BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks
seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya menjadi senyawa yang lebih sederhana. Hasil fermentasi dapat menyebabkan terjadinya perbaikan nilai gizi pada produk dan sifat-sifat bahan dasar seperti meningkatkan kecernaan, menimbulkan rasa dan aroma yang disukai (Supriyati et al. 1998). Hasil dari fermentasi dengan 2,5% Aspergillus niger dan masa inkubasi selama tiga hari dalam penelitian menunjukan adanya peningkatan dan penurunan nilai gizi daun apu-apu dari nilai gizi sebelum difermentasi (Gambar 6). Perubahan kandungan gizi yang dihasilkan meliputi peningkatan kadar protein kasar sebesar 32,13%, penurunan kadar serat kasar sebesar 24,97%, peningkatan kadar abu sebesar 73,59%, penurunan kadar lemak kasar sebesar 27,12%, peningkatan kadar air sebesar 8,03% dan penurunan BETN sebesar 23,59%.
Perubahan Kandungan Gizi Daun Apu-apu Sebelum dan Setelah Fermentasi 48,45
Kandungan (%)
50 37,02
40 24,43
30 18,49 20
Tepung Daun Apu-apu
24,32
16,10
14,01 12,08
Tepung Daun Apu-apu Fermentasi
8,09 8,74 2,95 2,15
10 0 PK
SK
Abu
Lemak
Kadar Air
BETN
Komponen Gizi Gambar 6. Diagram Perubahan Kandungan Gizi Daun Apu-apu Sebelum dan Sesudah Fermentasi Aspergillus niger
34
35
Perbandingan nilai gizi daun apu-apu sebelum dan setelah fermentasi disajikan pada (Tabel 4) sebagai berikut :
Tabel 4. Perubahan Kandungan Gizi Daun Apu-apu Sebelum dan Sesudah Fermentasi dengan Aspergillus niger
Kandungan Gizi Protein kasar Serat kasar Abu Lemak kasar Kadar air BETN
Daun Apu-apu (Dry Weight %) Sebelum Sesudah Fermentasi Fermentasi 18,49 24,43 16,10 12,08 14,01 24,32 2,95 2,15 8,09 8,74 48,45 37,02
Perubahan (%) + 32,13 - 24,97 + 73,59 - 27,12 + 8,03 - 23,59
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNPAD 2013. *) + = peningkatan (%) *) - = penurunan (%)
Perubahan kandungan gizi daun apu-apu setelah fermentasi dapat dikarenakan adanya proses perombakan senyawa secara kimia yang terjadi selama proses fermentasi akibat aktivitas enzim yang dihasilkan Aspergillus niger sehingga terjadi peningkatan dan penurunan kandungan gizi pada substrat. Hal tersebut mengacu pada pernyataan Winarno (1997), bahwa enzim yang dihasilkan dalam proses fermentasi bersifat menguntungkan, sehingga dapat memperbaiki nilai nutrisi dan meningkatkan pertumbuhan serta daya cerna nutrisi pakan. Sisi lain, Aspergillus niger memiliki kemampuan mensekresi enzim yang lebih lengkap, meliputi amilase, selulase, lipase dan pektinase (Selvakumar et al. 1996). Proses fermentasi dengan penggunaan 2,5% kapang dan masa inkubasi tiga hari memberikan hasil yang cukup baik pada produk fermentasi, diduga pada masa inkubasi tiga hari, pertumbuhan kapang berada pada fase eksponensial yang mengalami perbanyakan jumlah sel dan aktivitas sel meningkat sehingga terjadi perubahan kandungan gizi pada daun apu-apu. Hal tersebut mengacu pada
36
penelitian Budiman dan Setyawan (2008), bahwa Aspergillus niger dapat tumbuh optimal dalam masa inkubasi tiga atau empat hari. Pertumbuhan yang terjadi pada Aspergillus niger juga didukung dari adanya asupan nutrien tambahan saat proses pembuatan inokulum padat seperti nasi, gula pasir dan urea. Adanya asupan nutrien tambahan dapat berfungsi untuk melengkapi kebutuhan nutrien yang dapat diterima kapang selain asupan nutrien dari substrat daun apu-apu itu sendiri pada fase tertentu. Nutrien-nutrien tambahan dapat dimanfaatkan sesudah kapang mengekskresi enzim-enzim ekstraselular yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana (Gandjar dan Syamsuridzal 2006). Terjadinya peningkatan kadar protein kasar daun apu-apu sebesar 32,13% (dari 18,49% menjadi 24,43%) dapat dikarenakan adanya jumlah biomassa Aspergillus niger yang semakin tinggi, dimana sebagian besar selnya merupakan protein (Single Cell Protein). Kandungan protein kasar pada daun apu-apu setelah difermentasi Aspergillus niger lebih dari 20% yaitu sebesar 24,43% sehingga, daun apu-apu mampu dijadikan sebagai bahan penyusun pakan sumber protein nabati. Protein dalam jumlah yang optimal dapat dijadikan sebagai sumber energi utama, untuk perbaikan jaringan yang rusak, dan untuk pertumbuhan sehingga kandungan protein sangat dibutuhkan dalam pakan. Penurunan serat kasar sebesar 24,97% (dari 16,10% menjadi 12,08%) terjadi karena perombakan serat kasar kompleks pada daun apu-apu oleh enzim yang dihasilkan Aspergillus niger menjadi senyawa yang lebih sederhana dan dapat
dicerna
oleh
ikan.
Hal
tersebut
didukung
dengan
pernyataan
Mangunwidjaja et al. (2011), bahwa Aspergillus niger merupakan kapang selulitik yang mensekresikan enzim selulase (endocellulase, cellobiohydrolase, cellobiase) untuk mengkonversi selulosa menjadi glukosa. Pada jumlah yang sesuai, serat kasar dapat berfungsi membantu lancarnya pencernaan di usus ikan. Peningkatan kadar abu sebesar 73,59% (dari 14,01% menjadi 24,32%) yang terjadi pada daun apu-apu setelah fermentasi diduga karena proses fermentasi yang dilakukan, meningkatkan ketersediaan mineral pada substrat. Sisi lain dapat pula dikarenakan, terjadinya penurunan bahan organik selama fermentasi yang
37
meliputi serat kasar, lemak kasar dan BETN (Tabel 4). Kadar abu pada pakan menunjukan indikator besarnya kandungan untuk mineral yang terdapat dalam pakan (Dani et al. 2005). Penurunan kadar lemak kasar sebesar 27,12% (dari 2,95% menjadi 2,15%), dikarenakan adanya enzim lipase yang dihasilkan oleh Aspergillus niger saat proses fermentasi pada substrat yang merombak lemak untuk digunakan sebagai energi pertumbuhan kapang. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Kusumaningrum et al. (2012) yaitu terjadi penurunan kadar lemak kasar pada ransum hasil fermentasi dikarenakan, substrat yang digunakan mengandung glukosa sehingga dapat memacu pertumbuhan biomasa kapang yang mengakibatkan produksi enzim lipase juga semakin banyak untuk merombak lemak kasar. Pakan yang banyak mengandung lemak tidak baik bagi kesehatan ikan karena akan lebih mudah teroksidasi dan menghasilkan bau yang tidak enak (Mahyuddin 2008). Kehilangan bahan kering atau peningkatan kadar air pada daun apu-apu fermentasi disebabkan adanya proses konversi bahan oleh Aspergillus niger untuk aktivitas pertumbuhannya dengan melakukan proses respirasi sehingga terjadi penguapan saat fermentasi. Bahan kering dikonversi oleh kapang menjadi energi, karbondioksida (CO2) dan air (H2O) (Mirwandhono dan Siregar 2004). Kandungan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) pada daun apu-apu setelah fermentasi mengalami penurunan sebesar 23,59%, dikarenakan adanya perubahan peningkatan kandungan protein kasar sebesar 32,13% dan abu sebesar 73,59% pada substrat setelah difermentasi, dimana faktor-faktor tersebut merupakan komponen dalam penghitungan kandungan BETN. Penghitungan kandungan BETN meliputi pengurangan 100% dari total jumlah kandungan protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan abu (Fonkou et al. 2002). Hal lain, diduga banyaknya enzim amilase yang dihasilkan oleh Aspergillus niger saat fermentasi pada substrat yang merombak karbohidrat (komponen BETN), untuk pemenuhan metabolisme kapang sehingga kandungan BETN mengalami penurunan. Proses fermentasi yang dilakukan dapat menambah nilai dari daun apu-apu sebagai bahan penyusun pakan benih ikan nilem. Faktor kualitas pakan sangat penting dalam pertumbuhan ikan.
38
4.2
Laju Pertumbuhan Harian Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ikan dalam berat, ukuran
maupun volume seiring dengan berubahnya waktu. Pertumbuhan ikan dapat dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar. Faktor dalam meliputi sifat keturunan, umur, ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan memanfaatkan makanan, sementara faktor luar meliputi lingkungan, kuantitas dan kualitas pakan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi ikan, kandungan energi dalam pakan, dan daya guna bahan baku dalam pakan (Wicaksono 2005). Hasil selama 42 hari pemeliharaan, menunjukan adanya pertambahan bobot rata-rata pada benih ikan nilem (Lampiran 14) dan pertambahan panjang dari setiap perlakuan (Lampiran 25). Rata-rata bobot tertinggi selama masa pemeliharaan terdapat pada perlakuan D dengan penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi 15% yaitu sebesar 5,05 g. Perlakuan A dan E dengan penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi 0% dan 20% memiliki rata-rata bobot yang rendah yaitu 4,46 g dan 4,53 g.
Peningkatan Bobot Benih Ikan Nilem
Bobot Rata-rata (g)
6,00 5,00 A (0%) 4,00
B (5%)
3,00
C (10%)
2,00
D (15%)
1,00
E (20%)
0,00 0
2
4
6
8
Periode (Minggu ke-) Gambar 7. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Nilem Selama Penelitian
39
Pada perlakuan D (15% penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi), benih ikan nilem mengalami pertambahan bobot tertinggi sebesar 0,055 g/ hari, kemudian diikuti pada perlakuan C (10% penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi) dengan pertambahan bobot sebesar 0,050 g/ hari; pada perlakuan B (5% penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi) dengan pertambahan bobot sebesar 0,049 g/ hari; pada perlakuan A (perlakuan kontrol) dengan pertambahan bobot sebesar 0,045 g/ hari; dan pada perlakuan E (20% penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi) dengan pertambahan bobot sebesar 0,044 g/ hari. Pengaruh perlakuan terhadap laju pertumbuhan benih ikan nilem dianalisis sidik ragam pada selang uji 5% (Lampiran 16). Hasil analisis menunjukan bahwa laju pertumbuhan harian benih ikan nilem yang diberi pakan perlakuan dengan persentase penggunaan tepung daun apu-apu hasil fermentasi Aspergillus niger sebesar 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%, tidak berbeda nyata (Tabel 5).
Tabel 5. Rata-rata Laju Pertumbuhan Benih Ikan Nilem Selama Penelitian Perlakuan
Rata-rata Laju Pertumbuhan Harian (%)
A (TDAF 0%) B (TDAF 5%) C (TDAF 10%) D (TDAF 15%) E (TDAF 20%)
1,31 ± 0,08a 1,41 ± 0,28a 1,45 ± 0,61a 1,46 ± 0,17a 1,25 ± 0,12a
Keterangan: TDAF = Tepung Daun Apu-apu Fermentasi Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Pertumbuhan yang ditandai dengan meningkatnya bobot tubuh pada benih ikan nilem menunjukan bahwa pakan yang diberikan selama penelitian mampu memenuhi kebutuhan nutrisi benih ikan nilem. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gusrina (2008) bahwa pertumbuhan terjadi karena adanya energi yang tertinggal setelah kebutuhan untuk metabolisme basal dan maintennce ikan terpenuhi. Nilai protein energi rasio yang dimiliki pada pakan perlakuan masih dalam kisaran yang baik yaitu 8,41-8,78 (Lampiran 11) seperti yang dikemukaan Gusrina (2008), nilai
40
optimal protein energi ratio pada ikan yaitu antara 8 - 10. Pertumbuhan ikan akan terjadi jika pakan yang dikonsumsi memiliki kadar protein dan imbangan protein-energi yang tepat sehingga protein digunakan sebagai bahan penyusun tubuh untuk pertumbuhan, sedangkan energi non protein dari lemak dan karbohidrat digunakan sebagai sumber energi (Adelina et al. 2000). Hasil yang tidak berbeda nyata pada laju pertumbuhan harian benih ikan nilem, menandakan bahwa semua persentase penggunaan tepung daun apu-apu hasil fermentasi Aspergillus niger pada pakan perlakuan masih dapat diterima oleh ikan. Pada (Tabel 5), terlihat bahwa pakan perlakuan D yang menggunakan tepung daun apu-apu fermentasi Aspergillus niger sebanyak 15% mempunyai nilai laju pertumbuhan harian yang paling tinggi yaitu 1,46% kemudian diikuti dengan pakan perlakuan C, B, A dan E yang menggunakan tepung daun apu-apu hasil fermentasi Aspergillus niger sebanyak 10%, 5%, 0%, dan 20% secara berurutan menghasilkan nilai laju pertumbuhan sebesar 1,45%, 1,41%, 1,31% dan 1,25%. Nilai laju pertumbuhan yang baik yaitu minimal 1% (Retnosari 2007). Penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi sebesar 15% pada perlakuan D telah memberikan nilai laju pertumbuhan tertinggi, sesuai dengan hasil penelitian Handajani (2008) yang menunjukan bahwa penggunaan tepung azolla fermentasi dapat digunakan sebagai substitusi tepung kedelai sebesar 15%.
(a)
(b)
Gambar 8. (a) Benih Ikan Nilem Perlakuan D Pada Awal Penelitian, (b) Benih Ikan Nilem Perlakuan D Pada Akhir Penelitian
41
Pakan dengan penggunaan tepung daun apu-apu hasil fermentasi 15% diindikasikan sebagai pakan dengan formula yang paling ideal karena dapat menghasilkan nilai rata-rata laju pertumbuhan harian tertinggi. Semakin besar nilai laju pertumbuhan harian menunjukan semakin baik pakan tersebut dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Tingkat kelangsungan hidup benih ikan nilem pada perlakuan 15% penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi sangat baik yaitu 100% (Lampiran 21). Benih ikan nilem pada perlakuan tersebut juga menghasilkan pertambahan bobot lebih dari 2 cm selama penelitian (Gambar 8). Nilai rata-rata laju pertumbuhan harian terendah diperoleh pada pakan perlakuan E dengan penggunaan tepung daun apu-apu sebanyak 20% yang memiliki nilai laju pertumbuhan 1,25%. Protein energi rasio pada pakan perlakuan E juga memiliki nilai terendah yaitu sebesar 8,40 sehingga peningkatan bobotnya tidak terlalu tinggi diantara perlakuan lainnya. Sisi lain menunjukan bahwa hasil analisis proksimat kandungan serat kasar dan protein kasar pada setiap pakan perlakuan masih dalam kisaran yang baik yaitu 6,05%-6,93% dan 28,67%-29,73% (Lampiran 11) tetapi, dapat terjadi kemungkinan adanya komposisi nutrien mikro esensial yang belum terpenuhi pada tubuh ikan yang menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi terhambat. Nilai nutrisi protein tidak hanya tergantung pada protein kasarnya saja tapi, juga tergantung pada kandungan asam amino dan kecernaan proteinnya (Zuprizal 1993). Protein nabati pada umumnya defisien asam amino lysine dan metionin yang dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan ikan (Ensminger 1993). Daun apu-apu hasil fermentasi Aspergillus niger dapat dijadikan sebagai bahan pakan sumber protein nabati untuk benih ikan nilem, terlihat dari hasil analisis proksimat kandungan protein kasar setelah fermentasi berdasarkan berat kering yaitu 24,43%. Pada umumnya bahan pakan yang dapat dijadikan sebagai sumber protein nabati memiliki kandungan protein pada kisaran 20% – 25% (Handajani dan Widodo 2010). Komponen pakan yang terdiri dari dua atau lebih sumber protein dapat memacu pertumbuhan ikan selama penggabungan itu saling melengkapi akan memberikan hasil yang lebih baik dari pada satu sumber protein (Alava dan Lim 1983).
42
4.3
Efisiensi Pakan Efisiensi pakan merupakan gambaran mengenai pemanfaatan pakan yang
diberikan sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ikan (Nugroho 2010). Semakin besar nilai efisiensi pakan, maka semakin baik ikan memanfaatkan pakan yang dikonsumsi sehingga semakin besar bobot daging yang dihasilkan. Tingginya efisiensi pakan juga berarti semakin baik kualitas pakan dan efisien pakan tersebut diubah menjadi daging sehingga semakin murah biaya produksi (biaya pakan) yang dibutuhkan untuk memproduksi daging ikan tersebut (Efendi 2004). Nilai efisiensi pakan tertinggi diperoleh pada pakan perlakuan B dengan penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi Aspergillus niger 5% yaitu sebesar 25,48% dan nilai efisiensi pakan terendah terdapat pada pakan perlakuan E dengan penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi Aspergillus niger 20% yaitu sebesar 21,37%.
Efisiensi Pakan Rata-rata Selama Penelitian 30,00 Efisiensi Pakan (%)
25,00
24,14
25,48
23,71
24,85 21,37 A = 0% B = 5% C = 10% D = 15% E = 20%
20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 A
B
C
D
E
Perlakuan
Gambar 9. Diagram Efisiensi Pakan Rata-rata Benih Ikan Nilem Selama Penelitian
43
Pada hasil analisis sidik ragam pada selang uji 5%, menunjukan bahwa daun apu-apu yang difermentasi Aspergillus niger dengan persentase penggunaan daun apu-apu 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% pada pakan benih ikan nilem selama penelitian, tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap efisiensi pakan (Lampiran 19). Hasil yang tidak berbeda nyata mengindikasikan bahwa semua pakan perlakuan yang diberikan masih diterima dan disukai ikan.
Tabel 6. Rata-rata Efisiensi Pakan Benih Ikan Nilem Selama Penelitian Perlakuan Rata-rata Efisiensi Pakan (%) A (TDAF 0%) B (TDAF 5%) C (TDAF 10%) D (TDAF 15%) E (TDAF 20%)
24,14 ± 4,59a 25,48 ± 5,80a 23,71 ± 8,97a 24,85 ± 2,78a 21,37 ± 2,01a
Keterangan: TDAF = Tepung Daun Apu-apu Fermentasi Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Pada (Tabel 6), rata-rata efisiensi pakan perlakuan B dengan penggunaan tepung daun apu-apu hasil fermentasi Aspergillus niger sebanyak 5% memiliki nilai rata-rata yang tertinggi diantara perlakuan lainnya yaitu sebesar 25,48%, diikuti dengan pakan perlakuan D dengan penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi sebanyak 15% dengan efisiensi pakan sebesar 24,85%. Kedua pakan perlakuan tersebut bahkan memiliki nilai rata-rata efisiensi pakan yang lebih tinggi dari perlakuan A yang merupakan pakan perlakuan kontrol. Hal ini menunjukan bahwa pakan dengan penggunaan tepung daun apu-apu hasil fermentasi Aspergillus niger sebanyak 5% dan 15% memiliki performansi pakan meliputi rasa, aroma, kenampakan dan tekstur yang paling disukai oleh benih ikan nilem sehingga semakin efisien pakan tesebut dapat dimanfaatkan dalam tubuh ikan. Pakan perlakuan dengan penggunaan daun apu-apu hasil fermentasi menghasilkan aroma seperti teh. Aroma yang dihasilkan ini disebabkan oleh
44
terjadinya proses fermentasi karbohidrat yang menghasilkan asam organik sehingga menimbulkan aroma harum keasaman (Alamsyah 2011). Tingginya nilai efisiensi pakan dapat mengindikasikan semakin besarnya laju pertumbuhan yang dihasilkan. Akan tetapi, tingginya nilai efisiensi pakan perlakuan B dan A dengan penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi 5% dan 0% tidak seiring dengan nilai laju pertumbuhan harian yang dihasilkan diantara pakan perlakuan lainnya pada akhir penelitian. Hal demikian, diduga energi yang diperoleh ikan dari pakan yang diberikan tidak sepenuhnya digunakan untuk pertumbuhan melainkan banyak digunakan untuk kegiatan metabolisme dalam tubuh ikan seperti halnya kegiatan mengkonsumsi oksigen dalam media pemeliharaan (Heat Increment), proses pembuangan urin (Metabolic Excretion), maintennce seperti aktivitas ikan, aktivitas renang, serta adaptasi terhadap suhu sehingga memiliki nilai laju pertumbuhan yang tidak terlalu besar. Pertumbuhan dapat terjadi jika semua proses metabolisme ikan terpenuhi (Gusrina 2008). Begitupun sebaliknya, pada pakan perlakuan D dengan penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi 15% tidak memiliki nilai efisiensi pakan tertinggi namun menghasilkan nilai laju pertumbuhan harian tertinggi diantara perlakuan lainnya. Sama halnya pada pakan perlakuan C dengan penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi 10% juga memiliki nilai efisiensi pakan yang tidak berbanding lurus dengan nilai laju pertumbuhan harian yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dikarenakan, jumlah konsumsi pakan selama penelitian pada perlakuan D (penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi 15%) dan C (penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi 10%), cukup besar yaitu 92,88 g dan 87,23 g sehingga, nilai efisiensi pakan yang dihasilkan tidak terlalu tinggi dan tidak beriringan dengan besarnya nilai laju pertumbuhan harian yang dihasilkan pada perlakuan tersebut. Sebagaimana yang telah diketahui dalam NRC (1993) bahwa dalam penghitungan efisiensi pakan, jumlah konsumsi pakan merupakan hal yang dapat mempengaruhi. Semakin besar nilai jumlah konsumsi pakan maka, semakin kecil nilai efisiensi pakan yang dihasilkan. Rata-rata efisiensi pakan terendah yaitu 21,37% dimiliki oleh perlakuan E dengan 20% penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi. Rendahnya efisiensi
45
pakan, dapat dikarenakan adanya penurunan kandungan BETN (karbohidrat) dan lemak pada daun apu-apu setelah difermentasi. Hal tersebut mengacu pada Afrianto dan Liviawaty (2005) yang menyatakan bahwa selain berfungsi sebagai sumber energi bagi ikan, karbohidrat juga berperan dalam menghemat penggunaan protein sebagai sumber energi. Jika pakan yang diberikan kekurangan karbohidrat, ikan akan kurang efisien dalam penggunaan pakan berprotein untuk menghasilkan energi dan kebutuhan metabolik. Persentase
penambahan
tepung
daun
apu-apu
hasil
fermentasi
Aspergillus niger sebesar 20% menghasilkan warna pakan yang lebih gelap diantara pakan perlakuan lainnya. Semakin tinggi persentase penambahan, semakin gelap warna pakan yang dihasilkan. Hal demikian, diduga dapat mempengaruhi efisiensi pakan ikan, selain itu ketahanan pelet juga dapat mempengaruhi daya rangsang ikan dalam mengkonsumsi pakan. Pakan perlakuan E (20% penggunaan tepung daun apu-apu fermentasi) memiliki ketahanan pelet yang tidak terlalu besar bila dibandingkan pakan perlakuan kontrol. Pakan buatan yang digunakan sebaiknya memiliki ketahanan yang baik agar tidak mudah hancur saat diberikan pada ikan dan kegiatan konsumsi pakan ikan menjadi tidak terhambat. Pakan yang berkualitas baik, selain dapat mempertinggi derajat efisiensi penggunaan juga dapat memacu pertumbuhan dan sintasan ikan yang dipelihara (Priyadi dan Meilisza 2008).