BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Model Mikroskopik Jalur Tunggal Model mikroskopik merupakan suatu model yang mendeskripsikan tingkah laku pengendara mobil secara individu pada berbagai macam situasi dalam berkendara di jalan raya. Pada model mikroskopik jalur tunggal diasumsikan terdapat M mobil dan xi (t ) dinotasikan sebagai jarak mobil di posisi ke-i dari titik awal pada waktu t, dengan i = 1, ..., M . Diasumsikan masing-masing mobil
memiliki panjang P dengan massa m, dan dipenuhi urutan x1 > x2 > ... > xM .
Kecepatan dari mobil pada posisi ke-i adalah vi (t ) = xi′(t ) , dengan xi′(t ) dinotasikan sebagai turunan xi (t ) terhadap waktu t.
Misalkan setiap pengendara memiliki waktu reaksi τ dan diasumsikan bahwa waktu reaksi tersebut identik untuk setiap pengendara. Misalkan Fbi (t ) adalah gaya pengereman dari mobil yang didefinisikan sebagai Fbi (t ) = (massa)(akselerasi) = m xi′′(t + τ ) , dengan m adalah massa mobil dan xi′′(t + τ ) adalah perlambatan dari mobil ke-i pada waktu tunda t + τ . Besarnya gaya pengereman tersebut bergantung pada kecepatan relatif dan jarak relatif terhadap mobil di posisi ke- i − 1 . Diasumsikan bahwa gaya pengereman secara langsung proporsional terhadap kecepatan relatif, dan kebalikannya proporsional terhadap jarak relatif. Jadi, gaya pengereman dari mobil diberikan oleh persamaan berikut: Fbi (t ) = m xi′′(t + τ ) = A
xi′(t ) − xi′−1 (t ) , xi (t ) − xi −1 (t )
dengan xi (t ) − xi −1 (t ) adalah jarak relatif antara mobil ke-i dengan mobil ke- i − 1 , dan A adalah konstanta positif. Jika λ = A / m , maka akselerasi menjadi xi′′(t + τ ) = vi′(t + τ ) = λ
d ln xi (t ) − xi −1 (t ) . dt
Dengan mengintegralkan persamaan tersebut akan diperoleh kecepatan mobil ke-i pada waktu tunda t + τ yaitu
15
vi (t + τ ) = xi′(t + τ ) = λ ln xi (t ) − xi −1 (t ) + α i ,
(4.1.1)
yang berlaku untuk i = 2, 3, ..., M . Persamaan (4.1.1) tidak berlaku untuk i = 1 , karena mobil di posisi paling depan tidak dipengaruhi oleh mobil lainnya.
4.1.1 Kepadatan dan Kecepatan Mobil pada Kondisi Ekuilibrium
Kondisi ekuilibrium pada fenomena lalu lintas telah didefinisikan sebelumnya pada subbab 2.6, yaitu suatu kondisi pada jalan raya di mana setiap mobil berjarak sama terhadap mobil di posisi depan, dan setiap mobil juga bergerak dengan kecepatan yang sama. Salah satu contoh dari kondisi ekuilibrium tersebut yaitu pada kondisi di mana mobil melalui suatu terowongan dan kecepatan setiap mobil akan berkurang seiring peningkatan kepadatan mobil yang melalui terowongan tersebut. Untuk memperoleh definisi yang sesuai mengenai kepadatan mobil pada kondisi tersebut, dipertimbangkan terdapat suatu interval dengan panjang 2ε dan ε > 0 , yang relatif besar terhadap P tetapi relatif kecil terhadap skala makroskopik dari jalan raya. Kepadatan mobil di suatu titik xo pada waktu t dinotasikan dengan ρ ( xo , t ) , yaitu
ρ ( xo , t ) =
n(( xo −ε , xo +ε ),t ) 2ε
,
(4.1.2)
dengan n(( xo −ε , xo + ε ),t ) adalah banyaknya mobil di interval ( xo − ε , xo + ε ) pada waktu t. Pada kondisi ekuilibrium, diasumsikan terdapat sebuah mobil di interval sepanjang xi − xi −1 , sehingga persamaan (4.1.2) dapat dinyatakan sebagai
ρ=
1 . xi − xi−1
Kepadatan maksimum, yaitu ρ max akan diperoleh jika jarak relatif antara mobil ke-i dengan mobil ke- i − 1 sepanjang P, sehingga ρ max = 1 / P . Diasumsikan bahwa kecepatan hanya bergantung pada kepadatan, yaitu
v( x, t ) = v( ρ ( x, t )) . Terdapat kepadatan kritis yang dapat diamati yaitu ρ crit , sedemikian sehingga vρ adalah kecepatan maksimum untuk kepadatan di interval 0 ≤ ρ ≤ ρ crit , yang dinotasikan oleh vmax , dan besarnya sama dengan batas maksimum dari kecepatan mobil. Arus lalu lintas akan mulai melambat pada
16
kepadatan kritis dan seluruh mobil akan berhenti bersama-sama ketika mencapai kepadatan maksimum, sehingga v( ρ max) = 0 . Sasaran selanjutnya adalah menentukan v( ρ ) untuk ρ > ρ crit . Kepadatan maksimum akan dicapai ketika jarak antarmobil adalah sepanjang ruang yang tersisa pada saat bemper depan mobil berhimpit dengan bemper belakang mobil di posisi depan, dan setiap mobil tidak bergerak lagi. Banyaknya mobil pada interval ( zo − ε , z o + ε )
tidak lebih besar dari
2ε / P . Oleh karena itu, dengan
menggunakan persamaan (4.1.2) diperoleh ⎛ 2ε ⎞⎛ 1 ⎞ 1 ⎟⎜ ⎟ = . ⎝ P ⎠⎝ 2ε ⎠ P
ρ max = ⎜
(4.1.3)
Jika terjadi suatu kondisi dengan setiap mobil bergerak dengan kecepatan v, jarak antarmobil adalah d, dan jika setiap mobil memiliki panjang P, maka
ρ=
1 , d, P > 0 . d+P
(4.1.4)
Pada kondisi ekuilibrium setiap mobil akan bergerak dengan kecepatan yang sama dan oleh karena itu tidak akan bergantung pada i. Dari persamaan (4.1.1) akan diperoleh v = λ ln(d + P) + α i = λ ln(d + P) + α , dengan d + P adalah jarak relatif antara dua mobil di depan dengan posisi berurutan, dan α i juga harus bebas dari i dan diganti oleh α . Dengan menggunakan persamaan (4.1.4) akan diperoleh ⎛1⎞ v = λ ln⎜⎜ ⎟⎟ + α , ⎝ρ⎠ dengan λ dan α
(4.1.5)
adalah parameter. Nilai parameter α
ditentukan dari
v( ρ max ) = 0 . Dengan mengatur agar nilai ρ = ρ max pada persamaan (4.1.5), akan diperoleh ⎛ 1 ⎞ ⎟⎟ + α = 0 v( ρ max ) = λ ln⎜⎜ ⎝ ρ max ⎠ ⇔ α = −λ ln (ρ max )
−1
⇔ α = λ ln( ρ max ).
17
Sebagai akibatnya persamaan (4.1.5) menjadi
⎛1⎞ v( ρ ) = λ ln⎜⎜ ⎟⎟ + λ ln( ρ max ) ⎝ρ⎠ = λ (ln ρ max − ln ρ ) ⎛ρ ⎞ = λ ln⎜⎜ max ⎟⎟, ⎝ ρ ⎠
(4.1.6)
untuk ρ > ρ crit . Lebih lanjut, v( ρ ) akan kontinu pada ρ = ρ crit . Dengan mengatur
ρ = ρcrit akan diperoleh kecepatan maksimum yang dinotasikan vmax , yaitu ⎛ρ ⎞ vmax = v( ρ crit ) = λ ln⎜⎜ max ⎟⎟ , ⎝ ρ crit ⎠
sehingga diperoleh
λ=
vmax . ⎛ ρ max ⎞ ⎟⎟ ln⎜⎜ ⎝ ρ crit ⎠
Substitusikan λ pada persamaan (4.1.6) akan diperoleh −1
⎛ ρ ⎞ ⎡ ⎛ ρ ⎞⎤ v( ρ ) = vmax ln⎜⎜ max ⎟⎟ ⎢ln⎜⎜ max ⎟⎟⎥ , ⎝ ρ ⎠ ⎣ ⎝ ρ crit ⎠⎦ yang pada akhirnya akan diperoleh , untuk 0 ≤ ρ ≤ ρ crit ⎧vmax ⎪ −1 v( ρ ) = ⎨ ⎛ ρ max ⎞ ⎡ ⎛ ρ max ⎞⎤ ⎪vmax ln⎜⎜ ⎟⎟ ⎢ln⎜⎜ ρ ⎟⎟⎥ , untuk ρ > ρ crit ρ ⎝ ⎠ ⎣ ⎝ crit ⎠⎦ ⎩
(4.1.7)
Perlu diperhatikan bahwa kecepatan bernilai konstan sampai dicapai kepadatan kritis ρ crit , kemudian kecepatan akan menurun secara logaritmik sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.1.
18
Gambar 4.1
Plot antara kecepatan dengan kepadatan.
4.1.2 Arus Lalu Lintas Maksimum pada Kondisi Ekuilibrium
Dari subbab 2.2, arus lalu lintas dinotasikan oleh j ( x, t ) . Dengan asumsi bahwa arus lalu lintas juga hanya bergantung pada kepadatan, j ( x, t ) dapat dinyatakan oleh j ( x, t ) = j ( ρ ( x, t )) . Arus lalu lintas adalah banyaknya mobil yang melalui titik yang diberikan per unit waktu, yaitu ⎛ banyaknya mobil ⎞⎛ jarak ⎞ ⎟⎟⎜ j ( ρ ) = ⎜⎜ ⎟ = ρ v( ρ ) . jarak ⎠⎝ waktu ⎠ ⎝ Hubungan antara kecepatan dengan kepadatan yang diperoleh dari kondisi ekuilibrium pada persamaan (4.1.7) didefinisikan sebagai , untuk 0 ≤ ρ ≤ ρ crit ⎧ ρ vmax ⎪ −1 j( ρ ) = ⎨ ⎛ ρ max ⎞ ⎡ ⎛ ρ max ⎞⎤ ⎟⎟⎥ , untuk ρ > ρ crit . ⎟⎟ ⎢ln⎜⎜ ⎪ ρ vmax ln⎜⎜ ρ ρ ⎝ ⎠ crit ⎠⎦ ⎝ ⎣ ⎩
(4.1.8)
Dengan mendiferensialkan persamaan (4.1.8) dapat ditentukan nilai maksimum arus lalu lintas. Untuk ρ > ρ crit akan diperoleh ⎛ ρ ⎞ ⎡ ⎛ ρ ⎞⎤ j ( ρ ) = ρ vmax ln⎜⎜ max ⎟⎟ ⎢ln⎜⎜ max ⎟⎟⎥ ⎝ ρ ⎠ ⎣ ⎝ ρ crit ⎠⎦ −1
−1
⎡ ⎛ ρ ⎞⎤ = ρ vmax ⎢ln⎜⎜ max ⎟⎟⎥ (ln ρ max − ln ρ ) ⎣ ⎝ ρ crit ⎠⎦
19
−1
−1
⎡ ⎛ ρ ⎞⎤ ⎡ ⎛ ρ ⎞⎤ = ρ vmax ln( ρ max ) ⎢ln⎜⎜ max ⎟⎟⎥ − ρ vmax ⎢ln⎜⎜ max ⎟⎟⎥ ln( ρ ), ⎣ ⎝ ρ crit ⎠⎦ ⎣ ⎝ ρ crit ⎠⎦ sehingga turunan j ( ρ ) terhadap ρ adalah −1 −1 −1 ⎛ ⎡ ⎛ ρ max ⎞⎤ ⎡ ⎛ ρ max ⎞⎤ ⎡ ⎛ ρ max ⎞⎤ 1 ⎞⎟ ⎜ ⎟⎟⎥ − vmax ⎢ln⎜⎜ ⎟⎟⎥ ln( ρ ) + ρ vmax ⎢ln⎜⎜ ⎟⎟⎥ j ′( ρ ) = vmax ln( ρ max ) ⎢ln⎜⎜ ⎜ ρ ρ ρ crit crit crit ⎝ ⎝ ⎠ ⎠ ⎝ ⎠⎦ ρ ⎟⎠ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎣ ⎝ −1
−1
⎡ ⎛ ρ ⎞⎤ ⎡ ⎛ ρ ⎞⎤ = vmax ln( ρ max ) ⎢ln⎜⎜ max ⎟⎟⎥ − vmax ⎢ln⎜⎜ max ⎟⎟⎥ [ln( ρ ) + 1] ⎣ ⎝ ρ crit ⎠⎦ ⎣ ⎝ ρ crit ⎠⎦ −1
⎡ ⎛ ρ ⎞⎤ = vmax ⎢ln⎜⎜ max ⎟⎟⎥ [ln( ρ max ) − ln( ρ ) − 1] ⎣ ⎝ ρ crit ⎠⎦ −1
⎡ ⎛ ρ ⎞⎤ ⎡ ⎛ ρ ⎞ ⎤ = vmax ⎢ln⎜⎜ max ⎟⎟⎥ ⎢ln⎜⎜ max ⎟⎟ − 1⎥. ⎣ ⎝ ρ crit ⎠⎦ ⎣ ⎝ ρ ⎠ ⎦ Selanjutnya dengan membuat persamaan tersebut bernilai sama dengan nol, akan diperoleh −1
⎡ ⎛ ρ ⎞⎤ ⎡ ⎛ ρ ⎞ ⎤ vmax ⎢ln⎜⎜ max ⎟⎟⎥ ⎢ln⎜⎜ max ⎟⎟ − 1⎥ = 0 . ⎣ ⎝ ρ crit ⎠⎦ ⎣ ⎝ ρ ⎠ ⎦ Oleh karena vmax > 0 , persamaan tersebut dapat bernilai nol jika dan hanya jika ln( ρ max ) − ln( ρ ) = 1 , sehingga ⎛ ⎛ ρ ⎞⎞ exp ⎜⎜ ln⎜⎜ max ⎟⎟ ⎟⎟ = exp (1) ⎝ ⎝ ρ ⎠⎠
⇔ρ= Oleh
karena
itu
solusi
dari
ρ
ρ max e
hanya
. dapat
diperoleh
jika
terjadi
ρ = ρ opt = ρ max / e . Jika ρ opt > ρ crit , maka arus lalu lintas maksimum dapat terjadi pada ρ opt . Jika ρ opt ≤ ρ crit , maka arus lalu lintas maksimum akan terjadi pada ρ crit . Hal ini dikarenakan untuk setiap 0 ≤ ρ ≤ ρ crit , j′( ρ ) = vmax > 0 . Jadi j meningkat pada interval tersebut dan mencapai maksimum pada titik terakhir di sebelah kanan. Kepadatan kritis yang dinotasikan ρ crit , diperoleh dari hasil observasi dan bergantung pada kebiasaan pengendara lokal dalam berkemudi, oleh karena itu
20
kepadatan kritis di dua lokasi yang berbeda akan berlainan. Tetapi disarankan untuk setiap kasus yang berbeda agar dipenuhi ρ crit < ρ max / e .
Gambar 4.2 Plot antara arus dengan kepadatan.
4.2 Model Mikroskopik Multijalur
Axel Klar dan Raimund Wegener (1998) mengemukakan bahwa pada model mikroskopik biasanya perhatian ditujukan pada respons aktual suatu mobil terhadap mobil di posisi depannya. Diasumsikan bahwa pengendara akan mengubah kecepatan mobil yang dikendarai sebagai respons terhadap tingkah laku mobil di posisi depan. Lebih lanjut, mobil akan berpindah jalur secara spontan dan sesekali melewati ambang batas. Ambang batas biasanya bergantung pada kecepatan mobil itu sendiri. Selama tidak ada ambang batas yang dilewati, mobil bergerak pada kecepatan masing-masing dengan gerakan bebas.
C r C C l
+
+
+
C
C r C l C -
Gambar 4.3 Skema posisi mobil pada jalan raya.
21
Pada model mikroskopik multijalur diasumsikan terdapat N jalur pada jalan raya. Mobil yang diamati dinotasikan dengan c. Kemudian mobil di posisi depan dan belakang berturut-turut dinotasikan oleh c+ dan c− . Pada jalur kanan dan kiri dinotasikan cr + , cr − dan cl + , cl − . Kecepatan sebelum dan sesudah terjadi interaksi berturut-turut dinotasikan oleh v dan v′ . Kecepatan mobil nilainya berkisar dari 0 sampai dengan w , dengan w adalah kecepatan maksimum mobil. Didefinisikan H 0 adalah jarak minimum antarmobil. Ambang batas untuk perpindahan ke jalur kanan dinotasikan dengan H R , ambang batas untuk perpindahan ke jalur kiri adalah H L , ambang batas untuk pengereman adalah H B , ambang batas untuk akselerasi adalah H A , dan ambang batas untuk bebas berkendara dinotasikan dengan H F , yang masing-masing didefinisikan sebagai H R (v) = H 0 + vTR H L (v) = H 0+ vTL H B (v) = H 0 + vTB H A (v) = H 0 + δ + vTA H F = H 0 + δ + wTF . TR , TL , TB , TA,TF berturut-turut menotasikan waktu reaksi dari masing-masing
interaksi dan δ menotasikan suatu konstanta positif. Interaksi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut: 1. Perpindahan ke jalur kanan Ruang yang diperlukan pada jalur kanan untuk melakukan perubahan posisi mobil dinotasikan oleh H RS (v) = H 0 + v TRS , dengan TRS dinotasikan sebagai waktu reaksi ketika mobil sudah berada di jalur kanan. Jika v > v+ dan H R (v) dilalui, maka mobil akan berpindah ke jalur kanan hanya jika terdapat ruang yang cukup pada jalur kanan, yaitu jika: x r + − x > H RS (v) dan x − x r _ > H RS (v r _ ) . Lebih lanjut, c dan c− akan berakselerasi setelah terjadi perpindahan jalur, dan kecepatan yang baru adalah
22
⎧v~− , jika x+ − x− > H F v′− = ⎨ ⎩v− , selainnya
⎧v~ , jika xr + − x > H F v′ = ⎨ ⎩v , selainnya
dengan v~, v~− disebarkan berdasarkan sebaran peluang dari kecepatan yang diinginkan pengendara dengan fungsi kepekatan peluang f D . Dipilih −1 v~ = FD (ξ ) , dengan ξ adalah peubah acak yang menyebar seragam pada v
selang (0,1) dan FD (v) = ∫ f D (vˆ) dvˆ . 0
2. Perpindahan ke jalur kiri Ruang yang diperlukan pada jalur kiri untuk melakukan perubahan posisi mobil dinotasikan oleh H LS (v) = H 0 + v TLS , dengan TLS dinotasikan sebagai waktu reaksi ketika mobil sudah berada di jalur kiri. Jika v− > v dan H L (v− ) dilalui, maka mobil akan berpindah ke jalur kiri hanya jika terdapat ruang yang cukup di jalur kiri, yaitu jika: xl + − x > H LS (v) dan x − xl _ > H LS (vl _ ) . Lebih lanjut c dan c− akan berakselerasi setelah terjadi perpindahan jalur, dan kecepatan yang baru adalah ⎧v~− , jika x+ − x− > H F ⎧v~ , jika xl + − x > H F v−′ = ⎨ v′ = ⎨ ⎩v , selainnya ⎩v− , selainnya dengan v~, v~− disebarkan berdasarkan sebaran peluang dari kecepatan yang diinginkan pengendara dengan fungsi kepekatan peluang f D . Dipilih −1 v~ = FD (ξ ) , dengan ξ adalah peubah acak yang menyebar seragam pada v
selang (0,1) dan FD (v) = ∫ f D (vˆ) dvˆ . 0
3. Pengereman Jika v > v+ dan ambang batas pengereman H B (v) dilewati, maka akan terjadi pengereman pada interval kecepatan [β v, v] di bawah kecepatan aktual v . Kecepatan yang baru didefinisikan sebagai
v′ = β v + ξ ( v − β v ) , β < 1 ,
23
dengan ξ menyebar seragam pada interval [0, 1]. Pengereman dibatasi oleh suatu kondisi di mana akselerasi masih memungkinkan terjadi lagi, yaitu untuk setiap v , v′ dibutuhkan H A (v′) > H B (v) , sehingga H 0 + δ + v′ TA > H 0 + v TB ⇔ v TB − δ < v′ TA
v TB δ − < β v + ξ (v − β v ) . TA TA
⇔ dipilih v = w, sehingga
w TB δ − < βw + ξ ( w − βw) TA TA ⇔
wTB δ − < w[β + ξ (1 − β )] TA TA
⇔
TB δ − < β + ξ (1 − β ) . TA wTA
Untuk ξ = 0 diperoleh TB δ − <β, TA wTA dan untuk ξ = 1 diperoleh TB δ − < 1, TA wTA sehingga untuk ξ ∈ [0,1] berlaku
δ TB − < β < 1. TA w TA 4. Akselerasi I (pengikut) Jika v < v+ dan ambang batas akselerasi H A (v) dilewati, maka mobil akan berakselerasi pada interval kecepatan [v, α v] di atas kecepatan aktual v . Persamaan kecepatan yang baru didefinisikan sebagai v′ = v + ξ (min(w, v α ) − v) , α > 1 . Akselerasi
dibatasi
oleh
kondisi
di
mana
pengereman
masih
memungkinkan untuk dilakukan, yaitu untuk setiap v, v′ dibutuhkan H B (v′) < H A (v) , sehingga
24
H 0 + v′ TB < H 0 + δ + v TA ⇔ v′TB < δ + v TA
δ
⇔ v + ξ [min( w, vα ) − v] <
+
v TA . TB
+
w TA TB
TB
dipilih v = w, sehingga
δ
w + ξ [min(w, wα ) − w] < ⇔ 1+
ξ [min(w, wα ) − w]
TB
δ
<
w
wTB
+
TA TB
Untuk ξ = 0 diperoleh 1<
δ w TB
+
TA . TB
Untuk ξ = 1 diperoleh 1+
[min(w, wα ) − w] <
δ
w
w TB
+
jika w < wα , maka 1+
[w − w] < w
⇔1<
δ w TB
δ wTB
+
+
TA TB
TA , TB
dan jika wα < w , maka 1+
[wα − w] <
δ
w
w TB
⇔ 1 + (α − 1) <
δ
⇔α <
δ wTB
wTB
+
TA TB
+
TA TB
+
TA , TB
+
TA . TB
sehingga untuk ξ ∈ [0,1] berlaku 1<α <
δ wTB
TA , TB
25
5. Akselerasi II (bebas berkendara) Jika v < v+ dan ambang batas akselerasi H F (v) dilewati, maka mobil akan berakselerasi dan bergerak bebas dengan kecepatan yang diinginkan. Kecepatan yang baru yaitu v′ (kecepatan yang diinginkan) disebarkan berdasarkan fungsi sebaran dengan fungsi kepekatan f D , yaitu −1 v′ = FD (ξ ) ,
dan FD sebagaimana sebelumnya. Dari
kelima
TF ≥ TA > TR > TL > TB
interaksi dan
diasumsikan
terjadi
urutan
berikut:
TRS , TLS ≥ TB . Dengan kata lain, pengereman
memerlukan jarak aman yang paling minimum, sedangkan akselerasi pada jarak yang lebih jauh. Untuk mengubah posisi mobil, ruang yang diperlukan sekurangkurangnya sedemikian sehingga masih memungkinkan bagi pengendara mobil untuk melakukan pengereman. Untuk memperoleh persamaan kinetik multijalur, akan digunakan model mikroskopik yang sederhana, yaitu tanpa adanya syarat akselerasi tambahan pada interaksi perpindahan jalur. Setelah mencapai ambang batas pengereman, pengendara akan berusaha untuk berpindah ke jalur kanan, jika hal tersebut tidak memungkinkan maka mobil yang berada di posisi depan akan berusaha untuk berpindah ke jalur kiri, dan jika perpindahan jalur tidak memungkinkan juga untuk dilakukan, pengendara akan mengerem mobil yang dikendarai.
4.3 Model Kinetik 4.3.1 Pendekatan dari Sebaran Mobil di Posisi Depan
Klar & Wegener (1998) mengatakan bahwa kuantitas dasar pada pendekatan kinetik adalah fungsi sebaran untuk mobil tunggal dan sebaran mobil di posisi depan pada masing-masing jalur. Fungsi sebaran untuk mobil tunggal dinotasikan oleh fα ( x, v) yang mendeskripsikan banyaknya mobil di posisi x dengan kecepatan v pada jalur α . Sebaran mobil di posisi depan dinotasikan oleh fα ( 2 ) ( x, v, h, v+ ) yang mendeskripsikan banyaknya pasangan mobil di posisi x
dengan kecepatan v dan mobil di depannya pada posisi x + h dengan kecepatan v+ . Pada kasus ini dan untuk selanjutnya tidak dituliskan secara eksplisit
26
mengenai kebergantungan aspek waktu.
fα ( x, v) dapat diperoleh dengan
mengintegralkan fα ( 2 ) terhadap h dan v+ , yaitu w∞
fα ( x, v) = ∫ ∫ fα ( 2 ) ( x, v, h, v+ ) dh dv+ .
(4.3.1)
0 0
Kepadatan mobil di posisi x pada jalur α dinotasikan oleh ρα ( x) , yaitu w
ρα ( x) = ∫ fα ( x, v) dv , 0
ww∞
ρα ( x) = ∫ ∫ ∫ fα ( 2 ) ( x, v, h, v+ ) dh dv dv+ .
sehingga
(4.3.2)
0 0 0
Selanjutnya, rata-rata ruang yang tersedia untuk masing-masing mobil di jalur α adalah
1
ρα
, yang didefinisikan sebagai ww∞
∫ ∫ ∫ h fα
( 2)
( x, v, h, v+ ) dh dv dv+ =
0 0 0 ww∞
∫ ∫ ∫ fα
( 2)
( x, v, h, v+ ) dh dv dv+
1 , ρα ( x )
(4.3.3)
0 0 0
ww∞
∫ ∫ ∫ h fα
sehingga
( 2)
( x, v, h, v+ ) dh dv dv+ = 1 .
(4.3.4)
0 0 0
Persamaan kinetik untuk fungsi sebaran fα menggunakan sebaran mobil di posisi depan yaitu fα ( 2 ) untuk menjelaskan pengaruh dari interaksi yang terjadi. Untuk memperoleh persamaan tertutup dari fα , harus diperoleh pendekatan dari sebaran mobil yang berada di posisi depan fα ( 2 ) dengan cara yang sesuai yaitu dengan menggunakan fα dan fungsi korelasi. Hubungan antara fα ( 2) dan fα dapat dijelaskan sebagai berikut: fα ( x, v) = ρα ( x) Fα ( x, v)
(4.3.5)
fα ( 2 ) ( x, v, h, v+ ) = Fα+ (v+ ; h, v, x) Qα (h ; v, x) fα ( x, v)
(4.3.6)
dengan Fα ( x, v) +
Fα (v+ ; h, v, x)
= sebaran peluang dari mobil di posisi x dengan kecepatan v ; = sebaran peluang dari mobil dengan kecepatan v+ di posisi
27
depan dengan jarak h terhadap mobil di posisi x dengan kecepatan v ; = sebaran peluang dari mobil di posisi depan pada jarak h
Qα (h ; v, x)
terhadap mobil di posisi x dengan kecepatan v . Diasumsikan bahwa mobil di posisi depan disebarkan berdasarkan sebaran peluang Fα pada x + h , yaitu Fα+ (v+ ; h, v, x) = Fα ( x + h, v+ ) .
Untuk Qα didefinisikan Qα (h ; v, x) = q (h ; v, fα ( x,.)) .
Dalam hal ini q(h ; v, f ) adalah sebaran dari mobil di posisi depan yang berjarak h dari mobil dengan kecepatan v dan diasumsikan bahwa kecepatan mobil disebarkan berdasarkan fungsi sebaran f . Selanjutnya w
∫ fα ( x + h, v ) dv +
+
dari
persamaan
sebelumnya
diketahui
bahwa
= ρα ( x + h) , sehingga dengan menyubstitusi persamaan (4.3.5)
0
akan diperoleh w
∫ ρα ( x + h) Fα ( x + h, v
) dv+ = ρα ( x + h)
+
0
w
ρα ( x + h) ∫ Fα ( x + h, v+ ) dv+ = ρα ( x + h) 0
w
∫ Fα ( x + h, v ) dv +
+
=
0
ρα ( x + h) , ρα ( x + h )
w
∫ Fα ( x + h, v
sehingga
+
) dv+ = 1 .
(4.3.7)
0
Selanjutnya dengan menyubstitusi persamaan (4.3.6) pada persamaan (4.3.2) akan diperoleh ww∞
ρα ( x) = ∫ ∫ ∫ Fα+ (v+ ; h, v, x) Qα (h ; v, x) fα ( x, v) dh dv dv+ 0 0 0
w∞
⎛w
⎞
0 0
⎝0
⎠
ρα ( x) = ∫ ∫ Fα+ (v+ ; h, v, x) q(h ; v, fα ( x, .) ⎜⎜ ∫ fα ( x, v) dv ⎟⎟ dh dv+
28
w∞
ρα ( x) = ∫ ∫ Fα+ (v+ ; h, v, x) q (h ; v, fα ( x, .) ρα ( x) dh dv+ 0 0
w∞
ρα ( x) = ρα ( x) ∫ ∫ Fα+ (v+ ; h, v, x) q (h ; v, fα ( x, .) dh dv+ 0 0
⎛w ⎞ ρα ( x ) = ∫ q (h ; v, fα ( x, .)⎜⎜ ∫ Fα+ (v+ ; h, v, x) dv+ ⎟⎟ dh ρα ( x ) 0 ⎝0 ⎠ ∞
⎛w ⎞ ⎜ ∫ Fα ( x + h, v+ ) dv+ ⎟ dh = 1 , q ( h ; v , f ( x , .) α ∫0 ⎜ ⎟ ⎝0 ⎠
∞
sehingga
dengan menyubstitusi hasil yang diperoleh pada persamaan (4.3.7), maka diperoleh hasil berikut ∞
∫ q(h ; v, fα ( x, .)) dh = 1 .
(4.3.8)
0
Lebih lanjut, dengan menyubstitusi persamaan (4.3.6) pada persamaan (4.3.4) akan diperoleh ww∞
∫ ∫ ∫ h Fα (v +
+
; h, v, x) q (h ; v, fα ( x, .)) fα ( x, v) dh dv dv+ = 1
0 0 0
⎛w ⎞ + ⎜ ∫ fα ( x, v) dv ⎟ dh dv+ = 1 h q h v f x F v h v x ( ; , ( ,.)) ( ; , , ) α α + ∫0 ∫0 ⎜ ⎟ ⎝0 ⎠ w∞
w∞
∫ ∫ h q(h ; v, fα ( x,.)) Fα (v ; h, v, x) ρα ( x) dh dv +
+
+
=1
0 0
w∞
ρα ( x) ∫ ∫ h q(h ; v, fα ( x,.)) Fα+ (v+ ; h, v, x) dh dv+ = 1 0 0
w∞
∫ ∫ h q(h ; v, fα ( x,.)) Fα (v ; h, v, x) dh dv +
+
+
=
0 0
w∞
sehingga
∫ ∫ h q(h ; v, fα ( x,.)) Fα ( x + h, v 0 0
+
) dh dv+ =
1 , ρα ( x ) 1 . ρα ( x)
(4.3.9)
Ekspresi eksplisit untuk q(h ; v, f ) harus memenuhi persamaan (4.3.8) dan (4.3.9). Akhirnya hasil tersebut memberikan pendekatan dari fα ( 2 ) melalui fungsi sebaran tunggal, yaitu
29
fα ( 2 ) ( x, v, h, v+ ) ~ q ( h ; v, fα ( x,.)) Fα ( x + h, v+ ) fα ( x, v) ,
(4.3.10)
dengan fungsi korelasi q (h ; v, f ) .
4.3.2 Model Ruang Stokastik Homogen Pada model dasar stokastik, sebaran mobil di posisi depan yaitu q (h ; v, f ) dan peluang perpindahan jalur akan ditentukan untuk digunakan pada model kinetik. Dalam hal ini jalan raya terdiri atas satu jalur yang dilalui banyak mobil. Jarak antarmobil diwakili oleh peubah-peubah peluang Di , i = 1, 2, ... yang diasumsikan saling bebas. Lokasi dari setiap mobil diwakili oleh peubah-peubah peluang X i , i = 1, 2, ... dengan nilai X 1 diketahui dan X n +1 = X n + Dn . Peubahpeubah peluang yang mewakili kecepatan tiap mobil dinotasikan oleh Vi , i = 1,2,... yang disebarkan berdasarkan fungsi sebaran f , dengan w
∫ f dv = ρ . 0
Peubah-peubah peluang Di , i = 1,2,... disebarkan berdasarkan sebaran mobil di posisi depan, yaitu q (h ; Vi , f ) . Dalam hal ini V i bebas terhadap Di . Proses stokastik (V , X ) dapat dilihat sebagai proses pembaruan Markov.
4.3.3 Sebaran Mobil di Posisi Depan Pada subbab ini didefinisikan q(h ; v, f ) yaitu peluang kepadatan pada h bagi mobil dengan kecepatan v yang disebarkan berdasarkan fungsi f dan terdapat mobil di depannya dengan gerakan maju sebesar h . Selanjutnya juga diperkenalkan notasi berikut w
< g > = ∫ g (v) F (v) dv , 0
untuk suatu fungsi g = g (v) . Misalkan F didefinisikan seperti sebelumnya yaitu
f = ρ F . Dari subbab 4.3.1, q harus memenuhi ∞
∫ q(h ; v, f )dh = 1 , 0
30
∞
w ∞ ⎛ ⎞ < ∫ h q (h ; . , f ) dh > = ∫ ⎜ ∫ h q (h ; . , f ) dh ⎟ Fα ( x + h, v+ ) dv+ ⎜ ⎟ 0 0⎝0 ⎠
dan
w∞
= ∫ ∫ h q (h ; . , f ) Fα ( x + h, v+ ) dh dv+ , 0 0
∞
< ∫ h q (h ; . , f ) dh > =
sehingga
0
1
ρ
.
(4.3.11)
Berdasarkan model mikroskopik yang telah dikaji sebelumnya, dapat diketahui bahwa ambang batas pengereman H B (v) adalah jarak minimum antarmobil. Diasumsikan bahwa mobil bergerak secara bebas, yang berarti bahwa mobil di posisi depan menyebar secara eksponensial. Dengan kata lain, kepadatan dari sebaran mobil di posisi depan untuk mobil dengan kecepatan v adalah q (h ; v, f ) = γ e −γ ( h− H B ( v )) χ [ H B ( v ),∞ ) (h) .
Parameter γ
ditentukan oleh besar dari rata-rata ruang yang diperlukan
antarmobil yaitu sebesar
1
ρ
.
Dengan meninjau kembali model mikroskopik, diketahui bahwa hampir seluruh mobil berosilasi antara ambang batas pengereman dan ambang batas akselerasi. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa sejumlah tertentu mobil dengan proporsi ((1 − λ ), λ < 1) menyebar secara eksponensial, dan mobil dengan proporsi (λ ) memiliki ciri bahwa gerakan maju mobil menyebar seragam antara ambang batas pengereman H B dan ambang batas akselerasi H A . Dengan menotasikan fungsi karakteristik sebagai χ , diperoleh ~ q (h ; v, f ) = (1 − λ ) ρ~ e − ρ ( h− H B ( v )) χ[ H B ( v ),∞ ) (h) + λ
1 χ [H B ( v ),H A ( v ) ) (h) , (4.3.12) H A (v ) − H B (v )
dengan ρ~ adalah pengurangan kepadatan. Dengan mengalikan persamaan (4.3.12) dengan h dan hasilnya diintegralkan terhadap h akan diperoleh ∞
∫ h q(h ; v, f ) dh 0
∞
~ = ∫ h(1 − λ ) ρ~ e − ρ ( h− H B ( v )) χ[ H B ( v ),∞ ) ( h) dh 0
∞
+ ∫hλ 0
1 χ [H B ( v ), H A ( v ) ) (h) dh H A (v ) − H B (v )
31
~ = (1 − λ ) ρ~ e ρ H B ( v )
∞
∫ he
H (v)
− ρ~ h
H B (v)
A 1 dh + λ h dh H A (v) − H B (v) H B∫( v )
∞ ⎡− h ~ ∞ ~ ~ ⎤ 1 = (1 − λ ) ρ~ e ρ H B ( v ) ⎢ ~ e − ρ h + ~ ∫ e −ρ h ⎥ HB(v) ρ H B ( v ) ⎥⎦ ⎢⎣ ρ
1 ⎡1 2 h H A (v) − H B (v ) ⎢⎣ 2
+λ
H A (v ) H B (v )
⎤ ⎥⎦
⎡⎛ ⎛ − H B (v) − ρ~ H B ( v ) ⎞ ⎞ 1 − ρ~ h ∞ ⎤ ~ = (1 − λ ) ρ~ e ρ H B ( v ) ⎢⎜⎜ 0 − ⎜⎜ e ⎟⎟ ⎟⎟ − ~ 2 e ⎥ H B (v ) ρ~ ⎢⎣⎝ ⎝ ⎥⎦ ⎠⎠ ρ +λ
(
)
1 ⎡1 (H A (v) )2 − (H B (v) )2 ⎤⎥ ⎢ H A (v ) − H B (v ) ⎣ 2 ⎦
(
)
~ ~ ⎤ ⎡ H (v ) ~ 1 = (1 − λ ) ρ~ e ρ H B ( v ) ⎢ B~ e − ρ H B ( v ) − ~ 2 0 − e − ρ H B ( v ) ⎥ ρ ⎣ ρ ⎦
+
λ (H A (v) + H B (v) )(H A (v) − H B (v) ) 2
( H A ( v ) − H B (v ) )
~ ~ ⎤ ⎡ 1 ~ = (1 − λ ) e ρ H B ( v ) ⎢ H B (v) e − ρ H B ( v ) + ~ e − ρ H B ( v ) ⎥ ρ ⎣ ⎦
+
λ 2
(H A (v ) + H B (v ) )
⎡ 1⎤ λ = (1 − λ ) ⎢ H B (v) + ~ ⎥ + (H A (v) + H B (v) ) . ρ⎦ 2 ⎣
(4.3.13)
Lebih lanjut, dengan menyubstitusi persamaan (4.3.13) pada persamaan (4.3.11) akan diperoleh 1
ρ
∞
= < ∫ h q (h ; . , f ) dh > 0
⎡ 1 = < (1 − λ ) ⎢ H B (v) + ~ ρ ρ ⎣ 1
⎤ λ ⎥ + 2 (H A (v ) + H B (v ) ) > ⎦
w ⎡ ⎤ ⎡ 1 ⎤ λ = ∫ ⎢(1 − λ ) ⎢ H B (v) + ~ ⎥ + (H A (v) + H B (v) )⎥ F (v) dv ρ 0⎣ ρ⎦ 2 ⎣ ⎦ w w w ⎡ ⎤ λ ⎡w ⎤ 1 1 = (1 − λ ) ⎢ ∫ H B (v) F (v) dv + ~ ∫ F (v) dv ⎥ + ⎢ ∫ H A (v) F (v) dv + ∫ H B (v) F (v) dv ⎥ ρ ρ0 0 ⎣0 ⎦ 2 ⎣0 ⎦
1
32
⎡ 1⎤ λ = (1 − λ ) ⎢< H B > + ~ ⎥ + [< H A > + < H B >] ρ ρ⎦ 2 ⎣ 1
1
ρ
− ((1 − λ ) < H B > ) −
λ 2
(< H A > + < H B > ) = (1 −~λ )
1 − ρ ((1 − λ ) < H B > ) − ρ
ρ
ρ
λ 2
(< H A > + < H B > )
⎡ ⎣
ρ~ ⎢1 − ρ ((1 − λ ) < H B > ) − ρ
λ 2
=
(1 − λ ) ρ~
(< H A > + < H B > )⎤⎥ = ρ (1 − λ ), ⎦
sehingga pengurangan kepadatan yaitu ρ~ ditentukan sedemikian sehingga persamaan (4.3.11) dapat memenuhi
ρ~ =
dengan
(1 − λ ) ρ
λ ⎡ ⎤ 1 − ρ ⎢(1 − λ ) < H B > + (< H B > + < H A >)⎥ 2 ⎣ ⎦ λ
(1 − λ ) < H B > + (< H B > + < H A >) 2
,
(4.3.14)
adalah rata-rata ruang yang
diperlukan setiap mobil dengan mobil di posisi depan yang menyebar secara eksponensial, jika mobil di posisi depan dari mobil lainnya diasumsikan menyebar seragam antara H B dan H A . Dari persamaan (4.3.14) dapat dilakukan prosedur penurunan nilai ρ , yaitu sebagai berikut
ρ~ =
(1 − λ ) ρ
λ ⎡ ⎤ 1 − ρ ⎢(1 − λ ) < H B > + (< H B > + < H A >)⎥ 2 ⎣ ⎦
⎧ λ ⎡ ⎤⎫ ρ~ ⎨1 − ρ ⎢(1 − λ ) < H B > + (< H B > + < H A >)⎥ ⎬ = (1 − λ ) ρ ⎣
⎩
2
⎦⎭
λ ⎡ ⎤ ρ~ − ρ~ ρ ⎢(1 − λ ) < H B > + (< H B > + < H A >)⎥ = (1 − λ ) ρ 2 ⎣ ⎦ λ ⎡ ⎤ ρ~ = (1 − λ ) ρ + ρ~ ρ ⎢(1 − λ ) < H B > + (< H B > + < H A >)⎥ 2 ⎣ ⎦ ⎧ λ ⎡ ⎤⎫ ρ~ = ρ ⎨(1 − λ ) + ρ~ ⎢(1 − λ ) < H B > + (< H B > + < H A >)⎥ ⎬ 2 ⎣ ⎦ ⎩
⎭
33
ρ~ ⎧ λ ⎤⎫ ~⎡ ⎨(1 − λ ) + ρ ⎢(1 − λ ) < H B > + (< H B > + < H A >)⎥ ⎬ 2 ⎣ ⎦⎭ ⎩
=ρ.
Lebih lanjut diperoleh
ρ=
ρ~ ⎧ λ ⎤⎫ ~⎡ ⎨(1 − λ ) + ρ ⎢(1 − λ ) < H B > + (< H B > + < H A >)⎥ ⎬ 2 ⎣ ⎦⎭ ⎩
ρ~
=
⎧ (1 − λ ) ⎡ λ ⎤⎫ + ⎢(1 − λ ) < H B > + (< H B > + < H A >)⎥ ⎬ ~ 2 ⎣ ⎦⎭ ⎩ ρ 1 = . λ (1 − λ ) ⎡ ⎤ + ⎢(1 − λ ) < H B > + (< H B > + < H A >)⎥ 2 ρ~ ⎣ ⎦
ρ~ ⎨
Sebagai akibatnya, untuk persamaan (4.3.12) dan (4.3.14) diperlukan
ρ<
(1 − λ ) < H B > +
λ 2
1
.
(< H B > + < H A > )
Kondisi ini diperbolehkan pada model dengan jenis fungsi sebaran f. Untuk perbandingan dari rata-rata sebaran mobil di posisi depan q(h ; . , f ) dan sebaran mobil di posisi depan ditentukan langsung dari model mikroskopik multijalur lalu lintas yang telah dikaji sebelumnya.
4.3.4 Peluang Perpindahan Jalur
Berdasarkan sebaran mobil di posisi depan yaitu q, yang memberikan sebaran dari jarak D i , akan ditentukan peluang perpindahan jalur dengan menentukan peluang terjadinya gap antara mobil-mobil yang berada di lokasi X i . Hal ini sulit untuk situasi umum yang dipertimbangkan di atas. Sebagai gantinya, dapat dipertimbangkan situasi homogen yang tidak bergantung pada titik awal khusus X 1 . Oleh karena itu, ditentukan sebaran asimtotik pada ketakhinggaan dari proses tersebut, atau secara ekuivalen disebut sebagai proses pembaruan stasioner.
34
Nilai harapan dari D i diberikan oleh E ( Di ) = μ =
1
ρ
yang sesuai dengan
persamaan (4.3.11). Secara umum E ( Di ) bebas terhadap i . Dengan melihat titik tetap spasial x , akan ditentukan sebaran dari jarak Bx yang merupakan jarak antara titik x dengan mobil di belakang x , dan jarak Fx yang merupakan jarak antara titik x dengan mobil di depan x , yaitu Bx = x − X N x Fx = X N x +1 − x , jika
X N x ≤ x < X N x +1 . P ( Fx ≥ h1 , Bx ≥ h2 )
memberikan peluang untuk gap
sepanjang h1 di depan x dan sepanjang h2 di belakang x . Nilai asimtotik dari peluang ini untuk x menuju ke takhingga dapat diperoleh dengan menggunakan teorema pembaruan. Didefinisikan P ( Fx ≥ h1 , Bx ≥ h2 ) =
∞
1
μ h +∫h
[1− < Q(h ; . , f ) >] dh ,
1
2
dengan fungsi sebaran Q didefinisikan sebagai h
Q (h ; v, f ) = ∫ q( h′ ; v, f ) dh′ . 0
Persamaan di atas menghasilkan P ( Fx ≥ h1 , Bx ≥ h2 )
=
∞
1
μ h +∫h 1
2
h
[1− < ∫ q (h′ ; v, f ) dh′ >] dh 0
w h ⎡w ⎤ ⎛ ⎞ ⎜ ∫ q (h′ ; v, f ) dh′ ⎟ F (v) dv ⎥ dh F ( v ) dv − ⎢∫ ∫ ∫ ⎜ ⎟ ⎥⎦ h1 + h2 ⎢ 0⎝0 ⎠ ⎣0 ∞ ⎡w ⎤ ⎛h ⎞ = ρ ∫ ⎢ ∫ F (v) − ⎜⎜ ∫ q (h′ ; v, f ) dh′ ⎟⎟ F (v) dv ⎥ dh ⎢0 h1 + h2 ⎣ ⎝0 ⎠ ⎦⎥
=ρ
=ρ
∞
⎡w ⎛ h ⎤ ⎞ ⎢ ∫ ⎜⎜1 − ∫ q(h′ ; v, f ) dh′ ⎟⎟ F (v) dv ⎥ dh ∫ ⎢0 ⎝ 0 h1 + h2 ⎣ ⎠ ⎦⎥ ∞
⎡w ⎛ ∞ ⎤ ⎞ = ρ ∫ ⎢ ∫ ⎜⎜ ∫ q (h′ ; v, f ) dh′ ⎟⎟ F (v) dv ⎥ dh ⎥⎦ h1 + h2 ⎢ ⎠ ⎣0 ⎝ h ∞
(4.3.15)
35
w⎡ ∞ ⎞ ⎤ ⎛∞ = ρ ∫ ⎢ ∫ ⎜⎜ ∫ q (h′ ; v, f ) dh′ ⎟⎟ dh ⎥ F (v) dv 0 ⎢ ⎠ ⎥⎦ ⎣ h1 + h2 ⎝ h
⎡ ∞ ∞ ⎤ = ∫ ⎢ ρ ∫ ∫ q (h′ ; v, f ) dh′ dh⎥ F (v) dv ⎢ h1 +h2 h 0 ⎣ ⎦⎥ w
∞
=< ρ
∞
∫ ∫ q(h′, . , f ) dh′ dh >.
(4.3.16)
h1 + h2 h
Pada bagian berikut akan ditentukan peluang untuk melakukan perpindahan ke jalur kanan dan perpindahan ke jalur kiri. Peluang tersebut dapat ditentukan melalui model stokastik. Diasumsikan bahwa kecepatan mobil pada jalur yang baru menyebar berdasarkan fungsi sebaran f. Dengan mempertimbangkan mobil dengan kecepatan v dan menentukan peluang PY (v, f ), Y = R, L di mana perpindahan jalur ke kanan atau ke kiri dapat dilakukan jika ambang batas masing-masing dilalui, artinya akan ditentukan peluang dari ketersediaan ruang yang cukup di jalur lainnya. Setelah perpindahan jalur, jarak antara mobil yang berpindah posisi pada kecepatan v dengan mobil di depannya pada jalur yang baru sekurang-kurangnya adalah H YS (v), Y = R, L , hal ini sesuai dengan model mikroskopik. Lebih lanjut, jarak antara mobil yang berpindah jalur dengan mobil yang berada di posisi belakang pada jalur baru dengan kecepatan v′ sekurang-kurangnya adalah H YS (v′), Y = R, L . Peluang pY (v, v′, f ), Y = R, L yaitu peluang perpindahan jalur dari mobil dengan kecepatan v dan terdapat mobil di posisi belakangnya pada jalur baru dengan kecepatan v′ , akan diperoleh dengan mengatur nilai h1 = H YS (v ) dan h2 = H YS (v′) pada persamaan (4.3.16), sehingga diperoleh persamaan peluang perpindahan jalur sebagai berikut pY (v, v′, f ) = < ρ
∞
∫
∞
∫ q(h′, . , f ) dh′ dh > .
(4.3.17)
HYS ( v ) + H YS ( v′ ) h
Rata-rata dari persamaan ini untuk semua v′ menghasilkan peluang yang diinginkan, yaitu PY (v, f ) untuk perpindahan jalur kendaraan dengan kecepatan v yang didefinisikan sebagai
36
PY (v, f ) = < pY (v, . , f ) > .
(4.3.18)
Persamaan eksplisit dari pY (v, v′, f ) menggunakan persamaan (4.3.12) untuk q pY (v, v′, v~, f ) yaitu yang diperoleh dari rata-rata fungsi ~ pY (v, v' , f ) = < ~ pY (v, v′, . , f ) > .
Sedangkan persamaan ~ pY (v, v′, v~, f ) adalah sebagai berikut ~ pY (v, v′, v~, f ) = ρ R( H YS (v) + H YS (v′), v~, f ) , dengan R( h, v, f ) = (1 − λ ) R0 (h, v, f ) + λ R1 (h, v, f ) . Selanjutnya didefinisikan ⎧1 ⎪ ρ~ + H B (v) − h , jika h < H B (v) ⎪ ⎪1 ~ R0 (h, v, f ) = ⎨ ~ e − ρ ( h− H B ( v )) , jika H B (v) < h < H A (v) ⎪ρ ⎪ 1 − ρ~ ( h− H B ( v )) , jika h > H A (v) ⎪~e ⎩ρ dan H A (v ) − H B ( v ) ⎧ , jika h < H B (v) ⎪ H B (v ) − h + 2 ⎪ ⎪ ( H A (v ) − h) 2 , jika H B (v) < h < H A (v) R1 (h, v, f ) = ⎨ ⎪ 2( H A (v) − H B (v)) ⎪0 , jika h > H A (v) ⎪ ⎩ sehingga diperoleh persamaan untuk R (h, v, f ) yaitu ⎧ 1 ⎛ H A (v ) − H B (v ) ⎞ ⎟ , jika h < H B (v) ⎪(1 − λ ) ρ~ + H B (v) − h + λ ⎜ 2 ⎝ ⎠ ⎪ 2 ⎪⎪ ⎛ ( H A (v ) − h ) ⎞ 1 ~ ⎟⎟ , jika H B (v) < h < H A (v) R(h, v, f ) = ⎨(1 − λ ) ~ e − ρ ( h− H B ( v )) + λ ⎜⎜ ρ ⎝ 2( H A (v) − H B (v)) ⎠ ⎪ ⎪ 1 − ρ~ ( h− H B ( v )) , jika h > H A (v). ⎪(1 - λ ) ~ e ⎪⎩ ρ
4.3.5 Persamaan Model Kinetik Multijalur Persamaan kinetik untuk fungsi sebaran ( f1 ,..., f N ) pada N jalur diperoleh dari pertimbangan yang sama seperti pada teori kinetik gas, yaitu dengan
37
menentukan operator perolehan (G) dan operator kehilangan (L) yang merupakan operator dari interaksi kinetik. Hal ini dilakukan dengan menggunakan interaksi mikroskopik seperti kombinasi dari langkah dasar dengan prosedur standar untuk memperoleh persamaan kinetik. Dari subbab 2.5 didefinisikan ~ ∂ t fα + v ∂ x fα = Cα+ ( f1( 2 ) ,..., f N ( 2) , f1 ,..., f N ) . ~ Cα+ merupakan suatu besaran yang menggambarkan resultan dari interaksi antarobjek yang dinyatakan oleh Klar & Wegener (1998) sebagai ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ Cα+ ( f1( 2 ) ,..., f N ( 2) , f1 ,..., f N ) = (GB+ − LB+ )( fα −1 , fα ( 2 ) , fα +1 ) + (G A+ − L+A + GF+ − LF+ )( fα ( 2) ) ~ ~ + GR+ ( fα −1( 2) , fα ) − LL+ ( fα −1 , fα ( 2) , fα +1 ) (1 − δ α ,1 ) ~ ~ + GL+ ( fα , fα +1( 2) , fα +2 ) − LR+ ( fα ( 2) , fα +1 ) (1 − δ α , N ),
[ [
] ]
sehingga ∂ t f α + v ∂ x fα
~ ~ ~ ~ ~ ~ = (GB+ − LB+ )( fα −1 , fα ( 2 ) , fα +1 ) + (G A+ − L+A + GF+ − LF+ )( fα ( 2) ) ~ ~ + GR+ ( fα −1( 2) , fα ) − LL+ ( fα −1 , fα ( 2) , fα +1 ) (1 − δ α ,1 ) ~ ~ + GL+ ( fα , fα +1( 2) , fα +2 ) − LR+ ( fα ( 2) , fα +1 ) (1 − δ α , N ),
[ [
] ]
(4.3.19)
dengan δ i, j menotasikan simbol Kronecker dan fα ( 2 ) ( x, v, h, v+ ) merupakan pendekatan yang diperoleh dari persamaan (4.3.10). Berikut digunakan untuk
X = B, A, F notasi berikut q X (v, f ) = q ( H X (v), v, f ) ,
dengan
q ( h ; v, f )
telah didefinisikan pada persamaan (4.3.12). Peluang
PY (v, f ), Y = R, L untuk perpindahan ke jalur kanan atau ke kiri juga telah
didefinisikan pada persamaan (4.3.18). Peluang tersebut akan digunakan untuk f = fα ,α = 1, ..., N . Sebagai tambahan juga digunakan PR (v, f N +1 ) = 0 = PL (v, f 0 ) .
Interaksi yang dapat terjadi pada persamaan (4.3.19) dapat dinyatakan dan diperoleh pendekatannya dengan menggunakan persamaan (4.3.10), yaitu sebagai berikut: Interaksi 1: Perpindahan ke jalur kanan
Mobil berpindah ke jalur kanan, jika ambang batas pengereman dapat dicapai dan perpindahan jalur masih memungkinkan untuk terjadi peluang PR .
38
Operator perolehan (G): ~ GR+ ( fα −1( 2 ) , fα ) = ∫ PR (v, fα ( x)) v − vˆ+ fα −1( 2 ) ( x, v, H B (v), vˆ+ ) dvˆ+ , vˆ+ < v
fα (x) sebagai ganti dari fα (x,.) dan pendekatannya adalah GR+ ( fα −1 , fα ) =
∫ P (v, fα ( x)) v − vˆ
+
R
qB (v, fα −1 ( x)) fα −1 ( x, v) Fα −1 ( x + H B (v), vˆ+ ) dvˆ+ .
vˆ+ < v
Operator kehilangan (L): ~ Dengan argumen yang sama diperoleh pendekatan dari LR+ yaitu ~ ~ LR+ ( fα ( 2 ) , fα +1 ) = GR+ ( fα ( 2 ) , fα +1 ) ~ GR+ ( fα , fα +1 ) = L+R ( fα , fα +1 ) . Lebih lanjut diperoleh ~ ~ LR+ ( fα ( 2 ) , fα +1 ) = GR+ ( fα ( 2 ) , fα +1 ) =
∫ P (v , f α R
+1
( x)) v − vˆ+ fα ( 2 ) ( x, v, H B (v), vˆ+ ) dv+
vˆ+ < v
yang diaproksimasi oleh L+R ( fα , fα +1 ) =
∫ P (v, f α R
+1
( x)) v − vˆ+ q B (v, fα ( x)) fα ( x, v) Fα ( x + H B (v), vˆ+ ) dvˆ+ .
vˆ+ < v
Interaksi 2: Perpindahan ke jalur kiri
Mobil berpindah ke jalur kiri, jika mobil di posisi belakang mencapai ambang batas pengereman dan tidak dapat berpindah ke kanan. Lebih lanjut, perpindahan ke jalur kiri harus memungkinkan untuk terjadi peluang PL . Operator perolehan (G): ~ GL+ ( fα , fα +1( 2 ) , fα + 2 ) = ∫ PL (v, fα ( x)) [1 − PR (vˆ− , fα +2 ( x − H B (vˆ− )))] v − vˆ− vˆ− > v
fα +1( 2 ) ( x − H B (vˆ− ), vˆ− , x, v) dvˆ− , yang diaproksimasi oleh GL+ ( fα , fα +1 , fα + 2 ) =
∫ P (v, fα ( x)) [1 − P (vˆ , fα L
R
−
+2
( x − H B (vˆ− )))] v − vˆ−
vˆ− > v
qB (vˆ− , fα +1 ( x − H B (vˆ− ))) fα +1 ( x − H B (vˆ− ), vˆ− ) Fα +1 ( x, v) dvˆ− . Operator kehilangan (L): ~ Dengan argumen yang sama diperoleh pendekatan dari LL+ , yaitu ~ ~ LL+ ( fα −1 , fα ( 2 ) , fα +1 ) = GL+ ( fα −1 , fα ( 2) , fα +1 ) ~ GL+ ( fα −1 , fα , fα +1 ) = L+L ( fα −1 , fα , fα +1 ) .
39
Selanjutnya diperoleh ~ ~ LL+ ( fα −1 , fα ( 2 ) , fα +1 ) = GL+ ( fα −1 , fα ( 2 ) , fα +1 )
∫ P ( v, f α
=
L
−1
( x)) [1 − PR (vˆ− , fα +1 ( x − H B (vˆ− )))] v − vˆ−
vˆ− > v
fα( 2 ) ( x − H B (vˆ− ), vˆ− , x, v) dvˆ− , yang diaproksimasi oleh L+L ( fα −1 , fα , fα +1 ) =
∫ P ( v, f α L
−1
( x)) [1 − PR (vˆ− , fα +1 ( x − H B (vˆ− )))] v − vˆ−
vˆ− > v
qB (vˆ− , fα ( x − H B (vˆ− ))) fα ( x − H B (vˆ− ), vˆ− ) Fα ( x, v) dvˆ− . Interaksi 3: Pengereman
Mobil akan mengerem jika mencapai ambang batas pengereman dan pengemudi tidak dapat berpindah ke jalur kanan, dan jika mobil yang berada di posisi depan juga tidak bisa berpindah ke jalur kiri. Operator perolehan (G): Didefinisikan PB sebagai peluang pengereman yaitu PB (v, v+ , fα −1 ( x + H B (v)), fα +1 ( x)) = [1 − PR (v, fα +1 ( x))][1 − PL (v+ , fα −1 ( x + H B (v)))] . (4.3.21) Selanjutnya diperoleh ~ GB+ ( fα −1 , fα ( 2 ) , fα +1 ) = ∫
∫ P (vˆ, vˆ , fα +
B
−1
( x + H B (v)), fα +1 ( x)) vˆ − vˆ+ σ B (v, vˆ)
vˆ > vˆ+
fα ( 2 ) ( x, vˆ, H B (vˆ), vˆ+ ) dvˆ dvˆ+ ,
dengan aproksimasi GB+ ( fα −1 , fα , fα +1 ) = ∫
∫ P (vˆ, vˆ , fα B
+
−1
( x + H B (v)), fα +1 ( x)) vˆ − vˆ+ σ B (v, vˆ)
vˆ > vˆ+
qB (vˆ, fα ( x)) fα ( x, vˆ) Fα ( x + H B (vˆ), vˆ+ ) dvˆ dvˆ+ , dan
σ B (v, vˆ) =
1 χ ˆ ˆ (v ) . ˆv (1 − β ) [β v , v ]
Operator kehilangan (L): ~ LB+ ( fα −1 , fα ( 2 ) , fα +1 ) = ∫ PB (v, vˆ+ , fα −1 ( x + H B (v)), fα +1 ( x)) v − vˆ+ vˆ+
40
fα ( 2 ) ( x, v, H B (v), vˆ+ ) dvˆ+ ,
yang diaproksimasi oleh L +B ( f α − 1 , f α , f α + 1 ) =
∫P
B
(v, vˆ + , f α − 1 ( x + H B (v)), f α + 1 ( x)) v − vˆ +
vˆ + < v
q B (v, fα ( x)) fα ( x, v) Fα ( x + H B (v), vˆ+ ) dvˆ+ . Interaksi 4: Akselerasi
Mobil akan berakselerasi jika ambang batas akselerasi dapat dicapai. Operator perolehan (G): ~ G A+ ( fα ( 2 ) ) = ∫ ∫ vˆ − vˆ+ σ A (v, vˆ) fα ( 2) ( x, vˆ, H A (vˆ), vˆ+ ) dvˆ dvˆ+ , vˆ < vˆ+
yang diaproksimasi oleh G A+ ( fα ) = ∫
∫
vˆ − vˆ+ σ A (v, vˆ) q A (vˆ, fα ( x)) fα ( x, vˆ) Fα ( x + H A (vˆ), vˆ+ ) dvˆ dvˆ+ ,
vˆ < vˆ+
dengan
σ A (v, vˆ) =
1 χ[vˆ , min( w,α vˆ ) ] (v) . min(w,α vˆ) − vˆ
Operator kehilangan (L): ~ L+A ( fα ( 2 ) ) = ∫ v − vˆ+ fα ( 2 ) ( x, v, H A (v), vˆ+ ) dvˆ+ , vˆ+ > v
yang diaproksimasi oleh L+A ( fα ) =
∫
v − vˆ+ q A (v, fα ( x)) fα ( x, v) Fα ( x + H A (v), vˆ+ ) dvˆ+ .
vˆ + > v
Interaksi 5: Akselerasi bebas
Dengan menggunakan qF , H F , dan σ F (v, vˆ) = f D (v) sebagai pengganti dari q A , H A , dan σ A yang mendefinisikan GF+ dan L+F dengan cara yang sama untuk
mendefinisikan GA+ dan L+A . Operator perolehan (G): ~ GF+ ( fα ( 2) ) = ∫ ∫ vˆ − vˆ+ σ F (v, vˆ) fα ( 2 ) ( x, vˆ, H F (vˆ), vˆ+ ) dvˆ dvˆ+ , vˆ < vˆ+
yang diaproksimasi oleh GF+ ( fα ) = ∫
∫
vˆ < vˆ +
vˆ − vˆ+ σ F (v, vˆ) qF (vˆ, fα ( x)) fα ( x, vˆ) Fα ( x + H F (vˆ), vˆ+ ) dvˆ dvˆ+ ,
41
dengan σ F (v, vˆ) = f D (v) . Operator kehilangan (L): ~ LF+ ( fα ( 2 ) ) = ∫ v − vˆ+ fα ( 2 ) ( x, v, H F (v), vˆ+ ) dvˆ+ , vˆ+ > v
yang diaproksimasi oleh L+F ( fα ) =
∫
v − vˆ+ qF (v, fα ( x)) fα ( x, v) Fα ( x + H F (v), vˆ+ ) dvˆ+ .
vˆ+ > v
Dengan menggunakan aproksimasi di atas, persamaan kinetik untuk jalur
α = 1, ..., N dapat dinyatakan sebagai berikut: ∂ t fα + v∂ x fα
= Cα+ ( f1 ,..., f N ) = (GB+ − L+B )( fα −1 , fα , fα +1 ) + (G A+ − L+A + GF+ − L+F )( fα )
[ + [G
] )] (1 − δ
+ GR+ ( fα −1 , fα ) − L+L ( fα −1 , fα , fα +1 ) (1 − δ α ,1 ) + L
+ R
( fα , fα +1 , fα + 2 ) − L ( fα , fα +1
α ,N
)
(4.3.22)
4.3.6 Persamaan Model Kinetik Kumulatif
Asumsi dasar dari penurunan persamaan model kinetik kumulatif adalah bahwa lalu lintas bersifat homogen di seluruh jalur. Dinamika pada model kinetik kumulatif diturunkan dari model kinetik multijalur. Hal ini terjadi oleh adanya peluang untuk pengereman pada persamaan yang sesuai dengan aturan dari perpindahan jalur yang telah diturunkan sebelumnya. Model kinetik kumulatif diperoleh dari suatu model kinetik multijalur yang menggunakan asumsi bahwa fungsi sebaran fα sama untuk seluruh jalur dan dengan menjumlahkan persamaan pada seluruh jalur yaitu dari 1, ..., N . Fungsi sebaran kumulatif yang digunakan adalah f = f1 = ... = f N =
1 N ∑ fα , N α =1
F = F1 = ... = FN =
1 N ∑ Fα . N α =1
Nf ( x, v) adalah total fungsi sebaran pada jalan raya, f = ρ F dan ρ adalah ratarata kepadatan per jalur. Dengan mempertimbangkan peluang PB untuk melakukan pengereman pada jalur α yang didefinisikan pada persamaan (4.3.21) dan rata-rata peluang
42
tersebut untuk seluruh jalur memberikan peluang pengereman kumulatif yang dinotasikan PBC , yaitu PBC (v, v+ , f ( x + H B (v)), f ( x)) =
1 1 (1 − PR (v, f ( x)) + [1 − PL (v+ , f ( x + H B (v)))] N N N −2 [1 − PR (v, f ( x))][1 − PL (v+ , f ( x + H B (v)))]. + N
Dari persamaan tersebut diperoleh persamaan untuk model kumulatif yaitu sebagai berikut ∂ t f + v ∂ x f = CC+ ( f ) ,
(4.3.23)
dengan CC+ ( f ) = GB+ ( f ) − L+B ( f ) + G A+ ( f ) − L+A ( f ) + GF+ ( f ) − L+F ( f ) . Dengan tidak mempertimbangkan penyalahgunaan notasi, didefinisikan GB+ ( f ) =
∫∫ P
C B
(vˆ, vˆ+ , f ( x + H B (vˆ)), f ( x)) vˆ − vˆ+ σ B (v, vˆ) q B (vˆ, f ( x)) f ( x, vˆ)
vˆ >vˆ+
F ( x + H B (vˆ), vˆ+ ) dvˆ dvˆ+ , dan L+B ( f ) =
∫P
C B
(v, vˆ+ , f ( x + H B (v)), f ( x)) v − vˆ+ q B (v, f ( x)) f ( x, v)
v > vˆ+
F ( x + H B (v), vˆ+ ) dvˆ+ .
GA+ , L+A , GF+ , L+F didefinisikan sama seperti sebelumnya, yaitu G A+ ( f ) = ∫ L+A ( f ) =
∫
vˆ − vˆ+ σ A (v, vˆ) q A (vˆ, f ( x)) f ( x, vˆ) F ( x + H A (vˆ), vˆ+ ) dvˆ dvˆ+
vˆ < vˆ+
∫
v − vˆ+ q A (v, f ( x)) f ( x, v) F ( x + H A (v), vˆ+ ) dvˆ+
vˆ+ > v
GF+ ( f ) = ∫ L+F ( f ) =
∫
vˆ − vˆ+ σ F (v, vˆ) qF (vˆ, f ( x)) f ( x, vˆ) F ( x + H F (vˆ), vˆ+ ) dvˆ dvˆ+
vˆ < vˆ+
∫
v − vˆ+ qF (v, f ( x)) f ( x, v) F ( x + H F (v), vˆ+ ) dvˆ+
vˆ+ > v
Pada model kinetik kumulatif σ A ,σ B hanya didefinisikan oleh aturan interaksi mikroskopik dengan mempertimbangkan mobil lain di sekitar mobil yang diamati dan tidak bergantung pada kepadatan lokal yaitu ρ . Hal ini berarti tidak ada efek makroskopik yang masuk ke dalam terminologi ini.