reaktor
pengolahan secara biologi sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan kinerja reaktor. Waktu detensi hidrolik (td) merupakan variabel operasional yang dapat mempengaruhi kinerja reaktor (Wisjnuprapto, 2004, dari Yuniarti, 2007). Pada penelitian ini dilakukan 2 variasi waktu detensi hidrolik, yaitu 2 dan 3 hari. Tujuannya adalah untuk mencari waktu detensi hidrolik paling optimum dalam pengolahan air limbah menggunakan ABR. Gambar 4.10 berikut memperlihatkan perbandingan hasil efisiensi penyisihan COD oleh ABR pada waktu detensi hidrolik 2 dan 3 hari.
Perbandingan Variasi Waktu Detensi ABR 1
ABR 2
Efisiensi (% )
100 80 60 40 20 0 2 hari
3 hari
2 hari Waktu (hari)
3 hari
Efisiensi Penyisihan COD
Gambar 4.10 Perbandingan lama waktu detensi terhadap efisiensi pengolahan Dari gambar 4.10 dapat dilihat bahwa penambahan lama waktu detensi akan meningkatkan efisiensi penyisihan yang terjadi. Efisiensi penyisihan tertinggi terjadi pada ABR 1 dengan waktu detensi 3 hari, sebesar 93,13%, sedangkan efisiensi penyisihan terendah terjadi pada ABR 2 dengan waktu detensi 2 hari sebesar 90,16%. Hal ini diakibatkan karena waktu kontak air limbah dengan mikroorganisme di dalam reaktor dapat terjadi lebih lama (Rich, 1978). Semakin lama waktu kontak antara air limbah dengan biomassa maka proses degradasi parameter-parameter pencemar organik dapat berlangsung lebih lama sehingga kinerja reaktor akan semakin baik dan konsentrasi efluen yang dihasilkan juga akan semakin rendah (Madyanova, 2005).
IV - 23
Namun dengan penambahan waktu detensi sebesar 1 hari, ternyata peningkatan efisiensi penyisihan yang terjadi tidak terlalu tinggi, hanya sebesar 2,97%. Penambahan lama waktu detensi hidrolik ini sangat berpengaruh terhadap desain dan ukuran besarnya unit reaktor ABR jika diaplikasikan di lapangan. Sehingga berdasarkan perhitungan dari segi efektivitas ruang dan ekonomis, maka lama waktu detensi yang lebih optimum adalah 2 hari. Tabel 4.15 berikut memperlihatkan hasil efisiensi penyisihan oleh ABR dengan berbagai variasi waktu detensi, serta perbandingan dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Tabel 4.15 PARA
Hasil Penelitian
METER
pH
Perbandingan % penyisihan dengan ABR berdasarkan waktu kontak
COD in avg (mg/L) 5,62
COD ef avg (mg/L) 3 2 hari hari -
Yuniarti, 2007 COD in avg (mg/L) 6,09
COD ef avg (mg/L) 2 1 hari hari -
Madyanova, 2005 COD in avg (mg/L) 6,7
COD ef avg (mg/L) 3 2 hari hari -
Wanasen, 2003 COD in avg (mg/L) 8,2
COD ef avg (mg/L) 2 1 hari hari -
COD
3668
92,26
91,06
492,73
76,68
64,64
671,5
83
80
1968
82
76
BOD
1675,7
94,99
94,63
221,48
80,99
71,17
-
-
-
-
-
-
NTK
79,12
46,36
42,86
5,08
19,51
33,91
7,1
73
70
56
44
32
TS
3873,5
67,71
61,72
510
36
12,94
470
76
71
1284
63,5
46
TP
3,32
41,36
29,71
0,36
60,41
64,37
0,79
72
67
50
54
47
Sumber : Hasil Penelitian dan Yuniarti, 2007 Peningkatan efisiensi penyisihan COD oleh ABR akibat peningkatan waktu detensi hidrolik (1, 2, dan 3 hari) pada berbagai variasi beban COD influen untuk berbagai jenis limbah dapat dilihat pada gambar 4.11.
IV - 24
Efisiensi Penyisihan COD 100 90 80 Hasil Penelitian; RPH+tahu; 3668 mg/L
Efisiensi (%)
70 60 50
Yuniarti; RPH+tahu; 492,73 mg/L
40 30
Madyanova; Greywater; 671,5 mg/L
20 10 0 0
1 2 3 Waktu Detensi (hari)
4
Wanasen; Domestik asli; 1968 mg/L
Gambar 4.11 Efisiensi Penyisihan COD pada berbagai variasi waktu detensi Berdasarkan grafik pada gambar 4.11 dapat dilihat bahwa untuk waktu detensi 1, 2, dan 3 hari, peningkatan lama waktu detensi hidrolik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efisiensi penyisihan COD oleh ABR untuk berbagai jenis limbah dan variasi pembebanan. Semakin lama waktu detensi, kontak yang terjadi antara mikroorganisme dengan air limbah akan semakin efektif, sehingga efisiensi penyisihan COD yang terjadi semakin besar. Pada tabel 4.16 berikut ditampilkan besarnya konsentrasi efluen pencemar organik pada pengolahan air limbah dengan ABR pada berbagai variasi waktu detensi, serta perbandingan dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya.
IV - 25
Tabel 4.16
Perbandingan penurunan konsentrasi pencemar organik dengan ABR berdasarkan waktu kontak
PARA METER
pH
Hasil Penelitian COD in avg (mg/L) 5,62
COD ef avg (mg/L) 3 2 hari hari 7,51 6,39
Yuniarti, 2007 COD in avg (mg/L) 6,09
Madyanova, 2005
COD ef avg (mg/L) 2 1 hari hari 6,29 5,95
COD in avg (mg/L) 6,7
COD ef avg (mg/L) 3 2 hari hari 7,29 7,1
Wanasen, 2003 COD in avg (mg/L) 8,2
COD ef avg (mg/L) 2 1 hari hari 7,35
7,35
COD
3668
296,86
212
492,73
119,42
174
671,5
98,8
115
1968
322
609
BOD
1675,7
87,28
89,11
221,48
42,6
63,59
-
-
-
-
-
-
NTK
79,12
41,66
33,6
5,08
2,48
4,69
7,1
1,54
1,69
56
28
58,8
TS
3873,5
1798
860
510
312
464,5
470
94,8
108
1284
436
848
TP
3,32
1,97
2,31
0,36
0,15
31,22
0,79
48
84
50
23,8
33
Sumber : Hasil Penelitian dan Yuniarti, 2007 4.5.
Proses Anaerob pada ABR Proses anaerob merupakan proses pengolahan air limbah yang
memanfaatkan aktivitas pertumbuhan mikroorganisme yang berkontak dengan air buangan, sehingga mikroorganisme tersebut dapat menggunakan pencemarpencemar yang ada sebagai bahan makanan dalam kondisi lingkungan tanpa keberadaan oksigen (Qasim, 1985, dari Madyanova, 2005). Karena tidak adanya oksigen terlarut, bakteri anorganik akan mengkonversi material-material organik menjadi produk yang lebih stabil, seperti karbondioksida dan metan. Proses degradasi ini melibatkan dua fase yang terpisah namun saling berhubungan, yaitu pembentukan asam dan produksi metan. Selama fase pembentukan asam, bakteri mengkonversi material organik kompleks (karbohidrat, lemak, dan protein) menjadi materi organik yang lebih sederhana, terutama asam-asam volatil organik berantai pendek (asetat, propionat, dan asam laktat). Bakteri yang terlibat dalam fase ini disebut bakteri “pembentuk asam”, dan diklasifikasikan sebagai mikroorganisme nonmetanogenik. Selama fase ini reduksi BOD dan COD yang terjadi kecil, karena asam-asam lemak berantai pendek, alkohol, dan sebagainya dapat digunakan oleh banyak mikroorganisme, sehingga menekan penggunaan oksigen. Fase produksi metan melibatkan satu fase intermediate. Mula-mula bakteri mengkonversi asam-asam organik berantai pendek menjadi asetat, gas hidrogen, dan karbondioksida. Proses intermediate ini disebut juga proses asetogenesis,
IV - 26
dengan contoh asam-asam volatil intermediate yang umum terbentuk antara lain asam format, propionat, asetat, butirat, valerat, dan asam isovalerat. Setelah itu, beberapa spesies dari bakteri anaerobik obligat (mikroorganisme metanogen) yang disebut “pembentuk metan” mengkonversi asetat, hidrogen, dan karbondioksida, menjadi gas metan (CH4) melalui dua pathway utama. Proses ini disebut dengan metanogenesis. Selama fase ini terjadi proses stabilisasi limbah, yang ditandai dengan pembentukan gas metan. Dua pathway utama proses pembentukan gas metan adalah : 1) Pemecahan (pemutusan rantai) asam asetat untuk membentuk metan dan karbondioksida : CH3COOH Æ CH4 + CO2 2) Reduksi gas karbondioksida oleh gas hidrogen untuk membentuk metan : CO2 + 4H2 Æ CH4 + 2 H2O Penambahan sekat-sekat pada ABR ini ternyata juga memberi banyak keuntungan, sebab akan mempermudah pencampuran dan meningkatkan retensi solid atau SRT (Chynoweth et al, 1998, dari Madyanova 2005). Dengan SRT yang tinggi maka proses anaerob akan mampu mengolah limbah pada temperatur rendah dengan efisiensi pengolahan yang tinggi. Sehingga diharapkan proses metanogenesa dapat tercapai dan berjalan lebih cepat. Pada fasa metanogenesa akan terbentuk hasil akhir berupa gas CH4, CO2, H2O dan NH3 yang menunjukkan tercapainya kondisi anaerob dalam reaktor. Reaktor ABR yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tiga sekat, dan terdiri dari empat kompartemen. Pada masing-masing kompartemen dilakukan pengukuran terhadap konsentrasi asam volatil total (TAV) yang terbentuk. Konsentrasi asam volatil merupakan indikator kinerja proses anaerob karena asam-asam tersebut akan dikonversi menjadi metan pada laju yang sama ketika asam tersebut dibentuk, jika tercapai kondisi kesetimbangan. Hasil pengukuran konsentrasi total asam volatil pada masing-masing kompartemen dapat dilihat pada tabel 4.17.
IV - 27
Tabel 4.17
Konsentrasi Total Asam Volatil pada tiap kompartemen Konsentrasi Total Asetil Volat
Kompartemen
(mg/L)
1
0,7473
2
1,2677
3
0,5071
4
0,2335
Berdasarkan tabel 4.17 terlihat bahwa konsentrasi asam volatil tertinggi terdapat pada kompartemen kedua, sedangkan yang terendah terdapat pada kompartemen empat. Dari kompartemen satu ke kompartemen dua terjadi peningkatan konsentrasi asam volatil. Pada kompartemen satu material-material organik kompleks belum banyak yang dikonversi menjadi asam-asam volatil sederhana berantai pendek oleh bakteri pembentuk asam. Sedangkan pada kompartemen dua, proses konversi material organik kompleks menjadi asam-asam volatil mencapai jumlah terbesar, sehingga dihasilkan konsentrasi asam volatil total terbanyak. Pada kompartemen dua ini proses yang dominan terjadi adalah pembentukan asam (asidogenesis). Konsentrasi total asam volatil mengalami penurunan dari kompartemen dua ke kompartemen tiga dan empat. Hal ini disebabkan pada kompartemen tiga proses pembentukan asam sudah mulai berkurang, dan mulai terjadi proses
intermediate, yaitu asetogenesis, yang menghasilkan asam-asam volatil namun dengan konsentrasi total asam volatil yang lebih kecil dari tahap pembentukan asam. Pada kompartemen empat sudah mulai terjadi proses pembentukan gas metan
(metanogenesis)
oleh
bakteri-bakteri
pembentuk
metan,
dengan
mengkonversi asam asetat, hidrogen, dan karbondioksida menjadi gas metan. Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran terhadap komposisi gas-gas yang terbentuk di dalam reaktor ABR, yang dilakukan menggunakan alat pemeriksaan Gas Chromatography (GC). Tabel 4.18 berikut memperlihatkan komposisi gas yang terbentuk pada masing-masing reaktor ABR.
IV - 28
Tabel 4.18
Komposisi gas yang terbentuk pada reaktor ABR Konsentrasi (% volume sampel)
Komposisi gas
ABR 1
ABR 2
CO2
12,17
12,53
O2
5,8
5,84
N2
70,26
65,61
CH4
11,76
16,02
Berdasarkan tabel 4.18 dapat dilihat bahwa pada masing-masing reaktor ABR terbentuk gas metan (CH4) dengan konsentrasi yang cukup tinggi, yang merupakan salah satu tanda tercapainya proses pengolahan secara anaerob. ABR memberikan keuntungan dengan adanya volume ruang hampa yang cukup besar, sehingga mengurangi resiko terjadinya penyumbatan atau clogging dan ekspansi lapisan lumpur yang dapat menyebabkan wash out. Sehingga efisiensi penyisihan COD yang dicapai bisa lebih dari 90% dan menghasilkan produksi gas metan lebih dari 4 volume per hari per unit volume reaktor (Boopathy et al, 1988, dari Madyanova, 2005). 4.5.1 Kondisi Pengoperasian Reaktor dan Faktor Penghambat Proses Anaerob Penelitian ini dilakukan pada kondisi mesophilic, dengan temperatur ambien antara 20 – 25ºC. Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan mekanisme antara proses penguraian pada temperatur rendah dengan temperatur tinggi (Stevens dan Schulte, 1979, dari Madyanova, 2005), namun pada temperatur tinggi proses penguraian dapat berlangsung lebih cepat. Akan tetapi untuk mencapai kondisi thermophilic diperlukan energi tambahan yang besar untuk pemanasan, sehingga proses pengolahan menjadi kurang stabil dan lebih mahal. Pada reaktor ABR 1 (media filter batu apung), temperatur berkisar antara 24 - 26ºC dan pH antara 5,52 – 8,2. Sedangkan pada ABR 2 (media filter batok kelapa) temperatur berkisar antara 23,7 – 25,1ºC dengan pH antara 6,39 – 6,94. Kondisi temperatur pada kedua reaktor ini masih sesuai bagi proses pertumbuhan bakteri anaerob (25 – 40ºC), meskipun tidak masuk ke dalam kondisi optimum sebesar 30 – 35ºC (Andrews and Graef, 1970).
IV - 29
Proses pertumbuhan dan metabolisme bakteri metanogenik memerlukan kondisi lingkungan dengan fluktuasi pH substrat dan temperatur yang kecil. Hal ini disebabkan karena populasi jenis mikroorganisme yang dapat melakukan proses metanogenesis hanya sedikit, sehingga jauh lebih sensitif terhadap perubahan kondisi pH dan temperatur lingkungan (Mudrak dan Kunst, 1986, dari Madyanova, 2005). Sedangkan bakteri pembentuk asam lebih toleran terhadap kondisi lingkungan sebab kelompok bakteri ini terdiri dari mix culture, sehingga masih terdapat beberapa jenis bakteri yang memerlukan kondisi optimum untuk pertumbuhan pada suhu dan temperatur yang berbeda-beda tersebut. Ketika proses ini ditekan oleh shock loading atau fluktuasi temperatur, maka aktivitas bakteri pembentuk metan menjadi lebih lambat daripada bakteri pembentuk asam sehingga terjadi ketidakseimbangan. Asam-asam volatil
intermediate terakumulasi, dan pH menjadi turun. Sehingga pada akhirnya pertumbuhan bakteri metanogen menjadi lebih terhambat dan proses pembentukan metan gagal tanpa ada proses perbaikan. Hal tersebut terjadi pada reaktor ABR 1, dimana pH efluen pernah turun sampai nilai 5,52, sehingga konsentrasi gas metan yang terbentuk di dalam reaktor ABR 1 lebih kecil daripada reaktor ABR 2. 4.5.2
Mikroorganisme yang Berperan dalam Degradasi Air Limbah Berdasarkan hasil penelitian dan identifikasi mikroorganisme (Nuraini,
2002), bakteri yang berperan dominan dalam degradasi limbah rumah potong hewan adalah Pseudomonas cepacia, Pseudomonas luteola, Pseudomonas
maltophilia, Pseudomonas putrefaciens, Acinetobacter calco. var Iwoffi, Pasteurella multocida, Flavobacterium odoratum dan Moraxella spp. Sedangkan jamur yang dominan adalah Aspergillus fumigatus, Aspergillus niger, Aspergillus
candidus,
Aspergillus
wentii,
Aspergillus
flavipes,
Aspergillus
terreus,
Pennicillium Oxalicum, dan Pennicillium chermesianum. Pada penelitian ini bakteri yang digunakan untuk proses seeding berasal dari kultur bakteri hasil isolasi penelitian (Chazanah, 2002) yang ada di Laboratorium Mikrobiologi. Bakteri tersebut adalah Alcaligenes paradoxus,
Pseudomonas cepacia, Alcaligenes faecalis, Xanthomonas populi, Neisseria cenerea, dan Pseudomonas pseudo Alcaligenes. Bakteri-bakteri diatas terbukti mampu mendegradasi LAS (linear alkylbenzena sulfonate).
IV - 30
Pada tahap pengoperasian reaktor ABR, dengan limbah influen dari rumah pemotongan hewan dan pabrik tahu, kondisi di dalam reaktor tidak sepenuhnya anaerob (anaerobik fakultatif) sebab masih terdapat sedikit kandungan oksigen dengan konsentrasi antara 5,8 – 5,84 persen volume sampel. Hal ini menyebabkan bakteri-bakteri yang tumbuh dominan berupa bakteri aerob, dan sedikit bakteri anaerob fakultatif. Berdasarkan hasil isolasi mikroorganisme, jenis bakteri yang dominan tumbuh pada reaktor ABR dengan media filter batu apung (ABR 1) adalah Bacillus sp dan tidak terdapat jenis bakteri anaerob. Sedangkan pada reaktor ABR dengan media filter batok kelapa (ABR 2), bakteri anaerob yang dominan adalah Peptostreptococcus sp. Dari hasil identifikasi ternyata jenis bakteri yang terdapat pada tahap
seeding berbeda dengan jenis bakteri pada saat akhir pengoperasian reaktor. Pada tahap seeding bakteri-bakteri yang digunakan bersifat non patogen, sedangkan
Bacillus sp dan Peptostreptococcus sp, keduanya termasuk jenis bakteri patogen. Hal ini disebabkan kedua jenis bakteri tersebut kemungkinan sudah terdapat dalam limbah asli tahu dan RPH yang digunakan. Sehingga pada saat limbah tahu dan RPH dimasukkan ke reaktor ABR, bakteri-bakteri tersebut memperoleh kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya, dan bakteri-bakteri tersebut tumbuh dengan pesat.
IV - 31