29
Bab IV. Hasil dan Pembahasan
Penelitian penurunan intensitas warna air gambut ini dilakukan menggunakan cangkang telur dengan ukuran partikel 75 – 125 mesh. Cangkang telur yang digunakan adalah bagian cangkang terkalsinasi yang telah dipisahkan dari membrannya. Bagian ini dikenal sebagai lapisan palisade8. Penyusun utama lapisan palisade (sebesar 95%) adalah CaCO3 dalam bentuk kalsit. Sisanya sebanyak 2-3% merupakan matriks organik yang tertanam di dalamnya. Bagian paling luar dari lapisan ini dikenal sebagai kutikula. Kandungan terbesar pada kutikula adalah pigmen cangkang telur. Bagian dalam kutikula tersusun atas lapisan film tipis kristal hidroksiapatit8. Gambar IV.1 menunjukkan hasil foto SEM (Scanning Electron Micrographs) lapisan palisade cangkang telur yang dipakai pada penelitian ini.
Gambar IV. 1 Foto SEM potongan melintang cangkang telur (perbesaran 1500 kali). Dari foto SEM tersebut terlihat bahwa lapisan palisade cangkang telur memiliki pori sehingga diharapkan senyawa asam humus dapat teradsorpsi pada pori ini. Untuk mengetahui kandungan organik pada lapisan palisade cangkang telur dilakukan analisis menggunakan FTIR dengan hasil seperti pada Gambar IV.2:
30
105 %T 2374.37 2515.18
3427.51
75
2873.94
2980.02
90
1083.99
60
711.73
1797.66
45
30
875.68
15
1425.40
0
-15 4500 4000 Cangkangtelur
3500
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750
500 1/cm
Gambar IV. 2 Spektrum IR lapisan palisade cangkang telur. Spektrum di atas menunjukkan bahwa pada lapisan palisade cangkang telur terdapat senyawa-senyawa organik yang memiliki gugus –NH, -OH, dan aromatik. Senyawa organik terkandung di dalam lapisan palisade dan pigmen yang terdapat di kutikula8. Senyawa organik tersebut antara lain asam uronat, asam hyaluronat, dan kopolimer kondroitin sulfat-dermatan sulfat7. Konsentrasi masing-masing senyawa di atas berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nakano et al (2001) terhadap cangkang telur terkalsinasi berturut-turut adalah sebesar 0,24, 0,29, dan 0,38 µg/mg berat kering. Air gambut merupakan air permukaan yang mengandung senyawa humus yang terdiri dari asam humat, asam fulvat dan humin16. Ketiga senyawa tersebut mengakibatkan air gambut berwarna cokat dan bersifat asam. Air gambut yang digunakan pada penelitian ini memiliki pH 4,01 dengan konsentrasi warna 475,776 Pt-Co (ppm). Konsentrasi warna air gambut ini berada di atas standar warna yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Permenkes No. 416/Men Kes/ Per/IX/1990 tentang standar air minum dan air bersih. Berdasarkan standar tersebut konsentrasi warna air maksimum yang diperbolehkan adalah sebesar 15 Pt-Co untuk air minum dan 50 Pt-Co untuk air bersih31.
31
Berdasarkan hasil FTIR dari ekstrak air gambut yang digunakan pada penelitian ini, diketahui bahwa air gambut mengandung berbagai gugus fungsi, antara lain : gugus –NH, -OH, -C=O, seperti yang terlihat pada Gambar IV.3:
97.5
678.94
%T
2374.37
90
1222.87
75
1082.07
82.5
1714.72
52.5
4500 4000 3500 Ekstrak-airgambut
3240.41
3417.86
60
3000
2500
2000
1616.35
1402.25
67.5
1750
1500
1250
1000
750
500 1/cm
Gambar IV. 3 Spektrum IR ekstrak air gambut. Pada penyimpanan yang cukup lama di suhu kamar air gambut akan membentuk endapan. Setelah dilakukan analisa FTIR terhadap endapan ini, diketahui bahwa endapan tersebut merupakan senyawa yang memiliki gugus fungsi –NH, -OH, C=O, seperti yang terlihat pada Gambar IV.4:
97.5 %T 90
1033.85
1267.23
1716.65
60
1442.75
2922.16
67.5
2362.80
75
2335.80
2852.72
82.5
1629.85
45
3425.58
52.5
37.5 4500 4000 3500 Endapanairgambut
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
Gambar IV. 4 Spektrum IR endapan air gambut.
750
500 1/cm
32
Berdasarkan usulan struktur senyawa asam humat dan asam fulvat yang diajukan oleh Stevenson (1982) dan Buffle et al (1977) dalam Peňa-Méndez (2005), asam humat dan asam fulvat mengandung gugus fungsi aldehid, alkohol, karboksilat, amin dan aromatik. Gugus-gugus tersebut juga terdapat pada ekstrak gambut dan endapan gambut. Sebagai pembanding analisa FTIR juga dilakukan pada senyawa asam humat komersil. Hasil analisanya ditunjukkan pada Gambar IV.5:
100 %T
796.60
90
1101.35
70
1035.77
80
30
4500 4000 Humic-acid
3500
1388.75 1581.63
3423.65
40
2362.80
2920.23
50
2335.80
2850.79
60
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750
500 1/cm
Gambar IV. 5 Spektrum IR asam humat komersil.
Spektrum di atas memiliki kemiripan dengan spektrum endapan air gambut. Sehingga dapat diperkirakan bahwa senyawa yang mengendap pada air gambut adalah asam humat. Asam humat bersifat larut dalam alkali, tetapi tidak larut dalam larutan yang memiliki pH < 2 16,17.
IV.1 Proses Penurunan Intensitas Warna Air Gambut
Terdapat dua mekanisme penurunan intensitas warna air gambut yang diajukan. Pertama, adalah melalui reaksi kimia antara senyawa pada cangkang telur dengan senyawa humus. Kedua, adalah poses adsorpsi senyawa humus pada material cangkang telur.
33
CaCO3 adalah komponen utama penyusun cangkang telur. CaCO3 di dalam larutan menunjukkan sifat basa sesuai dengan mekanisme berikut12: Ca2+ + CO32-
CaCO3 CO32- + H2O
HCO3- + OH-
Basa di dalam larutan diperkirakan akan bereaksi dengan senyawa humus yang bersifat asam. Sehingga salah satu reaksi kimia yang diperkirakan terjadi pada penurunan warna air gambut adalah reaksi asam-basa. Selain itu juga terjadi pelarutan senyawa-senyawa organik polar lainnya. Semua kandungan
cangkang
telur
diperkirakan
memberikan
kontribusi
dalam
menurunkan intensitas warna air gambut. Reaksi ini mengakibatkan peningkatan pH air gambut setelah perlakuan dari pH awal 4,01 menjadi sekitar 6.5 - 8. Peningkatan pH pada perlakuan variasi massa cangkang telur per 50 mL air gambut dapat dilihat pada Tabel IV.1: Tabel IV. 1 Data pH air gambut setelah diuji dengan variasi massa cangkang telur. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Massa Cangkang Telur yang Ditambahkan (g) 1 3 5 7 10 15 20
pH Air Gambut Setelah Perlakuan 7.57 7.74 6.92 7.46 7.57 7.80 7.18
pH yang dihasilkan pada perlakuan ini telah memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah melalui Permenkes No. 416/Men Kes/ Per/IX/1990, yaitu sebesar 6.5 – 8.5 untuk air minum dan 6.5 – 9.0 untuk air bersih31.
34
Untuk membuktikan apakah reaksi yang diajukan di atas terjadi pada proses penurunan
intensitas
warna
air
gambut
dilakukan
pengujian
dengan
menambahkan larutan pekat Ca(OH)2 pada 50 mL air gambut hingga merubah pH larutan menjadi 6. Campuran larutan tersebut kemudian diaduk menggunakan pengaduk magnet dengan kecepatan 400 rpm selama 60 menit. Diamati bahwa tidak terdapat endapan pada larutan. Endapan juga tidak terbentuk setelah larutan campuran didiamkan selama 24 jam. Jadi proses penurunan intensitas warna air gambut ini tidak terjadi melalui mekanisme reaksi kimia antara komponen Ca(OH)2 dengan air gambut. Kontribusi yang mungkin diberikan oleh reaksi kimia adalah reaksi antara senyawa asam humus dengan kandungan lain selain CaCO3 pada cangkang telur. Penurunan intensitas warna air gambut melalui mekanisme adsorpsi diperkirakan juga dapat terjadi. Hal ini karena cangkang telur merupakan material keramik yang memiliki pori18. Senyawa humus dapat teradsorpsi pada pori-pori dari material cangkang telur. Sehingga pada saat disentrifuga senyawa humus ikut mengendap bersama material cangkang telur. Untuk membuktikannya dilakukan foto SEM terhadap cangkang sebelum dan sesudah perlakuan proses adsorpsi. Hasil foto SEM ditunjukkan paada Gambar IV.6:
(a)
(b)
Gambar IV. 6 Foto SEM cangkang telur ukuran partikel 75-125 mesh: (a) Sebelum perlakuan; (b) Setelah perlakuan proses adsorpsi (perbesaran 1.500x).
35
Dari gambar di atas terlihat bahwa pori cangkang telur tertutup oleh suatu material yang diyakini adalah senyawa asam humus sehingga dapat dikatakan bahwa proses penurunan intensitas warna pada air gambut ini terjadi melalui proses adsorpsi. Konsentrasi warna air gambut diukur berdasarkan konsentrasi Pt-Co. Pengukuran ini berdasarkan standar yang dikeluarkan oleh American Standards of Treatment and Method (ASTM) yaitu ASTM D1209, suatu metode standar untuk menguji cairan berwarna yang jernih (skala Pt-Co). Larutan yang diukur adalah larutan dengan warna yang mendekati warna larutan standar skala warna Pt-Co. Larutan ini juga dikenal sebagai larutan Hazen atau larutan standar APHA (American Public Health Association) Larutan induk dengan konsentrasi 500 ppm (500 Pt-Co) dibuat dengan prosedur seperti dilakukan pada penelitian ini. Larutan standar tersebut harus memiliki absorbansi yang sesuai dengan batas yang dikeluarkan oleh ASTM seperti tertera pada Tabel IV.2 29:
Tabel IV. 2
Batas absorbansi larutan induk Pt-Co pada berbagai panjang gelombang.
Panjang Gelombang 430 455 480 510
Absorbansi 0.110 – 0.120 0.130 – 0.145 0.105 – 0.120 0.055 – 0.065
Data absorbansi larutan standar skala warna Pt-Co yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel IV.3:
36
Tabel IV. 3 Data absorbansi larutan induk Pt-Co pada berbagai panjang gelombang Panjang Gelombang 430 455 480 510
Absorbansi 0.1141 0.1382 0.1138 0.0611
Dari data di atas terlihat bahwa absorbansi dari larutan standar skala warna Pt-Co yang digunakan pada penelitian ini berada dalam batas yang ditetapkan oleh ASTM. Konsentrasi warna larutan standar skala warna Pt-Co dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer, tabung perbandingan warna (tabung Nessler), dan komparator warna. Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan menggunakan spektrofotometer, konsentrasi warna diukur pada panjang gelombang maksimum yang bervariasi, yaitu 355 nm1, 370 nm4, 440 nm32, 455 nm1. Beberapa variasi panjang gelombang maksimum lain yaitu: 270 nm, 340 nm, 400 nm, 420 nm, 430 nm, dan 405 – 450 nm 32. Standar warna lain yang dapat dijadikan alternatif pengukuran konsentrasi warna air gambut adalah standar warna Saybolt dan Kalium dikromat29. Konsentrasi warna Saybolt sebesar +25 sebanding dengan konsentrasi larutan standar skala warna Pt-Co sebesar 25 Pt-Co, juga sebanding dengan konsentrasi warna larutan yang dibuat dengan melarutkan sebanyak 4.8 – 5.6 mg kalium dikromat dalam 1 L aquades. Pada penelitian ini dipakai panjang gelombang pengukuran sebesar 300 nm. Hal ini didasarkan pada panjang gelombang maksimum air gambut dan larutan standar skala warna Pt-Co yang diukur. Gambar IV.7 menunjukkan spektrum absorpsi air gambut dan Gambar IV.8 menunjukkan spektrum larutan standar skala warna PtCo yang digunakan pada penelitian ini:
37
Gambar IV. 7 Spektrum absorpsi air gambut.
Gambar IV. 8 Spektrum absorpsi larutan standar skala warna Pt-Co.
Konsentrasi sampel ditentukan dengan mengkonversikan absorbansi sampel pada kurva standar. Kurva standar yang diperoleh pada penelitian ini ditunjukkan pada
Absorbansi
Gambar IV.9: 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
y = 0.0232x - 0.0333 R2 = 0.9995
0
10
20
30
40
50
Konsentrasi (ppm)
Gambar IV. 9 Kurva kalibrasi larutan standar skala warna Pt-Co.
38
Dengan mensubstitusikan absorbansi sampel air gambut ke dalam persamaan regresi linier, diketahui konsentrasi air gambut mula-mula adalah sebesar 475,776 ppm (Pt-Co).
IV.1.1 Pengaruh Massa Cangkang Telur
Untuk mengetahui pengaruh massa cangkang telur terhadap penurunan intensitas warna air gambut dilakukan dengan mencampurkan sebanyak 1, 3, 5, 7, 10, 15, dan 20 gram cangkang telur ke dalam 50 mL air gambut. Masing-masing larutan kemudian diaduk dengan pengaduk magnet dengan kecepatan 400 rpm selama 60 menit. Penurunan konsentrasi warna air gambut yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar IV.10:
% penurunan
100.00
90.00
80.00 0
5
10
15
20
25
Massa cangkang telur (g)
Gambar IV. 10 Grafik pengaruh massa cangkang telur terhadap % penurunan warna air gambut Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa penurunan intensitas warna semakin meningkat dengan meningkatnya massa cangkang telur. Hal ini karena cangkang sebagai material pengadsorpsi tersedia dalam jumlah banyak, sehingga lebih banyak senyawa humus yang dapat teradsorpsi. Pada massa cangkang telur > 5 gram, penurunan intensitas warna air gambut relatif stabil dengan nilai sekitar 94%. Konsentrasi air gambut setelah perlakuan dapat dihitung sebagai berikut: Konsentrasi penurunan = Kosentrasi air warna air gambut gambut mula-mula
x 94%
=
475,776 Pt-Co x 94%
=
447,229 Pt-Co
39
Konsentrasi air gambut setelah proses adsorpsi
= (475,776 – 447,229) Pt-Co = 28,547 Pt-Co
Nilai di atas telah memenuhi kriteria konsentrasi warna maksimum untuk air bersih yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu sebesar 50 Pt-Co (10).
IV.1.2 Pengaruh Waktu Kontak
Untuk mengetahui pengaruh waktu kontak terhadap penurunan intensitas warna air gambut dilakukan dengan memvariasikan waktu kontak dari 2 hingga 300 menit. Penurunan konsentrasi warna air gambut yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar IV.11:
% penurunan
100 90 80
Massa cangkang telur 5 g
70
Massa cangkang telur 1 g
Massa cangkang telur 3 g
60 50 0
50
100
150
200
250
300
Waktu kontak (menit)
Gambar IV. 11 Grafik pengaruh waktu kontak terhadap % penurunan warna air gambut.
Dari grafik tersebut terlihat bahwa waktu kontak tidak mempengaruhi penyerapan warna oleh cangkang telur. Banyaknya warna yang diserap relatif sama. Pada waktu kontak 2 hingga 15 menit, terlihat ada sedikit peningkatan penyerapan warna oleh cangkang telur. Pada waktu kontak 15 hingga 120 menit, grafik mengalami fluktuasi. Hal ini diperkirakan karena adsorpsi senyawa humus di permukaan cangkang telur belum stabil. Setelah waktu kontak ≥ 120 menit, senyawa humus yang terserap cukup stabil.
40
Ketidakstabilan ini diperkirakan karena ukuran molekul asam humus yang besar, sehingga menyulitkan untuk bisa terserap ke dalam pori cangkang telur. Posisi yang tepat menentukan kestabilan proses adsorpsi. Persen penurunan intensitas warna terbesar dihasilkan pada konsentrasi cangkang telur 5 gram/50 mL air gambut. Hasil ini sesuai dengan hasil pada penentuan pengaruh massa cangkang telur, dimana untuk volume air gambut yang sama penurunan intensitas warna air gambut sebanding dengan massa cangkang telur yang digunakan.
IV.1.3 Pengaruh Suhu
Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap penurunan intensitas warna air gambut, penelitian dilakukan pada suhu 25, 45, 55, dan 65oC dengan massa cangkang telur yang digunakan sebesar 3 gram. Penurunan konsentrasi warna air gambut yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar IV.12:
% penurunan
100.00 95.00
Suhu = 25 der Suhu = 45 der
90.00
Suhu = 55 der Suhu = 65 der
85.00 80.00 0
20
40
60
80
100
Waktu kontak (menit)
Gambar IV. 12 Grafik pengaruh suhu terhadap % penurunan warna air gambut pada berbagai waktu kontak
Dari grafik tersebut terlihat bahwa pada semua suhu yang diuji menghasilkan penurunan konsentrasi warna air gambut yang relatif sama. Secara teoritis, peningkatan suhu akan meningkatkan energi kinetik molekul di dalam larutan sehingga proses adsorpsi yang diinginkan akan lebih meningkat. Tetapi hal ini tidak terjadi pada proses ini. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh ukuran
41
senyawa humus yang besar, sehingga peningkatan suhu tidak begitu berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara penyerapan warna air gambut pada masing-masing suhu dilakukan uji statistik analisa variansi satu arah. Hipotesis yang diajukan yaitu: Ho : µ1 = µ2 = µ3 = µ4 H1 : paling sedikit dua diantaranya tidak sama Setelah dilakukan perhitungan, Ho diterima dengan tingkat kepercayaan 99%. Hal ini berarti data-data tersebut tidak berbeda secara signifikan. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada suhu uji 25, 45, 55, dan 65oC. Untuk kemudahan aplikasi dipilih suhu kamar (25oC).
IV.1.4 Pengaruh pH
Untuk mengetahui pengaruh pH terhadap penurunan intensitas warna air gambut, penelitian dilakukan pada berbagai pH, yaitu: 2, 4, 6, dan 8. Massa cangkang telur yang digunakan sebesar 3 gram. Penurunan konsentrasi warna air gambut yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar IV.13:
% penurunan
100.00 95.00
pH air gambut = 2 pH air gambut = 4
90.00
pH air gambut = 6 pH air gambut = 8
85.00 80.00 0
20
40
60
80
100
Waktu kontak (menit)
Gambar IV. 13 Grafik pengaruh pH terhadap % penurunan warna air gambut pada berbagai waktu kontak.
Dari grafik tersebut terlihat bahwa penurunan warna air gambut maksimum pada pH 2. Untuk mengubah pH air gambut dilakukan dengan menambahkan HCl atau NaOH. Pada saat dilakukan analisis menggunakan Spektrofotometer uv-vis
42
diperoleh spektrum yang sama untuk semua pH yang diuji. Dapat dikatakan bahwa pada saat penambahan HCl atau NaOH tidak terjadi reaksi kimia. Akan tetapi pada saat pH ditingkatkan intensitas warna air gambut menjadi semakin pekat. Peningkatan warna secara visual dapat dilihat pada Gambar IV.14:
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar IV. 14 Peningkatan intensitas warna air gambut pada berbagai variasi pH;(a) pH 2, (b) pH 4, (c) pH 6, (d) pH 8, (e) pH 10, (f) pH 12
Spektrum absorpsi air gambut dengan berbagai pH yang dianalisis menggunakan
Absorbansi
spektrofotometer uv-vis seperti terlihat pada Gambar IV.15:
Air Gambut
0.34 0.29 0.24 0.19 0.14 0.09 0.04 -0.01
pH 2 (+HCl) pH 4 (+HCl) pH 6 (+HCl) pH 8 (NaOH) pH 10 (+NaOH)
200
300
400
500
600
Panjang Gelombang
Gambar IV. 15 Spektrum absorpsi air gambut pada berbagai pH
43
Sebagai pembanding, analisis juga dilakukan terhadap asam humat komersil. Gambar IV.16 menunjukkan spektrum absorpsi larutan asam humat pada berbagai
Absorbansi
pH: 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 -0.1 200 250
Larutan asam humat pH 2 Larutan asam humat pH 4 Larutan asam humat pH 8 Larutan asam humat pH 10
300 350
400 450 500
550 600
Panjang Gelombang
Gambar IV. 16 Spektrum absorpsi larutan asam humat pada berbagai pH Dari kedua spektrum di atas terlihat bahwa dengan meningkatnya pH terjadi peningkatan internsitas warna pada air gambut dan larutan asam humat, tetapi tidak menggeser panjang gelombang maksimumnya. Secara teori, nilai pH dari larutan berpengaruh langsung pada visualisasi asam humat. Cincin aromatik yang merupakan unit dasar dari asam humat sebagai makromolekul polimer berlapis dihubungkan / berinteraksi melalui ikatan hidrogen pada gugus-gugus fungsinya. Gugus fungsi yang paling aktif adalah gugus karboksilat dan hidroksi fenolat. Disosiasi H+ dari karboksil atau hidroksil berhubungan dengan pH larutan. Pada pH rendah, karboksil dan hidroksil berada dalam bentuk –COOH dan –OH. Pada pH tinggi, gugus tersebut berada dalam bentuk –COO- dan O-. Sehingga jelas bahwa pada kondisi pH tinggi, asam humat mengandung lebih banyak muatan negatif28. Muatan negatif yang terbentuk pada peningkatan pH akan mengakibatkan perpanjangan/penambahan pola resonansi pada senyawa humus. Pada senyawa dengan resonansi pendek, perpanjangan resonansi akan mengakibatkan pergeseran panjang gelombang pada daerah uv-vis. Tetapi pengaruh perpanjangan resonansi terhadap pergeseran panjang gelombang pada senyawa asam humus tidak
44
terdeteksi, karena resonansinya yang cukup panjang. Hal ini terlihat dari panjang gelombang maksimum yang tetap tidak mengalami pergeseran. Perpanjangan resonansi ini secara visual terlihat melalui peningkatan intensitas warna air gambut. Perubahan pH juga berpengaruh terhadap konformasi asam humat. Pada pH rendah, asam humat memiliki struktur sferik. Sedangkan pada pH tinggi srukturnya agak linier. Sehingga jika pH ditingkatkan, ukuran asam humat akan bertambah, sehingga kapasitas adsorpsi akan berkurang34. Beberapa gugus fungsi pada permukaan senyawa asam humat memudahkannya membentuk kompleks dengan ion logam di dalam air28.
Asam humat dapat
membentuk kompleks dengan ion logam dan aktinida karena terdapat gugusgugus fungsi seperti karboksil dan fenol. Jumlah kation yang dapat diserap oleh asam humat meningkat sesuai dengan peningkatan pH26. Menurut Dees35, asam fulvat merupakan agen pengkompleks yang dapat membentuk kompleks dengan ion logam divalen dan trivalen serta senyawa logam terhidroksi.
IV. 1. 5 Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi dihitung menggunakan persamaan Langmuir dan Freundlich sebagai berikut: 1 1 x = + m abCe b
log
Keterangan:
x 1 = log C e + log K m n
…………..(IV.1)
…………..(IV.2)
x/m
= jumlah warna terserap per massa partikel
Ce
= konsentrasi warna sampel pada kesetimbangan
n, K
= konstanta Freundlich
a, b
= konstanta Langmuir.
45
Dengan memplotkan data x/m terhadap 1/Ce dan log (x/m) terhadap log Ce, diperoleh data slope dan intercept dari persamaan regresi linier grafik. Data tersebut diintrepretasikan kedalam persamaan isoterm Langmuir dan Freundlich sehingga diperoleh nilai konstanta dari masing-masing isoterm adsorpsi seperti ditunjukkan pada Tabel IV.4: Tabel IV. 4 Konstanta Langmuir untuk penyerapan warna air gambut oleh cangkang telur pada variasi waktu kontak. Massa cangkang telur (g) 5 3 1
1/b 3.9901 6.1939 14.111
b 0.2506 0.1614 0.0709
1/ab 13.205 43.513 458.82
a 0.3022 0.1423 0.0308
R2 0.9623 0.9900 0.9958
Data pada penelitian ini mengikuti isoterm Langmuir. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kelinieran grafik Langmuir yang baik12. Kesesuaian dengan isoterm Langmuir ini menunjukkan bahwa adsorpsi warna air gambut pada cangkang telur adalah monolayer36. Konstanta a menunjukkan jumlah warna yang terserap per unit massa cangkang telur untuk adsorpsi monolayer. Sedangkang konstanta b berhubungan dengan energi adsorpsi22. Nilai b yang mengalami peningkatan menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi meningkat sesuai dengan peningkatan waktu kontak. Dari data isoterm adsopsi Langmuir diperoleh nilai parameter kesetimbangan ditunjukkan pada Tabel IV.5: Tabel IV. 5 Nilai RL pada isoterm Langmuir. Massa cangkang telur (g) 5 3 1
RL 0.0069 0.0146 0.0640
46
Nilai RL berada pada interval 0 hingga 1. Hal ini menunjukkan bahwa adsorpsi ini bersifat favourable22. Data penelitian ini tidak mengikuti isoterm Freundlich. Nilai konstanta n pada penelitian ini tidak memenuhi kriteria untuk suatu proses adsorpsi.
IV.2 Aplikasi pada Pembelajaran Kimia Menggunakan Problem-Based Learning Ketersediaan air bersih merupakan salah satu masalah yang terdapat di Provinsi
Riau. Hal ini karena sumber air utama di Provinsi Riau adalah air gambut yang tidak memenuhi standar sebagai air bersih, terutama dari segi warna dan tingkat keasaman. Permasalahan pengadaan air bersih di Provinsi Riau ini dinilai dapat dijadikan suatu permasalahan di dalam pembelajaran kimia menggunakan PBL. Mengingat air gambut memiliki prospek untuk dapat diolah dan ketersediaannya yang cukup melimpah. Pengolahan air gambut menjadi air bersih dapat dijadikan suatu permasalahan di dalam PBL, karena permasalahan ini sesuai dengan kriteria yang ditetapkan pada PBL, yaitu12: 1. Masalah harus merupakan masalah dunia nyata dan tidak terstruktur 2. Masalah dapat menimbulkan bermacam pendapat dan dapat diterapkan pada pengetahuan interdisiplin 3. Masalah
menantang
siswa
untuk
mengidentifikasi
kebutuhan
pembelajarannya dan merupakan hal baru Jika diterapkan di dalam PBL permasalahan ini dapat diselesaikan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan menggunakan cangkang telur untuk menurunkan warna air gambut. Tidak tertutup cara lain dalam penyelesaian masalah ini. Alternatif penyelesaiannya diambil melalui proses diskusi.
47
Setelah diperoleh beberapa alternatif penyelesaian masalah, ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu: (1) kesesuaian dengan target kurikulum, (2) kesesuaian dengan tingkat pengetahuan dan keterampilan siswa, dan (3) ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan kerja siswa. Alternatif yang dijalankan adalah yang memenuhi ketiga kriteria di atas agar kerja yang dilakukan lebih bermakna dan mencapai tujuan yang diinginkan. Pengolahan air gambut menjadi air bersih dapat diterapkan sebagai pembelajaran berdasarkan PBL pada siswa kelas XI karena pada tingkat ini salah satu beban kurikulum yang harus dilalui adalah kimia koloid. Kerja ini dapat dijadikan proyek kerja semester yang dimulai pada awal semester sebelum topik kimia koloid dipelajari. Hal ini karena di dalam PBL, permasalahan diberikan kepada siswa sebelum informasi-informasi yang berkaitan dengan permasalahan tersebut disampaikan melalui media apapun, termasuk teks atau penjelasan23. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan dengan tahap berikut: 1. Mengadakan forum diskusi kelas tentang permasalahan lingkungan yang sedang
dihadapi
oleh
masyarakat.
Jika
diinginkan
guru
dapat
mempersempit lingkup permasalahan yang akan didiskusikan, misalnya dibatasi pada permasalahan lingkungan air saja. 2. Menciptakan suasana diskusi yang mendukung siswa lebih terbuka dalam berpendapat. Guru mengarahkan keinginan siswa sehingga diperoleh tujuan
yang
diinginkan.
Beberapa
alternatif
penyelesaian
dapat
dilaksanakan (setiap kelompok melakukan kerja yang berbeda) jika didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana. 3. Setelah diputuskan langkah kerja yang akan dilakukan, masing-masing siswa / kelompok kerja diberi lembar tabel Know Need Do (KND) yang harus dilengkapi untuk pertemuan berikutnya. Siswa secara berkelompok mendiskusikan dan mengisi tabel KND melalui proses belajar mandiri. 4. Pada pertemuan selanjutnya didiskusikan tentang langkah kerja yang akan dilakukan melalui presentasi masing-masing kelompok berdasarkan tabel KND. Diskusi diakhiri dengan penetapan langkah kerja yang akan
48
dilakukan dan aturan-aturan pelaksanaan kerja. Aturan kerja meliputi jadwal, keamanan dan kenyamanan kerja, dan hal-hal lainnya. 5. Kerja dilakukan dengan pengawasan guru. Diskusi mandiri dilakukan selama proses dengan sesedikit mungkin bantuan guru. 6. Hasil kerja dilaporkan dalam bentuk laporan tertulis, dan dilakukan juga melalui presentasi. Untuk lebih memacu semangat siswa, presentasi dapat dilakukan dalam bentuk seminar 7. Penilaian dilakukan oleh guru terhadap individu dan kelompok. Jika dibutuhkan, penelitian ini dapat dilakukan secara bersama dengan mata pelajaran lain seperti biologi, fisika, dan sebagainya, sesuai dengan topik dan proses kerja yang dilakukan. Pada
pembelajaran
ini
siswa
dituntun
untuk
memperoleh
sendiri
pengetahuannya melalui belajar mandiri dan melakukan percobaan. Melalui pembelajaran dengan metode ini siswa dapat belajar dengan lebih baik, mengerti yang mereka pelajari, dan ingat lebih lama melalui kerjasama dalam kelompok9.