BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang
Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus terdiri dari 20 genus plankton yang terbagi ke dalam 15 genus fitoplankton dan 5 genus zooplankton. Genus plankton tersebut berasal dari 2 kelas fitoplankton yaitu kelas Bacillariophyceae dan Cyanophyceae serta 3 kelas zooplankton yaitu kelas Ostrtracoda, Maxillopoda dan Branchiopoda (Tabel 1). Tabel 1. Komposisi Plankton Berdasarkan Kelas dan Genus
Jenis Fitoplankton
Zooplankton
Kelas
Jumlah Genus
Cyanophyceae
2
Bacillariophyceae
13
Ostrtracoda
1
Maxillopoda
2
Branchiopoda
2
Komposisi genus plankton yang teridentifikasi (Tabel 1) menunjukkan fitoplankton lebih banyak daripada zooplankton. Jumlah genus yang termasuk kedalam fitoplankton sebanyak 15 genus sedangkan genus yang termasuk kedalam zooplankton sebanyak 5 genus. Hal itu karena tambak udang Cibalong berada pada daerah dataran yang memiliki suhu yang baik untuk perkembangan fitoplankton. Hal ini dibuktikan dengan suhu di tambak udang Cibalong yang berkisar 27,6o C-32,5o C dengan rata-rata 29,67o C. Fitoplankton sendiri dapat tumbuh pada kisaran 200 C-30o C (Effendi 2003). Presentase genus fitoplankton yang ditemukan selama penelitian terdiri dari kelas Bacillariophyceae dengan nilai 86,76% sedangkan kelas Cyanophyceae hanya memiliki presentase yang kecil yaitu 13,33% (Gambar 4). Kelas Bacillariophyceae mempunyai kemampuan lebih baik untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya dibanding fitoplankton yang lain. Nontji (2008) menyatakan 21
22
bahwa Bacillariophyceae merupakan fitoplankton yang memiliki kemampuan fotosintesis yang sangat baik dan memiliki toleransi yang luas terhadap salinitas, suhu, unsur hara dan cahaya. Hal ini didukung dengan kualitas perairan tambak Cibalong yang mendukung untuk perkembangan kelas Bacillariophyceae antara lain kandungan silikat yang cukup besar diperairan tambak Cibalong yaitu berkisar 1,09–15,39 mg/L (Lampiran 5). Silikat merupakan salah satu unsur yang dibutuhkan fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae untuk membentuk dinding sel. Sebaran zooplankton di perairan tambak Cibalong tidak baik dan tidak merata. Zooplankton ditemukan dalam jumlah sedikit dan hanya terdapat pada beberapa stasiun saja (Lampiran 2). Presentase zooplankton yang ditemukan pada stasiun selama penelitian adalah kelas Maxillopoda dan Branchiopoda masingmasing memiliki presentase 40% serta kelas Ostrtracoda memiliki presentase 20% (Gambar 4). Pada saat pengambilan sampel tidak banyak ditemui karena waktu pengambilan sampel siang hari. Beberapa jenis zooplankton terutama dari jenis Crustacea memiliki respon negatif terhadap cahaya dan mencari perairan yang lebih dalam (Endrik 2006).
Fitoplankton 13.33%
86.67%
Cyanophyceae
Bacillariophyceae
Zooplankton 20.00% 40.00% 40.00%
Ostracoda Maxillopoda Branchiopoda
Gambar 4. Komposisi Kelas Fitoplankton dan Zooplankton Berdasarkan Genus
23
Kelimpahan plankton setiap stasiun selama penelitian di tambak udang Cibalong menunjukkan nilai yang berbeda-beda baik fitoplankton maupun zooplankton. Kelimpahan plankton dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kelimpahan Plankton Berdasarkan Kelas Pada Setiap Stasiun Penelitian Kelimpahan (individu/L) Organisme
1
2
3
4
Inlet
Outlet inlet outlet Inlet
Outlet Inlet Outlet
6
4
5
2
2
2
2
2
Bacillariophyceae 32
24
22
15
15
10
10
10
Jumlah
38
28
27
17
17
12
12
12
Branchiopoda
1
1
0
0
0
0
0
0
Ostrtracoda
0
0
0
0
0
0
0
0
Maxillopoda
2
1
0
0
2
0
1
0
Jumlah
3
2
0
0
2
0
1
0
Total
41
30
27
17
19
12
13
12
Fitoplankton Cyanophyceae
Zooplankton
Berdasarkan Tabel 2,
kisaran kelimpahan plankton di tambak udang
Cibalong adalah 12 individu/L sampai 41 individu/L. Kelas Bacillariophyceae memiliki nilai kelimpahan tertinggi dengan genus terbanyak yaitu Nitzschia yang tersebar disemua stasiun pengambilan sampel (Lampiran 2). Berdasarkan kelimpahan plankton tersebut, perairan tambak udang Cibalong termasuk dalam kategori perairan oligotropik. Menurut Lander (1978), perairan berdasarkan kelimpahan fitoplankton dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: 1.
Perairan Oligotrofik merupakan perairan yang kesuburannya rendah dengan kelimpahan fitoplankton 0-200 individu/L.
2.
Perairan Mesotrofik merupakan perairan yang mempunyai tingkat kesuburan sedang dengan kelimpahan fitoplankton antara 200-15000 individu/L.
3.
Perairan Eutrofik merupakan perairan yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi dengan kelimpahan fitoplankton lebih dari 15000 individu/L.
24
Kelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat pada stasiun 1 inlet yaitu 38 individu/L (Lampiran 2), hal tersebut disebabkan stasiun 1 inlet memiliki transparansi paling tinggi dibandingkan stasiun lainnya yaitu 40-52,5 cm (Lampiran 5), sehingga cahaya yang masuk ke perairan dan dibutuhkan bagi proses fotosintesis fitoplankton cukup (Howerton 2001). Kelimpahan zooplankton yang lebih banyak juga terdapat pada stasiun 1 inlet dengan jumlah rata-rata kelimpahan 3 individu/L. Kelimpahan fitoplankton yang ada lebih besar dibandingkan dengan kelimpahan zooplankton karena siklus reproduksi zooplankton lebih lambat dibandingkan dengan fitoplankton sehingga peningkatan zooplankton lebih lambat daripada fitoplankton. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Nielsen (1937) dalam Juliana (2007) mengenai Theory of Differential Growth atau teori perbedaan laju pertumbuhan, teori ini menyatakan meskipun zooplankton memakan fitoplankton tetapi untuk mencapai populasi yang melimpah akan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan de ngan fitoplankton. Hal ini disebabkan karena zooplankton memiliki siklus reproduksi yang lebih lama dibandingkan dengan fitoplankton (Juliana 2007). Nilai kelimpahan plankton yang ditemukan di perairan tambak udang Cibalong menunjukkan bahwa keberadaan plankton tidak cukup tersedia untuk dimanfaatkan sebagai sumber pakan karena nilainya kelimpahannya kecil (Lampiran 2). Berdasarkan data yang diperoleh saat penelitian, kelimpahan plankton cenderung menurun dari mulai pengambilan sampel pertama hingga ke-4 (Lampiran 2). Hal ini dimungkinkan terjadi karena kandungan nitrat yang juga dibutuhkan bagi kelangsungan hidup plankton cenderung mengalami penurunan dari mulai sampling ke-1 sampai sampling ke-4 (Lampiran 5). Berdasarkan analisis saluran pencernaan yang dilakukan Ardiyana (2013) pada sampel udang yang dibudidayakan di perairan tambak Cibalong, ditemukan kandungan makrozoobenthos sebesar 5% dan 95% merupakan pakan buatan. Tidak ditemukan plankton dalam saluran pencernaan udang. Hal ini menunjukkan bahwa berkurangnya kelimpahan plankton bukan karena faktor pemangsaan.
25
4.2
Indeks Diversitas (Keanekaragaman) Simpson Keanekaragaman plankton diukur dengan Indeks Simpson. Nilai indeks ini
berkisar antara 0-1. Nilai rata-rata indeks keanekaragaman disajikan pada Gambar 5 dan pada Lampiran 4.
Gambar 5. Nilai Indeks Keanekaragaman Simpson selama Penelitian
Ekosistem dikatakan baik jika mempunyai indeks diversitas Simpson antara 0,6 – 0,8 (Odum 1993). Menurut Magurran 1988 kestabilan ekosistem dikatakan baik baik jika mempunyai indeks keanekaragaman Simpson 0,6-0,8. Berdasarkan diagram (Gambar 4), nilai rata-rata indeks diversitas Simpson untuk fitoplankton berbeda pada setiap stasiun dengan kisaran yaitu 0,34–0,78. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan rata-rata indeks keanekaragaman fitoplankton berada pada kisaran baik di stasiun 1 inlet (0,72), 1 outlet (0,62), 4 inlet (0,65), 2 inlet (0,64) dan 2 (0,68) outlet namun pada stasiun yang lain cenderung menurun dan berada dibawah 0,6. Nilai rata-rata indeks diversitas Simpson zooplankton yang didapat berada pada kisaran 0–0,5. Hal ini terjadi karena jumlah genus yang ditemukan
26
cenderung sangat sedikit bahkan hanya ditemukan pada beberapa stasiun saja (Lampiran 2). Nilai rata-rata indeks keanekaragaman zooplankton yang diperoleh mengindikasikan
bahwa
komunitas
zooplankton
tersebut
mempunyai
keanekaragaman yang kurang baik karena sebaran individu yang tidak merata di setiap stasiun. Pada stasiun 2 nilai indeks keanekaragaman antara inlet dan outlet berbeda jauh karena saat pengambilan sampel sedang dilakukan pengurangan air yang mengakibatkan air mengalir menuju outlet. Aliran tersebut dapat mengakibatkan zooplankton terbawa arus menuju outlet sehingga kemungkinan zooplankton yang tersaring pada bagian outlet lebih banyak dibanding dengan bagian inlet.
4.3
Kurva ABC Kurva ABC digunakan untuk menganalisis ketersediaan plankton sebagai
pakan alami digunakan analisis kurva ABC dengan menggunakan data biomassa dan dibandingkan dengan nilai kelimpahan rata-rata setiap genus pada setiap stasiun selama 4 kali pengambilan sampel. Nilai total biomassa tertinggi terdapat pada stasiun 1 inlet yaitu 1985 μg sedangkan nilai biomassa terkecil terjadi pada stasiun 4 outlet yaitu 579 μg (Lampiran 6). Kelas Bacillariophyceae memiliki nilai biomassa tertinggi dibandingkan dengan kelas yang lain. Hal ini dikarenakan kelas Bacillariophyceae memiliki ukuran sel lebih besar dibanding kelas yang lain serta memiliki jumlah genus yang lebih banyak dibanding kelas yang lain selama penelitian. Genus yang memiliki nilai biomassa yang paling besar pada setiap stasiun pengambilan sampel adalah genus Nitzschia yang juga memiliki nilai kelimpahan rata-rata tertinggi dari genus lain. Berdasarkan data hasil analisis kurva ABC (Gambar 6) selama penelitian dari semua stasiun pengambilan sampel menunjukkan bahwa kurva nilai biomassa berada diatas kurva nilai kelimpahan untuk beberapa genus dan genus yang lain sejajar dengan nilai kurva kelimpahan. Jika dibandinkan dengan kebutuhan pakan per hari yang berjumlah 60 kg maka nilai biomassa yang terdapat pada semua stasiun sangat besar perbedaannya karena nilai biomassa tertinggi hanya 1985 μg. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan plankton dalam menunjang kegiatan
27
perikanan di tambak udang Cibalong dapat dikategorikan tidak tersedia untuk dijadikan sebagai sumber pakan alami karena hanya beberapa genus saja yang memiliki nilai biomassa tinggi. Wetzel (1983) menyebutkan bahwa biomassa diikuti dengan besarnya nutrient. Namun demikian rendahnya nilai kelimpahan plankton yang ditemukan di perairan tambak udang Cibalong menyebabkan plankton tidak dapat dijadikan sebagai alternatif pakan alami pada kegiatan budidaya udang.
Gambar 6. Kurva ABC Nilai Kelimpahan rata-rata dan Biomassa Plankton
Ket : K B
: Kelimpahan : Biomassa
28
4.4
Parameter Fisik dan Kimiawi Perairan Fosfat Nitrat dan Silikat Fosfat, nitrat dan silikat merupakan unsur yang sangat penting dalam suatu
ekosistem perairan. Ketiga unsur tersebut termasuk
limitting factors yang
digunakan untuk mendukung pertumbuhan biota air, terutama algae. Nilai fosfat, nitrat dan silikat selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Konsentrasi Nitrat, Fosfat dan Silikat selama penelitian
29
Nilai rata-rata nitrat di tambak udang Cibalong selama penelitian menunjukkan setiap stasiun berbeda dan memiliki konsentrasi yang cukup bervariasi dengan kisaran 0-6,8 mg/L (Lampiran 5). Nilai nitrat tertinggi terlihat pada stasiun 1 outlet pada saat sampling pertama atau saat kegiatan bud idaya dalam tahap persiapan. Sedangkan nilai rata-rata nitrat terkecil terjadi pada sampling ke-4 saat kegiatan budidaya dalam tahap pemeliharaan. Secara umum konsentrasi nitrat yang di peroleh pada setiap stasiun cukup baik, karena menurut Brotowidjoyo (1995) kadar nitrat normal di perairan berkisar antara 0,01-50 mg/L. Fosfat merupakan salah satu unsur esensial bagi pembentukkan protein, metabolisme sel organisme dan produktivitas perairan. Pengukuran fosfat selama penelitian di tambak udang Cibalong didapat berkisar antara 0-2 mg/L. Nilai fosfat cenderung bertambah selama kegiatan pemeliharaan. Nilai fosfat terendah yaitu 0 mg/L ditemukan pada stasiun 1 inlet, 1 outlet dan 3 inlet saat sampling pertama sedangkan nilai fosfat tertinggi ditemukan pada stasiun 4 outlet saat sampling ke-4 (Lampiran 5). Dilihat dari hasil pengukuran fosfat selama penelitian, menunjukkan bahwa hampir semua stasiun cukup mendukung pertumbuhan plankton secara optimal.
Effendi (2003)
menyatakan bahwa plankton
untuk
mencapai
pertumbuhan optimum diperlukan konsentrasi fosfat pada kisaran 0,27-5,51 mg/L dan akan menjadi faktor pembatas apabila kurang dari 0,02 mg/L. Kandungan silikat pada lokasi penelitian berkisar antara 2,24–15,39 mg/L. Menurut Raymont (1980) Bacillariophyceae
membutuhkan silikat untuk
pembentukan kerangka dinding selnya. Kandungan unsur silikat di tambak udang Cibalong mendukung pertumbuhan dan perkembangan plankton terutama kelas Bacillariophycae. Hal ini dapat dilihat dari jumlah dan rata-rata kelimpahan yang didominasi oleh fitoplankton dari kelas Bacillariophycae selama kegiatan penelitian. Menurut Wetzel (2001) Bacillriophycae tumbuh baik pada suhu 2030o C, kadar fosfat yang lebih kecil dari nitrat serta tingginya nilai Silikat.
30
Suhu Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian, suhu air pada masingmasing titik penelitian diketahui suhu pada perairan tambak udang Cibalong mendukung untuk pertumbuhan organisme akuatik yaitu berkisar antara 27,6o C– 32,5o C, dengan rata-rata 29,67o C (Lampiran 5). Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu bagi pertumbuhannya, diatom tumbuh baik pada suhu 20 o C30o C (Effendi 2003). Transparansi Transparansi perairan dipengaruhi oleh bahan-bahan
halus
yang
melayang- layang dalam air baik berupa bahan organik seperti plankton, jasad renik, detritus maupun berupa bahan anorganik seperti lumpur dan pasir (Hargreaves 1999). Standar transparansi air tambak udang sebelum tebar adalah 70–80 cm, sedangkan standar transparansi pada periode budidaya antara 30 cm 45 cm (Howerton 2001). Hasil penelitian pada semua stasiun menunjukkan transparansi air cukup baik dan berada pada kisaran 14-60 cm (Lampiran 5). Transparansi tertinggi terdapat pada stasiun 1 outlet saat periode awal tebar yaitu 60 cm, sedangkan transparansi air terendah yaitu 14 cm terjadi di stasiun 2 outlet pada sampling ke-4 atau pada periode budidaya. Salinitas Salinitas suatu perairan dapat ditentukan dengan menghitung jumlah kadar klor yang ada dalam suatu sampel (klorinitas). Salinitas air selama penelitian berkisar antara 13 ‰-26 ‰ dengan rata-rata 17,16 ‰ (Lampiran 5). Kisaran tersebut dapat dikategorikan layak untuk perkembangan organisme perairan baik plankton maupun udang karena udang mampu hidup pada salinitas 0,5 ‰ sampai 35 ‰ (Van Wyk & Scapa 1999). pH Rata-rata pH pada lokasi yang diamati 8,06 dengan kisaran antara 6,93– 9,24 (Lampiran 5). Menurut Bucek (1991) pH normal air tambak berkisar antara 7,00–9,00. Pada kondisi kisaran pH tersebut plankton akan tumbuh baik di tambak. Stabilisasi pH dipengaruhi oleh aktivitas respirasi dan fotosintesis. Respirasi akan menurunkan pH dan sebaliknya fotosintesis menaikan nilai pH.
31
Oksigen terlarut Oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) dalam ekosistem tambak berasal dari fotosintesis fitoplankton dan kincir air (paddlewhale). Kadar oksigen berfluktuasi secara harian. Pada siang hari oksigen terlarut cenderung lebih tinggi dibandingkan pada waktu pagi hari, hal ini terjadi karena meningkatnya aktivitas fotosintesis fitoplankton. Dari hasil pengukuran (Lampiran 5) diperoleh data kadar oksigen terlarut rata-rata 6,98 mg/L, dengan kadar terkecil terdapat pada stasiun 4 inlet pada ulangan ke-3, yaitu 4,29 mg/L dan terbesar pada stasiun 2 outlet, yaitu 11,18 mg/L. CO2 Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh hasil kandungan CO 2 pada tambak udang Cibalong berada pada kisaran 2,0–5,2 mg/L dengan rata-rata 3 mg/L (Lampiran 5). Nilai konsentrasi tersebut masih jauh dari nilai konsentrasi maksimum bagi kegiatan budidaya udang. Menurut Svobodova et all. (1993) konsentrasi maksimum untuk udang adalah 20-25 mg/L. Kecilnya nilai konsentrasi CO 2 karena waktu pengukuran sampel pada siang hari. Pada siang hari fotosintesis fitoplankton dalam kondisi optimum sehingga CO 2 digunakan fitoplankton dalam jumlah banyak (Rahmawati 2002).