1
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Distribusi umur Umur pasien kelompok fraktur intertrochanter adalah 69,7 + 3,7 tahun, sedangkan umur kelompok fraktur collum femur adalah 72,5 + 5,8 tahun. Didapatkan hasil rata-rata umur yang lebih tua pada kasus fraktur collum femur.
N
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
Umur Kelompok Fraktur Intertrochanter
32
65.00
78.00
69.7187
3.78652
Umur Kelompok FrakturCollum femur
32
65.00
87.00
72.5313
5.89688
Tabel 4.1 Rata-rata umur dengan nilai minimal dan maksimal
2
Kelompok Fraktur Fraktur Collum Intertrochanter Femur Umur
Total
Total
65
6
2
8
66
1
2
3
67
4
6
10
68
3
4
7
69
1
1
2
70
6
0
6
71
2
0
2
72
2
0
2
73
1
2
3
74
1
0
1
75
1
3
4
76
3
3
6
77
0
3
3
78
1
2
3
80
0
1
1
81
0
1
1
82
0
1
1
87
0 32
1 32
1 64
Tabel 4.2 Frekuensi umur terhadap kejadian fraktur femur proksimal
3
4.2 Frekuensi modified Singh index pada populasi
Kelompok Fraktur Intertrochanter Modified Singh Index Total
Fraktur Collum Femur
Total
A
0
1
1
B
7
18
25
C
25 32
13 32
38 64
Tabel 4.3 Tabel frekuensi modified Singh index pada populasi sampel Pada kelompok fraktur intertrochanter, frekuensi modified Singh index didominasi oleh grade C, dimana terdapat 25 pasien (78%), grade B sebanyak 7 pasien (22%). Tidak ada pasien yang memiliki grade A maupun grade N. Sedangkan pada kelompok fraktur collum femur, pola terbanyak adalah grade B sebanyak 18 pasien (57%), grade C 13 pasien (40%), dan terdapat 1 pasien yang masih memiliki modified Singh index grade A (3%). Dari grade B diperoleh data bahwa semakin sering terjadi fraktur collum femur (72%), sedangkan grade C, semakin sering terjadi fraktur intertrochanter (65%). Tabel diatas juga menyatakan fraktur proksimal femur lebih sering terjadi dengan meningkatnya derajat osteoporosis.
4
Berikut adalah contoh iliustrasi hasil rontgen pelvis populasi pasien yang telah mendapatkan expertise dari konsultan radiologi RSO Prof, Dr. R. Soeharso :
Gambar 4.1 Ilustrasi kasus fraktur collum femur dengan modified Singh index grade A
5
Gambar 4.2 Ilustrasi kasus fraktur collum femur dengan modified Singh index grade B
Gambar 4.3 Ilustrasi kasus fraktur collum femur dengan modified Singh index grade C
6
Gambar 4.4 Ilustrasi kasus fraktur intertrochanter femur dengan modified Singh index grade B
7
Gambar 4.5 Ilustrasi kasus fraktur intertrochanter femur dengan modified Singh index grade C
8
4.3 Perbedaan umur pada kelompok fraktur femur proksimal Perbedaan berdasarkan umur pada tipe fraktur intertrochanter dan fraktur collum femur dengan metode analisis t-test. 95% Confidence Interval of the
t Umur
111.217
Df 63
Difference
Sig. (2-
Mean
tailed)
Difference
.000
71.12500
Intertrochanter 69.8470
Collum 72.4030
Tabel 4.4 Analisis perbedaan umur dengan t-test Pada peneliian ini didapatkan hasil umur berbeda secara signifikan pada masing-masing kelompok dengan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05). Fraktur collum femur memiliki rata-rata umur yang lebih tua daripada kasus fraktur intertrochanter femur.
4.4 Perbedaan modified Singh index pada fraktur femur proksimal
Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
Sig. (2-sided)
a
9.629 10.251
2 2
.008 .006
9.447
1
.002
64
Tabel 4.5 Analisis chi-square perbedaan modified Singh index pada fraktur femur proksimal
9
Dengan metode analisis chi-square pola modified Singh index antara kasus fraktur collum femur dengan fraktur intertrochanter berbeda secara signifikan dengan nilai p: 0,008 (p<0,05) Bila variabel Singh index dilakukan nominasi dengan grade A memiliki nilai 3, grade B memiliki nilai 2 dan grade C memiliki nilai 1, maka dengan uji ttest didapatkan bahwa, kelompok fraktur collum femur memiliki nilai modified Singh index yang lebih baik yaitu 1,55 dibandingan dengan kelompok fraktur intertrochanter dengan nilai 1,28. Dengan uji t-test maka didapatkan hasil kedua kelompok berbeda secara signifikan dengan p: 0,000 (p<0,05).
T Modified Singh index
21.515
Sig. (2tailed)
Df 63
.000
95% Confidence Interval of the Difference Mean Intertrochante Collum Difference r femur 1.42188
1.2898
Tabel 4.6 Analisa dengan t-test modified Singh index pada kelompok
1.5539
10
4.5 Korelasi antara umur terhadap modified Singh index
Umur Umur
Pearson Correlation
Singh index 1
Sig. (2-tailed) Singh index
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
-.131 .301
64 -.131 .301 64
64 1 64
Tabel 4.7 Korelasi antara umur terhadap modified Singh index Dengan menggunakan variabel umur maka didapatkan bahwa umur tidak berhubungan dengan modified Singh index pada kasus fraktur femur proksimal secara umur, karena nilai korelasi negatif (-0,131) dengan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu 0,301. Pada penelitian sebelumnya oleh Shankar et al, menyimpulkan bahwa semakin bertambah umur maka grade Singh index akan mengalami degenerasi. Namun pada populasi penelitian ini umur pasien tidak berkorelasi dengan grade, dimana hal ini dimungkinkan karena selain umur, masih terdapat faktor lain yang menentukan derajat Singh index seseorang, seperti pola nutrisi, aktivitas, pekerjaan dan lain-lain yang menentukan densitas mineral tulang maksimal seseorang saat dalam usia muda. Densitas mineral tulang saat umur 18 – 30 tahun dideskripsikan sebagai massa tulang puncak (peak bone mass), dimana adalah densitas maksimal yang dicapai seseorang selama hidup. Hal ini terjadi pada regio tulang yang berbeda pada umur yang berbeda, dimana diperkirakan 18 tahun pada sendi panggul dan
11
35 tahun pada distal radius. Faktor yang mempengaruhi densitas diduga ditentukan secara herediter dan faktor lingkungan seperti nutrisi dan aktivitas sebagai mana hormon kelamin dan pertumbuhan 5.
4.6 Korelasi umur terhadap pola fraktur femur proksimal Kelompok fraktur Kelompok Pearson Correlation Fraktur Sig. (2-tailed)
1
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
64 .277* .027 64
Umur
Umur .277* .027 64 1 64
Tabel 4.8 Korelasi umur terhadap pola fraktur femur proksimal dengan analisis bivariat Hasil korelasi umur dengan pola fraktur femur proksimal menunjukkan korelasi positif yaitu nilai pearson korelasi 0,277 dan signifikan dengan p: 0,027 (p< 0.05). Dimana hal ini bermakna, semakin tua semakin terjadi kecenderungan fraktur collum femur. Namun variabel umur sendiri tidak berhubungan dengan grade dari modified Singh index. Penelitian oleh Challa (2013) menyimpulkan bahwa pasien yang lebih tua dengan borderline osteoporosis cenderung terjadi frakur intertrochanter 11.
12
4.7 Korelasi bivariat modified Singh index terhadap pola fraktur femur proksimal Kelompok fraktur Modified Singh index Kelompok fraktur
Pearson Correlation 1
.387**
Sig. (2-tailed)
.002
N
64
Modified Singh Index Pearson Correlation .387** Sig. (2-tailed)
.002
N
64
64 1 64
Tabel 4.9 Korelasi antara modified Singh index terhadap pola fraktur femur proksimal Hubungan antara modified Singh index terhadap kelompok pola fraktur, adalah positif dan signifikan. Positif karena nilai pearson 0,387 (positif) dan nilai signifikansi 0,002 (p<0,05). Hubungan yang terjadi adalah semakin baik derajat modified Singh index maka semakin memiliki kecenderungan terjadi fraktur collum femur, dan semakin jelek derajat modified Singh index semakin memiliki kecenderungan terjadi fraktur intertrochanter. Hal ini bermakna frakur intertrochanter cenderung terjadi pada femur proksimal yang mengalami osteoporosis berat. Sehingga gaya yang mengenai tulang, berakibat fraktur pada cancelous bone yang telah mengalami degenerasi berat. Fujii pada 1987, menyatakan bahwa angka fraktur collum femur meningkat pada pasien dengan osteoporosis sedang atau berat dan angka fraktur intertrochanter lebih tinggi pada pasien dengan osteoporosis borderline atau ringan. Teori mereka adalah fraktur intertrochanter berhubungan dengan derajat osteoporosis dan juga gaya mekanis, terutama tipe dan keparahan jatuh, dan
13
fraktur collum femur berhubungan dengan densitas yang berkurang secara signifikan pada regio collum femur, lebih dari gaya mekanis (gaya shear) 11. Namun penelitian oleh Lu et al, menggunakan multi-detector computed tomography (MDCT) untuk menilai degenerasi trabekula proksimal femur dalam hubungannya dengan hip fragility fracture, mengungkapkan korelasi yang bermakna antara degenerasi trabekula dengan kejadian fraktur intrakapsular atau ekstrakapsular. Kesimpulan dari penelitian mereka adalah fraktur collum femur berhubungan erat dengan degenerasi compressive trabecula dan tensile trabecula. Fraktur trochanter berhubungan dengan degenerasi trabekula greater trochanter grup sebagaimana pelebaran ward triangle disamping degenerasi compressive trabecula dan tensile trabecula, yang bermakna degenerasi yang lebih berat sehingga dengan MDCT dapat diprediksi pola fraktur yang akan terjadi 2. Osteoporosis tidak hanya meningkatkan resiko frakur namun juga memiliki masalah tersendiri pada fiksasi osteal pada penanganan fraktur Osteoporosis menyebabkan pengurangan kekuatan dari fracture callus. Bone failure lebih merupakan mode kegagalan pada internal fiksasi tulang osteoporotik dari pada implant failure, terlebih lagi kominusi dapat menjadi berat pada tulang osteoporotik 18. Kemungkinan adanya gangguan bone formation pada kondisi osteoporosis telah banyak diteliti. Evaluasi stem cell dari bone marrow yang telah mengalami osteoporosis menunjukkan ukuran dan morfologi yang masih sama, sebagai mana ekspresi dari antigen permukaan sel, bila dibandingkan dengan konrol. Namun sel kultur dari tulang osteoporosis memiliki laju perumbuhan yang rendah dan
14
menunjukkan defisiensi kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi jalur osteogeni, dibuktikan dengan penurunan aktifitas alkali fosfatase, sintesis kolagen tipe 1, dan deposisi kalsium fosfat. Lebih jauh lagi, osteoporosis yang berhubungan dengan defisiensi estrogen tampak menunjukkan supresi osteosit dan menurunkan kemampuan fisiologis osteoblas terhadap stimulasi mekanik dan deteksi kerusakan mikro 19.