BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Kondisi Umum Tempat Penelitian Desa Padasuka adalah salah satu desa di Kecamatan Sumedang Utara yang
mempunyai luas wolayah 172,4 ha. Jumlah penduduk Desa Padasuka sebanyak 33.740 jiwa yang terdiri dari 1.940 laki-laki dan 1.800 perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.115 KK. Sedangkan jumlah keluarga miskin (gakin) 1.345 jiwa dengan persentase 40% dari jumlah keluarga yang ada di Desa Padasuka. Batas-batas
administratif
pemerintahan
Desa
Padasuka
Kecamatan
Sumedang Utara sebagai berikut: - Sebelah Utara
:
- Sebelah Timur
:
- Sebelah Selatan
:
- Sebelah Barat
:
Desa Margamukti Kecamatan Sumedang Utara Kel. Kota Kulon Kecamatan Sumedang Selatan Kel. Pasanggrahan Kecamatan Sumedang Selatan Desa Girimukti Kecamatan Sumedang Utara
Dilihat dari topografi dan kontur tanah Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara secara umum berupa wilayah pemukiman dan lahan pertanian yang berada pada ketinggian antara 450-550 M diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 25-30 0C. Desa padasuka terdiri dari 2 Dusun, 6 RW dan 18 RT. Orbitasi dan waktu tempuh dari ibukota Kecamatan 2 km2 dengan waktu tempuh 10 menit dan dari ibukota Kabupaten 3 km2 denga waktu tempuh 15 menit. Mata pencaharian penduduk Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara terdiri dari :
31
32
1. Tidak bekerja 2. Mengurus Rumah tangga 3. Pelajar/Mahasiswa 4. Pensiunan 5. PNS 6. TNI/POLRI 7. Petani 8. Buruh 9. Pegawai Swasta 10.Wiraswata 11.Lain-lain Jumlah
: 831 : 1.036 : 873 : 99 : 110 : 78 : 63 : 354 : 326 : 551 : 89 : 4.410
orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang
Sosial budaya dan ekonomi yang ada di Desa Padasuka Kabupaten Sumedang Utara adalah sarana pendidikan umum. - Taman kanak-kanak/PAUD - Sekolah Dasar (SD) - SLTP/MTs - SLTA/SMK
: : : :
3 2 1 -
buah buah buah buah
Potensi ekonomi wilayah Desa Padasuka adalah hasil pertanian yang didukung oleh sektor lain yaitu sektor perdagangan dan home industri dan sektor perikanan yaitu budidaya ikan hias. Perekonomian masyarakat, berkembangnya lembaga keuangan non Bank seperti Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Koperasi Unit Desa (KUD) yang didukung oleh permodalan cukup baik akan mendukung terhadap sektor ekonomi yang ada di Desa Padasuka. 4.1.1 Sejarah Kelompok Padasuka Koi Awal tahun 1997 terdapat kelompok pembudidaya Kutamaya di Desa Kutamaya Kabupaten Sumedang utara yang beranggotakan 11 orang dengan budidaya ikan mas dan ikan nila yang dibentuk oleh Bapak Taufik dan Bapak Rudi. Pada tahun 2001 usaha budidaya ini terserang penyakit harvest koi yang menyebabkan usaha budidaya hancur sehingga pembudidaya gulung tikar. Tetapi masih ada pembudidaya yang bertahan salah satunya Bapak Taufik. Pada tahun 2001 Bapak Taufik membentuk suatu kelompok yang bernama Padasuka Koi dengan jumlah anggota saat itu 8 orang dan fokus pada budidaya ikan koi saja. Nama Padasuka Koi sendiri berasal dari nama Desa yang awalnya Kutamaya
33
kemudian berganti menjadi Padasuka. Sampai saat ini jumlah anggota kelompok Padasuka Koi semakin bertambah menjadi 33 orang. Jenis ikan koi yang biasa dibudidayakan kelompok pembudidaya Padasuka Koi diantaranya ikan koi jenis showa, kohaku, sanke, siro utsuri, aigoromo, akabdsu. Wilayah pemasaran kelompok budidaya ikan Padasuka yaitu Batam, Riau, Surabaya, Kediri, Blitar, Bangka, Padang dan Kalimantan. Biasanyanya konsumen berasal dari kalangan menengah dan atas. Untuk diwilayah Sumedang sendiri peminat akan ikan koi kurang dikarenakan harga yang relatif cukup mahal. 4.1.2 Struktur Organisasi Kelompok Budidaya Padasuka Koi Kelompok Padasuka Koi dipimpin oleh seorang ketua kelompok, dalam menjalankan tugasnya, ketua kelompok dibantu oleh sekretaris, bendahara, seksi produksi, seksi pemasaran dan anggota kelompok. Ketua kelompok dapat memberikan perintah langsung kepada sekretaris lapangan, bendahara, seksi produksi, seksi pemasaran, dan anggota yang ditunjukkan oleh garis perintah, sedangkan fungsi koordinasi dilakukan oleh ketua kelompok, seksi produksi dan seksi pemasaran. Ketua kelompok bekerjasama dengan seksi produksi dan seksi pemasaran dalam penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam kegiatan produksi dan pemasaran di kelompok pembudidaya Padasuka Koi.
Ketua Kelompok
Sekretaris
Bendahara
Seksi Produksi
Seksi Pemasaran
Anggota Gambar 7. Struktur Organisasi Kelompok Pembudidaya Padasuka Koi Sumber: Kelompok Padasuka Koi (2013) Keterangan : : Garis Perintah
34
4.1.3 Kegiatan Padasuka Koi Kelompok pembudidaya Padasuka Koi bercita-cita ingin meningkatkan kemampuan dan dapat mensejahterakan anggotanya melalui peningkatan produktivitas dan pendapatan usaha. Pengurus dan anggota kelompok senantiasa berperan aktif untuk mencari informasi, menambah pengetahuan dalam menciptakan kekuatan yang mandiri dan siap menghadapi resiko usaha sehingga dapat memperoleh pendapatan yang optimal serta meningkatkan kesejahteraan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di kelompok pembudidaya Padasuka Koi diantaranya sebagai berikut: 1. Kelompok sebagai kelas belajar mengajar Kelompok merupakan wadah bagi anggotanya untuk berinteraksi dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. 2. Kelompok sebagai unit produksi Untuk kelangsungan sebagai unit produksi, kegiatan yang dilaksanakan 3. Kelompok sebagai wahana kerjasama Kerjasama yang dilakukan sesama anggota dan antar kelompok dengan kelompok lain untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan serta menggalang kesatuan untuk menghadapi segala permasalahan yang terjadi. 4. Kelompok sebagai kelompok usaha a. Mengadakan kegiatan pemupukan modal untuk menambah modal usaha kelompok. b. Mengelola usaha pembenihan secara komersial dan berkelanjutan. c. Usaha memenuhi permintaan pasar bersadarkan komoditi yang sedang dikembangkan. 5. Kegiatan lain Selain dari kegiatan budidaya ada juga kegiatan kelompok yang lainnya yaitu mengikuti lomba/pameran/festival ikan, kelompok sebagai tempat magang bagi para siswa dan mahasiswa untuk belajar membudidayakan ikan koi, salah satu tempat studi banding dari beberapa penggemar atau pembudidaya ikan koi.
35
4.1.4 Komoditas Ikan Budidaya Padasuka Koi Komoditi yang dibudidayakan di kelompok pembudidaya Padasuka Koi adalah ikan hias. Untuk ikan hias yaitu ikan koi dengan jenis kohaku, showa, siro utsuri,aigoromo,akabadsu dan sanke. Namun, sebagian besar ikan koi yang sering dibudidayakan adalah ikan koi jenis kohaku. Sumber induk berasal dari calon indukan impor yang didapat dari kelompok budidaya ikan koi sendiri. 4.1.5 Potensi Perikanan di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang terletak antara 6044’-70083’ Lintang Selatan dan 107021’-108021’ Bujur Timur, dengan luas wilayah 152.220 hektar yang merupakan daerah berbukit hingga daerah pegunungan dengan ketinggian tempat bervariasi mulai dari 25 sampai dengan 1.001 meter diatas permukaan laut, dengan keadaan iklim agak basah dan sedang, dengan curah hujan berkisar dari 984 sampai dengan 7.528 mm. Sumedang secara administrasi terbagi dari 26 wilayah Kecamatan, 272 Desa dan Kelurahan dengan jumlah penduduk yang bermata pencaharian pada sektor perikanan berjumlah 20.383 orang. Batas wilayah administratif Kabupaten Sumedang adalah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Subang, Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Luas wilayah Kabupaten Sumedang dengan didukung oleh keadaan geografis serta jumlah penduduk yang mayoritas petani, Kabupaten Sumedang berpotensi untuk pengembangan sektor pembangunan budidaya perikanan. Hal ini juga dapat ditunjukkan dengan jumlah produksi perikanan hias di Kabupaten Sumedang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah produksi perikanan dikabupaten sumedang dari tahun 2005-2011 dikarenakan beberapa faktor pendukung yang dapat meningkatkan jumlah produksi ikan tersebut. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan jumlah produksi ikan hias di Kabupaten Sumedang antara lain : 1. Potensi sumber daya alam yang masih baik 2. Meningkatnya jumlah pembudidaya dari tahun ke tahun 3. Adanya lembaga atau bank yang menyediakan peminjaman modal
36
Secara keseluruhan jumlah produksi ikan hias di Kabupaten Sumedang dari tahun 2005-2011 mengalami peningkatan (Tabel 7). Produksi ikan hias di Kabupaten Sumedang. Tabel 7. Produksi Ikan Hias di Kabupaten Sumedang Tahun 2005-2011 Jenis Komoditi Ikan Hias 1. Koi Pembenihan Pembesaran 2. Koki Pembenihan Pembesaran 3. Komet Pembenihan Pembesaran
Tahun 2005
Tahun 2006
Produksi (ekor) Tahun Tahun Tahun 2007 2008 2009
98.450 36.990
126.550 15.400
99.500 45.800
25.430 9.870
30.000 10.450
45.000 23.800
32.500 14.500
145.000 101.000 18.900 14.300
139.600 19.320
45.000
14.000
12.500
67.500
102.900 190.545
165.300
Tahun 2010
Tahun 2011
1135.600 116.000 174.000 63.400 54.300 20.000
152.400 34.100
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sumedang (2012) Lahan-lahan yang berpotensi sebagai tempat budidaya perikanan menurut Zonneveld (1991) adalah sebagi berikut: a. Tanah Jenis tanah liat atau lempung dengan kemiringan tanah berkisar antara 35%, namun karena sulit untuk mencari kemiringan tersebut, maka kemiringan tanah 1% masih dianggap baik dan cocok untuk dibuat kolam. b. Air Sumber air bisa berasal dari sungai, air hujan, atau air tanah, dengan mutu air yang memenuhi syarat sebagai media hidup ikan yaitu tidak tercemar bahan kimia beracun, suhu air berkisar antara 250-300C, kisaran pH air antara 6,7-8,6. Potensi perikanan budidaya wilayah Sumedang dibagi dalam tiga kategori yaitu wilayah yang sangat berpotensi, wilayah yang berpotensi dan wilayah yang kurang berpotensi (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sumedang 2012) , yakni: 1. Sangat Potensial Wilayah di Kabupaten Sumedang yang berpotensi untuk dijadikan lahan budidaya perikanan meliputi daerah Sumedang bagian utara, tengah dan timur.
37
Berdasarkan laporan Evaluasi Pembangunan Perikanan Sub Dinas Perikanan Kecamatan yang menghasilkan ikan terbesar adalah Kecamatan Cimalaka, ini karena Kecamatan Cimalaka mempunyai empat sumber mata air, dengan tiga sumber mata air mempunyai debit diatas 100 liter/detik dan satu sumber mata air dibawah 10 liter/detik. Daerah yang sangat berpotensi selain Cimalaka untuk dijadikan lahan budidaya perikanan, salah satunya adalah Kecamatan Tomo. Kecamatan Tomo selain terlewati oleh beberapa aliran sungai dan mempunyai daerah persawahan, kecamatan ini juga mempunyai lapisan tanah aluvial. Tanah aluvial merupakan tanah yang cocok untuk dijadikan tempat budidaya perikanan, khususnya untuk pembuatan kolam ikan, karena tanah aluvial mempunyai karakteristik jenis tanah liat atau lempung. Kecamatan lainnya yang berpotensi untuk dijadikan lahan budidaya perikanan adalah Kecamatan Darmaraja, karena pada kecamatan ini direncanakan akan dibangun waduk. Dengan dibangunnya sebuah waduk maka potensi untuk budidaya perikanan khususnya jaring terapung sangat besar. 2. Potensial Wilayah di Kabupaten Sumedang yang berpotensi untuk dijadikan lahan budidaya perikanan melintang dari utara ke selatan. Kecamatan yang termasuk pada kriteria ini mempunyai ketersediaan lahan yang cukup, namun tidak terdapat sumber air yang memadai, sehingga dikhawatirkan pada saat musim kemarau kecamatan-kecamatan tersebut mengalami kekeringan, sehingga nantinya akan menghambat budidaya perikanan, atau sebaliknya yaitu terdapat sumber air namun ketersediaan lahannya tidak mencukupi. Pada salah satu kecamatan yaitu Kecamatan Sumedang Selatan, terlihat adanya dua sumber mata air dengan debit antara 50-100 liter/detik, namun pada kecamatan ini ketersediaan lahan khususnya persawahan sangat kecil sehingga kecamatan ini dikategorikan kepada daerah yang berpotensi untuk dijadikan lahan budidaya perikanan. 3. Kurang Potensial Sebagian besar daerah yang termasuk kedalam kriteria kurang berpotensi berada di wilayah Kabupaten Sumedang bagian barat. Pada daerah ini tidak terdapat aliran sungai besar dan ketersediaan lahannya kecil sekali. Selain dua hal
38
tadi, kecamatan-kecamatan diwilayah ini berdekatan dengan wilayah industri Kabupaten Bandung yaitu Kecamatan Cicalengka. Pada kawasan ini dilalui oleh Sungai Citarik, Sungai Cimande, Sungai Cikijing dan Sungai Cikeruh. Berdasarkan Laporan Hasil Analisa PT.Sucofindo, mengenai sungai-sungai yang berada dikawasan tersebut menunjukan bahwa sungai-sungai tersebut memiliki beberapa parameter kimia diatas persyaratan baku mutu sehingga tidak cocok untuk dilakukannya kegiatan budidaya ikan. Dalam beberapa tahun kedepan, Kabupaten Sumedang yang sangat berpotensi untuk dikembangkannya perikanan budidaya terutama air tawarnya diprediksi akan menjadi salah satu daerah pemasok ikan hias di Provinsi Jawa Barat. Indikasi tersebut didasarkan atas beberapa aspek pendukung seperti adanya Waduk Jatigede, yang proses pengerjaannya akan selesai pada tahun 2013 sehingga persoalan air dapat diatasi, sumber mata air yang banyak dan masih terjaga kualitasnya dan terbentuknya kelompok-kelompok pembudidaya ikan, serta banyaknya kolam-kolam ikan air tawar yang cukup luas dibeberapa wilayah kecamatan. Tersediannya lahan-lahan yang potensial tentu tidak akan berarti bila tidak ada sumber daya manusia yang tidak memahami budidaya. Pemerintah Kabupaten Sumedang harus terus berupaya untuk mengasah kemampuan masyarakatnya dalam melakukan budidaya ikan baik melalui kegiatan pelatihan ataupun melalui buku-buku petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang telah diterbitkan. 4.2
Karakteristik Responden
4.2.1 Usia Responden Responden terdiri dari pembudidaya, pedagang perantara, dan konsumen akhir. Pembudidaya yang diwawancara sebanyak 6 orang. Semua responden pembudidaya yang diwawancara merupakan anggota Kelompok Pembudidaya Padasuka Koi. Umur responden secara keseluruhan bervariasi mulai dari umur 4250 tahun sebanyak 2 orang dan umur responden lebih dari 64 tahun sebanyak 4 orang. Badan Pusat Statistik menetapkan usia produktif berkisar antara 15-50 tahun dan usia nonproduktif berada dibawah dan di atasnya. Masa-masa pada usia
39
produktif adalah kemampuan manusia secara optimal untuk mengeluarkan energi dalam produksi. Pandangan ini merumuskan bahwa sekelompok masyarakat atau negara perlu membandingkan jumlah usia produktif dan usia nonproduktif penduduk. Apabila jumlah usia produktif lebih besar daripada usia nonproduktif penduduk maka secara ekonomis penduduk wilayah tersebut bersifat positif atau terjamin kesejahteraannya. Sebaliknya, jika jumlah penduduk berusia produktif lebih kecil daripada penduduk berusia nonproduktif, maka secara ekonomis kesejahteraan masyarakat tersebut bersifat negatif. Tingkat usia responden dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Tingkat Usia Responden Usia Jumlah Responden (Tahun) (Orang) 42-50 2 Pembudidaya 51-60 4 Pedagang Besar 25-35 4 36-45 4 25-35 7 Pedagang Pengecer 36-45 2 Jumlah 23 Sumber: Data Olahan (2013)
Persentasi (%) 8,7 17,4 17,4 17,4 30,4 8,7 100
Responden yang masih berusia antara 21-50 tahun merupakan usia yang produktif sehingga kinerjanya masih optimal apabila dibandingkan dengan responden yang sudah berusia 50 tahun ke atas yang tergolong usia non produktif sehingga kinerjanya kurang optimal dan mulai menurun. Setiap responden yang berusia 42-50 tahun sebanyak 8,7%, 51-60 tahun sebanyak 17,4%, 25-35 tahun sebanyak 17,4%, 36-45 tahun sebanyak 17,4%, 25-35 tahun sebanyak 30,4%, 3645 tahun sebanyak 8,7%. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa pelaku usaha budidaya ikan koi di lokasi penelitian tergolong usia non produktif untuk mengembangkan usaha budidaya. 4.2.2 Pendidikan Responden Pendidikan adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang lain agar menjadi
40
dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi (Sudirman 1987). Dari pengertian tersebut menyatakan bahwa seseorang yang mengalami proses pendidikan akan mengalami perubahan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang termanifestasikan dalam perubahan perilaku ke arah yang lebih positif. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan berfikir dan kemampuan seseorang dalam menyerap informasi dan inovasi-inovasi baru. Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi akan memiliki kemampuan sehingga produktivitas kerjanya pun akan tinggi pula. Produktivitas yang tinggi akan berpengaruh pada pendapatan sehingga akan meningkatkan keuntungan. Pendidikan memiliki kontribusi terhadap peningkatan keuntungan sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan usaha. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin rasional dalam mempertimbangkan suatu keputusan. Data tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Tingkat Pendidikan Responden Jumlah Responden Tingkat Pendidikan (orang) SMP 1 Pembudidaya SMA 5 Pedagang Besar SMA 4 Perguruan Tinggi 4 SMA 4 Pedagang Pengecer Perguruan Tinggi 5 SMA 5 Konsumen Akhir Perguruan Tinggi 3 Jumlah 31 Sumber: Data Olahan (2013)
Persentase (%) 3,22 16,12 12,9 12,9 12,9 16,12 16,12 9,7 100
Responden dengan tingkat pendidikan SMA masih cukup banyak yaitu 58%. Keadaan ini dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan para responden sehingga dapat lebih memudahkan dalam penyerapan informasi dan penerapan inovasi. 4.2.3 Pengalaman Usaha Responden Pengalaman responden diukur berdasarkan lamanya responden terlibat dalam kegiatan usahanya. Semakin lama responden bekerja pada kegiatan tersebut
41
semakin banyak pengalaman yang diperolehnya. Dengan pertambahan usia, akan diikuti oleh meningkatnya pengalaman seseorang dalam berbagai aspek kehidupan termasuk pengalaman pekerjaan yang ditekuni. Semakin lama seseorang menekuni suatu pekerjaan maka semakin meningkat pula pengetahuan, keterampilan, dan pengalamannya dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Sedangkan responden dengan pengalaman yang minim namun lebih dinamis dapat lebih cepat mendapatkan pengalaman-pengalaman baru dalam mengadopsi teknologi yang berkaitan dengan kegiatannya. Adapun karakteristik responden berdasarkan pengalaman usaha di bidang ikan koi disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Pengalaman Usaha Responden di Bidang Ikan Koi Responden Pengalaman Jumlah Persentase Usaha (tahun) (orang) (%) 1-10 5 21,7 Pembudidaya 11-20 1 4,34 1-10 4 17,4 Pedagang Besar 11-20 4 17,4 1-10 7 30,4 Pedagang Pengecer 11-20 2 8,7 Jumlah 23 100 Sumber: Data Olahan (2013) Hasil pengolahan dari data primer dapat diketahui bahwa responden ratarata baru menjalankan usaha budidaya ikan koi kurang dari 10 tahun. Hal ini disebabkan karena kegiatan usaha pada bidang ikan koi di Kabupaten Sumedang mulai lebih dikembang pada awal tahun 2008. Jika pengalaman usaha ini diuraikan lebih jauh, maka sebanyak 16 orang responden mempunyai pengalaman usaha 1-10 tahun dan 7 orang responden mempunyai pengalaman usaha selama 11-20 tahun. Pengalaman yang masih kurang mengakibatkan tingkat keterampilan atau kemampuan responden dalam melakukan usaha di bidang ikan koi juga menjadi kurang, sehingga dapat mengurangi tingkat keberhasilan dalam melakukan usaha di bidang ikan koi.
42
4.2.4 Mata Pencaharian Responden Hasil
wawancara
dengan
responden
mengenai
mata
pencaharian,
menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil responden yang menjadikan usaha di bidang ikan koi ini sebagai mata pencaharian utama. Namun sebagian lagi responden menjadikan bidang usaha ikan koi ini sebagai usaha sampingan mulai dari pedagang hingga pensiunan pegawai negri sipil (PNS). Hal ini menunjukan bahwa sebagian kecil responden menggantungkan hidupnya pada usaha budidaya ikan koi. Selain itu, dari segi curahan kerja sebagian besar responden lebih banyak menghabiskan waktunya untuk pekerjaan utama (Tabel 11).
Responden
Tabel 11. Mata Pencaharian Responden Mata Pencaharian Pembudidaya Pensiunan Pegawai negeri sipil Wiraswasta Wiraswasta
Pembudidaya Pedagang Besar Pedagang Pengecer Jumlah Sumber: Data Olahan (2013) 4.3
Jumlah (orang) 4 2 8 9 23
Saluran Pemasaran
4.3.1 Pola Saluran Pemasaran Lembaga pemasaran ikan koi yang terdapat di Kelompok Budidaya Padasuka Koi Kabupaten Sumedang terdiri dari pembudidaya ikan koi, Kelompok Budidaya Padasuka Koi sebagai produsen sekaligus pembudidaya pembesaran, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Saluran pemasaran di Kelompok Budidaya Padasuka Koi Kabupaten Sumedang terdiri dari 3 pola saluran pemasaran, diantaranya sebagai berikut : Saluran Pemasaran I Pembenihan ikan koi (Pak Taufik) Kelompok Pembudidaya Pembesaran (Pak Suwaryo)
Konsumen akhir (Pak Acep)
43
Saluran Pemasaran II Pembenihan ikan koi (Pak Taufik)
Pedagang Besar (Pak Taufik)
Kelompok Pembudidaya Pembesaran (Pak Asep)
Konsumen Akhir (Isma) Saluran Pemasaran III Pembenihan ikan koi (Pak Taufik)
Kelompok Pembudidaya Pembesaran (M.dullah)
Pedagang Besar (Pak Fahmi) Pedagang Pengecer (Pak Fauzi) Konsumen Akhir (Pak Ibrahim)
Gambar 8. Saluran Pemasaran kelompok pembudidaya Padasuka Koi Saluran pemasaran yang terdapat di kelompok pembudidaya Padasuka Koi merupakan saluran distribusi langsung dan tidak langsung. Pembudidaya Padasuka Koi biasanya menyalurkan hasil panennya dengan cara bertransaksi langsung dengan konsumen dan anggota kelompoknya yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer karena menganggap lebih praktis juga efisien sehingga tidak perlu mencari tempat penjualan lain dan tidak menanggung biaya pemasaran. Saluran pemasaran I merupakan saluran yang melibatkan pembudidaya pembenihan ikan koi, kelompok pembudidaya pembesaran dan konsumen akhir. Saluran pemasaran ini merupakan saluran pemasaran yang memiliki rantai pemasaran paling pendek. Pembudidaya pembenihan menjual benih-benih ikan
44
koi pada kelompok pembudidaya pembesaran, yang masih termasuk anggota kelompok pembudidaya Padasuka Koi, untuk selanjutnya dibesarkan sampai ukuran calon indukan. Kemudidan kelompok pembudidaya pembesaran menjual hasil pembesaran benih ikan koi tersebut pada konsumen. Selain dari kelompok pembudidaya pembesaran, konsumen juga dapat memperoleh ikan koi secara langsung dari kelompok pembudidaya ikan koi. Saluran pemasaran II merupakan saluran yang melibatkan pembudidaya pembenihan ikan koi, kelompok pembudidaya pembesaran, pedagang besar, dan konsumen akhir. Saluran pemasaran ini merupakan saluran pemasaran yang memiliki rantai pemasaran yang relatif sedang. Pembudidaya pembenihan yang juga merangkap sebagai pedagang besar menitipkan benih ikan koi ke kelompok pembudidaya
pembesaran
setelah
sebelumnya
ada
kesepakatan
antara
pembudidaya pembenihan dan pembesaran. Namun ada juga pembudidaya pembesaran yang membeli benih dari pembudidaya pembenihan. Setelah ikan memenuhi ukuran pasar, ikan yang dititipkan kepada pembudidaya pembesaran dikembalikan atau bagi pembudidaya pembesar yang membeli benihnya, ikan koi dijual kembali kepada pembudidaya pembenihan (pedagang besar) untuk disalurkan ke konsumen akhir. Saluran pemasaran III merupakan saluran yang melibatkan pembudidaya pembenih ikan koi, kelompok pembudidaya pembesaran, pedagang besar, pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Saluran pemasaran ini merupakan saluran pemasaran yang memiliki rantai pemasaran paling panjang dan mempunyai jangkauan konsumen yang paling luas. Pembudidaya pembenihan ikan koi menyalurkan hasil panennya pada kelompok pembudidaya pembesaran. Setelah memenuhi ukuran pasar, pembudidaya pembesaran menjual ikan koi kepada pedagang besar untuk selanjutnya dijual kembali pada pedagang pengecer, selanjutnya pedagang pengecer menjual kembali pada konsumen akhir. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam hal pemasaran yaitu keadaan geografis, efisiensi transportasi dan modal. Ketiga hal ini sangat berkaitan dalam pemasaran sebagai contoh jika letak produsen (contoh tempat pembenihan) berada jauh dari pasar maka akan menambah biaya transportasi karena letaknya jauh
45
sehingga transportasi tidak efisien jadi akan menambah biaya pemasaran yang semakin besar. Efisiensi usaha budidaya dan pemasaran ikan koi dapat dihitung dengan menggunakan R/C rasio, yaitu perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C rasio pada masing-masing lembaga pemasaran di kelompok pembudidaya Padasuka Koi Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang sudah efisien yang ditunjukan dengan nilai R/C rasio lebih dari satu. Nilai R/C rasio pada pedagang besar lebih tinggi dibandingkan dengan lembaga-lembaga pemasaran yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan oleh pedagang besar lebih efisien. Semakin tinggi penerimaan yang diperoleh dan semakin rendah biaya total yang dikelurkan maka efisiensi dari usaha akan smeakin besar. Besar efisiensi usaha budidaya dan pemasaran ikan koi pada masing-masing lembaga pemasaran di kelompok pembudidaya Padasuka Koi dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 12. Lembaga Pemasaran di kelompok pembudidaya Padasuka Koi Lembaga Pemasaran R/C Pembudidaya pembenihan ikan koi 1.14 Pembudidaya pembesaran ikan koi 1.03 Pedagang besar 1.59 Pedagang pengecer 1.21 Sumber: Data Olahan (2013) Berdasarkan R/C rasio dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran II lebih efisien dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. Hal ini dikarenakan market share tertinggi terdapat pada pedagang besar dan pada saluran II fungsi utama penjualan ada pada pedagang besar yang secara langsung disalurkan pada konsumen, sehingga keuntungan yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. 4.3.2 Efisiensi Pemasaran Pengukuran efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional diukur dari biaya
46
pemasaran dan margin pemasaran. Margin pemasaran merupakan perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen akhir dengan harga yang diterima oleh lembaga pemasaran sebelumnya yang meliputi biaya dan keuntungan pemasaran. Biaya pemasaran adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk mengalirkan produk dari satu lembaga ke lembaga pemasaran lainnya diluar keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran tersebut (Hanafiah dan Saefudin 1983). Rincian penghitungan margin pemasaran terdapat pada Tabel 13 sebagai berikut: Tabel 13. Margin Share pada saluran I, II dan III Uraian Pembenihan - Harga Jual (Rp) - Harga Beli (Rp) - Margin Pemasaran (Rp) - Margin Share (%) Pembudidaya pembesaran - Harga Jual (Rp) - Harga Beli (Rp) - Margin Pemasaran (Rp) - Margin Share (%) Pedagang Besar - Harga Jual (Rp) - Harga Beli (Rp) - Margin Pemasaran (Rp) - Margin Share (%) Pedagang Pengecer - Harga Jual (Rp) - Harga Beli (Rp) - Margin Pemasaran (Rp) - Margin Share (%)
Saluran I
Saluran II
Saluran III
1.500 800 700 14.8
1.500 800 700 4.7
1.500 800 700 3.2
5.500 1.500 4.000 85
5.500 1.500 4.000 27.2
5.500 1.500 4.000 27.2
20.000 10.000 10.000 68
20.000 10.000 10.000 46 19.000 12.000 7.000 32.2
Sumber: Data Olahan (2013) Saluran I terdiri atas pembenihan, pembesaran, dan konsumen akhir. Margin pemasaran dan Margin Share pembenihan adalah Rp 700,00 dan 14.8 %. Margin pemasaran pembesaran adalah Rp 4.000,00. Hal ini menunjukkan harga jual pembesaran sangat tinggi dibandingkan dengan harga pembenihan. Margin Share sebesar 85% hal ini menunjukan harga jual pembesaran sangat tinggi dibandingkan dengan harga produsen.
47
Saluran II terdiri atas pembenihan, pembesaran dan pedagang besar. Pada saluran II ada dua bentuk kerja sama yaitu sistem penitipan benih dan pembelian benih. Pada sistem penitipan benih dari pembudidaya pembesaran ke pedagang besar tidak dicantumkan jumlah harga jual dan harga belinya dikarenakan pembudidaya pembenihan disini menitipkan benih ikan koi kepada pembudidaya pembesaran dengan tujuan memanfaatkan kolam yang ada di pembudidaya pembesaran. Pedagang besar disini adalah Bapak Taufik. Pembudidaya pembesaran disini tidak menjual tetapi mengembalikan ikan koi yang telah dibesarkan ke pedagang besar sesuai dengan kesepakatan awal tentang bagi hasil keuntungan yang diperoleh. Pada sistem pembelian benih margin pemasaran dan margin share pembenihan adalah Rp 700,00 dan 4.7%. Margin pemasaran pembesaran adalah Rp 4.000,00. Hal ini menunjukkan harga jual pembesaran lebih tinggi dibandingkan dengan harga pembenihan dan Margin Share sebesar 27.2%. Margin pemasaran pedagang besar adalah Rp 10.000,00 dengan Margin Share 68%. Saluran III terdiri atas pembenihan, pembesaran, pedagang besar, pedagang pengecer dan konsumen akhir. Margin pemasaran dan Margin Share pada pembenihan Rp 700,00 dan 3.2%. Margin pemasaran pembesaran adalah Rp 4.000,00. Hal ini menunjukkan harga jual pembesaran sangat tinggi dibandingkan dengan harga pembenihan dan Margin Share sebesar 27.2%. Margin pemasaran pedagang besar adalah Rp 10.000,00 dengan Margin Share 46%. Margin pemasaran pedagang pengecer adalah Rp 7.000,00 dengan Margin Share 32.2%. Hal ini menunjukkan harga jual pedagang besar lebih tinggi dibandingkan dengan harga pengecer. Berdasarkan analisis margin share saluran pemasaran yang paling efisien terdapat pada saluran satu, dapat dilihat dari persentase margin share tertinggi dibandingkan dengan persentase margin share saluran lainnya yaitu dengan margin share pembenihan 14.8 % dan margin share pembesaran 85%. Analisis market share pemasaran yang menekan pada keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran tiap saluran dengan menggunakan perhitungan juga, kita dapat mengetahui apakah suatu usaha tersebut dapat
48
dikatakan menguntungkan atau sebaliknya. Berikut perhitungan market share pada pemasaran ikan koi di kelompok pembudidaya Padasuka Koi Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Market share Ikan koi di kelompok pembudidaya Padasuka Koi Uraian Pembudidaya - Pembenihan - Pembesaran Pedagang - Pedagang Besar - Pedagang Pengecer Total Sumber : Data Olahan (2013)
Total Produksi Harga jual (Rp) Market Share (%) 1.500 5.500
3.26 11.96
20.000 19.000 46.000
43.48 41.30 100.00
Market share ikan koi di kelompok pembudidaya Padasuka Koi Kabupaten Sumedang meliputi pembudidaya, pedagang besar, beberapa pengecer dan konsumen. Market share terbesar yaitu di pedagang besar sebesar 43.48%, karena menjual ikan koi dengan harga Rp 20.000 per ekor. Market share terendah berasal dari pembudidaya pembenihan yaitu sebesar 3.26%. Kontribusi kelompok Padasuka Koi sangat besar dalam produksi ikan koi di Sumedang, namun dalam hal pemasaran ikan koi di daerah Sumedang masih kurang karena minimnya peminat di Sumedang. Minimnya peminat ikan koi dikarenakan peminat ikan koi di daerah Sumedang kebanyakan hanya sekedar hobi dan dikarenakan rata-rata harganya yang tinggi. Pemasaran lebih banyak dilakukan ke luar daerah Sumedang dan luar pulau Jawa. Pengukuran efisiensi dapat juga dilakukan dengan cara mengetahui BCR para pelaku pemasaran. Bila BCR > 1 maka usaha tersebut dikatakan efisien, dan nila BCR < 1 maka usaha tersebut dikatakan tidak efisien, dapat dilihat pada (Tabel 15).
49
Tabel 15. Pengukuran Efisiensi Pada Pelaku Pemasaran R/C Rata-Rata Status Efisiensi Saluran Pelaku BCR I Pembenihan 1.14 1.08 Efisien Pembesaran 1.03 Pembenihan 1.14 II Pembesaran 1.03 1.25 Efisien Pedagang besar 1.59 Pembenihan 1.14 Pembesaran 1.03 1.24 Efisien III Pedagang besar 1.59 Pedagang pengecer 1.21 Sumber: Data Olahan (2013) Berdasarkan Tabel 15 dapat disimpulkan bahwa dari semua saluran pemasaran nilai BCR diatas 1, artinya seluruh saluran pemasaran memiliki status pemasaran yang efisien. Namun dilihat dari rata-rata BCR nilai tertinggi dimiliki oleh saluran II yaitu 1.25 maka dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran II lebih efisien dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. Hal ini dikarenakan banyaknya transaksi yang terjadi di saluran II oleh pelaku pemasaran sebagai contoh pembudidaya pembenihan memegang peranan dibeberapa saluran pemasaran seperti Pak Taufik sebagai produsen 1 dan produsen 2 yang menyalurkan hasil panen sekaligus pembeli ikan koi. 4.4
Struktur Pasar Struktur pasar adalah penggolongan produsen kepada beberapa bentuk pasar
berdasarkan pada ciri-ciri seperti produk yang dihasilkan, banyaknya lembaga pemasaran, mudah tidaknya keluar masuk pasar dan informasi pasar. Struktur pasar ikan koi kelompok pembudidaya Padasuka Koi Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang adalah pasar persaingan sempurna. Hal ini terlihat dari jumlah pembeli dan penjual (pedagang besar dan pedagang pengecer) yang banyak dan produk yang dihasilkan homogen. Selain itu harga yang ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran. Dimana ketika permintaan meningkat maka harga jual ikan koi ikut meningkat dan ketika permintaan menurun harga jual ikan koi ikut menurun.
50
4.4.1 Jumlah Lembaga Pemasaran Pemasaran produk perikanan dalam penyampaiannya dari produsen primer (pembudidaya) pada konsumen akhir membutuhkan rangkaian tahap, tingkatan, dan fungsi. Salah satu alasannya adalah karena komoditi ikan hias merupakan komoditi hidup yang mudah rusak atau mati maka sangat membutuhkan lembaga pemasaran. Selain itu lokasi lahan tempat budidaya ikan hias yang tersebar dalam areal yang luas membuat jasa pedagang perantara sebagai salah satu lembaga pemasaran yang cukup dibutuhkan dalam proses ini. Lembaga pemasaran ikan koi yang terlibat di kelompok pembudidaya Padasuka Koi terdiri dari pedagang besar dan pedagang pengecer. Responden kelompok pembudidaya ikan koi berjumlah 1 orang yaitu ketua dari kelompok pembudidaya
Padasuka
Koi.
Responden
pembudidaya
pembesaran
dan
pembenihan berjumlah 1 orang yang merupakan anggota dari kelompok pembudidaya Padasuka Koi. Responden pembudidaya pembesaran berjumlah 4 orang yang merupakan anggota dari kelompok pembudidaya Padasuka Koi. Responden pedagang besar berjumlah 8 orang dan pedagang pengecer berjumlah 9 orang. Hasil pengamatan menunjukan jumlah pelaku pemasaran dari pembudidaya sampai dengan pedagang pengecer semakin banyak. 4.4.2 Keadaan Produk Ikan koi hasil pembudidaya kelompok pembudidaya Padasuka Koi dari mulai pembudidaya sampai ke konsumen akhir bersifat homogen dan telah dilakukan sortasi juga grading. Sortasi adalah memilih dan memisahkan individu dari suatu populasi ikan berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan untuk memilih (menyortir) ikan mencakup ukuran (panjang atau bobot), warna, kondisi, kesehatan, kelengkapan morfologi tubuh, dan tingkah laku. Penggunaan kriteria tersebut bergantung pada tujuan sortasi. Tujuan sortasi antara lain adalah untuk memenuhi permintaan pasar (konsumen), meningkatkan keseragaman (mutu) produk, serta meningkatkan harga produk dan penerimaan (Effendi dan Oktariza 2006). Grading adalah kegiatan menggolong-golongkan ikan ke dalam kriteria (umumnya adalah ukuran atau size) tertentu. Grading terhadap produk perikanan
51
akan berdampak terhadap harga. Ikan yang memiliki ukuran lebih besar biasanya akan memiliki harga yang lebih tinggi, dan sebaliknya. Pada akhirnya, dampak dari sortasi dan grading adalah adanya peningkatan penerimaan oleh produsen maupun lembaga pemasaran akibat adanya peningkatan harga (Effendi dan Oktariza 2006). Setiap ukuran dan kualitas yang berbeda dijual dengan harga yang berbeda untuk setiap ekornya, sehingga pedagang besar, pedagang pengecer, dan konsumen akhir dapat membeli ikan koi sesuai dengan ukuran dan harga yang diinginkan. Di tingkat pedagang pengecer, konsumen melihat kualitas ikan koi berdasarkan ukuran, kecerahan warna, bentuk tubuh, dan kesehatan (dilihat dari lincah atau tidaknya ikan koi). 4.4.3 Kondisi Keluar Masuk Pasar Kondisi keluar masuk pasar berkaitan dengan kemampuan lembaga pemasaran untuk memasuki dan meninggalkan pasar. Hambatan utama untuk memasuki pasar ikan koi diantaranya tinggi rendahnya modal atau biaya yang dimiliki untuk bertindak sebagai pesaing dalam rangka memasuki pasar. Umumnya pembudidaya ikan Padasuka Koi menjual hasil panennya ke lembaga pemasaran, hal ini dikarenakan pembudidaya membutuhkan biaya yang lebih untuk mampu memasarkan sendiri hasil panennya. Dimana jangkauan pemasaran ikan koi dari Sumedang sebagian besar di luar pulau Jawa. Hambatan yang dirasakan pembudidaya pembesaran adalah kebutuhan modal yang cukup besar. Hambatan untuk masuk ke pasar pedagang besar relatif besar. Selain masalah dana yang diperlukan untuk biaya pemasaran, juga diperlukan pengalaman berdagang dan kemampuan manajerial. Salah satu kemudahan memasuki pasar ikan koi salah satunya adalah pedagang besar tidak memerlukan izin khusus yang dapat menghambat seseorang untuk masuk berbisnis ikan hias dan menjadi pedagang besar. Dari uraian mengenai jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, keadaan produk dan kondisi keluar masuk pasar dapat diketahui bentuk struktur pasar ikan koi kelompok pembudidaya Padasuka Koi Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang. Struktur pasar ikan koi ditingkat pasar pembudidaya
52
mengarah pada pasar persaingan murni dimana jumlah penjual (pembudidaya) sedikit, produk bersifat homogen, bargaining position pembeli banyak dan informasi yang dimiliki pembeli lebih banyak. Struktur pasar ikan koi ditingkat pedagang besar mengarah pada persaingan murni dimana jumlah pembeli sedikit sedangkan jumlah penjual banyak, produk bersifat homogen, bargaining position penjual lebih kuat. Struktur pasar ikan koi ditingkat pedagang pengecer mengarah pada persaingan murni (Tabel 16). Tabel 16. Struktur pasar pada Rantai Pemasaran Penjual Pembeli Jumlah Jumlah Usaha Pembudidaya 6 Pedagang 8 pembudidaya besar Pedagang Pedagang 8 Pedagang 9 besar besar pengecer Pedagang Pedagang 9 Konsumen banyak pengecer pengecer akhir Sumber: Data olahan (2013) Pelaku pasar
Struktur pasar Persaingan Murni Persaingan Murni Persaingan murni
Struktur pasar pada pelaku pemasaran mengarah pada pasar persaingan sempurna. Hal ini ditunjukkan dengan terdapat banyak penjual dan pembeli dan setiap penjual ataupun pembeli tidak dapat mempengaruhi keadaan di pasar. Interaksi seluruh penjual dan pembeli di pasar yang akan menentukan harga pasar dan seorang penjual hanya menerima harga yang sudah ditentukan. Berapa banyak produk yang dijual oleh penjual tidak dapat mengubah harga yang ditentukan pasar karena jumlah yang diproduksikan hanya sebagian kecil dari jumlah yang diperjual belikan. 4.4.4 Informasi Pasar Pengumpulan informasi pasar dilakukan terutama untuk mengetahui ukuran, jumlah, harga, waktu, mekanisme distribusi, dan pelayanan yang dikehendaki oleh konsumen terhadap produk (Effendi dan Oktariza 2006). Lembaga-lembaga pemasaran sangat memerlukan informasi pasar untuk mencapai terjadinya efisiensi dalam mekanisme pasar. Pembudidaya memerlukan informasi tentang
53
kemungkinan jumlah permintaan dan harga produk sebagai dasar untuk membuat keputusan tentang harga jual yang ditetapkan. Usaha pembesaran memperoleh informasi harga secara langsung dari pedagang yang berada diatasnya. Sumber informasi ini diperoleh dari harga yang dibayar oleh konsumen akhir dan sumber tersebut kemudian menjadi patokan para pedagang dibawahnya. Harga yang berlaku sesuai harga pasar. pada saat permintaan akan ikan koi naik, maka harga ikan koi pun meningkat dan sebaliknya, pada saat permintaan akan ikan koi turun maka harga ikan koi pun turun. Pertukaran informasi pada umumnya hanya terbatas pada sesama pedagang perantara. 4.5
Keragaan Biaya Manfaat Usaha budidaya ikan hias baik untuk produksi maupun dalam proses
pemasarannya, bahwa kedua tahap tersebut membutuhkan biaya yang terdiri atas biaya produksi dan biaya pemasaran (Hanafiah dan Saefudin 1983). Biaya produksi terdiri atas dua bagian, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya variabel). Biaya tetap yaitu sejumlah biaya yang tetap harus dikeluarkan saat kolam berproduksi atau tidak, misalnya biaya penyusutan kolam dan biaya penyusutan peralatan. Biaya tenaga kerja dapat dimasukan dalam biaya tetap, terutama untuk tenaga kerja tetap. Sementara tenaga kerja yang bersifat harian biasanya tidak dikelompokkan dalam biaya tetap. Biaya tidak tetap (biaya variabel) yaitu sejumlah biaya yang digunakan untuk memproduksi ikan mas koi dan jumlahnya sangat tergantung pada jumlah kapasitas dan masa produksi yang bersangkutan. Beberapa variabel yang termasuk ke dalam biaya tidak tetap yaitu pakan, obat-obatan, vitamin, sewa kios, dan lainlain. Jumlah biaya tidak tetap yang dikeluarkan sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah unit yang diusahakan. Tahap selanjutnya setelah produksi adalah pemasaran yang merupakan proses penyaluran produk dari produsen (pembudidaya) ke konsumen atau pasar. Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran berlangsung, mulai dari pembudidaya hingga diterima oleh konsumen akhir.
54
Besarnya biaya pemasaran sangat bergantung dari panjang pendeknya saluran pemasaran. Selain semakin mahal harga, saluran pemasaran yang jauh juga memiliki tingkat resiko yang tinggi. Tingkat kematian ikan koi dan menurunnya kualitas ikan koi adalah resiko yang sering terjadi. Biaya yang dimasukan dalam biaya pemasaran yaitu biaya transportasi dan kematian ikan koi selama penyimpanan, pengemasan, dan pengangkutan. Keragaan biaya manfaat merupakan kajian keuangan untuk mengetahui keuntungan yang telah dicapai selama usaha ikan koi tersebut berlangsung. Pengusaha dapat menganalisis perhitungan serta menentukan tindakan untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan dalam usahanya. 4.5.1 Pembenihan Pembenih memiliki 4 ekor induk ikan koi dan menghasilkan ± 24.000 ekor benih ikan koi, dalam jangka waktu 1 tahun dapat dilakukan 2 kali pemijahan. Pada pembenihan ikan koi digunakan bak fiber sebagai media pemijahan dan bak fiber terpisah untuk pendederan. Alat-alat produksi lain yang digunakan diantaranya ember grading, jaring, dan lain-lain. Pada saat awal larva ikan koi menetas, larva ikan koi masih memiliki cadangan makanan dari telur ikan. Sampai 2-3 hari cadangan makanan ini masih cukup untuk mensuplai kebutuhan larva ikan koi, sehingga tidak perlu diberi makan. Pada hari ketiga atau keempat mulai diberikan makanan berupa kutu air yang disaring, artemia atau makanan berupa kuning telur rebus. Kurang lebih usia 7 hari hingga 8 minggu benih ikan koi diberi makan pakan buatan. Panen ikan koi bisa dilakukan mulai umur satu atau dua bulan. Pada usia sekitar satu sampai dua bulan ukuran benih ikan koi dapat mencapai 3 – 4,5 cm dan telah dapat dijual kepada pembudidaya pembesaran dengan harga mencapai Rp. 1.500. Pada usaha budidaya ikan koi tidak lepas dari biaya, karena biaya merupakan salah satu unit yang akan dikeluarkan dalam menghasilkan suatu produk. Biaya tidak hanya berbentuk uang, namun dapat pula berupa tenaga kerja. Pada proses perhitungan biaya yang akan dikeluarkan merupakan acuan dalam menentukan harga dan perhitungan indikator kelayakan usaha. Biaya tetap terdiri
55
dari biaya penyusutan kolam, penyusutan induk ikan koi dan biaya penyusutan peralatan produksi (Tabel 17). Tabel 17. Keragaan Biaya-Penerimaan Pembenih Ikan Koi No 1.
2.
3.
Uraian Biaya Investasi (5 tahun) - Pembuatan kolam - Induk ikan koi (4 pasang) - Biaya peralatan produksi Total Biaya Investasi Biaya Tetap (1 tahun) - Penyusutan kolam - Penyusutan induk ikan koi - Penyusutan peralatan produksi (blower, pompa air) - Modal sendiri Biaya Variabel - Pakan - Tenaga kerja - Listrik - Vitamin dan obat-obatan Total Biaya Penerimaan (Produksi x Harga Jual) Keuntungan (Penerimaan – Total Biaya) R/C (Penerimaan : Total Biaya)
Nilai (Rp) 5.000.000 20.000.000 21.240.000 46.240.000 1.000.000 4.000.000 4.248.000 0 10.000.000 10.000.000 500.000 1.580.000 31.328.000 36.000.000 4.672.000 1,14
Sumber: Data Olahan (2013) Tabel 17 merupakan biaya usaha dalam kurun waktu 1 tahun, biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha pembenihan ikan koi selama 5 tahun kedepan terdiri dari biaya pembuatan kolam, biaya induk ikan koi (4 pasang) dan biaya peralatan produksi. Biaya pembuatan kolam yang besarnya Rp 5.000.000, untuk pembelian 4 pasang indukan ikan koi sebesar Rp 20.000.000 dengan masing-masing harga induk ikan koi Rp 5.000.000 per ekor dan terdapat biaya untuk peralatan produksi (blower, pompa air) sebesar Rp 21.240.000. total biaya yang digunakan untuk pembenihan ikan koi sebesar Rp 46.240.000. Pembudidaya ikan koi memiliki modal sendiri dan setiap tahunnya perlu melakukan perawatan kolam yang sebesar Rp 1.000.000, dan untuk perbaikan peralatan produksi (blower dan pompa air) sebesar Rp 4.248.000, selain biaya perawatan kolam dan perbaikan peralatan produksi pembudidaya juga harus mengeluarkan biaya untuk indukan koi baru sebesar Rp 4.000.000 per ekor.
56
Pembudidaya harus menyiapkan biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang jumlah totalnya akan naik turun sebanding dengan tinggi rendahnya dengan output yang diproduksi atau volume usaha (Mulyadi 1992). Adapun yang termasuk kedalam biaya variabel yaitu biaya pakan, biaya tenaga kerja, biaya listrik dan biaya vitamin dan obat-obatan. Keseluruhan biaya variabel ini dihitung dalam waktu 1 tahun. Biaya pakan sebesar Rp 10.000.000 untuk pembelian pakan sebanyak 625 kg, biaya untuk upah pekerja sebanyak 6 orang sebesar Rp 10.000.000, beban biaya untuk listrik sebesar Rp 500.000, biaya listrik untuk penggunaaan blower dan pompa air, sedangkan biaya untuk vitamin dan obat-obatan sebesar Rp 1.580.000. Total dari biaya tetap dan biaya variabel sebesar Rp 31.328.000. Pembudidaya akan mendapatkan penerimaan dari benih yang dihasilkan dan dijual. Benih yang dihasilkan dari pemijahan 4 pasang induk : ± 12.000 ekor dalam 2 kali pemijahan dengan total produksi sebanyak 24.000 ekor. Harga benih per ekor Rp 1.500, sehingga pembudidaya akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 36.000.000. Keuntungan yang akan diperoleh dari budidaya ikan koi selama setahun sebesar Rp 4.672.000. Keuntungan tersebut didapat dari penerimaan produksi dikali harga jual dikurangin total biaya tetap dan biaya variabel. Hasil dari perhitungan penerimaan dibagi total biaya yang harus dikeluarkan, akan menghasilkan nilai R/C dari usaha tersebut sebesar 1,14 yang artinya usaha pembenihan ikan koi menguntungkan karena keuntungan yang diperoleh lebih dari biaya total yang dikeluarkan. Semakin tinggi nilai R/C tingkat keuntungan suatu usaha akan semakin tinggi dan jika lebih kecil dari satu berarti belum memperoleh keuntungan sehingga masih memerlukan pembenahan (Mursid, 1997). 4.5.2 Pembesaran Pembesaran ikan koi masih termasuk anggota dari Kelompok Padasuka Koi yang terdiri dari 6 anggota. Benih ikan koi berasal dari pemijahan yang dilakukan oleh kelompok Padasuka Koi selanjutnya dibesarkan sampai ukuran yang diinginkan.
57
Usaha pembesaran umumnya dilakukan disamping rumah dengan pembuatan kolam baru, kolam tersebut dibuat untuk pembentukan warna, pola, dan corak ikan koi. Pembesaran ikan koi memerlukan biaya sebagai modal awal dalam melakukan usaha tersebut. Modal tersebut berupa pembuatan kolam dan pembelian peralatan produksi yang dapat digunakan sampai kegiatan panen. Rincian biaya pembesaran ikan koi dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Keragaan Biaya-Penerimaan Pembesaran Ikan Koi No 1.
2.
Uraian Biaya Investasi (5 tahun) - Biaya pembuatan kolam - Biaya peralatan produksi Total Biaya Investasi Biaya Tetap (1 tahun) - Penyusutan kolam - Penyusutan peralatan produksi (blower, pompa air) - Modal sendiri
Nilai (Rp) 3.500.000 1.500.000 5.000.000 700.000 300.000 0
3. Biaya Variabel - Pembelian Benih Ikan Koi 1 orang pembudidaya pembesaran @ 3.000 ekor 3.000 ekor x Rp. 1.500 - Pakan - Tenaga kerja - Listrik - Vitamin dan obat-obatan Total Biaya Penerimaan (Produksi x Harga Jual) Keuntungan (Penerimaan – Total Biaya) R/C (Penerimaan : Total Biaya)
4.500.000 5.790.000 1.200.000 300.000 1.580.000 14.370.000 14.850.000 480.000 1,03
Sumber: Data Olahan (2013)
Biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha pembesaran ikan koi selama 5 tahun kedepan terdiri dari biaya pembuatan kolam, dan biaya peralatan produksi. Biaya pembuatan kolam yang besarnya Rp 3.500.000 dan terdapat biaya untuk peralatan produksi (blower, pompa air) sebesar Rp 1.500.000. Total biaya yang digunakan untuk pembesaran ikan koi sebesar Rp 5.000.000. Pembudidaya
pembesaran ikan koi memiliki modal sendiri dan setiap
tahunnya perlu melakukan perawatan kolam yang sebesar Rp 700.000, dan untuk perbaikan peralatan produksi (blower dan pompa air) sebesar Rp 300.000.
58
Pembudidaya harus menyiapkan biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang jumlah totalnya akan naik turun sebanding dengan tinggi rendahnya dengan output yang diproduksi atau volume usaha (Mulyadi 1992). Adapun yang termasuk kedalam biaya variabel yaitu biaya pakan, biaya tenaga kerja, biaya listrik dan biaya vitamin dan obatobatan. Keseluruhan biaya variabel ini dihitung dalam waktu 1 tahun. Pembelian Benih Ikan koi 1 orang pembudidaya pembesaran masing-masing 3.000 ekor dikalikan Rp. 1.500 per ekornya sehingga akan menghasilkan total biaya 4.500.000. Biaya pakan sebesar Rp 5.790.000 untuk pembelian pakan, biaya untuk upah pekerja sebanyak 1 orang sebesar Rp 1.200.000, beban biaya untuk listrik sebesar Rp 300.000, biaya listrik untuk penggunaaan blower dan pompa air, sedangkan biaya untuk vitamin dan obat-obatan sebesar Rp 1.580.000. Total dari biaya tetap dan biaya variabel sebesar Rp 14.370.000. Pembudidaya pembesaran akan mendapatkan penerimaan dari penjualan ikan koi. Benih yang dihasilkan dari pembesaran ± 2.700 ekor dimana tingkat mortalitasnya sebesar 10%. Harga benih per ekor Rp 5.500, sehingga pembudidaya akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 14.850.000. Keuntungan yang diperoleh pembudidaya pembesaran yaitu sebesar Rp. 480.000/tahun, keuntungan tersebut didapat dari penerimaan produksi dikali harga jual dikurangin total biaya tetap dan biaya variabel. Keuntungan untuk satu kali panen yaitu Rp. 240.000. Nilai R/C lebih dari 1 menunjukkan bahwa usaha tersebut menguntungkan. 4.5.3 Pedagang Besar Pedagang besar adalah pedagang yang membeli ikan koi dalam jumlah yang banyak dalam sebulan bisa membeli 4.500 ekor ikan koi dalam satu kali memasarkan. Pedagang besar ini biasanya langsung membeli dari pembudidaya, alasan pedagang besar membeli ikan koi langsung ke pembudidaya dikarenakan harga yang murah dan bisa langsung memilih warna, corak serta ukuran ikan. Pedagang besar dalam melakukan usahanya juga mengeluarkan biaya, diantaranya biaya tabung, sewa kios, dan pembelian ikan koi. Pedagang besar juga
59
menanggung biaya transportasi untuk pengangkutan ikan dari pembudidaya ke kios. Pedagang besar menyerap ikan koi dari pembudidaya Padasuka Koi. Pedagang besar memiliki biaya-biaya yang harus dikeluarkan dalam melakukan usaha pemasaran, diantaranya tertera pada (Tabel 19). Tabel 19. Keragaan Biaya-Penerimaan Pedagang Besar No 1.
2.
3.
Uraian Biaya Investasi (5 tahun) - Biaya bak penampungan fiber - Alat tabung oksigen (10 tahun) Total Biaya Investasi Biaya Tetap (1 tahun) - Penyusutan bak penampungan - Penyusutan alat tabung oksigen - Retribusi Biaya Variabel - Sewa kios - Pembelian ikan koi - Peralatan pemasaran ( sair, ember, tabung oksigen, plastik, karet gelang) - Listrik - Transportasi - Tenaga Kerja Total Biaya Penerimaan (Produksi x Harga Jual) Keuntungan (Penerimaan – Total Biaya) R/C (Penerimaan : Total Biaya)
Nilai (Rp) 4.000.000 2.500.000 6.500.000 800.000 250.000 200.000 4.500.000 45.000.000 1.000.000 300.000 1.500.000 3.000.000 56.550.000 90.000.000 33.450.000 1,59
Sumber: Data Olahan (2013) Pedagang besar dalam menjalankan usahanya juga mengeluarkan biaya. Biaya untuk bak penampungan sebesar Rp 4.000.000 dan biaya alat tabung oksigen sebesar Rp 2.500.000. Total biaya yang digunakan untuk persiapan usaha tersebut sebesar Rp 6.500.000. Pedagang besar setiap tahunnya perlu melakukan perawatan bak penampungan sebesar Rp 800.000, dan untuk perbaikan tabung oksigen sebesar Rp 250.000 dan biaya iuran kebersihan dan keamanan Rp 200.000. Pedagang besar harus menyiapkan biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang jumlah totalnya akan naik
60
turun sebanding dengan tinggi rendahnya dengan output yang diproduksi atau volume usaha (Mulyadi 1992). Adapun yang termasuk kedalam biaya variabel yaitu sewa kios, pembelian benih ikan koi, peralatan pemasaran (sair, ember, gas oksigen, plastik, karet gelang), biaya listrik, biaya transportasi, dan biaya tenaga kerja. Keseluruhan biaya variabel ini dihitung dalam waktu 1 tahun. Sewa kios sebesar Rp 4.500.000, pembelian Benih Ikan koi 1 orang pedagang besar masingmasing 4.500 ekor dikalikan Rp. 10.000 per ekornya sehingga akan menghasilkan total biaya 45.000.000. biaya yang dikeluarkan untuk pembelian peralatan pemasaran mulai dari sair, ember, gas oksigen, plastik dan karet gelang sebesar Rp 1.000.000, beban biaya untuk listrik sebesar Rp 300.000, biaya transportasi dalam pengangkutan ikan koi dari tempat pembudidaya ke kios sebesar Rp 1.500.000, dan biaya untuk upah pekerja sebanyak 2 orang sebesar Rp 3.000.000, dengan masing-masing orang menerima Rp 1.500.000 perbulan. Total dari biaya tetap dan biaya variabel sebesar Rp 56.550.000. Pedagang besar akan mendapatkan penerimaan dari penjualan ikan koi. Ikan koi yang dibeli sebesar 4.500 ekor per tahunnya. Harga jual ikan koi ke konsumen per ekor Rp 20.000, sehingga pedagang besar akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 90.000.000. Keuntungan yang diperoleh pedagang besar yaitu sebesar Rp 33.450.000, keuntungan tersebut didapat dari penerimaan produksi dikali harga jual dikurangin total biaya tetap dan biaya variabel. Hasil dari perhitungan penerimaan dibagi total biaya yang harus dikeluarkan, akan menghasilkan nilai R/C dari usaha tersebut sebesar 1,59 hal ini menunjukkan nilai R/C lebih dari 1 menunjukkan bahwa usaha tersebut menguntungkan. 4.5.4 Pedagang Pengecer Pengecer merupakan pedagang yang membeli ikan koi sesuai dengan jumlah permintaan pasar di daerah sekitar. Pedagang pengecer biasanya membeli ikan koi dari pedagang besar. Pedagang pengecer merupakan salah satu lembaga pemasaran yang membantu proses pemasaran ikan koi sampai ke tangan konsumen akhir disamping pedagang besar. Pedagang pengecer dalam melakukan usahanya juga mengeluarkan biaya, diantaranya biaya peralatan, sewa kios, dan
61
pembelian ikan koi. Pedagang pengecer juga menanggung biaya transportasi untuk pengangkutan ikan dari tempat pedagang besar ke kios. Pedagang pengecer I dalam menjalankan usahanya juga mengeluarkan biaya. Biaya untuk peralatan mulai dari akuarium sebesar Rp 2.500.000, biaya blower sebesar Rp 1.175.000, biaya filter sebesar Rp 2.267.000, biaya bak penampungan fiber sebesar Rp 3.573.000 dan biaya alat tabung oksigen selama 10 tahun sebesar Rp 2.500.000. Total biaya yang digunakan untuk persiapan usaha tersebut sebesar Rp 14.280.000. Pedagang pengecer I setiap tahunnya perlu melakukan perawatan mulai dari akuarium sebesar Rp 500.000, perbaikan blower Rp 235.000, perbaikan filter sebesar Rp 453.400, perbaikan bak penampungan fiber sebesar Rp 714.000, biaya iuran kebersihan dan keamanan Rp 200.000 dan untuk perbaikan tabung oksigen sebesar Rp 250.000. Pedagang pengecer I harus menyiapkan biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang jumlah totalnya akan naik turun sebanding dengan tinggi rendahnya dengan output yang diproduksi atau volume usaha (Mulyadi 1992). Adapun yang termasuk kedalam biaya variabel yaitu
sewa kios,
pembelian ikan koi, peralatan pemasaran (sair, ember, gas oksigen, plastik, karet gelang), biaya pakan, biaya transportasi, listrik dan biaya tenaga kerja. Keseluruhan biaya variabel ini dihitung dalam waktu 1 tahun. Sewa kios sebesar Rp 5.000.000, pembelian ikan koi untuk pedagang pengecer I masing-masing 6.000 ekor dikalikan harga beli Rp. 12.000 per ekornya sehingga akan menghasilkan total biaya 72.000.000. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian peralatan pemasaran mulai dari sair, ember, gas oksigen, plastik bening, plastik hitam dan karet gelang sebesar Rp 1.200.000, biaya pakan yang dikeluarkan sebesar Rp 2.500.000, biaya transportasi dalam pengangkutan ikan koi dari tempat pedagang besar ke kios sekaligus beban biaya untuk listrik sebesar Rp 1.800.000 dan biaya untuk upah pekerja sebanyak 2 orang sebesar Rp 3.000.000, dengan masing-masing orang menerima Rp 1.500.000 perbulan. Total dari biaya tetap dan biaya variabel sebesar Rp 87.853.000. Rincian biaya-manfaat usaha pemasaran ikan koi terdapat pada Tabel 20.
62
Tabel 20. Keragaan Biaya-Penerimaan Pedagang Pengecer No 1.
2.
3.
Uraian Biaya Investasi (5 tahun) Biaya peralatan - Akuarium - Blower (Atman 1200) - Filter (Atman 105) - Bak fiber - Tabung oksigen Total Biaya Investasi Biaya Tetap (1 tahun) - Penyusutan (akuarium) - Penyusutan Blower - Penyusutan Filter - Penyusutan Bak fiber - Penyusutan Tabung oksigen - Retribusi Biaya Variabel - Sewa kios - Pembelian ikan koi - Peralatan pemasaran (sair, gas oksigen, plastik bening, plastik hitam, karet gelang) - Pakan - Transportasi, listrik - Tenaga Kerja Total Biaya Penerimaan (Produksi x Harga Jual) Keuntungan (Penerimaan – Total Biaya) R/C (Penerimaan : Total Biaya) Rata-rata R/C
Nilai (Rp) PP I PP II Saluran I Saluran II 2.500.000 1.175.000 2.267.000 3.573.000 2.500.000 14.280.000
2.000.000 1.250.000 2.100.000 3.350.000 2.450.000 11.150.000
500.000 235.000 453.400 714.000 250.000 200.000
400.000 250.000 420.000 670.000 245.000 200.000
5.000.000 72.000.000 1.200.000
4.500.000 91.000.000 1.200.000
2.500.000 2.000.000 1.750.000 1.800.000 1.500.000 3.000.000 87.853.000 104.135.000 102.000.000 133.000.000 14.147.000 28.865.000 1,16 1,27 1,215
Sumber: Data Olahan (2013) Pedagang pengecer I akan mendapatkan penerimaan dari penjualan ikan koi. Benih yang dibeli sebesar 6.000 ekor per tahunnya. Harga jual ikan koi ke konsumen per ekor Rp 17.000, sehingga pedagang pengecer I akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 102.000.000. Keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer I yaitu sebesar Rp 14.147.000, keuntungan tersebut didapat dari penerimaan produksi dikali harga jual dikurangin total biaya tetap dan biaya variabel. Hasil dari perhitungan penerimaan dibagi total biaya yang harus dikeluarkan, akan menghasilkan nilai
63
R/C dari usaha tersebut sebesar 1,16 hal ini menunjukkan nilai R/C lebih dari 1 menunjukkan bahwa usaha tersebut menguntungkan. Pedagang pengecer II dalam menjalankan usahanya juga mengeluarkan biaya. Biaya untuk peralatan mulai dari akuarium sebesar Rp 2.000.000, biaya blower sebesar Rp 1.250.000, biaya filter sebesar Rp 2.100.000, biaya bak penampungan fiber sebesar Rp 3.350.000, serta biaya iuran kebersihan dan keamanan Rp 200.000 dan biaya alat tabung oksigen selama 10 tahun sebesar Rp 2.450.000. Total biaya yang digunakan untuk persiapan usaha tersebut sebesar Rp 11.150.000. Pedagang pengecer II setiap tahunnya perlu melakukan perawatan mulai dari akuarium sebesar Rp 400.000, perbaikan blower Rp 250.000, perbaikan filter sebesar Rp 420.000, perbaikan bak penampungan fiber sebesar Rp 670.000, biaya iuran kebersihan dan keamanan Rp 200.000 dan untuk perbaikan tabung oksigen sebesar Rp 245.000. Pedagang pengecer II harus menyiapkan biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang jumlah totalnya akan naik turun sebanding dengan tinggi rendahnya dengan output yang diproduksi atau volume usaha (Mulyadi 1992). Adapun yang termasuk kedalam biaya variabel yaitu sewa kios, pembelian ikan koi, peralatan pemasaran (sair, ember, gas oksigen, plastik, karet gelang), biaya pakan, biaya transportasi, listrik dan biaya tenaga kerja. Keseluruhan biaya variabel ini dihitung dalam waktu 1 tahun. Sewa kios sebesar Rp 4.500.000, pembelian Ikan koi untuk pedagang pengecer II masing-masing 7.000 ekor dikalikan harga beli Rp. 13.000 per ekornya sehingga akan menghasilkan total biaya 91.000.000. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian peralatan pemasaran mulai dari sair, ember, gas oksigen, plastik bening, plastik hitam dan karet gelang sebesar Rp 1.200.000, biaya pakan yang dikeluarkan sebesar Rp 2.000.000, biaya transportasi dalam pengangkutan ikan koi dari tempat pedagang besar ke kios sekaligus beban biaya untuk listrik sebesar Rp 1.750.000 dan biaya untuk upah pekerja sebanyak 1 orang sebesar Rp 1.500.000 per bulan. Total dari biaya tetap dan biaya variabel sebesar Rp 104.135.000.
64
Pedagang pengecer II akan mendapatkan penerimaan dari penjualan ikan koi. Ikan koi yang dibeli sebesar 7.000 ekor per tahunnya. Harga jual ikan koi ke konsumen per ekor Rp 19.000, sehingga pedagang pengecer II akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 133.000.000. Keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer II yaitu sebesar Rp 28.865.000, keuntungan tersebut didapat dari penerimaan produksi dikali harga jual dikurangin total biaya tetap dan biaya variabel. Hasil dari perhitungan penerimaan dibagi total biaya yang harus dikeluarkan, akan menghasilkan nilai R/C dari usaha tersebut sebesar 1,27 hal ini menunjukkan nilai R/C lebih dari 1 menunjukkan bahwa usaha tersebut menguntungkan. Semakin tinggi nilai R/C tingkat keuntungan suatu usaha akan semakin tinggi dan jika lebih kecil dari satu berarti belum memperoleh keuntungan sehingga masih memerlukan pembenahan (Mursid, 1997). Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa keuntungan yang paling besar diperoleh oleh pedagang pengecer kedua
(PP II) sebesar Rp 28.865.000,00
dengan R/C 1,27 sedangkan pedagang pengecer kesatu (PP I) keuntungannya Rp 14.147.000,00 dengan R/C 1,16. Hal ini disebabkan volume pembelian pedagang pengecer pada saluran II yang lebih besar daripada pedagang pengecer pada saluran pemasaran I, sehingga keuntungan yang diperolehnya pun lebih banyak. Proporsi biaya terbesar dalam usaha ini yaitu biaya pembelian ikan koi dan biaya tenaga kerja. Semakin banyak ikan mas koi yang dibeli maka akan semakin besar pula biaya yang dikeluarkan. Biaya terbesar kedua dalam usaha ini adalah biaya tenaga kerja. Secara ekonomi, tenaga kerja merupakan faktor produksi yang merupakan bagian dari biaya didalam suatu usaha (Mubyarto 1989). Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu sesuai dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh berbagai hal, antara lain dipengaruhi oleh mekanisme pasar, jenis kelamin, kualitas tenaga kerja dan umur tenaga kerja.
65
4.5.5 Konsumen Akhir Konsumen akhir merupakan pemakai akhir dari produk, digunakan untuk keperluan sendiri atau orang lain dan tidak diperjual belikan. Konsumen akhir secara langsung mendatangi pelaku pemasaran (pedagang perantara) terdekat, namun ada juga yang secara langsung mendatangi pembudidaya ikan mas koi. Setiap pedagang perantara kisaran harga jual ikan koi yang diperoleh oleh konsumen berbeda-beda. Harga ikan koi di pembudidaya berkisar Rp. 3.000 - Rp 5.000/ekor, harga di pedagang besar berkisar Rp. 10.000 - Rp. 20.000/ekor, dan harga pada pedagang pengecer berkisar Rp. 17.000 - Rp.19.000/ekor. 4.6
Keragaan Usaha
1. Pembenihan Pembudidaya pembenih ikan koi menggunakan bak fiber sebagai media pemijahan dan bak fiber terpisah untuk pendederan. Selain itu, alat-alat produksi lain yang digunakan untuk membantu masa produksi dan pemanenan meliputi ember grading, jaring, dan lain-lain. Pemijahan induk ikan koi dilakukan pada bak fiber berukuran 2m x 1m x 1,5 m3, Kemudian dipasang kakaban yang terbuat dari nilon plastik yang dijepit oleh dua bilah pipa paralon pada sore hari. Ukuran kakaban yang digunakan 30 x 50 cm. Setelah indukan diseleksi, dilakukan pencampuran induk jantan dan betina dengan perbandingan jantan 2 ekor sedangkan betina 1 ekor dengan bobot mencapai 1 kg sampai 2 kg. Induk ikan koi akan mulai memijah pada tengah malam, benih yang dihasilkan adalah ± 10.000 ekor per 1x memijah. Proses pemijahan berlangsung selama kurang lebih 3 jam, telur-telur yang menempel pada kakaban harus dipindahkan pada keesokan harinya begitu juga dengan induk. Pada saat awal larva ikan koi menetas, larva ikan koi masih memiliki cadangan makanan dari telur ikan. Sampai 2-3 hari cadangan makanan ini masih cukup untuk mensuplai kebutuhan larva ikan koi, sehingga tidak perlu diberi makan. Pada hari ketiga atau keempat mulai diberikan pakan alami atau makanan berupa kuning telur rebus. Kurang lebih usia 7 hari hingga 2 bulan, benih ikan koi diberi makan pakan buatan.
66
Panen ikan koi bisa dilakukan umur dua bulan. Pada usia sekitar satu sampai dua bulan ukuran benih ikan koi dapat mencapai 3–4,5cm dan dijual kepada pembudidaya pembesaran dengan harga untuk ukuran benih besar Rp 1.500. Ikan koi ini terdiri dari 4 Grade, yaitu : a) Grade kontes Tipe grade kontes yaitu ikan koi yang telah memiliki warna sisik yang cerah dan pola warna yang sempurna serta dari segi postur tubuh yang memadai untuk tumbuh lebih besar. Contohnya dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Ikan Koi Grade Kontes jenis Shiro Utsuri b) Grade A Tipe grade A untuk ikan koi tidak jauh berbeda dengan tipe grade kontes hanya saja hal yang membedakanya tipe kelas ini belum belum memiliki warna yang begitu sempurna dan postur tubuh yang bagus agar bisa tumbuh besar. Contohnya dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Ikan koi Grade A jenis Shiro Utsuri c) Grade B Tipe grade B pada ikan koi adalah ikan koi yang memiliki warna sisik yang belum keluar dengan sempurna atau memiliki warna sisik yang kurang cerah.Contohnya dapat dilihat pada Gambar 11.
67
Warna yang belum muncul
Gambar 11. Ikan Koi Grade B jenis Shiro Utsuri d) Grade C Tipe grade C pada ikan koi yaitu ikan koi memiliki kecerahan warna yang kurang, atau pola warna yang tidak tepat sebagaimestinya. Ikan koi tipe ini biasa diambil dari ikan koi hasil sisa dari penyortiran, akan tetapi koi ini cukup pesat juga peminatnya, dikarenakan harga yang relatif murah dan terjangkau.Contohnya dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Ikan Koi Grade C jenis Shiro Utsuri 2. Pembudidaya Pembesaran Proses budidaya ikan koi di pembudidaya pembesaran masih menggunakan cara tradisonal, dengan cara menggunakan kolam tanah yang berukuran 18 x 10 x 1,5m, pakan yang digunakan berupa pakan buatan. Pembesaran mendapatkan benih ikan koi dari pembudidaya pembenihan berumur 2 bulan yang berukuran 3–4,5cm dengan sistem meminjam terlebih dahulu, dan kemudian pada saat pemanenan hasil penjualan ikan koi dipotong sesuai harga pembelian benih yang sudah disepakati diawal dengan pembudidaya pembenihan. Setelah ikan koi berumur enam bulan dengan bobot mencapai ±400 gram dilakukan proses penyeleksian atau penyortiran untuk mendapatkan ikan koi
68
yang baik dari warna dan bentuknya sehingga dapat meningkatkan harga dari ikan koi tersebut, hasil penyortiran tersebut selanjutnya akan dijual pada pengumpul. 3. Pedagang Besar Pedagang besar melakukan penyortiran pada saat membeli ikan koi dari pembudidaya dengan melihat kualitas sesuai grade, kemudian ikan koi disimpan pada bak fiber dan diberi pakan buatan sebelum dijual pada pedagang pengecer dan konsumen. Harga jual ikan koi untuk grade B dengan harga Rp 20.000 dan untuk grade C dengan harga Rp 10.000. 4. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer pertama mendapatkan ikan koi dari pedagang besar, sedangkan pedagang pengecer kedua mendapatkan ikan koi langsung dari pembudidaya. Kemudian pedagang pengecer akan menjual ikan koi di toko ikan milik masing-masing. Pedagang pengecer menyimpan ikan koi pada bak fiber sehingga konsumen yang datang ke toko dapat melihat dan memilih sebelum membeli, pakan yang digunakan adalah pakan buatan. Pedagang pengecer pertama menjual ikan koi untuk grade B dengan harga Rp 17.000 dan grade C dengan harga Rp 12.000, sedangkan pedagang pengecer kedua menjual ikan koi untuk grade B dengan harga Rp 19.000 dan grade C dengan harga Rp 13.000 kepada konsumen akhir. 4.7
Analisis Pengembangan Usaha Pembudidaya Koi
4.7.1 Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS) Usaha budidaya ikan koi dikelompok Padasuka Koi ini masih dalam tahap pengembangan. Apabila kita ingin dapat melihat dan memprediksi bagaimana pengembangan usaha yang terjadi di budidaya ikan koi, maka diperlukan alat untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait di dalamnya baik internal maupun eksternal. Alat tersebut adalah analisis SWOT yang dapat mengkaji faktor-faktor tersebut (Rangkuti 2000 dalam Renofati 2009). Faktor internal yang dimaksud merupakan faktor yang mempengaruhi secara langsung kegiatan pemasaran. Faktor internal terdiri dari kekuatan dan
69
kelemahan. Faktor eksternal merupakan faktor dari lingkungan yang turut mempengaruhi berkembangnya usaha pembudidaya padasuka koi di Kabupaten Sumedang. Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman. Faktor Internal Faktor internal berupa kekuatan, antara lain: 1) Kualitas koi sangat baik (S1) Kualitas Ikan yang baik atau setara dengan kualitas koi yang dihasilkan Pembudidaya Padasuka Koi sudah sangat diakui pelanggannya baik ditingkat kabupaten sumedang maupun nasional. Diharapkan kekuatan ini dapat dimanfaatkan dan lebih ditingkatkan agar konsumen dapat merasa puas dengan kualitas yang diberikan. 2) Modal usaha pribadi (S2) Dengan modal yang kuat akan berpengaruh dengan keseimbangan keuangan dan
pemenuhan
kebutuhan
faktor-faktor
penunjang
yang
dibutuhkan
pembudidaya ikan koi. Baik dalam sektor produksi, pemasaran dan sumberdaya manusia. 3) Lokasi startegis (S3) Lokasi budidaya ikan koi di Desa Padasuka sangat strategis karena berdekatan dengan jalan raya hal ini memegang peranan penting dalam kesuksesan suatu usaha, sehingga dapat mempengaruhi perilaku konsumen secara langsung maupun tidak langsung, keputusan membeli dipengaruhi oleh kemudahan memperolehnya. 4) Hubungan baik dengan konsumen (S4) Pelayanan dan harga jual akan ikan koi yang relatif terjangkau menjadi faktor pembeda dari tempat budidaya lain hal ini yang menyebabkan konsumen tertarik membeli ikan koi dikelompok Padasuka Koi. Adapun kelemahan-kelemahan yang ada, antara lain: 1) Promosi belum efektif (W1) Kegiatan usaha tidak dapat bergantung hanya pada proses produksi dan pengembangan kualitas, karena kegiatan promosi merupakan salah satu kegiatan penting guna meningkatkan dan kesinambungan perusahaan. Dalam hal ini bagian pemasaran merupakan elemen penting untuk merealisasikannya.
70
2) Prosedur penganggaran belum baik (W2) Penganggaran perlu dibuat, agar semua kegiatan yang ada pada budidaya ikan koi dapat diprediksi dan direncanakan dengan baik agar dapat mengetahui berapa dan apa yang harus diprioritaskan. 3) Kurangnya mengetahui informasi pasar (W3) Belum adanya spesialisasi pekerjaan membuat informasi pasar kurang dapat diketahui, seperti permintaan Koi yang tinggi saat tertentu sehingga kelompok budidaya Padasuka Koi dapat memenuhi. Dengan demikian membuat adanya keuntungan yang hilang pada kelompok budidaya Padasuka Koi. 4) Penggunaan lahan belum optimal (W4) Saat ini permintaan Koi sedang tinggi, untuk itu diperlukan pengoptimalan produksi dan pemanfaatan lahan yang baik guna mencukupi permintaan. Faktor Eksternal Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman, dimana peluang- peluang yang mempengaruhi pengembangan usaha pembudidaya Padasuka Koi di Kabupaten Sumedang antara lain : 1) Kebijakan pemerintah yang mendukung (O1) Kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan agribisnis ikan hias. Karena dengan kebijakan yang mendukung itu maka usaha akan menciptakan kelancaran dan keamanan bisnis di suatu Negara atau antar Negara secara internasional. 2) Kemajuan teknologi (O2) Kemajuan teknologi yang pesat seperti teknologi informasi dan produksi, dapat membuat kegiatan-kegiatan di dalam perusahaan menjadi lebih efektif. Dengan teknologi modern maka perusahaan dapat dengan mudah memperoleh berbagai macam informasi, berkomunikasi dan dapat mengefektifkan kegiatan manajemen dan produksi.
3) Potensi sumber daya air baik (O3) Wilayah di kabupaten Sumedang yang berpotensi untuk dijadikan lahan budidaya perikanan meliputi daerah Sumedang bagian utara, tengah dan timur. Berdasarkan laporan Evaluasi Pembangunan Perikanan Sub Dinas Perikanan
71
Kecamatan yang menghasilkan ikan terbesar adalah Kecamatan Cimalaka, ini karena Kecamatan Cimalaka mempunyai empat sumber mata air, dengan tiga sumber mata air mempunyai debit diatas 100 liter/detik dan satu sumber mata air dibawah 10 liter/detik. 4) Persaingan pasar lokal masih belum ketat (O4) Usaha pembudidaya padasuka koi di Kabupaten Sumedang masih sedikit sangat dimungkinkan untuk pengembangan skala usaha, dimana jumlah pembudidaya akan ikan koi ini sangat sedikit sangat mempengaruhi prospek suatu usaha walaupun memang untuk Koi sentra budidayanya masih menyebar dan belum banyak. Sedangkan untuk faktor-faktor yang menjadi ancaman bagi usaha budidaya ikan koi anatara lain : 1) Kenaikan BBM (T1) Kenaikan BBM akan mengakibatkan peningkatan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pembudidaya, mulai dari biaya produksi, pemasaran dan pengadaan bahan-bahan sarana pelengkap dibidang pembenihan dan pembesaran ikan koi. 2) Penyakit koi harvest virus (T2) Merupakan suatu ancaman yang terkadang masih belum dapat diatasi oleh pembudidaya ikan hias. Selama ini perusahaan mengantisipasi dengan menurunkan jumlah produksi atau terkadang dengan berhenti berproduksi. 3) Adanya produk subtitusi (T3) Adanya produk subtitusi, munculnya produk-produk inovatif seperti ikan hias air laut yang mempunyai keunggulan tersendiri misalnya Neon Tetra, arwana dan Luo- Han. 4) Masuknya ikan koi dari luar negeri (T4) Adanya jenis ikan koi dari luar yang masuk ke negara kita ini mengakibatkan hasil produk budidaya ikan koi dari indonesia sangat rendah dikarenakan kalah bersaing. Padahal hasil dari produk budidaya ikan koi di indonesia tidak kalah dengan hasil dari luar.
72
4.7.2 Internal Factor Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE) Faktor internal dan eksternal dimasukkan ke dalam Tabel Internal Factor Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE) yang digunakan untuk diberikan nilai kuantitatif berdasarkan kondisi pembudidaya koi di Kabupaten Sumedang. Nilai total yang didapatkan dari faktor internal dan eksternal dapat menunjukkan pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap kegiatan pembudidaya Padasuka Koi di Kabupaten Sumedang. Total nilai yang diperoleh pada faktor internal adalah 3,02. Nilai tersebut berada diatas angka 2,5 yang merupakan nilai rata-rata (Rangkuti 2000 dalam Renofati 2009) . Hal ini memberikan gambaran bahwa keadaan internal di pembudidaya Padasuka Koi di Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara dapat mengatasi berbagai permasalahan yang ada di kelompok pembudidaya Padasuka Koi daerah tersebut. Hasil dari faktor internal dan eksternal dapat dilihat pada Tabel 21 dan Tabel 22. Tabel 21. Penilaian Internal Factor Evaluation (IFE) Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor Bobot x Rating Kekuatan ( Strength) A. Kualitas ikan koi baik B. Modal usaha pribadi C. lokasi strategis D. Hubungan baik dengan konsumen Total Kekuatan Kelemahan (Weakness) A. Promosi belum efektif B. Prosedur penganggaran belum baik C. Kurangnya mengetahui informasi pasar D. Penggunaan lahan belum optimal Total Kelemahan Total Faktor internal Sumber: Data Olahan (2013)
0,2 0.2 0,15 0,15
4 4 3 3
0,81 0,81 0,45 0,45 2,52
0,05 0,1 0,05 0,1
1 2 1 2
0,05 0,2 0,05 0,2 0,5 3,02
1
Total nilai yang diperoleh pada faktor eksternal sebesar 2,46. Nilai yang diperoleh berada dibawah 2,5 memberikan pengertian bahwa kondisi lingkungan di kelompok pembudidaya Padasuka Koi Desa Padasuka Kecamatan Sumedang
73
Utara masih minim dalam pengembangan budidaya ikan hias khususnya ikan koi. Peluang yang ada bisa dimanfaatkan untuk meminimalisir kelemahan yang ada. Menurut ( Rangkuti 2000 dalam Renofati 2009) nilai 2,46 berada pada kuadran I dimana strategi yang digunakan adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy). Tabel 22. Penilaian Eksternal Factor Evaluation (EFE) Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor Bobot x Rating Peluang (Opportunities) A. Kebijakan pemerintah yang mendukung B. Kemajuan teknologi C. Potensi sumber daya air baik D. Persaingan pasar lokal masih belum ketat Total Peluang Ancaman (Threats) A. Naiknya harga BBM B. Penyakit koi harvest virus C. Adanya produk subtitusi D. Masuknya ikan koi dari luar negeri Total Ancaman Total Faktor Eksternal Sumber: Data Olahan (2013)
0,16 0,16 0,16 0,16
3 3 3 3
0,48 0,48 0,48 0,48 1.92
0,05 0,05 0,11 0,11
1 1 2 2
0,05 0,05 0,22 0,22 0,64 2,46
0,86
Penentuan alternatif strategi dapat dilakukan dengan memasukkan matriks IFE dan EFE ke dalam matriks SWOT. Matriks SWOT bertujuan untuk memperoleh beberapa alternatif strategi yang digunakan dalam mengembangkan usaha pengembangan di kelompok pembudidaya Padasuka Koi di Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara. Matriks SWOT pengembangan usaha di kelompok pembudidaya Padasuka Koi di Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara dapat dilihat pada Tabel 23.
74
Tabel 23. Matriks SWOT pengembangan usaha kelompok pembudidaya Padasuka Koi Internal Kekuatan (S) Kelemahan (W) 1. Kualitas ikan baik 1. Promosi belum 2. Modal usaha pribadi efektif 3. Lokasi strategis 2. Prosedur 4. Hubungan baik dengan penganggaran konsumen belum baik 3. Kurang mengetahui Eksternal informasi pasar 4. Penggunaan lahan belum optimal Peluang (O) 1. Kebijakan pemerintah yang mendukung 2. Kemajuan teknologi 3. Potensi sumber daya air baik 4. Persaingan pasar lokal masih belum ketat
Strategi SO: 1. Mempertahankan dan meningkatkan mutu produk dengan cara pengawasan produksi (S2 , O2, O1) 2. Meningkatkan jumlah produksi (S3, O1)
Strategi WO: 1. Mengoptimalkan kegiatan promosi (W1, W3, W4, O2, O3, O4) 2. Meningkatkan teknologi produksi dan informasi (W3, W4, O2) Ancaman (T) Strategi ST: Strategi WT: 1. Naiknya harga BBM 1. Menghasilkan produksi 1. Membuat 2. Penyakit koi harvest ikan koi yang variatif perencanaan (S1,S2,T2,T3,T4) produksi(W1,W2,W3, virus T1,T2,T3,T4) 3. Adanya produk subtitusi 4. Masuknya ikan koi dari luar negeri Sumber: Data Olahan (2013) Berdasarkan matriks SWOT, didapatkan 4 alternatif strategi yang dapat dipertimbangkan dalam meningkatkan usaha di kelompok pembudidaya Padasuka Koi, antara lain: 1) Meningkatkan promosi terhadap pemasaran ikan koi 2) Meningkatkan prosedur dalam pengganggaran keuangan 3) Menambah pengetahuan pembudidaya melalui peyuluhan dinas terkait 4) Mempertahankan dan meningkatkan kualitas ikan koi lokal
75
Strategi
pengembangan
disusun
melalui
analisis
SWOT
dengan
membandingkan antara faktor eksternal peluang (ooportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses). Posisi kelompok pembudidaya Padasuka Koi di Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara berada pada kuadran I yang artinya usaha budidaya ikan koi memilki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada, sehingga strategi pengembangan yang harus dilakukan kelompok pembudidaya Padasuka Koi adalah market penetration yang artinya strategi dimana perusahaan memfokuskan pada service atau produk yang sudah ada dipasar-pasar yang sudah ada sebelumnya. Selisih total kekuatan (S) – total kelemahan (W) = 2,52 – 0,5 = 2,02/2 = 1,01 (X) Selisih total peluang (O) – total ancaman (T) = 1,92 – 0,64 = 1,28/2 = 0,64 (Y)
Y Kuadran III Strategi Turn-around
Kuadran I Strategi Agresif
1,01 ; 0,64
X
Kuadran IV Strategi Defensif
Kuadran II Strategi Diversifikasi
Gambar 13. Titik strategi kelompok pembudidaya Padasuka Koi