tangkapan yang berbeda. Untuk hari pertama tanpa menggunakan lampu, hari ke-2 menggunakan dua lampu dan hari ke-3 menggunakan empat lampu. Dalam satu hari dilakukan dua kali operasi penangkapan. Data yang diambil yaitu banyaknya hasil tangkapan yang diperoleh. Penangkapan ini dilakukan sebanyak lima kali ulangan, yaitu pada minggu ke-1, ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5. Operasi penangkapan diawali dengan menentukan daerah tangkapan, dimana penentuan tersebut berdasarkan hasil pantauan di siang harinya dan insting para nelayan. Setelah daerah tangkapan ditentukan, jangkar dan jaring diturunkan sampai kedalaman tertentu sesuai dengan kedalaman daerah tangkapan. Semua lampu bagang dinyalakan. Setelah beberapa jam atau dianggap sudah banyak ikan yang berada di areal tangkapan, lampu bawah air diturunkan pada kedalaman yang sesuai dengan hasil pengujian sebelumnya. Kemudian lampu bagang dimatikan secara bertahap, sementara lampu bawah air tetap dibiarkan menyala. Ikan akan berkumpul pada sumber cahaya yang masih ada (lampu bawah air), tepat di atas jaring. Kemudian jaring diangkat dengan cepat agar ikan tidak sempat keluar dari areal jaring. Contoh gambar penggunaan lampu celup bawah air pada operasi penangkapan dengan bagan apung ditunjukkan pada Gambar 3.3.26
Gambar 3.3 Sketsa penggunaan lampu bawah air pada bagang.26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan alat bantu cahaya dalam operasi penangkapan ikan, khususnya pada bagan apung (bagang) merupakan suatu hal yang sudah biasa dilakukan oleh para nelayan. Namun pemanfaatan cahaya yang kurang maksimal membuat ikan kurang tertarik pada cahaya, sehingga hasil tangkapan para nelayan juga menjadi tidak maksimal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan alat bantu cahaya pada bagang adalah daerah tangkapan, intensitas cahaya, dan fokus cahaya pada areal jaring. Lampu bawah air dalam penelitian ini dirancang untuk memaksimalkan fungsi dari cahaya yang membuat reaksi fototaksis ikan menjadi positif. Dengan demikian, lampu dapat digunakan para nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapan dari bagang. 4.1 Pembuatan Lampu Bawah Air Pembuatan lampu bawah air dilakukan dengan penutupan sempurna pada setiap sisinya, sehingga lampu tidak dapat ditembus oleh air. Lampu ini berbentuk silinder dengan ukuran diameter 13 cm, panjang 23 cm dan berat 5 kg. Sumber cahaya lampu menggunakan senter LED dengan 15 buah LED. Pada penelitian ini dibuat empat lampu dengan ukuran yang sama. Ukuran lampu juga diperhatikan dengan baik. Diameter pipa paralon disesuiakan dengan senter LED, sehingga sumber cahaya tidak goyang ketika ada getaran. Panjang pipa paralon juga disesuikan dengan senter LED, agar udara di dalam lampu tidak terlalu banyak. Dengan menambahkan besi seberat 2 kg pada ujung sumber cahaya, maka lampu dapat tenggelam dengan cahaya yang mengarah ke bawah. Penambahan pengait tambang pada ujung lainnya menyempurnakan bentuk lampu bawah air. Dengan demikian, lampu bawah air dapat berfungsi dengan baik dalam pengujian intensitas cahaya dan penggunaan pada operasi penangkapan ikan dengan bagan apung. 4.2 Uji Intensitas Cahaya Lampu Bawah Air Uji intensitas cahaya dilakukan dalam dua tahap, yaitu pada lampu bawah air dan pada lampu Philips PLC-26 W yang digunakan sebagai kontrol. Pengujian pada
9
lampu bawah air dilakukan untuk mencari intensitas cahaya di udara (Iu) dan intensitas cahaya di air (Ia), sedangkan pada lampu kontrol hanya dilakukan untuk mencari intensitas cahaya di udara (Iu). Pengujian pada lampu bawah air dimulai dari pengukuran nilai Iu dan Ia dengan jarak tertentu dari sumber cahaya. Pengukuran Iu dilakukan di darat dengan jarak 0 sampai 10 m. Pengukuran Ia dilakukan pada sampel air yang dimasukkan ke dalam sebuah drum dengan jarak 0 sampai 1 m. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui kisaran intensitas cahaya lampu bawah air yang akan digunakan pada operasi penangkapan ikan dengan bagang. Hasil pengukuran nilai Iu dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa lampu bawah air memiliki jangkauan cahaya yang cukup jauh. Pada jarak 10 m lampu masih memiliki intensitas cahaya sekitar 0.022 W/m2. Semakin jauh jaraknya dari sumber cahaya, maka nilai intensitas cahaya akan semakin kecil. Pengukuran dilanjutkan untuk mencari nilai Ia. Hasil pengukuran nilai Ia dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.2. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai Ia lebih kecil daripada Iu. Hal ini terjadi karena adanya penyerapan cahaya yang disebabkan oleh berbagai partikel di dalam air. Semakin jauh jaraknya dari sumber cahaya, maka nilai intensitas cahaya akan semakin kecil.
Tabel 4.1 Hasil pengukuran Iu lampu Jarak (m) Iu (W/m2) 0 20.025 0.1 14.435 0.2 7.800 0.3 5.535 0.4 4.485 0.5 3.810 0.6 3.180 0.7 2.880 0.8 2.535 0.9 2.280 1 2.190 2 1.171 3 0.451 4 0.399 5 0.301 6 0.214 7 0.121 8 0.057 9 0.036 10 0.022
Tabel 4.2 Hasil pengukuran Ia lampu Jarak (m) Ia (W/m2) 0 19.965 0.1 12.285 0.2 7.620 0.3 5.325 0.4 4.260 0.5 3.585 0.6 2.955 0.7 2.655 0.8 2.295 0.9 2.040 1 1.935
Gambar 4.2 Kurva hubungan antara Ia dengan jarak (x)
Gambar 4.1 Kurva hubungan antara Iu dengan jarak (x)
Pengujian selanjutnya yaitu menghitung nilai koefisen pemudaran air (k). Data Iu dan Ia digunakan dalam perhitungan dengan Persamaan 3.1. Data yang digunakan yaitu pada jarak 0.1 sampai 1 m. Hasil perhitungan nilai k yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.3.
10
Tabel 4.3 Hasil perhitungan nilai koefisien pemudaran air (k) Jarak Koefisien pemudaran (m) air (m-1) 0.1 0.121 0.2 0.117 0.3 0.129 0.4 0.129 0.5 0.122 0.6 0.122 0.7 0.116 0.8 0.124 0.9 0.124 1 0.124 krata-rata 0.123 Nilai koefisien pemudaran air di daerah ini diperoleh dari nilai krata-rata, yaitu sebesar 0.123 m-1. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat kepudaran air di Peraian Kamal Muara, Kepulauan Seribu cukup tinggi. Hal ini memang terlihat jelas pada air laut yang agak keruh. Cahaya yang dipancarkan oleh lampu bawah air merupakan cahaya berwarna putih. Untuk mengetahui panjang gelombang yang paling dominan dari cahaya putih tersebut, dilakukan uji spektroskopi menggunakan sumber cahaya pada lampu. Hasil uji spektroskopi pada lampu bawah air dapat dilihat pada Gambar 4.3. Berdasarkan hasil yang diperoleh, terdapat dua puncak panjang gelombang, yaitu panjang gelombang 456.87 nm (cahaya biru) dan panjang gelombang 550.97 nm (cahaya hijau). Hasil ini menunjukkan bahwa panjang gelombang yang dominan pada cahaya lampu bawah air adalah panjang gelombang cahaya biru dan hijau. Hasil uji yang diperoleh sesuai dengan literatur pada Gambar 2.3, yang menunjukkan bahwa mata ikan umumnya tertarik pada panjang gelombang sekitar 450 – 570 nm.
Lampu Philips PLC-26 W merupakan sumber cahaya yang digunakan pada Lampu celup bawah air. Dengan demikian, lampu tipe ini dapat dijadikan sebagai kontrol untuk menentukan kisaran intensitas cahaya yang baik dalam operasi penangkapan ikan. Cahaya lampu ini menyebar ke arah samping dan ke arah bawah. Untuk itu pengukuran dilakukan dalam dua perlakuan, yaitu mencari intensitas cahaya lampu philips di udara (Iu kontrol) dari cahaya yang mengarah ke samping dan intensitas cahaya lampu philips (Iu kontrol) dari cahaya yang mengarah ke bawah. Pengukuran pada perlakuan pertama yaitu untuk Iu kontrol (samping). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kisaran Iu kontrol pada jarak 1 m sama dengan kisaran Iu lampu bawah air pada jarak 4 m, yaitu berkisar 0.334 W/m2. Semakin jauh jaraknya dari sumber cahaya, maka nilai intensitas cahaya akan semakin kecil. Hasil pengukuran nilai Iu kontrol (samping) dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.4. Tabel 4.4 Hasil pengukuran Iu kontrol (samping) Jarak (m) Iu (W/m2) 0.1 9.465 0.2 4.860 0.3 1.890 0.4 1.186 0.5 0.934 0.6 0.820 0.7 0.636 0.8 0.498 0.9 0.391 1 0.334
Gambar 4.4 Kurva hubungan antara Iu kontrol (samping) dengan jarak (x) Gambar 4.3 Hasil uji spektroskopi lampu bawah air
11
Tabel 4.5 Hasil perhitungan nilai Ia kontrol (samping) Jarak (m) Ia (W/m2) 0.1 9.349 0.2 4.741 0.3 1.821 0.4 1.129 0.5 0.879 0.6 0.762 0.7 0.583 0.8 0.451 0.9 0.351 1 0.295
Tabel 4.6 Hasil pengukuran Iu kontrol (bawah) Jarak (m) Iu (W/m2) 0.1 8.640 0.2 2.430 0.3 1.276 0.4 0.789 0.5 0.526 0.6 0.388 0.7 0.312 0.8 0.271 0.9 0.259 1 0.243
Gambar
Gambar
4.5
Kurva hubungan antara Ia kontrol (samping) dengan jarak (x)
Berdasarkan nilai k dan Iu kontrol (samping) yang diperoleh, dilakukan perhitungan untuk mencari nilai Ia kontrol (samping). Perhitungan tersebut menggunakan Persamaan 2.1. Karena adanya faktor k, maka nilai Ia kontrol (samping) lebih kecil daripada nilai Iu kontrol (samping). Namun sifat intensitas cahayanya tetap, yaitu semakin jauh jaraknya dari sumber cahaya, maka nilai intensitas cahaya akan semakin kecil. Hasil perhitungan nilai Ia kontrol (samping) dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.5. Pengukuran pada perlakuan kedua yaitu untuk Iu kontrol (bawah). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kisaran Iu kontrol pada jarak 1 m sama dengan kisaran Iu lampu bawah air pada jarak 6 m, yaitu berkisar 0.243 W/m2. Hal ini menunjukkan bahwa jangkauan cahaya pada lampu bawah air lebih jauh daripada lampu kontrol. Semakin jauh jaraknya dari sumber cahaya, maka nilai intensitas cahaya akan semakin kecil. Hasil pengukuran yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.6.
4.6
Kurva hubungan antara Iu kontrol (bawah) dengan jarak (x)
Berdasarkan nilai k dan Iu kontrol (bawah) yang diperoleh, dilakukan perhitungan untuk mencari nilai Ia kontrol (bawah). Perhitungan tersebut menggunakan persamaan 2.1. Karena adanya faktor k, maka nilai Ia kontrol (bawah) lebih kecil daripada nilai Iu kontrol (bawah). Namun sifat intensitas cahayanya tetap, yaitu semakin jauh jaraknya dari sumber cahaya, maka nilai intensitas cahaya akan semakin kecil. Hasil perhitungan nilai Ia kontrol (bawah) dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.7. Tabel 4.7 Hasil perhitungan Ia kontrol (bawah) Jarak (m) Ia (W/m2) 0.1 8.535 0.2 2.371 0.3 1.230 0.4 0.751 0.5 0.495 0.6 0.360 0.7 0.286 0.8 0.246 0.9 0.232 1 0.214
12
Gambar 4.7 Kurva hubungan antara Ia kontrol (bawah) dengan jarak (x) Berdasarkan hasil data dan perhitungan pada lampu kontrol, diketahui bahwa kisaran intensitas yang dapat membuat reaksi fototaksis ikan menjadi positif, sehingga memperoleh hasil tangkapan tertinggi pada bagang adalah antara 0.200-9.349 W/m2. Dengan kisaran data yang diketahui, maka dapat ditentukan jarak lampu bawah air dari permukaan pada saat dicelupkan dalam operasi penangkapan ikan. Jangkauan lampu bawah air yang mengarah ke bawah lebih jauh daripada lampu kontrol. Hal ini menjadi suatu pertimbangan untuk menentukan jarak antara lampu bawah air terhadap permukaan air laut pada saat melakukan operasi penangkapan ikan. Pada saat operasi penangkapan ikan, Lampu celup bawah air dimasukkan ke dalam air sejauh 2 m dari permukaan air. Berbeda dengan Lampu bawah air, dimasukkan ke dalam air hanya sekitar 0.3 m. Hal ini disebabkan karena jangkauan cahaya pada lampu bawah air yang lebih jauh. Jika lampu bawah air dimasukkan terlalu dalam, maka posisi ikan yang akan ditangkap juga jauh dari permukaan, sehingga pada saat penarikan jaring, ikan masih memiliki peluang untuk keluar dari areal jaring. Jangkauan lampu bawah air yang mengarah ke samping lebih dekat daripada lampu kontrol. Hal ini dapat diantisipasi dengan menambah jumlah lampu agar dapat mencakup areal jaring pada saat operasi penangkapan. 4.3 Penggunaan Lampu Bawah Air pada Operasi Penangkapan Ikan Operasi penangkapan ikan dengan bagang dilakukan pada malam hari. Keadaan
yang semakin gelap akan meningkatkan kinerja dari bagang yang menggunakan cahaya sebagai alat bantu penangkapan. Pada penelitian ini digunakan Lampu bawah air sebagai tambahan cahaya, agar cahaya dapat terfokus pada areal jaring dan mencakup areal tangkapan jaring. Kegiatan penangkapan ini disebut dengan Experimental Fishing, yaitu kegiatan operasi penangkapan ikan untuk menilai kinerja alat tangkap, guna dikembangkan sebagai alat tangkap standar oleh masyarakat (nelayan). Suhu harus diperhatikan dalam penggunaan Lampu bawah air pada operasi penangkapan ikan, Suhu perairan bervariasi, baik secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal suhu bervariasi sesuai dengan garis lintang dan secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Variasi suhu secara vertikal di perairan Indonesia pada umumnya dapat dibedakan menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan homogen (mixed layer) di bagian atas, lapisan termoklin di bagian tengah dan lapisan dingin di bagian bawah. Lapisan homogen berkisar pada kedalaman 50 sampai 70 m. Pada lapisan ini terjadi pengadukan air yang mengakibatkan suhu pada lapisan ini menjadi homogen, sekitar 28 0C. Lapisan termoklin merupakan lapisan dimana suhu menurun cepat terhadap kedalaman, terdapat pada kedalaman 100 sampai 200 m, dengan suhu dapat turun menjadi sekitar 7 0C. Lapisan dingin merupakan lapisan mulai stabil kembali, terdapat pada kedalaman <200 m dengan suhu <5 0C.27 Suhu yang tidak sesuai dengan habitat ikan akan mempengaruhi sifat fototaksis dari ikan tersebut. Ikan pelagis yang merupakan target tangkapan bagang biasanya terdapat pada lapisan homogen. Penggunaan Lampu bawah air dilakukan dalam 5 kali tahapan. Setiap tahapan dilakukan selama 3 hari dalam 1 minggu. Banyaknya hasil tangkapan yang diperoleh bagang menjadi fokus utama dalam pengujian ini. Penggunaan lampu pada minggu ke-1 dilakukan dengan variasi 0 lampu, 2 lampu dan 4 lampu. Hasil tangkapan dengan variasi tanpa lampu digunakan sebagai kontrol. Pada variasi 0 lampu, cuaca dalam keadaan yang cukup baik. Keadaan air cukup tenang dengan sedikit gelombang pada permukaan. Tangkapan I dilakukan pada pukul 23.00 – 02.30 WIB dengan suhu air sekitar 27 0C. Tangkapan II dilakukan pada pukul 03.00 – 05.30 WIB dengan suhu air sekitar 26 0C. Pada variasi 2 lampu, cuaca dalam keadaan
13
yang cukup baik. Permukaan air sedikit bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul 22.00 – 02.00 WIB dengan suhu air sekitar 27 0C. Tangkapan II dilakukan pada pukul 03.00 – 05.30 WIB dengan suhu air sekitar 27 0C. Pada variasi 4 lampu, cuaca dalam keadaan yang cukup baik. Permukaan air lebih tenang. Tangkapan I dilakukan pada pukul 23.00 – 02.30 WIB dengan suhu air sekitar 27 0C. Tangkapan II dilakukan pada pukul 03.30 – 05.30 WIB dengan suhu air sekitar 26 0C. Hasil tangkapan yang diperoleh antara lain ikan teri, ikan tembang, ikan kembung dan rajungan. Hasil tangkapan pada minggu ke-1 dapat dilihat pada Tabel 4.8. Penggunaan lampu pada minggu ke-2 dilakukan dengan variasi 0 lampu, 2 lampu dan 4 lampu. Hasil tangkapan dengan variasi tanpa lampu digunakan sebagai kontrol. Pada variasi 0 lampu, cuaca dalam keadaan kurang baik, dimana permukaan air sedikit bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul 00.00 – 02.30 WIB dengan suhu air sekitar 27 0C. Tangkapan II dilakukan pada pukul 03.00 – 05.30 WIB dengan suhu air sekitar 27 0C. Pada variasi 2 lampu, cuaca dalam keadaan kurang baik, dimana permukaan air sedikit bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul 00.00 – 02.30 WIB dengan suhu air sekitar 27 0C. Tangkapan II dilakukan pada pukul 03.00 – 05.30 WIB dengan suhu air sekitar 27 0C. Pada variasi 4 lampu, cuaca dalam keadaan kurang baik, dimana permukaan air sedikit bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul 00.00 – 03.00 WIB dengan suhu air sekitar 27 0C. Tangkapan II dilakukan pada pukul 03.30 – 05.30 WIB dengan suhu sekitar 26 0C. Keadaan air yang kurang baik membuat hasil tangkapan lebih sedikit dibandingkan dengan hasil pada minggu ke-1. Hasil tangkapan yang diperoleh antara lain ikan teri, ikan kembung, cumi-cumi dan rajungan. Hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 4.8. Penggunaan lampu pada minggu ke-3 dilakukan dengan variasi 0 lampu, 2 lampu dan 4 lampu. Hasil tangkapan dengan variasi tanpa lampu digunakan sebagai kontrol. Pada variasi 0 lampu, cuaca dalam keadaan baik, dimana permukaan air tidak bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul 00.00 – 02.30 WIB dengan suhu air sekitar 28 0C. Tangkapan II dilakukan pada pukul 03.00 – 05.30 WIB dengan suhu air
sekitar 27 0C. Pada variasi 2 lampu, cuaca dalam keadaan baik, dimana permukaan air tidak bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul 23.00 – 02.00 WIB dengan suhu air sekitar 27 0C. Tangkapan II dilakukan pada pukul 02.30 – 05.30 WIB dengan suhu air sekitar 27 0C. Pada variasi 4 lampu, cuaca dalam keadaan baik, dimana permukaan air tidak bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul 23.00 – 02.30 WIB dengan suhu air sekitar 26 0C. Tangkapan II dilakukan pada pukul 03.00 – 05.30 WIB dengan suhu sekitar 26 0C. Hasil tangkapan yang diperoleh antara lain ikan teri, cumi-cumi, ikan kembung dan rajungan. Hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 4.8. Penggunaan lampu pada minggu ke-4 dilakukan dengan variasi 0 lampu, 2 lampu dan 4 lampu. Hasil tangkapan dengan variasi tanpa lampu digunakan sebagai kontrol. Pada variasi 0 lampu, cuaca dalam keadaan tidak baik, dimana permukaan air sangat bergelombang. Penangkapan hanya dilakukan satu kali, yaitu pada pukul 01.00 – 04.30 WIB dengan suhu air sekitar 25 0C. Keadaan ini mengakibatkan hasil tangkapan yang diperoleh menjadi lebih sedikit. Pada variasi 2 lampu, cuaca dalam keadaan baik, dimana permukaan air tidak bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul 23.00 – 02.30 WIB dengan suhu air sekitar 27 0C. Tangkapan II dilakukan pada pukul 03.00 – 05.30 WIB dengan suhu air sekitar 26 0C. Pada variasi 4 lampu, cuaca dalam keadaan baik, dimana permukaan air tidak bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul 00.00 – 02.30 WIB dengan suhu air sekitar 27 0C. Tangkapan II dilakukan pada pukul 03.00 – 05.00 WIB dengan suhu sekitar 26 0C. Hasil tangkapan yang diperoleh antara lain ikan teri, cumi-cumi, ikan kembung dan rajungan. Hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 4.8. Penggunaan lampu pada minggu ke-5 dilakukan dengan variasi 0 lampu, 2 lampu dan 4 lampu. Hasil tangkapan dengan variasi tanpa lampu digunakan sebagai kontrol. Pada variasi 0 lampu, cuaca dalam keadaan tidak baik, dimana permukaan air sangat bergelombang. Penangkapan hanya dilakukan satu kali, yaitu pada pukul 00.00 – 03.30 WIB dengan suhu air sekitar 25 0C. Keadaan ini mengakibatkan hasil tangkapan yang diperoleh menjadi sedikit. Pada variasi 2 lampu, cuaca dalam kurang baik, dimana permukaan air sedikit bergelombang.
14
Penangkapan hanya dilakukan satu kali, yaitu pada pukul 01.00 – 04.00 WIB dengan suhu air sekitar 25 0C. Keadaan ini mengakibatkan hasil tangkapan tidak maksimal. Pada variasi 4 lampu, cuaca dalam keadaan baik, dimana permukaan air tidak bergelombang. Tangkapan I dilakukan pada pukul 23.00 – 02.00 WIB dengan suhu air sekitar 26 0C. Tangkapan II dilakukan pada pukul 02.30 – 05.00 WIB dengan suhu sekitar 26 0C. Hasil tangkapan yang diperoleh antara lain ikan teri, ikan rebon, cumi-cumi, ikan kembung dan rajungan. Hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 4.8. Hasil penangkapan mulai dari minggu ke-1 sampai ke-5 menunjukkan
bahwa hasil tangkapan rata-rata dengan 0 lampu, 2 lampu dan 4 lampu secara berturut-turut adalah 135.9 kg, 183.9 kg, 370 kg. Hasil tangkapan yang paling banyak yaitu pada variasi 4 lampu. Hasil tangkapan dengan variasi 0 lampu dan 2 lampu memiliki nilai yang hampir sama, sehingga dapat dikatakan bahwa penagkapan dengan variasi 2 lampu tidak terlalu mempengaruhi hasil tangkapan yang diperoleh. Berdasarkan pengujian ini, diketahui bahwa operasi penangkapan pada bagang dengan variasi 4 lampu bawah air akan membuat reaksi fototaksis ikan lebih positif, sehingga hasil tangkapan meningkat.
Tabel 4.8 Hasil tangkapan penggunaan Lampu bawah air pada operasi penangkapan Tangkapan I Tangkapan II (kg) (kg) Jumlah Minggu Teri LainTeri Tembang Rebon CumiLainlampu lain cumi lain 0 buah 79 115 3 2 buah 59 139 2 Ke-1 4 buah 65 89 100 3 0 buah 30 89 2 2 buah 63 78 4.7 3 Ke-2 4 buah 55.5 120 7 2 0 buah 91.5 3 180 2 buah 72 3 186 4.5 Ke-3 4 buah 96 3 418 0 buah 47 3 2 buah 75 2 144 Ke-4 4 buah 89 2 184.5 0 buah 34 3 2 buah 80.4 4 Ke-5 4 buah 100 3 513 -
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Respon ikan pada cahaya sangat tinggi. Memaksimalkan fungsi cahaya dengan memperhatikan kondisi daerah tangkapan, intensitas cahaya, dan fokus cahaya pada areal jaring adalah langkah yang harus dilakukan untuk memperoleh hasil tangkapan yang baik pada operasi penangkapan ikan dengan bagang. Lampu bawah air telah berhasil dibuat dengan bentuk silinder. Lampu ini memiliki ukuran diameter 13 cm, panjang 23 cm dan berat 5 kg. Sumber cahaya lampu menggunakan senter LED dengan 15 buah LED. Lampu yang kedap air ini memiliki kisaran nilai
Jumlah (kg) 197 200 257 121 148.7 184.5 274.5 265.5 517 50 221 275.5 37 84.4 616
intensitas yang dapat membuat reaksi fototaksis ikan menjadi positif. Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan, lampu dapat dikatakan baik. Namun memiliki kekurangan pada disainnya yang masih terlalu besar. Hasil uji intensitas cahaya menunjukkan bahwa nilai intensitas cahaya di udara (Iu), baik pada lampu bawah air maupun lampu kontrol, lebih besar daripada nilai intensitas cahaya di air (Ia). Hal ini dikarenakan oleh adanya faktor koefisien pemudaran air (k). Nilai k pada Perairan Kamal Muara, Kepulauan Seribu ini adalah 0.123 m-1. Kisaran nilai intensitas cahaya yang membuat reaksi fototaksis ikan menjadi positif, sehingga memberikan hasil tangkapan tertinggi pada bagang adalah antara 0.200 - 9.349 W/m2. Semakin jauh