BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Diskripsi Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Secara geografis wilayah Kota Semarang berada antara 6º50’-7º10’ LS dan 109º35’- 110º50’ BT dengan luas wilayah 373,70 km2. Kota Semarang berbatasan dengan : a. Laut Jawa di sebelah Utara b. Kabupaten Demak di sebelah Timur c. Kabupaten Semarang di sebelah Selatan d. Kabupaten Kendal di sebelah Barat. Kota Semarang terdiri dari 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan dengan luas wilayah keseluruhan 373,7 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 1.351.246 jiwa. Kota Semarang yang dapat digolongkan sebagai kota metropolitan, sebagai ibukota Propinsi, Kota Semarang menjadi parameter kemajuan kota-kota lain di Propinsi Jawa Tengah memiliki Perguruan Tinggi Negeri ternama yaitu Universitas Diponegoro, Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang, Politeknik negeri Semarang, Universitas Sultan Agung, UIN Walisongo, Universitas Semarang dan beberapa perguruan tinggi swasta sejumlah 55 unit, yang terdiri dari universitas, sekolah tinggi, institut dan akademi yaitu Akademi Kepolisian, Akademi Kebidanan, Akademi Keperawatan dan Sekolah Tinggi Teologhia. 2. Sarana Kesehatan Jumlah sarana kesehatan Rumah Sakit Umum ( RSU ) di Kota Semarang tahun 2016 adalah sebagai berikut : Tabel 4.1. RSU di Kota Semarang tahun 2015 No. Tipe 1 A 2 B
Jumlah ( Unit ) 2 5
3
11 unit
C
Keterangan RS Kariadi dan RS Jiwa Gondoamino, RS. Telogorejo, RS. St. Elisabet,RS Tugurejo, RS Sultan Agung, RSUD Kota Semarang RS. Panti Wilasa, RS. Gunung Sawo, RS. Hermina, RS Kusuma, RS Bunda, RS Anugrah, RS Hermina, RS Roemani, RS. Bakti Wira Tamtama. RS Banyumanik dan RS. Wiliam Booth
4 D 2 unit Jumlah 19 unit Sumber : Data Bappeda Kota Semarang tahun 2015 51
52
Berdasarkan tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa jumlah Rumah Sakit di Kota Semarang adalah 19 unit yang terdiri dari 2 RS tipe A yaitu RS Dr. Kariadi dan RS jiwa Gondoamino, 5 unit RSU type B antara lain , 11 unit type C diantaranya RS. Panti Wilasa, RS. Gunung Sawo, RS. Hermina. 2 RS tipe D yaitu RS Banyumanik dan RS. Wiliam Booth. Adapun sarana kesehatan puskesmas di Kota Semarang berjumlah 37 Puskesmas yang terdiri dari : Tabel 4.2. Sarana kesehatan Puskesmas di Kota Semarang tahun 2015 No. Jenis Jumlah ( Unit Keterangan layanan ) 1 Rawat inap 12 PKM Mijen, PKM Karangmalang, PKM Gunungpati, PKM Srondol, PKM Ngesrep,PKM Pandanaran,PKM Tlogosari Kulon, PKM Genuk, PKM Bangetayu, PKM Halmahera, PKM Karangdoro, PKM Mangkang, PKM Ngaliyan 2 Rawat 25 PKM Sekaran, PKM Padangsari, PKM jalan Pudakpayung, PKM Pegandan, PKM Lamper Tengah, PKM Candilama, PKM Kagok, PKMKedungmundu, PKM Rowosari, PKM Tlogosari Wetan,PKM Gayamsari, PKM Bugangan, PKM Bandarharjo, PKM Bulu Lor, PKM Poncol, PKM Mroto, PKM Karangayu, PKM lebdosari, PKM manyaran, PKM Krobokan, PKM Ngemplak Simongan, PKM Karanganyar, PKM Tambakaji, PKM Purwoyoso Total 37 unit Sumber : Data Bappeda Kota Semarang tahun 2015
Di Kota Semarang memiliki 37 Puskesmas yang terdiri dari 12 Puskesmas rawat inap da 25 Puskesmas non rawat inap. Adapun Puskesmas di Kota Semarang yang melayani untuk pemeriksaan dan screening kesehatan reproduksi dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini :
53
Tabel 4.3. Sarana kesehatan yang melayani untuk pemeriksaan dan screening kesehatan reproduksi di Kota Semarang tahun 2015 No. Nama sarana kesehatan 1 Puskesmas Mangkang 2 Puskesmas Lebdosari 3 Puskesmas Poncol 4 Puskesmas Pandanaran 5 Puskesmas Halmahera 6 Puskesmas Lamper Tengah 7 Klinik Griya ASA 8 Klinik Warga Utama PKBI Sumber : Data Bappeda Kota Semarang tahun 2015
Berdasarkan tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa jumlah sarana pemeriksaan dan screening untuk kesehatan reproduksi antara lain Puskesmas Mangkang, Puskesmas Lebdosari, Puskesmas Poncol, Puskesmas Pandanaran, Puskesmas Halmahera, Puskesmas Lamper Tengah. Untuk klinik pelayana kesehatan reproduksi diantaranya Klinik Griya ASA dan klinik Warga Utama PKBI.Di Kota Semarang banyak klinik yang menyediakan pemeriksaan VCT yaitu RS. Pantiwilasa Citarum, RS. Tugurejo, RSU Kota Ketileng , RS. Kariadi, Yayasan Wahana Bakti Sejahtera dan Griya ASA di Sunan Kuning. 3.
Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan di Kota Semarang meliputi dokter umum, dokter spesialis dan bidan praktek mandiri. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini. Tabel 4.4 Tenaga Kesehatan Kota Semarang 2015 No 1 2 3
Tenaga kesehatan Jumlah Dokter umum 1327 Dokter spesialis 635 Bidan praktek mandiri 325. Total 2287 Sumber : Data Bappeda Kota Semarang tahun 2015
Berdasarkan tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa jumlah tenaga medis di Kota Semarang cukup untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dimana jumlah dokter umum 1327, dokter spesialis 635 dan bidan praktek mandiri 325. Kota Semarang memiliki Komisi Penanggulangan AIDS ( KPA ) dimana memberikan pelayanan bagi penderita AIDS untuk meningkatkan derajat kehidupan. Kota Semarang mempunyai jumlah kasus infeksi menular seksual.
54
Adapun data kasus Infeksi Menular Seksual di Kota Semarang adalah sebagai berikut: Tabel 4.5. Penyebaran kasus Infeksi Menular Seksual di Kota Semarang tahun 2014. No 1
2 3
Umur ( tahun ) 15-19
Jenis IMS Cervisitis / proctitis Kandidiasis Dll 20 – 24 cervisitis / proctitis Lain – lain 25 – 49 1 orang, Gonore lain-lain 16 orang servisitis/proctitis kandidiasis Lain – lain Total Sumber : Data Bappeda Kota Semarang tahun 2015
Jumlah 13 1 6 17 11 3 35 1 16 92
Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS ( KPA ) Kota Semarang bulan Januari 2014 di Puskesmas Lebdosari Wilayah Semarang, ditemukan wanita pekerja seks yang terinfeksi IMS 92 orang, yang terdiri dari usia 15-19 tahun sebanyak 9 orang dengan jenis IMS cervisitis / proctitis 4 orang, kandidiasis 1 orang dan lain-lain 6 orang, usia 20 – 24 tahun sebanyak 29 orang dengan jenis IMS servisitis / proctitis 17 orang dan lain-lain 11 orang kemudian usia 25 – 49 tahun sebanyak 54 orang dengan jenis IMS gonore sebanyak 3 orang, servisitis/proctitis 35 orang, kandidiasis 1 orang, lain-lain 16 orang. Sedangkan jumlah WPS yang berkunjung ke klinik IMS pada bulan Januari 2014 adalah sebagai berikut : Tabel 4.6. WPS yang berkunjung ke klinik IMS No 1 2 3 4
Umur ( tahun ) Jumlah 15 – 19 9 20 - 24 70 25-49 226 > 50 6 Total 311 Sumber : Data Bappeda Kota Semarang tahun 2015
Dari tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa jumlah WPS yang berkunjung ke klinik. IMS pada bulan Januari 2014 sebanyak 311 WPS, masing – masing dengan usia 15 –19 tahun sebanyak 9 WPS, usia 20-24 tahun sebanyak 70 WPS, usia 25-49 tahun sebanyak 226 WPS, usia lebih dari 50 tahun sebanyak 6 WPS .
55
B. Karakteristik Informan Penelitian ini melibatkan 7 informan yang terdiri dari 3 wanita pekerja seks, 1 penyalur, 1 LSM, 1 pelanggan dan 1 tenaga Kesehatan. 1. Informan 1 berinisial V berumur 22 tahun berasal dari Kabupaten Batang Jawa Tengah. Jenjang pendidikan formal informan 1 sebagai mahasiswa D.3 Keperawatan di salah satu Universitas swasta semester 7. Dalam penlitian ini V sebagai wanita pekerja seks ( WPS ). 2. Informan 2 berinisial G berumur 21 tahun , daerah asal dari Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Jenjang pendidikan formal informan sebagai mahasiswa Ilmu Hukum salah satu Universitas di Kota Semarang. Dalam penelitian ini G sebagai wanita pekerja seks ( WPS ) dan sebagai seorang penyalur / mucikari. 3. Informan 3 berinisial R berumur 23 tahun daerah asal dari Kabupaten Demak. Jenjang pendidikan formal sebagai mahasiswa Ilmu Administrasi Publik di salah satu Universitas swasta di Kota Semarang. Dalam penelitian ini R sebagai wanita pekerja seks ( WPS ). 4. Informan 4 berinisial F berumur 21 tahun berasal dari Kabupaten Kudus Jawa Tengah. Jenjang pendidikan formal sebagai
mahasiswa Kebidanan salah satu Akademi
Kebidanan di Kota Semarang. Dalam penelitian ini F sebagai wanita pekerja seks ( WPS ) 5. Informan 5 berinisial N berumur 25 tahun jenjang pendidikan formal D.3 Kebidanan daerah asal daerah Kota Semarang. Dalam penelitian ini N sebagai koordinator lapangan Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ) Griya Asa dimana bertugas dalam pemeriksaan Voluntary conseling and testing ( VCT ) dan screening Infesi menular seksual ( IMS ) di area lokalisasi Argorejo Kota Semarang 6. Informan 6 berinisial N berumur 27 tahun jenjang pendidikan formal D.3 Kebidanan daerah asal Kota Semarang. Dalam penelitian ini N sebagai bidan pelaksana di Puskesmas X Kota Semarang bertugas dalam screening IMS dan konseling remaja. 7. Informan 7 berinisial A berumur 30 tahun jenjang pendidikan S1 daerah domisili Kota Salatiga. Dalam penelitian ini A sebagai pelanggan yang menggunakan jasa mahasiswa sebagai partner seks. A bekerja di salah satu instansi pemerintah dalam bidang keamanan. Berdasarkan data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik informan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu umur informan berkisar antara 20
56
th sampai 35 tahun. 1 informan berusia 20 tahun status mahasiswa strata 1 Jurusan Hukum, 1 informan berusia 21 tahun berstatus mahasiswa Diploma Keperawatan, 1 informan berusia 23 tahun berstatus mahasiswa Diploma Kebidanan, 1 informan berstatus mahasiswa strata 1 Jurusan Administrasi Publik, 1 informan berusia 25 tahun jenjang pendidikan D. 3 Kebidanan, 1 informan berusia 30 tahun jenjang pendidikan strata 1. 1 informan usia 25 tahun jenjang pendidikan D.3 kebidanan. Tabel 4.7 Karakteristik informan penelitian Informan V G R F N N A
Usia Jenjang pendidikan (tahun ) 22 Mahasiswa S1 Ilmu Hukum 21 Mahasiswa D3 keperawatan 23 Mahasiswa D3 Kebidanan 24 Mahasiswa S1 administrasi publik 25 D3 Kebidanan 27 30
D3 Kebidanan S1 Sosiologi
Alamat
Keterangan
Kabupaten Grobogan
Penyalur (mucikari) Wanita pekerja seks (WPS ) Wanita pekerja seks ( WPS ) Wanita pekerja seks (WPS ) Koordinator lapangan LSM Tenaga kesehatan Pelanggan
Kabupaten Batang Kabupaten Kudus Kabupaten Demak Kota Semarang Kota Semarang Kota Salatiga
Sumber : Data primer wawancara dilakukan Maret – Mei 2016. C. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2016 sampai dengan Mei 2016. Penelitian ini dilakukan pada satu orang informan sebagai penyalur, tiga orang informan wanita pekerja seks (WPS) , satu orang koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ), satu orang bidan pelaksana Puskesmas dan satu orang pelanggan di Kota Semarang. Data diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan analisis dokumen. Peneliti melakukan wawancara pada informan, kemudian hasil wawancara ditranskrip dalam bentuk ketikan. Selanjutnya, transkrip hasil wawancara dilakukan reduksi data, kemudian digabungkan dengan hasil observasi dan analisis dokumen sehingga membentuk sebuah pola kasus. Deskripsi tentang perilaku seksual dan kesehatan reproduksi mahasiswa sebagai wanita pekerja seks di Kota Semarang pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Latar belakang mahasiswa sebagai wanita pekerja seks
a. Kehidupan sosial ekonomi Pada umumnya latar belakang seseorang menjadi wanita pekerja seks adalah karena faktor sosial ekonomi dimana adanya kebutuhan sandang dan pangan yang
57
tinggi melebihi standart yang ada di keluarga para WPS sehingga memicu cara lain untuk mendapatkan kepuasan materi yang diinginkan. Pada penelitian ini informan menjelaskan mengenai latar belakang mahasiswa yang terjerumus sebagai WPS. Pada umumnya mahasiswa menjadi WPS, karena gaya hidup “ life style “, pengaruh lingkungan dan teman. Hal tersebut agar dapat mengimbangi teman yang lain dalam hal penampilan dan tidak ingin kalah dengan teman lainnya. Gaya hidup yang mewah dan perilaku konsumtif membuat mahasiswa menghalalkan berbagai macam cara untuk memenuhi keinginan mereka. Tak peduli seberapa tinggi pendidikannya, namun jika mereka termasuk kaum sosialita dengan berpenampilan menarik, seperti tuntutan memiliki tas yang berharga puluhan juta rupiah dan mobil mewah membuatnya terjun ke lembah prostitusi. Hal ini dikemukakan oleh informan 2 sebagai berikut : “ itu lho mbak Live style mereka bisa, terus gaya hidup yang ingin ditampilkan misalkan ini mbak temennya itu gimana ya mbak ibaratnya yang satu itu punya tas mahal, yang satunya tu bagaimana caranya sama ibaratnya tu ngimbangi lah, yang pertama tu live style gaya hidup mereka” ( Informan 2 ) Hal yang berbeda diungkapkan oleh informan lain. Informan 1 mengatakan bahwa awalnya masuk dalam dunia prostitusi karena penasaran dengan teman yang hidupnya selalu tercukupi walaupun juga sebagai anak kos. Padahal dia merasa tidak tercukupi kebutuhannya oleh orang tuanya walaupun sama – sama sebagai anak kos. Oleh karena faktor penasaran tersebut dan bujuk rayu oleh teman yang sudah menjadi WPS, maka mereka mencoba – coba untuk mendapatkan uang yang lebih dari yang diberikan orang tua dengan menjadi WPS. Hal tersebut diungkapkan oleh informan 1 sebagai berikut : “Awalnya sama kayak kebanyakan orang , diawali dengan penasaran yang tinggi, banyak temen juga terus namanya anak kuliah kan juga kebutuhan banyak walaupun sudah di stok sama orang tua ya tetep yang namanya manusia tidak merasa puas, misalkan temenya apa gitu ? kok enak ya,kok kepingin ya,gimana ya caranya” ( Informan 1) Informan lain yaitu informan 3 mengatakan bahwa, awalnya masuk dalam dunia prostitusi karena pada saat kuliah dia hamil dan setelah menikah suaminya pergi ke Kalimantan bahkan tidak kembali. Setelah anaknya lahir informan 3 bekerja sebagai Sales Promotion Girl ( SPG ) berbagai produk di berbagai event seperti : Jarum, Pocarisweet dan lain – lain, sekaligus ditawari pekerjaan sebagai
58
WPS terselubung ( WPS tidak langsung ). Hal tersebut terjadi karena awalnya yang bersangkutan sangat mendambakan kehidupan rumah tangga yang bahagia, kemudian frustasi karena mengalami perpisahan, sehingga terdesak untuk mendapatkan uang guna membiayai diri sendiri maupun keluarganya sekaligus sebagai sumber penghasilan. Jadi alternatif yang dipilih adalah sebagai wanita pekerja seks. Hal tersebut diungkapkan oleh informan 3 sebagai berikut : “ La kan gak ada suaminya mba, kan suamiku ke Kalimantan dia pergi ke Kalimantan habis itu kan ini hamil 7 bulanan, sebelumnya sih pernah waktu ada event2 sama sama juga kan banyak SPG kayak gitu mba “ ( Informan 3 ) Adapun informan selanjutnya mengatakan bahwa alasannya bekerja sebagai WPS adalah karena ayah sakit dan tidak punya biaya untuk membayar biaya pengobatan dan biaya kuliah yang mahal, sehingga memutuskan untuk bekerja sebagai wanita pekerja seks. Hal tersebut juga dipicu oleh keluarga informan yang merasa malu dengan tetangga apabila tidak dapat melanjutkan kuliah. Hal tersebut disampaikan informan 4 sebagai berikut : “ iya PNS dapat ini kan apa namanya gaji pensiun, tapi kan habis kemarin waktu sakit masuk rumah sakit hamper satu bulan itu kan butuh biaya banyak banget jadi SK nya itu di gadein di bank terus akhirnya kan di potong sama gaji jadi sisanya sebulan Cuma 100 berapa, jadi kan gak bisa nguliyahin aku juga” ( Informan 4 ) Berdasarkan data yang diperoleh dari para informan diatas sebagian besar informan memberikan alasan bahwa yang melatarbelakangi mereka terjerumus dalam dunia prostitusi adalah karena masalah ekonomi dan keuangan. Dimana membutuhkan biaya hidup yang glamour dan untuk kebutuhan keluarga , tetapi hal yang berbeda terungkap dengan alasan kurang kasih sayang dan senang dengan pekerjaan yang dijalani karena beberapa informan menikmati pekerjaan itu, mendapatkan kepuasan dan uang. Kurangnya perhatian keluarga membuat informan mencari pelampiasan lain dan perhatian dari orang lain yang bisa membuat bahagia.Hal tersebut didukung dari pernyataan dari mucikari sebagai sebagai informan 2 sebagai berikut : “ Ada yang gini mbak biasanya sih gak mampu, ada yang mampu mbak tapi karena mereka kekurangan kasih sayang mereka akhirnya mereka lari kayak gitu, Enggak broken, itu kan ibaratnya orang tua nya sendiri-sendiri padahal kan mereka tu uang kecukupan semua kecukupan tapi mereka seneng, seneng gaya hidup kayak gini ibaratnya ya seks bebas, seks bebas dengan cara menghasilkan uang”( Informan 2 )
59
Berdasarkan penelitian yang dilakukan kehidupan sosial ekonomi para informan berasal dari keluarga ekonomi sederhana dan tidak termasuk golongan ekonomi tinggi sehingga tidak dapat mencukupi segala kebutuhan yang diinginkan saat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Hal tersebut didukung oleh penghasilan yang mereka dapatkan dari pekerjaan tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan bekerja menjadi pemandu karaoke ataupun Sales Promotion Girl ( SPG ) di suatu event sehingga membuat mereka ingin selalu kembali melakukan pekerjaan itu kembali. Untuk pemandu karaoke 1 jam sekitar Rp 100.000, tarif 1 jam untuk kencan dengan pelanggan Rp 700.000 sampai 1.500.000 untuk short time dan Rp 2.500.000 sampai Rp. 3000.000 untuk long time. Para wanita pekerja seks terutama mahasiswa dalam melayani pelanggan jika mereka beruntung akan ditambah komisi untuk kepuasan pelanggan dan dijadikan istri simpanan bagi WPS dengan kriteria tertentu sehingga mereka akan merasa sangat diuntungkan dengan keadaan tersebut karena mereka dapat mendapatkan hasil yang lebih banyak dibandingkan menjadi wanita pekerja seks biasa. Jika mahasiswa dijadikan istri simpanan semua kebutuhan akan dicukupi mulai dari barang – barang mahal, rumah, mobil akan diberikan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan informan 2 sebagai berikut : “ gaji PK dikit to mbak, ibaratnya aja sejam 100ribu, 2 jam 200 kadang di kasih tips kadang enggak kan merekan gak mungkin to ibarate kerja 2 jam Cuma di gaji 200 la yang bokingan aja kerja 2 jam 2 juta bisa 1,5 tu ibaratnya itu kok udah bisa milih. Pertama lihat foto terus missal face nya oke bodynya oke 1,5 tu dia mau tapi kalau facenya oke bodynya kurang paling Cuma 1 juta terus kalau face nya gak oke bodynya biasa aja 700” ( Informan 2) Selain pernyataan tersebut informan 2 juga menyatakan bahwa : “Long time tu bisa nyampai 2,5-3 juta” ( Informan 2 ) Hal tersebut didukung dengan pernyataan bahwa hasil yang didapatkan akan lebih tinggi jika mereka menjual keperawaanan dengan pelanggan pertama dikemukakan oleh informan 4 sebagai berikut : “ Kan dulu aku masih virgin sebenarnya agak nyesel sih mbak tapi ya gimana lagi butuh, akau dapete 7 juta sekali main “( Informan 4) Para mahasiswa akan merasa beruntung jika akan menjadikan mereka sebagai istri simpanan. Hal ini didukung oleh pernyataan informan 2
60
“Ya enggak sih, mungkin ada yang ramah mbak soalnya kan mereka tu untung-untungan siapa tau nanti aku di kasih uang siapa tau ibaratnya di tawarin jadi simpenananya gitu,ada” ( Informan 2 )
Hal serupa juga dikemukakan oleh informan 4 yaitu : “Simpenan lah, simpenan kan mesti ini mbak minta apa di turutin, itu temen ku ada ada yang sekarang punya mobil, terus pakaiannya mahal, tas aja harga 5 juta” ( Informan 4 ) Tips atau uang tambahan yang diperoleh dari pekerjaanya sebagai WPS juga diberikan jika pelanggan puas dengan pelayanan atau service seksual yang diberikan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan dari informan 3 bahwa besar tarif uang tambahan tergantung tamu yang dilayani. Apabila pekerja seks masih gadis akan mendapatkan hasil yang lebih banyak sekitar 7 juta sampai 15 juta rupiah. Hasil yang didapatkan akan bertambah jika mendapat pelanggan yang baik dan puas dengan pelayanan yang diberikan. “ Enggak aku cuman 1 kali. Akhirnya dia bayar 10 juta sesuai dengan ketemuan di awal meskipun dia yang salah to, kan aslinya pakai kondom namun dia yang gak pakai” ( Informan 4 ) Pernyataan selanjutnya juga disampaikan informan 4 “Terus pada saat itu kan gak pakai kondom, terus gimana ? ya udah main satu kali lagi tak bayar 15 juta ( Informan 4 ) Hal ini didukung oleh pernyataan dari informan 1 yaitu : “jadi tergantung kalau pelangganya baik di tambah itu kalau lgi seneng hatinya”( Informan 1 ) Untuk kehidupan sosial para mahasiswa sebagai WPS mereka tidak peduli dengan keadaan sekitar dan tidak suka masalah kehidupannya dicampuri oleh orang lain. Hal ini disebabkan mereka merasa dapat memenuhi hidup tanpa orang lain. Bahkan, mereka akan mencari seseorang yang bersedia mengikuti cara hidup mereka dengan memberikan imbalan untuk laki – laki yang bersedia mengikuti keinginan mereka. Hal tersebut disampaikan oleh informan 1 sebagai berikut : “Ya, prinsipnya kalau aku ya aku kamu ya kamu punya urusan sendiri kalau aku lo, aku soh cuek2 aja sih mba, aku hidup bukan dari mereka” ( Informan 1)
61
Hal yang sama juga dikemukakan oleh informan 4 yang pernah mengalami hal yang sama , pernyataan dari informan 4 tersebut adalah : “Iya, orang kayak gitu ya mba biasanya di manfaatkan sama cowok-cowok, ibaratnya mereka butuh sama orang yang sama-sama mereka. Ibaratnya ya mbak aku butuh sama laki-laki yang nurut sama aku ( Informan 4 )” Pernyataan tersebut didukung oleh sang mucikari sebagai berikut : “He’em, dulu ada temen ku yang cowok,”sayang, kamu mending jangan kayak gitu lagi aku gak mau kamu kayak gitu”, ceweknya bilangnya gini “emang kamu bisa ngidupin aku ? nek bisa aku berhenti langsung sekarang” cowoknya kan kuliah, “kamu aja minta ML aja tak turutin tinggal ML kok, makan ikut aku” ceweknya bilang gitu.”duh sayang jangan kayak gitu lagi maksude nerima gitu lo nerima ceweknya pernah kayak gitu, tetep gak mau ceweknya” ( Informan 2 ) Tabel 4.8 Latar belakang sosial ekonomi mahasiswa sebagai wanita pekerja seks ( WPS )
No 1
Informan Penyalur ( G )
Umur 22
Latar Belakang Life style yang tinggi membuat para mahasiswa terjerumus dalam prostitusi 2 WPS1 ( V ) 21 Penasaran dan Life style dari teman sepergaulan dan tidak pernah merasa puas dengan apa yang diberikan orang tua 3 WPS 2 ( R ) 23 Karena ayah sakit membutuhakn uang untuk biaya rumah sakit dan kuliah 4 WPS 4( F ) 24 Karena mengalami kehamilan di luar nikah kamudian ditinggal suami dan butuh biaya hidup Sumber : Data primer diolah Maret – Mei 2016
Penghasilan 1 juta – 1,5 juta
1 juta – 1, 7 juta
1, 2 juta – 2 juta
700.000 – 1,5 juta
b. Latar belakang keluarga Latar belakang keluarga semua informan merupakan keluarga yang harmonis dan tidak ada yang mengalami broken home. Keluarga tidak ada yang tahu jika sang anak menjalani pekerjaan sebagai wanita pekerja seks untuk memenuhi kebutuhan hidup dan gaya hidup di perantauan. Rata – rata kehidupan keluarga wanita pekerja seks adalah ekonomi kurang mampu. Keluarga para WPS tidak ada yang tahu tentang pekerjaan anak / anggota keluarganya. Para WPS berargument
62
jangan sampai keluarga tahu tentang kehidupan mereka di luar rumah karena akan memalukan nama keluarga. Mereka tidak tega melihat keluarganya menangung perbuatan dari pekerjaan tersebut. Keluarga mengetahui bahwa barang yang dipunyai oleh informan dari pacar. Hal tersebut diungkapkan oleh informan 2 sebagai berikut : “ Ya aslinya ya mbak aslinya mereka tu mikir, gak ini mbak ibaratnya gak ini mbak ibaratnya gak tega sebenarnya, Cuma mereka apa ya namanya aja pengen hidup enak, mewah mau minta sama orang tua, orang tua gk bisa ngasih terus gimana cob kalau gak dengan cara kayk gitu, mereka kerja susah aja gak mau yang di pengenin tu kerja bentar uang banyak cuma ungkangungkang kaki saja. Ibaratnya gini mbak orang tua kan kalau mau tanya anaknya tentang kayak gitu kan sungkan mesti dia gak mau tau, yang orang tuanya tau tu owh dari pacarnya entah pacarnya muda atau tua yang bisa kayak gitu kan orang tua, yang penting kan mereka bisa makan mbak” ( Informan 2 ) Informan 1 juga mengutarakan sebagai berikut : “ sebenarnya keluargaku kalau untuk urusan kuliah itu mampu mbak, cuma pie ya seng gak cukup kui kalau dipake jeng jeng mbak, kan kurang “( Informan 1 ) Selanjutnya informan 1 menambahkan pernyataan bahwa : “ Ya gimana ya mba, saya menjelaskan, gini lo mba saya bisa menabung yang mama kirimi “Pas ada diskon kayak gitu ya mba” ( Informan1) Hal yang sama juga diutarakan oleh informan 4 : “tapi setaunya bunda aku kerja tapi kerja di jualan-jualan kayak gitu mba kayak SPG-SPG tapi kayak SPG yang di matahari gitu lo setau bunda ku aku kayak gitu, tapi gak tau kalau kayak gitu sih” ( Informan 4) Tetapi hal ini berbeda pada salah satu informan. Salah seorang anggota keluarganya yaitu saudara sepupu ada yang tahu bahwa informan 3 bekerja sebagai WPS. Hal ini disebabkan saudaranya tersebut sering membantu menjaga anak dan mengantarkan informan saat ada panggilan malam. Berikut adalah pernyataan dari informan 3 yaitu : “Ini kan biasanya tak suruh ngantar, biasanya kalau lagi dadak kalau ku langsung kan orang tua curia atau apa, biasanya kalau lama tak suruh ngantar. Contohnya lama tu biasanya dapat 2 orang, biasanya kan habis ini terus ini jadinya tak suruh ngantar. Takutnya kalau lama-lama Tanya kayak gini, kalau di antar kan taunya susah angkotnya atau apa” ( Informan 3 )
63
Kurangnya perhatian dari keluarga merupakan faktor pendorong yang kuat, hal tersebut terjadi karena orang tua hanya memberikan kasih sayang berupa materi tanpa memperhatikan kebutuhan psikologis anak terutama para remaja. Hal ini diakibatkan orang tua lebih mementingkan pekerjaan dan kurangnya interaksi antara orang tua dan anak. Karena kurangnya perhatian dan kasih sayang mereka mencari perhatian di tempat lain. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh informan 1 sebagai berikut : “ halah mbak wong bapak ibuke ki kerjo terus ko, jarang dirumah. Nek tak ajak sharing ki gak bisa menyelesaikan masalahku. Katanya gampang – gampang gitu. Terus ya mendingan aku golek konco liyone, terus aku kenal pacarku. Kita sering berhubungan badan, setelah putus akhire aku malah ketagihan kaya gini. “ ( informan 1 ) Berdasarkan data dari informasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa anggota keluarga tidak tahu keadaan sebenarnya dari para WPS. Anggota keluarga merasa enggan karena keluarga takut menyinggung perasaan WPS. Meskipun anggota keluarga merasa janggal dengan barang – barang yang dimiliki oleh para WPS mereka tidak berani untuk menanyakan karena mereka mengatakan bahwa apa yang mereka punya dari hasil bekerja dan diberikan oleh pacar. Tabel 4.9 Latar belakang keluarga No 1
Informan Penyalur WPS ( G )
Keterangan Berasal dari keluarga dengan ekonomi sederhana, orang tua mengetahui jika barang yang dimiliki karena bekerja manjadi sales 2 WPS1 ( V ) 21 Berasal dari keluarga cukup, keluarga berasumsi bahwa barang yang dimiliki karena diskon dan diberikan pacar. Kurangnya perhatian 3 WPS 2 ( R ) 23 Keluarga mengetahui barang yang dimiliki karena bekerja di banyak event 4 WPS 4 ( F ) 24 Keluarga mengetahui bahwa anaknya sebagai SPG matahari Sumber : Data primer wawancara Maret – Mei 2016 +
Umur 22
64
c. Lingkungan kampus Lingkungan kampus dimana seseorang memperoleh ilmu dengan segala keadaan yang mendukung proses pembelajaran, seperti lingkungan kuliah, dosen dan mahasiswa yang ada di dalamnya. Para informan adalah sebagai mahasiswa dan menyatakan bahwa mereka mulai menjalani pekerjaan sebagai WPS mulai dari semester 1 atau semester 2. Dalam kegiatan akademik, walaupun sebagai WPS mahasiswa tetap mengikuti kuliah dan praktikum seperti mahasiswa yang lain dan menaati peraturan yang ada seperti ujian semester, praktek lapangan dan peraturan asrama. Untuk dosen tidak ada yang tahu tentang mahasiswa yang menjadi WPS. Untuk teman yang mengetahui pekerjaan tersebut hanya orang tertentu saja. Jika ada pekerjaan dan kuliah secara bersamaan lebih mengutamakan untuk kuliah dan ujian karena untuk ujian tidak ada susulan tetapi untuk pekerjaan jika dilepas akan mendapatkan pekerjaan lagi keesokan hari. Apabila ada teman kampus yang tahu atau menganggu mereka tidak peduli dengan apa yang dibicarakan oleh teman tentang pekerjaan mereka. Hal tersebut dinyatakan oleh informan 1 yaitu : “ Dosen kayaknya gak ada yang tahu Soalnya saya punya tanggung jawab sendiri, kalau saya kuliah ya kuliah kerja ya kerja” ( Informan 1 ) Informan sebagai mahasiswa keperawatan juga menyatakan bahwa : “ Pas lagi praktek gitu sih aku tergantung kalau prakteknya dekat ya gak masalah tapi kalau jauh ya ( tidak meninggalkan )”(informan 1) Hal serupa juga diungkapakan oleh informan 4 sebagai mahasiswa kebidanan bahwa “ 1 atau 2 an lah [pernah bolos]“ ( Informan 4 )” Di lingkungan kampus sebagian besar para WPS tidak mempunyai banyak teman, karena kehidupan mereka dihabiskan untuk mencari uang tambahan dan hidup glamour dengan berbelanja dan shoping. Pada umumnya mereka kurang bersosialisasi dengan teman kampus, dan mereka tidak peduli dengan keadaan orang lain. Hal tersebut diungkapkan oleh mucikari yang juga sebagai teman dari beberapa WPS mengungkapkan : “He’e, modelnya kayak gitu gak urusan. Orang-orang kayak gitu kebanyakan orangnya judes, cuek jadi tu jarang banget punya temen di kampus” ( Informan 2 )
65
Para mahasiswa yang bekerja sampingan sebagai WPS adalah dari awal semester, karena mereka beradaptasi dengan lingkungan di perkotaan. Hal tersebut diungkapkan oleh informan 1 dari pengalamannya “gak lama sih, dari semester 2. Semester 1 kan kita masih lihat dulu kehidupannya”( Informan 1 ) Hal tersebut didukung oleh pernyataan dari informan 4 bahwa : “Iya sih, soalnya kan waktu aku main itu kan aku kuliah mbak aku masih di asrama, asrama kan tutupnya jam 9. Jadi aku sore jam 5 terus akhirnya aku di antar temen ku sih ke hotel itu di antar temen “( Informan 4 ) Informan 4 juga menambahkan pernyataannya yaitu : “Karena meskipun aku butuh uang buat bayar kuliah, gini sih mbak aku ngambilnya pas waktu aku libur kuliah” ( Informan 4) Berdasarkan data yang diperoleh, mahasiswa melakukan pekerjaanya sebagai WPS di luar jam kuliah dan jika libur kuliah, karena mereka tidak ingin kuliah mereka terganggu oleh pekerjaan. Sistem ini mereka gunakan untuk memanfaatkan waktu luang yang ada untuk mendapatkan uang agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Tabel 4.10 Lingkungan kampus WPS
No 1 2
Informan Penyalur WPS ( G ) WPS1 ( V )
3
WPS 2 ( R )
23
4
WPS 4( F )
24
+
Umur 22 21
Keterangan Bekerja saat tidak kuliah, terkesan tidak ramah Bekerja saat malam hari , di luar jam kuliah, saat praktek tidak mengambil job, terkesan cuek Bekerja siang – sore hari, malam hari kuliah, terkesan tidak ramah Bekerja saat pulang kuliah dan hari libur, saat praktek tidak menerima job , terkesan ramah
Sumber : Data primer diolah Maret – Mei 2016 d. Latar belakang pelanggan Memiliki istri cantik, penuh perhatian, dan pintar dalam melayani kebutuhan seksual ternyata bukan ukuran seorang suami betah di rumah. Ada beberapa hal yang membuat seorang pria akhirnya berselingkuh atau mencari perhatian di tempat lain. Kurangnya komunikasi bisa menjadi penyebab hal tersebut terjadi
66
karena adanya keinginan
yang tidak terpenuhi.
Pelanggan yang biasa
menggunakan mahasiswa sebagai partner kegiatan seksual adalah dari kalangan pengusaha dan pejabat daerah. Hal tersebut terjadi karena tarif untuk mahasiswa lebih tinggi daripada wanita pekerja seks pada umumnya. Para pejabat dan pengusaha lebih memilih menggunakan jasa mahasiswa karena merasa pelayanan yang diberikan memuaskan karena masih muda. Rata – rata pelanggan yang biasa mengguankan jasa mahasiswa adalah laki – laki yang sudah berumur 30 – 40 tahun. Hal tersebut diungkapkan oleh informan 1 yaitu : “Ya kayak gitu bisa, pekerjaan penat namanya orang penting yang di pakai gk fisiknya pasti otaknya, kadang pada butuh hiburan, ya mungkin jenuh sama istri bisa di katakana juga mungkin lo monoton aja Namanya daun muda gimana sih mba rumput tetangga lebih indah, betul gak ?”( Informan 1 ) Informan 1 juga melanjutkan komentarnya tentang pelanggan yang menggunakannya. “Ya ada yang pengusaha ada yang pejabat” ( Informan 1 )
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan informan 4 , sebagai berikut : “Iya, kok perasaan yang invite BB ku kebanyakan om-om ya” ( Informan 4 ) Pada umumnya para WPS lebih menyukai pria berumur 30 – 40 tahun. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh informan 3 “Enggak, aku enggak suka owk brondong. Milih mba”( Informan 3 )
Pelanggan menggunakan jasa mahasiswa sebagai partner seksual karena mereka merasakan sensasi yang berbeda dengan pelayanan yang diberikan. Hal tersebut terjadi karena istri berada di luar kota dan jarang bertemu. WPS yang berstatus mahasiswa lebih kreatif dalam memanjakan para pelangganya karena dengan penampilan yang masih cantik dan fresh akan lebih menarik ditambah denagn cara peanmpilan yang terlihat seksi. Saat mengguankan jasa WPS para pelanggan tidak selalu ingin berhubungan seksual tetapi hanya ingin melihat wanita muda yang cantik dan menari tanpa busana di depan pelanggan. Hal tersebut dinyatakan oleh informan 2 yaitu : “He’e kadang gini mbak orang kayak gitu kan punya sensasi sendirisendiri, sensasinya tu karena ini mbak apa namanya aku pengennya Cuma
67
lihat cwek-cewek manis seksi kayak gitu gak mesti harus hubungan seks”( Informan 2 ) Adapun asal daerah pelanggan yang menggunakan jasa WPS juga bervariasi. Hal ini diperkuat oleh informan 1 yaitu : “Gak mesti, kalau gak pungusaha dia ini pegawai jauh-jauh mbak luar jawa”( Informan 1 )
Hal yang sama didukung oleh pernyataan pelanggan yang menyebutkan bahwa pernikahan yang sudah lama akan membuat jenuh dengan kegiatan seksual yang monoton. Hal tersebut akan diperburuk dengan kondisi rumah tangga yang sering adanya kecurigaan antar pasangan yang diungkapkan oleh pelanggan sebagai berikut : “Dituduh selingkuh ya akhire selingkuh beneran mbak, laki – laki moso dikekang istri ya akhire malah nekat”( Informan 7 ) Kemudian pelanggan melanjutkan pernyataan tentang sifat istrinya yang tidak disukai yaitu : “ istri selalu mengatur semua kegiatanku, yo mesti jenuh lah, apa apa dia atur y mendingan cari yang lain “( Informan 7 ) Sementara itu mengenai penilaian pelanggan terkait WPS sebagai partner seksual adalah sebagai berikut : “ ya enak seng enom lah mbak, kesed, kenceng posisine macam macam gak cepet kesel, wong istriku ki dari dulu cuma gitu - gitu terus, bosen lah mbak, nek mahasiswa ki lebih enak, kenceng, semok, delok wae wes seneng ko apalagi menikmatinya “( Informan 7) Berdasarkan data dari wawancara para pelanggan, maka pada umumnya pelanggan WPS berusia diatas usia 30 tahun dengan tingkat ekonomi yang sudah mapan serta ingin mencari suasana baru dalam berhubungan seksual. Hal ini dikarenakan pelanggan merasa jenuh dengan kegiatan seksual yang kurang variasi dengan pasangan dan adanya kehidupan yang kurang harmonis dalam rumah tangga. Hal tersebut terjadi karena pada usia di atas 30 tahun laki – laki sedang mengalami masa pubertas yang kedua sehingga dorongan seksual yang tinggi membutuhkan kepuasan yang lebih dibandingkan dengan sebelum umur 30 tahun.
68
Tabel 4.11 Latar belakang pelanggan No 1
Informan Mucikari
Latar belakang Jenuh, banyak aktifitas, kurang puas dengan istri, tips yang diperoleh lebih banyak, penghasilan > Rp. 1000.000 2 WPS 1 Bosan dengan istri, lebih menyukai wanita muda , penghasilan Rp.1000.000 –Rp. 1500.000 3 WPS 2 Variasi seksual dengan istri monoton , penghasilan Rp.700.000-Rp. 1200.000 4 WPS 3 Tidak suka dengan pelanggan muda, lebih berpengalaman, penghasilan Rp. 1000.000 – Rp. 2000. 5 Pelanggan Ada masalah dengan istri, istri monoton, bosan dengan pelayanan istri, jauh dengan istri, menyukai wanita muda Sumber : Data primer diolah Maret – Mei 2016 Berdasarkan data dan informasi dari informan, faktor - faktor yang melatarbelakangi mahasiswa sebagai wanita pekerja seks adalah cara berpikir instan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Karakter berpikir instan seperti ini dapat mendorong seseorang terjun ke prostitusi, pengaruh lingkungan atau teman sebaya, tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, dan pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk
mempertahankan
kelangsungan
hidupnya,
khususnya
dalam
usaha
mendapatkan status sosial yang lebih baik tetapi malas bekerja serta adanya pelanggan yang menawarkan imbalan jasa yang sangat tinggi untuk jasa pelayanan seksual yang diberikan.
Tabel 4.12. Latar belakang mahasiswa menjadi wanita pekerja seksual No
Latar belakang mahasiswa menjadi wanita pekerja seksual Sosial Keluarga Akademik Pelanggan ekonomi 1 life style Sederhana Aktiv Memberikan harga tinggi tinggi, pelayanan baik 2 Life style Cukup, kurang Aktiv Memberikan harga tinggi perhatian tinggi, pelayanan baik 3 Ditinggal Sederhana, Aktiv Memberikan harga suami, tidak cukup tinggi, ada yang pelayanan baik menghidupi 4 Gengsi jika Ayah pensiunan Aktiv Memberikan harga tidak bisa (sudah meninggal), tinggi, pelayanan kuliah, ekonomi turun / baik bangkrut Sumber : Data primer diolah Maret – Mei 2016
69
2. Jejaring sosial yang digunakan mahasiswa sebagai wanita pekerja seks ( WPS )
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK ) khususnya teknologi informasi dan komunikasi, memang membawa dampak yang besar terhadap kehidupan manusia sekarang ini. Dengan adanya kecanggihan alat komunikasi, segala informasi dari belahan dunia manapun bisa kita ketahui dengan segera. Dalam melakukan transaksi mahasiswa sebagai wanita pekerja seksual menggunakan banyak cara dalam melakukan transaksi dalam mendapatkan pelanggan. Hal tersebut dialakukan melalui dunia elektronik maupun hubungan sosial antar teman. Dalam melakukan transaksi dan mempromosikan tentang dirinya mereka menggunakan media sosial seperti facebook, black berry mesenger dan facebook messenger untuk memepercepat transaksi karena dengan media sosial tersebut WPS bisa memasang foto yang bisa menarik perhatian para pelanggan. Hal ini diungkapkan oleh informan 1 yaitu : “Kadang kan kalau foto kalau di carikan, di carikan di kasihkan foto saya” ( Informan 1 ) Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan informan 4 yaitu : “Foto biasa, malah banyakan foto kalau lagi kuliah pakai jilbab to jadi ada foto jilbanya gitu, tapi ada juga yang pake tengtop “( Informan 4 )
Hal tersebut didukung oleh mucikari sebagai penyalur dan informan 4 sebagai WPS yang mengungkapkan bahwa “Enggak, BBM soalnya kita nyebarnya PIN biasanya”( Informan 2 dan Informan 4 ) Informan 4 juga mengungkapkan apabila ada pelanggan yang mneggunkan facebook messenger juga akan ditanggapi kemudian dilanjutkan dengan transaksi via BBM “Enggak sih, kan FB ku terbuka, cuman kadang lewat inbok FB ada om dari Jakarta kan tapi belum semet sih sama aku “ aku penegen nih ngerasain kamu”( Informan 4) Hal tersebut berbeda dengan pernyataan yang diungkapkan salah seorang informan yang mengungkapkan bahwa mereka tidak berani menggunakan sosial media karena biasanya transaksi melaui media sosial banyak yang melakukan
70
penipuan. Informan 1 mengungkapkan bahwa dia merasa lebih aman menggunakan jasa penyalur daripada media sosial. Media transaksi yang digunakan berupa Short Messege Service ( SMS ) dan nomer telpon yang diberikan adalah nomer khusus pelanggan tidak digunakan untuk keperluan lain. “Sms aku, biasanya sih sama pelanggan yang udah biasa” ( Informan 1 ) Hal tersebut didukung oleh informan 3 mengatakan “Tapi nggak tak tanggapin [ jika melalui facebook ]” ( Informan 3 ) Dalam mendapatkan pekerjaan beberapa WPS ada yang menggunakan jasa penyalur atau mucikari untuk mendapatkan pelanggan pelanggan, hal tersebut dirasa lebih aman dan tidak usah repot. “Mending gitu mba [ melalui penyalur ], lebih aman. Kalau lewat FB kan kita belum pernah ketemu belum kenal gitu gak ada yang tanggung jawabkan, kalau ada apa2 ?”( Informan 1 ) Informan yang lain mengungkapkan bahwa lebih senang mencari sendiri tanpa penyalur karena hasil yang didapatkan tidak terpotong oleh jasa penyalur sehingga lebih banyak. Jasa yang diberikan untuk penyalur sekitar 10 % - 30 % tergantung dari penyalurnya. “enggak, biasanya tu mereka sendiri misalkan kayak gini tu ngasih 20% nya ibaratnya kayak gitu, aku gak pernah ibaratnya aku kana da orang aku kasih tau temen ku nih ada yang nyari nanti mereka transaksi sendiri terus habis itu dia tau ibaratnya aku ngasih ini dia yang ngasih job, kayak gitu” ( Informan 2 ).
Pengakuan yang sama juga sama dikatakan oleh informan 1 yaitu “Ya kadang aku ngasih berapa sih 10-15% kan sana juga tau dia juga dapat sendiri, kan yang capek aku”( Informan 1 ) Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan teknologi tak selamanya membawa dampak baik. Seiring dengan melesatnya teknologi yang semakin canggih sering disalahgunakan oleh pihak - pihak tertentu khususnya para pelaku prostitusi dalam menjalankan pekerjaanya dengan menawarkan dirinya melalui media online yang lebih praktis. Pelanggan juga lebih di untungkan, karena akses mereka akan lebih mudah dan efisien. dalam bertransaksi mahasiswa menggunakan berbagai cara salah satunya adalah media sosial dan media elektronik karena dianggap paling gampang. Untuk mencari pelanggan para WPS awalnya menggunkan jasa
71
penyalur, tetapi apabila sudah kenal dengan pelanggan mereka saling tukar no telepon dan untuk transaksi selanjunya mereka bertemu tanpa melalui penyalur.
Tabel 4.13. Jejaring sosial yang digunakan mahasiswa untuk mencari pelanggan Informan 1
Jejaring sosial Media Transaksi Promosi G Foto fulgar , kode Nyebar PIN Dicari pelanggan, lewat pada pelanggan Blackberry messenger teman V Foto biasa Short message servive, Mencari pelanggan sendiri, tidak menggunakan lewat penyalur sosial media R Foto fulgar Short message servive, Mencari pelanggan sendiri, tidak menggunakan lewat penyalur sosial media, nomer telpon F Foto berjilbab, Facebook massenger, Mencari pelanggan sendiri, memakai tangtop, PIN Blackberry,nomer pelanggan lama kode pada pelanggan telpon Sumber : Data Primer diolah Maret – Mei 2016
2
3
4
3. Perilaku mahasiswa sebagai wanita pekerja seks dalam melindungi kesehatan
reproduksi a. Cara menjaga kesehatan reproduksi Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat seluruh organ reproduksi serta proses reproduksi yang normal. Sehingga kesehatan reproduksi wanita bukan hanya kondisi bebas penyakit, namun bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seks yang aman. Cara mahasiswa sebagai WPS dalam menjaga kesehatan kesehatan reproduksinya yaitu menghindari berhubungan seksual saat menstruasi hal ini dilakukan karena mereka memiliki asumsi pada saat menstruasi
72
mereka akan hamil sehingga menghindari hal tersebut. Pada saat menstruasi para WPS tidak menerima pekerjaan karena mereka merasakan pada saat berhubungan tidak nyaman dan mengasumsikan bahwa nanti darah menstruasi yang kotor akan masuk kembali dalam perut sehingga akan menimbulkan penyakit.hal tersebut diutarakan oleh informan 1 sebagai berikut : “Mens aku berhenti, pokoknya kalau lagi mens aku gak berani” ( Informan 1 ) Pernyataan yang sama diungkapkan oleh mucikari sebagai informan 2 yaitu : “ wah mbak nek pas haid y ra gelem kecuali nek wes kari sithik – sithik kae, podo wedi hamil “ ( Informan 2 ) Untuk menjaga alat genetalia agar tetap bersih para mahasiswa sebagai WPS menggunakan pentiliner setiap hari. Hal itu dilakukan karena apabila mereka tidak menggunkan setiap hari mereka mersa tidak nyaman karena ada lendir di genetalia. “3 kali, kalau sudah ngrasa gak enak ya ganti [ menggunakan pentiliner ]” ( Informan 3 ) Hal berbeda terjadi pada salah seorang informan yang mengemukakan bahwa beberapa WPS tidak memperdulikan kesehatan reproduksi baik masa subur dan siklus mentruasi karena mereka hanya berasumsi bahwa yang dikerjakan selama ini masih dikategorikan aman dan tidak ada masalah dengan kesehatan mereka, sehinggga apabila mereka merasa tidak nyaman dengan organ genetalia ataupun siklus mentruasi yang tidak teratur tidak masalah. Untuk salah satu WPS mengatakan sebagai berikut : “Biasanya sih mereka gak peduli sama yang kayak gitu mbak, kadang kan orang mikir kayak gini yang namanya mens tu kadang mundur kadang maju itu kalau mereka gak perduli. Sebenarnya kan itu patut di curigai ya kalau kayak gitu harus tepat pada tanggalnya, cuman kan mereka gak perduli tetapi mereka menjaga organnya sebenarnya demi mendapatkan hasil yang banyak, gak kesehatannya” ( Informan 2 ) Hal serupa juga didukung oleh pernyataan dari informan 4 : “Jarang, itu paling yang berani yang udah KB-KB kayak gitu mbak, kan ada yang KB ada yang enggak to, kalau yang KB tu biasanya dalam mau kalau di luar biasanya ya gak KB sih. Ini aja ada kok yang kemarin sampai hamil tu lo, itu hamil gara-gara masuk kedalam”( Informan 4 )
73
Salah seorang informan mengungkapkan bahwa pada saat menstruasi dia mengalami peningkatan libido. Hal tersebut terjadi berulang pada setiap menstruasi dimana pada saat tersebut informan 4 ingin selalu dicium, dipeluk dan ditemani sang pacar. Apabila hal tersebut tidak dilakukan oleh pacar maka akan menimbulkan kemarahan dari informan 4. “Enak, kalau pas haid lagi deres aku enggak cuman kalau flek-flek gak masalah. Ini aku masih haid lo mbak ini aku pakai softek di tas ku ada softeks, justru kalau aku pertama haid justru aku malah nafsu mbak, serius sumpah !! kalau lagi haid “ yank aku mau kamu cium” gak tau mbak, aku juga gak tau siklusnya orang, tingkat nafsunya orang kan beda-beda. Aku justru pas awalawal haid aku malah nafsu pengen di temeni sama pacar ku” ( Informan 4 ) Berdasarkan data dan informasi di atas, para mahasiswa menjaga kesehatan reproduksi sudah baik karena mereka khawatir jika terjadi kehamilan tidak diinginkan, sehingga mereka akan mengalami kesulitan untuk bekerja dan merasa malu dengan orang sekitar. Tabel 4.14. Cara menjaga kesehatan reproduksi mahasiswa sebagai WPS No 1 2
Informan Penyalur WPS ( G ) WPS1 ( V )
3
WPS 2 ( R )
23
4
WPS 4( F )
24
+
Umur 22 21
Keterangan Saat menstruasi tidak menerima job, tidak tahu masa subur Saat menstruasi tidak menerima job, mengetahui siklus maa subur dengan menggunakan KB Saat menstruasi tidak bekerja kecuali sudah flek / spooting Saat menstruasi tidak menerima job, mengetahui masa subur, libido meningkat saat menstruasi
Sumber : Data Primer diolah Maret – Mei 2016
b. Partner seksual Dalam berhubungan seksual partner merupakan hal yang sangat penting, karena pemilihan partner seksual dapat memberikan sensasi tersendiri dan kepuasan yang berbeda. Mahasiswa sebagai wanita pekerja seks melakukan hubungan dengan pelanggan sekitar 3 – 4 x dalam satu minggu. Dalam menajalani pekerjaan tersebut mereka juga mempunyai teman dekat ( pacar ). Selain melakukan hubungan seksual dengan pelanggan mereka juga melakukan hubungan dengan pacar untuk memenuhi kebutuhan biologis dan mempererat hubungan
74
diantara mereka. Pada saat berhubungan dengan pelanggan WPS harus pintar untuk merayu pelanggan untuk bersedia menggunakan kondom, jika hubungan seksual dengan pacar (kekasih ) para WPS lebih flexibel. Hal tersebut didukung oleh pernyataan dari informan 2 yaitu : “He’em, dulu ada temen ku yang cowok,”sayang, kamu mending jangan kayak gitu lagi aku gak mau kamu kayak gitu”, ceweknya bilangnya gini “emang kamu bisa ngidupin aku ? nek bisa aku berhenti langsung sekarang” cowoknya kan kuliah, “kamu aja minta ML aja tak turutin tinggal ML kok, makan ikut aku” ceweknya bilang gitu.”duh sayang jangan kayak gitu lagi maksude nerima gitu lo nerima ceweknya pernah kayak gitu, tetep gak mau ceweknya ( Informan 2 ) Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan 1 dalam memberikan pelayanan. “Ya bagaimana pinter – pinternya nya kita merayu kan kembali kesitu lagi, Ya ada, kalau aku yang rayu ya biasa, rada nakut-nakutin juga to mba nanti kalau gak pakai kondom kayak gini ya rada nakal2 gimana gitu, gini lo mba tak kasih pelukan kayak gini “ ( Informan 1 ) Menurut informan 2 para pelanggan juga sudah mengerti tentang kegiatan seksual yang dilakukan. “saya, gak maksa sih mba biasanya sudah tau kalau mau di masukkan itu sudah tau”( Informan 2 ) Untuk partner seksual dengan pacar terbawa oleh perasaan sesuai yang diungkapkan oleh informan 1. “Kalau sama pacar kan cenderung nafsunya karena sayang”( Informan 1) Untuk teknik berhubungan seksual selain teknik dan posisi seksual yang disepakati maka pelanggan
harus menambah tarif.
Hal ini sesuai dengan
pernyataan informan 4. “Setau ku sih gini mbak, kayak gitu tu tergantung ceweknya ya kalau ceweknya mau di anal gitu itu nanti mereka biasanya sih minta biaaya lebih” ( Informan 4 ) Berdasarkan dari data di atas, dalam melakukan hubungan seksual seorang WPS tidak hanya mempunyai 1 partner saja tetapi dan hubungan seksual yang dilakukan sesuai dengan komunikasi yang dilakukan
75
Tabel 4.15. Partner seksual mahasiswa sebagai WPS
No 1
Informan Penyalur+ WPS ( G )
2
WPS1 ( V )
21
3
WPS 2 ( R ) WPS 4( F )
23
4
Umur 22
24
Keterangan Saat menerima job harus bisa meningkatkan gairah bagi partner seksual , merayu dengan nakal untuk memakai kondom, partnet seksual pacar dan pelanggan Saat akan berhubungan menggunakn teknik rayuan dan menakuti – nakuti dampak yang kan terjadi, partner seksual pacar dan pelanggan Membangun hubungan seksual dengan pelanggan harus dapat memberikan variasi, partner seksual pelanggan. Saat melakukan hubungan seksual dengan pelanggan memeberikan sentuhan yang disukai oleh pelanggan, partner sesksual pacar dan pelanggan
Sumber : Data Primer diolah Maret – Mei 2016 c. Pengunaan Kontrasepsi Akses terhadap pelayanan keluarga berencana yang bermutu merupakan suatu unsur penting dalam upaya mencapai pelayanan kesehatan reproduksi Dalam hal ini tidak terkecuali untuk mereka Wanita Pekerja Seksual (WPS). Dengan pekerjaan yang mereka geluti, maka tingkat kebutuhan akan penggunaan kontrasepsi yang tepat sangat penting sekali.Penggunaan kontrasepsi pada WPS bermacam macam, mulai dari alat kontrasepsi hormonal seperti pil kondar ( kontrasepsi darurat ), suntik 3 bulan dengan hormon progestin dan implant ( kontrasepsi susuk ). Untuk kontrasepsi non hormonal yang digunakan adalah kondom. Kondom selain digunakan untuk mencegah kehamilan juga digunakan untuk mencegah penularan penyakit menular seksual. Ketika ada kerja panggialn WPS selalu menyediakan kondom sebelum bertemu dengan pelanggan. Kondom yang digunakan pada saat melayani pelanggan para WPS lebih memilih mengguankan kondom beraroma untuk meningkatkan semangat. Penggunaan kontrasepsi kondom dikemukakan oleh informan 3 sebagai WPS sebagai berikut “Enggak sih, kan aku pakenya pengaman mba [kondom ]. Kalau gak ada yang mau berarti tips nya tambah” ( Informan 3 ) Informasi yang sama juga diungkapkan oleh informan 3 tentang penggunaan alat kontrasepsi “Suntik yang 3 bulan, 1 bulan tambah gendut “ ( Informan 3 )
76
Apabila tidak sedang menggunakan alat kontrasepsi hormonal, maka informan juga menggunakan kondom sebagai alternatif untuk mencegah kehamilan. “Aku yang nyediain [kondom ], aku yang bawa” ( Informan 3 ) Pernyataan di atas didukung oleh informan 3 dengan menunjukkan kondom yang dibawa saat akan bertemu pelanggan sebagai berikut : Gambar 4.1 Kondom para WPS
Sumber : Dokumentasi peneliti, April 2016 Jenis alat kontrasepsi yang berbeda diungkapkan oleh informan 1. “Biasanya aku sukanya yang aroma, Ya yang punya aroma – aroma sendiri lah biar menambah semangat aja”( Informan 1 ) Apabila pelanggan tidak mau menggunkan kondom, setelah berhubungan seksual yang bersangkutan meminum pil kondar sebagai alternatif. “Enggak, kalu aku pil aja, Ya itu harus minum kondar” ( Informan 1 ) Jenis alat kontrasepsi lain yang digunakan juga diungkapkan oleh informan 2 yaitu “kalau aku sih pakainya implant mbak” ( Informan 2 ) Berdasarkan data di atas penggunaan alat kontrasepsi yang dipakai WPS adalah sebagai berikut :
77
Tabel 4.16. Penggunaan alat kontrasepsi pada WPS No 1 2
Informan Penyalur WPS ( G ) WPS1 ( V )
3
WPS 2 ( R )
23
4
WPS 4( F )
24
+
Umur 22 21
Keterangan Kondom, implant, kondom membawa sendiri, Menggunakan Kondom, apabila pelanggan menolak menggunkan pil kondar Implat / kontrasepsi susuk., suntik 3 bulan dan suntik 1 bulan Tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun, kadang kondom
Sumber : Data Primer diolah Maret – Mei 2016 Berdasarkan hasil penelitian, perilaku mahasiswa sebagai wanita pekerja seks dalam menjaga kesehatan reproduksinya sudah sesuai dengan tujuan kesehatan reproduksi dan pengguaan alat kontrasepsi yanga aman. Pada umumnya informan mengalami kesulitan dalam penggunaan alat kontrasepsi karena keinginan dari pelanggan yang tidak bisa ditolak serta akan
mengurangi jumlah pendapatan
mereka. Tabel 4.17 Perilaku kesehatan reproduksi mahasiswa sebagai WPS No
1
2
3
4
5
Perilaku kesehatan reproduksi mahasiswa sebagai WPS Cara menjaga Partner Penggunaan alat kontrasepsi kesehatan reproduksi seksual Saat menstruasi tidak Pelanggan tidak tahu masa subur, Alat menerima job, , pacar kontrasepsi kondom, membawa sendiri, Saat menstruasi tidak Pelanggan kontrasepsi Menggunakan menerima job, , pacar Kondom, apabila pelanggan mengetahui siklus menolak menggunkan pil kondar masa subur Saat menstruasi tidak Pelanggan Implant / kontrasepsi susuk., suntik bekerja kecuali 3 bulan dan suntik 1 bulan sudah flek / spooting Saat menstruasi tidak Pelanggan Tidak menggunakan apapun, menerima job, , pacar kadang kondom mengetahui masa subur, libido meningkat saat menstruasi Suntik 3bulan
Sumber : Data Primer diolah Maret – Mei 2016
78
4. Dampak akibat dari pekerjaan sebagai wanita pekerja seks
a. Kehamilan yang tidak diinginkan Kehamilan yang tidak diinginkan akan sangat menimbulkan masalah bagi sipelaku. Terutama bagi remaja yang masih kuliah hamil diluar nikah akan menimbulkan rasa malu yang luar biasa terutama orang tua. Beberapa mahasiswa dalam menjalani pekerjaan sebagai WPS ada yang sudah pernah mengalami kehamilan tidak diinginkan. Kehamilan yang terjadi diakibatkan karena berhubungan seksual dengan pacar maupun dengan pelanggan yang tidak bersedia menggunkan kondom. Hal tersebut diungkapkan oleh informan 3 sebagai berikut : “anaku ini ada gara – gara cecelakaan [kehamilan tidak diinginkan ] dulu mba ”( Informan 3 ) Hal tersebut didukung oleh pernyataan mucikari sebagai berikut: “ ya kalau hamil pasti banyak lah mbak, namanya juga ngesek, paling ya digugurke”( Informan 2 ) Informasi berbeda disampaikan oleh informan 1 yaitu “ nek misal hamil ya gamoang lah mbak, nek ga digugurkan palingan ya nikah sama pacar, beres kan. Wong aku sama pacarku juga sering berhbungan.” ( Informan 1 ) Informasi berbeda diungkapkan oleh informan 4 yang justru ingin membuktikan bahwa dirinya sehat dan bisa hamil. “ padahal kalau aku sedang subur aku malah ngeseks terus ik mbak, gak pake Kb tapi ko ya gak pernah hamil ya, kayae aku ki susah hamil, nek hamil malah alhamdulilah ( Informan 4 ) Berdasarkan data yang diperoleh, pada umumnya para WPS takut dengan kejadian kehamilan yang tidak diinginkan karena akan membuat mereka malu dan tidak dapat bekerja, terutama mencoreng nama keluarga. Tabel 4.18 Kehamilan yang tidak diinginkan No 1 2
Informan Penyalur WPS ( G ) WPS1 ( V )
3 4
WPS 2 ( R ) WPS 4( F )
+
Umur 22 21 23 24
Keterangan Belum pernah mengalami KTD, takut terjadi Belum pernah mengalami KTD, takut terjadi Sudah pernah hamil Belum pernah mengalami KTD, ingin hamil
79
Sumber : Data Primer diolah Maret – Mei 2016 b. Aborsi Aborsi dilakukan sebagai salah satu solusi untuk mengatasi masalah kehamilan yang tidak diinginkan tersebut mereka menempuh jalan aborsi, walaupun cara ini penuh resiko dan mahal. Sebagai wanita pekerja seks salah satu dampak dari pekerjaan tersebut adalah kehamilan yang tidak diinginkan. Dengan adanya kondisi tersebut maka alternatif dari masalah adalah melakukan aborsi. Berdasarkan informasi yang diperoleh seorang WPS dapat melakukan aborsi 3 sampai 4 kali. Untuk melakuakn aborsi mereka mempunyai jaringan seperti dokter pribadi, atau menggunakan obat penggugur kehamilan. Obat penggugur kehamilan diperoleh dari apotik dan sales yang sudah biasa mereka gunakan dengan membayar sekitar 500.000 sampai 2000.000. Hal tersebut diperkuat oleh pernytaan beberapa informan yaitu “Biasa, ada yang 4 kali “ (Informan 1 ) Informan 2 juga memperkuat pernyataanya informan 1 dengan : “Aborsinya kan gini mbak gak mesti dari dokter, dari minum obat mereka ini to lakuin”( Informan 2 ) Untuk melakukan aborsi mereka mempunyai tempat khusus sesuai pernyataan informan 1 “Ya namanya sekarang chanel kan banyak ya mbak ya nyari kayak gitu gampang ya mbak Cuma mereka berani bayar apa enggak ?” ( Informan1 ) Dilanjutkan dengan harga yang harus dibayar : “500 sampai 1 jutaan ? 1 juta lebih, Enggak 1 strip hampir 2 juta ada “ ( Informan 1 ) Hal ini didukung oleh pernyataan informan 3, bahwa : “ Dulu aku juga pernah mbak, melakukan itu [aborsi]” ( Informan 3 ) Pernyataan di atas juga diperkuat oleh informan 2 sebagai berikut : “Kan biasanya kayak gini mbak, ibaratnya kalau yang baru sebulan atau berapa minggu itu kan kayak orang mens biasa mbak, mereka pasti langsung di ketahui, ibaratnya kok telat datang bulan, kalau biasanya tu yang hamil 3 bulan sampai 4 bulan itu karena mereka gak kepikiran kalau dia hamil, seringnya kayak gitu kecolongan. Tapi kalau biasanya sih paling baru sebulan kalau gak Cuma berapa minggu tu kalau Cuma berapa minggu kan kayak
80
mens biasa ini, cuman paling ya halaah biasanya kalau mens kan ini to mbak keluar kayak gumpalan-gumpalan la itu modelnya kayak gitu” ( Informan 2 ) Hal ini didukung oleh pernyataan bidan pelaksana Puskesmas Karangayu Kota semarang sebagai berikut : “ biasane kalau yang sering menggugurkan kandungan ki masih kecil – kecil mbak, mash kuliah atau anak SMA. Malah ada yang SMP “( Informan 6 ) Pernyataan tersebut dipertegas oleh Koordiantor Lapangan LSM Griya Asa sebagai berikut : “nek anak – anak hamil kaya gitu rata – rata masih berusia muda , masih kuliah terus minta digugurkan. Ya terus kita rujuk ke PKBI jateng mbak, disana ada timnya tersendiri “( informan 5 ) Dari data di atas, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa dari 4 WPS yang pernah mengalami aborsi adalah 1 WPS, dan tempat aborsi biasa dilakukan di dokter khusus atau dengan minum obat Tabel 4.19 Aborsi pada WPS
No 1 2 3
Informan Penyalur WPS ( G ) WPS1 ( V ) WPS 2 ( R )
4
WPS 4( F )
+
Umur 22 21 23 24
Keterangan Belum pernah aborsi Belum pernah aborsi Pernah percobaan aborsi dengan obat Belum pernah aborsi
Sumber : Data Primer diolah Maret – Mei 2016
c. Infeksi Menular Seksual ( IMS ) Infeksi Menular Seksual ( IMS ) merupakan salah satu penyakit yang mudah ditularkan melalui hubungan seksual, dengan ciri khas adanya penyebab dan kelainan yang terjadi terutama di daerah genital, biasanya berupa peradangan dan pengeluaran cairan ditularkan melalui hubungan kelamin. Infeksi menular seksual sering dialami oleh wanita pekerja seks, dimana daerah vagina terasa gatal dan sakit untuk berkemih. Penyakit menular seksual ditularkan oleh para pelanggan kepada WPS kemudian dari WPS menularkan kepada pasangan sehingga dalam pengobatan harus dilakukan secara bersamaan. Para WPS mendapatkan obat dari
81
apotik atau teman yang sudah pernah mengakami infeksi tersebut sehingga tidak perlu ke dokter. Hal tersebut diungkapkan oleh informan 3 yaitu “Pernah sih mba, itu langsung di periksain juga gak apa-apa, di kasih kayak obat apa ya ” ( Informan 3 ) Selanjutnya diperkuat oleh informan 1 “he’e, kan cowoknya awalnya normal, la taunya cowoknya kan ceweknya Cuma iseng-iseng saja la terus ngerasa gatel katanya keputihannya sampai kuning udah di obatin tapi tu belum sembuh, katanya emang lama kalau cewek, terus dia berhubungan sama cowoknya tapi cowoknya tadinya tu ngerasain perih waktu pipis kena SP. Takutnya tu dapat, mungkin karna gak bersih ya” ( Informan 1 ) Untuk menacegah penularan IMS maka para WPS menggunakan pelindung seperti yang diungkapkan informan 3 sebagai berikut : “ya karena aku KB itu rutin KB itu, mungkin kadang iya sih mbak kadang kalau lupa tanggalnya lupa ngitung takutnya kalau hamil. Aku lebih takut penyakitnya dari pada hamilnya”( Informan 3 ) Informan 4 memperkuat pernyataan dengan mengatakan : “aku dulu pernah gini sih, temen ku dulu kan dokter kelamin jadi aku selalu Tanya ke dia y aku blak blakan ke dia sih mbak, dia bilang gak apa-apa ya namanya orang kan beda-beda namanya juga perempuan, ya gitu sih dia juga tau”( Informan 4 ) Dari data di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa para WPS ada yang terkena IMS dan pengobatan dilakukan dengan membeli obat di apotik dan dokter pribadi mereka. Adapun penapisan / screening IMS pada WPS dapat dilakukan dengan mengunjungi klinik Griya Asa Kota Semarang. Hal ini seperti yang ditampilkan dalam gambar berikut ini. Gambar 4.2 Screening / Penapisan Infeksi Menular Seksual pada WPS
82
Sumber : Dokumentasi peneliti, Mei 2016 Tabel 4.20. IMS pada WPS
No 1
Informan Penyalur + WPS ( G )
Umur 22
2 3
WPS1 ( V ) WPS 2 ( R )
21 23
4
WPS 4( F )
24
Keterangan Belum pernah terkena IMS Belum pernah terkena IMS Sudah pernah, membeli obat di apotik Sudah pernah terkena IMS, periksa di dokter langganan
Sumber : Data Primer diolah Maret – Mei 2016
d. Dampak psikologi dan sosial Dampak psikologi dapat diketahui pada diri seseorang apabila terdapat aspek mental dan psikologis individu yang berubah karena suatu perilaku tertentu. Dampak psikologis yang terjadi pada mahasiswa yang mejadi WPS antara lain adalah mereka ( mahasiswa ) merasa kecanduan dengan hubungan seksual yang sering dilakukan. Apabila para WPS tidak melakukan hubungan seksual mereka merasa tidak enak badan. Keinginan untuk berhubungan seksual yang tidak terpenuhi, maka mereka akan mencari laki – laki yang bersedia untuk memenuhi dorongan seksual tersebut tanpa harus membayar. Dalam melakukan hubungan seksual para WPS memberikan banyak variasi teknik berhubungan seksual dalam melakukan hubungan untuk menghindari kejenuhan dan mencari sensasi yang lebih menyenangkan. Sebagian besar dari WPS jarang pulang ke rumah untuk bertemu keluarga dengan alasan sibuk. Hal tersebut diungkapkan oleh informan 1 sebagai berikut : “aku sih di bilang ketagihan gimana ya mbak ya namanya melakukan hal seperti itu enak ya enak “( Informan 1 ) Hal tersebut diperkuat oleh informan 2 “Dia gak pernah pulang, ibaratnya kalau dia lagi hamil dia di tempat biasa tempat kerja dia gak pernah pulang kampung kalau lagi hamil, ibaratnya lari lah. Kan orang tuanya gak tau dia kerja apa, ibaratnya kayak gitu. Berate kalau gak pulang kan orang tuanya “kok gak pernah pulang” namanya aja
83
kerja kan capek ya wajarlah orang tuanya menyikapinya tapi ya takut kalau terbongkar terus dikucilkan lah mbak, jadi mendingan gak pulang” ( Informan 2) Adapun dampak sosial yang dialami WPS dalam pergaulan mereka sering dipermainkan oleh laki – laki, seperti yang diungkapkan oleh informan 3 sebagai berikut : “Iya, orang kayak gitu ya mba biasanya di manfaatkan sama cowok-cowok, ibaratnya mereka butuh sama orang yang sama-sama mereka. Ibaratnya ya mbak aku butuh sama laki-laki yang nurut sama aku” ( Informan 3 ) Adanya rasa ketagihan untuk berhubungan seksual juga diungkapkan oleh informan 4 “Aku yang minta. Kadang tu “yank ayok maen ke kos” jujur mbak aku emang orangnya nafsuan kadang aku minta ke dia, dia malah gak nafsuan dia biasa lo mbak, yang nerangsang duluan masti aku” ( Informan 4 ) Informan 4 melanjutkan pernyataannya bahwa : “Maklum lah mbak kan juga ada rasa aduuh, mbaknya kan gak tau sih kan aku sudah pernah tau rasanya tak keluarin sendiri kadang”( Informan 4 ) Variasi teknik berhubungan seksual selalu diinginkan oleh pelanggan, sehingga adakalanya pelanggan yang mengajarkan teknik tersebut. Hal ini diungkapkan oleh informan 4 berdasarkan pengalamannya sebagai berikut : “Enggak, kadang omnya juga bilang “model yang kamu belum pernah apa ? nanyanya kayak gitu. Kayang ? belum pernah om, ya udah kayang kan akhirnya. Kalau sama pacar gimana ya mba yang penting udah keluar ya udh, kan pacar ku gak begitu nafsuan, yang nafsu tu aku sebenarnya. Jadi ya “bentar ya yank kamu jangan keluar dulu biar aku yang keluar dulu” kayak gitu”( Informan 4 )
Selanjutnya informan 4 juga menyatakan bahwa : “Kalau ku udah nafsu hawanya sampai di ubun-ubun ya udah lega, badan udah lega”( Informan 4 ) Berdasrkan data data yang diperoleh dari informan, bahwa dampak sosial psikologis yang terjadi adalah ketagihan hubungan seksual dan tidak perduli terhadap lingkungan / keluarga.
84
Tabel 4.21. Dampak sosial psikologis WPS No 1
Informan Penyalur + WPS ( G )
Umur 22
2
WPS1 ( V )
21
3 WPS 2 ( R ) S 4 WPS 4( F )
23 24
Keterangan Adanya rasa takut terbongkar, tidak peduli lingkungan / keluarga Ketagihan seksual, acuh tak acuh dengan lingkungan Merasa dipermainkan laki – laki Ketagihan seksual, acuh tak acuh dengan lingkungan
Sumber : Data Primer wawancara Maret – Mei 2016 Berdasarkan data di atas maka dampak yang dapat timbul dari prostitusi seperti kehamilan tidak diinginkan yang dilanjutkan dengan aborsi, infeksi menular seksual yang pernah dialami oleh informan yaitu Gonorheae dengan tanda keputihan yang bayak dan berbusa pada vagina, serta dampak sosial dan psikologis yang tidak dapat dihindari seperti ketagihan seksual dan adanya rasa acuh dengan lingkungan sekitar. Berikut adalah ringkasanny Tabel 4.22. Dampak yang terjadi akibat dari pekerjaan sebagai WPS No
Dampak prostitusi Aborsi IMS Belum Belum pernah pernah terkena IMS
1
KTD Belum pernah
2
Belum pernah
Belum pernah
Belum pernah terkena IMS
3
Pernah mengalami
Permah melakukan, gagal
4
Belum pernah
Belum pernah
5
Banyak mahasiswa hamil di luar nikah
Belum pernah ada kasus aborsi
Sudah pernah, membeli obat di apotik Sudah pernah terkena IMS, periksa di dokter langganan Tidak banyak yang periksa
Sumber : Data primer diolah Maret – Mei 216
Sosial/psikologis Adanya rasa takut terbongkar, tidak peduli lingkungan / keluarga Ketagihan seksual, acuh tak acuh dengan lingkungan Merasa dipermainkan laki – laki Ketagihan seksual, acuh tak acuh dengan lingkungan
85
5. Cara mengakses pelayanan kesehatan dalam melindungi kesehatan reproduksi
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan perseorangan, keluarga kelompok, dan ataupun masyarakat. Tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh beberapa WPS. Keadaan itu dikemukakan oleh beberapa WPS diantaranya informan 1 mengatakan : “Di apotik, itu yang biasa tapi tapi kalau yang kondar temen ku ada sih yang kerja aku minta tolong ambilke” ( Informan 1 ) Hal tersebut juga diungkapkan oleh koordinator lapangan LSM Griya Asa sebagai berikut : “IMS ada, disini ada [pelayanan kesehatan ]”( Informan 5 ) Informan 6 sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas Karangayu Kota Semarang menyatakan bahwa : “tidak ada mahasiswa yang periksa IMS mbak, kalau ada ya yang sudah ibu – ibu , nanti kalau ada yang terkena penyakit ya kita obati, di puskesmas menyediakan obatnya tetapi pasien jarang “( Informan 6 ) Hal tersebut disebabkan karena adanya kendala sesuai yang diungkapkan informan 6 : “Ya gak begitu banyak sih, karena di sini kan buka dari jam 9 sampai jam 3 itu kan jam-jamnya mereka sekolah jadi kan terpaut waktu itu sih sebenarnya, mungkin kalau kita bukanya hari minggu mungkin banyak yang kesini kali ya” (Informan 6 ) Tenaga kesehatan tersebut melanjutkan pernyataanya bahwa : “nek mahasiswa ki jarang mbak periksa ke sini, ya mungkin mereka sudah punya langganan sendiri mbak “( Informan 6 ) Hal yang berbeda diungkapkan oleh seorang informan yang bersedia untuk periksa di Puskesmas karena sudah berstatus menikah, sehingga tidak malu apabila ada orang lain yang mengetahui. “Aku pertama kan periksa itu aku nyoba puskesmas di kasih antibiotic, atmisfin atau obat apa itu tapi gak ngefek. Terus aku ke apotik minta yang racian itu langsung” ( Informan 3 ) Untuk pemeriksaan sekunder seperti Pap smear dan Inspection Visual Acid ( IVA ) para WPS belum ada yang berani melakukan. Hal tersebut disebabkan karena
86
mereka malu untuk periksa karena berstatus mahasiswa, belum menikah dan takut dengan hasil apabila terbukti positif. “Belum, gak berani aku” ( Informan 1 ) Belum adanya keinginan untuk melakukan pemeriksaan sekunder seperti Pap Smear sesuai pernyataan dari informan 1 “Gak pengen owk [Pap Smear], ntar kalau pengen. Aku takutnya gini mba klo udah tau hasilnya “ ( Informan 1 ) Koordiantor lapangan LSM Griya Asa juga mengungkapkan bahwa Griya Asa mempunyai klinik yang menyediakan pemeriksaan dan pengobatan IMS sebagai berikut : “Kan kalau di puskesmas kan wilayah, puskesmas wilayah kan otomatis ada tetangganya atau ada orang yang di kenal jadi kan mereka takut makannya mereka ke sini “ ( Informan 5 ) Jika pasien tidak dapat ditangani maka akan dirujuk ke RS pusat Dr. Kariadi Semarang untuk pengobatan. “Ya mungkin ya missal banyak lesi kan kalau banyak sekali gak bisa ditetes jadi kan di koter”( Informan 5 ) Tetapi hal yang berbeda diungkapkan oleh informan 3 yaitu : “ pernah sih mbak periksa di puskesmas, nek aku sih gak isin soale wes due anak, terus pas diperiksa ternyata ada sedikit peradangan “( Informan 3 ) Berdasarkan data di atas dalam mengakses pelayanan kesehatan beberapa WPS tidak bersedia untuk datang ke tempat pelayanan terdekat seperti puskesmas yang menyediakan pengobatan untuk IMS. Hal tersebut terjadi karena mereka malu untuk datang berobat sehingga lebih memilih untuk membeli obat di apotik atau sales obat.
87
Tabel 4.21. Akses layanan kesehatan para WPS No 1
Informan Penyalur + WPS ( G )
2 3
WPS1 ( V ) WPS 3 ( R )
Umur 22
Keterangan Belum pernah periksa
21 23
Belum pernah periksa Sudah pernah periksa di puskesma membeli obat di apotik 4 WPS 4( F ) 24 Periksa ke dokter langganan pribadi 5 Tenaga kesehatan 27 Jarang ada yang periksa , 6 LSM 25 Yang datang periksa WPS non mahasiswa Sumber : Data primer diolah Maret – Mei 2016
D. Pembahasan
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya. Kesehatan reproduksi meliputi menstruasi, masa subur, konsepsi, pra konsepsi, kehamilan, persalinan, nifas, alat kontrasepsi dan penyakit gangguan reproduksi. Oleh karena itu kesehatan reproduksi harus dilindungi untuk mencegah terjadinya kemungkinan gangguan fungsi reproduksi perempuan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi. Perlindungan kesehatan reproduksi yang saat ini sedang digalakakan oleh pemerintah yaitu perilaku seksual dan Infeksi Menular Seksual terutama pada kelompok berisiko tinggi tertular IMS dan HIV / AIDS seperti WPS, waria, LSL, pelanggan atau High Risk Man dan masyarakat umum. Realitas sosial di masyarakat terdapat mahasiswa yang menjadi wanita pekerja seks seperti mahasiswa di Kota Semarang. Pada bagian ini peneliti akan melakukan pembahasan terkait dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.
1. Latar Belakang mahasiswa sebagai Wanita Pekerja Seks ( WPS ) Berdasarkan hasil penelitian, dalam menjalani profesi sebagai wanita pekerja seks dalam hal ini adalah mahasiswa tentunya mempunyai beberapa alasan mendasar untuk menjalani pekerjaan tersebut. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa alasan yang pertama adalah karena gaya hidup. Sebagian besar karena
88
gaya hidup atau life style yang tinggi yang tidak didukung oleh keadaan ekonomi yang mendukung dari pihak keluarga, informan lain juga menyebutkan hal yang sama dengan menambahkan bahwa adanya rasa penasaran dan kurangnya perhatian dari keluarga akan menyebabkan mahasiswa terjerumus adalam dunia prostitusi. Sedangkan sebagian lain menyebutkan alasan mahasiswa masuk dalam dunia prostitusi selain faktor ekonomi karena ditinggal kekasih dalam keadaan hamil dan harus membiayai keluarga. Dengan pekerjaan ini seorang mahasiswa dapat menghasilkan uang sekitar Rp. 700.000 – Rp. 2000.000 untuk setiap transaksi yang mereka lakukan. Hal ini sesuai dengan teori Hull mengenai konsep diri bahwa
faktor
pendorong menjadi pelacur keterpaksaan keadaan ekonomi, keadaan ekonomi memaksa seseorang untuk menjalani prostitusi. keluarga dengan sosial ekonomi rendah, kebutuhan mendesak untuk mendapatkan uang guna membiayai diri sendiri maupun keluarganya, tidak mempunyai sumber penghasilan ( Zuroida , 2012 ). Pekerjaan ini dianggap merupakan alternatif pekerjaan. Adanya rasa frustasi, dimana seseorang yang sangat mendambakan kehidupan rumah tangga yang bahagia akan frustasi bila mengalami perceraian, seorang yang mencintai kekasihnya akan frustasi bila mengalami kegagalan cinta. Adapun untuk penghasilan yang didapatkan dari hasil prostitusi sesuai kajian dari Jakarta life ( 2015 ) bahwa dampak pelaku prostitusi berkedok mahasiswa ditawarkan degan harga 1,5 – 3 juta per malam. Lingkungan kampus dari mahasiswa sebagai WPS sangat berperan dalam menjalani pekerjaan ini. Dalam kegiatan akademik, walaupun sebagai WPS mahasiswa tetap mengikuti kuliah dan praktikum seperti mahasiswa yang lain dan menaati peraturan yang ada, seperti membayar SPP, mengikuti perkuliahan, ujian semester, praktek lapangan dan peraturan asrama. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Grace ( 2008 ) bahwa mahasiswa-mahasiswi yang melakukan penyimpangan ini, menjalankan perannya sebagai mahasiswa-mahasiswi dengan baik di lingkungan kampus mereka. Mereka berusaha mengontrol diri seperti penampilan, keadaaan fisik, perilaku dan gerak-gerik agar perilaku menyimpang yang mereka jalani ini tidak dapat diketahui oleh lingkungan mereka. Sebisa mungkin mereka menyembunyikan perannya sebagai wanita pekerja seks, karena mereka tahu bahwa menjadi wanita pekerja seks akan merusak nama mereka .
89
Penelitian ini memberikan hasil yang berbeda dengan teori perilaku, bahwa tingkat pendidikan yang rendah dan tidak memiliki keahlian membuat informan justru terjun menjadi seorang wanita pekerja. Menurut Green ( 1998 ) tingkat pendidikan seseorang merupakan salah satu faktor predisposisi dalam membentuk perilaku kesehatan. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi wawasan dan cara pandang dalam menghadapi masalah. Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung mengedepankan rasio saat menghadapi gagasan baru dibandingkan seseorang dengan pendidikan yang rendah ( Azmi, 2008). Karena semua informan yang digunakan peneliti adalah seorang mahasiswa dengan tingkat intelegen tinggi. Untuk para pelanggan, pada umumnya pelanggan dari mahasiswa sebagai WPS adalah laki – laki diatas usia 30 tahun dengan tingkat ekonomi yang sudah mapan ingin mencari suasana baru dalam berhubungan seksual karena merasa jenuh dengan kegiatan seksual yang kurang variasi dengan pasangan dan adanya kehidupan yang kurang harmonis dalam rumah tangga. Hal tersebut terjadi karena pada usia di atas 30 tahun laki – laki sedang mengalami masa pubertas yang kedua sehingga dorongan seksual yang tinggi membutuhkan kepuasan yang lebih dibandingkan dengan sebelum umur 30 th. Hal ini sesuai dengan kajian Kompas ( 2016 ) bahwa sekitar 57 persen pria yang sudah menikah lama mengaku tidak puas dengan kehidupan seksualnya.karena laki – laki pada usia yang sudah mapan ingin mencoba dengan hal – hal baru. Hal tersebut didukung dengan tempat tinggal suami istri berbeda karena suatu alasan seperti pekerjaan. Seorang laki – laki lenih memilih beruhubungan dengan mahasiswa sebagai penyalur nafsu karena bosan dengan istri selama bertahun – tahun.
2.
Jejaring sosial yang digunakan mahasiswa dalam mencari pelanggan di Kota Semarang Dengan adanya kecanggihan alat komunikasi, segala informasi dari belahan dunia manapun bisa kita ketahui dengan segera. Begitu pula dengan transaksi seksual. Dalam melakukan transaksi mahasiswa sebagai wanita pekerja seksual menggunakan banyak cara dalam melakukan transaksi dalam mendapatkan pelanggan. Sebagian besar informan mengatakan bahwa menggunakan media sosial dalam mencari pelanggan karena dianggap paling efektif dan mudah. Dalam melakukan transaksi dan mempromosikan tentang dirinya mereka menggunakan
90
media sosial seperti facebook, black berry mesenger dan facebook messenger untuk memepercepat transaksi dan dapat skaligus menampilkan foto untuk menarik pelanggan. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Husnul ( 2015 ) dalam Jurnal Sosiatri – Sosiologi yang menyebutkan, bahwa mahasiswa memiliki nilai yang cukup tinggi dibandingkan dengan praktek prostitusi lainnya, bahkan ada yang dibayar untuk perjam dengan harga Rp 500.000. Praktek terselubung ini tidak hanya bekerja sendiri, mereka membutuhkan rekan kerja untuk mencarikan mereka pelanggan. Pergerakan mereka dapat sangat cepat atau bisa juga lambat, tergantung bagaimana para pelaku praktek terselubung ini menjalankan aksinya. Tidak hanya mencari pelanggan “jualan” mereka, mereka juga melalui pergerakannya bisa menjaring orangorang untuk terlibat di dalam praktek ini. Baik hanya untuk dijadikan rekan mencari pelanggan atau malah menjadikan mereka pelaku prostitusi terselubung.
Sebagian
informan
lainnya
mengungkapkan
bahwa
lebih
aman
menggungkapkan jasa penyalur daripada media sosial. Karena jasa penyalur menjamin keamanan setiap WPS yang diberikan pekerjaan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian dari Sari ( 2015 ) bahwa penggunaan media online lebih berbahaya karena dapat dilacak oleh orang lain sehingga akan mudah menyebarkan jati diri. Selain itu dengan menggunkana jasa penyalur, maka penyalur akan memediasi antara WPS dan pelanggan.
3.
Perilaku mahasiswa sebagai wanita pekerja seks dalam melindungi kesehatan reproduksi di Kota Semarang Pembentukan perilaku seseorang sesuai dengan teori perilaku kesehatan yang diungkapkan oleh Bloom ( 1908 ) bahwa perilaku dibangun atas tiga unsur meliputi pengetahuan, sikap dan aktivitas. Berdasarkan faktor pengetahuan, sebagian besar informan menyebutkan bahwa kesehatan reproduksi yang baik adalah yang tidak terkena penyakit di daerah kelamin. Hal ini berbeda dengan teori Kesehatan reproduksi remaja dimana suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural (Fauzi., 2008). Perbedaan ini disebabkan karena bagi WPS yang terpenting adalah organ reproduksi mereka tidak mengalami masalah.
91
Cara mahasiswa sebagai WPS dalam menjaga kesehatan kesehatan reproduksinya yaitu menghindari berhubungan seksual saat menstruasi hal ini dilakukan karena mereka memiliki asumsi pada saat menstruasi mereka kan hamil sehingga menghindari hal tersebut. Pada saat menstruasi para WPS tidak menerima pekerjaan karena mereka merasakan pada saat berhubungan tidak nyaman dan mengasumsikan bahwa nanti darah menstruasi yang kotor akan masuk kembali dalam perut sehingga akan menimbulkan penyakit. Hal tersebut sesuai dengan artikel kesehatan bahwa berhubungan seksual saat menstruasi berisiko lebih tinggi terkena infeksi atau tertular penyakit dibandingkan melakukan hubungan seks di luar masa menstruasi. Saat menstruasi, kondisi leher rahim akan terbuka sehingga memungkinkan darah untuk masuk ke dalamnya. Hal tersebut memudahkan bakteri untuk menuju rongga panggul. lebih mungkin untuk menularkan penyakit HIV dan hepatitis ke pasangan saat kondisi seperti ini karena lebih banyak cairan tubuh/darah. Saat menstruasi, kadar potential Hydrogen (pH) vagina Anda lebih rendah, maka tingkat keasamannya pun berkurang. Kondisi tersebut lebih mungkin untuk infeksi jamur atau bakteri dan adanya risiko untuk hamil, walaupun kecil. Dalam melindungi kesehatan reproduksi para WPS melindungi kesehatan reproduksinya agar tidak terjadi kehamilan mereka menggunakan alat kontrasepsi seperti pil kondar , implant, suntik KB 1 bulan , suntik KB 3 bulan dan kondom. Hal ini sesuai dengan kajian dari BKKBN ( 2012 ) menyatakan bahwa alat kontrasepsi hormonal
atau obat kontrasepsi yang
bertujuan untuk mencegah
terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung preparat esterogen dan progesteron. sehingga
Hormon
FSH
ini
bekerja
sebagai
penghambat
proses konsepsi terhambat. Alat kontrasepsi tersebut antara lain pil
kombinasi yang diminum setiap hari, Kontrasepsi suntikan adalah kontrasepsi untuk wanita yang diberikan dalan bentuk suntikan yang mengandung hormon, Implant adalah jenis kontrasepsi dalam bentuk kapsul yang mengandung hormon progesteron yang dimasukkan di bawah kulit. . Menurut Saifuddin ( 2012 ) cara kerja utama kontrasepsi ini adalah dengan mengentalkan lendir serviks, sehingga menghambat penetrasi sperma untuk masuk lebih jauh. Disamping itu progestin juga menghambat ovulasi, mengganggu motilitas tuba sehingga sehingga transfortasi sperma terganggu, dan mengganggu perubahan fisiologis endometrium sehingga menghalangi nidasi.
92
Hal ini juga relevan dengan teori Health Belief Model (HBM) yaitu model psikologis yang mencoba untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku kesehatan. Konsep yang mendasari HBM adalah bahwa perilaku kesehatan ditentukan oleh keyakinan pribadi atau persepsi tentang penyakit dan strategi yang tersedia untuk mengurangi terjadinya penyakit (Hoch-Baum, 1958). Persepsi pribadi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan interpersonal. HBM bertujuan untuk merubah perilaku dalam menghindari suatu penyakit atau memperkecil risiko kesehatan (Maulana, 2009) Pada penelitian ini ditemukan bahwa pada salah seorang informan saat menstruasi ingin selalu dicium, dipeluk dan ditemani sang pacar. Apabila hal tersebut tidak dilakukan oleh pacar maka akan menimbulkan kemarahan dari informan. Hal ini berbeda dengan apa yang disampaikan dalam teori Manuaba ( 2007 ) yaitu pada wanita yang sedang mengalami menstruasi lebih mudah menderita keluhan-keluhan ini adalah wanita yang lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid dan terhadap faktor-faktor psikologis. Keluhan terdiri dari gangguan emosional berupa emosional berupa iritabilitas, gelisah, insomnia, nyeri kepala, perut kembung, mual, pembesaran dan rasa nyeri pada mammae, dsb. Sedang pada kasus yang berat terdapat depresi, rasa ketakutan dan gangguan konsentrasi.
4.
Dampak yang muncul pada mahasiswa sebagai akibat dari pekerjaan sebagai wanita pekerja seks Beberapa
mahasiswa dalam menjalani pekerjaan sebagai WPS ada yang
sudah pernah mengalami kehamilan tidak diinginkan. Kehamilan yang terjadi diakibatkan karena berhubungan seksual dengan pacar maupun dengan pelanggan yang tidak bersedia menggunkan kondom. Sedangkan informan lain mengatakan bahwa sengaja melakukan hubungan seksual di masa subur tanpa menggunkan alat kontrasepsi karena ingin mengetahui bahwa dirinya dapat hamil atau tidak. Aborsi dilakukan sebagai salah satu solusi untuk mengatasi masalah kehamilan yang tidak diinginkan tersebut mereka menempuh jalan aborsi. Meskipun cara ini penuh resiko dan mahal bahkan bertaruh nyawa sekalipun Masalah kesehatan pelaku prostitusi juga berdampak pada kesehatan psikolgis. Sebagian besar WPS mengatakan bahwa mereka menjadi pribadi yang acuh dan menyendiri dari kehidupan masyarakat. Karena mereka mersa dapat memenuhi
93
kebutuhan hidupnya sendiri. Dampak prostitusi berupa kehamilan tidak diinginkan dan aborsi sesuai dengan penelitian Alia (2004) yang menyatakan bahwa, dampak aborsi dapat dibedakan menjadi 2 hal yaitu secara kesehatan dan psikologi. Dampak kesehatan : kematian karena perdarahan, infeksi rahim, Uterine Perforation yaitu rahim yang robek, kerusakan leher rahim ( Cervikal laceration )yang dapat menyebabkan kecacatan, kemandulan ( Ectopic Pregnancy ), infeksi rongga panggul ( Pelvic Inflamantory Disease ). Sedangkan dampak psikologi : kehilangan harga diri, depresi kronis dan mengalami trauma. Dampak dari adanya prostitusi adalah meningkatnya IMS di masyarakat. Sebagian besar para WPS yang terkena IMS tidak memeriksakan diri ke layanan kesehatan tetapi mereka hanya mendapatkan obat dari apotik atau teman yang sudah pernah mengakami infeksi tersebut sehingga tidak perlu ke dokter.hal itu dilakukan karena malu dengan lingkungan jika ada yang mengetahui hal tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian partisipatori AYLA di Surakarta dan Indramayu ( 2008 ) Beberapa bentuk masalah kesehatan fisik dan mental yang dapat dihadapi oleh anak yang menjadi pelacur, yaitu : a. Kesehatan seksual, keterjebakan dalam pengalaman seksual sejak dini bagi remaja yang masuk dunia prostitusi tidak diimbangi oleh pengetahuan yang cukup tentang akibat-akibat tindakan seks berganti-ganti pasangan, penyakit ini berupa pada vagina, pendarahan di anal, dan pengeluaran cairan nanah yang bau dari kelaminnya. Hal ini sesuai dengan data dan informasi yang didapatkan peneliti di lapangan bahwa dengan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada mahasiswa yang bekerja sebagi WPS juga mengalami penyakit kelamin yaitu Gonorheae dan servicitis. b. Penyakit Menular Seksual, atau penyakit kelamin (veneral diases) telah lama dikenal dan beberapa diantaranya sangat populer di Indonesia, yaitu sifilis dan kencng nanah. Dampak penyakit menular sangat luas dan kompleks antara lain dampak medis berupa kematian, timbulnya kanker 27 ganas,kebutaan, janin mati dalam kandungan, cacat bawaan, berat badan bayi lahir rendah, kelanan sistem kardiovaskuler, kelainan susunan saraf pusat, penyakit radang panggul dan kemandulan. Selain itu juga akan meningkatkan risiko menularkan maupun tertular HIV/AIDS. Hal ini relevan dengan yang didaptkan oleh peneliti bahwa salah seorang informan dari penelitian berpotensi mengalami kemandulan karena pekerjaan tersebut.
94
c. Kesehatan reproduksi, tingginya frekuensi aktivitas seksual dan kebiasaan berganti-ganti pasangan yang dilakukan oleh remaja yang menjadi pelacur beresiko terhadap masalah kesehatan reproduksi, masalah reproduksi remaja yang menjadi pelacur seperti kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi dan rasa sakit akibat praktek seksual dengan berbagai gaya yang mengakibatkan perut ketedun atau turun rahim. Hal ini sesuai dengan yang ditemukan peneliti bahwa dari beberapa informan ada yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan yang dilanjutkan dengan aborsi yaitu informan 1 dan informan 3. d. Penyakit mental, terkait dengan kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan minuman beralkohol yang dikonsumsi remaja yang menjadi pelacur seringkali membawa pengaruh yang mengakibatkan anak mengalami ketidakstabilan emosi yang tidak terekspresikan dalam perilaku tidak sehat dari anak yang menjadi pelacur, perilaku tidak sehat ini dapat mencakup : pemarah, bangun tidur kesiangan karena begadangan, boros, membantah perintah orang tua, mudah putus asa dan keras kepala. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di lapangan, dimana pada penelitian ini peneliti menemukan adanya penyakit mental seperti acuh tak acuh dengan lingkungan sekitar, menjauhi keluarga dan ketagihan hubungan seksual.
5. Cara mahasiswa sebagai wanita pekerja seks mengakses pelayanan kesehatan untuk melindungi kesehatan reproduksinya Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa dalam mengakses pelayanan kesehatan beberapa WPS tidak bersedia untuk datang ke tempat pelayanan terdekat seperti puskesmas yang menyediakan pengobatan untuk IMS. Hal tersebut terjadi karena mereka malu untuk datang berobat sehingga lebih memilih untuk membeli obat di apotik atau sales obat. Hanya satu informan yang mengatakan bahwa pernah melakukan pemeriksaan di puskesmas. Hasil penelitian ini berbeda dengan teori Health Belief Model (Rosenstock, 1982), yang menyatakan bahwa seseorang memiliki perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan). Artinya persepsi individu tentang kemungkinannya terkena suatu penyakit akan mempe-ngaruhi perilaku mereka khususnya untuk melakukan pencegahan atau mencari pengobatan. Mereka yang merasa dapat terkena penya-kit tersebut akan lebih cepat merasa terancam. Seseorang akan bertindak untuk mencegah penyakit bila ia merasa bahwa sangat mungkin terkena
95
penyakit tersebut. Kerentanan dirasakan setiap individu berbeda tergantung persepsi tentang risiko yang dihadapi individu pada suatu keadaan tertentu (Frances, 2005). Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa mahasiswa masuk dalam dunia prostitusi karena adanya keinginan untuk memenuhi life style yang tinggi, rasa penasaran dan kurangnya perhatian dari keluarga. Life style dan rasa penasaran yang tinggi didorong oleh pergaulan teman sebaya, sehingga mereka menggunakan cara pintas untuk mendapatkan uang yang lebih dengan cara mudah. Kurangnya perhatian dari keluarga merupakan faktor pendorong yang kuat, hal tersebut terjadi karena orang tua hanya memberikan kasih sayang berupa materi tanpa memperhatikan kebutuhan psikologis anak terutama para remaja. Hal ini diakibatkan orang tua lebih mementingkan pekerjaan dan kurangnya interaksi antara orang tua dan anak. Karena kurangnya perhatian dan kasih sayang mereka mencari perhatian di tempat lain. Yang membedakan prostitusi pada mahasiswa dengan WPS ada umumnya adalah mahasiswa lebih terselubung dan tersembunyi daripada WPS yang lain. Mahasiswa sebagai WPS mempunyai daya jual yang tinggi dibandingkan dengan WPS pada umumnya karena pelanggan beranggapan bahwa mahasiswa tidak banyak dipakai oleh orang umum dan mereka lebih bersih dan aman. Selain dari faktor lingkungan kurangnya perhatian dan kontrol dari orang merupakan faktor pendukung dari timbulnya prostitusi pada mahasiswa. Sebagai seorang mahasiswa kesehatan,
informan dalam menjaga kesehatan
reproduksi sudah lebih mengerti tentang alat kontrasepsi daripada informan yang berasal dari ilmu hukum atau administrasi publik. Dalam menjaga kesehatan reproduksi para informan dari bidang kesehatan ataupun non kesehatan , mereka mempunyai sikap yang sama yaitu tidak pernah mengakses pelayanan kesehatan secara formal. Hal itu disebabkan karena mereka malu apabila ada orang yang mengetahui bahwa mereka sebagai mahasiswa menderita suatu penyakit kelamin. Pada salah satu mahasiswa mempunyai perilaku seksual yang berbeda dimana mahasiswa ada yang sengaja berhubungan saat menjelang terakhir menstruasi karena ingin memastikan kesuburan dalam sistem reproduksinya. Karena selama ini berhubungan tanpa kondom tidak pernah hamil. Berdasarkan analisa dan pembahasan di atas peneliti dapat menyatakan bahwa perilaku seksual dan kesehatan reproduksi mahasiswi sebagai Wanita Pekerja Seks di Kota Semarang disebabkan karena terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi
96
mahasiswa menjadi pekerja seks, jejaring sosial yang digunakan untuk mendapatkan pelanggan, perilaku tentang kesehatan reproduksi, dampak dari pekerjaan sebagai WPS dan akses pelayanan kesehatan. Hal ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang harus dipecahkan bersama baik pemerintah, lembaga non pemerintah serta masyarakat. Berdasarkan pembahasan mengenai perilaku seksual dan kesehatan reproduksi mahaiswa sebagai Wanita Pekerja Seks ( WPS ) di Kota Semarang, akan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
97
Tabel 4.22. Perilaku Seksual dan Kesehatan Reproduksi Mahasiswa Sebagai Wanita Pekerja Seks ( WPS )
Latar belakang
Uraian Life style Keadaan keluarga Akademik Pelanggan
Jejaring sosial
Kasus 1 Tinggi Cukup
Kasus 2 Tinggi Kurang mampu Aktif Aktif Jenuh dengan Menyukai istri & wanita muda, pekerjaan jauh dari istri
Hasil pekerjaan
Rp 1000.000 – > Rp.1000.000 Rp. 1500.000
Media
Foto biasa
Cara promosi
Lewat teman
Mencari sendiri, penyalur SMS, No PIN BBM telepon khusus
Transaksi
Perilaku Cara menjaga Menstruasi kesehatan kesehatan tidak reproduksi menerima job Partner seksual
Dampak
Kontrasepsi Kehamilan diinginkan Aborsi IMS Psikologi kesehatan
Akses pelayanan kesehatan
Sikap
Foto Fulgar
Pacar &pelanggan
Menstruasi tidak menerima job Pacar
Kasus 3 Tinggi Kurang mampu Aktif Teknik seksual istri monoton, jarang bertemu istri Rp.700.000 Rp.1200.000 Foto Fulgar Penyalur, mencari sendiri SMS, SMS, No telepon khusus Menstruasi tidak menerima job pelanggan
&pelanggan
+ ( ya ) tidak Belum pernah
+ ( ya ) Belum pernah
Belum pernah
Belum pernah
+( ya ) Pernah
Pernah , gagal Belum pernah Belum pernah Pernah dan Tidak peduli Tidak peduli Tidak peduli lingkungan lingkungan, lingkungan ketergantungan seksual Tidak pernah Tidak pernah Di periksa periksa puskesmas Takut, malu Takut , malu Takut , malu
Pemeriksaan sekunder Sumber : Data analisa, Mei 2016
Kasus 4 Tinggi Kurang mampu Aktif Jauh dengan istri, bosan dengan istri
Rp. 1000.0000 – Rp. 2000.000 Foto Berhijab + foto seksi Mencari sendiri Facebook, PIN BBM Menstruasi tidak menerima job Pacar &pelanggan - ( tidak ) Belum pernah Belum pernah Pernah Tidak peduli lingkungan, ketergantungan seksual Tidak pernah periksa Takut , malu
98
E. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini mengungkap secara mendalam tentang perilaku seksual dan kesehatan reproduksi mahasiswa sebagai wanita pekerja seks di Kota semarang dilihat dengan menggunakan teori Bloom dan Rosenstock, yaitu dari faktor latar belakang, jejaring sosial, perilaku menjaga kesehatan reproduksi, dampak dari pekerjaan WPS dan akses pelayanan kesehatan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sehingga generalisasi hanya dapat dilakukan pada konteks yang serupa. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah belum mengungkap secara mendalam tentang penyelesaian masalah prostitusi dari peneliti, pelaku maupun oleh tenaga kesehatan. Selain itu penelitian ini juga belum mengungkap secara mendalam tentang penanggulangan
Infeksi Menular Seksual,
khususnya pada WPS serta maraknya prostitusi di lingkungan mahasiswa.