BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif merupakan statistik yang berfungsi untuk memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi dan untuk mengetahui nilai rata-rata (mean), minimum, maksimum, dan standar deviasi dari variabel-variabel yang diteliti. Berikut hasil uji statistik deskriptif yang telah diperoleh dan dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Std. Deviation
Mean
OGC
84
9.7278
12.2696
11.186931
.6997623
KAP
84
0
1
.50
.503
Sales_Growth
84
-518
11
-5.92
56.565
GC
84
9.5852
12.5064
11.058090
.7573877
Valid N (listwise)
84
Sumber: Data sekunder yang diolah SPSS 20.0
44
45
Berikut ini merupakan hasil analisis dari tabel tersebut: a. Dari tabel Deskriptif Statistik variabel opini audit going concern (OGC), dapat dilihat hasil output olahan SPSS menunjukkan bahwa jumlah observasi (N) pada penelitian ini adalah 84 dengan nilai minimum 9.7278 yang dihasilkan oleh PT Prydam Farma Tbk. dan nilai maksimum 12.2696 yang dihasilkan oleh PT Mayora Indah Tbk. serta memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 11.186931 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,6997623. b. Variabel Reputasi KAP (KAP) merupakan variable dumy dengan nilai 0 dan nilai 1. Nilai 0 dimiliki oleh 42 perusahaan dan nilai 1 dimiliki oleh 42 perusahaan. Rata-rata untuk variable reputasi KAP menunjukan angka 0,50. Hal ini mengindikasikan bahwa 50% perusahaan dari data penelitian ini di audit oleh KAP yang berafiliasi big4 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,503. c. Dari tabel
Deskriptif Statistik
variabel pertumbuhan perusahaan
(Sales_Growth), dapat dilihat hasil output olahan SPSS menunjukkan bahwa jumlah observasi (N) pada penelitian ini adalah 84 dengan nilai minimum -518 yang dihasilkan oleh PT Gudang Garam Tbk. dan nilai maksimum 11 yang dihasilkan oleh PT Mandom Indonesia Tbk. serta memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar -5.92 dengan nilai standar deviasi sebesar 56.565. d. Dari tabel Deskriptif Statistik variabel Opini tahun sebelumnya (GC), dapat dilihat hasil output olahan SPSS menunjukkan bahwa jumlah observasi (N) pada penelitian ini adalah 84 dengan nilai minimum 9.5852
46
yang dihasilkan oleh PT Merck Tbk. dan nilai maksimum 12.5064 yang dihasilkan oleh PT Gudang Garam Tbk. serta memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 11.058090 dengan nilai standar deviasi sebesar 0.7573877. B. Uji Asumsi dan Kualitas Instrumen Penelitian Untuk menguji kelayakan model regresi yang digunakan, maka harus terlebih dahulu memenuhi uji asumsi klasik. Adapun uji asumsi klasik pada penelitian ini yaitu uji normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data yang normal atau mendekati normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov, jika probabilitas lebih besar dari pada alpa (α = 0,05) maka asumsi normalitas terpenuhi (Ghozali, 2011).
47
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N
26 Mean
Normal Parametersa,b
0E-7
Std. Deviation
Most Extreme Differences
.30749316
Absolute
.139
Positive
.139
Negative
-.072
Kolmogorov-Smirnov Z
.711
Asymp. Sig. (2-tailed)
.693
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa Asymp.Sig. (2-tailed) Unstandardsized Residual sebesar 0,693 yang berarti nilainya lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data pada penelitian ini berdistribusi normal. Oleh karena itu, data ini telah memenuhi asumsi normalitas dan dapat dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan analisis regresi. 2. Uji Multikolinearitas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
indepenen.
Untuk
mendeteksi
ada
atau
tidaknya
48
multikolonieritas di dalam model regrasi dapat dilihat dari nilai tolerance dan
variance inflation factor (VIP). Jika nilai tolerance
diatas 0,1 atau VIF dibawah 10, maka model regresi dinyatakan tidak ada multikolinearitas antar variabel dalam model regresi . Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas a
Coefficients Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
t
Sig.
Collinearity Statistics
Coefficients B (Constant)
Std. Error 1.076
1.183
KAP
.033
.129
Sales_Growth
.027
GC
.912
Beta
Tolerance
VIF
.909
.373
.024
.255
.801
.987
1.013
.065
.043
.410
.686
.775
1.290
.106
.916
8.599
.000
.767
1.303
a. Dependent Variable: OGC
Berdasarkan table 4.3 dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinieritas antara variabel independen yang diindikasikan dari nilai tolerance setiap variabel lebih besar dari 0,10 dan nilai Variance Inflation Factor ( VIF) lebih kecil dari 10. 3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mendeteksi autokorelasi digunakan Run Test. Jika antar residual tidak
49
terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak (sistematis). a) Jika residual (res_1) random acak, signifikan > 0,05 b) Jika residaul (res_1) tidak random, signifikan < 0,05 (Ghozali, 2011). Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi Runs Test Unstandardized Residual a
Test Value
-.03681
Cases < Test Value
13
Cases >= Test Value
13
Total Cases
26
Number of Runs
15
Z
.200
Asymp. Sig. (2-tailed)
.841
a. Median
Sumber: Data sekunder yang diolah SPSS 20.0
Hasil Runt test menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0.05 dengan demikian, data yang dipergunakan cukup random sehingga tidak terdapat masalah autokorelasi pada data yang diuji. 4. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
50
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat Grafik Scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID, dimana sumbu Y adalah prediksi dan sumbu X adalah residual. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Sedangkan jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2011). Gambar 4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Data sekunder yang diolah SPSS 20.0
51
Dari hasil olah data table 4.5 diatas, terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik diatas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat dikatakan bahwa model regresi yang digunakan layak untuk diteliti karena tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi ini. C. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis ialah prosedur yang memungkinkan keputusan dapat dibuat, yaitu keputusan untuk menolak atau menerima hipotesis yang sedang dipersoalkan/diuji. 1. Uji Koefisien Determinan (R2) Koefisien Determinasi (R2) mengukur seberapa jauh pengaruh kemampuan
variabel
independen
dalam
menjelaskan
variabel
dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2011).
52
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Koefisien Deteminasi Model Summaryb Model
1
R
.899
R Square
a
.808
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate .782
.3277888
a. Predictors: (Constant), KAP, Sales_growth, GC b. Dependent Variable: OGC Sumber: Data sekunder yang diolah SPSS 20.0
Berdasarkan table 4.6 dapat diketahui bahwa nilai R Square sebesar 0,808 atau 80,8%. Hal ini berarti bahwa 80,8% variasi Opini Going Concern dapat dijelaskan oleh variabel independen Reputasi KAP, Pertumbuhan Perusahaan dan Opini Audit Tahun Sebelumnya. Sedangkan sisanya 19,2% (100% - 80,8%) dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Standard Error of The Estimate sebesar 0,3277888, semakin kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen. Koefisien Relasi (R) sebesar 0,899 menunjukkan bahwa hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen adalah kecil karena memiliki nilai koefisien relasi kurang dari 0,5. 2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
53
variabel dependen atau terikat. Dalam pengujian ini menggunakan ukuran secara bebas dengan signifikan sebesar 0,05. Berdasarkan hasil pengolahan data, maka diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Uji-F ANOVAa Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
9.977
3
3.326
Residual
2.364
22
.107
12.341
25
Total
F 30.953
Sig. .000
a. Dependent Variable: OGC b. Predictors: (Constant), GC, KAP, Sales_Growth
Dari hasil analisis regresi dapat diketahui bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai F hitung sebesar 30.953 dengan probabilitas 0,000. Karena probabilitas lebih kecil dari 0,05 atau 5% maka dapat dikatakan bahwa Reputasi KAP, Pertumbuhan Perusahaan dan Opini Audit Tahun Sebelumnya secara bersama-sama berpengaruh terhadap Opini Audit Going Concern. 3. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individu dalam menjelaskan variasi variabel dependen.
b
54
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Regresi Parsial (Uji-t)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
t
Sig.
Coefficients Std. Error
B (Constant)
1.076
1.183
KAP
.033
.129
Sales_Growth
.027
GC
.912
Beta .909
.373
.024
.255
.801
.065
.043
.410
.686
.106
.916
8.599
.000
1
a. Dependent Variable: OGC Sumber: Data sekunder yang diolah SPSS 20.0
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka tabel diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengaruh Reputasi KAP (X1) terhadap Opini Audit Going Concern Dari tabel uji–t yang telah dilakukan pada variable Reputasi KAP pada kolom sig tabel diatas sebesar 0,801. Hal ini berarti nilai probabilitas > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial Reputasi KAP tidak signifikan mempengaruhi Opini Audit Going Concern. 2. Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan (X2) terhadap Opini Audit Going Concern. Dari tabel uji–t yang telah dilakukan pada variable Pertumbuhan Perusahaan pada kolom sig tabel diatas sebesar 0,686. Hal ini berarti nilai probabilitas > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
55
secara
parsial
Pertumbuhan
Perusahaan
tidak
signifikan
mempengaruhi Opini Audit Going Concern. 3. Pengaruh Opini Audit Tahun Sebelumnya (X3) terhadap Opini Audit Going Concern. Dari tabel uji–t yang telah dilakukan pada variable Opini Audit Tahun Sebelumnya pada kolom sig tabel diatas sebesar 0,000. Hal ini berarti nilai probabilitas < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial Opini Audit Tahun Sebelumnya signifikan mempengaruhi Opini Audit Going Concern. 4. Analisis Regresi Berganda Dengan melihat tabel 4.8 di atas, dapat disusun persamaan regresi berganda sebagai berikut: OGC = α + β1KAPi + β2Sales_Growthi + β3GCi + e OGC = 1.076 + 0,033 KAP + 0,027 Sales_Growth + 0,912 GC + e Keterangan : α = Konstanta OGC = Opini Audit Going Concern Sales_Growth = Sales Growth (Pertumbuhan perusahaan) GC = Opini Audit Tahun Sebelumnya e = Error
56
Persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Konstanta sebesar 1,076 menunjukkan bahwa apabila variabel independen yaitu reputasi KAP, pertumbuhan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya dianggap konstan, maka nilai variabel dependen yaitu opini audit going concern adalah sebesar 1,076. 2. Koefisien
regresi variabel reputasi KAP
sebesar 0,033
menunjukkan bahwa apabila reputasi KAP mengalami peningkatan sebesar 1 satuan sedangkan variabel lainnya dianggap konstan, maka opini audit going concern akan mengalami kenaikan sebesar 0,071. Koefisien bernilai positif hal ini berarti semakin meningkat reputasi KAP maka semakin meningkat pula opini audit going concern. Begitupun sebaliknya. 3. Koefisien
regresi
variabel
pertumbuhan
perusahaan
(Sales_Growth) sebesar 0,027 menunjukkan bahwa apabila pertumbuhan perusahaan mengalami peningkatan sebesar 1 satuan sedangkan variabel lainnya dianggap konstan, maka opini audit going concern akan mengalami kenaikan sebesar 0.027. Koefisien bernilai positif hal ini berarti semakin meningkat pertumbuhan perusahaan maka semakin meningkat pula opini audit going concern. 4. Koefisien regresi variabel opini audit tahun sebelumnya sebesar 0,912 menunjukkan bahwa apabila opini audit tahun sebelumnya mengalami peningkatan sebesar 1 satuan sedangkan variabel
57
lainnya dianggap konstan maka opini audit going concern akan mengalami kenaikan sebesar 0.912. Koefisien bernilai positif hal ini berarti semakin meningkat opini audit tahun sebelumnya maka semakin meningkat pula opini audit going concern. D. Pembahasan 1. Pengaruh Reputasi KAP Terhadap Opini Audit Going Concern. Berdasarkan hasil uji t (parsial) pada model regresi, diperoleh nilai signifikansi variabel reputasi KAP sebesar 0,801 > 0,05 (taraf signifikansi). Maka dapat disimpulkan bahwa H1 ditolak yang artinya reputasi KAPreputasi KAP tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Berbeda dengan hasil penelitian Indira Januarti dan Eko Budi Setyarno (2006) yang menunjukan hasil yang positif dan signifikan, dimungkinkan karena argument bahwa auditor yang berskala big4 memiliki insentif lebih untuk mendeteksi dan melaporkan masalah going concern kliennya. Temuan ini mendukung Arga dan Linda (2007) dan Ramadhany (2004) dengan menggunakan proksi skala auditor ukuran KAp yaitu berafiliasi Big4 dan non Big. Temuan tersebut menghasilkan pengujian hipotesis yaitu variabel reputasi KAP tidak berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern. Auditor yang mempunyai kualitas audit baik lebih cenderung akan mengeluarkan opini audit going concern
apabila klien terdapat masalah
mengenai kelangsungan hidupnya (Arga dan Linda 2007). Hasil temuan ini mendukung teori bahwa sebagai auditor yang independen dipastikan akan melaksanakan tugasnya dengan professional. Hal
58
ini untuk mendorong kepercayaan masyarakat bahwa KAP yang tidak berafiliasi Big4 dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan professional. Selain itu auditor yang tidak berafiliasi Big4 dalam pelaksanaan tugasnya dapat bersifat objektif dalam memeriksa laporan keuangan kliennya. 2. Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern Berdasarkan hasil uji t (parsial) pada model regresi, diperoleh nilai signifikansi variabel pertumbuhan perusahaan sebesar 0,686 > 0,05 (taraf signifikansi). Maka dapat disimpulkan bahwa H2 ditolak yang artinya pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Hal ini dikarenakan laba yang didapat oleh sektor manufaktur didapat dari penjualan produk yang dilakukan dengan cara tunai maupun kredit, meskipun penjualan meningkat dan laba meningkat, tetapi perusahaan belum mampu melunasi hutang kepada pihak kreditur. Sehingga akhirnya akan menimbulkan kesulitan likuiditas yang mengakibatkan operasional perusahaan terganggu dan opini audit going concern akan diberikan oleh auditor (Fanny dan Saputra 2005). Temuan empiris pada penelitian ini konsisten pada penelitian Fanny dan Saputra (2005) yang menemukan bukti bahwa rasio pertumbuhan yang menggunakan sales growth tidak berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Hal ini terjadi karena pertumbuhan asset perusahaan tidak diikuti dengan kemampuan perusahaan unttuk menghasilkan laba serta meningkatkan saldo labanya. Hal ini terbukti bahwa
59
nilai koefisien variabel pertumbuhan perusahaan (Sales_growth) sebesar 0,010 dan nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,843 lebih besar dari 0,05. Pertumbuhan perusahaan digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industry maupun kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston & Copeland. Dalan Setyarno et.al 2006). hasil penelitian yang sama juga dilakukan ole Setyarno et.al (2006), Arga dan Linda (2007), serta Solikah (2007) yang menggunakan sales growth sebagai proksi dalam mengukur pertumbuhan perusahaan. Jika pertumbuhan penjualan lebih kecil dibandingkan kenaikan biayanya maka laba yang didapat tentunya akan negative, hal ini mengakibatkan sales growth tidak dapat memprediksi kemungkinan penerimaan opini audit going concern. 3. Pengaruh Opini Audit Tahun Sebelumnya terhadap Opini Audit Going Concern. Berdasarkan hasil uji t (parsial) pada model regresi, diperoleh nilai signifikansi variabel opini audit tahun sebelumnya sebesar 0,000 < 0,05 (taraf signifikansi). Maka dapat disimpulkan bahwa H1 diterima yang artinya opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap opini audit going concern. Hasil pengujian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Indira Januarti (2006) dengan didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Carcello dan Neal (2000) serta Rahmadhany (2004) memperkuat bukti mengenai opini audit going concern yang diterima tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Ada hubungan positif yang signifikan antara opini
60
audit going concern tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya auditor telah menerbitkan opini audit going concern, maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali opini audit going cocern pada tahun berikutnya. Auditee yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya akan dianggap memiliki masalah kelangsungan hidupnya, sehingga semakin besar kemungkinan bagi auditor untuk mengeluarkan opini audit going concern pada tahun berjalan. Perusahaan yang bermasalah akan mengalami permasalahan seperti, hilangnya kepercayaan publik sehingga akan semakin mempersulit manajemen perusahaan untuk mengatasi kesulitan yang ada (Ramadhany, 2004). Ramadhany (2004), Setyarno et al. (2007), Januarti dan Fitrianasari (2008), Fanny dan Saputra (2000), dan Januarti (2007) menemukan bukti bahwa opini audit tahun sebelumnya signifikan mempengaruhi penerimaan opini audit going concern. Hal ini menunjukan bahwa dengan auditee menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya, maka besar kemungkinaan auditee tersebut akan menerima opini audit serupa pada tahun berjalan.