BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. OPTIMASI FORMULA 1. Penentuan Titik Maksimum Tahap awal dalam penelitian ini adalah penentuan titik maksimum substitusi tepung jagung dan tepung ubi jalar. Titik maksimum tersebut diperlukan sebagai data masukan pada rancangan campuran untuk optimasi formula. Substitusi yang dilakukan pada tahap penentuan titik maksimum merupakan substitusi dengan satu jenis tepung, di mana hanya menggunakan tepung jagung atau tepung ubi jalar saja. Penentuan tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik sensori muffin berdasarkan skala Labelled Affective Magnitude (LAM) (Kemp et al. 2009) yang ditunjukkan pada Gambar 6. Skala Muffin disubstitusi dengan tepung jagung dari tingkat substitusi 50% hingga 100% dari berat total penggunaan tepung. Hasil ANOVA untuk atribut keseluruhan (Lampiran 2) menunjukkan formula muffin dengan berbagai tingkat substitusi tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis pada taraf signifikansi 5%. Karena skor kesukaan untuk atribut keseluruhan tidak berbeda nyata hingga tingkat substitusi 100%, maka tingkat substitusi tertinggi, yaitu 100%, dapat diambil sebagai titik maksimum. Skor kesukaan pada atribut keseluruhan dijadikan pertimbangan utama dalam penentuan titik maksimum karena atribut tersebut mewakili keseluruhan karakteristik muffin. Rataan skor kesukaan panelis untuk atribut keseluruhan pada tingkat substitusi 100% adalah sebesar 6,69, di mana berada pada rentang agak suka dan cukup suka pada skala LAM sehingga masih tergolong cukup disukai konsumen. Dengan demikian, tingkat substitusi 100% ditetapkan sebagai titik maksimum substitusi tepung jagung. Karakteristik muffin yang dihasilkan dari 100% tepung jagung adalah muffin berwarna kuning, tekstur muffin sedikit kurang kompak (remah agak hancur ketika muffin dibelah), aroma jagung cukup tercium, rongga sedang dan seragam seperti pada muffin 100% terigu, dan volume pengembangan cukup tinggi namun tidak setinggi muffin 100% terigu. Muffin 100% tepung jagung ditunjukkan pada Gambar 9.
Gambar 9. Muffin 100% tepung jagung Pada percobaan substitusi tepung ubi jalar pada muffin, tingkat substitusi dimulai dari 20% hingga 70%. Menurut Suprapti (2003), dalam pembuatan kue basah, tepung ubi jalar berfungsi sebagai campuran/substitusi tepung terigu sebesar 30%-50%. Hasil ANOVA untuk atribut keseluruhan (Lampiran 2), menunjukkan formulasi muffin dengan berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis pada taraf signifikansi 5%.
Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 2), sampel dengan tingkat substitusi 20%, 30%, dan 40% berbeda nyata dengan sampel pada tingkat substitusi 50%, 60%, dan 70%. Jika dibandingkan dengan skala LAM, skor kesukaan panelis terhadap atribut keseluruhan untuk tingkat substitusi 50%-70% berada di bawah skor 5 sehingga tergolong kurang disukai panelis. Sedangkan skor kesukaan untuk tingkat substitusi 20%-40% berada di atas skor 6 sehingga tergolong cukup disukai panelis. Karena titik maksimum adalah tingkat substitusi maksimum yang menghasilkan produk yang masih dapat diterima panelis dari segi sensori, maka tingkat substitusi 40% diambil sebagai titik maksimum untuk substitusi tepung ubi jalar. Skor kesukaan untuk tiap atribut muffin substitusi tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 5. Karakteristik muffin yang dihasilkan dari 40% tepung ubi jalar adalah muffin berwarna coklat gelap, tekstur muffin kompak (agak lengket saat dikunyah), aroma ubi jalar tercium, rongga kecil, dan volume pengembangan cukup rendah. Muffin 40% tepung ubi jalar ditunjukkan pada Gambar 10. Tabel 5. Skor kesukaan tiap atribut muffin substitusi tepung ubi jalar Tingkat Substitusi
20% a
30% ab
40% ab
Warna 6.49 5.99 5.83 Aroma 6.05a 5.60ab 5.62ab Tepung Rasa 6.02a 6.10a 5.94a Ubi Jalar Tekstur 6.15a 5.36a 5.34a a a Keseluruhan 6.38 6.02 6.05a *Skor kesukaan yang diwakili huruf yang sama dan berada menunjukkan skor kesukaan yang tidak berbeda nyata
50% ab
5.47 4.89abc 4.93b 4.32b 4.90b pada satu
60%
70%
b
5.10 5.40ab 4.78c 4.36c 4.54b 4.38b 4.02b 3.71b b 4.45 4.34b baris yang sama
Gambar 10. Muffin substitusi 40% tepung ubi jalar Rendahnya skor kesukaan panelis untuk muffin dengan tingkat substitusi di atas 40% disebabkan oleh aroma tepung ubi yang semakin kuat pada produk dan tekstur produk yang semakin lengket. Tekstur tersebut dipengaruhi oleh viskositas adonan yang tinggi seiring dengan meningkatnya jumlah tepung ubi jalar yang digunakan dalam formula. Viskositas puncak pati ubi jalar lebih tinggi dibanding terigu disebabkan oleh perbedaan jenis patinya (umbi-umbian dan serealia), di samping kadar dan struktur amilosa dan amilopektinnya (Suganuma and Kitahara 1998). Nilai viskositas puncak yang tinggi menggambarkan daya pengental yang tinggi pula (Wincy 2001). Selain itu, kandungan gula yang tinggi pada tepung
20
ubi jalar berpotensi menghambat proses gelatinisasi sehingga tepung ubi jalar tidak dapat digunakan dalam jumlah yang terlalu besar. Hal ini disebabkan gula bersifat higroskopis sehingga dapat menyerap air yang dibutuhkan untuk gelatinisasi pati. Substitusi tidak dilanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi dari 70% karena skor kesukaan panelis cenderung menurun dari tingkat substitusi 50%.
2. Rancangan Formula dan Nilai Respon Data yang dimasukkan ke dalam rancangan terdiri dari jumlah komponen dalam formula yang ditetapkan sebagai variabel berubah, total komposisi semua komponen, dan titik minimum dan maksimum dari masing-masing komponen. Variabel berubah dalam tahap optimasi formula terdiri dari tiga komponen yaitu tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi jalar. Perubahan nilai ketiga komponen bahan baku tersebut diharapkan akan mempengaruhi respon masing-masing formula. Selain variabel berubah, ditetapkan pula variabel tetap dengan nilai yang dijaga konstan untuk setiap formula sehingga tidak berpengaruh terhadap respon. Variabel tetap yang digunakan adalah suhu dan waktu pemanggangan muffin yaitu 150°C selama 50 menit. Total komposisi ketiga jenis tepung diasumsikan sebesar 100%. Data kisaran minimum dan maksimum substitusi dari masingmasing tepung dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kisaran penggunaan tiap jenis tepung Variabel Titik Titik minimum maksimum (%) (%) Tepung terigu 0 20 Tepung jagung 60 90 Tepung ubi 10 40
Titik maksimum penggunaan tepung terigu adalah 20%. Penentuan nilai 20% berdasarkan target substitusi minimal 80%. Tingkat substitusi yang semakin tinggi akan memberikan efek diversifikasi yang lebih signifikan pula. Berdasarkan percobaan pada tahap penentuan titik maksimum, titik maksimum substitusi tepung jagung mencapai 100%. Akan tetapi, titik maksimum yang dimasukkan ke dalam rancangan adalah 90% untuk mempertahankan penggunaan tepung ubi jalar di dalam formula. Hal ini disesuaikan pula dengan tujuan penelitian yaitu menghasilkan produk muffin yang disubstitusi oleh lebih dari satu jenis tepung. Rancangan formula dan nilai respon yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 7. Nilai respon yang ditampilkan pada tabel adalah rataan nilai respon dari 70 panelis.
21
Run 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Tabel 7. Rancangan formula dan nilai respon Komposisi formula (%) Nilai respon Terigu T. Jagung T. Ubi Warna Aroma Rasa Tekstur 0 0 0 11 20 4.4 20 0 5.5 10.3 15.6 20 0 15.6 5.2 0
75 90 75 60 60 67 66.7 90 79.6 69.3 74.4 60 60 74.4 60.6 60
25 10 25 29 20 28.5 13.3 10 14.9 20.4 10 20 40 10 34.2 40
6.2 6.7 6 4.3 6.7 5.7 6.2 6.7 6.4 5.1 6.9 6.3 3.9 7 4.8 3.7
5.5 5.8 5.6 5.2 6 5.8 5.4 5.7 6.2 5.6 6 6.1 5 5.6 5 4.9
5.2 5.8 5.5 5.2 5.4 5.4 5.2 5.5 5.9 5.6 5.6 6 5.1 6 5.1 5.1
4.7 5.1 5.1 5.1 4.6 4.5 4.6 5.4 5.7 5.3 5.3 5.4 4.2 4.9 4.1 4.3
Keseluruhan 5.4 6 5.8 5.3 5.7 5.4 5.5 6 6 5.6 6.1 6.3 5.1 6 5 4.7
3. Analisis Respon Pada tahap analisis respon, respon yang diperoleh untuk setiap parameter sensori akan diwakili oleh sebuah model polinomial. Tabel 8 menunjukkan hasil analisis respon untuk setiap parameter. Tabel 8. Hasil analisis respon optimasi formula muffin Nilai p Parameter
Model
Warna
Kubik yang direduk si
<0.0001 (sig)
Ketidaksesuaian 0,1155 (n sig)
Aroma
Kubik
0,0048 (sig)
0,9461 (n sig)
Rasa
Linear
Model
R2 disesuaikan
R2 diprediksi
Presisi adekuat
0,9705
0,8740
22,156 (>4,0)
0,8516
0,7628
10,152 (>4,0)
0,0214 0,6125 0,3612 0,1342 5,673 (sig) (n sig) (>4,0) Tekstur Linear 0,0135 0,3517 0,4035 0,2405 5,673 (sig) (n sig) (>4,0) Keseluruh- Linear 0,0002 0,6151 0,6848 0,5669 10,259 an (sig) (n sig) (>4,0) Keterangan: A = tepung terigu (%) B = tepung jagung (%) C = tepung ubi jalar (%)
Persamaan Warna = 12,31A + 0,16B – 4,25C – 0,21AB – 0,07AC + 0,07BC – 1,01x10-3AB(AB) –(5,35x10-4)AC(A-C) – (4,97x10-4)BC(B-C) Aroma = 5,91A + 0,1B – 1,96C – 0,11AB – 0,04AC + 0,04BC + 2,3x10-4ABC – 5,48x10-4AB(A-B) – 1,5x10-5AC(A-C) – 2,4x104BC(B-C) Rasa = 0,06A + 0,06B + 0,04C Tekstur = 0,05A + 0,06B + 0,02C Keseluruhan = 0,07A + 0,06B + 0,03C
22
Analisis Respon Organoleptik Warna Warna merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan produk, karena konsumen akan menilai suatu produk pangan baru pertama pada penampakan secara visual. Warna merupakan salah satu bentuk visual yang dipertimbangkan oleh konsumen (Winarno 1997). Model polinomial yang terpilih sebagai hasil analisis respon warna oleh piranti lunak Design Expert 7.0® adalah kubik yang direduksi. Model yang disarankan adalah kubik namun model tergolong tidak signifikan sehingga dilakukan reduksi model berupa eliminasi mundur. Eliminasi mundur menghilangkan interaksi komponen tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi jalar. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi ketiga komponen tersebut tidak berpengaruh nyata pada warna muffin yang dihasilkan. Model yang signifikan dengan nilai ketidaksesuaian tidak signifikan menunjukkan adanya kesesuaian data respon warna dengan model. Berdasarkan nilai R2 disesuaikan dan R2 diprediksi, data-data aktual dan data-data yang diprediksikan untuk respon warna tercakup ke dalam model sebesar 87,40% dan 97,05%. Presisi adekuat untuk respon warna adalah 22,156, lebih besar dari 4, sehingga sesuai untuk model yang baik. Persamaan polinomial untuk respon warna dapat dilihat pada Tabel 8. Konstanta yang bernilai positif pada persamaan menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah komponen atau interaksi antar komponen. Berdasarkan persamaan yang diperoleh, tingkat kesukaan panelis terhadap warna muffin akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah tepung terigu, jumlah tepung jagung, dan peningkatan interaksi antara tepung jagung dan tepung ubi jalar. Akan tetapi, tingkat kesukaan panelis terhadap warna muffin akan menurun seiring dengan peningkatan jumlah tepung ubi jalar, peningkatan interaksi antara tepung terigu dan tepung jagung, interaksi antara tepung terigu dan tepung ubi jalar, interaksi antara tepung terigu, tepung jagung, dan selisih keduanya, interaksi antara tepung terigu, tepung ubi jalar, dan selisih keduanya, serta interaksi antara tepung jagung, tepung ubi jalar, dan selisih keduanya. Hal ini ditunjukkan oleh konstanta yang bernilai negatif. Peningkatan kesukaan panelis terhadap warna muffin sangat dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penggunaan tepung terigu karena memiliki nilai konstanta terbesar (12,31), diikuti dengan peningkatan jumlah penggunaan tepung jagung (0,16), dan peningkatan interaksi antara tepung jagung dan tepung ubi jalar (0,07). Hasil di atas menunjukkan bahwa konsumen lebih menyukai warna muffin dengan peningkatan penambahan tepung terigu dan tepung jagung karena kedua jenis tepung tersebut memberikan warna kuning cerah pada muffin. Peningkatan jumlah penggunaan tepung ubi jalar menghasilkan muffin yang berwarna coklat gelap sehingga kurang disukai konsumen. Hal ini berkaitan dengan kandungan gula yang tinggi pada tepung ubi jalar merah yaitu sebesar 18,38% (Anwar et al. 1993). Tingginya kandungan gula tersebut menfasilitasi reaksi Maillard untuk berlangsung lebih intensif. Karamelisasi gula dan pencoklatan Maillard dari protein dan gula pereduksi menyebabkan pencoklatan lapisan kulit (Benson 1988). Grafik plot kontur (Gambar 11) menggambarkan hubungan antara kombinasi jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi jalar dengan nilai respon warna yang dihasilkan. Bagian grafik yang berwarna merah menunjukkan respon tertinggi sebesar 7,014 sedangkan bagian grafik berwarna biru menunjukkan respon terendah sebesar 3,736. Titik-titik merah yang berada pada satu garis melengkung yang sama akan memberikan nilai
23
respon yang sama walaupun memiliki kombinasi jumlah penggunaan tepung yang berbedabeda. Grafik plot kontur juga ditampilkan secara tiga dimensi (Gambar 12). Perbedaan nilai respon digambarkan oleh perbedaan ketinggian permukaan grafik. Area yang tinggi menunjukkan nilai respon yang tinggi sedangkan area yang rendah menunjukkan nilai respon yang rendah.
A: Terigu 30
Design-Expert® Sof tware warna Design Points 7.014 3.736
X1 = A: Terigu X2 = B: Tep jagung X3 = C: Tep ubi
6.10728 2
6.8683
2
10
60
6.10728 5.34626
4.58523
6.8683 7.62932 6.10728
2
2
90 B: Tep jagung
2
0
40 C: Tep ubi
warna
Gambar 11. Grafik plot kontur pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut warna pada optimasi formula muffin
24
Design-Expert® Sof tware warna 7.014 3.736 X1 = A: Terigu X2 = B: Tep jagung X3 = C: Tep ubi
9.1
warna
7.725
6.35
4.975
A (30)
3.6
C (10) B (90)
B (60) A (0)
C (40)
Gambar 12. Grafik tiga dimensi pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut warna pada optimasi formula muffin
Analisis Respon Organoleptik Aroma Aroma merupakan salah satu atribut sensori yang penting pada berbagai produk hasil pemanggangan. Aroma yang baik akan meningkatkan tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu prosuk pangan. Model polinomial yang terpilih untuk respon aroma sesuai dengan model yang direkomendasikan, yaitu model kubik. Model yang dihasilkan signifikan dengan ketidaksesuaian tidak signifikan. Nilai R2 disesuaikan dan R2 diprediksi menunjukkan bahwa model dapat merepresentasikan data aktual dan data prediksi hingga 85,16% dan 76,28%. Presisi adekuat untuk respon aroma adalah 10,152, lebih besar dari 4, sehingga secara keseluruhan model untuk respon aroma memenuhi syarat model yang baik. Persamaan polinomial untuk respon aroma pada Tabel 8 menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma muffin akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah tepung terigu, jumlah tepung jagung, peningkatan interaksi antara tepung jagung dan tepung ubi jalar, dan peningkatan interaksi antara ketiga jenis tepung. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma muffin akan menurun seiring dengan peningkatan jumlah tepung ubi jalar, interaksi antara tepung terigu dan tepung jagung, interaksi antara tepung terigu dan tepung ubi jalar, interaksi antara tepung terigu, tepung jagung, dan selisih keduanya, interaksi antara tepung terigu, tepung ubi jalar, dan selisih keduanya, serta interaksi antara tepung jagung, tepung ubi jalar, dan selisih keduanya. Peningkatan kesukaan panelis terhadap aroma muffin sangat dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penggunaan tepung terigu karena memiliki nilai konstanta terbesar (5,91), diikuti dengan peningkatan jumlah penggunaan tepung jagung (0,1), peningkatan interaksi
25
antara tepung jagung dan tepung ubi jalar (0,04), dan peningkatan interaksi antara ketiga jenis tepung (2,3x10-4). Berdasarkan hasil uji tersebut, peningkatan jumlah tepung terigu dan tepung jagung dalam formula muffin menghasilkan aroma yang lebih disukai konsumen dibandingkan peningkatan jumlah tepung ubi jalar. Peningkatan jumlah tepung ubi jalar menyebabkan aroma ubi yang cukup kuat pada muffin dan kurang disukai sehingga peningkatan penggunaan tepung ubi menurunkan skor kesukaan. Aroma dari muffin yang dihasilkan dengan peningkatan jumlah tepung jagung menyerupai aroma muffin dari tepung terigu (aroma jagung tidak terlalu kuat) sehingga skor kesukaan masih mengalami peningkatan. Grafik plot kontur (Gambar 13) menggambarkan hubungan antara kombinasi jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi jalar dengan nilai respon aroma yang dihasilkan. Bagian grafik yang berwarna merah menunjukkan respon tertinggi sebesar 6,188 sedangkan bagian grafik berwarna biru menunjukkan respon terendah sebesar 4,908. Titik-titik merah yang berada pada satu garis melengkung yang sama akan memberikan nilai respon yang sama walaupun memiliki kombinasi jumlah penggunaan tepung yang berbedabeda. Grafik plot kontur juga ditampilkan secara tiga dimensi (Gambar 14). Perbedaan nilai respon digambarkan oleh perbedaan ketinggian pada permukaan grafik. Area yang tinggi menunjukkan nilai respon yang tinggi sedangkan area yang rendah menunjukkan nilai respon yang rendah pula.
A: Terigu 30
Design-Expert® Sof tware aroma Design Points 6.188 4.908
5.28927
X1 = A: Terigu X2 = B: Tep jagung X3 = C: Tep ubi
2 5.63883
2
10
60
5.63883 6.68752
5.28927
6.33796
5.9884
5.63883 5.28927
2
2
90 B: Tep jagung
2
0
40 C: Tep ubi
aroma
Gambar 13. Grafik plot kontur pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut aroma pada optimasi formula muffin
26
Design-Expert® Sof tware aroma 6.188 4.908 7.4
X1 = A: Terigu X2 = B: Tep jagung X3 = C: Tep ubi
arom a
6.725
6.05
5.375
4.7
A (30)
C (10)
B (90)
B (60)
A (0)
C (40)
Gambar 14. Grafik tiga dimensi pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut aroma pada optimasi formula muffin .
Analisis Respon Organoleptik Rasa Model polinomial yang terpilih untuk respon rasa sesuai dengan model yang direkomendasikan, yaitu linear. Model yang dihasilkan signifikan dengan ketidaksesuaian tidak signifikan. Nilai R2 disesuaikan dan R2 diprediksi menunjukkan bahwa data-data aktual dan data-data yang diprediksikan untuk respon rasa tercakup ke dalam model sebesar 36,12% dan 13,42%. Presisi adekuat untuk respon rasa adalah 5,673, lebih besar dari 4, mengindikasikan model yang memadai untuk mewakili respon. Secara keseluruhan, model dapat merepresentasikan data dengan baik. Persamaan polinomial untuk respon rasa dapat dilihat pada Tabel 8. Persamaan linear tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah tepung terigu, jumlah tepung jagung, dan jumlah tepung ubi jalar. Peningkatan kesukaan panelis terhadap rasa muffin sangat dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penggunaan tepung terigu dan tepung jagung karena memiliki nilai konstanta terbesar (0,06), diikuti dengan peningkatan jumlah penggunaan tepung ubi jalar (0,04). Dengan demikian, kombinasi penggunaan ketiga jenis tepung menghasilkan rasa muffin yang disukai konsumen, terlihat dari peningkatan tingkat kesukaan seiring dengan peningkatan jumlah ketiga jenis tepung dalam formula muffin. Grafik plot kontur (Gambar 15) menggambarkan hubungan antara kombinasi jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi jalar dengan nilai respon rasa yang dihasilkan. Bagian grafik yang berwarna merah menunjukkan respon tertinggi sebesar 6,004 sedangkan bagian grafik berwarna biru menunjukkan respon terendah sebesar 5,113. Titiktitik merah yang berada pada satu garis yang sama akan memberikan nilai respon yang sama walaupun memiliki kombinasi jumlah penggunaan tepung yang berbeda-beda.
27
Grafik plot kontur juga ditampilkan secara tiga dimensi (Gambar 16). Perbedaan nilai respon digambarkan oleh perbedaan ketinggian pada permukaan grafik. Area yang tinggi menunjukkan nilai respon yang tinggi sedangkan area yang rendah menunjukkan nilai respon yang rendah pula. A: Terigu 30
Design-Expert® Sof tware rasa Design Points 6.004 5.113
2
X1 = A: Terigu X2 = B: Tep jagung X3 = C: Tep ubi 2
10
60 5.61892 5.51565 5.41238 5.30911 5.20585
2
2
90 B: Tep jagung
2
0
40 C: Tep ubi
rasa
Gambar 15. Grafik plot kontur pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut rasa pada optimasi formula muffin
Design-Expert® Sof tware rasa 6.004 5.113 X1 = A: Terigu X2 = B: Tep jagung X3 = C: Tep ubi 6.01
5.7825
ras a
5.555
A (30) 5.3275
B (60) 5.1
C (10)
C (40) A (0) B (90)
Gambar 16. Grafik tiga dimensi pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut rasa pada optimasi formula muffin
28
Analisis Respon Organoleptik Tekstur Menurut Szczesniak (2002), tekstur adalah manifestasi sensori dan fungsional dari sifat struktural, mekanikal, dan permukaan dari produk pangan yang dapat dideteksi melalui indera penglihatan, pendengaran, perasa, dan kinestetik. Tekstur merupakan salah satu karakteristik produk pangan yang penting dalam mempengaruhi penerimaan konsumen. Model polinomial yang terpilih untuk respon tekstur sesuai dengan model yang direkomendasikan, yaitu linear. Model yang dihasilkan signifikan dengan ketidaksesuaian tidak signifikan adalah syarat untuk model yang baik. Nilai R2 disesuaikan dan R2 diprediksi menunjukkan bahwa data-data aktual dan data-data yang diprediksikan untuk respon tekstur tercakup ke dalam model sebesar 40,53% dan 24,05%. Presisi adekuat untuk respon tekstur adalah 5,673. Nilai presisi adekuat yang lebih besar dari 4 mengindikasikan model yang dihasilkan memenuhi syarat sebagai model yang baik sehingga diharapkan dapat memberikan prediksi yang baik. Persamaan polinomial untuk respon tekstur (Tabel 8) menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur muffin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah tepung terigu, jumlah tepung jagung, dan jumlah tepung ubi jalar. Peningkatan kesukaan panelis terhadap tekstur muffin sangat dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penggunaan tepung jagung karena memiliki nilai konstanta terbesar (0,06), diikuti dengan peningkatan jumlah penggunaan tepung terigu (0,05), dan peningkatan jumlah penggunaan tepung ubi jalar (0,02). Tekstur muffin yang terbuat dari tepung ubi jalar kurang disukai konsumen karena memiliki tekstur yang agak lengket. Tekstur produk yang lengket dipengaruhi oleh viskositas adonan berbahan dasar tepung ubi jalar yang tinggi yaitu mencapai 1.815 BU (Antarlina dan Utomo 1999). Adonan dari tepung jagung dan terigu berturut-turut memiliki viskositas sebesar 975 BU (Singh 2005) dan 154,46 BU (Phattanakulkaewmorie 2011). Viskositas keduanya lebih rendah daripada viskositas adonan tepung ubi jalar. Hal ini juga tampak pada tekstur muffin yang dihasilkan yaitu tekstur yang cukup kompak dan tidak lengket sehingga disukai konsumen. Grafik plot kontur (Gambar 17) menggambarkan hubungan antara kombinasi jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi jalar dengan nilai respon tekstur yang dihasilkan. Bagian grafik yang berwarna merah menunjukkan respon tertinggi sebesar 5,662 sedangkan bagian grafik berwarna biru menunjukkan respon terendah sebesar 4,118. Titik-titik merah yang berada pada satu garis yang sama akan memberikan nilai respon yang sama walaupun memiliki kombinasi jumlah penggunaan tepung yang berbeda-beda. Grafik plot kontur juga ditampilkan secara tiga dimensi (Gambar 18). Perbedaan nilai respon digambarkan oleh perbedaan ketinggian pada permukaan grafik. Area yang tinggi menunjukkan nilai respon yang tinggi sedangkan area yang rendah menunjukkan nilai respon yang rendah pula.
29
A: Terigu 30
Design-Expert® Sof tware tekstur Design Points 5.662 4.118
2
X1 = A: Terigu X2 = B: Tep jagung X3 = C: Tep ubi 2
10
60 5.18042
5.01413 4.84783
4.68153 4.51523
2
2
90 B: Tep jagung
2
0
40 C: Tep ubi
tekstur
Gambar 17. Grafik plot kontur pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut tekstur pada optimasi formula muffin Design-Expert® Sof tware tekstur 5.662 4.118 X1 = A: Terigu X2 = B: Tep jagung X3 = C: Tep ubi 5.7
tek s tur
5.3
4.9
A (30) 4.5
B (60) 4.1
C (10)
C (40) A (0) B (90)
Gambar 18. Grafik tiga dimensi pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut tekstur pada optimasi formula muffin
30
Analisis Respon Organoleptik Keseluruhan Model polinomial yang terpilih untuk respon keseluruhan sesuai dengan model yang direkomendasikan, yaitu linear. Model yang dihasilkan signifikan dengan nilai ketidaksesuaian tidak signifikan merupakan syarat model yang dapat merepresentasikan data dengan baik. Nilai R2 disesuaikan dan R2 diprediksi untuk respon keseluruhan menunjukkan bahwa data-data aktual dan data-data yang diprediksikan untuk respon keseluruhan tercakup ke dalam model sebesar 68,48% dan 56,69%. Presisi adekuat untuk respon keseluruhan adalah 10,259. Nilai presisi adekuat yang lebih besar dari 4 mengindikasikan model yang baik sehingga diharapkan dapat memberikan prediksi yang baik. Persamaan polinomial untuk respon keseluruhan (Tabel 8) menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan muffin akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah tepung terigu, jumlah tepung jagung, dan jumlah tepung ubi jalar. Peningkatan kesukaan panelis terhadap keseluruhan muffin sangat dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penggunaan tepung terigu karena memiliki nilai konstanta terbesar (0,07), diikuti dengan peningkatan jumlah penggunaan tepung jagung (0,06), dan peningkatan jumlah penggunaan tepung ubi jalar (0,03). Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan muffin yang terbuat dari sebagian besar tepung terigu masih memberikan karakteristik sensori yang paling disukai konsumen. Peningkatan jumlah tepung jagung juga disukai karena menghasilkan muffin dengan karakteristik keseluruhan yang menyerupai karakteristik muffin dari tepung terigu. Nilai konstanta tepung ubi jalar terkecil karena peningkatan jumlah tepung ubi jalar memberikan warna coklat tua, aroma ubi yang kuat, dan tekstur muffin yang agak lengket sehingga cukup berbeda dengan karakteristik muffin dari terigu yang umum dikonsumsi masyarakat. Akan tetapi, peningkatan jumlah tepung ubi jalar masih meningkatkan skor kesukaan konsumen ketika dikombinasikan dengan peningkatan jumlah tepung terigu dan tepung jagung dalam satu formula muffin. Grafik plot kontur (Gambar 19) menggambarkan hubungan antara kombinasi jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi jalar dengan nilai respon keseluruhan yang dihasilkan. Bagian grafik yang berwarna merah menunjukkan respon tertinggi sebesar 6,271 sedangkan bagian grafik berwarna biru menunjukkan respon terendah sebesar 4,744. Titik-titik merah yang berada pada satu garis yang sama akan memberikan nilai respon yang sama walaupun memiliki kombinasi jumlah penggunaan tepung yang berbedabeda. Grafik plot kontur juga ditampilkan secara tiga dimensi (Gambar 20). Perbedaan nilai respon digambarkan oleh perbedaan ketinggian pada permukaan grafik. Area yang tinggi menunjukkan nilai respon yang tinggi sedangkan area yang rendah menunjukkan nilai respon yang rendah pula.
31
A: Terigu 30
Design-Expert® Sof tware ov erall Design Points 6.271 4.744
2
X1 = A: Terigu X2 = B: Tep jagung X3 = C: Tep ubi 2
10
60 5.88982
5.70441 5.519 5.33359
5.14818
2
2
90 B: Tep jagung
2
0
40 C: Tep ubi
overall
Gambar 19. Grafik plot kontur pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut keseluruhan pada optimasi formula muffin
Design-Expert® Sof tware ov erall 6.271 4.744 X1 = A: Terigu X2 = B: Tep jagung X3 = C: Tep ubi
6.4
5.975
ov erall
5.55
5.125
A (30) B (60)
4.7
C (10)
B (90)
A (0)
C (40)
Gambar 20. Grafik tiga dimensi pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut keseluruhan pada optimasi formula muffin
32
4. Optimasi Respon Pada tahap optimasi formula, pengaturan kriteria untuk setiap variabel adalah dengan menentukan sasaran dan tingkat kepentingan yang diinginkan. Kriteria yang ditentukan untuk tiap variabel dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Kriteria sasaran dan tingkat kepentingan tiap variabel pada optimasi formula muffin Batas Batas Variabel Sasaran Kepentingan bawah atas Tepung terigu Dalam kisaran 0 20 Tepung jagung Dalam kisaran 60 90 Tepung ubi Dalam kisaran 10 40 Warna Maksimal 3,736 7,014 +++++ Aroma Maksimal 4,908 6,188 +++++ Rasa Maksimal 5,113 6,004 +++++ Tekstur Maksimal 4,118 5,662 +++++ Keseluruhan Maksimal 4,744 6,271 +++++ Sasaran untuk variabel tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi jalar diatur dalam kisaran yang berarti bahwa semua nilai pada kisaran batas bawah dan batas atas memiliki probabilitas yang sama untuk terpilih dalam penentuan formula akhir. Sasaran untuk variabel respon berupa warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan diatur maksimal yang berarti bahwa nilai respon mendekati batas atas lebih diprioritaskan untuk terpilih dalam penentuan formula akhir karena formula akhir diharapkan memberikan respon kesukaan yang maksimal. Tingkat kepentingan untuk warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan adalah 5 (+++++) karena kelima variabel respon tersebut merupakan kriteria utama penerimaan konsumen terhadap suatu produk pangan sehingga memiliki tingkat kepentingan tertinggi. Setelah penentuan kriteria, Design Expert 7.0® akan memberikan solusi formula dengan respon yang paling optimal. Tabel 10 menunjukkan dua solusi formula yang diberikan. Kedua formula yang diberikan memiliki nilai keinginan yang sama (0,844). Perbedaannya terletak pada jumlah tepung yang digunakan. Nilai keinginan sebesar 0,844 tergolong tinggi untuk suatu produk baru. Formula pertama terpilih sebagai formula akhir dengan penggunaan tepung terigu sebesar 4%, tepung jagung sebesar 86%, dan tepung ubi sebesar 10%. Dasar pemilihan formula tersebut adalah karena menggunakan tepung terigu yang lebih sedikit dibandingkan formula kedua. Hal ini sesuai dengan tujuan diversifikasi pangan untuk meminimalkan penggunaan terigu dan memaksimalkan penggunaan tepung-tepungan lokal. Muffin hasil optimasi formula ditunjukkan pada Gambar 21. Karakteristik muffin hasil optimasi formula adalah muffin berwarna kuning tua, tekstur muffin sedikit kurang kompak (remah agak hancur ketika muffin dibelah), aroma jagung cukup tercium, rongga sedang dan seragam seperti pada muffin 100% terigu, dan volume pengembangan tinggi.
Solusi 1
TT 4,1
TJ 85,9
TU 10
Tabel 10. Formula terpilih Warna Aroma Rasa Tekstur 8,2 6,9 5,7 5,3
Keseluruhan 6,0
2 12 78 10 7,6 6,4 5,7 5,3 6,1 Keterangan : TT = terigu (%) TJ = tepung jagung (%) TU = tepung ubi jalar (%)
Keinginan 0,844 (formula terpilih) 0,844
33
Gambar 21. Muffin hasil optimasi formula Grafik plot kontur (Gambar 22) menggambarkan hubungan antara kombinasi jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi jalar dengan nilai keinginan yang dihasilkan. Bagian grafik yang berwarna merah menunjukkan nilai keinginan tertinggi yaitu 1 sedangkan bagian grafik berwarna biru menunjukkan nilai keinginan terendah yaitu 0. Titiktitik merah yang berada pada satu garis yang sama akan memberikan nilai keinginan yang sama walaupun memiliki kombinasi jumlah penggunaan tepung yang berbeda-beda. Nilai keinginan yang dihasilkan berasal dari respon warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan yang telah dioptimasi. Grafik plot kontur juga ditampilkan secara tiga dimensi (Gambar 23). Perbedaan nilai keinginan digambarkan oleh perbedaan ketinggian pada permukaan grafik. Area yang tinggi menunjukkan nilai keinginan yang tinggi sedangkan area yang rendah menunjukkan nilai keinginan yang rendah.
A: Terigu 30
Design-Expert® Sof tware Desirability Design Points 1 0
0.563 0.281 0.422
X1 = A: Terigu X2 = B: Tep jagung X3 = C: Tep ubi
2
2
10
60
0.422
0.563
Prediction
0.704
0.281
0.844
0.141
2
2
90 B: Tep jagung
2
0
40 C: Tep ubi
Desirability
Gambar 22. Grafik plot kontur pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap nilai keinginan pada optimasi formula muffin
34
Design-Expert® Sof tware Desirability 1 0 X1 = A: Terigu X2 = B: Tep jagung X3 = C: Tep ubi
0.870
Des irability
0.652
0.435
A (30)
0.218
0.000
C (10) B (60)
B (90) A (0) C (40)
Gambar 23. Grafik tiga dimensi pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap nilai keinginan pada optimasi formula muffin
5. Verifikasi Hasil verifikasi (Tabel 11) menunjukkan nilai untuk respon warna, aroma, tekstur, dan keseluruhan memenuhi 95% selang kepercayaan (SK) karena berada di dalam rentang 95% SK rendah dan 95% SK tinggi. Nilai untuk respon rasa memenuhi 95% selang prediksi (SP) karena berada di dalam rentang 95% SP rendah dan 95% SP tinggi. Respon aktual hasil verifikasi tidak sama persis dengan respon yang diprediksi karena uji organoleptik yang dilakukan bersifat subyektif, ditambah dengan waktu uji yang berbeda antara uji untuk memperoleh respon prediksi dan respon aktual. Perbedaan nilai tersebut dapat pula disebabkan oleh perbedaan kualitas bahan baku pembuatan muffin seperti tepung dengan lama penyimpanan yang berbeda sehingga berpengaruh pada produk akhir. Hal ini masih dapat diterima mengingat hasil verifikasi yang didapatkan adalah nilai respon sampel, sedangkan prediksi yang diberikan oleh piranti lunak Design Expert 7.0® adalah perkiraan dari nilai respon populasi (Susilo 2011). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model persamaan yang diperoleh masih cukup baik untuk menentukan formula optimum dengan respon yang dikehendaki.
Respon
Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan
Tabel 11. Hasil verifikasi formula muffin terpilih Prediksi Verifikasi 95% 95% 95% SK SK SP rendah tinggi rendah 8.25 7.61 7.57 8.94 7.44 6.91 6.39 6.30 7.51 6.19 5.69 6.21 5.44 5.94 5.10 5.32 5.62 4.95 5.69 4.45 6.04 6.23 5.79 6.29 5.44
95% SP tinggi 9.07 7.62 6.29 6.19 6.63
35
B. OPTIMASI PROSES 1. Rancangan Kondisi Proses dan Nilai Respon Data yang dimasukkan ke dalam rancangan terdiri dari data jumlah faktor numerik yang ditetapkan sebagai variabel berubah, dan data kisaran minimum dan maksimum dari masing-masing faktor. Variabel berubah dalam tahap optimasi proses terdiri dari dua faktor yaitu suhu pemanggangan dan waktu pemanggangan muffin. Selain variabel berubah, ditetapkan pula variabel tetap dengan nilai yang dijaga konstan untuk setiap formula sehingga tidak berpengaruh terhadap respon. Variabel tetap yang dimaksud adalah formula muffin terpilih hasil optimasi formula. Data titik minimum dan maksimum suhu dan waktu pemanggangan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Kisaran suhu dan waktu pemanggangan muffin Variabel -1 level +1 level -alfa +alfa Suhu 150 170 145,86 174,14 Waktu 25 50 19,82 55,18 Respon yang dikumpulkan berupa tingkat kesukaan panelis terhadap parameter warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan muffin. Kelima parameter tersebut merupakan kriteria utama penerimaan konsumen terhadap suatu produk pangan. Muffin yang dihasilkan dari tiap perlakuan kondisi proses diuji secara rating hedonik kepada 70 panelis tidak terlatih. Sebagian besar panelis merupakan mahasiswa dengan kisaran usia 20 hingga 23 tahun. Nilai respon pada skala garis berkisar dari angka 0 hingga 10 dengan angka 0 menunjukkan respon sangat tidak suka, angka 5 netral, dan angka 10 sangat suka. Rancangan kondisi proses dan nilai respon yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 13. Nilai respon yang ditampilkan pada tabel adalah rataan nilai respon dari 70 panelis.
Run 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Tabel 13. Rancangan kondisi proses dan nilai respon Suhu (°C) Waktu Warna Aroma Rasa Tekstur (menit) 160 38 6.6 6.2 5.9 5.3 170 25 3.5 4.5 5.0 5.2 160 38 6.4 6.1 6 5.5 150 50 6.1 6 6.0 5.2 170 50 3.1 3.9 4 3.6 160 38 6.2 6.3 5.9 5.5 150 25 4.7 5.3 5.0 4.1 146 38 4.9 5.2 5.5 4.9 174 38 4.8 5.1 5.8 5.2 160 55 4.6 5.1 5.2 4.7 160 38 6.4 5.9 6.1 5.7 160 20 4.6 4.9 4.8 4.0 160 38 6.2 6.0 6.2 5.6
Keseluru han 6.1 4.5 6.1 5.8 3.6 6.0 4.7 5.3 5.6 5.1 6.2 4.6 6.2
36
2. Analisis Respon Prinsip analisis respon rancangan komposit pusat pada dasarnya sama dengan rancangan D-optimal, yaitu memberikan suatu model polinomial yang mewakili respon tiap parameter dan ditampilkan dalam bentuk plot kontur ataupun gambar tiga dimensi. Hasil analisis respon pada optimasi proses ditampilkan pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil analisis respon optimasi proses muffin Nilai p Parameter
Model
R2 disesuaikan
R2 diprediksi
Presisi adekuat
0,9313
0,4295
14,323 (>4,0) 19,747 (>4,0) 11,570 (>4,0)
Warna
Kubik direduksi
0.0004 (sig)
Ketidaksesuaian 0,0661 (n sig)
Aroma
Kubik direduksi Kubik direduksi
<0,0001 (sig) 0,0028 (sig)
0,3773 (n sig) 0,0543 (n sig)
0,9518
0,7594
0,8646
0,2926
Kuadrat direduksi Kuadratik
<0,0001 (sig) 0,0168 (sig)
0,0771 (n sig) <0,0001 (sig)
0,8651
0,7554
0,6825
-0,2972
Model
Rasa
Tekstur Keseluruhan
11,541 (>4,0) 5.840 (>4,0)
Persamaan Warna = 6,39 – 0,053A + 0,12B – 0,45AB – 0,86A2 – 0,98B2 – 0,98AB2 Aroma = 6,07 – 1,41A – 0,34AB – 0,49A2 – 0,58B2 + 0,69A3 Rasa = 6,03 + 0,11A + 0,073B – 0,52AB – 0,27A2 – 0,59B2 – 0,63AB2 Tekstur = 5,52 – 0,66AB – 0,28A2 – 0,64B2 Keseluruhan = 6,11 – 0,23A + 0,13B – 0,52AB – 0,45A2 – 0,76B2
Analisis Respon Organoleptik Warna Model polinomial yang terpilih sebagai hasil analisis respon warna adalah kubik yang direduksi. Model yang disarankan adalah kuadratik namun model tersebut menghasilkan ketidaksesuaian yang signifikan. Reduksi model menjadi linear menghasilkan model yang tidak signifikan. Model yang signifikan dengan ketidaksesuaian tidak signifikan diperoleh dengan menggunakan model kubik yang direduksi dengan menggunakan eliminasi mundur. Eliminasi mundur menghilangkan interaksi kuadrat suhu dengan waktu, kubik suhu, dan kubik waktu. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi kuadrat suhu dengan waktu, kubik suhu, dan kubik waktu tidak berpengaruh nyata pada warna muffin yang dihasilkan. Setelah dilakukan reduksi model, model yang dihasilkan signifikan dengan nilai ketidaksesuaian tidak signifikan yang menunjukkan adanya kesesuaian data respon warna dengan model. Nilai R2 disesuaikan dan R2 diprediksi menunjukkan data-data aktual dan data-data yang diprediksikan untuk respon warna tercakup ke dalam model sebesar 93,13% dan 42,95%. Presisi adekuat untuk respon warna adalah 14,323, lebih besar dari 4, sehingga mengindikasikan model ini dapat digunakan untuk menentukan kondisi proses optimum. Persamaan polinomial untuk respon warna (Tabel 14) menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap warna muffin akan meningkat seiring dengan peningkatan waktu pemanggangan, penurunan suhu pemanggangan, dan penurunan interaksi antara suhu dan waktu pemanggangan. Peningkatan suhu dengan penurunan waktu pemanggangan menghasilkan muffin dengan skor kesukaan yang lebih rendah. Pembentukan warna berhubungan erat dengan reaksi Maillard yang terjadi selama pemanggangan (Fayle dan Gerrard 2002). Warna coklat pada produk berasal dari produk reaksi
37
Maillard yang disebut melanoidin. Melanoidin juga dapat terbentuk dari karamelisasi gula tanpa adanya grup amino. Faktor yang mempengaruhi reaksi Maillard di antaranya adalah suhu dan waktu pemanasan. Semakin lama waktu dan semakin tinggi suhu pemanasan, reaksi Maillard akan semakin banyak terjadi. Akan tetapi secara umum suhu pemanasan lebih berpengaruh daripada waktu pemanasan (Ericksson 1981). Peningkatan suhu pemanggangan dengan waktu yang lebih singkat menyebabkan pencoklatan Maillard berlangsung lebih cepat sehingga warna muffin yang dihasilkan menjadi coklat tua dan kurang disukai konsumen. Grafik plot kontur (Gambar 24) menggambarkan hubungan antara kombinasi suhu dan waktu pemanggangan dengan nilai respon warna yang dihasilkan. Bagian grafik yang berwarna merah menunjukkan respon tertinggi sebesar 6,65 sedangkan bagian grafik berwarna biru menunjukkan respon terendah sebesar 3,1 Titik-titik merah yang berada pada satu garis melengkung yang sama akan memberikan nilai respon yang sama walaupun memiliki kombinasi suhu dan waktu pemanggangan yang berbeda-beda. Grafik plot kontur juga ditampilkan secara tiga dimensi (Gambar 25). Perbedaan nilai respon digambarkan oleh perbedaan ketinggian pada permukaan grafik. Area yang tinggi menunjukkan nilai respon yang tinggi sedangkan area yang rendah menunjukkan nilai respon yang rendah pula.
warna
Design-Expert® Sof tware 50.00
warna Design Points 6.65
3.83001
3.1
4.48678 43.75
B : wa ktu
X1 = A: suhu X2 = B: waktu
5.14356
5
37.50
6.45711
5.80033
31.25
4.48678
25.00 150.00
155.00
160.00
165.00
170.00
A: suhu
Gambar 24. Grafik plot kontur pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut warna pada optimasi proses muffin
38
Design-Expert® Sof tware warna 6.65 3.1 7.2
X1 = A: suhu X2 = B: waktu
warna
6.175
5.15
4.125
3.1
50.00 43.75 170.00 37.50
B: waktu
165.00 160.00
31.25
155.00 25.00
150.00
A: s uhu
Gambar 25. Grafik tiga dimensi pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut warna pada optimasi proses muffin
Analisis Respon Organoleptik Aroma Model polinomial yang terpilih sebagai hasil analisis respon aroma adalah kubik yang direduksi. Model yang disarankan adalah kuadratik namun model tersebut menghasilkan selisih yang besar antara R2 disesuaikan dan R2 diprediksi sehingga dicari model yang lebih baik. Eliminasi pengaruh waktu, interaksi kuadrat suhu dan waktu, dan interaksi suhu dan kuadrat waktu pada model kubik menjadi kubik yang direduksi menghasilkan model yang diharapkan. Model yang dihasilkan signifikan dengan nilai ketidaksesuaian tidak signifikan adalah syarat untuk model yang baik. Nilai R2 disesuaikan dan R2 diprediksi menunjukkan data-data aktual dan data-data yang diprediksikan untuk respon warna tercakup ke dalam model sebesar 95,18% dan 75,94%. Presisi adekuat untuk respon aroma menunjukkan nilai lebih besar dari 4 yaitu 19,747. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, model yang dihasilkan memenuhi syarat sebagai model yang baik sehingga diharapkan dapat memberikan prediksi yang baik. Berdasarkan persamaan polinomial untuk respon aroma (Tabel 14), tingkat kesukaan panelis terhadap aroma muffin akan menurun seiring dengan peningkatan suhu, interaksi antara suhu dan waktu. Waktu pemanggangan tidak memberi pengaruh yang nyata pada skor kesukaan. Pengembangan aroma yang berkaitan dengan reaksi Maillard bergantung pada suhu reaksi, waktu, pH, kadar air, dan jenis gula serta asam amino yang terlibat (Yu et al. 2010). Umumnya komponen sulfur menjadi komponen aroma paling dominan yang memberikan aroma pada produk hasil pemanggangan (Cerny 2008). Berdasarkan hasil yang diperoleh, peningkatan suhu menyebabkan penurunan skor kesukaan karena aroma muffin yang dihasilkan semakin mendekati aroma gosong, di mana intensitas aroma yang dikehendaki (aroma khas produk rerotian) mulai menurun.
39
Grafik plot kontur (Gambar 26) menggambarkan hubungan antara kombinasi suhu dan waktu pemanggangan dengan nilai respon aroma yang dihasilkan. Bagian grafik yang berwarna merah menunjukkan respon tertinggi sebesar 6,26 sedangkan bagian grafik berwarna biru menunjukkan respon terendah sebesar 3,87. Titik-titik merah yang berada pada satu garis melengkung yang sama akan memberikan nilai respon yang sama walaupun memiliki kombinasi suhu dan waktu pemanggangan yang berbeda-beda. Grafik plot kontur juga ditampilkan secara tiga dimensi (Gambar 27). Perbedaan nilai respon digambarkan oleh perbedaan ketinggian pada permukaan grafik. Area yang tinggi menunjukkan nilai respon yang tinggi sedangkan area yang rendah menunjukkan nilai respon yang rendah pula.
aroma
Design-Expert® Sof tware 50.00
aroma Design Points 6.26
4.38171
3.87
4.82842 43.75
B : wa ktu
X1 = A: suhu X2 = B: waktu
5
37.50
5.27513 5.72184
6.16856
31.25
4.82842 5.72184 25.00 150.00
155.00
160.00
165.00
170.00
A: suhu
Gambar 26. Grafik plot kontur pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut aroma pada optimasi proses muffin
40
Design-Expert® Sof tware aroma 6.26 3.87 6.7
X1 = A: suhu X2 = B: waktu
arom a
5.975
5.25
4.525
3.8
50.00 43.75
B: waktu
37.50
170.00 165.00
31.25
160.00 155.00
25.00
150.00
A: s uhu
Gambar 27. Grafik tiga dimensi pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut aroma pada optimasi proses muffin
Analisis Respon Organoleptik Rasa Model polinomial yang terpilih sebagai hasil analisis respon rasa adalah kubik yang direduksi. Model yang disarankan adalah kuadratik namun model tersebut menghasilkan ketidaksesuaian yang signifikan. Reduksi model menjadi linear menghasilkan model yang tidak signifikan. Model yang signifikan dengan ketidaksesuaian tidak signifikan diperoleh dengan menggunakan model kubik yang direduksi dengan menggunakan eliminasi mundur. Eliminasi mundur menghilangkan interaksi kuadrat suhu dengan waktu, nilai kubik suhu, dan nilai kubik waktu. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi kuadrat suhu dengan waktu, kubik suhu, dan kubik waktu tidak berpengaruh nyata pada rasa muffin yang dihasilkan. Setelah dilakukan reduksi model, model yang dihasilkan menjadi signifikan dengan nilai ketidaksesuaian tidak signifikan yang menunjukkan adanya kesesuaian data respon rasa dengan model. Nilai R2 diprediksi yang dihasilkan bernilai negatif, yaitu -0,2926. Nilai negatif menunjukkan bahwa rata-rata keseluruhan memberikan prediksi lebih baik bagi respon organoleptik rasa. Presisi adekuat untuk respon warna lebih besar dari 4 mengindikasikan sinyal yang memadai sehingga model ini dapat digunakan untuk memprediksi hasil. Persamaan polinomial untuk respon rasa (Tabel 14) menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap rasa muffin akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu dan waktu pemanggangan. Akan tetapi, tingkat kesukaan panelis terhadap rasa muffin akan menurun seiring dengan peningkatan interaksi antara suhu dan waktu, kuadrat suhu, kuadrat waktu, dan interaksi antara suhu dan kuadrat waktu. Hal ini ditunjukkan oleh konstanta yang bernilai negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan suhu dan waktu pemanggangan hingga batas maksimum yang ditentukan menghasilkan rasa muffin yang cukup disukai panelis. Grafik plot kontur (Gambar 28) menggambarkan hubungan antara kombinasi suhu dan waktu pemanggangan dengan nilai respon rasa yang dihasilkan. Bagian grafik yang berwarna merah menunjukkan respon tertinggi sebesar 6,21 sedangkan bagian grafik berwarna biru
41
menunjukkan respon terendah sebesar 3,95. Titik-titik merah yang berada pada satu garis yang sama akan memberikan nilai respon yang sama walaupun memiliki kombinasi suhu dan waktu pemanggangan yang berbeda-beda. Grafik plot kontur juga ditampilkan secara tiga dimensi (Gambar 29). Perbedaan nilai respon digambarkan oleh perbedaan ketinggian pada permukaan grafik. Area yang tinggi menunjukkan nilai respon yang tinggi sedangkan area yang rendah menunjukkan nilai respon yang rendah pula.
rasa
Design-Expert® Sof tware 50.00
rasa Design Points 6.21
4.88207 5.23041 5.57874
3.95 43.75
B : wa ktu
X1 = A: suhu X2 = B: waktu
5
37.50
5.92707
31.25
5.57874 5.23041 5.23041 25.00 150.00
155.00
160.00
165.00
170.00
A: suhu
Gambar 28. Grafik plot kontur pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut rasa pada optimasi proses muffin
42
Design-Expert® Sof tware rasa 6.21 3.95
6.4
X1 = A: suhu X2 = B: waktu
5.775
rasa
5.15
4.525
3.9
25.00 31.25 37.50
B: waktu
150.00 155.00
43.75
160.00 165.00
50.00
170.00
A: s uhu
Gambar 29. Grafik tiga dimensi pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut rasa pada optimasi proses muffin
Analisis Respon Organoleptik Tekstur Model polinomial yang terpilih sebagai hasil analisis respon tekstur adalah kuadrat yang direduksi. Model yang disarankan adalah kuadratik namun model tersebut menghasilkan selisih R2 disesuaikan dan R2 diprediksi lebih dari 0,2 sehingga dicari model yang lebih baik. Model yang baik dihasilkan melalui eliminasi pengaruh suhu, waktu, interaksi kuadrat suhu dan waktu, interaksi suhu dan kuadrat waktu, pengaruh nilai kubik suhu dan nilai kubik waktu pada model kuadratik menjadi kuadrat yang direduksi. Model yang dihasilkan signifikan dengan nilai ketidaksesuaian tidak signifikan adalah syarat untuk model yang baik. Besarnya nilai R2 disesuaikan dan R2 diprediksi menunjukkan bahwa data-data aktual dan data-data yang diprediksikan untuk respon tekstur tercakup ke dalam model sebesar 86,51% dan 75,54%. Presisi adekuat untuk respon tekstur adalah 11,541 (lebih besar dari 4). Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, model yang dihasilkan memenuhi syarat sebagai model yang baik sehingga diharapkan dapat memberikan prediksi yang baik. Persamaan polinomial untuk respon tekstur (Tabel 14) menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur muffin akan menurun seiring dengan peningkatan interaksi antara suhu dan waktu. Suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata pada skor kesukaan panelis terhadap tekstur muffin. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor lainnya yang lebih mempengaruhi seperti bahan baku pembuatan muffin yaitu tepung-tepungan yang digunakan. Tepung jagung memberikan tekstur remah sedangkan tepung ubi jalar memberikan tekstur yang agak lengket. Tekstur khas tersebut tetap terbentuk tanpa dipengaruhi secara signifikan oleh peningkatan atau penurunan suhu dan waktu pemanggangan. Grafik plot kontur (Gambar 30) menggambarkan hubungan antara kombinasi suhu dan waktu pemanggangan dengan nilai respon tekstur yang dihasilkan. Bagian grafik yang berwarna merah menunjukkan respon tertinggi sebesar 5,67 sedangkan bagian grafik berwarna biru menunjukkan respon terendah sebesar 3,63. Titik-titik merah yang berada pada satu garis
43
yang sama akan memberikan nilai respon yang sama walaupun memiliki kombinasi suhu dan waktu pemanggangan yang berbeda-beda. Grafik plot kontur juga ditampilkan secara tiga dimensi (Gambar 31). Perbedaan nilai respon digambarkan oleh perbedaan ketinggian pada permukaan grafik. Area yang tinggi menunjukkan nilai respon yang tinggi sedangkan area yang rendah menunjukkan nilai respon yang rendah pula. tekstur
Design-Expert® Sof tware 50.00
tekstur Design Points 5.67
4.471 4.73275 4.9945 5.25625
3.63 43.75
B : wa ktu
X1 = A: suhu X2 = B: waktu
5
37.50
31.25
5.25625 4.9945 4.73275 4.471 4.20925
25.00 150.00
155.00
160.00
165.00
170.00
A: suhu
Gambar 30. Grafik plot kontur pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut tekstur pada optimasi proses muffin Design-Expert® Sof tware tekstur 5.67 3.63 X1 = A: suhu X2 = B: waktu 5.7
tekstur
5.175
4.65
4.125 150.00 3.6
155.00 160.00
25.00
31.25
A: s uhu
165.00 37.50
43.75
50.00
170.00
B: waktu
Gambar 31. Grafik tiga dimensi pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut tekstur pada optimasi proses muffin
44
Analisis Respon Organoleptik Keseluruhan Model polinomial yang terpilih untuk respon keseluruhan sesuai dengan model yang direkomendasikan, yaitu kuadratik. Model yang dihasilkan signifikan namun nilai ketidaksesuaian yang diperoleh signifikan. Hal ini dapat disebabkan karena replikasi yang baik dan variasinya kecil, modelnya tidak memprediksikan dengan baik, atau kombinasi keduanya. Nilai R2 diprediksi yang dihasilkan bernilai negatif, yaitu -0,2972. Nilai negatif menunjukkan bahwa rata-rata keseluruhan memberikan prediksi lebih baik bagi respon organoleptik keseluruhan. Presisi adekuat untuk respon keseluruhan adalah 5,840 yang lebih besar dari 4 mengindikasikan sinyal yang memadai sehingga model ini dapat digunakan untuk memprediksi hasil. Persamaan polinomial untuk respon (Tabel 14) menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan muffin meningkat seiring dengan peningkatan waktu pemanggangan dan penurunan suhu pemanggangan. Hal ini menunjukkan bahwa suhu yang lebih rendah dengan waktu pemanggangan yang lebih lama memberikan karakteristik muffin yang lebih disukai konsumen secara keseluruhan. Grafik plot kontur (Gambar 32) menggambarkan hubungan antara kombinasi suhu dan waktu pemanggangan dengan nilai respon keseluruhan yang dihasilkan. Bagian grafik yang berwarna merah menunjukkan respon tertinggi sebesar 6,22 sedangkan bagian grafik berwarna biru menunjukkan respon terendah sebesar 3,64. Titik-titik merah yang berada pada satu garis yang sama akan memberikan nilai respon yang sama walaupun memiliki kombinasi suhu dan waktu pemanggangan yang berbeda-beda. Grafik plot kontur juga ditampilkan secara tiga dimensi (Gambar 33). Perbedaan nilai respon digambarkan oleh perbedaan ketinggian pada permukaan grafik. Area yang tinggi menunjukkan nilai respon yang tinggi sedangkan area yang rendah menunjukkan nilai respon yang rendah pula.
overall
Design-Expert® Sof tware 50.00
ov erall Design Points 6.22
4.90979 5.22415
3.64 43.75
B : wa ktu
X1 = A: suhu X2 = B: waktu
5
37.50
5.85286
5.5385
31.25
5.22415 4.90979
5.22415
25.00 150.00
155.00
160.00
165.00
170.00
A: suhu
Gambar 32. Grafik plot kontur pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut keseluruhan pada optimasi proses muffin
45
Design-Expert® Sof tware ov erall 6.22 3.64 6.4
X1 = A: suhu X2 = B: waktu
ov erall
5.7
5
4.3
3.6 150.00 155.00 160.00 25.00
31.25
37.50
165.00 43.75
50.00
A: s uhu
170.00
B: waktu
Gambar 33. Grafik tiga dimensi pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut keseluruhan pada optimasi proses muffin
3. Optimasi Respon Pada tahap optimasi proses, model-model respon yang telah diperoleh akan dioptimasi untuk memperoleh sebuah formula dengan respon yang paling optimal. Pengaturan kriteria untuk setiap variabel berubah maupun variabel respon adalah dengan menentukan sasaran yang diinginkan dan tingkat kepentingan, sama seperti pada optimasi formula. Kriteria yang ditentukan untuk tiap variabel dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Kriteria sasaran dan kepentingan tiap variabel pada optimasi proses muffin Batas Batas Tingkat Variabel Sasaran bawah atas kepentingan Suhu Dalam kisaran 150 170 Waktu Dalam kisaran 25 50 Warna Maksimal 3.1 6.65 +++++ Aroma Maksimal 3.87 6.26 +++++ Rasa Maksimal 3.95 6.21 +++++ Tekstur Maksimal 3.63 5.67 +++++ Keseluruhan Maksimal 3.64 6.22 +++++ Sasaran untuk variabel berubah berupa suhu dan waktu pemanggangan diatur dalam kisaran yang berarti bahwa semua nilai pada kisaran batas bawah dan batas atas memiliki probabilitas yang sama untuk terpilih dalam penentuan kondisi proses akhir. Sasaran untuk variabel respon berupa warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan diatur maksimal yang berarti bahwa nilai respon mendekati batas atas lebih diprioritaskan untuk terpilih dalam
46
penentuan kondisi proses akhir karena kondisi proses akhir diharapkan memberikan respon kesukaan yang maksimal. Tingkat kepentingan untuk warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan adalah 5 (+++++) karena kelima variabel respon tersebut merupakan kriteria utama penerimaan konsumen terhadap suatu produk pangan sehingga memiliki tingkat kepentingan tertinggi. Setelah penentuan kriteria, Design Expert 7.0® akan memberikan solusi kondisi proses dengan respon yang paling optimal. Tabel 16 menunjukkan sebuah solusi kondisi proses terpilih dan nilai respon yang diberikan. Solusi kondisi proses dengan respon paling optimal adalah pada suhu pemanggangan 158°C selama 39 menit. Waktu pemanggangan lebih singkat dibandingkan dengan waktu pemanggangan muffin substitusi satu jenis tepung. Respon dari kelima parameter sensori menunjukkan skor di atas 5 sehingga tergolong cukup disukai dan diterima konsumen. Kondisi proses optimal memiliki nilai keinginan mencapai 0,979. Nilai keinginan sebesar 0.979 mendekati 1 sehingga tergolong tinggi untuk suatu produk baru. Muffin hasil optimasi proses ditunjukkan oleh Gambar 34.
Solusi 1
Suhu 158
Tabel 16. Kondisi proses terpilih Waktu Warna Aroma Rasa Tekstur 39 6,9 6,4 6,3 5,1
Keseluruhan 6,2
Keinginan 0,979
Gambar 34. Muffin hasil optimasi proses Pada dasarnya, produk muffin yang terbuat dari 100% tepung terigu memiliki bagian puncak melingkar berwarna kuning kecoklatan, rongga berukuran sedang yang seragam, flavor manis, aroma yang sedap, tekstur produk yang lembut dan lembab, serta volume pengembangan yang tinggi. Jika dibandingkan dengan karakteristik muffin dari 100% tepung terigu tersebut, muffin hasil optimasi proses memiliki warna yang lebih coklat, tekstur yang remah, mudah hancur, dan kering, serta volume pengembangan yang kurang tinggi. Warna muffin substitusi yang lebih coklat disebabkan pengaruh penggunaan tepung ubi jalar. Tekstur yang mudah hancur dan volume pengembangan yang lebih rendah disebabkan oleh rendahnya kandungan gluten dalam adonan muffin substitusi yang berfungsi membentuk struktur produk dan memerangkap gelembung udara. Grafik pada Gambar 35 membandingkan rata-rata skor kesukaan panelis antara muffin yang terbuat dari 100% tepung jagung, muffin yang terbuat dari 40% tepung ubi dan 60%
47
terigu, muffin hasil optimasi formula yang terbuat dari 86% tepung jagung, 10% tepung ubi, 4% terigu dan dipanggang pada suhu 150°C selama 50 menit, dengan muffin hasil optimasi proses yang terbuat dari 86% tepung jagung, 10% tepung ubi, 4% terigu dan dipanggang pada suhu 158°C selama 39 menit. Skor kesukaan panelis terhadap muffin hasil optimasi formula dan proses yang dibandingkan berupa rataan skor kesukaan panelis hasil verifikasi. Berdasarkan grafik (Gambar 35), skor kesukaan panelis terhadap atribut sensori muffin hasil substitusi tepung komposit cenderung lebih rendah dibandingkan muffin yang disubstitusi dengan tepung jagung saja, namun skor kesukaan keduanya tidak berbeda jauh dan skor kesukaan untuk muffin substitusi tepung komposit berada di atas nilai 5 sehingga masih tergolong disukai konsumen. Kelebihan dari muffin substitusi tepung komposit adalah adanya pemanfaatan sumber daya lokal yang lebih beragam, dalam hal ini jagung dan ubi jalar. Penggunaan kombinasi tepung ubi jalar, tepung jagung, dan tepung terigu dapat menambah kandungan gizi produk akhir. Kandungan beta karoten ubi jalar (2.900 mkg/100g, Ambarsari et al. 2009) yang jauh lebih tinggi dibandingkan jagung (97 mkg/100g, http://carotenefood.findthedata.org) dapat mempertahankan keberadaan beta karoten pada produk akhir. Hal ini disebabkan senyawa beta-karoten yang tidak stabil terhadap panas. Kehilangan kandungan beta-karoten akibat pengeringan menjadi tepung dapat mencapai 40% (Ambarsari et al. 2009) dan kehilangan akibat pemanggangan mencapai 60% (Yusianti 1999). Beta-karoten mempunyai kemampuan sebagai antioksidan yang berperan penting dalam menstabilkan radikal berinti karbon sehingga mengurangi risiko terjadinya kanker (Astawan 2008). Selain itu, muffin hasil substitusi tepung ubi jalar cenderung memiliki skor kesukaan panelis yang rendah dibandingkan muffin hasil substitusi tepung komposit. Dengan kata lain, penggunaan tepung komposit dalam pembuatan muffin dapat meningkatkan skor kesukaan panelis dibandingkan penggunaan tepung ubi jalar saja. Meskipun tepung ubi jalar hanya ditambahkan sebesar 10% dalam formula akhir, namun jumlah ini akan menjadi signifikan ketika muffin substitusi ini dapat dikembangkan dan diproduksi dalam skala besar.
48
8
Skor kesukaan panelis
7 6 5 4 3 2 1 0 Overall
Tekstur
Rasa
Aroma
Warna
Parameter sensori Muffin dari 100% tep. jagung dipanggang pada 150°C, 50menit Muffin dari 40% tep. ubi, 60% tep. terigu dipanggang pada 150°C, 50menit Muffin dari 86% tep. jagung, 10% tep. ubi, 4% tep. terigu dipanggang pada 150°C, 50menit Muffin dari 86% tep. jagung, 10% tep. ubi, 4% tep. terigu dipanggang pada 158°C, 39menit
Gambar 35. Grafik skor kesukaan panelis terhadap muffin dengan berbagai perlakuan Grafik plot kontur (Gambar 36) menggambarkan hubungan antara kombinasi suhu dan waktu pemanggangan dengan nilai keinginan yang dihasilkan. Bagian grafik yang berwarna merah menunjukkan nilai keinginan tertinggi yaitu 1 sedangkan bagian grafik berwarna biru menunjukkan nilai keinginan terendah yaitu 0. Titik-titik merah yang berada pada satu garis yang sama akan memberikan nilai keinginan yang sama walaupun memiliki kombinasi suhu dan waktu pemanggangan yang berbeda-beda. Nilai keinginan yang dihasilkan berasal dari respon warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan yang telah dioptimasi. Grafik plot kontur juga ditampilkan secara tiga dimensi (Gambar 37). Perbedaan nilai keinginan digambarkan oleh perbedaan ketinggian pada permukaan grafik. Area yang tinggi menunjukkan nilai keinginan yang tinggi sedangkan area yang rendah menunjukkan nilai keinginan yang rendah.
49
Desirability
Design-Expert® Sof tware 50.00
0.225
Desirability Design Points 1
0.376 0.527
0 43.75
X1 = A: suhu X2 = B: waktu
B : wa ktu
Prediction
0.979
5
37.50
0.829 0.678 31.25
0.527 0.527 25.00 150.00
155.00
160.00
165.00
170.00
A: suhu
Gambar 36. Grafik plot kontur pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap nilai keinginan pada optimasi proses muffin
Design-Expert® Sof tware Desirability 1 0 0.980
X1 = A: suhu X2 = B: waktu
Des irability
0.735
0.490
0.245
0.000
50.00 43.75 170.00 37.50
B: waktu
165.00 160.00
31.25
155.00 25.00
150.00
A: s uhu
Gambar 37. Grafik tiga dimensi pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap nilai keinginan pada optimasi proses muffin
50
4. Verifikasi Hasil verifikasi (Tabel 17) menunjukkan nilai untuk respon warna, aroma, tekstur, dan keseluruhan masih memenuhi 95% selang kepercayaan (SK) karena berada di dalam kisaran 95% SK rendah dan 95% SK tinggi. Nilai untuk respon rasa melebihi 95% selang prediksi (SP). Nilai ini kurang sesuai dengan rentang yang diprediksi namun berada pada skor yang lebih tinggi. Semakin tinggi skor kesukaan berarti bahwa produk semkin disukai oleh panelis sehingga tingginya skor kesukaan terhadap rasa muffin yang melebihi rentang menunjukkan hasil yang lebih baik daripada yang diprediksi. Respon aktual hasil verifikasi tidak sama persis dengan respon yang diprediksi karena uji organoleptik yang dilakukan bersifat subyektif, ditambah dengan waktu uji yang berbeda antara uji untuk memperoleh respon prediksi dan respon aktual. Hal ini masih dapat diterima mengingat nilai hasil verifikasi tidak berbeda jauh dari nilai yang diprediksi dan hasil verifikasi yang didapatkan adalah nilai respon sampel, sedangkan prediksi yang diberikan oleh piranti lunak Design Expert 7.0® adalah perkiraan dari nilai respon populasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model persamaan yang diperoleh masih cukup baik untuk menentukan kondisi proses optimum dengan respon yang dikehendaki. Tabel 17. Hasil verifikasi muffin substitusi dengan kondisi proses terpilih Respon Prediksi Verifikasi 95% 95% 95% 95% SK SK SP SP rendah tinggi rendah tinggi Warna 6.88 6.62 6.49 7.27 6.03 7.72 Aroma 6.41 6.58 6.22 6.61 5.99 6.84 Rasa 6.34 7.27 6.02 6.65 5.66 7.02 Tekstur 5.51 5.67 5.27 5.75 4.91 6.11 Keseluruhan 6.16 6.51 5.68 6.64 4.97 7.35
C. ANALISIS PRODUK AKHIR Produk akhir berupa muffin yang terbuat dari 4% tepung terigu, 86% tepung jagung, dan 10% tepung ubi jalar dengan suhu pemanggangan 158°C selama 39 menit dianalisis secara fisik dan kimia.
1. Analisis Fisik Hasil analisis menunjukkan nilai peak force rata-rata muffin adalah sebesar 107,3 g Force. Menurut Roshental (1999) nilai gaya puncak (gram force) adalah nilai kekerasan suatu produk dan diambil dari puncak pertama yang signifikan pada kurva. Semakin tinggi nilai gaya puncak maka kekerasan produk tersebut juga semakin tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Adhikari R. (2005), muffin yang terbuat dari 100% tepung terigu memiliki kekerasan senilai 124 g Force. Kekerasan muffin hasil substitusi tepung komposit lebih kecil dari muffin dengan 100% terigu menunjukkan muffin substitusi memiliki tekstur yang lebih lembut. Hasil analisis tekstur ditampilkan pada Tabel 18.
51
Tabel 18. Hasil Analisis Tekstur Muffin Ulangan Gaya(Gf) Waktu (s) Jarak (mm) 1A 111,8 3,605 1,800 1B 113,1 3,605 1,803 2A 92,8 3,605 1,800 2B 111,5 3,605 1,803
2. Analisis Kimia Hasil analisis proksimat muffin substitusi dapat dilihat pada Tabel 19. Muffin substitusi mengandung kadar air sebesar 18,84%. Kadar air muffin substitusi ini lebih rendah dibandingkan muffin dari 100% tepung terigu yang memiliki kadar air mencapai 30,35%. Rendahnya kadar air pada muffin substitusi dapat disebabkan perbedaan formula yang digunakan sehingga memiliki karakteristik pengikatan air yang berbeda pula. Kadar abu muffin substitusi adalah sebesar 1,48%. Kadar abu yang tinggi membuat warna bagian dalam produk tidak putih. Abu juga membuat gluten mudah putus sehingga roti tidak mengembang dengan sempurna. Substitusi tepung ubi jalar dapat meningkatkan kadar abu pada produk (Hathorn 2008). Kadar protein sebesar 4,78% pada produk muffin berasal dari bahan baku berupa tepung terigu, tepung jagung, maupun tepung ubi jalar. Kandungan protein tersebut menambah kandungan gizi pada produk. Kadar lemak muffin lebih tinggi dibandingkan muffin terigu, yaitu sebesar 18,23%. Kadar lemak yang tinggi tersebut akibat penggunaan margarin yang mencapai 21% dari berat keseluruhan ingridien yang dipakai dalam pembuatan muffin. Kadar karbohidrat sebesar 56,67% berasal dari jumlah tepung komposit yang digunakan dalam pembuatan muffin, di mana mencapai 31,5% dari berat keseluruhan ingridien muffin. Kadar serat kasar muffin sebesar 0,26%, dapat berasal dari tepung ubi jalar yang mengandung 5,54% serat pangan (Susilawati dan Medikasari 2008). Tabel 19. Perbandingan hasil analisis proksimat muffin hasil substitusi tepung komposit dengan muffin 100% terigu Kadar Muffin substitusi Muffin 100% tepung komposit terigu* (% bb) (% bb) Air 18.84 30.35 Abu 1.48 1.37 Protein 4.78 6.86 Lemak 18.23 14.95 Karbohidrat 56.67 43.19 Serat Kasar 0.26 3.04 *Chuen dan Aziz (2009)
52