Bab IV
Hasil Dan Pembahasan
Penelitian terhadap enzim dan protein termostabil telah membuka wawasan baru terhadap pengembangan ilmu dasar, seperti adanya faktor-faktor yang menentukan stabilitas termal enzim, maupun aplikasi praktis khususnya di industri. Pengetahuan tentang faktor penentu stabilitas termal dapat dijadikan sebagai acuan untuk merekayasa protein serta menghindari kesalahan target mutasi yang dapat berakibat fatal terhadap kestabilan maupun aktivitas enzim. Salah satu enzim termostabil yang saat ini banyak digunakan dalam riset bioteknologi, di antaranya untuk proses PCR dan sekuensing DNA, adalah enzim DNA Pol I yang berasal dari mikroorganisme termofil, misalnya T.aquaticus (Taq Polimerase), P.furiosus (Pfu Pol, Cline dkk., 1996) dan Thermococcus litoralis (Vent Pol, Cariello dkk., 1991). Walaupun demikian, enzim-enzim DNA Pol termostabil komersial yang ada saat ini mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing sesuai dengan penggunaan DNA Pol yang sangat beragam. Untuk itu, usaha-usaha untuk mengeksplorasi DNA Pol alternatif yang memiliki sifatsifat yang khas masih terus dikembangkan.
Gen DNA pol I dari bakteri termofilik G.thermoleovorans isolat lokal telah di klon, ditentukan urutan nukleotidanya serta diekspresi tinggi dalam E.coli. Enzim ini dinamakan DNA Pol I ITB-1. Hasil studi homologi asam amino yang telah dilakukan menunjukkan bahwa enzim ini terkarakterisasi atas 3 domain yaitu eksonuklease 5’3’, eksonuklease 3’5’ dan polimerase 5’3’ (Pramono, 2004). Sedangkan karakterisasi biokimia, di antaranya temperatur dan pH optimum serta parameter kinetika enzim telah diketahui (Ambarsari dkk., 2006). Namun, pemahaman mengenai sifat stabilitas termal enzim ini belum dieksplorasi. Pengetahuan tentang faktor penentu stabilitas termal dari DNA Pol I ITB-1 dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Di antaranya, sebagai acuan untuk melakukan rekayasa protein sehingga kesalahan target mutasi dapat dihindari. Selain itu, informasi yang diperoleh diharapkan dapat membuka dan menambah pemahaman tentang mengapa suatu protein dapat bersifat termostabil. Untuk kajian tersebut telah dilakukan pendekatan SDM terhadap model enzim Klenow-
68
like DNA Pol I ITB-1 sehingga didapatkan informasi residu-residu yang bertanggung jawab terhadap sifat stabilitas termal enzim ini. Karena informasi mengenai stabilitas termal dari kelompok enzim DNA Pol I ini masih sangat terbatas, maka sebagai komparasi telah dilakukan pula SDM terhadap padanan enzim ini yaitu KF dan Klentaq. Selain itu, telah dipelajari pergerakan dinamis Klenow-like DNA Pol I ITB-1 selama proses simulasi pada suatu temperatur tertentu.
Penelitian yang telah dilakukan terbagi ke dalam empat kelompok, meliputi konstruksi model enzim Klenow-like DNA Pol I ITB-1, evaluasi terhadap ketiga enzim model dan parameter simulasi yang digunakan, stabilitas termal dan proses unfolding ketiga enzim model serta pergerakan dinamis dari Klenow-like DNA Pol I ITB-1.
IV.1 Model Enzim Klenow-like DNA Pol I ITB-1
Struktur 3D Klenow-like DNA Pol I ITB-1 diperoleh melalui pemodelan menggunakan program Predict Protein dan SWISS MODEL. Struktur kristal Fragmen Bacillus (BF) (Kode PDB 1XWL) dari B.stearothermophilus (Kiefer dkk., 1997) digunakan sebagai cetakan untuk melakukan pemodelan karena tingginya tingkat kesamaan asam amino (98.98%) dari residu 297 hingga 876 (Gambar IV.1). Struktur 3D yang dihasilkan melalui proses pemodelan (Tabel IV.1) ini kemudian dibandingkan terhadap cetakannya dan menunjukkan adanya kesamaan struktur dengan nilai RMSD 1.46 Å (Gambar IV.2a). Nilai RMSD antara cetakan dan model masih di bawah nilai maksimum 1.7 Å, mengindikasikan bahwa keduanya tidak memiliki perbedaan yang signifikan (Wood dan Pearson, 1999). Evaluasi terhadap model yang dihasilkan menunjukkan bahwa model memiliki nilai energi total sebesar -36212.566 kJ/mol. Ini menyarankan bahwa konformasi struktur model enzim yang diperoleh relatif stabil karena konformasi struktur 3D hasil pemodelan dianggap baik bila energi total di bawah nol (Schwede dkk., 2003).
69
Berdasarkan penjajaran struktur diyakinkan bahwa model Klenow-like DNA Pol I ITB-1 terdiri atas 2 domain yaitu eksonuklease 3’5’ dan polimerase 5’3’. Keseluruhan substruktur yang terdapat pada domain polimerase dari keluarga DNA Pol I juga dimiliki oleh Klenow-like DNA Pol I ITB-1, yaitu adanya subdomain ibu jari, jemari dan telapak. Selain itu, keduanya juga menunjukkan kesamaan residu dan orientasi sisi aktif yang terdapat pada subdomain telapak (Gambar IV.2b), diwakili oleh residu Asp653, Asp830 dan Glu831 (Polesky dkk., 1990). Perbedaan terbesar antara hasil pemodelan dengan cetakannya teramati pada ujung (tip) subdomain ibu jari, BF memperlihatkan struktur koil pada daerah ini karena residu 548-553 tidak terpetakan dengan baik (Kiefer dkk., 1997) sedangkan Klenow-like DNA Pol I ITB-1 menunjukkan struktur β-sheet antiparalel.
Domain eksonuklease 3’5’ model enzim juga menunjukkan kesamaan struktur terhadap enzim cetakan dengan urutan asam amino pada sisi katalitiknya Val319, Glu321, Ala376 dan Lys450. Komparasi asam amino pada sisi aktif eksonuklease 3’5’ terhadap DNA Pol I E.coli (Asp355, Glu357, Asp424 dan Asp501) mengindikasikan terjadinya subtitusi asam amino pada BF dan juga Klenow-like DNA Pol I ITB-1 mengakibatkan enzim tidak memiliki aktifitas eksonuklease 3’5’ (Kiefer dkk., 1997). Keseluruhan deskripsi struktur Klenow-like DNA Pol I ITB-1 telah berhasil dilakukan melalui pemodelan karenanya dapat digunakan lebih lanjut untuk proses komputasi berikutnya.
70
Tabel IV.1.
Karakteristik data struktur 3D Klenow-like DNA Pol I ITB-1 hasil permodelan
Kriteria Radius gyration (Rg)
Nilai 26.90 Å
SASA total
29103.77 Å
SASA nonpolar
6568.70 Å
SASA polar
22535.11 Å
SASA polar bermuatan positif
8339.34 Å
SASA polar bermuatan negatif
6526.80 Å
SASA tulang punggung
2716.88 Å
Komposisi α-helix
52.24 %
Komposisi π-helix
0%
Komposisi 3-10 helix
4.48%
Komposisi β -sheet
13.62%
Komposisi turn
12.76%
Komposisi coil
16.90%
Komposisi asam amino bermuatan negatif
15.17%
Komposisi asam amino bermuatan positif
13.26%
Komposisi asam amino netral
23.26%
Komposisi asam amino aromatik
7.76%
Komposisi asam amino hidrofobik
45.86%
71
Gambar IV.1
Hasil penjajaran urutan asam amino antara BF (Kode PDB 1XWL) dengan Klenow-like DNA Pol I ITB-1. Penjajaran dilakukan dari residu asam amino 297 (residu 1 pada gambar di atas) hingga residu 876 (residu 580 pada gambar di atas). Asam amino yang berbeda ditandai dengan kotak abu-abu. Proses penjajaran dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ClustalX (Thompson dkk., 1997).
72
Gambar IV.2 Komparasi antara cetakan protein yaitu BF (biru) dengan model Klenow-like DNA Pol I ITB-1 (merah). (a) Penjajaran tulang punggung (backbone) keseluruhan protein dari residu 297 hingga residu 876. Protein digambarkan dalam bentuk kartun (cartoon). (b) Penjajaran pada sisi katalitik enzim yang mengandung residu karboksilat lestari (triad carboxylate) pada BF (hijau) dengan Klenow-like DNA Pol I ITB-1 (kuning). Residu sisi aktif digambarkan dalam bentuk licorice.
IV.2 Stabilitas Enzim Pada Temperatur 300 K Simulasi pada temperatur 300 K dengan sistem solvasi implisit dilakukan untuk melihat kestabilan model enzim yang digunakan, baik untuk Klenow-like DNA Pol I ITB-1 maupun terhadap KF dan Klentaq hasil kristalografi sinar-X. Untuk melihat profil kestabilan sistem dilakukan perhitungan nilai RMSD sebagai fungsi dari waktu simulasi. Perubahan struktur juga diamati dengan membuat snapshot pergerakan dinamis sistem pada berbagai tahapan waktu. Analisis struktur tersier diwakili dengan analisis nilai SASA. Sedangkan analisis struktur sekunder dilakukan dengan menghitung perubahan komposisi struktur sekunder.
73
IV.2.1 Klenow-like DNA Pol I ITB-1 RMSD merupakan suatu nilai yang merepresentasikan deviasi struktur yang terjadi selama proses simulasi (Becker dkk., 2001; Haider dkk., 2008). Hasil perhitungan RMSD terhadap waktu simulasi ditampilkan pada Gambar IV.3a, dengan nilai berfluktuasi pada kisaran 4-6 Å terhadap keadaan awalnya. Adanya suatu lompatan (jump) pada nilai awal RMSD merupakan suatu hal yang umum dijumpai sebagai konsekuensi dari proses relaksasi sebelum dilakukannya SDM. Visualisasi fluktuasi nilai RMSD terhadap struktur enzim dilakukan dengan menampilkan snapshot selama proses simulasi berlangsung (Gambar IV.3b). Hasilnya mengindikasikan bahwa model enzim Klenow-like DNA Pol I ITB-1 stabil pada temperatur 300 K.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih kuantitatif telah dilakukan analisis struktur tersier dan struktur sekunder dari Klenow-like DNA Pol I ITB-1. Evaluasi terhadap struktur tersier dilakukan dengan menghitung nilai luas permukaan protein yang terakses oleh pelarut (SASA) meliputi luas pemukaan keseluruhan protein, luas permukaan polar, luas permukaan non-polar serta luas permukaan tulang punggung protein. Sedangkan evaluasi struktur sekunder dilakukan dengan menghitung komposisi struktur sekunder meliputi α-helix, β-sheet, turn dan coil. Hasilnya menunjukkan bahwa keseluruhan nilai SASA serta nilai komposisi struktur sekunder terutama α-helix maupun β-sheet pada akhir simulasi tidak mengalami perubahan dibandingkan keadaan awalnya (Gambar IV.4a dan 4b). Hal ini menyarankan bahwa struktur model enzim stabil selama proses simulasi, baik dalam tingkat struktur tersier maupun sekunder. Di samping itu parameter simulasi yang dipilih dapat digunakan untuk proses simulasi berikutnya.
74
(a)
(b) Gambar IV.3 Evaluasi stabilitas model enzim Klenow-like DNA Pol I ITB-1 pada temperatur simulasi 300 K. (a) Kurva RMSD terhadap waktu simulasi; (b) Snapshot pergerakan dinamis enzim pada 300 K.
75
(a)
Gambar IV.4
(b) (a) Profil perubahan perubahan struktur tersier dan (b) perubahan komposisi struktur sekunder protein selama proses simulasi. Nilai SASA total (hitam), SASA polar (merah), SASA non-polar (hijau) dan SASA tulang punggung protein (kuning). Komponen struktur sekunder dalam gambar di atas ditandai sebagai berikut : α-helix (hitam), β-sheet (merah), turn (hijau) dan coil (kuning).
76
Setelah sistem (model enzim maupun parameter yang dipilih) untuk proses simulasi diuji kestabilannya, dilakukan analisis terhadap gerak dinamis enzim DNA Pol I ITB-1 pada temperatur ini. Hasil simulasi menunjukkan adanya pergerakan konformasi umum yang selalu dijumpai pada keluarga DNA Pol I yaitu
gerakan
konformasi
secara
periodik
pada
domain
polimerase
(Gambar IV.3b, ditunjukkan dengan garis panah dua arah). Pergerakan dinamis pada subdomain-subdomain yang terdapat dalam domain polimerase diketahui sangat dibutuhkan enzim untuk melaksanakan aktivitas polimerisasi untai DNA (Beese dkk., 1993;
Kiefer dkk., 1997; Li dkk., 1998). Analisis pergerakan
dinamis ini menunjukkan tingginya tingkat reliabilitas model enzim yang digunakan untuk proses simulasi. Pembahasan pergerakan dinamis enzim secara mendetail dituliskan pada sub bab IV.4.
IV.2.2 Fragmen Klenow Pol I (KF) Koordinat awal KF diperoleh dari PDB berdasarkan hasil kristalisasi yang dilakukan oleh Beese dkk. (1993), yaitu dengan memisahkan enzim dari kompleks enzim, dNTP dan PPi. Fragmen ini terdiri atas 2 domain (Gambar IV.5) yaitu eksonuklease 3’5’ (residu 324-519 ditandai dengan warna biru) dan polimerase 5’3’ (ditandai dengan warna merah). Domain polimerase terdiri atas tiga subdomain yaitu ibu jari, jemari dan telapak. Adapun data struktur 3D KF dirangkumkan dalam Tabel IV.2.
Tabel IV.2.
Karakteristik data struktur 3D KF
Kriteria
Nilai
Radius gyration (Rg)
26.77 Å
SASA total
27252.58 Å
SASA nonpolar
7529.69 Å
SASA polar
19722.94 Å
SASA polar bermuatan positif
7492.84 Å
SASA polar bermuatan negatif
6008.63 Å
SASA tulang punggung
5878.67 Å
77
Komposisi α-helix
51.07 %
Komposisi π-helix
0%
Komposisi 3-10 helix
3.39 %
Komposisi β -sheet
14.64 %
Komposisi turn
17.5 %
Komposisi coil
13.39 %
Komposisi asam amino bermuatan negatif
14.64 %
Komposisi asam amino bermuatan positif
15.18 %
Komposisi asam amino netral
22.68 %
Komposisi asam amino aromatik Komposisi asam amino hidrofobik
10 % 44.64 %
Gambar IV.5 Struktur 3D KF tanpa dNTP dan PPi. KF terdiri atas dua domain yaitu eksonuklease 3’5’ (biru) dan polimerase (merah). Tulang punggung protein digambarkan dalam bentuk new cartoon untuk memperlihatkan struktur sekunder protein.
78
Validasi parameter simulasi yang sama dilakukan pula terhadap padanan mesofil enzim yaitu KF. Evaluasi terhadap proses simulasi pada temperatur 300 K dilakukan dengan menghitung RMSD sebagai fungsi waktu sebagaimana terlihat pada Gambar IV.6a. Nilai RMSD KF pada temperatur 300 K menunjukkan pola yang hampir sama dengan Klenow-like DNA Pol I ITB-1, yaitu berfluktuasi pada kisaran nilai 4-6 Å. Perbedaan nyata terlihat setelah 200 ps, nilai RMSD KF lebih besar ~1 Å dibandingkan Klenow-like DNA Pol I ITB-1. Namun demikian, visualisasi snapshot trajektori menunjukkan bahwa struktur KF stabil selama proses simulasi (Gambar IV.6b).
Analisis struktur tersier protein yang dicerminkan melalui nilai SASA total, nilai SASA polar dan non-polar relatif tidak berubah selama proses simulasi (Gambar IV.7a). Demikian juga analisis terhadap komponen struktur sekunder terutama αhelix dan β-sheet mengindikasikan tidak ada perubahan yang signifikan hingga akhir simulasi (Gambar IV.7b). Pengamatan terhadap pergerakan dinamis KF menunjukkan adanya pola yang serupa terkait dengan konformasi gerak dinamis secara periodik pada domain polimerase (Gambar IV.6b, ditunjukkan dengan garis panah dua arah). Keseluruhan hasil yang didapatkan menyarankan bahwa model enzim KF yang diperoleh dari data kristalisasi stabil pada temperatur 300 K sehingga dapat dipergunakan untuk proses simulasi berikutnya. Demikian juga dengan parameter simulasi yang digunakan.
79
(a)
(b) Gambar IV.6 Evaluasi stabilitas model enzim KF pada temperatur 300 K. (a) Kurva RMSD sebagai fungsi dari waktu simulasi; (b) Snapshot pergerakan dinamis enzim KF pada 300 K.
80
(a)
(b) Gambar IV.7 (a) Perubahan struktur tersier KF selama proses simulasi di 300 K, nilai SASA total (hitam), SASA polar (merah), SASA non-polar (hijau) dan SASA tulang punggung protein (kuning). dan (b) Analisis perubahan komposisi struktur sekunder, α-helix (hitam), β-sheet (merah), turn (hijau) dan coil (kuning)
81
IV.2.3 Klenow Taq Pol I (Klentaq) Struktur 3D Klentaq dari mikroorganisme T.aquaticus yang digunakan untuk simulasi didapatkan dari PDB (kode PDB 1QSS) (Li dkk., 1998) yang diperoleh dengan menghilangkan dNTP dari kompleks enzim (Gambar IV.8). Data struktur 3D Klentaq dirangkum dalam Tabel IV.3. Klentaq terdiri atas 2 domain yaitu eksonuklease 3’5’ (residu 291-419) dan polimerase 5’3’ (residu 420-832). Sebagaimana keluarga DNA Pol I lainnya, domain polimerase tersusun atas 3 subdomain yaitu ibu jari, jemari dan telapak. Homologi urutan asam amino pada domain polimerase antara Klentaq dengan KF (residu 516-928) menunjukkan kesamaan identitas sebesar 49.6%. Superposisi struktur 3D kedua enzim tersebut memberikan nilai RMSD sebesar 1.42 Å. Perbedaan utama antara KF dan Klentaq terdapat pada domain eksonuklease 3’5’ dan subdomain jemari (Korolev dkk., 1995). Tabel IV.3.
Karakteristik data struktur 3D Klentaq Kriteria
Nilai
Radius gyration (Rg)
25.32 Å
SASA total
23796.64 Å
SASA nonpolar
6977.89 Å
SASA polar
16818.70 Å
SASA polar bermuatan positif
6637.46 Å
SASA polar bermuatan negatif
5730.96 Å
SASA tulang punggung
5624.50 Å
Komposisi α-helix
52.32 %
Komposisi π-helix
0%
Komposisi 3-10 helix
2.97 %
Komposisi β -sheet
13.73 %
Komposisi turn
15.58 %
Komposisi coil
15.39 %
Komposisi asam amino bermuatan negatif
15.03 %
Komposisi asam amino bermuatan positif
15.40 %
Komposisi asam amino netral
20.59 %
Komposisi asam amino aromatik
9.28 %
Komposisi asam amino hidrofobik
48.42 %
82
Gambar IV.8 Struktur 3D Klentaq yang telah dipisahkan dari dNTP. Protein digambarkan dalam bentuk new cartoon. Domain eksonuklease 3’5’ ditandai dengan warna biru sedang domain polimerase 5’3’ ditandai dengan warna merah. Validasi yang sama dilakukan pula terhadap enzim Klentaq. Sejumlah parameter dianalisis untuk melihat stabilitas sistem pada temperatur 300 K seperti RMSD, snapshot trajektori, komposisi struktur sekunder, SASA serta pergerakan dinamis enzim. Nilai RMSD Klentaq menunjukkan pola yang hampir sama dengan padanan enzim lainnya dengan nilai rata-rata deviasi struktur selama proses simulasi berada pada kisaran 5-7 Å (Gambar IV.9a). Visualisasi hasil trajektori dalam
bentuk
snapshot
mengindikasikan
bahwa
struktur
enzim
stabil
(Gambar IV.9b) serta diamati pula adanya pergerakan dinamis secara periodik pada domain polimerase sebagaimana halnya kedua enzim yang lain (ditandai dengan panah dua arah).
83
(a)
Gambar IV.9 Evaluasi stabilitas model enzim Klentaq pada temperatur 300 K. (a) Kurva RMSD sebagai fungsi dari waktu simulasi; (b) Snapshot pergerakan dinamis enzim Klentaq pada 300 K.
84
(a)
(b) Gambar IV.10 (a) Perubahan struktur tersier Klentaq selama proses simulasi di 300 K, nilai SASA total (hitam), SASA polar (merah), SASA nonpolar (hijau) dan SASA tulang punggung protein (kuning) dan (b) Komposisi komponen struktur sekunder, α-helix (hitam), β-sheet (merah), turn (hijau) dan coil (kuning)
85
Parameter luas permukaan protein yang bisa diakses oleh pelarut meliputi permukaan total, permukaan tulang punggung, permukaan polar dan non-polar dianalisis untuk mengevaluasi perubahan struktur tersier (Gambar IV.10a). Sedangkan analisis kuantitatif terhadap kestabilan struktur sekunder protein selama proses simulasi dilakukan dengan menghitung komposisi komponen struktur sekunder (Gambar IV.10b) meliputi α-helix, β-sheet, turn dan coil.. Hasilnya menyarankan bahwa keseluruhan struktur protein baik tersier maupun sekunder tetap stabil hingga akhir simulasi.
Keseluruhan parameter stabilitas konformasi struktur yang dianalisis terhadap hasil simulasi ketiga model enzim pada temperatur 300 K menyarankan bahwa parameter simulasi yang dipilih dan model enzim yang digunakan memiliki reliabilitas untuk digunakan untuk proses simulasi berikutnya.
Meskipun secara kuantitatif teramati bahwa struktur tersier dan sekunder ketiga model enzim stabil pada 300 K, mobilitas setiap residu asam amino penyusun protein umumnya tidaklah sama. Karenanya dilakukan analisis RMSF untuk mengevaluasi fleksibilitas masing-masing residu selama proses simulasi berlangsung. Hasil analisis kemudian dipetakan ke dalam struktur 3D enzim (Gambar IV.11). Peta fleksibilitas Klenow-like DNA Pol I ITB-1, KF dan Klentaq pada temperatur 300 K menyarankan bahwa sebagian besar residu asam amino stabil selama proses simulasi ditandai dengan dominasi warna merah pada peta tersebut. Hal ini berkorelasi dengan data RMSD, data struktur tersier yang diwakili oleh nilai SASA dan komposisi struktur sekunder yang telah dianalisis sebelumnya. Residu dengan tingkat fleksibilitas sedang berada pada subdomain ibu jari pada domain polimerase. Hal tersebut terkait dengan pergerakan dinamis enzim yang secara periodik teramati selama proses simulasi berlangsung. Sedangkan residu yang paling fleksibel teramati pada loop panjang yang terdapat pada domain eksonuklease 3’5’ dan pada ujung subdomain jemari di domain polimerase.
86
Gambar IV.11 Peta fleksibilitas residu-residu asam amino antara Klenow-like DNA Pol I ITB-1, KF dan Klentaq berdasarkan nilai RMSF pada temperatur 300 K. Tingkat fleksibilitas ditandai dengan warna yang berbeda-beda (color scale bar). Residu yang paling fleksibel (nilai fleksibilitas maksimum 100) ditandai dengan warna biru sedangkan residu-residu yang stabil dan kaku ditandai dengan warna merah. Residu dengan tingkat fleksibilitas sedang ditandai dengan warna putih.
87
IV.3 Interaksi Antardomain dan Stabilitas Termal Enzim Stabilitas termal didefinisikan sebagai ketahanan suatu protein untuk menjaga struktur sedemikian rupa sebagai respon terhadap temperatur tinggi sehingga tetap dapat menjalankan fungsinya dengan baik (Zhang dkk., 2004). Melalui pendekatan SDM, stabilitas termal dipelajari dengan melakukan simulasi pada temperatur yang lebih tinggi guna mendenaturasi struktur protein karenanya simulasi ini seringkali disebut sebagai simulasi unfolding termal (thermal unfolding simulation).
Setelah model-model enzim diuji kestabilannya dengan melakukan simulasi pada temperatur 300 K, selanjutnya dilakukan simulasi pada temperatur yang lebih tinggi sehingga proses denaturasi dapat berlangsung dalam skala waktu komputasi, yaitu antara piko - nano detik. Untuk mengamati deviasi perubahan struktur yang berlangsung selama proses simulasi dilakukan perhitungan nilai RMSD sistem sebagai fungsi waktu. Selain itu perubahan struktur enzim secara kualitatif akan ditampilkan melalui snapshot berbagai trajektori hasil simulasi. Perubahan struktur tersier dan sekunder dianalisis dengan melakukan perhitungan luas permukaan protein yang diakses pelarut dan perhitungan perubahan komposisi struktur sekunder sebagai fungsi dari waktu simulasi. Berikut adalah hasil-hasil yang telah diperoleh berkaitan dengan stabilitas termal ketiga model enzim.
IV.3.1 Klenow-like DNA Pol I ITB-1 Temperatur optimum aktivitas polimerase enzim DNA Pol I ITB-1 WT dilaporkan sebesar 650C (338 K) (Ambarsari dkk., 2006). Untuk itu telah dilakukan simulasi unfolding termal di atas temperatur optimal yaitu 350, 400 dan 500 K. Simulasi pada temperatur tinggi bertujuan untuk mempercepat proses denaturasi enzim sehingga pengamatan terhadap bagian labil, fleksibel maupun stabil selama proses denaturasi enzim dapat berlangsung dalam rentang waktu yang lebih singkat. Sebagaimana dilakukan oleh Li and Dagget (1994) yang menggunakan SDM pada temperatur tinggi untuk mempercepat kinetika unfolding
88
kimotripsin inhibitor 2 (CI2). Day dkk. (2002) melaporkan bahwa proses unfolding protein CI2 tersebut dapat dipercepat dengan menaikkan temperatur tanpa terjadi perubahan pada jalur unfolding-nya.
Pada temperatur 500 K, proses unfolding Klenow-like DNA Pol I ITB-1 berlangsung secara spontan dalam rentang waktu yang sangat cepat (Gambar IV.12). Hal ini menyulitkan penentuan daerah-daerah labil maupun stabil dari protein. Hal ini ditunjukkan oleh kurva RMSD, terlihat bahwa sejak awal simulasi di 500 K telah terjadi lonjakan nilai RMSD yang mencapai nilai 80 Å. Demikian juga simulasi pada 400 K, nilai RMSD sistem secara berkesinambungan naik menuju 60 Å. Secara kualitatif, melalui snapshot trajektori terlihat bahwa enzim sudah mengalami proses unfolding dan kerusakan struktur tersier serta sebagian struktur sekundernya (Gambar IV.13a dan 13b).
Gambar IV.12 Kurva RMSD Klenow-like DNA Pol I ITB-1 terhadap waktu simulasi pada temperatur 350 (hitam), 400 (merah) dan 500 K (hijau).
89
Profil RMSD pada 350 K menunjukkan pola yang berbeda dengan kedua temperatur di atas. Pada temperatur ini, nilai RMSD cukup konstan pada kisaran nilai 9 Å sampai periode waktu 500 ps. Kemudian terjadi peningkatan nilai RMSD yang cukup tajam mencapai ~29 Å pada 900 ps dan setelah 1200 ps nilai RMSD secara berkesinambungan naik hingga mencapai ~60 Å. Adanya kenaikan nilai RMSD yang cukup signifikan pada rentang 500-900 ps mengindikasikan terjadinya proses unfolding secara kooperatif. Beberapa perubahan konformasi penting selama simulasi pada 350 K ditampilkan dalam bentuk snapshot trajektori (Gambar IV.13c). Pada rentang waktu terjadinya kenaikan RMSD yang cukup tajam (500-900 ps), daerah antarmuka kedua domain mulai terpisah. Namun demikian, masing-masing domain masih berada dalam folded yang sesuai. Pada saat yang sama secara kuantitatif terlihat bahwa komponen struktur sekunder enzim belum banyak mengalami perubahan (Gambar IV.15b).
Untuk mendapatkan gambaran secara kuantitatif terhadap proses simulasi pada temperatur tinggi dilakukan perhitungan nilai SASA dan komposisi struktur sekunder. Pada 400 dan 500 K terjadi peningkatan signifikan nilai SASA total dan SASA non-polar (Gambar IV.14a), secara bersamaan terjadi penurunan secara signifikan komponen struktur sekunder utama, yaitu α-helix dan β-sheet (Gambar IV.14b). Meningkatnya nilai luas permukaan protein yang dapat di akses pelarut mengindikasikan bahwa enzim sudah mengalami kerusakan struktur tersier yang cukup besar sebagaimana yang terlihat dari snapshot trajektori (Gambar IV.13a dan 13b).
90
(a)
(b)
91
(c) Gambar IV.13 Perubahan konformasi Klenow-like DNA Pol I ITB-1 yang teramati pada simulasi (a) 500 K; (b) 400 K dan (c) 350 K. Terpisahnya antarmuka kedua domain ditandai dengan lingkaran hitam.
92
(a)
(b) Gambar IV.14 (a) Evaluasi perubahan konformasi global yang ditandai dengan kenaikan nilai SASA total dan SASA non-polar selama berlangsungnya simulasi di 400 dan 500 K; SASA total ditandai dengan garis hitam (400 K) dan hijau (500 K), sedangkan nilai SASA non-polar ditandai dengan garis merah (400 K) dan kuning (500 K) (b) Persentase perubahan komposisi struktur sekunder selama simulasi di 400 dan 500 K; α-helix pada 400 K (hitam), αhelix pada 500 K (hijau), β-sheet pada 400 K (merah), β-sheet pada 500 K (kuning).
93
Sedangkan hasil perhitungan terhadap komposisi struktur sekunder pada simulasi 350 K (Gambar IV.15a) memperlihatkan bahwa komposisi α-helix dan β-sheet relatif tidak mengalami perubahan hingga ~1000 ps meskipun setelah itu komponen β-sheet cenderung turun. Hal ini kembali bersesuaian dengan fenomena yang terlihat pada snapshot trajektori. Namun hasil perhitungan SASA total (Gambar IV.15b) dan SASA non-polar (Gambar IV.15c) sebagai fungsi waktu memperlihatkan adanya transisi pada rentang waktu yang sama (500900 ps) dengan profil RMSD. Hal ini mengindikasikan bahwa pada rentang waktu tersebut, residu-residu non-polar khususnya, yang terdapat di dalam interior protein terbuka ke permukaan sehingga area yang dapat diakses oleh pelarut menjadi lebih tinggi. Simulasi di 350 K lebih mempengaruhi perubahan konformasi struktur tersier Klenow-like DNA Pol I ITB-1 dibanding perubahan pada struktur sekundernya. Adanya transisi secara bertahap menyebabkan analisis proses unfolding dapat diamati dengan lebih seksama. Karenanya untuk menganalisis stabilitas termal Klenow-like DNA Pol I ITB-1 selanjutnya digunakan data simulasi pada 350 K. Namun demikian simulasi di 3 temperatur yaitu 350, 400 dan 500 K memperlihatkan adanya kesamaan fenomena pada salah satu jalur unfolding yang teramati yaitu terpisahnya kedua domain antara domain eksonuklease 3’5’ dengan polimerase 5’3’.
(a)
94
(Å2) 2
(Å )
(b)
(c) Gambar IV.15 Analisis perubahan struktur sekunder dan tersier Klenow-like DNA Pol I ITB-1 selama proses simulasi di 350 K. (a) Persentase komposisi struktur α-helix (hitam) dan β-sheet (merah); (b) Perubahan nilai SASA total (hitam) dan (c) Perubahan nilai SASA non-polar (merah) sebagai fungsi dari waktu simulasi
95
Pengamatan lebih mendalam terhadap proses unfolding dilakukan menggunakan hasil simulasi pada 350 K dengan tujuan mendapatkan informasi residu-residu yang berkontribusi terhadap stabilitas kedua domain. Pada temperatur ini profil nilai RMSD dan SASA (baik total maupun non-polar) memiliki pola yang sama yaitu meningkat secara tajam pada selang waktu 500-900 ps. Pengamatan terhadap snapshot enzim (Gambar IV.13c) pada selang waktu tersebut menunjukkan bahwa terjadi pemisahan daerah antarmuka domain polimerase 5’3’ dan domain eksonuklease 3’5’. Hal ini mungkin yang menyebabkan kenaikan tajam nilai RMSD dan SASA. Analisis lebih lanjut menyarankan bahwa proses pemisahan antarmuka kedua domain dipicu oleh putusnya interaksi elektrostatik antardomain antara Lys381-Glu487 dan Lys374-Glu489. Jarak kedua interaksi selama proses simulasi menunjukkan bahwa kedua interaksi antardomain stabil hingga mencapai 600 ps (Gambar IV.16), kemudian terjadi kenaikan jarak secara tajam pada rentang waktu yang sama dengan kenaikan nilai RMSD (Gambar IV.13) dan SASA (Gambar IV.15b dan 15c). Keseluruhan data-data tersebut menyarankan bahwa interaksi antardomain antara Lys381-Glu487 dan Lys374-Glu489 berperan penting dalam mempertahankan kontak antarmuka
(Å)
kedua domain.
Gambar IV.16 Jarak ikatan interaksi elektrostatik antara Lys381-Glu487 (merah) dan Lys374-Glu489 (hitam) selama proses simulasi pada 350 K.
96
Untuk mempelajari pengaruh interaksi elektrostatik antardomain terhadap stabilitas termal enzim, dilakukan mutasi pada model enzim Klenow-like DNA Pol I ITB-1 WT secara in silico sehingga diperoleh beberapa varian model enzim mutan. Mutasi dilakukan terhadap residu-residu asam amino yang diduga berperan dalam interaksi elektrostatik dan menggantinya dengan residu asam amino yang lain atas dasar kemiripan struktur. Hasilnya diperoleh empat mutan in silico yaitu Glu487Gln, Glu489Gln, Glu487Asp dan Glu489Asp. Kedua mutan pertama (Glu487Gln dan Glu489Gln) akan mengubah interaksi elektrostatik menjadi ikatan hidrogen. Sedangkan kedua mutan terakhir, Glu487Asp dan Glu489Asp, dirancang untuk tetap mempertahankan interaksi elektrostatik. Untuk menganalisis efek mutasi terhadap stabilitas termal enzim secara kuantitatif, dilakukan perhitungan nilai perubahan energi bebas (∆∆Gsolv) (Gambar IV.17) melalui pendekatan free energy perturbation (FEP) (Kollman, 1993; Ghoufi dkk., 2004). Mutan Glu487Gln menunjukkan nilai ∆∆Gsolv positif, mengindikasikan bahwa mutan lebih tidak stabil dibandingkan WT-nya. Hasil ini menyarankan bahwa interaksi elektrostatik tersebut memiliki peran signifikan, karena menggantinya dengan ikatan hidrogen menyebabkan destabilisasi enzim. Nilai ∆∆Gsolv untuk mutan Glu489Gln tidak berhasil didapatkan, karena sistem menjadi tidak stabil ketika disimulasikan. Sedangkan kelompok mutan kedua yaitu Glu478Asp dan Glu489Asp menghasilkan nilai ∆∆Gsolv negatif yaitu sebesar -21.5 kkal/mol dan -14.1 kkal/mol (Gambar IV.17). Hal ini lebih menguatkan hipotesis bahwa interaksi elektrostatik antardomain berperan penting dalam proses awal unfolding dari Klenow-like DNA Pol I ITB-1. Interaksi tersebut harus tetap dipertahankan untuk menjaga integritas kedua domain, bahkan mutasi Glu menjadi Asp pada posisi 478 atau 489 dapat meningkatkan kestabilan model enzim. Hasil simulasi ini memberikan informasi bahwa interaksi elektrostatik yang terdapat pada daerah antarmuka domain polimerase dan eksonuklease 3’5’ berperan penting dalam mempertahankan stabilitas termal Klenow-like DNA Pol I ITB-1 terutama untuk mempertahankan integritas kedua domain.
97
Glu dan Asp memiliki nilai indeks hidropati yang sama sebesar -3.5 (Kyte and Doolittle, 1982). Indeks hidropati didefinisikan sebagai koefisien partisi residu asam amino ketika diletakkan dalam 2 sistem pelarut yang berbeda yaitu air dan pelarut organik. Nilai indeks hidropati positif menyarankan bahwa asam amino tersebut lebih suka berada pada pelarut organik karena efek hirofobik menstabilkan residu tersebut. Asam amino non-polar pada umumnya akan memiliki nilai indeks hidropati positif, sedangkan asam amino polar dan bermuatan akan memiliki nilai indeks hidropati yang negatif. Karena samanya nilai indeks hidropati Glu dan Asp, maka parameter ini tidak dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh stabilitas Asp yang lebih tinggi daripada Glu.
Gambar IV.17 Kurva ∆∆Gsolv sebagai fungsi dari parameter kopling (λ) ketiga mutan in silico yaitu Glu487Gln (merah), Glu478Asp (hitam); Glu489Asp (hijau) Kemungkinan besar Asp lebih menstabilkan enzim karena rantai samping Asp (R = -CH2-COOH) lebih pendek daripada Glu (R = -CH2-CH2-COOH) sehingga dapat mengurangi kontak yang tidak sesuai (unfavorable) dengan pelarut (Vieille
98
dan Zeikus, 2001). Nilai pKa gugus karboksil-α dan gugus amino-α antara Asp dan Glu tidak terlalu jauh berbeda, secara berurutan memiliki nilai sebesar 2.1; 2.2; 9.8 dan 9.7. Perbedaan cukup signifikan terjadi pada rantai samping kedua asam amino tersebut dengan nilai pKa rantai samping Asp (3.9) lebih asam dibandingkan pKa rantai samping Glu (4.2) menyebabkan Asp lebih mudah mempertahankan muatan negatifnya daripada Glu (Mathews dan van Holde, 1996). Hal ini menyebabkan interaksi elektrostatik yang terbentuk antara Asp dengan Lys menjadi lebih kuat sebagai konsekuensi Asp akan lebih menstabilkan konformasi enzim.
IV.3.2 Klenow Fragment (KF) Studi eksperimen terhadap KF yang dilakukan oleh Astatke dkk. (1995) melaporkan bahwa nilai Tm enzim dalam larutan penyangga pH 7 yang mengandung 20 mM kalium fosfat, 15 mM NaCl dan 15% gliserol adalah sebesar 328 K. Sedangkan peneliti lain melaporkan nilai Tm KF dalam dua kondisi yang berbeda yaitu (i) Tm sebesar 310 K pada larutan penyangga pH 9.5 tanpa kehadiran garam dan (ii) Tm sebesar 320 K pada larutan penyangga pH 7 tanpa kehadiran garam (Karantzeni dkk., 2003). Karenanya stabilitas termal KF dipelajari atas dasar data eksperimen di atas yaitu dengan melakukan SDM pada temperatur 315, 328 dan 350 K. Simulasi pada temperatur 315 dan 328 K didasarkan atas hasil eksperimen yang dilakukan oleh Astatke dkk. (1995) serta Karantzeni dkk. (2003). Sedangkan untuk mempercepat proses denaturasi termal KF dilakukan simulasi pada temperatur 350 K.
Evaluasi terhadap nilai RMSD selama proses simulasi ditunjukkan pada Gambar IV.18a. Nilai RMSD pada temperatur 315 K berada pada kisaran 7 Å mengindikasikan adanya sedikit deviasi struktur protein dibandingkan keadaan awalnya. Superposisi struktur protein hasil simulasi pada temperatur ini terhadap struktur awalnya mengindikasikan adanya deviasi sebesar 8.483 Å yang dipengaruhi oleh fleksibilitas subdomain jemari dan ibu jari (Gambar IV.18b, ditandai dengan lingkaran hitam). Nilai RMSD pada simulasi 350 K menunjukkan kenaikan nilai secara tajam mencapai 27 Å sejak awal simulasi (~150 ps).
99