BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Bobot Telur Rata-rata penurunan bobot telur ayam ras yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu adalah yang tertinggi (8,02%) terdapat pada perlakuan yang tidak diawetkan dengan filtrat kulit buah pisang kepok (konsentrasi 0% atau kontrol) dan yang terendah (4,44%) pada perlakuan konsentrasi 20% filtrat kulit buah pisang kepok (Tabel 4). Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman dan interaksi antara perlakuan konsentrasi filtrat kulit buah pisang kepok dengan perlakuan lama perendaman tidak berpengaruh nyata (P>0,05), sedangkan perlakuan konsentrasi filtrat kulit buah pisang kepok berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penurunan bobot telur yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu (Lampiran 1). Tabel 4. Rata-rata penurunan bobot telur ayam ras yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu (%) Lama perendaman (jam) 24 48 Rata-rata
Konsentrasi filtrat kulit buah pisang kepok (%) 0
10
20
8.02 8.02 8.02 ± 1.06a
5.86 5.69 5.77 ± 0.83b
5.29 3.58 4.44 ± 1.21c
Rata-rata 6.39 ± 1.51 5.76 ± 2.09
Keterangan: Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01) berdasarkan uji beda nyata terkecil (BNT).
Uji beda rata-rata antar perlakuan dengan menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa penurunan bobot telur yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu pada perlakuan yang tidak diawetkan dengan filtrat kulit buah pisang kepok (konsentrasi 0%) dan perlakuan yang diawetkan
22
dengan filtrat kulit buah pisang kepok konsentrasi 10% dan 20% masing-masing berbeda sangat nyata (P<0,01) seperti pada tabel 4. Rendahnya penurunan bobot telur yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu pada perlakuan yang diawetkan dengan konsentrasi 20% filtrat kulit buah pisang kepok disebabkan oleh tanin dalam filtrat kulit buah pisang kepok menutup pori-pori kerabang telur sehingga penguapan air dan gas karbondioksida, amonia, dan nitrogen sedikit. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hapitaningsih (2003) bahwa prinsip penggunaan zat penyama k adalah terjadinya reaksi pada bagian kulit luar telur oleh zat penyamak (tanin) sehingga mencegah keluarnya air dan gas dari dalam telur. Sedangkan telur yang tidak diawetkan dengan filtrat kulit buah pisang kepok mengalami penguapan air dan gas karbondioksida, amonia, dan nitrogen yang banyak sehingga terjadi penurunan bobot telur.
Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Harahap (2007) bahwa bobot telur terus berkurang selama penyimpanan yang disebabkan oleh terjadinya penguapan air dan gas karbondioksida (CO2). Berdasarkan uraian tersebut di atas dan uji BNT, diketahui bahwa penggunaan konsentrasi 20% dengan lama perendaman 24 jam filtrat kulit buah pisang kepok adalah yang paling efektif untuk menghambat terjadinya penurunan bobot telur (pengawetan telur) karena kandungan taninnya tinggi. Hal ini sejalan yang dikemukakan oleh Budisutiya (2006) bahwa telur yang mendapatkan perlakuan pengawetan yakni perendaman dalam tanin kulit kayu bakau memiliki jangka waktu segar yang lebih lama (40 hari), sedangkan yang tidak
23
mendapatkan perlakuan pengawetan jangka waktu segarnya lebih pendek (28 hari).
B. Diameter Rongga Udara Telur Rata-rata diameter rongga udara telur ayam ras yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu adalah yang tertinggi (2,90 cm) terdapat pada perlakuan yang tidak diawetkan dengan filtrat kulit buah pisang kepok (konsentrasi 0%) dan yang terendah (2,48 cm) pada perlakuan konsentrasi 20% filtrat kulit buah pisang kepok (Tabel 5). Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman dan interaksi antara perlakuan konsentrasi filtrat kulit buah pisang kepok dengan perlakuan lama perendaman tidak berpengaruh nyata (P>0,05), sedangkan perlakuan konsentrasi filtrat kulit buah pisang kepok berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap diameter rongga udara telur yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu (Lampiran 2). Tabel 5. Rata-rata diameter rongga udara telur ayam ras yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu (cm) Lama perendaman (jam) 24 48 Rata-rata
Konsentrasi filtrat kulit buah pisang kepok (%) 0
10
20
2.90 2.90 2.90 ± 0.33a
2.62 2.61 2.62 ± 0.12b
2.59 2.38 2.48 ± 0.14b
Rata-rata 2.70 ± 0.24 2.63 ± 0.31
Keterangan : Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01) berdasarkan uji beda nyata terkecil BNT.
Uji beda rata-rata antar perlakuan dengan menggunakan uji BNT menunjukkan bahwa diameter rongga udara telur yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu pada perlakuan yang tidak diawetkan dengan filtrat kulit buah pisang kepok (konsentrasi 0%) berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi
24
dari perlakuan yang diawetkan dengan filtrat kulit buah pisang kepok konsentrasi 10% dan 20%, tetapi perlakuan yang diawetkan dengan filtrat kulit buah pisang kepok antara konsentrasi 10% dan 20% tidak berbeda nyata (P>0,05) seperti pada tabel 5. Kecilnya diameter rongga udara telur yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu yang diawetkan dengan konsentrasi 10% dan 20% filtrat kulit buah pisang kepok disebabkan oleh pori-pori telur tertutup oleh tanin dari filtrat kulit buah pisang kepok sehingga penguapan air dan gas karbondioksida, amoniak, dan nitrogen dari dalam telur dapat dihambat. Sebaliknya, besarnya diameter rongga udara telur yang tidak diawetkan dengan filtrat kulit buah pisang kepok (konsentrasi 0%) disebabkan oleh penguapan air dan gas karbondioksida, amoniak dan nitrogen. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Gary et al. (2009) bahwa besarnya diameter rongga disebabkan oleh membran bagian dalam telur terlepas sehingga menempel pada bagian albumen akibat penguapan air dalam telur. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Pescatore dan Jacob (2011) bahwa seiring dengan bertambahnya umur telur, maka telur akan mengalami kehilangan cairan sehingga memperbesar rongga udara. Begitu pula yang dikemukakan oleh Yuwanta (2010) bahwa pembesaran kantong udara pada telur dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, kelembaban dan perubahan isi telur. Berdasarkan uraian tersebut di atas dan uji BNT, diketahui bahwa penggunaan konsentrasi 10% dan 20% dengan lama perendaman 24 jam filtrat kulit buah pisang kepok adalah yang paling efektif untuk menghambat terjadinya pembesaran diameter rongga udara telur (pengawetan telur). Hal ini sejalan dengan penurunan bobot telur (Tabel 4).
25
C. pH Telur Rata-rata pH telur ayam ras yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu adalah yang tertinggi (9,57) terdapat pada perlakuan yang tidak diawetkan dengan filtrat kulit buah pisang kepok (konsentrasi 0%) dan yang terendah (7,92) pada perlakuan konsentrasi 20% filtrat kulit buah pisang kepok. Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman dan interaksi antara perlakuan konsentrasi filtrat kulit buah pisang kepok dengan perlakuan lama perendaman tidak berpengaruh nyata (P>0,05), sedangkan perlakuan konsentrasi filtrat kulit buah pisang kepok berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pH telur yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu (Lampiran 3). Tabel 6. Rata-rata pH telur ayam ras yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu Lama perendaman (jam) 24 48 Rata-rata
Konsentrasi filtrat kulit buah pisang kepok (%) 0 10 20 9.57 8.32 8.04 9.57 8.25 7.81 a b 9.57 ± 0.23 8.28 ± 0.36 7.92 ± 0.21c
Rata-rata 8.64 ± 0.76 8.54 ± 0.81
Keterangan : Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01) berdasarkan uji beda nyata terkecil BNT.
Uji beda rata-rata antar perlakuan dengan menggunakan uji BNT menunjukkan bahwa pH telur yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu pada perlakuan yang tidak diawetkan dengan filtrat kulit buah pisang kepok (konsentrasi 0%) dan perlakuan yang diawetkan dengan filtrat kulit buah pisang kepok konsentrasi 10% dan 20% masing-masing berbeda sangat nyata
26
(P<0,01) seperti pada tabel 6. Rendahnya pH telur yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu yang diawetkan dengan konsentrasi 20% filtrat kulit buah pisang kepok disebabkan oleh tanin dalam filtrat kulit buah pisang kepok menutup pori-pori kerabang telur sehingga penguapan gas CO2 sedikit. Sebaliknya, tingginya pH telur yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu yang tidak diawetkan dengan filtrat kulit buah pisang kepok (konsentrasi 0%) disebabkan oleh penguapan gas CO2 yang banyak.
Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Harahap (2007) bahwa hilangnya gas CO2 pada telur menyebabkan konsentrasi ion bikarbonat menjadi turun dan sistim buffer menjadi rusak, sehingga mengakibatkan kenaikan pH.
Hintono (1995) menjelaskan
bahwa pengenceran putih telur disebabkan pecahanya serabut ovomucin yang mengikat putih telur sehingga mengakibatkan meningkatnya pH putih telur. Hal ini sejalan yang dikemukakan oleh Yuwanta (2010) bahwa perubahan CO2 mengakibatkan perubahan pH putih telur yang semula 7,4 (saat ditelurkan) menjadi 9,2 - 9,5 selama penyimpanan. Berdasarkan uraian tersebut di atas dan uji BNT, diketahui bahwa penggunaan konsentrasi 20% dengan lama perendaman 24 jam filtrat kulit buah pisang kepok adalah yang paling efektif untuk menghambat terjadinya peningkatan pH yang dapat memperpendek masa simpan telur. Hal ini sejalan dengan penurunan bobot dan diameter rongga udara telur ayam ras yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu (Tabel 4 dan 5).
27