20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Data Pada penelitian ini digunakan data satelit NOAA pada tahun 1997 sampai dengan 2005 serta data satelit TERRA dan AQUA dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Atribut-atribut yang terdapat dalam data hotspot yaitu tahun, bulan, tanggal, waktu, NOAA (satelit), bujur, lintang, provinsi, dan kabupaten. Data spasial dan atribut wilayah administrasi Indonesia yang meliputi kode provinsi, nama provinsi, kode kabupaten, dan nama kabupaten diperoleh dari www.inigis.info dalam format .shp dengan skala 1: 25.000. Dalam format ini, peta Indonesia terdiri atas 30 provinsi dan 440 kabupaten/kota. Analisis data yang dilakukan pada data tersebut yakni memilih atributatribut yang tepat untuk mengembangkan aplikasi spatio-temporal data warehouse. Atribut-atribut yang digunakan adalah tahun, bulan, satelit (NOAA,AQUA, dan TERRA), bujur, lintang dan wilayah atau lokasi. Berdasarkan atribut-atribut yang dipilih tersebut, kemudian dibentuk suatu tabel fakta dan tabel dimensi. Dari hasil analisis data pada penelitian sebelumnya didapatkan sebuah tabel fakta dan lima tabel dimensi, kemudian pada penelitian ini dilakukan penyesuaian dengan adanya penambahan sebuah dimensi, yakni dimensi pulau atau kepulauan, sebagai salah satu level hierarki tambahan pada dimensi lokasi. Skema data warehouse yang digunakan adalah skema snowflake. Skema snowflake ini digunakan untuk menangani redundansi data geometri pada dimensi lokasi (spasial). Skema snowflake dalam schema workbench dapat dilihat pada Gambar 4.
21
Gambar 4 Skema Snowflake pada Schema Workbench. 4.2
Ekstraksi Data Sebelum proses ini dilakukan, ada beberapa software pendukung yang harus
terinstall pada komputer. Software pendukung itu terdiri dari : 1. Apache tomcat yang berguna sebagai web server. 2. PostgreSQL yang berguna sebagai database relasional. 3. Postgis yang berguna sebagai tambahan pada postgreSQL untuk mendukung pengolahan data spasial. 4. Quantum GIS yang berguna untuk mengolah data spasial. Proses install software masing-masing diatas, dapat dilihat pada Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4. Pada tahap ekstraksi data,
dilakukan proses pembuangan atribut-atribut
yang tidak terpakai serta pengambilan data yang relevan sesuai dengan model skema multidimensional yang telah dibuat. Proses ini mereduksi atribut-atribut yang tidak terpilih pada tahap analisis. Hasil reduksi data dapat dilihat pada Tabel 4.
22
Tabel 4 Hasil reduksi data
4.3
Atribut
Tipe data
Tahun
Integer
Bulan
Varchar (20)
NOAA (satelit)
Varchar(20)
Bujur
Text
Lintang
Text
Kode kabupaten
Integer
Kabupaten
Varchar(50)
Kode provinsi
Integer
Provinsi
Varchar(50)
Kode pulau
Integer
Pulau
Varchar(50)
Transformasi Data Proses transformasi dilakukan berdasarkan skema snowflake yang telah
dibuat pada tahap analisis. Nama-nama atribut disesuaikan berdasarkan nama atribut pada skema tersebut. Atribut tahun dan bulan dikembangkan menjadi tahun, kuartil, dan bulan. Dimensi lokasi diperluas menjadi empat dimensi yaitu dimensi pulau, dimensi provinsi, dimensi kabupaten dan dimensi geohotspot. Pada data fakta ditentukan nilai agregasi atribut-atribut yang menjadi ukuran (measure). Atribut baru dikonstruksi untuk menampung ukuran berupa jumlah hotspot hasil agregasi. Fungsi agregat yang digunakan adalah fungsi sum untuk proses penjumlahan hotspot. 4.4
Pemuatan Data Pada tahapan ini, data awal diproses melalui beberapa tahapan. Untuk
melihat proses tahapan pemuatan data bisa dilihat dalam Lampiran 5. Data yang telah diproses kemudian akan secara otomatis termuat ke dalam PostgreSQL, kemudian dilakukan penyesuaian struktur kubus data berdasarkan skema snowflake yang telah dibuat. Kubus data yang dibuat dalam penelitian ini adalah kubus data forestfire_spatialcube. Secara singkat nama dan deskripsi dari kubus data forestfire_spatialcube dapat dilihat pada Tabel 5.
23
Tabel 5 Nama dan deskripsi kubus data forestfire_spatialcube Dimensi
Deskripsi Waktu kejadian hotspot difoto oleh satelit. Data bulanan
Waktu
dari tahun 1997 sampai 2005 (NOAA) dan data bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 ( TERRA dan AQUA)
Satelit
Satelit yang digunakan untuk memotret citra (NOAA,AQUA,TERRA) Pulau
Terdiri dari 5 Pulau besar di Indonesia (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Irian Jaya).
Lokasi
Provinsi
Provinsi titik hotspot berada (30 provinsi)
Kabupaten
Kabupaten titik hotspot berada (440 kabupaten)
Hotspot
ID posisi titik hotspot
Database diolah menjadi kubus data dengan menggunakan tool Schema Workbench. Schema Workbench merupakan GUI utility yang digunakan untuk membuat file skema multidimensional pada Geomondrian dalam format XML. Schema Workbench digunakan untuk memetakan kubus, dimensi, dan ukuran pada database PostgreSQL. Format XML digunakan untuk mengolah metadata (informasi tentang data) yang menggambarkan struktur dan maksud data yang terdapat dalam dokumen XML, bukan menggambarkan format tampilan data tersebut. Struktur format XML hasil pemetaan kubus data forestfire_spatialcube dengan Schema Workbench. 4.5
Pembuatan Data Warehouse Setelah seluruh tahapan proses ETL (Extract, Transform, Loading)
dilakukan, kemudian masuk ke tahap berikutnya yakni membangun spatiotemporal data warehouse. Spatio-temporal data warehouse dibangun dengan menggunakan arsitektur three tier. Arsitektur ini memiliki tiga lapisan yaitu lapisan bawah, lapisan tengah, dan lapisan atas. Ilutrasi arsitektur spatio-temporal data warehouse ini dapat dilihat pada Gambar 5.
24
Gambar 5 Arsitektur spatio-temporal data warehouse. 1.
Lapisan bawah Lapisan bawah merupakan tempat pengolahan sumber data warehouse,
sekaligus sebagai data source pada Geoserver dalam melakukan query layer. Dalam penelitian ini digunakan Database Management System (DBMS) PostgreSQL dengan library PostGIS untuk mengelola data spasial dan nonspasial menjadi sebuah kubus data. 2.
Lapisan Tengah Lapisan ini terdiri atas spatial OLAP (SOLAP) server dan web map server.
Penelitian ini menggunakan Geomondrian sebagai spatial OLAP server yang berfungsi menyimpan struktur kubus data dalam bentuk multidimensi dan Geoserver sebagai tempat penyimpanan data geospasial yang berfungsi menghasilkan layer-layer berdasarkan query yang dapat memberikan bentuk penyajian data dalam bentuk peta. Geomondrian dan Geoserver merupakan teknologi open source yang dibangun dalam platform Java. Geomondrian menggunakan MultiDimensional eXpression (MDX) sebagai bahasa yang mampu menangani struktur data multidimensi. Geomondrian dilengkapi OLAP dan XML for analysis (XMLA) sebagai Aplication Programming Interface (API) yang mendukung fungsi OLAP.
25
3.
Lapisan Atas Lapisan atas merupakan lapisan untuk end-user berupa hasil query yang
dapat menampilkan informasi ataupun ringkasan. Query yang diuji pada Spatial OLAP (SOLAP) berupa query dalam bentuk fungsi MDX yang dapat digunakan sebagai model multidimensi. Informasi disajikan dalam bentuk tabel pivot dan grafik menggunakan Jpivot. Hasil query MDX memiliki kemungkinan dapat disinkronisasikan dengan tampilan peta yang disajikan
menggunakan library
Open Layers ataupun GeoExt. Namun, pada penelitian ini, sinkronisasi hasil query dengan tampilan peta tersebut belum berhasil dilakukan. Hal ini disebabkan karena tool Geomondrian yang belum stabil dan belum mampu melakukan konfigurasi fungsi yang dapat menyinkronisasikan Jpivot dengan library OpenLayers ataupun GeoExt. Meskipun demikian, penelitian ini sudah dapat menampilkan peta ke dalam sistem Geomondrian. Bentuk visualisasi peta yang telah diintegrasikan ke dalam sistem ini menggunakan query yang berbeda (tidak menggunakan MDX query pada peta), yakni menggunakan filter berupa CQL (Common Query Language). Query tersebut dapat digunakan untuk menyeleksi wilayah atau lokasi yang diinginkan pada peta dan dapat menyeleksi pula letak hotspot pada waktu tertentu pada wilayah tersebut. 4.6
Pembuatan Peta Peta yang hendak dibuat, merupakan suatu bentuk penyajian data yang
merupakan hasil representasi dari layer-layer pada suatu web map server. Layerlayer ini dapat berupa point, line, polygon ataupun multipolygon. Pembuatan layer pada web map server ini dibuat berdasarkan query sql yang diberikan di dalam Geoserver yang berada di level application server pada arsitektur three tier-nya. Arsitektur three tier yang dibangun untuk pembuatan peta pada Geoserver dapat dilihat pada Gambar 6.
26
Gambar 6 Arsitektur Geoserver (Web Map Server). Layer-layer ini akan dipanggil pada saat sistem secara keseluruhan dieksekusi atau di jalankan pada level user interface atau client. Tahapan pembuatan suatu layer pada web map server (Geoserver) ini meliputi : 1.
Membuat workspace Workspace ini dibuat sebagai ruang kerja dari layer-layer yang akan dibuat,
sehingga workspace inilah yang nanti akan menampung layer-layer yang telah dibuat. Pada penelitian ini, workspace yang telah dibuat adalah workspace forestfire_indonesia yang telah dibuat di dalam Geoserver. 2.
Membuat data store Data store ini merupakan ruang konfigurasi dalam Geoserver yang
menghubungkannya dengan database relasional, yakni PostgreSQL dengan ekstensi PostGIS. Data store yang telah dibuat dalam Geoserver pada penelitian ini adalah ds_forestfire. 3.
Membuat layer pada Geoserver Penelitian ini menggunakan Geoserver versi 2.1.0. Pada Geoserver versi ini
sudah dapat dilakukan query sql biasa maupun geometri dalam menyeleksi suatu data
berdasarkan
atribut
yang
diinginkan
pada
database
relasional
(PostgreSQL/PostGIS) untuk menghasilkan suatu layer dalam web map server (Geoserver). Sebelum layer terbentuk, perlu dilakukan konfigurasi data yang disediakan Geoserver pada menu layer, guna melengkapi informasi yang dibutuhkan untuk setiap layer. Informasi yang perlu dilengkapi tersebut meliputi
27
nama layer, memilih nilai sistem koordinat, bounds peta dan memilih default style. Layer-layer yang terbentuk dari hasil query ini kemudian dikonversi oleh layanan-layanan yang terdapat pada Geoserver menjadi suatu file dengan format XML. File XML inilah yang ketika dilakukan parsing akan menghasilkan URL dengan halaman web yang berupa suatu penyajian data dalam bentuk peta. Penelitian ini membangun layer –layer dalam Geoserver yang terdiri atas layer hotspot satelit NOAA, TERRA dan AQUA, satu layer hotspot_indo untuk seluruh hotspot yang digabungkan, kemudian dua layer peta indonesia yang berdasarkan provinsi (layer indo_prov) dan kabupaten (layer indo_kab). 4.
Menyesuaikan style peta Untuk menghasilkan suatu layer peta, diperlukan suatu style dari layer yang
sesuai dengan tipe layer tersebut (point, line, polygon atau multipolygon). Geoserver telah menyediakan default style yang terdapat dalam librarynya dalam bentuk format SLD (Styled Layer Descriptor). File SLD ini merupakan suatu dokumen berisi syntax XML yang berfungsi mengatur tampilan peta, file-file ini dapat diakses pada menu Style dalam Geoserver. File .sld ini dapat disesuaikan menjadi suatu style yang diinginkan sesuai dengan tipe layer yang dipilih. Style inilah yang disesuaikan dan digunakan, sehingga sistem ini dapat melihat pola persebaran hotspot, serta melihat perbedaan batas wilayah pada suatu daerah di Indonesia secara jelas. Contoh file .sld yang dibuat dalam Geoserver untuk menghasilkan style suatu layer. 5. Melihat hasil peta Tahap ini merupakan tahap yang dilakukan untuk melihat hasil dari layer-layer yang telah dihasilkan berdasarkan query dan telah dilakukan penyesuaian terhadap style sesuai tipe layernya. Pada Geoserver untuk melihat peta sesuai layer yang telah dibuat, dapat mengakses menu Layer Preview. Namun menu ini diakses pada Geoserver, sedangkan untuk melakukan pemanggilan terhadap layer yang telah dibuat ke dalam sistem, digunakan suatu library OpenLayers atau GeoExt. Gambar
7 di bawah ini merupakan contoh tampilan peta dan query pada
Geoserver .
28
Gambar 7 Tampilan peta dan query pada Geoserver. Pada gambar diatas menunjukan tampilan peta disertai data hotspot tahun 2009 sesuai query yang diberikan. 4.7
Uji Query Uji query yang pertama dilakukan untuk menguji spatio-temporal data
warehouse apakah telah sesuai dengan kebutuhan dan memeriksa apakah operasi dasar OLAP berhasil diimplementasikan untuk data spasial. Query yang digunakan untuk menguji sistem ini adalah query dalam bentuk fungsi MDX. Fungsi MDX mendukung query untuk objek multidimensional dan menjalankan perintah-perintah yang mampu menghasilkan dan memanipulasi data dari objek tersebut. Pada penelitian ini, MDX yang digunakan mampu mendukung query biasa dan query spasial. Uji query yang kedua dilakukan untuk menyeleksi wilayah atau lokasi pada peta dan hotspot pada waktu tertentu. Query ini merupakan filter yang berupa CQL (Common Query Language) dalam Geoserver. 1.
Query biasa Struktur query ini mirip dengan query database relasional, Structured Query
Language (SQL). Query ini mendukung operasi dengan konsep model data logika. Ilustrasi query yang diujikan adalah sebagai berikut: Select {[Measures].[Jumlah_Hotspot]} on columns,
29
{[Satelit].[Semua Satelit]} ON rows from forestfire_spatialcube where [Waktu].[2002] Query tersebut menampilkan jumlah hotspot dari semua satelit pada tahun 2002. Ilustrasi tampilan hasil query dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Hasil Query MDX biasa. 2.
Query spasial Query ini mendukung model data spasial Open Geodata Interchange
Standard (OGIS). Model data OGIS mampu menangani bentuk geometri seperti point, polygon, curve dan tipe lainnya, serta mampu mengeksekusi operasi query spasial seperti ST_Within, ST_Area, ST_Contains, dan operasi lainnya. Ilustrasi query spasial yang diujikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: SELECT {[Measures].[Jumlah_Hotspot]} ON COLUMNS, Filter( {[Lokasi].[Hotspot].members}, ST_Within( [Lokasi].CurrentMember. Properties("hotspot_geom"), ST_GeomFromText("POINT ((139.16 -3.27))") ) ) ON ROWS FROM [forestfire_spatialcube]
30
WHERE [Waktu].[1997] Query tersebut menghasilkan jumlah hotspot pada koordinat point yang didefinisikan. Ilustrasi tampilan hasil query dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Hasil query MDX spasial. 3.
CQL (Common Query Language)
Query ini merupakan filter yang digunakan untuk menyeleksi suatu layer yang telah dibuat dan terdapat dalam Geoserver. Layer tersebut dapat berupa polygon, line maupun point yang dibangun dari query sql biasa maupun geometrik pada database relasional (PostgreSQL-PostGIS). Ilustrasi CQL (Common Query Language) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Gambar 10). SELECT nama_prov LIKE 'BENGKAYANG %' AND bulan LIKE 'Mei' AND tahun = 2005
31
Gambar 10 CQL pada GeoExt. Query tersebut menyeleksi hotspot yang terdapat pada wilayah Kalimantan, Kabupaten Bengkayang di bulan mei tahun 2005, hasilnya terdapat 12 hotspot pada wilayah dan waktu tersebut. 4.8
Integrasi SOLAP (Spatial Online Analitical Processing) Spatio-temporal data warehouse yang telah dibuat diimplementasikan ke
dalam bentuk spatial OLAP. Di dalam spatial OLAP, database, kubus data, dan dimensi yang akan ditampilkan sesuai kebutuhan dapat ditentukan. Aplikasi ini dilengkapi dengan visualisasi tabel pivot yang memudahkan dalam menganalisis. Salah satu informasi yang dapat diambil dari tampilan spatial OLAP adalah melihat jumlah hotspot yang terjadi di Indonesia mulai dari tahun 2001 hingga 2009. Tampilan tabel pivot untuk operasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Tabel pivot spatial OLAP. Gambar 11 menunjukkan bahwa hotspot dari satelit TERRA dan AQUA khususnya wilayah Kalimantan pada semua tahun (2000-2009) memiliki jumlah hotspot tertinggi yaitu 34.346 dan 17.605 titik. Dari tabel tersebut dapat dilihat
32
juga persebaran hotspot tiap provinsi dan kabupaten pada setiap tahunnya. Pola persebaran hotspot di Pulau Kalimantan merupakan wilayah dengan tingkat persebaran hotspot terbanyak. Detail persebaran hotspot pada pulau kalimantan ini dapat dilihat pada visualisasi dalam bentuk grafik. Tampilan grafik pola persebaran hotspot di pulau Kalimantan selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Grafik persebaran hotspot di Kalimantan. Selain tampilan OLAP,
persebaran hotspot bisa dilihat pada aplikasi
geoserver tersebut. Spatial OLAP yang dibuat dalam penelitian ini telah mampu menampilkan ukuran geometrik dalam tabel pivot. Tampilan tabel pivot yang menampilkan ukuran geometrik dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Tabel pivot dengan ukuran geometrik.
33
4.9
Desain Antarmuka Aplikasi Aplikasi spatial OLAP yang berbasis web dilengkapi dengan antarmuka
yang menyediakan informasi lain mengenai kebakaran hutan. Aplikasi ini dikembangkan dengan menggunakan bahasa pemrograman JSP (Java Server Pages). Desain antarmuka dapat dilihat pada Lampiran 6. 4.10 Operasional aplikasi SOLAP Eksplorasi data dilakukan dengan menggunakan operasi OLAP pada Geomondrian dan modul yang terdapat dalam aplikasi pemetaan layer hasil pengolahan Geoserver, guna menghasilkan beberapa informasi yang diinginkan. Pada Geomondrian, terdapat beberapa operasi OLAP dapat digunakan pada dalam proses analisis hasil, seperti roll up, drill down, slice, dice, dan pivot. Contohcontoh operasi OLAP yang dapat dijalankan dalam aplikasi ini meliputi : 1. Roll up Operasi roll up ditampilkan dengan menaikkan hierarki dimensi waktu. Hierarki dimensi waktu terdiri atas tiga level yaitu tahun, kuartil, dan bulan. Operasi roll up dapat dilakukan dengan melihat jumlah hotspot per bulan kemudian me-roll up menjadi level kuartil dan level tahun secara keseluruhan. Operasi roll up bisa dilihat dalam Lampiran 7. 2. Drill down Operasi drill down merupakan kebalikan dari operasi roll up. Operasi ini dilakukan dengan menurunkan hierarki dari hierarki teratas misalkan provinsi (polygon) menjadi hierarki dasar hotspot (point). Operasi ini dilakukan untuk melihat posisi hotspot yang terjadi. Operasi drill down dapat dilihat dalam Lampiran 8. 3. Slice Operasi slice dilakukan dengan memilih salah satu dimensi atau irisan kubus, misalkan dimensi satelit dengan kriteria waktu tahun 2001. Operasi ini menghasilkan tampilan jumlah hotspot yang dihasilkan dari pencitraan setiap satelit pada tahun 2001. Operasi slice dapat dilihat dalam Lampiran 9.
34
4. Dice Operasi dice dilakukan dengan memilih dua dimensi, misalkan memilih dimensi waktu (Tahun 2000 dan 2001) dan dimensi satelit (NOAA 12 dan NOAA 14). Aplikasi akan menampilkan jumlah hotspot tiap satelit pada setiap tahun. Operasi dice dapat dilihat dalam Lampiran 10. 5. Operasi pivot Operasi pivot dilakukan dengan mempertukarkan axis dimensi. Misalkan axisx (dimensi satelit) diubah menjadi dimensi waktu dan axis-y (dimensi waktu) diubah menjadi dimensi satelit. Operasi ini menukarkan posisi antar dimensi, sehingga berguna untuk menampilkan tabel dengan sudut pandang yang berbeda. Kemudian pada aplikasi pemetaan terdapat pula beberapa operasi yang digunakan dalam proses analisis hasil, seperti modul measure atau pengukuran yang dapat digunakan untuk menghitung jarak antar hotspot, serta dapat mengukur luasan suatu wilayah tertentu. 4.11 Evaluasi Sistem Pada tahap evaluasi ini, sistem SOLAP ditampilkan secara online kepada masyarakat pengguna data hotspot. Untuk memberikan penilaian dan saran terhadap sistem yang sudah dibuat, penilaian dan saran ini diberikan melalui kuesioner sederhana. Rekapitulasi kuesioner dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6 Rekapitulasi kuesiner pengguna data hotspot HASIL KUESIONER Pertanyaan
NO
1 Tampilan halaman awal pada sistem lama sudah cukup mewakili 2 Tampilan halaman awal pada sistem baru sudah cukup mewakili 3 Sistem baru lebih mudah mengakses data hotspot 4 Kelengkapan fungsi sistem, sistem yang baru lebih lengkap 5 Sistem baru mempunyai jumlah data yang lebih banyak 6 Sistem baru bisa membantu dalam sebuah DSS (Decision Support System) 7 Sistem baru memberikan informasi yang lebih daripada sistem lama 8 Backup data pada sistem lebih bagus daripada sistem lama 9 Secara operasional, sistem lama dan baru mudah dijalankan 10 Apakah perlu perbaikan lagi pada sistem baru dan sistem lama
Tujuan
Jumlah Penilaian (orang) SS 0 11 11 11 11 2 11 7 3 4
S 2 0 0 0 0 9 0 2 8 7
Prosentase penilaian
TS STS Jumlah SS S TS STS Jumlah 9 0 11 0,00 18,18 81,82 0,00 100 % 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 0 0 11 18,18 81,82 0,00 0,00 100 % 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 2 0 11 63,64 18,18 18,18 0,00 100 % 0 0 11 27,27 72,73 0,00 0,00 100 % 0 0 11 36,36 63,64 0,00 0,00 100 %
evaluasi ini adalah untuk memperoleh masukan dari pengguna
data hotspot dan mengetahui sejauh mana penilaian antara sistem yang baru
35
dengan sistem yang lama (www.indofire.com). Penjelasan rekapitulasi dari kuesioner tersebut antara lain : 1.
Tampilan halaman awal (antar muka sistem) pada sistem persebaran hotspot baru lebih disetujui oleh para responden. Hasil ini berdasarkan responden yang memilih tampilan awal sistem baru sebanyak 100%. Ini artinya, pengguna hotspot lebih menyukai tampilan awal sistem baru daripada sistem yang lama (www.indofire.com).
2.
Dalam hal mengakses data hotspot, semua responden memilih sangat setuju bahwa sistem yang baru lebih mudah dibandingkan dengan sistem yang lama.
3.
Untuk kelengkapan fungsi sistem, semua responden menyatakan sangat setuju bahwa sistem yang baru lebih mewakili dalam hal kelengkapan sistemnya.
4.
Mengenai jumlah data yang diakses, para responden lebih memilih sistem yang baru, ini terlihat dari semua responden yang menyatakan sangat setuju terhadap sistem yang baru.
5.
Dalam
mendukung pengambil
keputusan,
sistem
baru
lebih
mendukung dari pada sistem yang lama. Ini terlihat dari 81,82 % responden yang menyatakan hal tersebut. 6.
Sistem yang baru lebih memberikan informasi dari pada sistem yang lama. Ini terlihat dari semua responden yang menyatakan hal tersebut.
7.
Dalam rangka penyimpanan data, sistem baru lebih mewakili dari pada sistem lama. Ini terlihat dari 63,64 % yang menyatakan setuju dan 18,18 % menyatakan sangat setuju. Untuk lebih jelas mengenai perbandingan ini bisa dilihat pada Lampiran 11.
8.
Secara opersional, baik sistem baru dan sistem lama mudah dijalankan, ini terlihat dari 72,73% menyatakan setuju dan 27,27 % menyatakan setuju.
36
9.
Menurut sebagian besar responden, secara umum perbaikan dalam sistem lama dan sitem baru perlu dilakukan. Ini menunjukan sistem baru dan sistem lama sama-sama mempunyai kelemahan . Untuk lebih jelas bisa dilihat pada Lampiran 12.