BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Kondisi Umum 4.1.1. Letak Geografis dan Iklim Penelitian ini dilakukan di kawasan Kampung Budaya Sindang Barang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa Pasir Eurih terletak pada posisi geografis 06037’10” - 06038’40” LS dan 106042’45” - 106047’25” BT dengan luas wilayah 316 Ha. Berada pada ketinggian 350-500 meter dpl dan berjarak 5 km dari kota Bogor atau 60 km dari kota Jakarta. Secara administratif Desa Pasir Eurih berbatasan dengan Desa Parakan di sebelah utara, Desa Tamansari di sebelah selatan, Desa Sukaresmi disebelah barat, dan Desa Sirnagalih di sebelah timur. Kawasan studi termasuk ke dalam kawasan dengan iklim tropis basah dengan jumlah curah hujan rata-rata 3.500-4.500 mm/th atau 223 mm/bln dengan jumlah hari hujan 284 hari. Suhu harian minimum 200C dan suhu harian maksimum 200C dengan rata-rata tahunan 290C. Kelembaban udara rata-rata 84%, dan intensitas penyinaran matahari rata-rata 65,1% dengan kecepatan angin ratarata 2,5km/jam. Curah hujan yang cukup tinggi dan tingkat penyinaran matahari yang cukup tinggi berdampak pada peningkatan produktivitas dari komoditi pertanian maupun perkebunan yang diusahakan. Selain itu, tingginya curah hujan juga berdampak pada tingkat erosi yang tinggi serta tingkat penyinaran matahari yang cukup tinggi dapat mengurangi kenyamanan dari pengguna tapak. Lebih rinci kondisi iklim kawasan penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
11
Tabel 2. Kondisi Iklim Kabupaten Bogor Tahun 2008-April 2009 TAHUN
BULAN
2008
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
JUMLAH RATA-RATA Januari Februari 2009 Maret April JUMLAH RATA-RATA
TEMPERATUR UDARA RATA2 (oC) 25.7 24.4 25.1 25.6 25.8 25.6 25.2 25.6 25.9 25.8 25.8 25.5 305.9 25.5 25.0 25.1 25.8 26.2 102.2 25.55
KELEMBABAN NISBI (%) 84 90 87 86 82 83 77 81 80 84 86 87 1010 84 88 88 82 82 340 85
LAMA PENYINARAN (%) 61 18 53 65 81 79 93 72 82 70 57 44 775 65 37 29 73 65 205 51
KECEPATAN ANGIN (Km/Jam) 3.1 3.2 2.5 2.3 2.2 2.0 2.4 2.2 2.6 2.4 2.8 2.8 30.5 2.5 2.9 3.5 2.9 2.3 11.6 2.9
CURAH HUJAN (mm) 251 377 673 527 277 172 172 162 343 311 509 255 4028 335.67 361 305 261 260 1187 296.75
Sumber: Badan Meteorologi Dan Geofisika Balai Besar Wilayah II Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga Bogor 4.1.2. Tanah, Topografi, dan Hidrologi Sebagian besar jenis tanah yang ada di Desa Pasir Eurih adalah Latosol. Jenis ini dapat digunakan untuk pertanian meskipun di bawah tekanan curah hujan yang tinggi yang justru berdampak buruk bagi tanah jenis lainnya. Keberadaan tanah Latosol di Desa Pasir Eurih menjadikan wilayah tersebut memiliki produksi pertanian yang baik. Dengan kondisi tersebut banyak dari masyarakat yang memanfaatkan lahannya untuk bercocok tanam seperti menanam padi dengan sistem sawah irigasi, palawija dan tanaman perkebunan. Padi merupakan hasil utama pertanian yang merupakan bahan pangan utama serta menjadi bahan utama dalam upacara Seren Taun (Sedekah Guru Bumi) yang biasa dilakukan setiap selesai panen raya atau tepat pada tanggal 1 Muharam. Desa Pasir Eurih memiliki kondisi topografi yang datar sampai berbukit sehingga sangat sesuai untuk dikembangkan sebagai daerah pertanian. Hal ini terbukti dengan pemanfaatan lahan yang sebagaian besar dijadikan lahan pertanian. Di sebelah selatan desa juga terdapat lahan cukup miring yang dijadikan sebagai hutan keramat oleh masyarakat setempat.
12
Desa Pasir Eurih merupakan daerah dengan sumber daya air yang melimpah karena berada di kaki Gunung Salak serta dilalui oleh aliran sungai Ciapus, sungai Cipamali, dan sungai Cinadita. Sumber air yang digunakan oleh masyarakat setempat berasal dari dua sumber yaitu cinyusu (mata air) dan walungan (air sungai) dengan kualitas dan kuantitas air yang sangat baik. Untuk pengairan ke lahan
pertanian
masyarakat
menggunakan
sumber
air
sungai
dengan
memanfaatkan sistem irigasi terbuka (open irigation system). Adapun untuk keperluan sehari-hari masyarakat menggunakan dua sumber air yang tersedia, yaitu dari mata air dan dari sungai. Di lokasi penelitian juga sudah banyak penduduk yang menggunakan sumber air sumur untuk keperluan sehari-hari. Air tersebut mereka peroleh dengan cara ditimba atau dengan bantuan mesin jetset untuk membantu air naik ke atas dan dapat dialirkan ke penampungan air yang telah disediakan. 4.1.3. Tata Guna Lahan dan kependudukan Penggunaan lahan di wilayah Desa Pasir Eurih secara umum terdiri dari lahan terbangun dan lahan terbuka. Untuk lahan terbangun masyarakat menggunakannya sebagai permukiman yang terdiri dari rumah penduduk, sarana ibadah, sarana pendidikan, perkantoran, dan fasilitas umum lainnya. Sedangkan lahan terbuka digunakan sebagai lahan pertanian (sawah dan ladang) dan pemakaman. Desa Pasir Eurih merupakan kawasan yang padat penduduk. Jarang sekali rumah penduduk yang memiliki pekarangan karena mayoritas merupakan lahan terbangun. Komoditi utama di Desa Pasir Eurih adalah padi dan sebagian merupakan hasil pekarangan seperti pala dan dukuh. Jumlah penduduk di Desa Pasir Eurih adalah 11.098 jiwa dengan jumlah 2666 kk yang terdiri dari 14 RW dan 55 RT. Mayoritas penduduk beragama Islam dan yang lainnya adalah Kristen dan Katholik. Berdasarkan data yang diperoleh, usia produktif masyarakat Desa Pasir Eurih 16-60 tahun sebanyak 7234 jiwa dan lebih dari 60 tahun sebanyak 392 jiwa. Masyarakat Desa Pasir Eurih memiliki status pekerjaan yang berbeda-beda seperti PNS, TNI/Polri, Pegawai/Karyawan, Pedagang, Petani, Peternak, Pengrajin, Pekerja Tambang, Jasa dan Buruh (Gambar 3).
13
1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
Gambar 3. Jumlah Status Pekerjaan Penduduk Masyarakat Desa Pasir Eurih kini mulai merambah pada status pekerjaan sebagai pengrajin yaitu pengrajin sandal dan sepatu (Gambar 4). Terdapat banyak masyarakat yang membuka bengkel sebagai pengrajin sandal dan sepatu. Para pengrajin itu ada yang memang membuka bengkel untuk keuntungan sendiri yang kemudian di jual di pasar atau pusat grosir, ada juga yang hanya mengerjakan beberapa kerajinan dalam jumlah kecil dan untuk disetorkan pada penampung yang akan mendistribusikannya ke pasar-pasar, pusat grosir, atau pun toko-toko. Dahulu, pekerjaan sebagai pengrajin bagi mereka adalah pekerjaan yang sangat memberikan penghasilan cukup besar. Sehingga, banyak orang tua yang tidak menyekolahkan anak-anaknya hanya untuk membantu mereka dalam berproduksi sepatu atau sendal. Beruntung anak-anak yang masih bisa sekolah dan tidak terlalu dituntut harus mengikuti status pekerjaan orang tua. Namun, tetap masih ditemukan bahwa anak-anak sepulang sekolah masih diharuskan membantu pekerjaan orang tua sebagai pengrajin. Pekerjaan sebagai pengrajin sangatlah menguras waktu. Mereka terkadang tidur dini hari dan bangun sangat pagi hanya untuk menyelesaikan target produksi yang harus dipenuhi. Dengan beralihnya status pekerjaan sebagai pengrajin, telah membuat masyarakat Desa Pasir Eurih banyak yang kehilangan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Hal ini mengakibatkan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat desa.
14
a. Membuat Sepatu
b. Limbah Sepatu
c. Bahan Sepatu
d. Hasil Sepatu
Gambar 4. Aktivitas Pengrajin Tingkat pendidikan di lokasi penelitian masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5. 7000 6000 5000 4000 3000 2000
Jumlah jiwa
1000 0
Gambar 5. Jenjang Pendidikan di Desa Pasir Eurih
15
Pada gambar tersebut jelas terlihat, angka tertinggi jenjang pendidikan berada pada tingkat SD/MI. Kemudian jenjang SLTP/MTs, SLTA/MA, dan lain selebihnya. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan bukan merupakan prioriatas untuk lebih diutamakan bagi masyarakat setempat.
4.2. Data Kondisi Fisik 4.2.1. Struktur Fisik Pekarangan 4.2.1.1. Luas Pekarangan Setiap rumah memiliki bentuk dan luas pekarangan yang berbeda-beda. Luas pekarangan itu sendiri adalah total tapak dikurangi luas bangunan rumah. Ukuran luas pekarangan di lokasi penelitian berbeda-beda mulai dari 0 m2 (tidak berpekarangan)
sampai
lebih
dari
1000
m2.
Arifin
et.al.
(2006)
mengklasifikasikan ukuran pekarangan dalam 4 kelas, yaitu: pekarangan sempit < 200 m2, pekarangan sedang 200-500 m2, pekarangan besar 500-1000 m2, dan pekarangan sangat besar > 1000 m2 (Gambar 6). Rata-rata luas pekarangan adalah 456,75 m2 di ambil dari 7 pekarangan di 4 RW dengan klasifikasi lahan sempit, sedang, besar, dan sangat besar. Berikut luas pekarangan dari pekarangan yang diambil di tempat penelitian (Tabel 3): Tabel 3. Klasifikasi Luas Pekarangan Contoh Pekarangan Pekarangan 1
Sempit < 200 m2 158 m2
Klasifikasi Luas Pekarangan Sedang Besar 200-500 m2 500-1000 m2
Pekarangan 2
271 m2
Pekarangan 3
300 m2
Pekarangan 4
380 m2
Pekarangan 5
491,47 m2
Pekarangan 6 Pekarangan 7
Sangat besar >1000m2
530 m2 1.006,77 m2
Pada lokasi penelitian, banyak rumah penduduk yang tidak mempunyai pekarangan. Hal ini dapat dilihat karena kondisi perkampungan yang sudah terbilang padat, sehingga dapat dikatakan bahwa Desa Pasir Eurih merupakan desa yang padat penduduk. Jarang sekali dijumpai rumah yang memiliki
16
pekarangan dalam klasifikasi sangat besar. Hanya saja, lebih pada kepemilikan lahan di duar rumah seperti sawah, ladang, dan perkebunan.
a. Sempit
b. Sedang
c. Besar
d. Sangat besar
Gambar 6. Kondisi pekarangan contoh 4.2.1.2. Tata Ruang Rumah Pekarangan Pekarangan terdiri dari ruang terbangun (rumah) dan ruang terbuka (pekarangan). Tata ruang terbuka (pekarangan) dibedakan menjadi tiga, yaitu: halaman depan, halaman samping dan halaman belakang (Arifin et.al, 2009) (Gambar 7). Apabila dalam satu pekarangan terdapat dua rumah atau lebih, maka bangunan rumah yang dijadikan patokan adalah bangunan rumah induk yaitu rumah yang didiami oleh orang tua (Gambar 8).
17
Gambar 7. Tata ruang pekarangan pada satu rumah
Gambar 8. Tata ruang pekarangan pada dua rumah
Pada lokasi penelitian hampir setiap rumah memiliki halaman depan, akan tetapi jarang sekali yang memiliki halaman samping sehingga menunjukkan kerapatan jarak antara rumah yang satu dengan yang lain. Pekarangan depan biasanya banyak ditanami tanaman hias, buah-buahan, atau bahkan didiamkan kosong tanpa tanaman. Jika dibiarkan kosong tanpa tanaman, pemilik biasanya memanfaatkan untuk tempat menjemur pakaian, tempat bermain anak, tempat industri, tempat menjemur hasil pertanian, atau bahkan dibuat kolam ikan. Pada pekarangan yang mempunyai pekarangan samping elemen yang ada adalah tanaman buah-buahan, tanaman bumbu dapur, dan juga kandang ternak. Di
18
pekarangan belakang biasanya ditanami tanaman produksi yang mempunyai ukuran pohon cukup tinggi seperti pala, rambutan, atau pun mangga. Beberapa keluarga ada yang memanfaatkannya untuk makam keluarga, kandang ternak, atau bahkan tidak dimanfaatkan sama sekali sehingga terlihat tidak terpelihara. Tata ruang pekarangan dari tujuh pekarangan dapat dilihat pada gambar (terlampir). Dari tujuh pekarangan, terdapat tiga pekarangan yang di dalamnya memiliki lebih dari satu rumah. Di
Desa
Pasir
Eurih
terdapat
Kampung
Budaya
Sunda
yang
keberadaannya sangat mengangkat nilai-nilai budaya suku Sunda. Salah satu bentuknya yaitu berupa penataan ruang kampung yang tentunya harus sesuai dengan sejarah yang termaktub di dalam pantun Bogor (Gambar 9). Kampung tersebut terdiri dari rumah ketua adat, rumah sesepuh, leuit (lumbung padi), aula, rumah warga dan juga terdapat alun-alun.
Gambar 9. Tata Ruang Pekarangan di Kampung Budaya Sindang Barang
Tata ruang rumah sangat berhubungan erat dengan fungsi ruang pekarangan. Pembagian ruang yang tepat sangat mempengaruhi efektivitas dan kenyamanan penggunanya. Berdasarkan pengamatan, tata ruang rumah di lokasi penelitian dibagi menjadi empat ruangan, yaitu: ruang depan, ruang tengah, ruang samping, dan ruang belakang (Gambar 10).
19
Gambar 10. Pembagian ruang di dalam rumah
Ruang depan biasa disebut emper atau tepas. Biasa digunakan untuk sosialisasi dengan keluarga atau tetangga sambil bersantai. Pada rumah-rumah panggung, emper biasanya dibiarkan bersih tanpa kursi. Ruang tengah disebut tengah imah atau patengahan, biasa digunakan untuk menerima tamu. Ruang samping disebut pangkeng, biasa digunakan sebagi kamar tidur. Kamar tidur anak biasanya berada di depan sedangkan kamar tidur orang tua berada di belakangnya. Hal ini dibuat agar orang tua lebih mudah mengawasi anak-anaknya. Ruang belakang disebut pawon, biasanya terdiri dari dapur dan kamar mandi. Tata ruang dalam rumah juga harus diperhatikan sesuai dengan adat istiadat dan budaya sunda yang dilestarikan. Berikut ini ilustrasi tata ruang dalam rumah di Kampung Budaya (Gambar 11):
20
Gambar 11. Tata ruang dalam Rumah di Kawasan Kampung Budaya
4.2.2. Arsitektur Rumah Arsitektur rumah yang terdapat di lokasi penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: rumah tidak permanen (panggung) dan rumah permanen. Rumah tidak permanen biasa disebut rumah panggung, terbuat dari kayu, bilik, dan bambu. Pada awalnya rumah panggung ini berfungsi untuk menghindari binatang buas dan datangnya banjir saat hujan lebat. Rumah jenis ini hanya dijumpai di Kampung Budaya tepatnya berada di RW 08 Desa Pasir Eurih dan tidak dijumpai pada rumah penduduk sekitar (Gambar 12). Rumah permanen terbuat dari batu, tidak berpanggung atau tidak memiliki kolong di bawah rumah. Rumah permanen paling banyak dijumpai di lokasi penelitian (Gambar 12). Arsitektur rumah permanen telah dekat dengan gaya modern. Pola hidup yang sudah lebih maju dan lokasi yang dekat dengan kota Bogor telah membawa pengaruh terhadap perubahan arsitektur bangunan di Desa Pasir Eurih. Hal ini membuktikan masyarakat Desa Pasir Eurih telah mengalami kemajuan seiring dengan perkembangan jaman.
21
a. Rumah Tidak Permanen (panggung)
b. Rumah Permanen Gambar 12. Jenis Arsitektur Rumah di Desa Pasir Eurih sesuai Bentuk dan Bahan
4.2.3. Elemen Pekarangan Tapak pekarangan terdiri dari elemen lunak (soft material) dan elemen keras (hard material). Setelah dilakukan penelitian, elemen lunak yang dapat ditemui di pekarangan seperti tumbuhan dan hewan sedangkan elemen keras yang dapat dijumpai yaitu pintu gerbang, pagar bambu, pagar besi, tempat menjemur pakaian, kolam, gazebo, kandang ternak, kamar mandi luar, kuburan, tempat penampugan air, dan sumur. Jumlah elemen keras yang ada pada suatu pekarangan tergantung kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan teknologi. Berikut adalah beberapa elemen keras (hard material) yang ada di 7 pekarangan (Tabel 4):
22
Tabel 4. Elemen Keras (hard material) di Pekarangan Elemen keras (hard material)
1
Pintu gerbang Hidup Tidak hidup Tempat menjemur pakaian Kolam Gazebo (saung) Kandang ternak Kamar mandi luar Pagar
2
3
Pekarangan 4 5
6
7
Beberapa elemen pekarangan tersebut memiliki ukuran, bentuk, dan fungsi yang berbeda sebagai ciri khas dari pekarangan yang ada di .lokasi penelitian, antara lain: a. Pintu gerbang Pada lokasi penelitian, hanya dijumpai di beberapa rumah yang memiliki pintu gerbang khususnya pada rumah-rumah yang berada di pinggir jalan. Namun, tidak menutup kemungkinan pada lokasi rumah yang jauh dari jalan juga menggunakan pintu gerbang. Jenis pintu gerbang yang digunakan terbuat dari besi yang termasuk dalam elemen keras di pekarangan (Gambar 13). Dari tujuh pekarangan, hanya terdapat tiga pekarangan yang menggunakan pintu gerbang. Di pekarangan, pintu gerbang merupakan akses utama menuju ruang dalam pekarangan atau rumah.
Gambar 13. Pintu Gerbang
23
b. Pagar Terdapat beberapa jenis pagar yang digunakan di pekarangan seperti pagar hidup dan pagar tidak hidup (Gambar 14). Pagar hidup yang umum di jumpai pada lokasi penelitian yaitu seperti jenis tanaman Nothopanax scutellarium
(daun
mangkokan),
Cordyline
terminalis
‘Rededge’
(hanjuang merah), Duranta repens (pangkas kuning) dan campuran beberapa tanaman perdu atau pun semak pendek yang ditanam lebih rapat sehingga membentuk kesatuan vegetasi. Selain pagar hidup, juga dapat dijumpai pagar tidak hidup yaitu berupa pagar bambu dan pagar yang terbuat dari besi. Di pekarangan yang memiliki pagar pasti memiliki pintu gerbang, terutama jika menggunakan pagar tidak hidup. Berbeda dengan yang menggunakan pagar hidup, pekarangannya tidak mempunyai pintu gerbang. Dari tujuh pekarangan, terdapat satu pekarangan yang menggunakan pagar hidup dan tiga pekarangan yang menggunakan pagar tidak hidup.
a. Pagar hidup (tanaman)
b. Pagar besi
c. Pagar bambu
Gambar 14. Jenis-jenis pagar di pekarangan
24
c. Tempat menjemur pakaian Pada lokasi penelitian, dapat dijumpai fungsi pekarangan yaitu sebagai buruan atau tempat bermain anak. Namun, selain itu pemilik rumah juga memanfaatkan lahan pekarangannya untuk menjemur pakain (Gambar 15). Terik sinar matahari dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menjemur pakaian di halaman depan rumah atau pun di halaman samping rumah.
Gambar 15. Tempat menjemur pakaian d. Kolam Pada lokasi penelitian masih banyak dijumpai kolam-kolam di area pekarangan (Gambar 16). Tata letak kolam di pekarangan biasanya berada di halaman depan atau pun halaman samping. Kolam tersebut berupa kolam ikan dan ada juga yang berupa kolam penampungan air saja. Jenis ikan yang dipelihara bermacam-macam, mulai dari ikan lele (Clarias batrachus), ikan mas (Cyprinus carpio), ikan gurame (Osphronemus gouramy), dan beberapa jenis ikan hias. Hasil kolam yang diperoleh biasanya untuk dikonsumsi sendiri atau untuk diberikan pada kerabat dekat. Kebanyakan mereka yang mempunyai kolam adalah merupakan hobi dan atau hanya untuk memanfaatkan lahan pekarangan yang ada saja. Bentuk kolam bermacam-macam, ada yang persegi dan ada juga yang melingkar dan dibuat permanen. Bentukanbentukan tersebut dibuat hanya berdasarkan keinginan dan kesesuaian terhadap lahan yang mereka miliki. Dari tujuh pekarangan, terdapat enam pekarangan yang memiliki kolam yaitu lima pekarangan
25
memiliki kolam ikan dan satu pekarangan memiliki kolam yang hanya berfungsi sebagai estetika pekarangan saja.
Gambar 16. Bentuk dan struktur kolam di pekarangan
e. Gazebo (saung) Merupakan elemen keras yang terdapat di pekarangan. Elemen ini jarang ditemui dilokasi penelitian. Hanya pada pekarangan rumah yang pemiliknya termasuk golongan menengah atau dengan penghasilan lebih. Gazebo biasa digunakan sebagai tempat untuk beristirahat atau sekedar makan siang. Masyarakat Sunda biasa lebih mengenalnya dengan sebutan saung (Gambar 17).
Gambar 17. Gazebo (saung) di Pekarangan
f. Kandang ternak Pada lokasi penelitian, banyak dijumpai masyarakat yang memiliki kandang ternak di pekarangannya (Gambar 18). Jenis hewan yang dipelihara berupa ayam, angsa, burung, dan kambing. Ternak ini biasanya untuk dikonsumsi sendiri sebagai menu makanan. Daging ayam dan daging kambing yang dapat dikonsumsi serta telur ayam yang dapat dikonsumsi dan dijadikan obat. Jumlah hewan yang
26
dipelihara pun masih terbilang tidak banyak yaitu 5 ekor kambing, 7 ekor angsa, 15 ekor ayam dan 3 ekor burung. Alasan mereka memelihara ternak adalah selain untuk kebutuhan sendiri juga sebagai hobi atau hanya untuk sekedar kesenangan. Kandang ternak biasa terbuat dari bambu yang dibentuk dan disusun menyerupai rumah panggung mini sebagai tempat tinggal hewan ternak. Ukuran kandang ternak bermacam-macam, mulai dari 2x1 meter atau bahkan lebih tergantung pada jenis ternak yang dipelihara. Dari tujuh pekarangan yang di ambil, terdapat tiga pekarangan yang memiliki kandang ternak.
Gambar 18. Kandang ternak di pekarangan
g. Kamar mandi luar Pada lokasi penelitian masih dijumpai beberapa penduduk yang pekarangannya memiliki kamar mandi luar (Gambar 19), seperti di wilayah RW 04, RW 05 dan RW 08. Keberadaannya pun ada yang di depan rumah (halaman depan) dan ada pula yang di belakang rumah (halaman belakang) dengan kondisi air yang cukup memadai. Pada lokasi rumah penduduk yang berada dekat jalan memiliki ketersediaan air yang terbilang kurang sehingga penggunanya harus membendung dan membuat saluran air dari sumber mata air dengan menggunakan pipa untuk dialirkan ke penampungan air yang telah disediakan. Bahan yang digunakan untuk membangun kamar mandi pun bermacammacam, yaitu terbuat dari kayu dan bambu yang di buat tertutup dengan dilapisi bilik pada bagian dinding, ada yang dibangun dengan batu layaknya arsitektur rumah permanen, dan ada juga yang dibuat
27
sedikit terbuka dengan dinding hanya setinggi dada orang dewasa. Pada daerah Rw 08, terdapat tiga kamar mandi umum yang sengaja dibangun untuk kepentingan masyarakat sekitar atas kerjasama dengan beberapa mahasiswa praktek kerja lapang beberapa waktu yang lalu. Namun, pembangunan kamar mandi tersebut tidak optimal sehingga masyarakat tidak dapat menggunakan fasilitas tersebut secara maksimal. Dari tujuh pekarangan, terdapat dua pekarangan yang pada pekarangan terdapat kamar mandi luar. Namun, pemilik pekarangan juga memiliki kamar mandi di dalam rumah. Berbeda dengan salah satu pekarangan yang memiliki kamar mandi luar, pemilik pekarangan tidak memiliki kamar mandi di dalam rumah.
Gambar 19. Elemen Pekarangan berupa Kamar Mandi Luar
4.2.4. Karakteristik Vegetasi Selain elemen keras (hard material), juga terdapat elemel lunak (soft material) yang melengkapi elemen pekarangan berupa tumbuhan/vegetasi. Jumlah spesies tanaman di pekarangan yang ditemukan di lokasi penelitian adalah 84 jenis dengan jumlah jenis tanaman yang berbeda disetiap pekarangan yaitu 23 jenis tanaman pada pekarangan satu dengan luas 158 m2, 24 jenis tanaman pada pekarangan dua dengan luas 271 m2, 20 jenis tanaman pada pekarangan tiga dengan luas 300 m2, 25 jenis tanaman pada pekarangan empat dengan luas 380 m2, 28 jenis tanaman pada pekarangan lima dengan luas 491,47 m2, 34 jenis tanaman pada pekarangan enam dengan luas 530 m2 dan 13 jenis tanaman pada pekarangan tujuh dengan luas 1.006,77 m2. Karakteristik jenis-jenis tanaman hias dan non-hias dapat dilihat dari keragaman horizontal dan vertikal.
28
4.2.4.1. Keragaman Horizontal Keragaman horizontal di pekarangan dicerminkan oleh keragaman jenis tanaman dengan fungsi yang berbeda-beda. Jenis, fungsi dan frekuensi keberadaan tanaman dapat dilihat pada (Tabel 5). Table 5. Jenis, fungsi dan frekuensi keberadaan tanaman di pekarangan: No.
Spesies Tanaman
8
Acalypha macrophylia Adiantum sp. Agave angustifolia Agave attenuata Aglaonema marantifolium Aglaonema sp. Amaranthus tricolor Anthurium sp.
9
Arachis pintoi
1 2 3 4 5 6 7
10 11 12 13 14 15 16
Arundinaria pumila Canna sp. Chlorophytum sp. Chupea hyssopifolia Codieaeum sp. Cordyline fruticosa Cordyline terminalis
17
Cupressus semper
18
Cynodon dactylon
20
Cyrtostachis renda Dieffenbachia sp.
21
Duranta sp.
19
25 26 27 28
Eichornia crassipes Euphorbia milii Ficus benjamina L. Ficus Lyrata Heliconia sp. Hibiscus sp. Impatiens sp.
29
Ixora javanica
30
Mandevilla sp.
22 23 24
Nama Lokal
Fungsi
Teh-tehan
Hias
Suplir Agave Siklok
Hias Hias Hias
Sri rejeki
Hias
Aglonema
Hias
Bayam merah
Hias
Anthurium Kacangkacangan Bambu jepang Bunga tasbih Lili paris Taiwan beauty Puring Hanjuang hijau Hanjuang merah Cemara gembel Rumput jepang
Hias
Palm merah
Hias
Daun bahagia Pohon pangkas Eceng gondok Euphorbia
Hias
Beringin
Hias
Biola cantik Pisang hias Bunga sepatu Pacar air Soka daun besar Mandevila
Hias Hias Hias Hias
1
2
Sample 3 4 5
6
7
14,30
14,30 14,30 14,30
28,57 14,30
42,86
14,30
Hias
Frekuensi (%)
28,57
Hias
42,86
Hias Hias
14,30 42,86
Hias
14,30 28,57
Hias
Hias
Hias
57,14
Hias
14,30
Hias
Hias Hias
Hias
14,30
14,30
28,57
14,30 28,57
Hias
28,57
42,86
Hias
57,14
28,57 14,30 42,86 14,30 28,57 14,30
29
Lanjutan Table 5. Jenis, fungsi dan frekuensi keberadaan tanaman di pekarangan: No. 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
Spesies Tanaman Neomarica longifolia Neprolephis exaltata Nothopanax scutellarium Orchid sp. Passiflora sp. Pedilanthus tithymaloides Petsumatra Philodendron sp. Plumeria acuminate Ptychosperma macarthurii Rhodeo discolor Rossa sp. Ruellia malacosperma Sansevieria trifasciata Spathiphyllum sp. Iresine herbistii ‘Aureoreticulata’
47
Tagetes patula
48
Zebrina pendula
49
Zinnia elegans Archidendron pauciflorum Atrocarpus heterophyllus Averrhoa carambola Bombaceae sp. Carica papaya L. Citrus sp. Eugenia javanica Lansium domesticu Mangifera indica L. Musa paradisiaca L. Myristica fragrans Houtt. Nephelium lappaceum Persea Americana Psidium guajava
50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
Nama Lokal
Fungsi
Yellow iris
Hias
Paku jejer
Hias
Daun mangkokan Anggrek Pasiflora
1
2
Sample 3 4 5
6
7
14,30
Hias
Hias Hias
Frekuensi (%)
14,30
28,57
14,30 28,57
Patah tulang
Hias
14,30
petsumatra Daun pilo
Hias Hias
14,30 14,30
Kamboja
Hias
Palem hijau
Hias
Adam hawa Mawar Bunga terompet
Hias Hias
Hias
Lidah mertua
Hias
Peace lily Simbang darah Bunga tahi kotok Rumbut belang/ abrina Bunga kertas Jengkol
Buah
Nangka
Buah
Belimbing
Buah
Durian Pepaya Jeruk Jambu air
Buah Buah Buah Buah
Dukuh
Buah
Mangga
Buah
Pisang
Buah
Pala
Buah
Rambutan
Buah
Alpukat Jambu batu
Buah Buah
14,30
28,57
71,43 14,30
28,57
42,86
Hias
14,30
Hias
14,30
Hias
14,30
Hias
14,30
Hias
14,30
14,30 28,57 14,30
14,30 42,86 100 57,14
14,30
85,71
85,71
42,86
42,86
14,30 71,43
30
Lanjutan Table 5. Jenis, fungsi dan frekuensi keberadaan tanaman di pekarangan: No. 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73
Spesies Tanaman Sysigium cauliflora Curcuma xanthorrhiza, Roxb. Morinda citrifolia L. Orthosiphon aristatus Phaleria macrocarpa Piper betle Cocos nucifera Rosella sp. Syzygium aromaticum Averrhoa bilimbi
6
Frekuensi (%)
Fungsi
Kupa landak
Buah
Temulawak
Obat
Mengkudu
Obat
14,30
Kumis kucing
Obat
14,30
Mahkota dewa Sirih Kelapa Rosella
Obat
1
2
7
42,86
14,30
57,14
14,30 42,86 14,30 14,30
Obat Industri Industri
Cengkeh
Industri
Belimbing besi
Sayur
Gnetum gnemon Melinjo L. Leucaena 75 leucocephala, Petai cina Lmk. Lycopersicum 76 Tomat sculentum Ocimum sanctum 77 Kemangi linn Colocasia 78 Talas esculentum Schott. 79 Manihot esculenta Singkong 80 Capsicum annum Cabe merah Capsicum 81 Cabe rawit frutescens Kaempferia 82 Kencur galanga L. Pandanus 83 Pandan amaryllifolius Zingiber officinale 84 Jahe Roxb. Catatan: tercetak tebal frekuensi ≥ 42,86 % 74
Sample 3 4 5
Nama Lokal
Sayur
Sayur
28,57
57,14 42,86
Sayur
14,30
Sayur
14,30
Pati
Pati Bumbu
Bumbu
Bumbu
28,57
Bumbu
28,57
Bumbu
42,86 28,57 14,30 28,57
14,30
Jenis tanaman di pekarangan didominasi oleh tanaman hias. Hal ini dapat dijumpai pada pekarangan yang dekat dengan jalan. Pada lokasi penelitian, pekarangan yang dekat dengan sungai dan area persawahan lebih banyak ditanami dengan tanaman buah, tanaman bumbu, dan tanaman obat. Tanaman hias yang paling banyak dijumpai di pekarangan yaitu adam hawa (Rhodeo discolor), hanjuang hijau (Cordyline fruticosa), hanjuang merah (Cordyline terminalis), bambu jepang (Arundinaria pumila), euphorbia (Euphorbia milii), bayam merah
31
(Amaranthus tricolor) dan lidah mertua (Sansevieria trifasciata). Tanaman buah banyak dijumpai dalam pekarangan di halaman belakang, yaitu jeruk (Citrus sp.), pisang ( Musa paradisiaca L.), mangga (Mangifera indica L.), jambu batu (Psidium guajava), jambu air (Eugenia javanica), pala (Myristica fragrans Houtt.), dan rambutan (Nephelium lappaceum). Tanaman bumbu yang paling banyak dijumpai adalah kencur (Kaempferia galanga L.) dan cabe rawit (Capsicum frutescens). Sedangkan tanaman obat yang paling banyak ditemukan yaitu mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Masyarakat biasa mengkonsumsi sendiri hasil produksi pertanian dan pekarangannya. Namun, jika hasil panen melimpah pemilik biasa menjualnya pada pemborong yang kerap kali datang untuk memborong hasil panen misalnya tanaman pala.
4.2.4.2. Keragaman Vertikal Keragaman vertikal pekarangan dapat dilihat dari sistem strata yang berbeda berdasarkan tinggi tanaman dewasa, mulai dari tanaman penutup tanah yang tingginya hanya beberapa centimeter hingga tanaman pohon yang tingginya bisa lebih dari 20m. Menurut Arifin et. al. (2009), keragaman vertikal diklasifikasikan dalam lima klasifikasi, yaitu strata I untuk tanaman <1m, strata II: 1m-2m, strata III: 2m-5m, strata IV: 5m-10m, strata V: >10m. Contoh ilustrasi strata tanaman di 7 pekarangan dapat dilihat pada gambar (terlampir) dengan keterangan tanaman <1m dan tertutup profile tidak digambar. Letak atau lokasi pekarangan yang berbeda telah memberikan keragaman jenis tanaman yang ada di pekarangan (Tabel 6). Tabel 6. Letak atau Lokasi Pekarangan Pekarangan 1 2 3 4 5 6 7
Dekat Sawah
Dekat Jalan
Tengah Perkampungan Dekat Jalan Dekat Sawah
32
Pada pekarangan yang berada dekat dengan sawah keragaman jenis tanaman non-hias banyak dijumpai di pekarangan. Berbeda dengan pekarangan yang berada dekat dengan jalan, yaitu keragaman jenis tanaman hias lebih banyak dijumpai di pekarangan. Pada pekarangan yang berada di tengah perkampungan dan dekat dengan sawah lebih banyak dijumpai keragaman jenis tanaman nonhias, sedangkan pekarangan yang berada di tengah perkampungan dan dekat dengan jalan lebih banyak dijumpai keragaman jenis tanaman hias. 4.2.4.3. Fungsi Tanaman Pekarangan Tanaman di pekarangan dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu tanaman hias dan tanaman non-hias. Tanaman hias berfungsi sebagai estetika yaitu memberikan keindahan dan kenyamanan terhadap pengguna. Tanaman hias ini paling banyak dijumpai di lokasi penelitian yaitu mencapai 60%. Hal ini dapat menunjukkan bahwa masyarakat Desa Pasir Eurih merupakan masyarakat yang sangat peduli terhadap keindahan. Selain untuk keindahan, mengoleksi tanaman hias merupakan hobi untuk barter dengan kerabat yang mempunyai hobi yang sama. Tanaman non-hias mempunyai berbagai fungsi di pekarangan, yaitu sebagai tanaman obat, tanaman buah, tanaman industri, tanaman sayur, tanaman penghasil pati, dan tanaman bumbu. Tanaman buah dapat dijumpai lebih banyak daripada tanaman obat, sayur, bumbu, pati, dan industri (Gambar 20).
60
Jumlah Jenis
50 40 30 20 10 0 buah
obat
industri sayur
pati
bumbu
hias
Gambar 20. Jumlah Tanaman berdasarkan Fungsi Hias dan Non-Hias di Pekarangan
33
Desa Pasir Eurih memiliki Kampung Budaya yang tepatnya berada di Rw 08
yaitu
Kampung
Duku
Menteng.
Setiap
tahun
Kampung
Budaya
menyelenggarakan tradisi seren taun (Sedekah Hasi Bumi) yang tepatnya tanggal 1 Muharram. Kegiatan ini melibatkan seluruh masyarakat desa bahkan luar desa. Semua hasil bumi yang ada dibawa untuk pelaksanaan upacara adat. Padi merupakan hasil bumi utama yang digunakan dalam tradisi tersebut. Terdapat hasil pekarangan yang kemudian dihias dalam sebuah wadah yang biasa disebut dongdang. Namun, ada beberapa buah ataupun sayuran yang digunakan untuk menghias merupakan hasil membeli di pasar. Beberapa hasil pekarangan yang digunakan adalah jeruk (Citrus sp.), pisang (Musa
sapientum L.), rambutan
(Nephelium lappaceum), tomat (Lycopersicum sculentum), dukuh, dan menteng.
4.2.5. Pola Penanaman di Pekarangan Telah dijelaskan, menurut Arifin et. al. (2009) tata ruang dalam pekarangan dibagi menjadi tiga, yaitu halaman depan (buruan), halaman samping (pipir), halaman belakang (kebon). Pada lokasi penelitian, jumlah tanaman nonhias banyak dijumpai di halaman belakang dan sebagian halaman samping di pekarangan. Sedangkan tanaman hias banyak dijumpai di halaman depan pada pekarangan. Pekarangan yang didominasi dengan jenis tanaman hias dapat dijumpai pada pekarangan-pekarangan yang berada dekat dengan jalan, sedangkan pekarangan yang banyak ditanami dengan tanaman non-hias bnyak dijumpai pada pekarangan-pekarangan yang dekat dengan persawahan atau pun sungai kecil. Dilihat dari fungsinya, tanaman hias sebagai pemberi keindahan sangat sesuai jika di tanam di halaman depan, sedangkan tanaman buah, tanaman bumbu dan sayur (tanaman non-hias) lebih sesuai ditanam di halaman belakang yang berdekatan dengan dapur. Pola penanaman di pekarangan dapat dilihat pada gambar (terlampir). Pola penanaman seperti tersebut merupakan pola penanaman yang ditemukan dari hasil survei tapak di Desa Pasir Eurih dengan beberapa pekarangan. Berdasarkan hasil wawancara, pola penanaman tersebut tercipta dengan sendirinya tanpa mengacu pada adat istiadat dan budaya Sunda sehingga pemilik pekarangan hanya memanfaatkan lahan kosong yang ada. Namun,
34
berbeda halnya dengan pola penanaman di Kampung Budaya. Pada area tersebut, memiliki beberapa peraturan-peraturan khusus seperti yang termaktub dalam pantun Bogor mulai dari rumah beserta elemen pekarangannya (Gambar 21). Pada sekeliling rumah harus dikelilingi dengan batu alam, kemudian dibuatkan parit yang juga mengelilingi rumah dengan lebar kurang lebih 15 cm. Selain itu, di sekeliling rumah juga harus dikelilingi dengan tanaman pembatas dan disetiap antar rumah juga harus diberi tanaman pembatas.
Gambar 21. Pola Penanaman Imah Warga di Kampung Budaya
4.3. Kondisi Sosial Pemilik Pekarangan Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, di lokasi penelitian terdapat jumlah keluarga yang berbeda-beda disetiap rumah. Ada yang hanya terdapat satu keluarga inti, atau bahkan terdapat beberapa kepala keluarga. Hubungan kekeluargaan yang erat telah menghubungkan mereka dalam satu pola hidup yang berdampingan, sehingga dapat dijumpai dalam satu pekarangan terdiri dari beberapa keluarga. Pada pekarangan ada yang memiliki satu rumah induk dan ada pula yang terdapat beberapa rumah dalam satu kawasan pekarangan. Berdasarkan sample pekarangan yang telah diambil, terdapat tiga pekarangan yang di dalamnya terdapat lebih dari satu rumah.
35
Pada umumnya masyarakat pedesaan identik dengan rutinitas bertani seperti menanam padi di sawah atau pun tanaman produktif lainnya. Berdasarkan hasil wawancara, ditemukan adanya kepemilikan tanah sawah dan ladang dengan luasan yang berbeda-beda. Legalitas terhadap kepemilikan lahan tersebut tentunya sangat penting. Namun, masih terdapat beberapa keluarga yang belum mempunyai bukti kepemilikan lahan. Asal mula kepemilikan lahan tersebut pun bermacammacam, ada yang berupa warisan dan membeli sendiri. Dari hasil wawancara, diperoleh bahwa asal kepemilikan lahan mayoritas adalah hasil dari pembelian.
4.4. Pemanfaatan/Fungsi Pekarangan Pemanfaatan lahan pekarangan beserta elemennya yang dilakukan untuk kenyamanan penghuni rumah pun bermacam-macam. Ada yang hanya dimanfaatkan untuk menanam tanaman hias saja, ada juga yang dimanfaatkan untuk menanam tanaman produktif sehingga dapat memberikan tambahan pendapatan bagi rumah tangga. Frekuensi kehadiran ditiap pekarangan dari yang sudah ketemu dengan jenis yang berbeda memiliki produktifitas yang berbedabeda. Pemanfaatan produk tanaman di pekarangan dapat dilihat pada (Tabel 7). Table 7. Pemanfaatan produk tanaman di pekarangan Pekarangan dan Ukurannya Pekarangan 1 158 m2 Pekarangan 2 271 m2 Pekarangan 3 300 m2 Pekarangan 4 380 m2 Pekarangan 5 491,47 m2 Pekarangan 6 530 m2
Pekarangan 7 1.006,77 m2
Tomat
Pemanfaatan terhadap Pekarangan Frekuensi Jumlah panen Penggunaan produk (per tahun) Tidak tentu Tidak tentu Dikonsumsi sendiri
-
-
-
-
Pala Melinjo Pala Jambu Bangkok Pisang
3 kali 2 kali 3 kali Tidak tentu 3 kali
2000 biji pala Tidak tentu 50 kg Tidak tentu Tidak tentu
Dijual Dikonsumsi sendiri Dijual Dijual Dikonsumsi sendiri
Mangga
1 kali
Tidak tentu
Pisang
6 kali
Tidak tentu
Pala Jambu Alpukat Melinjo
4 kali Tidak tentu 2 kali 2 kali
200 kg Tidak tentu 50 kg Tidak tentu
Dikonsumsi sendiri dan dibagikan ke tetangga Dikonsumsi sendiri dan dibagikan ke saudara. Dijual Dikonsumsi sendiri Dijual Dijual
Jenis tanaman
36
Berdasarkan hasil pengamatan, tanaman produktif yang ada pada pekarangan di lokasi penelitian lebih berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari saja. Hasil yang diperoleh dari pekarangan biasa dikonsumsi sendiri atau bahkan diberikan pada tetanga terdekat. Berbeda dengan hasil dari lahan lain yang dimiliki diluar pekarangan. Lahan tersebut biasa dimanfaatkan untuk sawah atau pun ladang. Jenis tanaman yang ditanam seperti padi, kangkung dan bayam. Pengelolaan yang dilakukan terhadap pemanfaatan pekarangan atau pun lahan diluar pekarangan, biasa dilakukan oleh anggota keluarga masing-masing termasuk dengan pemeliharaannya. Pada lokasi penelitian, banyak pekarangan yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Masyarakat hanya memanfaatkan dengan sekedarnya saja, dalam arti lain masih kurang kepedulian terhadap pemanfaatan lahan pekarangan. Beberapa harapan yang muncul dari masyarakat setempat yaitu seperti adanya sosialisasi mengenai pemanfaatan lahan pekarangan yang optimal, sehingga masyarakat dapat mengerti bagaimana memanfaatkan pekarangan mereka menjadi indah, produktif, dan dapat menunjang kebutuhan hidup sehari-hari.
4.5. Sintesis Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, dapat dilihat bahwa karakteristik pekarangan di Desa Pasir Eurih memiliki khas pekarangan Sunda yaitu pola pekarangan disekitar rumah terdapat halaman depan, halaman samping dan halaman belakang. Selain itu, ditemukan beberapa elemen pekarangan seperti kolam, kandang ternak dan juga beberapa jenis tanaman khas. Pekarangan tersebut memiliki bentuk yang beragam. Hal ini dipengaruhi oleh pengelolaan pekarangan seperti use area pekarangan, keadaan ekonomi pemilik pekarangan, selera tanaman si pemilik pekarangan dan ukuran luas area terbuka pekarangan yang disebabkan karena adanya perluasan bangunan rumah atau pun fragmentasi lahan karena warisan. Pada lokasi penelitian dapat dilihat beberapa bentuk pekarangan yang dijumpai yaitu berupa blok dengan panjang kali lebar yang jelas dan ada juga yang tak beraturan (irregular). Bentukan ini tidak sengaja dibuat, kebanyakan hanya memanfaatkan dari sisa lahan yang ada setelah lahan terbangun (rumah).
37
Hal ini akan lebih baik jika dibiarkan tetap seperti itu karena pemilik pekarangan mempunyai wewenang penuh terhadap bentuk pekarangan yang mereka inginkan sesuai dengan kenyamanan dan keindahan yang mereka inginkan. Desa Pasir Eurih merupakan kawasan padat penduduk, sehingga jarang ditemukan rumah penduduk yang memiliki pekarangan. Pekarangan dengan klasifikasi pekarangan sedang lebih umum dijumpai dibandingkan dengan pekarangan sempit, besar dan sangat besar. Pekarangan yang memiliki klasifikasi luas pekarangan yang tergolong sempit, tidak memiliki kebebasan dalam menentukan jenis tanaman yang akan dipilih serta tidak mempunyai ruang yang cukup besar untuk dapat menambahkan elemen-elemen pekarangan seperti halnya kolam ikan atau pun kandang ternak. Hal ini berbeda dengan pekarangan yang memiliki klasifikasi luas pekarangan yang tergolong besar atau pun sangat besar. Selain dapat memilih ragam jenis tanaman, juga dapat memilih elemen-elemen pekarangan seperti kolam ikan yang dapat menunjang estetika pekarangan dan juga pemanfaatan lahan. Tanaman produktif akan sangat menghasilkan bila di tanam di pekarangan terutama di halaman belakang, sehingga hasilnya nanti diharapkan dapat bermanfaat untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dan juga dapat digunakan untuk berpartisipasi dalam acara seren taun yang diselenggarakan oleh Kampung Budaya Sindang Barang. Salah satu elemen keras yang umum dijumpai di pekarangan yaitu kolam. Tata letak kolam di pekarangan biasanya berada di halaman depan atau pun halaman samping. Kolam tersebut berupa kolam ikan dan ada juga yang berupa kolam penampungan air saja. Masyarakat yang memiliki lahan pekarangan cukup luas, dapat memanfaakannya untuk kolam. Kolam tersebut dapat digunakan untuk membudidayakan ikan hias atau pun ikan untuk dikonsumsi. Jenis pemanfaatan pekarangan yang berbeda-beda seperti untuk tempat bermain anak, untuk kolam ikan, atau pun untuk taman telah memberikan keragaman khusus terhadap pekarangan. Namun, banyak masyarakat yang belum mengetahui bagaimana mereka dapat memanfaatkan pekarangan dengan optimal. Masyarakat mengakui bahwa kepedulian terhadap lingkungan masih sangat kurang, baik dari masyarakat itu sendiri maupun dari kepemerintahan. Penyuluhan, bimbingan dan penyediaan sarana sangat diperlukan oleh
38
masyarakat. Bimbingan dan penyuluhan tersebut lebih tepat jika dilakukan oleh aparat pemerintah, kalangan pendidik dan pemuka masyarakat. Desa Pasir Eurih saat ini merupakan sebuah desa yang sudah banyak menarik perhatian wisatawan. Adanya Kampung Budaya telah membawa desa tersebut banyak dikunjungi pihak luar. Terkait dengan kepariwisataan dan pemanfaatan pekarangan, masyarakat bisa membudidayakan tanaman hias khas daerah (hanjuang merah, hanjuang hijau, bambu dan lain-lain) yang nantinya dapat diperjual belikan kepada wisatawan yang datang sebagai oleh-oleh khas Desa Pasir Eurih. Masyarakat juga bisa membudidayakan tanaman-tanaman produktif yang dapat menghasilkan sehingga dapat diperjual belikan kepada wisatawan yang datang. Selain itu, masyarakat juga bisa memberikan pemandangan yang indah pada wisatawan yang datang berkunjung terhadap pemanfaatan dan penataan pekarangan di Desa Pasir Eurih. Selain memberikan keindahan, hal ini juga akan berdampak baik terhadap RTH sekitar dan masyarakat dapat lebih berupaya untuk membuat agar kelestarian desa tetap terjaga meskipun kini desa mereka telah banyak dikunjungi wisatawan yang dalam arti lain adalah orang luar desa.