BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi a. Lokasi UKM Berdasarkan hasil pengamatan, lokasi UKM “Al-Fadh” terletak ditengah perkampungan yang berdekatan dengan area persawahan dan jauh dari tempat pembuangan sampah umum sehingga terhindar dari kotoran dan cemaran bau yang menyengat. Lokasi UKM ini berdekatan langsung dengan jalan desa sehingga dapat terjadi kontaminasi oleh asap kendaraan. b. Lingkungan Berdasarkan hasil pengamatan, keadaan lingkungan tempat UKM “Al-Fadh” untuk masalah sampah yaitu bersih karena terdapat tempat khusus yang disediakan untuk membuang sampah dan kondisi tempat sampah dalam keadaan tertutup. Untuk jalan disekitar UKM “AlFadh” masih terdapat jalan berlubang yang dapat membuat genangan pada saat hujan dan dipinggir jalan terdapat rumput yang kurang terpelihara. Untuk selokan sendiri berfungsi dengan baik sehingga tidak ada genangan air dan terhindar dari kotoran yang menumpuk. Kondisi lingkungan di UKM “Al-Fadh” dapat dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Kondisi Lingkungan di UKM “Al-Fadh”
25
2. Konsep a. Lokasi UKM Berdasarkan hasil pengamatan. lokasi UKM “Al-Fadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu bersih, bebas dari sampah, bau, kotoran dan debu. Akan tetapi sebaiknya lokasinya tidak berdekatan langsung dengan jalan karena untuk mencegah resiko kontaminasi asap kendaraan. b. Lingkungan Berdasarkan hasil pengamatan, keadaan lingkungan tempat UKM “Al-Fadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu sampah dibuang dan tidak menumpuk, tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup dan selokannya berfungsi dengan baik. Akan tetapi perlu ada perbaikan seperti perbaikan jalan berlubang yang dapat membuat genangan air, pembersihan rumput-rumput yang kurang terpelihara. B. Bangunan dan Fasilitas 1. Evaluasi a. Bangunan Ruang Produksi 1) Desain dan tata letak Berdasarkan hasil pengamatan, ruang produksi di UKM “AlFadh” sangat luas dan dirancang khusus untuk membuat produk pangan dan tidak digunakan untuk memproduksi selain produk pangan. Sedangkan untuk kontruksi ruangan menggunakan dinding beton dengan kombinasi keramik sehingga mudah dibersihkan. Desain dan tata letak di UKM “Al-Fadh” dapat dilihat pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Desain dan Tata Letak di UKM “Al-Fadh”
26
2) Lantai Berdasarkan hasil pengamatan, lantai ruang produksi di UKM “Al-Fadh” terbuat dari keramik sehingga mudah untuk dibersihkan. Untuk kebersihan lantai sendiri masih kurang karena pada saat produksi terdapat ceceran bahan baku yang tidak segera dibersihkan. Kondisi lantai di UKM “Al-Fadh” dapat dilihat pada Gambar 4.3
Gambar 4.3 Kondisi Lantai di UKM “Al-Fadh” 3) Dinding atau Pemisah Ruangan Berdasarkan hasil pengamatan, dinding atau pemisah ruangan di UKM “Al-Fadh” terbuat dari kombinasi cor beton dan keramik sehingga kuat dan tahan lama. Penggunaan keramik dimaksudkan agar mudah dalam pembersihan. Untuk dinding atau pemisah ruangan pada ruang penyimpanan bahan baku terbuat dari alumunium dengan kombinasi kayu lapis (triplek). Kelemahan penggunaan kayu lapis (triplek) adalah tidak tahan lama atau mudah mengalami kerusakan apabila terkena air. 4) Langit-langit Berdasarkan hasil pengamatan, langit-langit di UKM “AlFadh” terbuat dari seng bergelombang dengan besi sebagai penyangganya. Untuk kebersihan pada langit-langit sudah terjaga kebersihannya karena tidak ada sarang laba-laba maupun kotoran lainnya yang menempel. Namun penggunaan bahan seng kurang nyaman karena dapat menimbulkan panas sehingga ruang produksi tetap panas walaupun sudah diberi kipas penyedot uap ruangan.
27
Untuk langit-langit di bagian ruang penyimpanan produk akhir terbuat dari internit yang berwarna terang sehingga apabila ada kotoran menempel dapat terlihat dan kebersihan langit-langit tetap terjaga. Kondisi langit-langit di UKM “Al-Fadh” dapat dilihat pada Gambar 4.4
Gambar 4.4 Kondisi Langit-langit pada Ruang Produksi dan Penyimpanan Produk Akhir di UKM “Al-Fadh” 5) Pintu ruangan Berdasarkan hasil pengamatan, pintu ruangan di UKM “AlFadh” terbuat dari alumunium dan kayu. Untuk pintu bagian luar terbuat dari alumunium yang dikombinasi dengan kaca. Sedangkan untuk bagian dalam ruangan sebagai pembatas antara ruang bahan baku, ruang produksi dan ruang pengemasan terbuat dari kayu. Kondisi pintu ruangan di UKM “Al-Fadh” dapat dilihat pada Gambar 4.5
Gambar 4.5 Kondisi Pintu Ruangan di UKM “Al-Fadh” 28
6) Jendela Berdasarkan hasil pengamatan, tidak terdapat jendela di UKM “Al-Fadh” tetapi terdapat banyak ventilasi yang digunakan sebagai sumber penerangan dan sirkulasi udara. 7) Lubang angin atau ventilasi Berdasarkan hasil pengamatan, lubang angin atau ventilasi di UKM “Al-Fadh” sudah cukup baik dan dilengkapi dengan kipas penyedot sehingga dapat menghilangkan uap, bau, gas, asap dan panas yang timbul selama pengolahan. Ventilasi di UKM “AlFadh” itu sendiri juga sudah dilengkapi saringan sehingga mencegah masuknya serangga dan kotoran lainnya. Untuk kebersihan ventilasi masih kurang karena masih terdapat kotoran serangga dan lainnya yang menempel dan tidak segera dibersihkan. Kondisi ventilasi di UKM “Al-Fadh dapat dilihat pada Gambar 4.6
Gambar 4.6 Kondisi Ventilasi di UKM “Al-Fadh” 8) Permukaan tempat kerja
Gambar 4.7 Kondisi Permukaan Tempat Kerja di UKM “Al-Fadh”. 29
Berdasarkan hasil pengamatan, permukaan tempat kerja di UKM “Al-Fadh” menggunakan bahan stainless steel sehingga tidak mudah berkarat. Kelebihan lainnya yaitu lebih tahan lama dan mudah dalam pembersihan. Kondisi permukaan tempat kerja dapat dilihat pada Gambar 4.7. 9) Penggunaan bahan gelas (glass) Berdasarkan hasil pengamatan di UKM “Al-Fadh” tidak menggunakan bahan yang berasal dari gelas. Hal tersebut mengurangi risiko kontaminasi fisik tehadap pecahan gelas. b. Fasilitas 1) Kelengkapan ruang produksi Berdasarkan hasil pengamatan, ruang produksi di UKM “AlFadh” cukup terang sehingga para pekerja bisa teliti dalam menjalankan proses produksi. Selain itu diruang produksi sudah dilengkapi dengan tempat untuk mencuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan lap pengering. 2) Tempat penyimpanan Berdasarkan hasil pengamatan, tempat penyimpanan bahan baku dan produk jadi di UKM “Al-Fadh” diletakkan secara terpisah. Tempat penyimpanan untuk bahan baku tertata rapi pada rak-rak penyimpanan. Sedangkan untuk produk jadi disimpan pada rak kaca. 2. Konsep a. Bangunan Ruang Produksi 1) Desain dan Tata Letak Berdasarkan hasil pengamatan, ruang produksi di UKM “AlFadh” cukup baik dan sesuai dengan BPOM (2012), yaitu dimana ruang produksi cukup luas dan mudah dibersihkan. Selain itu, ruang produksi digunakan hanya untuk membuat produk pangan saja sehingga keamanan pangan terjamin. Untuk kontruksi ruangan
30
sudah baik karena dinding terbuat dari beton dengan kombinasi keramik sehingga mudah untuk dipelihara dan dibersihkan. 2) Lantai Berdasarkan hasil pengamatan, lantai ruang produksi di UKM “Al-Fadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012) tetapi masih ada kekurangan yang perlu diperbaiki. Untuk lantai di UKM tersebut sudah baik karena terbuat dari keramik dimana kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat sehingga memudahkan dalam pembersihan dan pembuangan air. Untuk kebersihan lantai sendiri masih kurang karena pada saat produksi terdapat ceceran bahan baku yang tidak segera dibersihkan, akan tetapi setelah produksi selesai baru semua dibersihkan. Seharusnya pembersihan lantai diruang produksi segera dilakukan karena agar tidak mencemari produk otak-otak ikan lele yang sedang diproduksi. 3) Dinding atau Pemisah Ruangan Berdasarkan hasil pengamatan, dinding atau pemisah ruangan di UKM “Al-Fadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu terbuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas dan kuat. Keadaan dinding atau pemisah ruangan dalam keadaan bersih dari kotoran yang menempel. Penggunaan keramik di dinding atau ruang pemisah sangat baik karena mudah dalam pembersihan. 4) Langit-langit Berdasarkan hasil pengamatan, langit-langit di UKM “AlFadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu terbuat dari bahan yang tahan lama, tahan terhadap air, tidak mudah bocor, tidak mudah terkelupas atau terkikis. Akan tetapi perlu perbaikan di ruang penyimpanan bahan baku. Dimana diruang tersebut tidak dilengkapi dengan bahan asbes. Untuk itu perlu penambahan bahan asbes sehingga mencegah kontaminasi kotoran dari langit-langit
31
seperti penumpukan debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan, bersarangnya hama. 5) Pintu ruangan Berdasarkan hasil pengamatan, pintu ruangan di UKM “AlFadh” sudah sesuai BPOM (2012), yaitu terbuat dari bahan yang tahan lama, kuat, tidak mudah pecah atau rusak, rata, halus dan berwarna terang. Pintu ruangan mudah ditutup dengan baik dan selalu dalam keadaan tertutup. Akan tetapi masih ada kekurangan seperti pintu seharusnya dilengkapi dengan pintu kasa yang dapat dilepas untuk mempermudah pembersihan dan perawatan. Selain itu juga pintu ruangan seharusnya membuka ke luar/ke samping sehingga debu atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk melalui udara kedalam ruangan pengolahan. 6) Jendela Berdasarkan hasil pengamatan, jendela di UKM “Al-Fadh” tidak ada sehingga perlu adanya jendela. Karena berdasarkan BPOM (2012), yaitu jendela harus terbuat dari bahan yang tahan lama, kuat, tidak mudah pecah atau rusak. Selain itu jendela sebaiknya rata, halus, berwarna terang, dan mudah dibersihkan. Diketahui bahwa lokasi UKM “Al-Fadh” berada dekat dengan area persawahan sehingga peluang masuknya hama seperti serangga, binatang pengerat dan lain-lain sangat besar maka pada jendela perlu dilengkapi dengan kasa pencegah masuknya serangga yang dapat dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan. 7) Ventilasi Berdasarkan hasil pengamatan, Ventilasi di UKM “Al-Fadh” sudah cukup baik dan sesuai dengan BPOM (2012), yaitu dilengkapi dengan blower sehingga dapat menghilangkan uap, bau, gas, asap dan panas yang timbul selama pengolahan. Ventilasi di UKM “Al-Fadh” juga sudah dilengkapi saringan sehingga mencegah masuknya serangga dan kotoran lainnya. Akan tetapi
32
masih ada kekurangan yaitu untuk kebersihan ventilasi masih kurang karena masih terdapat kotoran serangga dan lainnya yang menempel dan tidak segera dibersihkan. Seharusnya lubang angin atau ventilasi selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu dan tidak dipenuhi
sarang
laba-laba
karena
hal
tersebut
dapat
mengkontaminasi ke dalam produk otak-otak ikan lele selama proses produksi berlangsung. 8) Permukaan tempat kerja Berdasarkan hasil pengamatan, permukaan tempat kerja di UKM “Al-Fadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu menggunakan bahan stainless steel sehingga tidak mudah berkarat, tahan lama, mudah dipelihara, dibersihkan dan disanitasi. 9) Penggunaan bahan gelas (glass) Berdasarkan hasil pengamatan di UKM “Al-Fadh” tidak menggunakan bahan gelas sehingga sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu penggunaan bahan gelas dihindari karena hal tersebut mengurangi risiko kontaminasi fisik tehadap pecahan gelas. b. Fasilitas 1) Kelengkapan ruang produksi Berdasarkan hasil pengamatan, ruang produksi di UKM “AlFadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu ruang produksi cukup terang sehingga para pekerja bisa teliti dalam menjalankan proses produksi. Selain itu, diruang produksi sudah dilengkapi dengan tempat untuk mencuci tangan yang selalu dalam keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan lap pengering. 2) Tempat penyimpanan Berdasarkan hasil pengamatan, tempat penyimpanan bahan baku dengan produk akhir di UKM “Al-Fadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu-bumbu dan bahan tambahan pangan (BTP) diletakkan secara terpisah dengan produk akhir. Tedapat tempat khusus untuk
33
menyimpan bahan-bahan bukan untuk pangan seperti bahan pencuci. Tempat penyimpanan juga mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti serangga, binatang pengerat seperti tikus. C. Peralatan Produksi 1. Evaluasi a. Persyaratan Bahan Peralatan Produksi Berdasarkan hasil pengamatan, peralatan yang digunakan di UKM “Al-Fadh” untuk proses pemfilletan ikan lele menggunakan pisau yg terbuat dari stainless steel sehingga megurangi risiko timbulnya karat yang dapat mencemari produk. Sedangkan alat yang digunakan untuk menghaluskan bahan-bahan yaitu menggunakan mesin penggiling dengan bahan anti karat. Pada alat pencampuran bahan-bahan (mixer) juga menggunakan bahan stainless steel. Pada perebusan menggunakan panci anti karat sehingga dapat mengurangi adanya resiko pencemaran kimia saat proses perebusan dilakukan. Kondisi peralatan produksi dapat dilihat pada Gambar 4.8
Gambar 4.8 Kondisi Peralatan Produksi di UKM “Al-Fadh” b. Tata Letak Peralatan Produksi Berdasarkan hasil pengamatan, tata letak peralatan produksi di UKM “Al-Fadh” sudah tertata urut sesuai urutan proses produksi.
34
Letak yang agak memisah diantara satu proses dengan proses lain dapat mencegah risiko kontaminasi silang serta mudah untuk menjalankan proses pembersihan masing-masing alat yang digunakan. c. Pengawasan dan Pemantauan Peralatan Produksi Berdasarkan hasil pengamatan, pengawasan dan pemantauan peralatan produksi di UKM “Al-Fadh” cukup baik, peralatan selalu diperiksa dan dibersihkan setelah tahap produksi pada satu hari kerja selesai. d. Bahan Perlengkapan dan Alat Ukur / Timbang Berdasarkan hasil pengamatan, bahan perlengkapan di UKM “Al-Fadh” seperti alat timbang, sudah memakai timbangan digital sehingga dijamin keakuratannya. Kondisi alat timbang di UKM “AlFadh” dapat dilihat pada Gambar 4.9
Gambar 4.9 Kondisi Alat Timbang di UKM “Al-Fadh” 2. Konsep a. Persyaratan Bahan Peralatan Produksi Berdasarkan hasil pengamatan, peralatan yang digunakan di UKM “Al-Fadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu terbuat dari stainless steel dengan kelebihan tidak mudah berkarat, tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan dan dibongkar pasang sehingga mudah dalam pembersihan. b. Tata Letak Peralatan Produksi Berdasarkan hasil pengamatan, tata letak peralatan produksi di UKM “Al-Fadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu sesuai
35
dengan urutan prosesnya. Letak yang agak memisah diantara satu proses dengan proses lain dapat mencegah resiko kontaminasi silang serta mudah untuk menjalankan proses pembersihan. c. Pengawasan dan Pemantauan Peralatan Produksi Berdasarkan hasil pengamatan, pengawasan dan pemantauan peralatan produksi di UKM “Al-Fadh” cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu semua peralatan selalu dipantau, diperiksa dan dibersihkan setelah tahap produksi pada satu hari kerja selesai sehingga selalu dalam keadaan bersih. d. Bahan Perlengkapan dan Alat Ukur / Timbang Berdasarkan hasil pengamatan, bahan perlengkapan di UKM “Al-Fadh” sudah sesuai BPOM (2012), yaitu seperti alat timbang yang sudah memakai timbangan digital sehingga terjaga keakuratannya. D. Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air 1. Evaluasi Suplai air di UKM “Al-Fadh” berasal dari PDAM tlatar. Berdasarkan hasil pengamatan, air tersebut bersih dan jernih. 2. Konsep Berdasarkan hasil pengamatan, suplai air di UKM “Al-Fadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu air yang digunakan air bersih dan jumlahnya cukup memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi. E. Fasilitas, Kegiatan Higiene dan Sanitasi 1. Evaluasi a. Fasilitas Higiene dan Sanitasi 1) Sarana pembersihan / pencucian Berdasarkan hasil pengamatan,sarana pembersihan/pencucian di UKM “Al-Fadh” cukup baik, terdapat sapu dan alat pel. Untuk sanitasi peralatan produksi dilengkapi sabun pencuci alat. 2) Sarana Higiene Karyawan Berdasarkan hasil pengamatan, sarana higiene karyawan di UKM “Al-Fadh” cukup baik. Terdapat sarana cuci tangan dan
36
toilet berada di tempat yang terpisah. Dimana fasilitas cuci tangan berada di ruang produksi sedangkan toilet berada diluar ruang produksi sehingga mencegah terjadinya kontaminasi terhadap bahan pangan, mengingat bahwa toilet adalah sumber kontaminan. 3) Sarana Cuci Tangan Berdasarkan hasil pengamatan, sarana cuci tangan di UKM “Al-Fadh” terletak di ruang produksi dan diluar ruang produksi sehingga memudahkan karyawan untuk mencuci tangan. Sarana cuci tangan tersebut juga dilengkapi sabun dan lap pengering. Sarana cuci tangan di UKM “Al-Fadh” dapat dilihat pada Gambar 4.10
Gambar 4.10 Sarana Cuci Tangan di UKM “Al-Fadh” 4) Sarana Toilet dan Jamban Berdasarkan hasil pengamatan, sarana toilet dan jamban di UKM “Al-Fadh” cukup baik karena tersedia air bersih serta sabun. Toilet selalu dijaga kebersihannya dan dipastikan tertutup apabila sedang dipakai maupun setelah dipakai. Akan tetapi salah satu pintu toilet ada yang rusak. Letak toilet jauh dari ruang produksi sehingga mencegah resiko kontaminasi terhadap bahan pangan. 5) Sarana Pembuangan Air dan Limbah Berdasarkan hasil pengamatan, sarana pembuangan air dan limbah di UKM “Al-Fadh” cukup baik, karena sudah dibuat tempat khusus untuk membuang air dari sisa proses produksi dan limbah lain. Sedangkan untuk sampah dibuang pada tempat sampah yang
37
sudah disiapkan disetiap ruang produksi. Tempat sampah terbuat dari bahan plastik dan selalu dalam keadaan tertutup sehingga menghindari tumpahan yang dapat mencemari bahan pangan. b. Kegiatan Higiene dan Sanitasi Berdasarkan hasil pengamatan, kegiatan higiene dan sanitasi di UKM “Al-Fadh” selalu dilakukan secara rutin seperti mencuci tangan dengan sabun sebelum melakukan proses produksi dan setelah proses produksi. Peralatan selalu dibersihkan dengan menggunakan sabun setelah proses produksi selesai dilakukan. 2. Konsep a. Fasilitas Higiene dan Sanitasi 1) Sarana pembersihan / pencucian Berdasarkan hasil pengamatan, sarana pembersihan atau pencucian di UKM “Al-Fadh” cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu sudah terdapat alat pel dan sapu untuk membersihkan lantai sehingga terawat dengan baik. Sedangkan sarana pembersihan menggunakan sumber air bersih. Akan tetapi perlu perbaikan dalam membersihkan alat mixer. Diketahui bahwa sisa-sisa adonan yang mengering sulit dihilangkan apabila memakai air biasa. Seharusnya memakai air panas dengan tujuan melarutkan sisa-sisa adonan yang masih menempel. 2) Sarana Higiene Karyawan Berdasarkan hasil pengamatan, sarana higiene karyawan di UKM “Al-Fadh” cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu sarana cuci tangan dan toilet tersedia dalam jumlah cukup dan dalam keadaan bersih sehingga mencegah terjadinya kontaminasi terhadap bahan pangan. 3) Sarana Cuci Tangan Berdasarkan hasil pengamatan, sarana cuci tangan di UKM “Al-Fadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu terletak di ruang produksi dan diluar ruang produksi sehingga memudahkan
38
karyawan untuk mencuci tangan. Sarana cuci tangan tersebut juga dilengkapi sabun dan lap pengering. Selain itu juga sudah dilengkapi dengan tempat sampah yang tertutup. 4) Sarana Toilet dan Jamban Berdasarkan hasil pengamatan, sarana toilet dan jamban di UKM “Al-Fadh” cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu tersedia air bersih serta sabun. Toilet selalu dijaga kebersihannya dan dipastikan tertutup apabila sedang dipakai maupun setelah dipakai. Akan tetapi perlu ada perbaikan seperti salah satu pintu toilet yang rusak harus segera diperbaiki. Selain itu, diberi tanda peringatan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun sesudah menggunakan toilet. 5) Sarana Pembuangan Air dan Limbah Berdasarkan hasil pengamatan, sarana pembuangan air dan limbah di UKM “Al-Fadh” cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu didesain dan dikonstruksi sehingga dapat mencegah resiko pencemaran pangan dan air bersih. Selain itu, sampah segera dibuang ke tempat sampah yang sudah disediakan untuk mencegah agar tidak menjadi tempat berkumpulnya hama binatang pengerat, serangga dan tidak mencemari sumber air maupun produk otak-otak ikan lele. b. Kegiatan Higiene dan Sanitasi Berdasarkan hasil pengamatan, kegiatan higiene dan sanitasi di UKM “Al-Fadh” cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu dilakukan secara rutin seperti mencuci tangan dengan sabun sebelum melakukan proses produksi dan setelah proses produksi. Peralatan selalu dibersihkan dengan menggunakan sabun setelah proses produksi selesai dilakukan. Tanggung jawab dalam higiene dan sanitasi karyawan diserahkan kepada karyawan itu sendiri sehingga kegiatan higiene dan sanitasi berjalan dengan lancar.
39
F. Kesehatan dan Higiene Karyawan 1. Evaluasi a. Kesehatan Karyawan Berdasarkan hasil pengamatan, kesehatan karyawan di UKM “Al-Fadh” cukup diperhatikan. Karyawan yang sedang sakit tidak diperbolehkan bekerja apabila menimbulkan resiko kontaminan pada saat proses produksi sehingga menjamin produk pangan yang sehat dan bebas dari kontaminasi penyakit. b. Kebersihan Karyawan Berdasarkan hasil pengamatan, kebersihan karyawan di UKM “Al-Fadh” cukup diperhatikan. Sebelum memulai kegiatan produksi setiap karyawan diwajibkan mencuci tangan dengan sabun terlebih dahulu. Karyawan yang berada di ruang produksi tidak semua mengenakan masker, penutup kepala dan sarung tangan. Akan tetapi masih ada karyawan yang tidak memakai sarung tangan pada saat proses pencetakan adonan otak-otak lele. Kondisi kebersihan karyawan di UKM “Al-Fadh” dapat dilihat pada Gambar 4.11
Gambar 4.11 Kondisi Kebersihan Karyawan di UKM “Al-Fadh” c. Kebiasaan Karyawan Berdasarkan hasil pengamatan, kebiasaan karyawan di UKM “Al-Fadh” cukup baik. Tidak adanya aktivitas makan/minum, merokok maupun bersin atau batuk ke arah pangan sehingga mengurangi resiko kontaminasi ataupun pencemaran produk otak-otak lele. Akan tetapi masih ada karyawan yang menggunakan perhiasan maupun aksesoris
40
lainnya seperti gelang dan jam tangan yang dapat membahayakan keamanan pangan pada saat dilakukan proses produksi. 2. Konsep a. Kesehatan Karyawan Berdasarkan hasil pengamatan, kesehatan karyawan di UKM “Al-Fadh” cukup diperhatikan dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu karyawan yang sedang sakit tidak diperbolehkan bekerja apabila menimbulkan resiko kontaminan pada saat proses produksi sehingga menjamin produk pangan yang sehat dan bebas dari kontaminasi penyakit. b. Kebersihan Karyawan Berdasarkan hasil pengamatan, kebersihan karyawan di UKM “Al-Fadh” cukup diperhatikan dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu sebelum memulai kegiatan produksi setiap karyawan diwajibkan mencuci tangan dengan sabun terlebih dahulu. Akan tetapi masih ada kekurangan seperti karyawan yang berada di ruang produksi tidak semua mengenakan masker, celemek, penutup kepala dan sarung tangan. Akan tetapi masih ada karyawan yang tidak memakai sarung tangan pada saat proses pencetakan adonan otak-otak lele. Seharusnya pemakaian sarung tangan dilakukan secara
menyeluruh agar
kontaminasi dapat dihindari sehingga produk otak-otak lele lebih terjamin keamanan pangannya. c. Kebiasaan Karyawan Berdasarkan hasil pengamatan, kebiasaan karyawan di UKM “Al-Fadh” cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu tidak adanya aktivitas makan/minum, merokok maupun bersin atau batuk ke arah pangan sehingga mengurangi resiko kontaminasi. Akan tetapi masih ada karyawan yang menggunakan perhiasan maupun aksesoris lainnya seperti gelang dan jam tangan pada saat dilakukan proses produksi. Seharusnya pemakaian perhiasan maupun aksesoris
41
dihindari pada saat produksi berlangsung karena dapat membahayakan keamanan pangan otak-otak ikan lele. G. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Karyawan 1. Evaluasi a. Pemeliharaan dan Pembersihan Berdasarkan hasil pengamatan, pemeliharaan dan pembersihan di UKM “Al-Fadh” dilakukan setelah proses produksi selesai. Seperti lingkungan dan peralatan dibersihkan secara rutin menggunakan sabun pencuci setelah produksi selesai. b. Prosedur Pembersihan dan Sanitasi Berdasarkan hasil pengamatan, prosedur pembersihan dan sanitasi di UKM “Al-Fadh” dilakukan dengan menggunakan proses fisik yaitu pengelapan dengan kain yang diberi sabun dengan tujuan menghilangkan kotoran dan lapisan jasad renik dari lingkungan, bangunan dan peralatan. c. Program Higiene dan Sanitasi Berdasarkan hasil pengamatan, program higiene dan sanitasi di UKM “Al-Fadh” yaitu cukup baik, karena berdasarkan hasil pengamatan di tempat produksi sudah bersih dan sudah dilakukan secara rutin sehingga menjamin keamanan dan kebersihan dari otakotak lele. d. Program Pengendalian Hama Berdasarkan hasil pengamatan, program pengendalian hama di UKM “Al-Fadh” cukup baik, karena sudah memiliki alat pembasmi hama yang diletakkan di ruang produksi. Dibagian ventilasi diberi saringan untuk menghindari masuknya hama. Akan tetapi pada saat produksi masih terdapat ceceran adonan sehingga dapat mengundang masuknya hama dan pada tempat sampah dalam keadaan tertutup sehingga menghindari masuknya hama dari luar. Diketahui bahwa lokasi UKM “Al-Fadh” berada dekat dengan area persawahan
42
sehingga peluang masuknya hama seperti serangga, binatang pengerat dan lain-lain sangat besar. e. Pemberantasan Hama Berdasarkan hasil pengamatan, pemberantasan hama di UKM “Al-Fadh” menggunakan alat pembasmi yang diletakkan di ruang produksi. Akan tetapi upaya pembersihan alat tersebut tidak langsung dibersihkan sehingga dapat serangga dan kotoran lainnya yang masih menempel dapat mencemari pangan pada saat proses produksi. Selain itu juga masih terdapat hama seperti serangga di bagian ventilasi yang masih menempel. Kondisi alat pembasmi hama di UKM “Al-Fadh” dapat dilihat pada Gambar 4.12
Gambar 4.12 Kondisi Alat Pembasmi Hama di UKM “Al-Fadh” f. Penanganan Sampah Berdasarkan hasil pengamatan, penanganan sampah di UKM “Al-Fadh” cukup baik, karena sampah segera dibuang ditempat khusus yang sudah disediakan dan dilakukan upaya menghindari penumpukan sampah yang dapat mencemari produk pangan dan lingkungan. 2. Konsep a. Pemeliharaan dan Pembersihan Berdasarkan hasil pengamatan, pemeliharaan dan pembersihan di UKM “Al-Fadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu dilakukan setelah proses produksi selesai. Seperti lingkungan dan peralatan dibersihkan secara rutin menggunakan sabun pencuci setelah produksi selesai.
43
b. Prosedur Pembersihan dan Sanitasi Berdasarkan hasil pengamatan, prosedur pembersihan dan sanitasi di UKM “Al-Fadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu dilakukan dengan menggunakan proses fisik dan kimia yaitu pengelapan
dengan
kain
yang
diberi
sabun
dengan
tujuan
menghilangkan kotoran dan lapisan jasad renik dari lingkungan, bangunan dan peralatan. c. Program Higiene dan Sanitasi Berdasarkan hasil pengamatan, program higiene dan sanitasi di UKM “Al-Fadh” yaitu cukup baik dan sudah sesuai BPOM (2012), yaitu tempat produksi sudah bersih dan pembersihan dilakukan secara rutin sehingga menjamin keamanan dan kebersihan dari produk yang dihasilkan. Akan tetapi perlu adanya kesadaran dari karyawan untuk memakai sarung tangan yang sering diabaikan. d. Program Pengendalian Hama Berdasarkan hasil pengamatan, program pengendalian hama di UKM “Al-Fadh” cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu sudah memiliki alat pembasmi hama yang diletakkan di ruang produksi. Dibagian ventilasi diberi saringan untuk menghindari masuknya hama seperti serangga. Akan tetapi pada saat produksi masih terdapat ceceran adonan sehingga dapat mengundang masuknya hama. Maka dari itu, seharusnya dilakukan pembersihan secara rutin untuk mencegah masuknya hama dari luar seperti serangga. Dan pada tempat sampah dalam keadaan tertutup sehingga menghindari masuknya hama dari luar. Diketahui bahwa lokasi UKM “Al-Fadh” berada dekat dengan area persawahan sehingga peluang masuknya hama seperti serangga, binatang pengerat dan lain-lain sangat besar. e. Pemberantasan Hama Berdasarkan hasil pengamatan, pemberantasan hama di UKM “Al-Fadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu menggunakan alat pembasmi yang diletakkan di ruang produksi yang. Akan tetapi
44
upaya pembersihan alat tersebut tidak langsung dibersihkan sehingga serangga dan kotoran lainnya yang masih menempel. Seharusnya pembersihan dilakukan segera mungkin sehingga resiko kontaminasi terhadap produk otak-otak lele dapat di hindari. f. Penanganan Sampah Berdasarkan hasil pengamatan, penanganan sampah di UKM “Al-Fadh” cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu sampah segera dibuang ditempat khusus yang sudah disediakan dan menghindari penumpukan sampah yang dapat mencemari produk pangan dan lingkungan. H. Penyimpanan 1. Evaluasi a. Penyimpanan Bahan dan Produk Akhir Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan bahan baku dan produk akhir di UKM “Al-Fadh” dilakukan secara terpisah untuk mencegah kontaminasi silang. Bahan baku disimpan dalam wadah plastik yang diletakkan dalam rak-rak penyimpanan bahan baku yang bersih dan kering. Sedangkan untuk produk akhir disimpan di rak-rak kaca yang bersih dan kering. Kondisi tempat penyimpanan di UKM “Al-Fadh” dapat dilihat pada Gambar 4.13
Gambar 4.13 Kondisi Tempat Penyimpanan di UKM “Al-Fadh” b. Penyimpanan Bahan Berbahaya Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan bahan berbahaya di UKM “Al-Fadh” seperti sabun pembersih maupun bahan sanitasi lainnya disimpan pada tempat terpisah jauh dengan ruang produksi
45
maupun ruang penyimpanan bahan dan produk akhir untuk mencegah resiko pencemaran pada produk pangan. c. Penyimpanan Wadah dan Pengemas Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan wadah dan pengemas di UKM “Al-Fadh” cukup tertata rapi dan disimpan ditempat yang bersih. Bahan pengemas juga diletakkan terpisah dengan produk akhir. d. Penyimpanan Label Pangan Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan label pangan di UKM “Al-Fadh” juga tertata rapi yaitu disimpan ditempat yang bersih dan ditata secara teratur sehingga menghindari cemaran yang timbul dari lingkungan luar. e. Penyimpanan Peralatan Produksi Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan peralatan produksi di UKM “Al-Fadh” diletakkan dalam rak-rak penyimpanan yang berada
dekat
dengan
penyimpanan
bahan
baku.
Kondisi
penyimpanannya bersih dan permukaan peralatan seperti panci menghadap kebawah. Kondisi penyimpanan peralatan produksi dapat dilihat pada Gambar 4.14
Gambar 4.14 Kondisi Penyimapanan Peralatan Produksi di UKM “Al-Fadh” 2. Konsep a. Penyimpanan Bahan dan Produk Akhir Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan bahan baku dan produk akhir di UKM “Al-Fadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012),
46
yaitu dilakukan secara terpisah untuk mencegah kontaminasi silang. Bahan baku disimpan dalam wadah plastik yang diletakkan dalam rakrak penyimpanan bahan baku yang bersih dan kering. Sedangkan untuk produk akhir disimpan di rak-rak kaca yang bersih dan kering. Perlu adanya penambahan yaitu penyimpanan bahan dan produk akhir harus diberi tanda sistem First In First Out (FIFO) dan sistem Expired First Out (FEFO), yaitu bahan yang lebih dahulu masuk dan atau memiliki tanggal kadaluwarsa lebih awal harus digunakan terlebih dahulu dan produk akhir yang lebih dahulu diproduksi harus digunakan atau diedarkan terlebih dahulu. b. Penyimpanan Bahan Berbahaya Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan bahan berbahaya di UKM “Al-Fadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu seperti sabun pembersih maupun bahan sanitasi lainnya sudah disimpan pada tempat terpisah jauh dengan ruang produksi maupun ruang penyimpanan bahan baku dan produk akhir untuk mencegah resiko pencemaran produk. c. Penyimpanan Wadah dan Pengemas Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan wadah dan pengemas di UKM “Al-Fadh” cukup tertata rapi dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu disimpan ditempat yang bersih dan diletakkan terpisah dengan produk akhir. d. Penyimpanan Label Pangan Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan label pangan di UKM “Al-Fadh” juga tertata rapi dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu disimpan ditempat yang bersih dan ditata secara teratur sehingga menghindari cemaran yang timbul dari lingkungan luar. e. Penyimpanan Peralatan Produksi Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan peralatan produksi di UKM “Al-Fadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu kondisi penyimpanannya bersih dan permukaan peralatan seperti panci sudah
47
menghadap kebawah sehingga terlindung dari debu, kotoran atau pencemaran lainnya. I. Pengendalian Proses Pengendalian mutu (quality control) adalah suatu tahapan dalam prosedur yang dilakukan untuk mengevaluasi suatu aspek teknis pengujian dan atau kalibrasi. Dalam penerapannya, pengendalian mutu merupakan cara pengendalian, pemantauan, pemeriksaan yang dilakukan untuk memastikan bahwa sistem manajemen dapat dilakukan. Melalui jaminan mutu dan pengendalian mutu yang sistematik dan terencana, tahapan dalam proses pengujian dan atau kalibrasi dapat dikendalikan, dipantau, dan diperiksa untuk memastikan bahwa sistem manajemen mutu berjalan secara efektif (Hadi, 2007). Evaluasi mutu dilakukan untuk menjaga agar bahan-bahan yang akan digunakan dapat sesuai dengan syarat mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan sehingga dihasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu yang diinginkan (Kamarijani, 1983). 1. Pengendalian Mutu Bahan Baku Pengendalian mutu bahan baku dilakukan dengan membandingkan antara bahan baku yang digunakan dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Pengendalian mutu bahan baku digunakan untuk mengawasi bahan baku serta spesifikasi bahan baku pembuatan otak-otak ikan lele. Salah satu cara melakukan pengawasan mutu yaitu dapat dilihat dari kenampakan secara visual dari bahan baku yang digunakan meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dan kebersihan. a. Ikan Lele 1) Evaluasi Tindakan pengendalian mutu pada bahan baku utama sangatlah
penting
karena
penggunaan
bahan
baku
dapat
mempengaruhi kualitas produk akhir yang dihasilkan. Ikan lele yang ditambahkan ke dalam produk otak-otak ikan lele selain berfungsi sebagai bahan baku utama juga untuk menambah nilai
48
gizi dari produk tersebut. Ikan lele memiliki kandungan gizi terutama protein. Ikan lele yang digunakan dalam pembuatan otakotak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.15
Gambar 4.15 Ikan Lele Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan ikan lele sebanyak 10 kg. Ikan lele yang digunakan dibeli dari petani sekitar yang membudidayakan ikan lele apabila permintaan dari UKM ±100 kg yang diangkut menggunakan sepeda motor dengan bronjong, sedangkan jika permintaan UKM lebih dari 100 kg diambil dari wilayah Kartasura yang diangkut menggunakan mobil pick up dengan tong. Dalam seminggu, ikan lele dipasok 2-3 kali dalam seminggu. Evaluasi mutu untuk ikan lele dilakukan secara organoleptik yang meliputi kenampakan, aroma, warna dan kebersihan. Hasil evaluasi mutu pada ikan lele dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Evaluasi Mutu Ikan Lele Parameter Kenampakan Aroma Warna Kebersihan
Standar (SNI 01-2729-2006) Utuh,segar Bau khas ikan segar/amis Merah muda Bersih
Aktual Utuh, segar Amis Merah muda Bersih
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan baku yaitu ikan lele yang meliputi kenampakan, aroma, warna dan kebersihan sudah sesuai dengan
49
SNI 01-2729-2006 yaitu kenampakan utuh dan segar, beraroma khas ikan segar/amis, berwarna merah muda dan bersih. Selain evaluasi mutu dari bahan baku itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan ikan lele yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan baku ikan lele dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Konsep CPPB pada Ikan Lele Parameter Kenampakan Aroma
Warna daging Kebersihan
Batas Kritis Utuh, segar Bau khas ikan segar/amis Merah muda Bersih
Tindakan Pengendalian - Dimasukkan ke dalam refrigerator - Dimasukkan ke dalam refrigerator
Tindakan Koreksi - Dikembalikan ke pemasok - Dikembalikan ke pemasok
- Dimasukkan ke - Dikembalikan ke dalam refrigerator pemasok - Dilakukan - Dilakukan pencucian sampai isi pencucian ulang perut dan kotoran sampai bebas dari yang menempel isi perut dan kotoran benar-benar hilang
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa parmeter yang digunakan dalam penggunaan ikan lele adalah kenampakan, aroma, warna dan kebersihan. Batas kritis yang digunakan pada parameter kenampakan adalah utuh dan segar. Tindakan pengendalian pada parameter kenampakan adalah dimasukkan dalam refrigerator. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah
dikembalikan ke
pemasok. Untuk batas kritis pada parameter aroma adalah bau khas ikan segar/amis. Tindakan pengendalian pada parameter aroma adalah dimasukkan dalam refrigerator. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dikembalikan ke pemasok. Untuk batas kritis pada warna merah muda. Tindakan pengendalian pada parameter warna adalah dimasukkan dalam refrigerator. Tindakan koreksi 50
yang dilakukan adalah dikembalikan ke pemasok. Sedangkan batas kritis pada parameter kebersihan adalah bersih. Tindakan pengendalian pada parameter
kebersihan adalah dilakukan
pencucian sampai isi perut dan kotoran yang menempel benarbenar hilang. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah apabila masih ada kotoran yang menempel dilakukan pencucian ulang. b. Tepung Tapioka 1) Evaluasi .Penambahan tepung tapioka sangatlah penting karena sifatnya sebagai bahan pengikat (binding agent) terhadap bahanbahan lain yang dapat menghasilkan tekstur yang plastis, kompak, dan meningkatkan emulsi, sehingga dapat mengurangi kerapuhan. Tepung tapioka yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.16
Gambar 4.16 Tepung Tapioka Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan tepung tapioka sebanyak 1 kg. Tepung tapioka yang digunakan dibeli dari pasar dalam bentuk karung. Tepung tapioka yang telah dibeli biasanya disimpan pada rak-rak penyimpanan dalam kondisi kering. Evaluasi mutu untuk tepung tapioka dilakukan secara organoleptik yang meliputi bentuk, bau, warna, benda asing dan serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongan yang tampak. Hasil evaluasi mutu tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 4.3
51
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan baku utama yaitu tepung tapioka yang meliputi bentuk, bau, warna, benda asing dan serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak yang dilakukan sudah sesuai dengan SNI 01-3451-1999 yaitu berbentuk serbuk, baunya normal, berwarna putih khas tapioka, dan tidak ada serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak. Selain evaluasi mutu dari bahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan tepung tapioka yang sesuai standar. Tabel 4.3 Evaluasi Mutu Tepung Tapioka Parameter Bentuk Bau Warna Benda asing Serangga dalam semua bentuk stadia dan potonganpotongannya yang tampak
Standar (01-3451-1999) Serbuk Normal Putih, khas tapioka Tidak ada Tidak ada
Aktual Serbuk Bebas bau asing Putih, bersih Tidak ada Tidak ada
2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan baku utama tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 4.4. Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan tepung tapioka adalah bentuk, bau, warna, benda asing dan serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak. Batas kritis pada parameter bentuk adalah berbentuk serbuk. Tindakan pengendaliannya adalah penyimpanan ditempat yang kering. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan penjemuran /pengeringan. Untuk batas kritis pada parameter bau adalah tidak ada bau asing. Tindakan
52
pengendaliannnya adalah penyimpanan jauh dari bahan yang mempunyai bau menyengat. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan penjemuran/pengeringan. Untuk batas kritis pada warna adalah putih, khas tapioka. Tindakan pengendaliannya adalah memilih tepung tapioka ber-SNI. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dikembalikan ke pemasok. Untuk batas kritis pada parameter benda asing adalah tidak ada atau bebas dari benda asing. Tindakan pengendaliannnya adalah pengecekan dengan cara indera penglihatan dan peraba, penyimpanan ditempat yang tertutup. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan pengayakan. Sedangkan batas kritis pada parameter serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak adalah tidak ada. Tindakan pengendaliannnya adalah pengecekan dengan indera penglihatan dan peraba. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan pengayakan. Tabel 4.4 Konsep CPPB pada Tepung Tapioka Batas Kritis Serbuk
Tindakan Pengendalian - Penyimpanan di tempat yang kering
Bau
Tidak ada bau asing
Warna
Putih, khas tapioka Tidak ada
- Penyimpanan jauh dari bahan yang mempunyai bau menyengat - Memilih tepung tapioka ber-SNI
Parameter Bentuk
Benda asing
Serangga dalam semua bentuk stadia dan potonganpotongannya yang tampak
Tidak ada
53
Tindakan Koreksi - Dilakukan penjemuran/pengeri ngan - Dilakukan penjemuran/pengeri ngan - Dikembalikan ke pemasok
- Pengecekan dengan - Dilakukan indera penglihatan pengayakan dan peraba - Penyimpanan di tempat tertutup - Pengecekan dengan - Dilakukan indera penglihatan pengayakan dan peraba
c. Garam 1) Evaluasi Garam yang digunakan yaitu garam yang beryodium untuk memberi rasa asin pada otak-otak ikan lele, selain itu juga membuat otak-otak ikan lele menjadi gurih. Garam beryodium yang digunakan sebagai garam konsumsi harus memenuhi SNI 013556-2000 antara lain mengandung yodium sebesar 30-80 ppm.. Garam yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.17
Gambar 4.17 Garam Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan garam sebanyak 80 g. Garam yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan pada wadah tertutup dan diletakkan dalam rak penyimpanan bahan baku. Evaluasi mutu untuk garam dilakukan secara organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma dan kebersihan. Hasil evaluasi mutu garam dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Evaluasi Mutu Garam Parameter Warna Rasa Aroma Kebersihan
Standar (SNI 01-3556-2000) Putih Kristal Asin Khas garam Bebas dari kotoran
Aktual Putih Asin Khas garam Tidak ada
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan yaitu garam sudah sesuai
54
dengan SNI 01-3556-2000 yaitu berwarna putih kristal, rasanya asin, beraroma khas garam, dan bebas dari kotoran. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan garam yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan garam dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Konsep CPPB pada Garam Parameter Warna
Batas Kritis Putih Kristal
-
Rasa
Asin
-
Aroma
Khas garam
-
Kebersihan
Bebas dari kotoran
-
Tindakan Pengendalian Pengecekan secara visual Memilih garam yang sudah berSNI Pengecekan secara organoleptik Penyimpanan pada wadah yang tertutup Pengecekan secara visual Penyimpanan ditempat yang bersih dan kering
Tindakan Koreksi - Dikembalikan ke pemasok
- Penggantian pemasok lain - Penggantian wadah penyimpanan - Apabila ada kotoran lebih baik dipisahkan
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan garam adalah warna, rasa, aroma dan kebersihan. Batas kritis yang digunakan pada parameter warna adalah putih kristal. Tindakan pengendaliannnya adalah dilakukan pengecekan secara visual dan memilih garam yang sudah ber-SNI. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dikembalikan ke pemasok. Untuk batas kritis pada parameter rasa adalah asin. Tindakan
pengendaliannnya
adalah
pengecekan
secara
organoleptik. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggantian pemasok lain. Untuk batas kritis pada aroma adalah khas garam. Tindakan pengendaliannya adalah penyimpanan pada wadah
55
tertutup. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggantian wadah penyimpanan. Sedangkan batas kritis pada parameter kebersihan adalah bebas dari kotoran. Tindakan pengendaliannnya adalah pengecekan secara visual, penyimpanan ditempat yang bersih dan kering. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah apabila ada kotoran lebih baik dipisahkan. d. Gula Pasir 1) Evaluasi Dalam pembuatan otak-otak ikan lele, gula digunakan sebagai bahan pemanis. Gula pasir yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.18
Gambar 4.18 Gula Pasir Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan gula pasir sebanyak 100 g. Gula pasir yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan pada wadah tertutup dan diletakkan dalam rak penyimpanan bahan baku.. Hasil evaluasi mutu gula pasir dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Evaluasi Mutu Gula Pasir Parameter Warna Rasa Keadaan Bentuk butiran Benda asing
Standar (SNI 01-3140-2010) Putih/terang Manis Kering Tidak menggumpal (terpisah) Bebas dari benda asing
56
Aktual Putih/terang Manis Kering Tidak menggumpal Tidak ada kotoran
Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan yaitu gula pasir yang meliputi warna, rasa, keadaan, bentuk butiran dan benda sudah sesuai dengan SNI 01-3140-2010 yaitu berwarna putih / terang, rasanya manis, keadaan kering, bentuk butiran tidak menggumpal dan bebas dari kotoran. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan gula pasir yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan gula pasir dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Konsep CPPB pada Gula Pasir Parameter
Batas Kritis
Warna
Putih/terang
-
Rasa
Manis
-
Keadaan
Kering
-
Bentuk butiran
Tidak menggumpal (terpisah)
Benda asing
Tidak ada
-
Tindakan Pengendalian Dilakukan pengecekan secara visual Memilih gula pasir yang sudah ber-SNI Penyimpanan ditempat yang kering dan tertutup Dilakukan penyortiran sebelum digunakan Pengecekan secara visual Penyimpanan ditempat kering, bebas cemaran, tertutup rapat
Tindakan Koreksi - Dikembalikan ke pemasok - Penggantian pemasok lain - Dikembalikan ke pemasok
- Dilakukan penyaringan
- Apabila ada cemaran benda asing, lebih baik dipisahkan. - Tempat penyimpanan diganti dengan yang lebih tertutup
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan gula pasir adalah warna, rasa, keadaan, bentuk butiran dan benda asing. Batas kritis yang digunakan pada parameter warna adalah putih / terang. Tindakan
57
pengendaliannnya adalah dilakukan pengecekan secara visual. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dikembalikan ke pemasok. Untuk batas kritis pada parameter rasa adalah manis. Tindakan pengendaliannnya adalah memilih gula pasir yang berSNI. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggantian pemasok lain. Untuk batas kritis pada parameter keadaan adalah kering. Tindakan pengendaliannnya adalah penyimpanan ditempat yang kering dan tertutup. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dikembalikan kepada pemasok. Untuk batas kritis pada parameter bentuk butiran adalah tidak menggumpal (terpisah). Tindakan pengendaliannnya
adalah
dilakukan
penyortiran
sebelum
digunakan. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan penyaringan. Sedangkan batas kritis pada parameter benda asing adalah tidak ada. Tindakan pengendaliannnya adalah pengecekan secara visual dan penyimpanan ditempat yang kering. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah apabila ada cemaran benda asing, lebih baik dipisahkan serta tempat penyimpanan diganti dengan yang lebih tertutup. e. Bawang Putih 1) Evaluasi Bawang putih merupakan salah satu bahan rempah yang dapat memberi rasa dan aroma makanan. Bawang putih terutama digunakan sebagai pemberi flavor. Bawang putih yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.19
Gambar 4.19 Bawang Putih
58
Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan bawang putih sebanyak 200 g. Bawang putih yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan pada rak-rak penyimpanan dalam kondisi kering. Evaluasi mutu untuk bawang putih dilakukan secara organoleptik yang meliputi kesamaan sifat varietas, tingkat ketuaan, kekompakan siung, kebernasan suing, kekeringan, kulit luar pembungkus umbi dan kotoran. Hasil evaluasi mutu bawang putih dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Evaluasi Mutu Bawang Putih Parameter
Standar (SNI 01-3160-1992)
Aktual
Seragam
Seragam
Tua Bernas Sempurna
Tua Bernas Sempurna
Tidak ada
Tidak ada
Kesamaan sifat varietas Tingkat ketuaan Kebernasan suing Kulit luar pembungkus umbi Kotoran
Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan yaitu bawang putih yang meliputi kesamaan sifat varietas, tingkat ketuaan, kebernasan suing, kulit luar pembungkus umbi dan kotoran sudah sesuai dengan SNI 01-3160-1992 yaitu kesamaan sifat varietas seragam, tingkat ketuaan tua, kekompakan suing yaitu kompak, kebernasan suing yaitu bernas, kering simpan, kulit luar pembungkus umbi sempurna dan tidak ada kotoranyang menempel. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bawang putih yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan bawang putih dapat dilihat pada Tabel 4.10.
59
Tabel 4.10 Konsep CPPB pada Bawang Putih Batas Kritis Seragam
-
Tingkat ketuaan
Tua
-
Kebernasan suing
Bernas
-
Kulit luar pembungkus umbi Kotoran
Sempurna
-
Tidak ada
-
Parameter Kesamaan sifat varietas
Tindakan Pengendalian Memisahkan bawang putih yang tidak seragam Memisahkan / disendirikan bawang putih yang masih muda Memilih bawang putih yang cukup padat dan tidak keriput Memilih bawang putih yang utuh Dilakukan pembersihan sampai tidak ada kotoran yang menempel
Tindakan Koreksi - Dilakukan sortasi ulang
Dilakukan sortasi ulang
- Dilakukan sortasi ulang
- Dilakukan sortasi ulang - Apabila masih ada kotoran yang menempel dilakukan pembersihan ulang sampai benar-benar bersih
Berdasarkan Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan bawang putih adalah kesamaan sifat varietas, tingkat ketuaan, kebernasan siung, kulit luar pembungkus umbi dan kotoran. Batas kritis yang digunakan pada parameter kesamaan sifat varietas adalah seragam. Tindakan pengendalian pada parameter kesamaan sifat varietas adalah memisahkan bawang putih yang tidak seragam. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada parameter tingkat ketuaan adalah tua. Tindakan pengendalian pada parameter tingkat ketuaan adalah memisahkan / disendirikan bawang putih yang masih muda. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dikembalikan kepada pemasok. Untuk batas kritis pada parameter kebernasan siung adalah bernas. Tindakan pengendalian pada parameter kebernasan siung adalah memilih bawang putih yang cukup padat dan tidak keriput. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada
60
parameter kulit luar pembungkus umbi adalah sempurna. Tindakan pengendalian pada parameter kulit luar pembungkus umbi adalah memilih bawang putih yang utuh. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Sedangkan batas kritis pada parameter kotoran adalah tidak ada. Tindakan pengendalian pada parameter kotoran adalah Dilakukan pembersihan sampai tidak ada kotoran yang menempel. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah apabila masih ada kotoran yang menempel dilakukan pembersihan ulang sampai benar-benar bersih. f. Es Batu 1) Evaluasi Air yang ditambahkan ke dalam adonan otak-otak ikan lele biasanya dalam bentuk serpihan es. Es yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele pada UKM Al-Fadh selain bertujuan untuk melarutkan bahan yang lain juga untuk menjaga agar suhu adonan tetap rendah. Jumlah penambahan es akan mempengaruhi tekstur. Penambahan yang terlalu banyak menyebabkan tekstur menjadi lunak. Es yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele di UKM Al-Fadh dapat dilihat pada Gambar 4.20.
Gambar 4.20 Es Batu Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan air ± 700 ml yang di kristalkan menjadi es batu. Es yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dipasok dari daerah pengging. Evaluasi mutu untuk es dilakukan secara organoleptik yang meliputi kejernihan, bau, rasa dan benda asing. Hasil evaluasi mutu es dapat dilihat pada Tabel 4.11.
61
Tabel 4.11 Evaluasi Mutu Es Dalam Bentuk Air Parameter Kejernihan Bau Rasa Benda asing
Standar (SNI 01-3553-1994) Tidak berwarna, jernih Tidak berbau Tidak mempunyai rasa Bersih
Aktual Jernih Tidak berbau Tidak ada Tidak ada
Berdasarkan Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan yaitu es yang meliputi kejernihan, bau, rasa dan benda asing sudah sesuai dengan SNI 013553-1994 yaitu jernih dan tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa, dan bersih. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan es yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan es dapat dilihat pada Tabel 4.12. Tabel 4.12 Konsep CPPB pada Es Dalam Bentuk Air Parameter
Batas Kritis
Tindakan Pengendalian - Pengecekan secara visual
Tindakan Koreksi - Penggantian pemasok
Kejernihan
Tidak berwarna, jernih
Bau
Tidak berbau
- Pengecekan dengan - Penggantian indera penciuman pemasok
Rasa
Tidak mempunyai rasa Bersih
- Pengecekan dengan - Penggantian indera perasa pemasok - Pengecekan secara - Penggantian visual pemasok
Benda asing
Berdasarkan Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan es dalam bentuk air adalah kejernihan, bau, rasa dan benda asing. Batas kritis yang digunakan pada parameter kejernihan adalah tidak berwarna dan jernih. Tindakan
pengendalian
62
pada
parameter
kejernihan
adalah
pengecekan secara visual. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dengan penggantian pemasok lain. Untuk batas kritis pada parameter bau adalah bebas tidak berbau. Tindakan pengendalian pada parameter bau adalah pengecekan dengan indera penciuman. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggantian pemasok lain. Untuk batas kritis pada rasa adalah tidak mempunyai rasa. Tindakan pengendalian pada parameter rasa adalah pengecekan dengan indera perasa. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggantian pemasok lain. Sedangkan batas kritis pada parameter benda asing adalah bersih. Tindakan pengendalian pada parameter benda asing adalah pengecekan secara visual. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggantian pemasok lain. g. Merica 1) Evaluasi Merica atau lada (Piper nigrum linn) adalah tumbuhan penghasil rempah-rempah yang berasal dari bijinya. Tujuan penambahan merica pada bahan pangan adalah sebagai pemberi aroma sedap, menambah kelezatan, dan memperpanjang daya awet pada makanan. Merica yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.21
Gambar 4.21 Merica Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan merica sebanyak 30 g. Merica yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan dalam wadah tertutup dengan kondisi kering dan diletakkan di rak penyimpanan bahan baku. Evaluasi mutu merica dilakukan secara organoleptik yang meliputi bau, warna
63
dan kebersihan. Hasil evaluasi mutu merica dapat dilihat pada Tabel 4.13. Tabel 4.13 Evaluasi Mutu Merica Parameter Bau Warna
Kebersihan
Standar (SNI 01-4462-1998) Normal Putih kekuningkuningan Bebas dari serangga hidup maupun mati serta bagian-bagian yang berasal dari binatang
Aktual Normal Putih kekuningkuningan Bebas dari serangga hidup maupun mati serta bagian-bagian yang berasal dari binatang
Berdasarkan Tabel 4.13 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada merica sudah sesuai dengan SNI 01-44621998 yaitu berbau normal, berwarna putih kekuning-kuningan dan bebas dari serangga hidup maupun mati serta bagian-bagian yang berasal dari binatang. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan merica yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan merica dapat dilihat pada Tabel 4.14. Berdasarkan Tabel 4.14 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan merica adalah bau, warna dan kebersihan. Batas kritis pada parameter bau adalah normal. Tindakan pengendalian pada parameter bau adalah pengecekan dengan indera penciuman dan penyimpanan dalam wadah tertutup. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggantian wadah penyimpanan. Untuk batas kritis pada warna adalah Putih kekuning-kuningan. Tindakan pengendalian pada parameter warna adalah pengecekan secara visual dan disimpan dalam wadah
64
tertutup. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan penggantian wadah penyimpanan dan dikembalikan ke pemasok. Sedangkan batas kritis pada parameter kebersihan adalah bebas dari serangga hidup maupun mati serta bagian-bagian yang berasal dari binatang. Tindakan pengendalian pada parameter kebersihan adalah pengecekan secara visual, dilkukan pembersihan sampai tidak ada serangga maupun kotoran yang menempel dan penyimpanan ditempat yang kering dan tertutup. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah apabila ada serangga dan kotoran yang masih menempel dilakukan pembersihan ulang. Tabel 4.14 Konsep CPPB pada Merica Parameter
Batas Kritis
Bau
Normal
-
Warna
Kebersihan
Tindakan Pengendalian Pengecekan dengan indera penciuman Penyimpanan dalam wadah tertutup Pengecekan secara visual Penyimpanan dalam wadah tertutup
Tindakan Koreksi - Penggantian wadah penyimpanan
Putih kekuningkuningan
-
Bebas dari serangga hidup maupun mati serta bagianbagian yang berasal dari binatang
- Pengecekan secara - Dilakukan visual pembersihan ulang - Dilakukan pembersihan sampai tidak ada serangga dan kotoran yang menempel - Penyimpanan ditempat yang kering dan tertutup
-
- Penggantian wadah penyimpanan - Dikembalikan ke pemasok
h. Telur Ayam 1) Evaluasi Telur ayam merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup. Protein telur mempunyai mutu tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan
65
patokan untuk menentukan protein dari bahan pangan yang lain. Tetapi disamping itu telur memilik sifat yang mudah rusak. Dalam pembuatan otak-otak ikan lele telur berfungsi sebagai sumber gizi juga membuat adonan menjadi kalis. Telur ayam yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.22
Gambar 4.22 Telur ayam Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan telur ayam sebanyak 2 butir. Telur ayam yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan pada wadah dalam kondisi kering. Evaluasi mutu untuk telur ayam dilakukan secara organoleptik yang meliputi bentuk, posisi, penampakan batas, kebersihan dan bau. Hasil evaluasi mutu telur ayam dapat dilihat pada Tabel 4.15. Tabel 4.15 Evaluasi Mutu Telur Ayam Parameter Bentuk Posisi Kebersihan Bau
Standar (SNI 01-3926-2008) Bulat Di tengah Bersih Khas telur
Aktual Bulat Di tengah Bersih Khas telur
Berdasarkan Tabel 4.15 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan telur ayam yang meliputi kesamaan bentuk, posisi, kebersihan dan bau sudah sesuai dengan SNI 01-3926-2008 yaitu berbentuk bulat, posisi ditengah, bersih dan bau khas telur ayam. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang
66
benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan telur ayam yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan telur ayam dapat dilihat pada Tabel 4.16. Tabel 4.16 Konsep CPPB pada Telur Ayam Parameter Bentuk
Batas Kritis Bulat
-
Posisi
Di tengah
-
Kebersihan
Bersih
-
Bau
Khas telur
-
Tindakan Pengendalian Penggunaan telur ayam yang baru Tidak menyimpan telur dalam jangka waktu yang lama Penyimpanan telur di tempat yang kering Pembersihan kulit telur ayam sampai tidak ada kotoran yang menempel Tidak menyimpanan telur dalam jangka waktu yang lama
Tindakan Koreksi - Dikembalikan ke pemasok - Penggantian telur yang baru - Apabila masih ada kotoran yang menempel dilakukan pembersihan ulang - Dikembalikan ke pemasok
Berdasarkan Tabel 4.16 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan telur ayam adalah bentuk, posisi, penampakan batas, kebersihan dan bau. Batas kritis yang digunakan pada parameter bentuk adalah bulat. Tindakan pengendalian pada parameter bentuk adalah penggunaan telur ayam yang baru. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dikembalikan ke pemasok. Untuk batas kritis pada parameter posisi adalah ditengah. Tindakan pengendalian pada parameter posisi adalah tidak menyimpan telur dalam jangka waktu yang lama. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggantian telur yang baru. Untuk batas kritis pada kebersihan adalah bersih. Tindakan pengendalian
pada
parameter
penampakan
batas
adalah
penyimpanan telur ditempat yang kering dan pembersihan kulit telur ayam sampai tidak ada kotoran yang menempel. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah apabila masih ada kotoran yang menempel dilakukan pembersihan ulang. Sedangkan batas kritis 67
pada parameter bau adalah khas telur. Tindakan pengendalian pada parameter bau adalah tidak menyimpan telur dalam jangka waktu yang lama. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dikembalikan ke pemasok. i. Wortel 1) Evaluasi Wortel (Daucus carrota L.) memiliki peranan penting bagi kesehatan tubuh, karena kandungan gizi wortel terutama beta karoten merupakan sumber provitamin A. Wortel yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.23
Gambar 4.23 Wortel Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan wortel sebanyak 600 g. Wortel yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan pada rak-rak penyimpanan dalam kondisi kering. Evaluasi mutu wortel dilakukan secara organoleptik yang meliputi kesamaan sifat varietas, kekerasan, warna, kerataan permukaan, dan tekstur. Hasil evaluasi mutu wortel dapat dilihat pada Tabel 4.17. Tabel 4.17 Evaluasi Mutu Wortel Parameter
Standar (SNI 01-3163-1992)
Aktual
Seragam
Seragam
Keras Normal Cukup rata Tidak mengayu
Keras Normal Cukup rata Tidak mengayu
Kesamaan sifat varietas Kekerasan Warna Kerataan permukaan Tekstur
68
Berdasarkan Tabel 4.17 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan yaitu wortel yang meliputi kesamaan sifat varietas, kekerasan, warna, kerataan permukaan, dan tekstur sudah sesuai dengan SNI 01-3163-1992 yaitu kesamaan sifat varietas seragam, tingkat kekerasannya keras, warnanya normal, permukaannya cukup rata, dan teksturnya tidak mengayu. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan wortel yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan wortel dapat dilihat pada Tabel 4.18. Berdasarkan Tabel 4.18 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan wortel adalah kesamaan sifat varietas, tingkat kekerasan, warna, dan tekstur. Batas kritis yang digunakan pada parameter kesamaan sifat varietas adalah seragam. Tindakan pengendalian pada parameter kesamaan sifat varietas adalah memisahkan wortel yang tidak seragam. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada parameter tingkat kekerasan adalah keras. Tindakan pengendalian
pada
parameter
tingkat
kekerasan
adalah
memisahkan wortel yang terlalu tua dan yang masih muda. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada parameter warna adalah normal. Tindakan pengendalian pada parameter warna adalah pengecekan secara visual dan penyimpanan dalam wadah tertutup. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada parameter kerataan permukaan adalah cukup rata. Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah pengecekan secara visual. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang.
69
Untuk batas kritis pada parameter tekstur adalah tidak mengayu. Tindakan pengendalian pada parameter tekstur adalah adalah pengecekan secara visual. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang dan dikembalikan ke pemasok. Tabel 4.18 Konsep CPPB pada Wortel Batas Kritis Seragam
-
Tingkat kekerasan
Keras
-
Warna
Normal
-
Parameter Kesamaan sifat varietas
-
Kerataan permukaan Tekstur
Cukup rata Tidak mengayu
-
Tindakan Pengendalian Memisahkan wortel yang tidak seragam Memisahkan wortel yang terlalu tua dan masih muda Pengecekan secara visual Penyimpanan dalam wadah tertutup Pengecekan secara visual Pengecekan secara visual
Tindakan Koreksi - Dilakukan sortasi ulang - Dilakukan sortasi ulang
- Dilakukan sortasi ulang
- Dilakukan sortasi ulang - Dilakukan sortasi ulang - Dikembalikan ke pemasok
j. Daun bawang 1) Evaluasi Daun Bawang dimanfaatkan daunnya sehingga dikenal sebagai bawang daun atau loncang (onclang). Sebenarnya, yang digunakan sebagai penyedap dan sekaligus pengharum masakan adalah batangnya yang berwarna putih. Daun bawang yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.24
Gambar 4.24 Daun Bawang
70
Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan daun bawang sebanyak 600 g. Daun bawang yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan pada rak-rak penyimpanan dalam kondisi kering. Evaluasi mutu untuk daun bawang dilakukan secara organoleptik yang meliputi kesamaan sifat varietas, kekerasan, dan ketuaan. Hasil evaluasi mutu daun bawang dapat dilihat pada Tabel 4.19. Tabel 4.19 Evaluasi Mutu Daun Bawang Parameter
Standar (SNI 01-6996-2004)
Aktual
Seragam
Seragam
Keras Tua
Keras Tua
Kesamaan sifat varietas Kekerasan Ketuaan
Berdasarkan Tabel 4.19 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan yaitu daun bawang yang meliputi kesamaan sifat varietas, kekerasan, dan ketuaan sudah sesuai dengan SNI 01-6996-2004 yaitu kesamaan sifat varietas seragam, tingkat kekerasannya keras, dan ketuaannya tua. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan daun bawang yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan daun bawang dapat dilihat pada Tabel 4.20. Berdasarkan Tabel 4.20 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan daun bawang adalah kesamaan sifat varietas, tingkat kekerasan, dan ketuaan. Batas kritis yang digunakan pada parameter kesamaan sifat varietas adalah seragam. Tindakan pengendalian pada parameter kesamaan sifat varietas adalah memisahkan daun bawang yang tidak seragam. Tindakan
71
koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada parameter tingkat kekerasan adalah keras. Tindakan pengendalian pada parameter tingkat kekerasan adalah pengecekan secara visual. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada parameter ketuaan adalah tua. Tindakan pengendalian pada parameter ketuaan adalah pengecekan secara visual dan memisahkan daun bawang yang tua dengan daun bawang yang muda. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang dan dikembalikan ke pemasok. Tabel 4.20 Konsep CPPB pada Daun Bawang Batas Kritis Seragam
-
Tingkat kekerasan
Keras
-
Ketuaan
Tua
-
Parameter Kesamaan sifat varietas
-
Tindakan Pengendalian Memisahkan daun bawang yang tidak seragam Pengecekan secara visual Pengecekan secara visual Memisahkan daun bawang yang tua dengan daun bawang yang muda
Tindakan Koreksi - Dilakukan sortasi ulang - Dilakukan sortasi ulang - Dilakukan sortasi ulang - Dikembalikan ke pemasok
k. Bawang Merah 1) Evaluasi Bawang merah merupakan rempah multiguna yang populer di kalangan masyarakat. Paling penting didayagunakan sebagai bahan bumbu dapur sehari-hari dan penyedap berbagai masakan. Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan bawang merah sebanyak 100 g. Bawang merah yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan pada rak-rak penyimpanan dalam kondisi kering. Bawang merah yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.25
72
Gambar 4.25 Bawang Merah Evaluasi mutu untuk bawang merah dilakukan secara organoleptik yang meliputi kesamaan sifat varietas, kekerasan, dan ketuaan. Hasil evaluasi mutu bawang merah dapat dilihat pada Tabel 4.21. Tabel 4.21 Evaluasi Mutu Bawang Merah Parameter
Standar (SNI 01-3159-1992)
Aktual
Seragam
Seragam
Keras Tua
Keras Tua
Kesamaan sifat varietas Kekerasan Ketuaan
Berdasarkan Tabel 4.21 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan yaitu bawang merah yang meliputi kesamaan sifat varietas, kekerasan, dan ketuaan sudah sesuai dengan SNI 01-3159-1992 yaitu kesamaan sifat varietas seragam, tingkat kekerasannya keras, dan ketuaannya tua. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bawang merah yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan bawang merah dapat dilihat pada Tabel 4.22.
73
Tabel 4.22 Konsep CPPB pada Bawang Merah Batas Kritis Seragam
-
Tingkat kekerasan
Keras
-
Ketuaan
Tua
-
Parameter Kesamaan sifat varietas
-
Tindakan Pengendalian Memisahkan bawang merah yang tidak seragam Pengecekan secara visual Pengecekan secara visual Memisahkan bawang merah yang tua dengan bawang merah yang muda
Tindakan Koreksi - Dilakukan sortasi ulang
- Dilakukan sortasi ulang - Dilakukan sortasi ulang - Dikembalikan ke pemasok
Berdasarkan Tabel 4.22 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan bawang merah adalah kesamaan sifat varietas, tingkat kekerasan, dan ketuaan. Batas kritis yang digunakan pada parameter kesamaan sifat varietas adalah seragam. Tindakan pengendalian pada parameter kesamaan sifat varietas adalah memisahkan bawang merah yang tidak seragam. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada parameter tingkat kekerasan adalah keras. Tindakan pengendalian pada parameter tingkat kekerasan adalah pengecekan secara visual. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada parameter ketuaan adalah tua. Tindakan pengendalian pada parameter ketuaan adalah pengecekan secara visual dan memisahkan bawang merah yang tua dengan bawang merah yang muda. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang dan dikembalikan ke pemasok. l. Santan Kelapa 1) Evaluasi Santan adalah emulsi minyak dalam air yang berwarna putih, yang diperoleh dengan cara memeras daging kelapa segar yang telah diparut atau dihancurkan dengan atau tanpa penambahan air.
74
Pemanfaatan santan pada umumnya adalah untuk bahan campuran masak. Santan kelapa yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.26
Gambar 4.26 Santan Kelapa Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan santan kelapa sebanyak 200 ml. Santan kelapa yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan pada rak-rak penyimpanan dalam kondisi kering. Evaluasi mutu untuk santan kelapa dilakukan secara organoleptik yang meliputi bau, rasa, dan warna. Hasil evaluasi mutu santan kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.23. Tabel 4.23 Evaluasi Mutu Santan Kelapa Parameter Bau Rasa Warna
Standar (SNI 01-3816-1995) Normal Normal Normal
Aktual Bebas bau asing Khas santan Normal
Berdasarkan Tabel 4.23 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan santan kelapa yang meliputi bau, rasa, dan warna sudah sesuai dengan SNI 01-3816-1995 dan tidak ada penyimpangan yaitu bebas dari bau asing, rasa khas santan kelapa, dan warnanya normal khas santan kelapa. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan santan kelapa yang sesuai standar.
75
2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan santan kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.24. Tabel 4.24 Konsep CPPB pada Santan Kelapa
Bau
Batas Kritis Normal
Rasa
Normal
Warna
Normal
Parameter
Tindakan Pengendalian - Pengecekan dengan indera penciuman
Tindakan Koreksi
- Dikembalikan ke pemasok - Penggantian pemasok lain - Pengecekan secara - Dikembalikan ke organoleptik pemasok - Penggantian pemasok lain - Pengecekan secara - Dikembalikan ke visual pemasok - Penggantian pemasok lain
Berdasarkan Tabel 4.24 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan santan kelapa adalah bau, rasa, dan warna. Batas kritis yang digunakan pada parameter bau adalah normal. Tindakan pengendaliannnya yaitu pengecekan dengan indera penciuman. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan penggantian pemasok lain dan dikembalikan ke pemasok. Untuk batas kritis pada parameter rasa adalah normal. Tindakan pengendalian pada parameter rasa adalah pengecekan secara organoleptik. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan penggantian pemasok lain dan dikembalikan ke pemasok. Untuk batas kritis pada parameter warna adalah normal. Tindakan pengendalian pada parameter warna adalah pengecekan secara visual. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan penggantian pemasok lain dan dikembalikan ke pemasok. 2. Pengendalian Mutu Proses Spesifikasi
proses
merupakan
persyaratan-persyaratan
yang
berkaitan dengan kondisi proses selama pengolahan dan yang berkaitan dengan produk-produk antara sebelum menjadi produk jadi. Spesifikasi 76
proses merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pengendalian mutu yang bersifat spesifik untuk metode proses, kondisi proses, dan produk yang berbeda. Spesifikasi proses digunakan sebagai acuan dalam pengendalian proses, sehingga harus dapat diukur dengan metode analisa dan peralatan pengukuran yang cepat dan mudah dilaksanakan, tetapi hasilnya tepat (Muhandri dan Darwin, 2008). Pengendalian mutu pada proses produksi memiliki pengaruh yang besar terhadap mutu pada produk akhir itu sendiri. Pengendalian mutu pada proses produksi meliputi pemantauan pada setiap tahap proses produksi serta melakukan tindakan koreksi jika terdapat adanya ketidaksesuaian dan juga menghilangkan penyebab-penyebab timbulnya hasil yang kurang baik pada produk akhir. Proses pembuatan otak-otak ikan lele di UKM “Al-Fadh” dapat dilihat pada Gambar 4.27 Sedangkan untuk evaluasi mutu proses produksi otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Tabel 4.25.
77
a. Evaluasi Ikan Lele
Pemfilletan Pencucian Fillet Ikan Lele Pembekuan (-180C)
Bawang putih 200 g, Bawang merah 100 g
Pengecilan ukuran (Pencacahan) Penimbangan 4 kg
Penggilingan selama 2 menit Penggilingan selama 20 menit Bawang putih dan merah halus
Daging giling 4 kg
Garam 80 g, gula 100 g, merica 30 g, santan kara 200 ml, wortel 300 g, loncang 150 g tepung tapioka 1 kg, dan es batu 1 kg
Pencampuran Penimbangan per adonan (15 g atau 25 g) Pencetakan adonan
Perebusan (sampai adonan mengapung) Penirisan (waktu 15 menit)
Otak-otak Ikan Lele 30 bungkus atau 18
Pengemasan (berat 150 g atau 250 g ) Penyimpanan (suhu -180C)
Gambar 4.27 Diagram Alir Proses Pembuatan Otak-otak Ikan Lele
78
Tabel 4.25 Evaluasi Mutu Proses Produksi Otak-otak Ikan Lele Parameter proses
Proses Pemfilletan Pencucian
Pembekuan Pengecilan ukuran Penimbangan Penggilingan Pencampuran
Standar - Daging ikan lele bebas dari kepala, sirip, duri dan darah - Ikan lele bersih dan tidak ada kotoran maupun darah yang menempel - Daging ikan lele dibekukan suhu -18oC - Lebar daging tidak lebih dari 5 cm - Sesuai takaran
Pencetakan Adonan -
Perebusan
Penirisan Pengemasan
Bahan-bahan sampai halus Bahan-bahan tercampur merata Terbentuk adonan kalis Panjang adonan otak-otak ikan lele 7-8 cm, berat 15 g/adonan untuk kemasan 150 g atau 25 g/adonan untuk kemasan 250 g
- Adonan sampai mengapung - Dilakukan selama 30 menit dengan suhu 1000C - Otak-otak ikan lele kering dan bebas dari uap air - Kemasan tertutup rapat dan rapi - Berat otak-otak ikan lele 150 g
Pengujian produk inline Aktual
- Daging ikan lele masih ada duri - Ikan lele bersih dan tidak ada kotoran maupun darah yang menempel - Daging ikan lele dibekukan suhu -18oC dan benar-benar dalam keadaan beku - Lebar daging ikan lele masih ada yang lebih dari 5 cm - Penimbangan menggunakan timbangan digital dan sudah sesuai dengan takaran - Bahan-bahan halus - Bahan-bahan sudah tercampur merata dan terbentuk adonan yang kalis - Panjang adonan otak-otak ikan lele 7-8 cm, berat 15 g/adonan untuk kemasan 150 g atau 25 g/adonan untuk kemasan 250 g - Berbentuk bulat panjang (lonjong) - Adonan sampai megapung - Selama 30 menit dengan suhu 1000C - Otak-otak ikan lele bebas dari uap air - Kemasan sudah tertutup rapat dan rapi - Berat otak-otak ikan lele 150 g atau 250 g per kemasan
79
Penyimpanan
atau 250 g per kemasan - Suhu (-18oC)
- Suhu (-18oC) - Penyimpanan terbebas dari cemaran mikroba dan kontaminasi silang
80
Spesifikasi dan evaluasi mutu proses produksi otak-otak ikan lele dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Pemfilletan Pemfilletan ikan lele dilakukan dengan menggunakan gunting, tang dan pisau yang tajam terbuat dari bahan stainless steel. Cara pemfilletean ikan lele dapat dilihat pada gambar dibawah ini : b) a)
b) d)
b) c)
b)
b)
Ket : a) Pertama, dilakukan penyembelihan ikan lele pada leher bagian atas lele dengan pisau . b) Penghilangan sirip ikan lele dengan gunting. c) Penghilangan ekor ikan lele. d) Penghilangan kulit, dilakukan dengan menggunting bagian bawah sekitar perut kearah kepala lele. Kemudian kulit yang terkelupas akibat digunting, ditarik dengan menggunakan tang sampai kulit hilang seluruhnya. Setelah penghilangan kulit dilakukan penghilangan isi perut dengan pisau, kepala lele dengan gunting dan penghilangan duri. Standar untuk parameter proses pemfilletan adalah daging ikan lele bebas dari kepala, sirip, kulit, duri,dan darah. Sedangkan aktual dalam parameter proses pemfilletan adalah daging ikan lele bebas dari kepala, sirip, kulit, duri dan darah. Pada proses pemfilletan ikan lele di UKM “AlFadh” tidak melakukan pengujian produk inline. Proses pemfilletan ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.28.
81
Gambar 4.28 Proses Pemfilletan Ikan Lele 2) Pencucian Perlakuan pertama terhadap ikan lele dilakukan pencucian sampai bersih dan tidak ada lagi kotoran dan darah yang menempel. Proses pencucian ikan lele dilakukan dengan menggunakan air mengalir. Standar untuk parameter proses pencucian adalah ikan lele bersih dan tidak ada kotoran yang menempel. Sedangkan aktual dalam parameter proses pencucian adalah ikan lele bersih dan tidak ada kotoran dan darah yang menempel. Pada proses pencucian lele di UKM “Al-Fadh” tidak melakukan pengujian produk inline. Proses pencucian ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.29
Gambar 4.29 Proses Pencucian Ikan Lele 3) Pembekuan Proses
selanjutnya
setelah
tahap
pencucian
adalah
tahap
pembekuan fillet lele. Fillet lele yang akan dibekukan terlebuh dahulu dimasukkan kedalam plastik ukran 2 kg nan. Proses pembekuan fillet lele ini bertujuan untuk menjaga fillet agar tetap dingin, hal ini untuk mencegah terdenaturasinya protein yang penting sebagai emulsifier, serta
82
fillet yang dibekukan mempunyai warna daging yang lebih cerah. Proses pembekuan daging ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.30.
Gambar 4.30 Proses Pembekuan Standar untuk parameter proses pembekuan adalah daging ikan lele dibekukan suhu -18oC. Sedangkan aktual pada parameter pendinginan adalah daging ikan lele dibekukan suhu -18oC dan benar-benar dalam keadaan beku. Pada proses pendinginan UKM Al-Fadh tidak melakukan pengujian produk inline. 4) Pengecilan ukuran (Pencacahan) Proses selanjutnya setelah
proses
pembekuan
dilakukan
pengecilan ukuran. Proses pengecilan ukuran ini bertujuan untuk memudahkan proses penggilingan, agar daging dapat masuk ke dalam mesin penggiling. Proses pengecilan ukuran daging ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.31.
Gambar 4.31 Proses Pengecilan Ukuran (Pencacahan) Standar untuk parameter proses pengecilan ukuran adalah lebar daging tidak lebih dari 5 cm. Sedangkan aktual dalam parameter proses pengecilan ukuran adalah lebar daging ikan lele masih ada yang lebih dari 5 cm. Pada proses pengecilan ukuran, UKM Al-Fadh tidak melakukan pengujian produk inline.
83
5) Penimbangan Proses penimbangan bertujuan untuk menghasilkan produk dengan komposisi bahan yang sesuai. Daging di masukkan ke dalam panci kemudian ditimbang 4 kg menggunakan timbangan digital. Standar untuk parameter proses penimbangan adalah komposisi bahan sesuai dengan takaran. Sedangkan aktual pada parameter proses penimbangan adalah penimbangan menggunakan timbangan digital dan sudah sesuai dengan takaran. Pada proses penimbangan di UKM “Al-Fadh” tidak melakukan pengujian produk inline. Proses penimbangan dapat dilihat pada Gambar 4.32.
Gambar 4.32 Proses Penimbangan Bahan 6) Penggilingan Proses selanjutnya yaitu penggilingan pada daging ikan lele, bawang putih dan bawang merah. Proses penggilingan menggunakan mesin penggiling yang berfungsi untuk menghaluskan bahan dan mempermudah bahan yang digiling untuk dilakukan proses selanjutnya. Standar untuk parameter proses penggilingan adalah bahan-bahan sampai halus. Sedangkan aktual dalam parameter proses penggilingan adalah bahan-bahan halus. Pada proses penggilingan di UKM “Al-Fadh” tidak melakukan pengujian produk inline. Proses penggilingan bahan dapat dilihat pada Gambar 4.33.
84
Gambar 4.33 Proses Penggilingan Bahan 7) Pencampuran Proses selanjutnya yaitu pencampuran menggunakan alat mixer. Pertama-tama daging ikan lele dimasukkan ke dalam mixer untuk dilakukan pencampuran. Kemudian ditambahkan bahan tambahan lain seperti tepung tapioka, bumbu-bumbu, wortel, loncang, santan, dan es batu sehingga dihasilkan adonan. Aduk adonan sampai tidak lengket dan dihasilkan
adonan
yang kalis.
Standar
untuk
parameter
proses
pencampuran adalah bahan-bahan sudah tercampur merata dan terbentuk adonan kalis. Sedangkan aktual dalam parameter proses pencampuran adalah bahan-bahan sudah tercampur merata dan terbentuk adonan yang kalis. Pengujian produk inline proses pencampuran adalah dilakukan pengecekan adonan
yaitu
mudah
untuk
dibentuk
adonan
bulat
memanjang/lonjong. Proses pencampuran bahan dapat dilihat pada Gambar 4.34.
Gambar 4.34 Proses Pencampuran Bahan 8) Pencetakan Adonan Proses selanjutnya dilakukan pencetakan adonan secara manual dengan sendok plastik. Standar untuk parameter proses pencetakan adonan
85
adalah panjang otak-otak ikan lele sekitar 7-8 cm, dan beratnya 15 g/adonan untuk kemasan 150 g atau 25 g/adonan untuk kemasan 250 g. Sedangkan aktual dalam parameter proses pencetakan adonan adalah panjang otak-otak ikan lele sekitar 7-8 cm, dan beratnya 15 g/adonan untuk kemasan 150 g atau 25 g/adonan untuk kemasan 250 g, dan berbentuk bulat panjang/lonjong. Pada proses pencetakan adonan di UKM “Al-Fadh” tidak melakukan pengujian produk inline. Proses pencetakan adonan dapat dilihat pada Gambar 4.35.
Gambar 4.35 Proses Pencetakan Adonan 9) Perebusan Proses selanjutnya yaitu dilakukan perebusan dengan panci anti karat. Standar untuk parameter proses perebusan adalah adonan otak-otak ikan lele sampai mengapung, yang menandakan bahwa otak-otak ikan lele telah matang dan proses perebusan dilakukan selama 30 menit dengan suhu 1000C. Sedangkan aktual dalam parameter proses perebusan adalah adonan otak-otak ikan lele sampai mengapung dan proses perebusan dilakukan selama 30 menit dengan suhu 1000C. Pengujian produk inline proses perebusan adalah dilakukan pengecekan tekstur. Proses perebusan adonan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.36.
86
Gambar 4.36 Proses Perebusan adonan Otak-otak Ikan Lele 10) Penirisan Otak-otak ikan lele yang sudah matang berwarna putih kekuningan dan ditiriskan selama 15 menit. Tujuan dari penirisan tersebut adalah selain menghilangkan kandungan air setelah perebusan juga untuk mendinginkan otak-otak ikan lele sebelum dilakukan proses pengemasan. Tujuan dari pendinginan tersebut adalah memperpanjang umur simpan dari otak-otak ikan lele
sehingga sebelum dilakukannya pengemasan
mempunyai tekstur padat, kenyal, dan mengandung sedikit air. Standar untuk parameter proses penirisan adalah otak-otak ikan lele kering dan bebas dari uap air. Sedangkan aktual dalam parameter proses penirisan adalah otak-otak ikan lele kering dan bebas dari uap air. Pengujian produk inline proses penirisan adalah dilakukan pengecekan otak-otak ikan lele secara visual. Proses penirisan dapat dilihat pada Gambar 4.37.
Gambar 4.37 Proses Penirisan Otak-otak Ikan Lele 11) Pengemasan Proses pengemasan ini bertujuan untuk mempertahankan kualitas, menghindari kerusakan selama penyimpanan, mencegah masuknya
87
oksigen dan melindungi
dari
debu
dan
mikroba
yang
dapat
mengontaminasi produk otak-otak ikan lele. Otak-otak ikan lele merupakan
produk
yang
memerlukan
kemasan
tertentu
untuk
memperpanjang umur simpannya. Otak-otak ikan lele memerlukan kemasan yang memiliki barier terhadap oksigen dan uap air serta tahan lama. Untuk itu otak-otak ikan lele ini dikemas menggunakan plastik PP. Terdapat 2 jenis kemasan produk otak-otak ikan lele yaitu kemasan yang ditimbang dengan berat 150 g atau 250 g. Tapi, terdapat kejanggalan saat menghitung berat kehilangan pada otak-otak ikan lele, dimana jumlah total bahan lebih besar daripada berat akhir otak-otak ikan lele setelah dilakukan pengemasan. Perhitungannya sebagai berikut : % Berat Kehilangan = =
???????????????????????????????? ????? ???????????????
???? ?????? ?? ???? ??
x 100%
x 100%
= 17,58 %
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kehilangan berat diantaranya kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pencatatan penimbangan, kemudian terdapat bahan-bahan sisa yang tertinggal dan berceceran selama
proses
berlangsung
seperti
pada
proses
penggilingan,
pencampuran adonan, maupun pencetakan adonan. Proses pengemasan dilakukan setelah otak-otak ikan lele benarbenar sudah dingin dengan tujuan menghindari adanya uap air dalam kemasan. Proses pengemasan dilakukan dengan menggunakan alat sealer. Standar untuk parameter proses pengemasan adalah kemasan tertutup rapat dan rapi. Sedangkan aktual dalam parameter proses pengemasan adalah kemasan sudah tertutup rapat dan rapi. Pada proses pengemasan di UKM “Al-Fadh tidak melakukan pengujian produk inline. Proses pengemasan dapat dilihat pada Gambar 4.38.
88
Gambar 4.38 Proses Pengemasan Otak-otak Ikan Lele 12) Penyimpanan Proses penyimpanan ini dilakukan dengan cara penyimpanan dalam freezer suhu -18oC dengan tujuan agar otak-otak ikan lele lebih tahan lama. Otak-otak ikan lele yang disimpan pada suhu ruang akan bertahan selam 3 hari, jika disimpan pada kulkas akan bertahan selama 10 hari, sedangkan jika disimpan dalam freezer suhu -18oC akan bertahan selama 6 bulan. Standar untuk parameter proses penyimpanan adalah suhu -18oC. Sedangkan aktual dalam parameter proses penyimpanan adalah suhu -18oC dan penyimpanan terbebas dari cemaran mikroba dan kontaminasi silang. Pada proses penyimpanan, UKM Al-Fadh tidak melakukan
pengujian produk inline. Proses
penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4.39.
Gambar 4.39 Proses Penyimpanan
89
b. Konsep Konsep CPPB pada proses produksi otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Tabel 4.26. Tabel 4.26 Konsep CPPB Pada Proses Produksi Otak-otak Ikan Lele Proses Pemfilletan Pencucian
Pembekuan
Pengecilan ukuran
Penimbangan
Penggilingan
Pencampuran
Parameter Batas Kritis Tindakan Pengendalian - Kebersihan daging - Bebas dari duri dan - Pencucian dengan air mengalir ikan lele darah - Penggunaan pisau yang tajam - Kebersihan ikan - Bebas dari kotoran - Penggunanan air bersih lele - Pencucian dengan air mengalir
-Pem -Pembersihan kembal -Apabila masih ada kotoran yang menempel perlu dilakukan pencucian ulang - Penggantian alat/mesin pendingin - Perbaikan mesin yang rusak
- Pembekuan daging ikan lele pada suhu -18oC - Pengontrolan alat/mesin pendingin -Bentuk - Lebar daging ikan tidak - Menggunakan pisau yang tajam - Dipertajam kembali/ lebih dari 6 cm - Pengecekan ukuran daging ikan penggantian pisau yang lebih tajam - Pengecilan ukuran kembali -Ketepatan ukuran - Komposisi bahan sesuai -Penimbangan menggunakan - Penimbangan ulang bahan takaran timbangan digital - Pengecekan alat penimbang sebelum digunakan (kalibrasi). -Kebersihan alat - Bebas dari cemaran fisik - Penggunaan alat yang bersih -Pembersihan kembali -Memperpanjang waktu -Hasil penggilingan - Hasil gilingan seragam - Lama penggilingan penggilingan 20 menit - Memperkecil ukuran bahan- -Penggilingan bahan - Pembersihan kembali - Kebersihan alat - Bebas dari cemaran fisik - Penggunaan alat yang bersih - Karakteristik - Suhu adonan tidak lebih - Penambahan es batu secukupnya - Pengadonan ulang dalam arti tidak boleh lebih dan adonan dari 220C -Suhu
- Suhu daging dibawah 22oC
90
Pencetakan adonan Perebusan
Penirisan Pengemasan
Penyimpanan
- Terbentuk adonan kalis tidak boleh kurang, untuk - Adonan mudah menjaga suhu tetap rendah dibentuk - Proses mixing tidak boleh terlalu lama - Berat adonan - Berat adonan 25 gr - Pengecekan dengan - Penimbangan ulang adonan menggunakan alat timbang - Tekstur otak-otak - Otak-otak matang - Adonan otak-otak ikan lele -Memperpanjang perebusan ikan lele merata sampai mengapung - Penggunaan alat perebusan yang dilengkapi dengan suhu Lama perebusan 30 menit dengan suhu 1000C - Keadaan otak-otak - Kering dan bebas dari - Lama penirisan 15 menit - Memperpanjang waktu penirisan ikan lele uap air - Fisik kemasan - Tidak ada yang bocor/ - Penggunaan sealer secara - Pengulangan penggunaan kemasan tertutup rapat tepat sehingga kemasan - Pengemasan ulang tertutup rapat -Cara penyimpanan - Suhu -180C - Penyimpanan dalam freezer - Pengaturan suhu -18oC - Perbaikan mesin dan mengganti - Pemeriksaan rutin ruang dan yang rusak suhu penyimpanan - Penggantian alat/mesin - Pengontrolan alat/mesin penyimpanan pendingin
91
Konsep CPPB pada proses produksi otak-otak ikan lele dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Pemfilletan Konsep CPPB yang digunakan pada proses pemfilletan yaitu pada parameter kebersihan daging ikan lele, batas kritisnya adalah bebas dari duri dan darah. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah pencucian dengan air mengalir dan menggunakan pisau yang tajam. Pencucian dengan air mengalir berfungsi untuk menghilangkan darah yang masih menempel di daging ikan lele. Sedangkan penggunaan pisau yang tajam berfungsi agar diperoleh daging ikan lele yang bebas dari duri yang menempel. Untuk tindakan koreksi yang diterapkan pada proses pemfilletan adalah dilakukan pembersihan dan pembersihan fillet dari duri apabila diperoleh daging ikan lele yang masih terdapat duri dan darah yang masih menempel. 2) Pencucian Konsep CPPB yang digunakan pada proses pencucian yaitu pada parameter kebersihan ikan lele, batas kritisnya adalah bebas dari kotoran. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah penggunaan air bersih dan pencucian dengan air mengalir. Penggunaan air mengalir pada proses pencucian berfungsi agar kotoran yang menempel pada ikan lele dapat terbawa oleh air. Apabila hanya dilakukan pencucian dalam bak saja, kotoran masih menempel. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapkan pada proses pencucian adalah apabila masih ada kotoran yang menempel perlu dilakukan pencucian ulang agar diperoleh ikan lele yang bersih. 3) Pembekuan Konsep CPPB yang digunakan pada proses pembekuan yaitu pada parameter suhu, batas kritisnya adalah suhu daging dibawah 22oC.
Tindakan
pengendalian
yang
dapat
dilakukan
adalah
o
pembekuan daging ikan lele pada suhu -18 C, dan pengontrolan alat/mesin pendingin. Pembekuan daging ikan lele pada suhu -18oC
92
bertujuan agar suhu pada proses penggilingan tetap di bawah 22oC, hal ini untuk mencegah terdenaturasinya protein yang penting sebagai emulsifier. Sedangkan pengontrolan alat/mesin pendingin bertujuan agar mesin pendingin/freezer tetap pada suhu -18oC. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat dilakukan pada proses pedinginan jika masih didapati suhu daging diatas 22oC adalah dengan cara penggantian alat/mesin pendingin dan perbaikan mesin dan mengganti yang rusak. 4) Pengecilan Ukuran Konsep CPPB yang digunakan pada proses pengecilan ukuran yaitu pada parameter bentuk, batas kritisnya adalah lebar daging ikan tidak lebih dari 6 cm. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah menggunakan pisau yang tajam dan pengecekan ukuran daging ikan. Penggunaan pisau yang tajam berfungsi agar memudahkan proses pengecilan ukuran daging ikan lele yang beku akibat pendinginan dalam freezer. Pengecilan ukuran juga bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat bahan-bahan menjadi halus saat proses penggilingan. Sedangkan pengecekan ukuran daging ikan bertujuan agar tidak adanya daging ikan dengan lebar lebih dari 6 cm. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat dilakukan pada proses pengecilan ukuran jika masih didapati ukuran daging yang masih besar/lebih dari 6 cm adalah dengan cara dipertajam kembali/ penggantian pisau yang lebih tajam dan pengecilan ukuran kembali. 5) Penimbangan Konsep CPPB yang digunakan pada proses penimbangan yaitu pada parameter ketepatan ukuran bahan, batas kritisnya adalah komposisi bahan sesuai takaran. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah penimbangan menggunakan timbangan digital dan pengecekan
alat
penimbang
Penimbangan menggunakan
sebelum timbangan
digunakan digital
(kalibrasi).
bertujuan
agar
diperoleh ukuran bahan yang tepat. Sedangkan pengecekan alat
93
penimbang sebelum digunakan bertujuan untuk memastikan bahwa alat penimbang yang digunakan tepat atau tidak dalam kondisi rusak. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapkan pada proses penimbangan adalah dilakukan penimbangan ulang apabila masih terdapat ukuran bahan yang tidak sesuai. 6) Penggilingan Konsep CPPB yang digunakan pada proses penggilingan yaitu pada parameter kebersihan alat dan hasil penggilingan, batas kritisnya adalah bebas dari cemaran fisik dan hasil gilingan seragam. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah penggunaan alat yang bersih, lama penggilingan 20 menit dan memperkecil ukuran bahanbahan sebelum dilakukan penggilingan karena dengan memperkecil ukuran bahan akan mempermudah dan mempercepat bahan-bahan menjadi halus saat proses penggilingan. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapakan pada proses penggilingan adalah pembersihan kembali, memperpanjang waktu penggilingan apabila diperoleh bahan-bahan yang belum halus dan dilakukan penggilingan kembali bahan-bahan yang masih utuh. 7) Pencampuran Konsep CPPB yang digunakan pada proses pencampuran yaitu pada parameter kebersihan alat dan karakteristik adonan, batas kritisnya adalah bebas dari cemaran fisik, suhu adonan tidak lebih dari 220C, terbentuk adonan yang kalis dan adonan mudah dibentuk. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah penggunaan alat yang bersih, penambahan es batu secukupnya dalam arti tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang serta proses mixing tidak boleh terlalu lama karena dapat mempengaruhi karakteristik adonan yang dihasilkan. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapakan pada proses pencampuran adalah pembersihan kembali dan dilakukan pengadonan ulang.
94
8) Pencetakan Adonan Konsep CPPB yang digunakan pada proses pencetakan adonan yaitu pada parameter berat adonan, batas kritisnya adalah berat adonan 25 gr. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah pengecekan dengan menggunakan alat timbang. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapkan pada proses pencetakan adonan adalah penimbangan ulang adonan otak-otak ikan lele apabila beratnya tidak sesuai dengan ketentuan. 9) Perebusan Konsep CPPB yang digunakan pada proses perebusan yaitu pada parameter yaitu tekstur otak-otak ikan lele, batas kritisnya adalah otak-otak ikan lele matang merata. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah perebusan adonan otak-otak ikan lele sampai mengapung yang menandakan bahwa otak-otak ikan lele telah matang serta penggunaan alat perebusan yang dilengkapi dengan suhu. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapkan pada proses perebusan adalah memperpanjang waktu perebusan apabila diperoleh otak-otak ikan ikan lele yang belum bertekstur kenyal dan padat. 10) Penirisan Konsep CPPB yang digunakan pada proses penirisan yaitu pada parameter keadaan otak-otak ikan lele, batas kritisnya adalah kering dan bebas dari uap air. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan lama penirisan 15 menit. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapkan pada proses penirisan adalah memperpanjang waktu penirisan apabila masih diperoleh otak-otak ikan lele dengan keadaan belum kering sepenuhnya. 11) Pengemasan Konsep CPPB yang digunakan pada proses pengemasan yaitu pada parameter fisik kemasan, batas kritisnya adalah tidak ada yang bocor / kemasan tertutup rapat. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah penggunaan sealer secara tepat sehingga kemasan
95
tertutup rapat. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapkan pada proses pengemasan adalah pengulangan penggunaan sealer apabila belum tertutup rapat dan pengemasan ulang apabila diperoleh kemasan yang rusak. 12) Penyimpanan Konsep CPPB yang digunakan pada proses penyimpanan yaitu pada parameter cara penyimpanan, batas kritisnya adalah suhu -18oC. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah penyimpanan dalam freezer suhu -18oC, pemeriksaan rutin ruang dan suhu penyimpanan dan pengontrolan alat/mesin pendingin. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah pengaturan suhu ruang penyimpanan tetap pada suhu -18oC. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapkan pada proses penyimpanan adalah pengaturan mesin pendingin, perbaikan mesin dan mengganti yang rusak, serta penggantian alat/mesin penyimpanan jika masih didapati suhu ruang penyimpanan dibawah -18oC. 3. Pengendalian Mutu Produk Akhir Pengendalian mutu produk akhir merupakan hal penting agar kualitas produk tetap terjamin keamanan pangannya yaitu cemaran yang terdapat produk tidak melebihi batas aman yang sudah ditentukan dan dapat diterima konsumen dengan baik serta memenuhi karakteristik mutu yang ditentukan. Dalam pengendalian mutu produk akhir ini dilakukan beberapa analisa yang hasilnya akan dibandingkan dengan SNI Nomor 7757:2013 yang merupakan standar mutu otak-otak ikan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil uji otak-otak ikan lele yang ada di UKM “Al-Fadh” dapat masuk standar parameter SNI dan jurnal penelitian atau tidak. Analisa uji yang dilakukan antara lain kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan uji salmonella. a. Evaluasi Pengujian produk otak-otak ikan lele dilakukan menggunakan tiga sampel dalam satu hari produksi dan dilakukan sebanyak dua kali
96
ulangan. Untuk lebih jelasnya hasil pengujian produk akhir otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Tabel 4.27 Tabel 4.27 Evaluasi Mutu Produk Akhir Otak-otak Ikan Lele Parameter
Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Salmonella
Standar (SNI 7757 : 2013)
Aktual
Maks. 60% Maks. 2% Min. 5% Maks. 16% Negatif
60,72% 1,53% 4,43% 9,73% Negatif
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan Tabel 4.27 diatas hasil analisa kimiawi yang terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan salmonella belum sepenuhnya memenuhi standar SNI 7757 : 2013. Parameter uji yang sudah sesuai adalah analisa kadar abu, kadar lemak, dan salmonella. Sedangkan parameter yang belum memenuhi standar SNI 7757 : 2013 adalah analisa kadar air dan kadar protein. 1) Kadar air Kandungan kadar air pada bahan makanan menetukan daya umur simpan dan daya tahan terhadap serangan mikroba pada produk otak-otak ikan lele. Oleh karena itu, untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis suatu bahan itu sendiri (Winarno, 2002). Pada pengujian kadar air otak-otak ikan lele menggunakan metode
thermogravimetri
wet
basis.
Prinsipnya
adalah
menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan dan selanjutnya menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air dalam bahan sudah diuapkan. Dari hasil analisis pengujian kadar air otak-otak ikan lele UKM “Al-Fadh” diperoleh kadar air sebesar 60,72%. Kadar air produk otak-otak ikan lele ini masih sedikit diatas kadar air maksimal pada persyaratan SNI 7757 : 2013 yaitu maksimal 60%. Dari hasil uji kadar air otak-otak ikan
97
lele yang didapat belum memenuhi standar SNI 7757 : 2013 yang ditetapkan. Kadar air dalam otak-otak ikan lele dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu pengemasan, penyimpanan, dan keadaan saat transportasi. 2) Kadar abu Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat pada suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-6000C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30 menit (Sudarmadji, 1996). Pada pengujian kadar abu otak-otak ikan lele menggunakan metode pengabuan kering. Prinsipnya adalah produk otak-otak ikan lele diabukan dengan menggunakan tanur dengan suhu 500-6000C selama 6 jam sampai berwarna putih dan selanjutnya menimbang bahan sampai berat konstan. Dari hasil analisis pengujian kadar abu otak-otak ikan lele UKM “Al-Fadh” diperoleh kadar abu sebesar 1,53%. Kadar abu produk otak-otak ikan lele ini masih dibawah kadar abu maksimal pada SNI yaitu sebesar 2%. Dari hasil uji kadar abu otak-otak ikan lele yang didapat sudah memenuhi standar dari SNI 7757 : 2013. Kadar abu dalam otakotak ikan lele dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu masih tertinggalnya duri pada daging ikan lele serta kebersihan alat pada proses pengolahan otak-otak ikan lele.
98
3) Kadar protein Protein merupakan salah satu jenis zat penting yang dibutuhkan oleh tubuh hewan maupun manusia. Ditinjau dari asalnya protein ada dua macam yaitu protein nabati dan protein hewani. Protein hewani berkualitas lebih baik karena susunan asam amino esensialnya lebih berimbang. Protein nabati mengandung lisin dan metionin yang rendah, kualitasnya dapat diperbaiki dengan menambahkan protein hewani, lisin, dan metionin sintesis atau mengkombinasikannya dengan biji-bijian maupun padi-padian (Kurniati, 2009). Pada
pengujian
kadar
protein
otak-otak
ikan
lele
menggunakan metode kjeldahl. Prinsipnya adalah otak-otak ikan lele didestruksi dengan H2SO4 akan membentuk (NH4)2SO4. Amonium sulfat tersebut dalam proses destilasi akan melepas NH3 yang akan ditampung dan diikat oleh larutan asam klorida, amonium klorida dititrasi dengan standar basa. Dari hasil analisis pengujian kadar protein otak-otak ikan lele UKM “Al-Fadh” diperoleh kadar protein sebesar 4,43%. Kadar protein produk otakotak ikan lele ini dibawah kadar protein minimal pada SNI 7757 : 2013 yaitu sebesar 5%. Dari hasil uji kadar protein otak-otak ikan lele yang didapat belum memenuhi SNI 7757 : 2013. Kadar protein dalam otak-otak ikan lele dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu terlalu sedikit ikan lele yang ditambahkan ke dalam produk otakotak ikan lele sehingga didapat kadar protein yang sedikit serta penggunaan tepung tapioka dengan kadar protein yang rendah. 4) Kadar lemak Lemak adalah senyawa ester dari gliserol dan asam lemak. Namun lemak yang ada dalam jaringan, baik hewan maupun tanaman, juga disertai dengan senyawa lain seperti posfolopoda, sterol dan beberapa pigmen. Dalam analisis kadar lemak, seringkali disebut sebagai analisis “lemak kasar”, karena selain asam lemak
99
terikut pula senyawa-senyawa lain. Penentuan kadar lemak dengan metode soxhlet diperoleh dari berat residu dalam thimble sesudah ekstraksi berakhir dan sudah dikeringkan sampai berat konstan. Selisih bobot sampel sebelum dan bobot residu sesudah ekstraksi dan sudah dikeringkan merupakan lemak yang ada dalam bahan (Legowo, 2004). Pada
pengujian
menggunakan metode
kadar
lemak
otak-otak
ekstraksi soxhlet.
ikan
lele
Prinsipnya adalah
ekstraksi menggunakan pelarut non polar sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Dari hasil analisis pengujian kadar lemak otak-otak ikan lele UKM “Al-Fadh” diperoleh kadar lemak sebesar 9,73%. Kadar lemak produk otak-otak ikan lele ini masih dibawah kadar air maksimal pada persyaratan SNI 7757 : 2013 yaitu maksimal 16%. Dari hasil uji kadar lemak otak-otak ikan lele yang didapat sudah memenuhi standar SNI 7757 : 2013 yang ditetapkan. Kadar lemak dalam otak-otak ikan lele dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu proses pengolahan terutama yang melibatkan penggunaan minyak goreng atau tidak dan penggunaan santan. 5) Salmonella Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (2009), bahan pangan ikan dan produk olahan hasil perikanan tidak boleh mengandung bakteri Salmonella karena sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu persyaratan mutu dan keamanan pangan untuk cemaran bakteri jenis Salmonella harus negatif pada otak-otak ikan lele yang tercantum dalam SNI 7757 : 2013. Prinsip pengujian bakteri Salmonella yaitu contoh/sampel yang akan diuji ditumbuhkan terlebih dahulu pada media pengkayaan, kemudian dideteksi dengan menumbuhkannya pada media agar selektif. Dari hasil analisis pengujian bakteri Salmonella pada otak-otak ikan lele
100
UKM “Al-Fadh” dihasilkan negatif Salmonella, sehingga sudah memenuhi standar SNI 7757 : 2013 yang ditetapkan. b. Konsep Konsep CPPB pada produk akhir otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Tabel 4.28. Berdasarkan Tabel 4.28 konsep CPPB pada parameter kadar air adalah batas kritisnya maksimal 60% untuk setiap produk otak-otak ikan lele. Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah pengemasan dalam kondisi yang tertutup rapat dan penyimpanan produk pada suhu -180C. Sedangkan tindakan koreksi yang dilakukan adalah pengemasan ulang jika terjadi kebocoran pada kemasan dan pemantauan suhu tempat penyimpanan produk. Konsep CPPB pada parameter kadar abu adalah batas kritisnya maksimal 2% untuk setiap produk otak-otak ikan lele. Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah kebersihan alat dalam proses pengolahan selalu dijaga. Sedangkan tindakan koreksi yang dilakukan adalah alat yang digunakan dalam pengolahan selalu dicuci bersih dengan sabun setelah digunakan. Konsep CPPB pada parameter kadar protein adalah batas kritisnya minimal 5% untuk setiap produk otak-otak ikan lele. Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah penambahan daging ikan lele lebih banyak. Sedangkan tindakan koreksi yang dilakukan adalah penambahan kembali daging ikan lele. Konsep CPPB pada parameter kadar lemak adalah batas kritisnya maksimal 16% untuk setiap produk otak-otak ikan lele. Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah penggunaan santan yang sesuai standar. Sedangkan tindakan koreksi yang dilakukan adalah dijual dengan harga yang murah. Konsep CPPB pada parameter Salmonella adalah batas kritisnya adalah negatif Salmonella untuk setiap produk otak-otak ikan lele. Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah penggunaan sumber air
101
yang bersih, pemantauan suhu dan waktu perebusan, memastikan kemasan dapat menutup rapat produk dengan sempurna, kondisi pengemas yang digunakan utuh dan bersih, pemantauan kondisi lingkungan pada saat proses pengemasan dan penyimpanan dilakukan pada suhu -18oC. Sedangkan tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggunaan sumber air lain apabila tidak memenuhi persyaratan, penggunaan alat perebusan yang dilengkapi dengan pengatur suhu, menggunakan pengemas vacuum pack, dilakukan pembersihan kembali alat-alat yang digunakan dalam pengolahan, kondisi lingkungan tempat penyimpanan dipastikan bebas dari cemaran dan mengatur suhu penyimpanan secara tepat.
102
Tabel 4.28 Konsep CPPB Pada Produk Akhir Otak-otak Ikan Lele Parameter
Batas Kritis
Tindakan Pengendalian
Kadar air
Maks. 60%
Kadar abu
Maks. 2%
Kadar protein
Min. 5%
Kadar lemak
Maks. 16%
Salmonella
Negatif
Tindakan Koreksi
- Kondisi pengemasan - Pengemasan ulang jika tertutup rapat terjadi kebocoran pada - Penyimpanan produk kemasan - Pemantauan suhu pada suhu -18oC tempat penyimpanan produk - Kebersihan alat dalam - Alat yang digunakan proses pengolahan dalam pengolahan selalu dijaga selalu dicuci bersih dengan sabun setelah digunakan - Penambahan daging -Penambahan kembali ikan lele lebih banyak daging ikan lele - Penggunaan santan - Dijual dengan harga sesuai dengan standar yang murah - Penggunaan sumber - Penggunaan air dari sumber lain apabila air yang bersih memenuhi - Pemantauan suhu dan tidak persyaratan waktu perebusan - Memastikan kemasan - Penggunaan alat perebusan yang dapat menutup rapat dilengkapi dengan produk dengan pengatur suhu sempurna - Menggunakan - Kondisi pengemas pengemas vacuum pack yang digunakan utuh - Dilakukan pembersihan dan bersih kembali alat-alat yang - Pemantauan kondisi digunakan dalam lingkungan pada saat pengolahan proses pengemasan - Kondisi lingkungan - Penyimpanan dilakukan pada suhu - tempat penyimpanan dipastikan bebas dari 18oC cemaran - Mengatur suhu penyimpanan secara tepat
4. Kemasan a. Evaluasi Berdasarkan hasil pengamatan, kemasan yang digunakan sebagai bahan pengemas otak-otak Ikan lele di UKM “Al-Fadh” ini menggunakan plastik PP 0,08 mm. Terdapat 2 macam
kemasan
produk otak-otak ikan lele yaitu kemasan yang ditimbang dengan berat 103
150 g dan 250 g. Proses pengemasan dilakukan setelah otak-otak ikan lele benar-benar sudah dingin dengan tujuan menghindari adanya uap air
dalam
kemasan.
Proses
pengemasan
dilakukan
dengan
menggunakan alat sealer. Kondisi kemasan otak-otak ikan lele di UKM “Al-Fadh” dapat dilihat pada Gambar 4.40
Gambar 4.40 Kondisi Kemasan Otak-otak Ikan Lele di UKM “Al-Fadh” b. Konsep Otak-otak ikan lele merupakan produk semi basah yang memerlukan kemasan tertentu untuk memperpanjang umur simpannya. Oleh karena itu dengan penggunaan plastik PP 0,08 mm sebagai kemasan dari otak-otak ikan lele sudah baik karena plastik PP 0,08 mm memiliki karakteristik barier terhadap oksigen dan uap air serta tahan lama. J. Pelabelan Pangan 1. Evaluasi Berdasarkan hasil pengamatan, label pangan yang terdapat di UKM “Al-Fadh” adalah nama produk, nama dan alamat UKM, komposisi bahan, berat bersih, tanggal kadaluwarsa. Kondisi label otak-otak ikan lele di UKM “Al-Fadh” dapat dilihat pada Gambar 4.41.
104
Gambar 4.41 Kondisi Label Otak-otak Ikan Lele di UKM “Al-Fadh” 2. Konsep Berdasarkan hasil pengamatan, kondisi label produk pangan yang terdapat di UKM “Al-Fadh” belum sesuai dengan BPOM (2012), yaitu kemasan pangan dari UKM diberi label yang jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen dalam memilih, menangani, menyimpan, mengolah dan mengonsumsi pangan. Label pangan UKM harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan atau perubahannya dan peraturan lainnya tentang label dan iklan pangan. Label pangan sekurang-kurangnya memuat : a. Nama produk sesuai dengan jenis pangan UKM yang ada di Peraturan Kepala Badan POM HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. b. Daftar bahan atau komposisi yang digunakan c. Berat bersih atau isi bersih d. Nama dan alamat UKM e. Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa f. Kode produksi g. Nomor P-IRT Label pangan UKM tidak boleh mencantumkan klaim kesehatan atau klaim gizi.
105
K. Pengawasan Oleh Penanggung Jawab 1. Evaluasi Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik UKM “Al-Fadh”, pengawasan oleh penanggung jawab di UKM “Al-Fadh” dilakukan oleh pemilik UKM tersebut. Pemilik memiliki pengetahuan tentang prinsipprinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan sehingga keamanan pangan terjamin. Tetapi pemilik jarang melakukan pengawasan langsung secara rutin mengenai pengawasan bahan baku yang digunakan dan pengawasan proses produksi otak-otak ikan lele. 2. Konsep Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik UKM “Al-Fadh”, pengawasan oleh penanggung jawab di UKM “Al-Fadh” belum sesuai dengan BPOM (2012), yaitu seorang penanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh tahap proses produksi serta pengendaliannya untuk menjamin dihasilkannya produk pangan yang bermutu dan aman. Penanggung jawab minimal harus mempunyai pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses produksi pangan yang ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (Sertifikat PKP). Akan tetapi, penanggung jawab seharusnya melakukan pengawasan secara rutin yang mencakup pengawasan bahan, pengawasan proses dan penanggung jawab seharusnya melakukan tindakan koreksi atau pengendalian jika ditemukan adanya penyimpangan atau ketidaksesuaian terhadap persyaratan yang ditetapkan. L. Penarikan Produk 1. Evaluasi Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik UKM “Al-Fadh”, penarikan produk dari peredaran atau pasaran di UKM “Al-Fadh” dilakukan apabila produk yang beredar menimbulkan penyakit/keracunan pangan dan tidak sesuai dengan standar yang ditentukan. Pemilik juga
106
melakukan pemusnahan apabila diperoleh produk otak-otak ikan lele yang dapat membahayakan kesehatan konsumen. 2. Konsep Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik UKM “Al-Fadh”, pengawasan oleh penanggung jawab di UKM “Al-Fadh” sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit/keracunan pangan atau karena tidak memenuhi persyaratan/peraturan perundang-undangan di bidang pangan. Tujuannya adalah
mencegah
timbulnya
korban
yang
lebih
banyak
karena
mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan dan atau melindungi masyarakat dari produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan. Pemilik UKM harus menarik produk pangan dari peredaran jika diduga menimbulkan penyakit/keracunan pangan dan tidak memenuhi persayaratan peraturan perundang-undangan di bidang pangan. Pemilik UKM harus menghentikan produksinya sampai masalah terkait diatasi. Produk lain yang dihasilkan pada kondisi yang sama dengan produk penyebab bahaya seharusnya ditarik dari peredaran /pasaran. Pemilik UKM seharusnya melaporkan penarikan produknya, khususnya yang terkait dengan keamanan pangan ke Pemerintah Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat. Pangan yang terbukti berbahaya bagi konsumen harus dimusnahkan. Penanggung jawab UKM dapat mempersiapkan prosedur penarikan produk pangan. M. Pencatatan dan Dokumentasi 1. Evaluasi Berdasarkan hasil pengamatan di UKM “Al-Fadh”, pencatatan dan dokumentasi mengenai proses produksi dan distribusi di UKM “Al-Fadh” belum berjalan cukup baik yaitu pemilik hanya melakukan pencatatan bahan baku dan bahan penolong memuat nama bahan, dan pada produk
107
akhir otak-otak ikan lele memuat nama jenis produk, tanggal kadaluarsa dan jumlah produksi. 2. Konsep Berdasarkan hasil pengamatan di UKM “Al-Fadh”, pencatatan dan dokumentasi mengenai proses produksi dan distribusi di UKM “Al-Fadh” belum sesuai dengan BPOM (2012), yaitu pencatatan dan dokumentasi yang baik diperlukan untuk memudahkan penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi dan distribusi, mencegah produk melampaui
batas
kadaluwarsa,
meningkatkan
keefektifan
sistem
pengawasan pangan. Pemilik sudah mencatat dan mendokumentasikan penerimaan bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), dan bahan penolong sekurang-kurangnya memuat nama bahan, jumlah, tanggal pembelian, nama dan alamat pemasok. Produk akhir sekurang-kurangnya memuat nama jenis produk, tanggal produksi, kode produksi, jumlah produksi dan tempat distribusi/penjualan, penyimpanan, pembersihan dan sanitasi, pengendalian hama, kesehatan karyawan, pelatihan, distribusi dan penarikan produk dan lainnya yang dianggap penting. Catatan dan dokumen dapat disimpan selama 2 (dua) kali umur simpan produk pangan yang dihasilkan. Catatan dan dokumen yang ada sebaiknya dijaga agar tetap akurat dan mutakhir. N. Pelatihan Karyawan 1. Evaluasi Pemilik UKM “Al-Fadh” sudah pernah mengikuti penyuluhan tentang Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Usaha Kecil Menengah sehingga dapat memproduksi pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Pemilik juga mengajarkan kepada karyawan tentang penerapan CPPB di UKM. 2. Konsep Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik UKM “Al-Fadh”, pelatihan karyawan yang dilakukan oleh pemilik UKM sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu pimpinan dan karyawan UKM harus
108
mempunyai pengetahuan dasar mengenai prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses Pengolahan pangan yang ditanganinya agar mampu mendeteksi resiko yang mungkin terjadi dan bila perlu mampu memperbaiki penyimpangan yang terjadi serta dapat memproduksi pangan yang bermutu dan aman. Pemilik/penanggung jawab harus sudah pernah mengikuti penyuluhan tentang Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Usaha Kecil Menengah (CPPB-UKM). Pemilik/ penanggung jawab tersebut harus menerapkannya serta mengajarkan pengetahuan dan keterampilannya kepada karyawan yang lain.
109