BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Fisik dan Kimia Perairan Secara umum kondisi perairan di Pulau Sawah dan Lintea memiliki karakteristik yang mirip dari 8 stasiun yang diukur saat melakukan pengamatan mega bentos dan terumbu karang. Pengamatan dilakukan pada pagi maupun sore hari. Hasil pengukuran parameter fisik dan kimia perairan tersaji pada tabel 4. Tabel 4. Parameter fisik dan kimia perairan dari seluruh stasiun Stasiun Pengamatan 1 2 3 4 5 6 7 8
Suhu (0C) 28 30 29 29 28 29 29 29
Salinitas (ppt) 32,2 31,4 31 32,6 32 31,6 31,2 32,5
Parameter Kecepatan Arus Permukaan (m/s) 0,18 0,0471 0,041 0,071 0,076 0,1 0,03 0,102
Kecerahan (%) 100 100 100 100 100 40 100 100
4.1.1. Suhu Suhu permukaan air di masing-masing stasiun berkisar antara 28-300C. Suhu tersebut tergantung pada kondisi cuaca dan waktu pengambilan data suhu. Menurut Kleine et al (2009) karang-karang pembentuk terumbu hidup di dalam kisaran suhu yang sempit antara 18-300C. Sedangkan menurut Nybakken (1992) menyatakan terumbu karang dapat mentoleransi suhu permukaan laut antara 36400C. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukan suhu perairan pulau Sawah dan Lintea berada dalam suhu yang optimum untuk pertumbuhan terumbu karang.
29
30
4.1.2. Kecepatan Arus Permukaan Laut Kecepatan arus permukaan laut di perairan Pulau Sawah dan Lintea berdasarkan hasil pengamatan mempunyai kecepatan yang berkisar 0,03-0,18 m.(detik-1). Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 0,18 m.(detik-1), hal ini diduga karena pada saat pengambilan data terjadi hujan dan dipengaruhi oleh angin pada saat pengamatan. Arus permukaan terrendah terdapat di stasiun 7 yaitu 0,03 m.(detik-1). Stasiun 7,2,3 dan 6 merupakan daerah laguna yang merupakan daerah terlindung ketika musim teduh, namun apabila terjadi hujan disertai angin arus permukaan di dalam laguna berpengaruh terhadap arus yang berasal dari luar laguna.
4.1.3. Salinitas Hasil pengukuran lapangan diperoleh kisaran salinitas antara 32,6-31 ppt. Di stasiun 3 mempunyai salinitas yang rendah (31 ppt) dibandingkan dengan stasiun lainnya (31-32,6 ppt). Kisaran yang didapatkan masih sesuai untuk pertumbuhan terumbu karang yaitu kisaran 27-35 ppt (Kordi 2010).
4.1.4. Kecerahan Kecerahan diukur dari kemampuan cahaya untuk menembus kolom air menentukan intensitas cahaya yang diterima oleh zooxanthellae. Kecerahan perairan rata-rata 100% , namun untuk stasiun 6 hanya 40% yang disebabkan pada saat pengambilan data terjadi hujan dan gelombang, sehingga sustrat pasir yang berada di dalam laguna terangkat yang menyebabkan kekeruhan.
31
4.2. Kondisi Terumbu Karang 4.2.1. Kondisi Terumbu Karang Kedalaman 3 meter Presentase penutupan karang keras hidup pada kedalaman 3 meter dari seluruh stasiun berkisar diantara 20-51%. Presentase tutupan soft coral berkisar antara 0-40% sedangkan presentase tutupan karang mati (dead coral) di masingmasing stasiun pengamatan berkisar antara 0-26%. Presentase tutupan macroalgae berkisar antara 0-17% dan komponen other fauna (lili laut, kima, sea fan, dan anemon) berkisar antara 1-5% sedangkan komponen abiotic berada dikisaran 444%. Presentase tutupan karang keras hidup yang tertinggi berada di stasiun 6 sementara presentase tutupan terrendah berada di stasiun 8. Kondisi karang keras hidup disemua stasiun dapat dikategorikan buruk hingga baik. Stasiun yang memiliki kondisi terumbu karang terbaik terdapat pada stasiun 6 yang didominasi oleh coral branching yang terdapat di dalam laguna, sedangkan untuk stasiun 8 merupakan daerah tubir yang membentuk wall (reef wall). Histogram kondisi terumbu karang pada kedalaman 3 meter dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Kondisi terumbu karang kedalaman 3 meter Stasiun HC
1 2 3 4 5 6 7 8
21 46 34 26 30 51 31 20
% Cover Substrat DC MA OT Abiotic
SC
26 14 23 0 1 6 21 0
40 0 0 64 37 0 2 34
5 2 7 0 13 0 1 17
4 3 2 1 3 5 1 1
4 35 34 9 16 38 44 28
Indeks Mortalitas
0.553 0.23 0.403 0 0.032 0.105 0.403 0
32
Soft Coral, 22.13%
Hard Coral Hard Coral, 32.38%
Death Coral Algae Other Fauna Abiotic
Abiotic, 26.00%
Soft Coral
Death Coral, 11.38% Other Algae, 5.63% Fauna, 2.50%
Gambar 9.. Presentase rata-rata rata kondisi terumbu karang 3 meter Kondisi terumbu karang di perairan Pulau Sawah dan Lintea secara ratarata rata masuk dalam kondisi sedang. Berdasarkan metode Point Intercept Transect (PIT) presentase karang keras (hard ( coral) yakni sebesar sar 32,38%, karang mati (dead coral) sebesar 11,38%, Komponen macroalgae sebesar 5,63% , komponen soft coral, abiotic, dan other fauna berturut-turut sebesar 22,13%, 13%, 26% dan 2,5% (Gambar 9). Besarnya esarnya perubahan karang hidup menjadi karang mati ditunjukan oleh indeks mortalitas. Berdasarkan nilai indeks mortalitas pada kedalaman 3 meter diperoleh hasil 0-0,59. 0,59. Indeks mortalitas pada stasiun 4 yaitu nol yang menunjukan sangat rendah artinya pada stasiun tersebut tingkat kesehatan karangnya sangat tinggi dibandingkan dibandingkan dengan stasiun lain atau dengan kata lain rasio kematian karang pada stasiun tersebut tidak ada. Stasiun yang tingkat kematiannya termasuk tinggi yaitu stasiun 1 dan 7 yang mempunyai indikasi bahwa tingkat kesehatan hatan karang yaitu sedang hal ini menunjukan unjukan bahwa tekanan lingkungan yang berada di stasiun tersebut dapat ditolerir oleh ekosistem terumbu karang pada stasiun tersebut. tersebut Hasil indeks mortalitas yang diperoleh pada seluruh stasiun di kedalaman 3 meter menunjukan nilai indeks mortalitas rendah (Tabel 5). Hasil asil pengamatan menunjukan bahwa kondisi terumbu karang yang paling
33
baik berdasarkan tipe penutupan substrat yaitu stasiun 6 yang mempunyai tutupan karang keras hidup sebesar 51% dan indeks mortalitas yang rendah yaitu sebesar 0,105.
4.2.2. Kondisi Terumbu Karang Kedalaman 10 meter Kondisi terumbu karang keras hidup pada kedalam 10 meter dari seluruh stasiun berkisar antara 33-45%. Stasiun yang memiliki tutupan karang keras paling tinggi berada di stasiun 4 sedangkan presentase tutupan karang keras paling rendah berada di stasiun 5 (Tabel 6). Kedua stasiun tersebut mempunyai karakteristik reef wall, yang berada pada kategori sedang, sedangkan presentase tutupan karang mati (dead coral) di seluruh stasiun pengamatan berkisar antara 029%. Presentase tutupan alga (macroalgae dan Turf algae) berkisar antara 0-9% dan presentase tutupan soft coral berkisar antara 0-31%. Kompenen other fauna yang ditemukan yaitu (spons, kima, lili laut, sea fan, dan anemon ) berkisar antara 0-37%, dan komponen abiotic (sand, rubble, dan rock) berkisar antara 16-35%. Tabel 6. Kondisi terumbu karang kedalaman 10 meter Stasiun HC 1 40 2 36 3 42 4 45 5 33 6 41 7 40 8 34
DC 10 26 20 0 2 29 22 0
% Cover Substrat MA OT Abiotic SC 4 9 17 20 0 0 35 3 2 5 27 4 3 5 16 31 9 7 33 16 1 3 26 0 0 3 35 0 6 37 19 4
Indeks Mortalitas 0.2 0.42 0.323 0 0.057 0.414 0.35 0
Kondisi terumbu karang di perairan pulau Sawah dan Lintea dari semua stasiun pengamatan memiliki kategori sedang. Berdasarkan hasil pengamatan dengan metode PIT mempunyai rata-rata tutupan karang keras hidup sebesar 38,88%, sedangkan karang mati (dead coral) sebesar 13,63%. Rata-rata tutupan makroalgae yakni sebesar 3,13%, soft coral sebesar 9,75% dan komponen abiotic 26%. (Gambar 10).
34
Soft Coral, 9.75%
Hard Coral Hard Coral, 38.88% Abiotic, 26.00%
Death Coral Algae Other Fauna Abiotic Soft Coral
Death Coral, 13.63% Other Fauna, 8.63%
Algae, 3.13%
Gambar 10. Presentase rata-rata ra rata kondisi terumbu karang 10 meter Besarnya esarnya rasio kematian karang keras hidup menjadi karang mati digunakan indeks mortalitas. Indeks mortalitas pada kedalaman 10 meter dari semua stasiun menunjukan kisaran 0-0,42 0 (Tabel 6). Nilai indeks mortalitas mempunyai kisaran 0-11 yang berarti apabila nilai indeks mortalitas mendekati 0 maka kondisi terumbu karang dikatakan memiliki rasio kematian karang yang kecil atau tingkat kesehatan karang tinggi, begitu juga sebaliknya jika mendekati nilai 1 maka kondisi terumbu karang dikatakan memiliki rasio kematian rendah (Fachrul 2008). Berdasarkan nilai indeks mortalitas, stasiun 4 dan 8 memiliki nilai 0 yang artinya tidak ada karang yang mati atau secara spesifik menjelaskan bahwa tekanan lingkungan yang menyebabkan menyebabkan matinya terumbu karang masih dapat ditolerir. Indeks mortalitas yang termasuk tinggi dibandingkan dengan stasiun lain berada di stasiun 1, 2, 3, 5, 6 dan 7 masuk dalam kategori sedang. Kategori tersebut dapat mengindikasikan bahwa tekanan lingkungan pada pada stasiun tersebut masih bisa ditolerir untuk keberlangsungan hidup ekosistem terumbu karang. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui kondisi terumbu karang di kedalaman 10 meter yang paling baik berada di stasiun 4 dengan presentase tutupan karang keras hidup sebesar 45% yang tidak ditemukan karang mati.
35
4.3. Distribusi Mega Bentos Dilindungi Berdasarkan 8 stasiun yang diamati, dari 12 species mega bentos dilindungi hanya 3 species yang ditemukan yaitu Tridacna crocea, Tridacna maxima, dan Tridacna squamosa yang berada di pulau sawah dan lintea. Hasil tersebut diperoleh dari 2 kedalaman yaitu kedalaman 3 dan 10 meter.
4.3.1. Distibusi Mega Bentos Dilindungi pada kedalaman 3 meter Kondisi distribusi mega bentos dilindungi pada kedalaman 3 meter secara keseluruhan hanya ditemukan 3 species kima, jika ditinjau berdasarkan stasiun pengamatannya stasiun 7 yang merupakan daerah laguna/gobah mempunyai kelimpahan yang paling tinggi yaitu 229 individu.(100 m2)-1 untuk Tridacna crocea yang mempunyai habitat menempel pada karang masif dan seluruh cangkangnya terbenam dalam substrat yang keras (Gambar 11). Tridacna maxima stasiun yang mempunyai kelimpahan yang paling tinggi yaitu stasiun 2 dengan kelimpahan 26 individu.(100 m)2-1 (Gambar 12). Tridacna squamosa stasiun 3 mempunyai kelimpahan yang paling tinggi yaitu 4 individu.(100 m2)-1 (Gambar 13).
36
Gambar 11. Peta distribusi spasial kelimpahan T.crocea pada kedalaman 3 meter
Gambar 12. Peta distribusi spasial kelimpahan T.maxima pada kedalaman 3 meter
37
Gambar 13. Peta Distribusi Spasial kelimpahan T.squamosa pada kedalaman 3 meter Rata-rata kelimpahan individu tertinggi berada di dalam gobah, karena menurut Nybakken 1992 di dalam gobah atol di kepulauan Tuamotu, Michael pada tahun 1972 mencatat pada umumnya kepadatan kima 1 individu.(m2)-1 atau kurang dari itu. Selain itu menurut Panggabean (1991) menyatakan di lingkungan terumbu yang masih perawan atau yang belum terjamah, kima yang sejenis biasanya hidup membentuk kelompok-kelompok sehingga memungkinkan terjadinya pembuahan secara optimal (Gambar 14).
Gambar 14. Kima berkelompok
38
Keanekaragaman untuk semua stasiun berkisar antara 0-0,655 secara umum keanekaragaman jenis mega bentos dilindungi pada perairan pulau Sawah dan Lintea termasuk dalam kategori rendah (Tabel 7). Pada stasiun 3 mempunyai keanekaragaman jenis yang paling tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya, sementara untuk stasiun 6 memiliki keanekaragaman nol, karena hanya ditemukan 1 jenis kima dengan jumlah individu yang sangat rendah. Berdasarkan Brower (1998), keanekaragaman spesies merupakan pengukuran dari stabilitas komunitas. Stabilitas komunitas berhubungan dengan jumlah dan tingkat jalur energi dan nutrisi. Komunitas yang stabil memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi. Keanekaragaman yang rendah dipengaruhi oleh ketersediaan makanan serta kondisi yang sesuai dengan habitat dari berbagai macam spesies mega bentos. Tabel 7. Indeks keanekaragaman jenis pada kedalaman 3 meter Stasiun 1 2 3 Indeks 0.305 0.655 0.598
4 0.5
5 0.637
6 0
7 0.349
8 0.41
4.3.2. Distribusi mega bentos dilindungi pada kedalaman 10 meter Distribusi mega bentos dilindungi pada kedalaman 10 meter hanya ditemukan 3 jenis species kima dari 12 species yang berada dalam list IUCN, akan tetapi pada kedalaman 10 meter kelimpahannya lebih rendah dibandingkan dengan kedalaman 3 meter. Stasiun yang memiliki kelimpahan yang paling tinggi tercatat pada stasiun 3 yang merupakan daerah gobah, untuk daerah yang memiliki karakteristik reef wall memiliki kepadatan 0-16 individu.(100 m2)-1 terdiri dari Tridacna crocea dengan kelimpahan 0-16 individu.(100 m2)-1 yang terletak pada stasiun 3 untuk kelimpahan tertinggi (Gambar 15). Tridacna maxima mempunyai kepadatan individu 0-2 individu.(100 m2)-1 dengan kelimpahan tertinggi berada di stasiun 3 (Gambar 16). Tridacna squamosa mempunyai kepadatan 0-4 individu.(100 m2)-1 yang mempunyai kelimpahan tertinggi berada di stasiun 3 (Gambar 17) merupakan jumlah yang sangat rendah dibandingkan dengan kedalaman 3 meter, hal ini diduga pada karakteristik substrat dasar
39
perairan pada kedalaman 10 meter rata-rata ditemukan coral brancing, rubble dan sand yang kurang cocok dengan habitat dari mega bentos yang ditemukan. Selain itu kondisi fisik dan kimia perairan turut mempengaruhi dari distribusi kima itu sendiri, menurut Isamu (2008) mengatakan habitat dari seluruh jenis kima, rata-rata mempunyai perairan yang bersih, jernih dan mempunyai salinitas yang optimal di perairan dengan suhu perairan yang belum diketahui secara tepat, namun berada dalam kisaran 23-300C.
Gambar 15. Peta Distribusi Spasial kelimpahan T.crocea pada kedalaman 10 meter
40
Gambar 16. Peta distribusi spasial kelimpahan T.maxima pada kedalaman 10 meter
Gambar 17. Peta Distribusi Spasial kelimpahan T.squamosa pada kedalaman 10 meter
41
Berdasarkan indeks keanekaragaman mega bentos dilindungi pada seluruh stasiun pengamatan atan yang berkisar antara 0-0,76 0 secara umum dapat dikatakan bahwa kenakearagaman jenis mega bentos dilindungi di perairan pulau Sawah dan Lintea termasuk dalam kategori rendah (Tabel 8).. Salah satu faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis mega bentos dilindungi yaitu habitat dari masing-masing masing species, kondisi ekosistem terumbu karang, serta ketersediaan makanan dari setiap species mega bentos dilindungi. Tabel 8. Indeks keanekaragaman eanekaragaman jenis pada kedalaman 10 meter Stasiun Indeks
1
2 3 4 0 0.485 0.76
5 0
6 -
7 0
8 0 0.637
4.4. Pengelompokan Habitat Ekosistem Terumbu Karang Indeks
similaritas
Bray
Curtis
digunakan
untuk
melihat
pola
pengelompokan habitat substrat dasar. Pengelompokan habitat bertujuan untuk melihat tingkat kesamaan (similarity) ( ) antar stasiun pengamatan. Semakin kecil indeks disimilaritas maka, tingkat kesamaannya semakin tinggi, dimana indeks similaritas bray curtis = (1-B) (1 B) x 100% ; B = Indeks disimilaritas Bray Curtis.
4.4.1. Pengelompokan Habitat Terumbu Karang kedalaman 3 Meter Pengelompokan habitat terumbu karang pada kedalaman 3 meter dengan skala dendogram 40,5% yang merupakan nilai rata-rata rata rata dari indeks disimilaritas antar stasiun diperoleh 4 kelompok habitat (Gambar 18).
Gambar 18. Dendogram pengelompokan habitat pada kedalaman 3 meter.
42
Kelompok habitat ke-1 ke 1 adalah stasiun 1, 5 dan 8 merupakan lokasi yang terletak di luar sisi gobah yang mempunyai karakteristik karang Reef Wall , kelompok habitat ke 2 adalah stasiun 4 yang berada di utara pulau Lintea, kelompok habitat ke 3 adalah stasiun stasiu 2, 3, dan 7 merupakan daerah di dalam gobah dimana mempunyai kemiripan habitat. Kelompok elompok 4 yaitu stasiun stasiu 6 yang merupakan daerah gobah dimana tutupan substrat yang mendominasi yaitu Acropora Brancing (Gambar 19). 19
an habitat kedalaman 3 meter Gambar 19.. Peta pengelompokan 4.4.2. Pengelompokan Habitat Terumbu Karang Kedalaman 10 Meter Pengelompokan habitat pada kedalaman 10 meter, rata-rata rata memiliki indeks disimilaritas antar stasiun sebesar 44,3% dan nilai ini digunakan sebagai titik potong pengelompokan habitat substrat dasar terumbu karang. Pada kedalaman 10 meter diperoleh 4 kelompok habitat (Gambar 20).
Gambar 20. Dendogram pengelompokan habitat pada kedalaman 10 meter.
43
Kelompok habitat ke 1 yaitu stasiun 8 yang merupakan bagian timur pulau tenggara pulau lintea, kelompok habitat ke 2 yaitu stasiun 4 dan 5, kelompok habitat ke 3 yaitu stasiun 2,3,7, dan 6 yang berada di dalam gobah, sedangkan untuk kelompok habitat ke 4 yaitu stasiun 1 yang berada di utara pulau sawah (Gambar 21).
Gambar 21. Peta pengelompokan habitat kedalaman 10 meter 4.5. Hubungan Kelimpahan dan Keanekaragaman Mega Bentos Dengan Kondisi Terumbu Karang Analisis korelasi digunakan untuk mencari hubungan antara kelimpahan dan keanekaragaman mega bentos dengan presentase tutupan karang hidup atau mati dan parameter fisik kimia perairan, selain itu dilakukan pengujian DurbinWatson yang berguna untuk melihat ada atau tidaknya auto korelasi sebagai syarat dapat dilanjutkannya proses pengolahan data regresi (lampiran 4). Dari tabel Durbin-Watson diketahui dengan jumlah koefisien k = 4 didapatkan nilai (dl) 0,685 dan (du ) 1,997. Hasil statistik antara kelimpahan, karang hidup atau karang mati dan parameter fisik-kimia perairan didapatkan nilai Durbin-Watson untuk karang hidup DW sebesar 2,708 dan untuk karang mati memiliki nilai sebesar 2,688 oleh karena nilai DW lebih besar daripada batas atas (du) 1,997 maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi positif pada model regresi. Untuk melihat besarnya peluang melakukan kesalahan maka dapat dilihat P-value pada hasil penghitungan statistik yang terlampir pada lampiran 4. Pada umumnya, p-value
44
dibandingkan dengan suatu taraf nyata α tertentu, biasanya 0,05 atau 5% (Kurniawan 2008). Korelasi antara kelimpahan, karang hidup dan parameter fisik-kimia perairan diperoleh nilai R square sebesar 0,594 yang artinya pengaruh variable independen (hard coral, salinitas, kedalaman dan suhu) mempengaruhi sebesar KD = 59,4 % sementara 40,6% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain. Untuk nilai signifikansi di dapat nilai sebesar 0,044 yang berarti adanya pengaruh signifikan antara kelimpahan, karang keras dan parameter fisik-kimia perairan. Sementara analisis statistik antara keanekaragaman, karang hidup atau mati dan parameter fisik-kimia perairan didapatkan nilai Durbin-Watson untuk karang hidup sebesar 2,022 dan karang mati sebesar 2,418 yang memiliki nilai DW lebih besar dari batar atas (du) 1,997 maka dapat disimpulkan tidak memiliki auto korelasi positif. Korelasi antara keanekaragaman, karang hidup atau mati dan parameter fisik-kimia perairan diperoleh nilai 0,365 untuk karang hidup yang artinya pengaruh variable independen sebesar KD = 36,5 % sementara 63,5% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain. Untuk karang mati diperoleh nilai 0,335 yang artinya pengaruh variable independen KD = 33,5% namun 66,5% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai signifikansi yang diperoleh dari karang hidup dan karang mati masing-masing memiliki nilai 0,291 dan 0,348 yang berarti tidak ada pengaruh signifikan antara keanekaragaman, karang hidup atau karang mati dan parameter fisik-kimia perairan. Analisis regresi linier digunakan untuk mengetahui pengaruh kondisi terumbu karang dan parameter fisik-kimia perairan terhadap kelimpahan atau keanekaragaman mega bentos. Variabel independen yang digunakan dalam analisis regresi yaitu (x1) Salinitas, (x2) Kedalaman, (x3) Suhu dan (x4) hard coral atau dead coral, sedangkan untuk variabel dependen digunakan kelimpahan atau keanekaragaman mega bentos yang ditemukan.
45
Untuk melihat sejauh mana pengaruh variabel koefisien independen terhadap dependen dapat dilihat berdasarkan koefisien determinasi. Berdasarkan uji anova didapat hubungan keanekaragaman, persen tutupan karang hidup dan parameter fisik-kimia perairan tidak memberi pengaruh yang signifikan, sementara hubungan kelimpahan, persen tutupan karang hidup dan parameter fisik-kimia perairan memberi pengaruh yang signifikan dengan nilai 0,044. Hubungan kelimpahan mega bentos dengan hard coral dan parameter fisik kimia perairan yaitu :
Y = -1,78 + 0,03x1 – 0,707x2 -0,472 x3 –0,189 x4 Keterangan
:
Y
= Kelimpahan Jenis mega bentos
a
= Slope
b
= Koefisien Regresi
X1
= karang hidup
X2
= Salinitas
X3
= Kedalaman
X4
= Suhu Pada model hubungan kelimpahan, karang hidup dan parameter fisik-
kimia perairan didapat hubungan jika tutupan karang hidup (x1) bertambah 1% maka kelimpahan mega bentos bertambah 0,03 individu, jika salinitas bertambah 1 ppt (x2) maka kelimpahan mega bentos berkurang 0,707 individu, semakin bertambahnya kedalaman 1 meter (x3) maka kelimpahan berkurang sebanyak 0,472 individu sementara semakin bertambahnya suhu sebesar 10C (x4) maka berdampak negatif terhadap kelimpahan sebesar 0,189 individu.
46
Hasil analisis antara keanekaragaman, karang hidup dan parameter fisikkimia didapat nilai signifikansi (p value) sebesar sebesar 0,291 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan, terdiri dari variabel independen (karang hidup, salinitas, kedalaman dan suhu) dan variabel dependen yaitu keanekaragaman yang dimodelkan dengan persamaan : = -1,438 - 0,396x1 – 0,331x2 - 0,153x3 +0,242x4 Keterangan
:
Y
= Keanekaragaman Jenis megabentos
a
= Slope
b
= Koefisien regresi
X1
= karang hidup
X2
= Salinitas
X3
= Kedalaman
X4
= Suhu Pada model regresi linier antara keanekaragaman, karang hidup dan
parameter fisik-kimia tidak mempunyai hubungan yang signinifikan sehingga dapat dikatakan model tidak valid. Maka dari itu dilakukan pengujian hasil regresi linier antara keanekaragaman, karang mati dan parameter fisik kimia perairan yang ternyata mempunyai nilai signifikansi (p value) sebesar 0,335 yang berarti model tersebut tidak mempunyai hubungan yang signifikan yang dimodelkan dengan persamaan :
Y = -1,532 - 0,376x1 – 0,510x2 - 0,258x3 +0,159x4 Keterangan
:
Y
= Keanekaragaman Jenis megabentos
a
= Slope
b
= Koefisien regresi
X1
= karang mati
X2
= Salinitas
X3
= Kedalaman
X4
= Suhu
47
Hasil persamaan dari model persamaan yang didapat antara variabel independen terhadap dependen tidak mempunyai hubungan yang signifikan sehingga dapat dikatakan model tidak berlaku pada keadaan sebenarnya atau model kurang baik.