BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat adanya puncak pada 3429 (O-H stretch), 2888 (C-H stretch), 1638 (N-H bend), 1154 (bridge O stretch ) dan 1084 cm-1(C-O stretch).
Gambar 8. Spektrum FT-IR Kitosan Berdasarkan spektrum FT-IR dari kedua metode yang digunakan untuk mensintesis KMK dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10, bahwa spektrum metode Pang, 2007 sama dengan referensi. Sehingga KMK ini yang digunakan untuk penelitian selanjutnya. Vibrasi stretching
gugus O-H dan N-H terjadi pada
3437cm-1 dan puncak khas KMK terjadi pada 1606 dan 1416 cm-1 yaitu gugus – COO- yang menunjukkan karboksimetilasi terjadinya pada gugus amino kitosan. Puncak 1065 cm-1 menjadi lebih tajam dibandingkan dengan spektrum kitosan dan puncak alkohol primer pada 1030 cm-1 tidak signifikan, hal ini menunjukkan juga bahwa karboksimetilasi terjadi pada gugus hidroksil primer pada kitosan. Berdasarkan analisa spektrum FT-IR ini menyatakan KMK yang terbentuk
18
merupakan N,O-KMK yaitu gugus karboksimetil terjadi pada posisi N dan O (Liu, et.al, 2001).
Gambar 9. Spektrum FT-IR Karboksimetil Kitosan (Zhou, 2006)
Gambar 10. Spektrum FT-IR Karboksimetil Kitosan (Pang, 2007)
19
4.2 Sintesis dan Karakterisasi Nano-partikel kitosan Nano-partikel kitosan
disintesis dengan metode gelatin ionisasi.
Pembentukan nano-partikel kitosan dihasilkan dari interaksi antara gugus negatif dari tripoliphospat dengan muatan positif gugus amino dari kitosan. Hal ini disebabkan kemampuan kitosan secara cepat membentuk gel dengan polianion yaitu membentuk ikatan silang inter- dan intramolekul. (Aktas, et.al, 2005) Spektrum FT-IR nano-partikel kitosan dapat dilihat pada Gambar 11, dimana bentuk puncak-puncak spektrumnya lebih tajam dari kitosan dan puncaknya bergeser ke bilangan gelombang lebih besar, yaitu 3466 (O-H stretch), 2927 (C-H stretch), 1658 (N-H bend), 1271 (bridge O stretch ) dan 1089cm-1(C-O stretch).
Gambar 11. Spektrum FT-IR Nano-Partikel Kitosan
Diameter ukuran partikel nano-kitosan diukur berdasarkan foto morfologi dengan menggunakan SEM pada Gambar 12 yaitu ~ 500 nm dengan bentuk tidak seragam dan distribusi partikel tidak merata. Ukuran nano-partikel belum 20
maksimal karena tergantung pada konsentrasi, berat molekul dan kondisi campuran pada saat disintesis.
Gambar 12. Foto permukaan nano-partikel kitosan
4.3 Studi interaksi kitin dan turunannya dengan Fe Hasil yang didapatkan dari penelitian ini merupaka afinitas pengikatan kitin dan turunanannya yang paling minimal terhadap ion Fe. Data ini digunakan untuk mempelajari bahwa
Fe yang merupakan komponen utama baja dapat
berinteraksi dengan kitin dan turunannya, sehingga dapat digunakan sebagai dasar penggunaan kitin dan turunannya sebagai inhibitor korosi pada baja. 4.3.1 Pengaruh konsentrasi Fe Hasil interaksi kitin dan turunannya terhadap konsentrasi Fe dapat dilihat pada Gambar 13. Secara umum makin besar konsentrasi Fe maka afinitas pengikatannya makin besar. Menurut Taboada, et.al (2003) hal ini disebabkan melimpahnya pasangan elektron bebas dari nitrogen gugus amino pada struktur kitin dan turunannya yang mampu mengikat logam.
21
Afinitas pengikatan Fe (ppm/mg)
10 9
Kitin Kitosan Karboksimetil kitosan Nano-partikel kitosan
8 7 6 5 4 3 2 1 0 0
2
4 6 Konsentrasi Fe(ppm )
8
10
Gambar 13. Afinitas pengikatan terhadap konsentrasi Fe
Konsentrasi akhir Fe yang optimum berturut-turut terjadi pada kitin dan turunannya adalah 7, 9, 5 dan 3 ppm. Konsentrasi ini digunakan untuk eksperimen selanjutnya, karena pada konsentrasi ini kapasitas adsorpsi kitin dan turunannya minimal terjadi. Terlihat bahwa konsentrasi Fe awal yang digunakan untuk KMK dan nano-partikel kitosan lebih kecil dibandingkan kitin dan kitosan. Hal ini disebabkan gugus fungsi KMK lebih banyak dan ukuran nano-partikel kitosan lebih kecil dari kitin dan turunannya, sehingga kapasitas adsorpsinya lebih baik. 4.3.2 Pengaruh pH larutan Fe Gambar 14 menunjukkan afinitas pengikatan Fe oleh kitin dan turunannya dipengaruhi oleh pH larutan Fe. Terlihat bahwa nilai pH minimal untuk kitin dan turunannya berturut-turut adalah 5, 4, 6 dan 5. Pada pH ini larutan Fe3+ tidak mengalami pengendapan sehingga
menurunkan kapasitas adsorpsi kitin dan
turunannya. ( Burke, A., et.al, 2000) Sedangkan kitin dan turunannya pada range pH ini
mengalami protonasi sehingga jumlah atom-atom nitrogen dengan
elektron bebasnya menurun dalam media yang menyebabkan meningkatnya kelarutan biopolimer tersebut. (Zangmeister, R.A., et.al, 2006)
22
10
Afinitas pengikatan Fe (ppm/mg)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0
2
4
6
8
10
pH Kitin
Kitosan
Karboksimetil kitosan
Nano-partikel kitosan
Gambar 14. Afinitas pengikatan Fe terhadap pH 4.3.3 Pengaruh massa kitin dan turunannya Gambar 15 menunjukkan afinitas pengikatan Fe oleh kitin dan turunannya menurun dengan meningkatnya jumlah massa. Hal ini terjadi karena pada jumlah massa tinggi terbentuk ikatan hidrogen intermolekul yang akan mengurangi kemungkinan berinteraksi dengan ion Fe.(Xue, X.,et.al, 2009)
Afinitas pengikatan Fe (ppm/mg)
10 9
Kitin Kitosan
8
Karboksimetil kitosan Nano-partikel kitosan
7 6 5 4 3 2 1 0 0
2
4
6
8
10
12
Massa kitin dan turunannya (m g))
Gambar 15. Afinitas pengikatan Fe terhadap massa kitin dan turunannya
23
Untuk kitin konsentrasi akhir Fe optimum terjadi pada 5 mg, kitosan 7 mg, karboksimetil kitosan 5 mg dan nano-partikel kitosan 5 mg. Jumlah kitosan lebih banyak karena hanya mengandung dua gugus fungsi yaitu -OH dan -NH2. Sedangkan kitosan dalam nano diperlukan jumlahnya lebih sedikit karena semakin kecil ukuran partikel akan meningkatkan kapasitas adsorpsi. 4.3.4 Pengaruh waktu interaksi Gambar 16 menunjukkan waktu interaksi kitin dan turunannya yang paling minimal terjadi, terlihat
afinitas pengikatan secara umum tidak dipengaruhi
waktu interaksi. Untuk terjadi pengikatan Fe oleh kitin dan turunannya diperlukan waktu interaksi minimal 7,5 menit.
Afinitas pengikatan Fe (ppm/mg)
1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 Kitin kitosan Karboksimetil kitosan Nano-partikel kitosan
0.2 0 0
15
30
45
60
75
90
105
120
Waktu interaksi (m enit)
Gambar 16. Afinitas pengikatan terhadap waktu interaksi 4.3.5 Analisis spektrum FT-IR Bentuk spektrum FT-IR kitin setelah menyerap ion Fe3+ dapat dilihat pada Gambar 17. Terlihat bentuk spektrumnya tidak banyak berbeda dengan spektrum kitin standar, tetapi persentase transmitannya lebih tinggi, hal ini menunjukkan bahwa banyak gugus fungsi dari kitin berikatan dengan ion Fe3+. Gambar 18 menunjukkan spektrum FT-IR kitosan setelah berinteraksi dengan larutan Fe, terlihat terjadi pergeseran absorban -OH menjadi 3466 cm-1, puncak –NH2 terjadi perpendekan. Hal ini menunjukkan afinitas pengikatan kitosan terhadap Fe lebih baik dibandingkan dengan kitin.
24
Untuk spektrum karboksimetil kitosan terlihat pada Gambar 19, terlihat puncak khas dari karboksimetil kitosan yaitu pada 1606 dan 1416 cm-1 ( –COO-) sudah tidak ada lagi. Hal ini menunjukkan gugus –COO- berperanan dalam mengikat ion Fe. Sedangkan spektrum nano-partikel kitosan pada Gambar 20, menunjukkan bentuk spektrumnya tidak terlalu berbeda dengan spektrum sebelum berinteraksi dengan Fe. Hal ini menyebabkan afinitas pengikatannya paling kecil dibandingkan dengan kitin dan turunannya yang lain. 100 %T 95
5 0 3 .4 2 4 6 8 .7 0 5 2 8 .5 0
5 9 4 .0 8 5 5 9 .3 6
7 5 0 .3 1
7 0 2 .0 9
8 9 4 .9 7 9 5 0 .9 1 1 0 2 4 .2 0
1 1 5 7 .2 9 1 1 1 6 .7 8 1 0 7 2 .4 2
3 2 7 1 .2 7
70
1 3 7 9 .1 0
1 5 6 6 .2 0 1 6 5 6 .8 5
75
1 6 2 9 .8 5
2 9 2 9 .8 7 3 1 0 9 .2 5
80
2 8 8 5 .5 1
85
1 3 1 7 .3 8
1 4 2 1 .5 4
90
3 4 5 0 .6 5
65
60
55 4500 4000 Sampel 1
3500
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750
Gambar 17. Spektrum FT-IR kitin setelah beinteraksi dengan ion Fe
25
500 1/cm
100 %T
5 2 4 .6 4
5 9 7 .9 3
8 9 3 .0 4 9 4 7 .0 5
6 6 7 .3 7
1 0 3 1 .9 2
1 1 5 3 .4 3
80
1 0 8 9 .7 8
1 3 8 1 .0 3
85
1 5 8 7 .4 2
2 9 2 4 .0 9
90
1 3 2 3 .1 7
2 3 7 4 .3 7
95
3 4 6 6 .0 8
75
70
65 4500 4000 Sampel 2
3500
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750
500 1/cm
Gambar 18. Spektrum FT-IR kitosan setelah beinteraksi dengan ion Fe
Gambar 19. Spektrum FT-IR KMK setelah berinteraksi
26
Gambar 20. Spektrum FT-IR nano-kitosan setelah beinteraksi
4.3.6 Analisis foto SEM Gambar 21 menunjukkan foto permukaan partikel kitin yang telah berinteraksi dengan ion Fe. Terlihat permukaannya mulus dan tidak berpori sehingga Fe hanya berikatan dipermukaan kitin. Sedangkan foto permukaan partikel kitosan setelah berinteraksi dengan Fe dapat dilihat pada Gambar 22. Terlihat permukaan kitosan berpori tetapi jumlahnya sedikit, sehingga ion Fe lebih banyak diserap. Pori-pori pada permukaan partikel karboksimetil kitosan lebih banyak lagi dapat dilihat pada Gambar 23. Tetapi afinitas pengikatannya terhadap Fe kecil karena karboksimetil kitosan sifatnya larut dalam air sehingga ion Fe tidak banyak berikatan dengan gugus fungsinya. Untuk spektrum nano-partikel kitosan setelah berinteraksi dengan Fe dapat dilihat pada gambar 24. terlihat permukaanya sebagian mulus dan sebagian berpori yang menyebabkan afinitas pengikatannya kecil.
27
Gambar 21. Foto SEM permukaan partikel kitin setelah berinteraksi
Gambar 22. Foto SEM permukaan partikel kitosan setelah berinteraksi
28
Gambar 23. Foto SEM permukaan partikel KMK setelah berinteraksi
Gambar 24. Foto SEM permukaan partikel nano- setelah berinteraksi
4.4 Efisiensi inhibisi korosi menggunakan kitin dan turunannya Secara umum efisiensi inhibisi korosi dipengaruhi oleh sifat fisika-kimia dari molekul inhibitor seperti gugus fungsi, faktor sterik, aromatik rapatan elektron pada atom donor dan karakter orbital P dari elektron pendonor dan juga struktur elektronik dari molekul inhibitor. (Abd El-Maksound, S.A. 2008)
29
4.4.1 Pengaruh pH air gambut Berdasarkan pengukuran berat hilang, laju korosi dan nilai efisiensi inhibisi korosi baja dalam air gambut dapat ditentukan. Gambar 25 menunjukkan bahwa nilai pH dapat mempengaruhi
efisiensi inhibisi korosi dari kitin dan
turunannya. Untuk kitin efisiensi optimum terjadi pada pH 7 yaitu 81,71%, karena pada pH ini gugus asetil (CH3-CO) belum mengalami deasetilasi sehingga efisiensi inhibisinya optimum (Fernandes-Kim, S.O. 2004). Sedangkan kitosan terjadi pada pH 3 yaitu 79,28%, karena pada pH ini kitosan akan larut sehingga mempermudah gugus fungsinya (-OH dan -NH2) berikatan dengan permukaan baja. Pada pH
lebih tinggi stabilitas kelarutan
kitosan sangat terbatas dan cenderung terjadi pengendapan sehingga efisiensinya menurun. Untuk karboksimetil kitosan efisiensi optimumnya terjadi pada pH 7 yaitu 93,66%, hal ini disebabkan karboksimetil kitosan bersifat amphiprotik pada pH tersebut . Persamaan reaksinya dapat dilihat dibawah ini (Sun,et.al,2006).
Dalam suasana asam lemah yaitu gugus –NH3+ akan teradsorpsi dalam orbital– d Fe yang setengah penuh. Sedangkan dalam suasana basa lemah gugus fungsi
–COO- akan mengikat Fe yang bermuatan +, sehingga efisiensi
karboksimetil kitosan optimum terjadi pada pH 7. Sedangkan efisiensi inhibisi optimum dari nano-partikel kitosan terjadi pada pH 6 yaitu 93%.
30
Efisiensi inhibitor (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Kitin Kitosan Karboksimetil kitosan Nano-partikel kitosan
0
1
2
3
4 5 pH
6
7
8
9
Gambar 25. Efisiensi inhibisi korosi terhadap pH air gambut Dari data pengaruh pH yang cocok digunakan sebagai inhibitor dalam media air gambut adalah kitosan dan nano-partikel kitosan, karena pH air gambut yang nyata dilapangan adalah 3 -6. Kalau dilihat kitosan efisiensinya optimum di pH 3, sedangkan nano-partikel kitosan di pH 6. Walaupun karboksimetil kitosan nilai efisiensinya lebih tinggi tetapi pH optimumnya bukan termasuk pH air gambut.
4.4.2 Pengaruh teknik inhibisi Gambar 26, menunjukkan bahwa efisiensi inhibisi yang mengalami kenaikan dari teknik pencelupan menjadi pelapisan adalah kitosan yaitu dari 79,28 menjadi 88,73 %. Hal ini terjadi karena pada saat dilapiskan pada baja kitosan berkemampuan membentuk lapisan pada permukaan sehingga memperlambat baja kontak dengan udara.
31
Efisiensi inhibisi korosi (%E)
100 90
2 1
3
4
2
80 70
3
1
4
60 50
Pencelupan
40
Pelapisan
30 20 10 0 Kitin dan turunannya (1=kitin, 2=kitosan, 3=karboksimetil kitosan, 4= nano kitosan)
Gambar 26. Pengaruh teknik inhibisi terhadap efisiensi inhibisi korosi
4.4.3 Pengaruh waktu Gambar 27, menunjukkan bahwa efisiensi inhibisi korosi dipengaruhi oleh waktu pencelupan baja dalam media korosif. Waktu interaksi optimum untuk kitin dan turunannya sama yaitu selama 3 hari. Efisiensi inhibisi dari kitin dan turunanannya menurun setelah 3 hari, karena kapasitas gugus fungsinya untuk teradsorpsi pada permukaan baja sudah maksimum dan tidak dapat membentuk lapisan kompleks yang stabil, sehingga menurunkan laju korosi.
32
100
Efisiensi inhibitor (%)
90 80 70 60 50 40 30 20 10
Kitin
Kitosan
Karboksimetil kitosan
Nano-partikel kitosan
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Waktu (hari)
Gambar 27. Efisiensi inhibisi terhadap waktu interaksi 4.4.4 Penentuan jenis adsorpsi Model adsorpsi isotherm Langmuir diterapkan untuk mempelajari adsorpsi molekul kitin dan turunannya pada permukaan baja, karena diasumsikan lapisan adsorpsinya monolayer (Cheng, et.al, 2007). Adapun plot antara C/ terhadap C untuk inhibitor kitin dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 28. Dengan menghitung nilai Kads maka nilai Goads dapat ditentukan. Untuk kitin nilai Goads -16,998 kJ mol-1, kitosan -18,68 kJ mol-1, KMK -17,055 kJmol-1 dan nanopartikel kitosan -17,89 kJ mol-. ntuk kitin nilai Goads -16,998 kJ mol-1, kitosan 18,68 kJ mol-1, KMK -17,055 kJmol-1 dan nano-partikel kitosan -17,89 kJ mol-. Adsorpsi kitin dan turunannya pada permukaan baja bersifat spontan karena nilai Go negatif. Sedangkan jenis adsorpsinya adalah adsopsi fisika, karena nilai Go mendekati -20 kJmol-1(Bouklah,et.al, 2006), hal ini
terjadi karena interaksi
elektrostatik antara muatan molekul dengan muatan pada logam.
33
10 9 8 7
C/
6 5 4
Kitin
y = 1.0455x + 0.0608
3
Kitosan
y = 1.0709x + 0.0316
Karboksimetil kitosan
y = 1.0642x + 0.0605
Nano-partikel kitosan
y = 1.0382x + 0.1437
2 1 0 0
2
4
6
8
10
C (mg)
Gambar 28. Kurva adsorpsi Langmuir pada baja dalam air gambut 4.4.5 Penentuan energi aktivasi Reaksi korosi mematuhi persamaan Arrhenius, sehingga Ea atau energi yang digunakan untuk melarutkan logam dapat ditentukan (Bouklah, M.,et.al, 2006). Berdasarkan Gambar 29, bahwa dari slopenya dapat dihitung Ea dari kitin dan turunannya sebagai inhibitor korosi. Dari perhitungan didapatkan Ea untuk kitin 173,057 kJ mol-1, kitosan 196,27 kJ mol-1, KMK 220,64 kJ mol-1 dan nanopartikel kitosan 286,31 kJ mol-1. Terlihat bahwa Ea kitin paling rendah, hal ini disebabkan energi barier kitin pada permukaan baja korosi lebih rendah. Ea kitosan lebih tinggi karena kitosan membentuk lapisan pasif yaitu aksi inhibisi oksigen, sehingga dibutuhkan energi yang lebih tinggi untuk melarutkan Fe. Sedangkan Ea karboksimetil kitosan lebih tinggi dari kitosan karena sifatnya dapat larut dalam air, sehingga gugus fungsi lebih mudah bereaksi membentuk senyawa kompleks. Sedangkan Ea nano-partikel kitosan paling tinggi diantara
34
inhibitor lain karena ukurannya partikelnya paling kecil sehingga banyak menutupi permukaan baja.
5.2
y = -1438.8x + 8.9769
kitosan
y = -1631.8x + 9.7516
Karboksimetil kitosan
y = -1834.4x + 10.332
4.8
Nano-partikel kitosan
y = -2380.4x + 12.329
4.6
Linear (Karboksimetil kitosan) Linear (Nano-partikel kitosan)
5
ln R'(mdd)
kitin
4.4 4.2 4 0.0031 0.0031 0.0032 0.0032 0.0033 0.0033 0.0034 0.0034
1/T (K-1)
Gambar 29. Plot Arrhenius dari ln R’ terhadap 1/T
35