44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Desa Adat Cau Belayu Desa Adat Cau Belayu merupakan bagian wilayah dari Desa Dinas Cau Belayu Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan. Desa ini letaknya berhimpitan dengan bagian wilayah Kabupaten Badung. Bagian sebelah Timur, Barat dan Selatan merupakan wilayah Kabupaten Badung sementara bagian utaranya merupakan bagian dari wilayah kabupaten Tabanan. Gambaran lebih jelas mengenai letak Desa Adat Cau Belayu dapat dilihat pada Lampiran 1. 4.1.1 Kondisi Fisik Secara umum kondisi topografi lahan yang ada di Desa Adat Cau Belayu tergolong bergelombang. Hanya saja pada wilayah timur terutama pada daerah Resi dan daerah Pura Titi Gantung, kondisi topografi sangatlah terjal. Kondisi daerah yang terjal diakibatkan adanya tebing batu padas dengan ke dalaman antara 30 – 130 meter dari permukaan air Sungai Penet yang ada di dasar tebing. Pada daerah permukiman warga, kondisi topografi lahan cenderung datar dan bergelombang pada daerah permukiman bagian barat. Selain air Sungai Penet, sumber air baku yang digunakan oleh warga adalah sumber mata air yang berada disepanjang tebing yang ada di Desa Adat Cau Belayu. Kondisi mata air ini telah ditata dan dikelola sehingga masyarakat yang ingin memanfaatkan / mengambil air dapat mengambilnya dengan leluasa dan dapat melayani sejumlah anggota masyarakat karena telah dibangun sejumlah
45
fasilitas pendukung berupa pembangunan pancoran dan tempat pemandian. Sumber mata air yang ada di Desa Adat Cau Belayu dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Mata Air Titi Gantung. b. Mata Air Resi. c. Mata Air Beji Taman Suci. d. Mata Air Yeh Song. Banyaknya sumber mata air yang ada dan dimanfaatkan oleh warga lebih merupakan sumber mata air yang telah lama ada. Sejalan dengan perkembangan, mata air ini kemudian memiliki fungsi pelayanan yang mengkhusus baik digunakan oleh masyarakat yang akan pergi ke kebun / tegalan, kegiatan mandi dan cuci, serta keperluan upacara keagamaan. Di samping sumber mata air baku yang ada, sejak tahun 2001, pelayanan pipa air minum daerah telah masuk ke Desa Adat Cau Belayu
dan melayani seluruh anggota masyarakat. Meski
demikian hingga kini masih banyak anggota masyarakat yang menggunakan sumber – sumber mata air yang telah ada. Dilihat dari tipologi desa, Pola Guna Lahan yang terbentuk di desa ini adalah pola linier dengan ke dalaman grid. Struktur pola guna lahan terbagi menjadi 4 (empat) zona yaitu zona permukiman, zona persawahan, zona tegalan dan zona tebing. Zona permukiman terdapat di sekitar pusat desa dengan dominasi permukiman tradisional penduduk. Zona sawah terbagi menjadi 2 bagian yaitu sawah pada daerah bagian utara desa dan sawah yang terdapat pada daerah bagian selatan desa. Zona tegalan dibagi menjadi 2 bagian yaitu tegalan pada daerah barat
46
desa dan tegalan yang berada di sebelah timur desa. Zona tebing terbagi menjadi 2 macam yaitu tebing pada daerah sepanjang pinggiran Sungai Penet dan tebing yang terdapat disepanjang Tukad Dangkang. Dengan penggambaran pola guna lahan yang ada di Desa Adat Cau Belayu, diharapkan dapat menjadi informasi dasar bagaimana merencanakan paket wisata yang akan ditawarkan kepada para wisatawan. Wilayah Desa Adat Cau Belayu merupakan bagian dari wilayah administrasi Desa Cau Belayu Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan. Wilayah administrasi Desa Cau Belayu terbagi menjadi 4 Banjar Dinas, sehingga sejumlah fasilitas umum tersebar merata diseluruh wilayah banjar dinas yang ada. Sejumlah fasilitas umum yang ada di Desa Adat Cau Belayu dijabarkan sebagai berikut :
Fasilitas Pendidikan.
Fasilitas Kesehatan.
Fasilitas Pelayanan Sosial.
Fasilitas Perdagangan.
Fasilitas Rekreasi dan Olah Raga. Tabel 4.1. Fasilitas Perdagangan No.
Fasilitas
Jumlah Kondisi
1
Warung
9
Baik
2
Pasar Desa
1
Buruk
3
Lembaga Perkreditan Desa
1
Buruk
Sumber : Hasil Survey Lapangan tanggal 14 November 2009 Pelayanan fasilitas umum yang ada di Desa Adat Cau Belayu tergolong baik. Masyarakat telah menggunakan dan memelihara fasilitas yang ada sehingga
47
mampu digunakan dengan maksimal. Fasilitas sosial masyarakat yang ada di Desa Adat Cau Belayu berupa fasilitas informasi sosial, dan fasilitas keagamaan. Kelengkapan sarana transportasi di Desa Adat Cau Belayu telah mampu memenuhi kebutuhan layanan akan sarana transportasi. Dari sepeda motor, minibus, truk hingga kendaraan bak terbuka ada di wilayah ini dan telah melayani semua kebutuhan masyarakat. Di sisi lain prasarana transportasi yang ada telah lengkap menyasar lokasi – lokasi permukiman dan pusat keseharian masyarakat. Untuk prasarana jalan yang ada sebagian besar merupakan jalan aspal tetapi dengan kondisi rusak terutama pada jalur utama desa. Di samping prasarana jalan utama dan penghubung terdapat juga jalan – jalan setapak yang ada yang menghubungkan pusat keseharian masyarakat seperti jalan sawah dan jalan tegalan yang sebagian besar masih berupa jalan tanah. Jalan ini telah mampu melayani keseharian masyarakat dan menjadi sebuah potensi jalur daya tarik wisata yang perlu untuk dikembangkan. 4.1.2 Kehidupan Sosial Jumlah total warga Desa Adat Cau Belayu adalah 106 KK pengarep atau 423 KK total yang terbagi menjadi 35 KK pengarep pada Pemaksan Puseh, 37 KK pengarep pada Pemaksan Desa dan 34 KK pengarep pada Pemaksan Dalem. Struktur kelembagaan Desa Adat Cau Belayu mengacu kepada pola umum struktur kelembagaan desa adat yang berlaku umum yang terdiri atas Badan Pertimbangan Desa, Bendesa Adat, Wakil Bendesa Adat, Penyarikan, Kelian Maksan. Pada sisi lain terdapat sejumlah sekaa yang bersifat berdiri sendiri seperti sekaa angklung dan sekaa teruna teruni. Sejalan dengan perkembangan program
48
pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, sering kali muncul / dibentuk organisasi khusus dalam bentuk panitia khusus yang bertugas mengelola sendiri program / dana yang wajib dikelola desa. Panitia khusus ini berada di bawah Bendesa Adat dan wajib berkoordinasi dalam pelaksanaannya dengan Kelian masing – masing pemaksan. Gambaran lebih jelas mengenai struktur organisasi dari kelembagaan adat di Desa Adat Cau Belayu dijabarkan sebagai berikut : Gambar 4.1. Struktur Kepengurusan Adat Desa Adat Cau Belayu Badan Pertimbangan Desa
Bendesa Adat Wakil Bendesa Adat
Panitia Khusus : LPD Program CBD
Sekaa : Angklung Teruna Teruni
Kelian Banjar Adat : Banjar Desa Banjar Puseh Banjar Dalem
Sumber : Hasil Wawancara 18 November 2009 4.1.3 Kegiatan Ekonomi Penggambaran mengenai kegiatan ekonomi masyarakat berupa kegiatan pertanian sawah, kegiatan perkebunan, kegiatan beternak, kegiatan perdagangan kebutuhan sehari – hari, bekerja sebagai pegawai dan bidang jasa lainnya. Kegiatan ekonomi yang dominan dibidang pertanian baik bekerja di sawah maupun bekerja di kebun.
49
Gambar 4.2 Areal Persawahan dan Kebun Warga 4.1.4 Persepsi dan Aspirasi Informasi mengenai persepsi dan aspirasi di Desa Adat Cau Belayu diperoleh dengan cara wawancara mendalam yang dilakukan terhadap sejumlah pihak seperti : pihak aparat desa adat, dan anggota masyarakat. Tujuan pokok informasi ini adalah sebagai upaya untuk mengetahui sejauh mana pemahaman pihak desa mengenai potensi pariwisata yang ada di daerahnya, dan aspirasi dalam upaya mengembangkan potensi desa yang ada. 4.1.4.1 Persepsi Dalam perkembangan narasumber yang duduk sebagai Kelian Banjar Dalem menjelaskan bahwa perkembangan kegiatan pariwisata yang ada di Cau Belayu jika dilihat dari minat wisatawan cenderung meningkat. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya wisatawan yang melewati desa ini dan menikmati sejumlah daya tarik wisata seperti Pura Puseh, pohon beringin dan koridor perkampungan asli Bali yang ada di daerah bagian timur dari Desa Adat Cau Belayu. Tetapi di lain pihak jika dilihat dari pola pergerakan wisatawan lokal atau daerah sekitar lokasi di Desa Adat Cau Belayu, dinyatakan oleh pemuda desa adat bahwa kecenderungannya relatif menurun. Jika dulunya (sebelum tahun 2000),
50
para pemuda dan anak – anak sering kali pergi ke daerah sekitar Pura Titi Gantung untuk melihat keindahan Tanah Wuk, pergi ke Tanah Wuk dan Sangeh melalui jalur kebun masyarakat sekitar yang telah ada, tetapi kini sudah sangat berkurang. Di samping karena penggunaan kendaraan bermotor sudah semakin tinggi (terutama pada anak – anak), juga terjadi peralihan minat berwisata dari berkunjung ke Daya Tarik Wisata menuju pada pola wisata individu / kelompok kecil seperti main PlayStation, berjudi, bermain billyard dan berkunjung ke Bedugul bersama teman – teman. Narasumber yang merupakan Kelian Banjar di Desa Adat Cau Belayu menyatakan bahwa dilihat dari posisi Desa Adat Cau Belayu, dan adanya sejumlah potensi daya tarik wisata yang ada seharusnya menjadi sebuah modal dasar yang sangat berpotensi untuk dikelola. Banyak hal yang menjadi faktor pendukung pengembangan pariwisata di Desa Adat Cau Belayu di seperti tingginya keinginan masyarakat untuk mengembangkan daerah ini juga ditunjang dengan banyaknya masyarakat yang memiliki kemampuan dalam pengelolaan pariwisata baik kemampuan bahasa, kemampuan sikap, kemampuan manajerial dan kemampuan penguasaan medan. Dengan adanya kegiatan pariwisata yang akan dikembangkan nantinya diharapkan oleh aparat desa adat dapat memberikan sebuah peluang peningkatan ekonomi, memberikan pilihan yang lebih positif untuk berpenghasilan selain menjadi maklar, berjudi dan sektor informal yang lebih tidak menentu hasilnya. Jika melihat dari persepsi masyarakat terhadap perkembangan kegiatan pariwisata di Desa Adat Cau Belayu, hal senada juga disampaikan oleh para tokoh masyarakat bahwa perkembangan kegiatan pariwisata di Desa Adat Cau Belayu
51
dirasakan mengalami perkembangan jika dilihat dari kedatangan wisatawan mancanegara yang melewati wilayah ini. Kondisi perkembangan kegiatan pariwisata dan banyaknya potensi sumber daya alam dan budaya yang ada dirasakan oleh anggota masyarakat dan tokoh masyarakat menjadi sebuah tantangan dan modal dasar bagi pengembangan kegiatan pariwisata di daerah ini. Tetapi hal yang dirasakan perlu untuk dibenahi meskipun dari segi kuantitas sudah sangat mencukupi adalah mekanisme pengelolaan dasar jasa usaha pariwisata yang akan dikembangkan. Hal ini disebabkan pengelolaan potensi ini merupakan hal yang pertama kali dilakukan dalam bidang pariwisata sehingga membutuhkan penyesuaian terhadap kegiatan teknis dan strategi dasar yang umum dilaksanakan. Dengan pemanfaatan dan pengelolaan potensi wisata desa nantinya diharapkan menjadi motivator pengembangan kegiatan – kegiatan lain yang diharapkan dapat berjalan secara serial atau pararel sehingga peningkatan ekonomi masyarakat dan pengurangan kegiatan masyarakat menjadi lebih baik. Rekapitulasi persepsi responden dapat dilihat pada lampiran 2. 4.1.4.2 Aspirasi Berdasarkan hasil wawancara seluruh stakeholder merasa perlu dan patut untuk dilakukan pengelolaan murni oleh pihak desa / lembaga yang dibentuk desa dalam pengelolaan potensi wisata yang akan dikembangkan nantinya. Pengelolaan nanti diharapkan akan bersinergi antara pihak desa adat dengan masyarakat pemilik lahan. Bentuk kerjasama pengelolaan atau pengembangan usaha yang nantinya berpeluang atau kemungkinan bekerja sama dengan pihak lain diharapkan akan dalam bentuk pengembangan usaha dan bukannya kepemilikan
52
dan hak pengelolaan mutlak. Ada hal yang menarik dinyatakan oleh pemilik lahan (kebun disepanjang pinggiran jurang) yaitu keinginan yang besar untuk menjadi bagian dari rencana pengembangan pariwisata yang akan dilakukan. Di samping dengan dasar bahwa mereka merupakan pemilik lahan (memiliki modal dasar), mereka juga merasa bahwa mereka yang paling mengetahui seluk – beluk wilayahnya. Aspirasi lain yang dinyatakan dalam rangka pengembangan usaha pariwisata adalah mengenai pembatasan kegiatan baik pembatasan terhadap waktu, pembatasan terhadap wilayah dan pembatasan terhadap perilaku. Tokoh masyarakat menekankan bahwa perlunya pembatasan terhadap seluruh aspek (waktu, wilayah dan perilaku). Utamanya pembatasan perilaku bahwa nantinya bila dikembangkan wisatawan atau pihak lain yang memasuki sejumlah areal yang dianggap suci perlu mengatur diri dalam hal berpakaian atau memasuki areal tertentu jika dalam kondisi tertentu (misalnya haid, hal besar atau dalam keadaan terluka). Untuk pembatasan mengenai waktu umumnya disampaikan oleh semua pihak hendaknya dibatasi waktu tidak pada waktu pagi hari atau sore hingga malam hari. Di samping memiliki resiko yang lebih besar, pada waktu – waktu ini masyarakat masih melakukan kegiatan utama rutin seperti menyiapkan pakan ternak atau kegiatan lainnya. Rekapitulasi aspirasi responden dapat dilihat pada lampiran 3. 4.1.5 Peraturan Dan Kebijakan Visi pembangunan daerah Kabupaten Tabanan adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan
53
budaya dan lingkungan. Untuk merealisasikan visi pembangunan daerah ini ditetapkan sejumlah misi pembangunan daerah seperti : a. Meningkatkan kwalitas SDM melalui program pendidikan dan program kesehatan; serta pengamalan ajaran agama kepada masyarakat sesuai dengan falsafah Tri Hita Karana b. Menggali, melestarikan dan mengembangkan nilai – nilai budaya daerah yang berwawasan lingkungan c. Meningkatkan ketahanan ekonomi dengan menggalakan usaha ekonomi kerakyatan, melalui program strategis di bidang produksi pertanian, pemasaran, koperasi, usaha kecil dan menengah serta pariwisata d. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sehingga dapat menubuhkembangkan kesadaran dan kemandirian dalam pembangunan yang berkelanjutan, dan tetap mempertahankan tata ruang dan menjaga kelestarian lingkungan hidup e. Menciptakan
suasana
yang
aman
dan
tertib
dalam
kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, supremasi hukum dan hak asasi manusia berdasarkan demokrasi. f. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, sesuai etika kerja dan meningkatkan kerjasama antar lembaga yakni pemerintah, swasta, lembaga adat dan media massa g. Meningkatkan kerukunan antar umat beragama
54
h. Memantapkan pelaksanaan otonomi daerah Kabupaten Tabanan dengan menyiapkan kelembagaan, aparatur, sarana prasarana pendukungnya. i.
Memberdayakan masyarakat menuju masyarakat mandiri
Acuan dasar dalam penggambaran peraturan dasar dan kebijakan pada sub bab ini diambil dari hasil wawancara dengan Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kabupaten Tabanan dan dokumen Rencanan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tabanan Tahun 2002 – 2012. Penggambarna lebih jelas mengenai penetapan fungsi kawasan yang ada di Kabupaten Tabanan termasuk di Desa Adat Cau Belayu dapat dilihat pada lampiran 4. Sejumlah aturan dan kebijakan dasar terkait proses pembangunan, pengembangan wilayah dan pengembangan bidang kepariwisataan di Desa Adat Cau Belayu hasil dari wawancara dijabarkan pada uraian berikut : a. Status tata ruang Kabupaten Tabanan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tabanan memiliki masa laku selama 10 tahun dari tahun 2002 hingga tahun 2012. Dengan kondisi ini Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tabanan hanya berlaku hingga tahun 2012. b. Tata ruang Penataan ruang yang ada di Desa Adat Cau Belayu dibagi menjadi 2 macam yaitu tata ruang kawasan budidaya dan tata ruang kawasan non budidaya. Tata ruang kawasan budidaya lebih diperuntukan untuk kegiatan budidaya pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Sementara itu,
55
tata ruang kawasan non budidaya lebih diperuntukan untuk fasilitas, utilitas, jalan dan permukiman. c. Fungsi kawasan Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tabanan, wilayah Desa Adat Cau Belayu memiliki fungsi daerah pelayanan yang berarti bukan merupakan pusat atau sub pusat pelayanan. Dengan fungsi ini, fasilitas – fasilitas skala regional kecamatan atau cakupan beberapa desa tidak akan dikembangkan di daerah ini. d. Peruntukan kawasan Tema peruntukan kawasan yang di tetapkan pada kawasan Desa Adat Cau Belayu adalah sebagai pusat permukiman dan budidaya pertanian. Peruntukan kawasan sebagai pusat permukiman akan terpusat pada daerah permukiman pada kondisi eksisting yang dibatasi dengan keberadaan kawasan budidaya yang ada pada daerah bagian utara dan daerah bagian selatan desa. e. Zoning Regulation Pengaturan zoning lebih ditekankan pada
batasan perkembangan
peruntukan kawasan yang telah ada. Zonasi pada wilayah Desa Adat Cau Belayu tidak diuraikan secara tegas dalam RTRW Kabupaten Tabanan. Pembatasan yang tegas hanya dijabarkan pada daerah pinggiran sungai dan jurang dengan radius minimal 15 meter dari pinggir jurang / sungai. Pembatasan lainnya yang diatur secara tegas yaitu pelarangan alih fungsi lahan pada daerah konservasi.
56
f. Rencana pengembangan kewilayahan Terhadap sektor pariwisata dan budaya yang menjadi salah satu prioritas pembangunan, ditetapkan dua strategi pokok yaitu pengembangan akomodasi wisata dan pengembangan daya tarik wisata. Mengembangkan dan menata daya tarik wisata sebagai pemicu pengembangan di bidang kepariwisataan, pusat pengembangan kegiatan kepariwisataan dan sebagai daya tarik bagi pengunjung daya tarik wisata dengan strategi sebagai berikut : 1) Mengembangkan daya tarik wisata tirta / bahari 2) Pengembangan daya tarik wisata pantai antara lain : i) Pembangunan jalan setapak dipinggir pantai untuk menikmati keindahan pantai ii) Pembangunan taman dan jalur hijau di sekitar pantai iii) Pembangunan fasilitas olah raga pantai iv) Pembangunan fasilitas pendukung lainnya 3) Pengembangan daya tarik wisata alam seperti agro wisata, daya tarik wisata trekking 4) Pengembangan daya tarik wisata budaya, peninggalan sejarah, pura dan puri 5) Pengembangan daya tarik wisata desa dengan melihatkan desa adat 6) Pengembangan daya tarik wisata buatan
57
7) Pengembangan wisata terbatas dengan luas pembangunan relatif kecil dengan kegiatan wisata, fasilitas akomodasi dan atraksi serta pengembangannya dengan sedikit alih fungsi lahan yang minim pada kawasan dan pengekploitasian objek secara hati – hati dengan memperhatikan fungsi utama sebagai kawasan lindung dan resapan air. Pengembangan kegiatan pariwisata di Kabupaten Tabanan dengan penekanan pada : 1) Penataan ruang pariwisata 2) Pengembangan sarana dan prasarana transportasi untuk
mempermudah akses keseluruh kawasan pariwisata serta daya tarik wisata 3) Pengembangan kawasan, daya tarik wisata dan fasilitas
penunjang kepariwisataan g. Rencana pola guna lahan Penetapan rencana pola guna lahan pada wilayah Desa Adat Cau Belayu diatur dalam RTRW Kabupaten Tabanan dengan penegasan jenis pola guna lahan terbangun dan tidak terbangun. Pola guna lahan terbangun lebih terfokus pada pengaturan guna lahan untuk permukiman, fasilitas, jalan dan utilitas. Sementara pola guna lahan tidak terbangun lebih difungsikan untuk lahan persawahan, perkebunan, daerah konservasi dan daerah aliran sungai.
58
h. Rencana program pembangunan Guna lebih merealisasikan pembangunan daerah yang telah ditetapkan dalam misi pembangunan kedaerahan, ditetapkan titik berat pembangunan daerah yang utamanya bergerak pada sektor : 1) Pertanian dalam arti luas 2) Pariwisata dan budaya 3) Industri kerajinan rumah tangga 4) Perdagangan dan jasa 5) Pendidikan dan kesehatan 4.2 Potensi dan Kendala Ekowisata Potensi ekowisata digambarkan sebagai apa yang ada dan dapat dikelola agar menjadi sebuah paket wisata andalan dan dapat dipasarkan. Hasil akhir analisis ini diharapkan menjadi sebuah penawaran awal mengenai apa yang ada dan sejauh mana potensi tersebut mampu menimbulkan dan meningkatkan daya tarik Wisata di Desa Adat Cau Belayu. 4.2.1 Potensi Ekowisata 4.2.1.1 Potensi Fisik Penggambaran dan analisis potensi fisik lebih menggambarkan tentang apa yang ada di Desa Adat Cau Belayu
baik fisik dasar maupun fisik binaan.
Penjabaran potensi fisik dasar lebih ditekankan pada kondisi topografi, geologi dan hidrologi Desa Adat Cau Belayu. Sedangkan potensi fisik binaan lebih kepada potensi pola guna lahan yang ada, sarana dan prasarana transportasi, penggunaan
59
fasilitas dan utilitas yang ada. Penjabaran potensi fisik dasar dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Kondisi topografi wilayah yang beragam terutama keindahan tebing yang curam (vertikal 900) yang terdapat di sisi timur Desa Adat Cau Belayu tepatnya disepanjang pinggiran Sungai Penet.
Gambar 4.3 Kondisi Topografi menjadi Daya Tarik Wisata b. Kondisi geologi lahan yang beragam dari alluvial yang cocok dikembangkan sebagai areal pertanian hingga kondisi batu padas yang kokoh dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan pembangunan c. Kondisi hidrologi terutama sumber mata air yang banyak bermunculan di tebing sepanjang Sungai Penet. Keberadaan mata air ini karena telah disucikan oleh masyarakat dan memiliki nilai sejarah dan nilai sakral menjadikannya layak dan patut untuk dikembangkan / dikenalkan. Potensi fisik binaan merupakan wujud nyata dari hasil buatan manusia utamanya penduduk Desa Adat Cau Belayu. Secara umum potensi fisik binaan yang ada di Desa Adat Cau Belayu dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Pola guna lahan yang tematik bahwa ada pembagian wilayah yang jelas. Wilayah utara dan selatan dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian
60
sedangkan
di
bagian
tengah
dimanfaatkan
sebagai
lingkungan
permukiman warga lengkap dengan segala fasilitas penunjangnya. b. Deretan permukiman tradisional yang masih terpelihara terutama pada daerah bagian timur dan daerah bagian utara yang berpotensi sebagai daya tarik khusus koridor arsitektur tradisional c. Kelengkapan sarana dan prasarana transportasi yang ada di Desa Adat Cau Belayu
sehingga menjadi sebuah modal dasar bagi pengembangan
pelayanan arus barang dan orang di Desa Adat Cau Belayu. Di samping itu prasarana wilayah tergolong lengkap hingga daerah – daerah pelosok yang ada pada pinggiran tebing dan daerah perkebunan warga sehingga berpotensi dijadikan jalur wisata dimasa yang akan datang. d. Kelengkapan fasilitas penunjang dari fasilitas kesehatan, fasilitas keamanan, fasilitas rekreasi dan olah raga, fasilitas umum hingga fasilitas pendidikan lengkap ada di Desa Adat Cau Belayu. e. Kelengkapan utilitas yang ada seperti listrik, air bersih dan keterjangkauan sambungan telepon (nirkabel). Dengan kelengkapan utilitas ini menjadi pemenuhan dasar kebutuhan pelayanan pokok bagi wisatawan nantinya dan sebagai jaminan standar pelayanan kebutuhan hidup manusia. 4.2.1.2 Potensi Budaya Secara umum lingkup kebudayaan yang dijabarkan lebih kepada sejumlah elemen kebudayaan seperti : sejarah, tradisi, arsitektur, makanan tradisional, seni musik / tari, agama, bahasa, dan pakaian tradisional. Pemanfaatan potensi budaya sering kali menjadi modal dasar bagi pengembangan paket wisata di Bali. Di Desa
61
Adat Cau Belayu dengan adanya kesamaan agama, arsitektur, seni musik / tari, dan pakaian tradisional menjadi sebuah daya tarik / potensi yang sudah siap untuk ditawarkan kepada wisatawan. Tetapi, terdapat hal lain yang patut untuk diperkenalkan dan ditawarkan seperti : a. Sejarah Desa Adat Cau Belayu, sejarah Pura Titi Gantung, dan Pura Dukuh Sulandri menjadi sebuah daya tarik wisata yang layak dan patut untuk ditawarkan. Hal ini menjadi lebih menarik untuk ditawarkan mengingat keberadaan sejumlah monumen sejarah tersebut telah dikenal oleh khalayak ramai di Bali. Di samping itu terdapat cerita yang jelas dan menarik sehingga menjadi nilai tambah dalam proses penawaran paket wisata kepada wisatawan. b. Keragaman tradisi dilaksanakan
adalah
yang
melekat
sebuah
dan menjadi kebiasaan untuk
potensi
wisata
yang
layak
untuk
dikembangkan. Masyarakat di Desa Adat Cau Belayu memiliki dua (2) tradisi yang khas yang berbeda dengan desa lain yang ada di Bali. Pada lokasi Beji Panca Resi terdapat Be Julit berupa belut berukuran besar yang dikeramatkan dan sering kali dipanggil keluar untuk pelaksanaan upacara atau untuk pengobatan. Keberadaan Be Julit ini menjadi dasar mitos bahwa penduduk di Desa Adat Cau Belayu pantang mengkonsumsi daging Be Julit di manapun mereka berada. Tradisi yang kedua adalah adanya pembagian Ratu Gede secara bergilir antara penduduk di Desa Adat Cau Belayu dengan penduduk di Desa Adat Tua. Dalam tradisi ini adanya pola
62
bergilir dalam pelayanan kepada Ratu Gede setiap acara piodalan yang diadakan di Pura Dalem Desa Adat Cau Belayu. c. Perilaku. Hal ini menjadi sebuah potensi pengembangan kepariwisataan karena masih terjaganya perilaku umum masyarakat pedesaan di Desa Adat Cau Belayu. Secara umum pola penggunaan ruang dan waktu dalam periode harian realatif beragam mulai dari kegiatan pagi hari hingga sore hari (bekerja), kegiatan sore hari (berinteraksi, olahraga bersama, mandi di sumber mata air), dan kegiatan malam hari (berkunjung kerumah warga, mengumpul pada lokasi tertentu dan sejumlah kegiatan lainya yang erat hubungannya dengan tingginya interaksi warga yang terjadi. Kondisi ini menjadi peluang untuk paket wisata yang relatif panjang di mana wisatawan dapat diberikan kesempatan untuk ikut serta dalam kegiatan keseharian masyarakat Desa Adat Cau Belayu (hal ini telah diujicobakan dan mendapat sambutan sangat baik dan memuaskan dari narasumber). 4.2.1.3 Potensi Ekologis Dengan karakter wilayah yang merupakan daerah perdesaan, Desa Adat Cau Belayu cenderung memiliki keragaman yang tinggi terlebih lagi daerah ini terletak disebelah barat Alas Pala (lokasi monyet Sangeh). Dengan kondisi ini, potensi ekologis yang ada di Desa Adat Cau Belayu digambarkan kedalam potensi flora dan fauna. Secara lebih jelas digambarkan sebagai berikut : a. Keragaman flora seperti tanaman perkebunan lokal seperti berbagai macam buah kelapa yang dapat disajikan kepada wisatawan, tanaman – tanaman merambat pada daerah tebing, tanaman didasar jurang
63
dengan kondisi yang lebih unik akibat kondisi alam yang relatif berbeda dan berbagai macam anggrek hutan yang ada. Keragaman ini menjadi sebuah paket dan informasi menarik untuk ditawarkan hanya saja perlu penanganan dan pengelolaan yang lebih teratur untuk ditawarkan kepada calon wisatawan b. Keragaman fauna. Untuk keragaman fauna lebih cenderung sama jika dibandingkan dengan daerah lain di sekitar hanya saja adanya Be Julit pada mata air Beji Panca Resi menjadi sebuah daya tarik tersendiri untuk di tawarkan. Hal lain menarik adalah adanya pergerakan / migrasi monyet Sangeh tahunan menuju ke Desa Adat Cau Belayu pada lokasi tertentu Perlindungan daerah konservasi.
Daerah
konservasi yang ditetapkan berupa daerah sempadan sungai dengan jarak 25 meter, daerah perlindungan mata air dengan radius 50 meter dan daerah perlindungan jurang dengan jarak 50 meter. Fokus larangan utama dari daerah perlindungan ini adalah pengawasan yang ketat terhadap kegiatan pembangunan dan kegiatan yang bertentangan dengan konservasi tanah dan air.
Gambar 4.4 Migrasi monyet yang berasal dari sangeh
64
4.2.1.4 Potensi Lainnya Penjabaran mengenai potensi keperilakuan, potensi kedudukan Desa Adat Cau Belayu dan potensi imaginer akan dijelaskan lebih mendalam pada sub bab ini. Potensi – potensi ini juga merupakan modal dasar dalam proses penawaran dan pengembangan kegiatan wisata di Desa Adat Cau Belayu. Sejumlah potensi yang menjadi modal dasar dalam proses pengembangan paket wisata yaitu : a. Kedudukan Desa Adat Cau Belayu dalam lingkup eksternal. Jika di lihat dari kondisi lingkungan eksternal, kondisi Desa Adat Cau Belayu menjadi daerah perlintasan dari daerah Ayunan menuju ke daerah Sembung atau sebaliknya. Pada daerah ini sering kali menjadi sebuah perlintasan orang yang akan pergi ke Bedugul. Dengan kondisi seperti ini semakin banyak orang / calon wisatawan mengetahui / mengenal dan diharapkan berminat untuk mengenal lebih jauh mengenai apa yang ada di Desa Adat Cau Belayu. Hal lain dari posisi Desa Adat Cau Belayu dapat dijabarkan bahwa dengan kedekatan Desa Adat Cau Belayu dengan Daya tarik wisata Sangeh seringkali menimbulkan pertanyaan bagi pengunjung yang ada di Sangeh, desa apa yang ada di seberang jurang ini. Hal ini menambah rasa penasaran wisatawan dan jika saja diteruskan dengan tambahan informasi yang memadai maka bukannya tidak mungkin wisatawan akan mencoba daya tarik wisata apa yang ada di Desa Adat Cau Belayu. Berdasarkan uraian sejumlah potensi ekowisata yang ada di Desa Adat Cau Belayu, kemudian dideskripsikan sampai sejauh mana potensi – potensi ekowisata
65
yang ada tersebut sesuai dengan elemen penawaran sebuah kegiatan wisata. Acuan dasar aspek penilaian yang digunakan yaitu melihat potensi ekowisata yang ada dengan aspek atraksi yang ada atau dapat dikembangkan, aspek aksesbilitas baik secara fisik berupa akses jalan maupun secara nonfisik terkait dengan informasi keberadaan potensi ekowisata tersebut. aspek penilai lainnya yang akan dibandingkan yaitu aspek amenitas yang terkait dengan kebutuhan wisatawan nantinya. Hasil penilaian komparatif ini kemudian akan mejadi cerminan kondisi terhadap pemenuhan elemen penawaran wisata yang ada. Penjabaran mengenai komparasi potensi ekowisata dapat dilihat pada lampiran 5. 4.2.2 Kendala Pengembangan Potensi Sebagai tindak lanjut dari pemanfaatan dan pengelolaan potensi yang ada di Desa Adat Cau Belayu,
diupayakan langkah – langkah strategis yang perlu
dilakukan oleh pihak pengelola. Hal lain yang perlu untuk dijadikan pertimbangan sebelum menyusun konsep produk yang akan ditawarkan kepada wistawan / travel agen yaitu identifikasi kendala yang sekiranya ada dan berkembang di Desa Adat Cau Belayu. Kendala – kendala ini akan menjadi serangkaian tantangan yang harus dihadapi, diselesaikan dan dikelola sehingga menjadikan produk yang akan ditawarkan menjadi lebih baik dan mampu menghadapi tantangan dan perubahan pasar wisata yang terus berubah. 4.2.2.1 Kendala Kondisi Fisik Karakteristik lahan yang ada di Desa Adat Cau Belayu
yang umumnya
merupakan daerah pertanian sawah, areal permukiman dan perkebunan warga yang sebagian besar terletak di sepanjang pinggiran tebing Sungai Penet. Dengan
66
kondisi ini sejumlah kendala fisik yang menonjol lebih kepada kendala longsor, kurangnya kwalitas jalan / jalur penghubung yang ada dan potensi kekeringan. Secara detail, kendala kondisi fisik dijabarkan sebagai berikut : a. Kendala longsor. Jika melihat karakteristik topografi dan keragaman jenis batuan yang ada pada sejumlah titik, kendala longsornya tebing / lahan pada sejumlah titik memang merupakan kendala alamiah yang akan dihadapi. Tetapi hal ini dapat di atasi dengan pengalihan jalur dan pengelolaan vegetasi pengikat tanah yang lebih baik. Adanya titik rawan longsor menjadi sebuah kendala yang harus ditangani mengingat dampak lanjutan dari bencana ini adalah tingkat kerawanan yang meningkat dan visualisasi wilayah menjadi berkurang dengan adanya longsoran. b. Kendala jalan dan jalur. Hal ini menjadi hal yang umum di Kabupaten Tabanan. Di samping dikarenakan tingginya beban kendaraan, pemeliharaan jalan yang tidak sebanding dengan anggaran pemerintah daerah, kondisi drainase jalan yang kurang mendukung kwalitas jalan sehingga kwalitas jalan menjadi terus mengalami penurunan. Kondisi ini justru terjadi pada jalur jalan utama desa. Hal positif dari kondisi ini adalah daerah pada sisi timur dan barat desa kondisi jalan masih sangat baik dikarenakan dukungan teradap pemeliharaan jalan yang tinggi. Kondisi pada jalur – jalur penghubung dan jalur menuju ke tempat – tempat menarik terutama daerah sumber mata air, secara umum kondisinya baik tetapi masih ada sejumlah jalur yang sering kali
67
menjadi basah dan berlumpur dan mengakibatkan jalan setapak menjadi licin. Hal ini dapat ditangani dengan dilakukan pembukaan vegetasi / tanaman sehingga cahaya matari dapat masuk ke jalur dan dengan cepat dapat mengeringkan jalan setapak. c. Kondisi topografi yang beragam dari bergelombang hingga ekstreem terjal. Kondisi topografi yang bergelombang tidak menjadi kendala dalam pelaksanaan tracking yang akan ditawarkan. Hal yang menjadi kendala justru kondisi topografi yang terjal dengan jarak tempuh yang relatif jauh (jika akan turun hingga ke aliran Sungai Penet). Kondisi topografi yang terjal memang merupakan hal yang sangar bertentangan disatu sisi kondisi ini menjadi sebuah daya tarik yang menjanjikan. Di sisi lain dengan topografi yang terjal, wisatawan akan dituntut tenaga yang lebih karena akan menuruni jalan setapak dan menaikinya kembali untuk menuju kondisi semula. Kendala ini akan ditangani dengan pengelolaan jalur di mana diupayakan bahwa wisatawan akan menuruni jalan setapak satu kali dan naik pada sisi yang lain untuk mengakhiri sebuah atraksi / daya tarik wisata. d. Kendala kekeringan lahan. Kondisi ini sering kali terjadi pada areal persawahan masyarakat terutama pada areal persawahan disebelah selatan Desa Adat Cau Belayu. Dampak dari kendala kekeringan ini adalah berkurangnya daya tarik wisata yang dapat ditawarkan kepada wisatawan. Kondisi kekeringan dihadapi oleh masyarakat akibat sulitnya memperoleh sumber air irigasi terutama pada musim kemarau.
68
Dimasa yang akan datang akan diupayakan strategi dasar sehingga daya tarik areal persawahan utaranya tracking areal persawahan tidak menjadi berkurang. 4.2.2.2 Kendala SDM Sumber daya manusia merupakan modal dasar bagi pengelolaan dan pengembangan paket wisata yang ada di sebuah wilayah. Ketersediaan sumber daya manusia yang ada di Desa Adat Cau Belayu cenderung sudah dapat mencukupi jumlah yang dibutuhkan nantinya. Tetapi dalam perjalananya kwalitas dan kompetensi sumber daya manusia pada beberapa aspek perlu untuk disesuaikan. Sejumlah kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan sumber daya manusia bagi pengembangan kegiatan wisata di Desa Adat Cau Belayu yaitu : a. Secara total jumlah tenaga kerja yang siap diikutsertakan dalam pengelolaan paket wisata di Desa Adat Cau Belayu sudah mencukupi. Hal yang menjadi kendala adalah bahwa sekian banyak potensi tenaga kerja yang ada umumnya hanya dapat menjadi tenaga kerja baik sebagai tour guide maupun sebagai tenaga administrasi tidak pada jam beroperasinya paket wisata. Oleh karena itu perlu diupayakan personil tetap yang bertugas dan bertanggungjawab terhadap pelayanan wisata. b. Kemampuan dan kompetensi. Dengan perkiraan kebutuhan pelayanan terhadap wisatawan yang akan menikmati paket wisata yang nantinya ditawarkan, kompetensi yang sesuai dengan bidang pelayanan wisata perlu di tingkatkan utamanya adalah bagaimana sistem komunikasi (bahasa), etika pelayanan dan mekanisme tour guide.
69
c. Struktur organisasi. Kendala organisasi merupakan hal yang patut memperoleh perhatian dalam pengelolaan dan pengembangan kegiatan wisata di Desa Adat Cau Belayu. Pengalaman pengelolaan sejumlah kegiatan yang selama ini ada di Desa Adat Cau Belayu, program pemerintah akan berjalan lebih baik bila ada struktur organisasi yang jelas dalam pengelolaannya. Untuk itulah dalam pengelolaan organisasi pelayanan wisata nantinya, perlu diupayakan struktur organisasi yang independen dan jelas. 4.2.2.3 Kendala Kebijakan Di samping karena adanya faktor internal, pengaruh kebijakan kewilayahan sebagai faktor eksternal juga merupakan sebuah kendala dalam pemanfaatan potensi ekowisata juga merupakan kendala dalam pengembangan kegiatan wisata nantinya. Sejumlah kebijakan teknis yang menjadi kendala yaitu : a. Adanya kebijakan mengenai pembatasan kegiatan pada daerah kawasan lindung baik sempadan sungai, sempadan jurang, daerah / kawasan suci dan daerah – daerah dengan kategori kawasan non budidaya. Dengan adanya kebijakan ini, proses pembangunan fasilitas yang bersifat fisik sangat dibatasi dan kegiatan – kegiatan yang berpotensi merusak fungsi kawasan dilarang. Menghadapi kondisi ini perlu ditanggapi dengan pembatasan pembangunan bangunan fisik pada daerah yang dilarang dan penentuan jalur – jalur yang lebih dapat menjaga kwalitas lingkungan.
70
b. Adanya kebijakan fungsi kawasan. Ditetapkan berdasarkan RTRW Kabupaten Tabanan bahwa Desa Adat Cau Belayu bukan merupakan bagian dari kawasan pariwisata. Dengan kondisi ini pengembangan paket
wisata
dan
kegiatan
wisata
yang
terintegrasi
tidak
diperkenankan. Dengan kondisi ini, diupayakan pembatasan integrasi kegiatan wisata antara Desa Adat Cau Belayu
dengan potensi /
kegiatan wisata yang ada di sekitarnya. c. Kendala kebijakan regulasi dalam hal kelembagaan. Dijabarkan dalam peraturan teknis lapangan usaha bahwa usaha jasa pariwisata wajib berkekuatan hukum sehingga membutuhkan legalitas yang jelas mengenai klasifikasi lapangan usaha untuk dapat ditetapkan di Dinas Perijinan setempat. Kondisi ini menjadi kendala khusus karena membutuhkan dana yang tidak sedikit dan yang paling penting adalah membutuhkan lokasi / kantor pengelola yang tetap. 4.2.2.4 Kendala Adat Istiadat Adanya rencana pengelolaan dan pengembangan kegiata ekowisata di Desa Adat Cau Belayu tidaklah dapat terlepas dari adat istiadat desa yang ada. Sejumlah kendala adat istiadat yang ada dan perlu untuk mendapatkan perhatian pemecahan adalah sebagai berikut : a. Peraturan adat mengenai bahwa keputusan penggunaan lahan / laba desa diambil dengan kesepakatan seluruh anggota krama adat. Dengan pola ini setiap pengambilan keputusan akan sulit dan membutuhkan waktu
panjang.
Perlu
dibuatkan
perarem
terkait
mekanisme
71
pengambilan keputusan sehingga dimudahkannya tim pengelola dalam pengambilan keputusan tanpa keluar dari ketentuan adat yang ada. b. Tidak adanya sistem bebas ayahan. Pola ini menjadi kendala karena pengurus utama dari pengelolaan ekowisata adalah biasanya pengurus banjar yang notabene telah diberikan tugas lainnya yang bersifat mengikat. Untuk itu perlu diupayakan tim pengelola ekowisata diijinkan tidak berasal dari struktur desa adat. c. Tidak ada ketentuan mengenai sistem reward terhadap pemakaian fasilitas desa. Hal ini menjadi kendala karena bila hal ini dimintakan kemudian akan menyulitkan tim pengelola dalam merumuskan tarif dasar. 4.2.2.5 Kendala Motivasi Motivasi seharusnya merupakan faktor lanjutan dari faktor – faktor lain yang dapat mendorong atau menghambat sebuah pencapaian. Dalam hal pengelolaan potensi ekowisata di Desa Adat Cau Belayu,
karena melibatkan banyak
komponen baik masyarakat secara umum, pemilik lahan, aparat desa dan unsur pemerintahan menjadikan mekanisme dan pertimbangan menjadi lebih kompleks dari umumnya dilakukan. Terhadap motivasi dalam memanfaatkan dan mengelola potensi ekowisata yang ada secara umum dibedakan menjadi motivasi pemanfaatan, motivasi pengelolaan, motivasi dampak lanjutan dan motivasi perkembangan kegiatan wisata. Serangkaian motivasi ini setelah dianalisa terdapat sejumlah kendala di mana justru motivasi ini menjadi kendala yang harus
72
diberi perhatian untuk ditangani. Secara detail kendala motivasi yang ada dijabarkan sebagai berikut : a. Motivasi pemanfaatan potensi. Hal ini menjadi sebuah kendala bahwa motivasi masyarakat dalam pemanfaatan potensi adalah hanya untuk meningkatkan produktivitas lahan. Kondisi ini akan menjadi dasar ekploitasi lahan di mana seluruh lahan yang dianggap berpotensi menjadi patut dan layak untuk dikembangkan. b. Motivasi pengelolaan. Hampir sama dengan motivasi pemanfaatan, dalam hal pengelolaan masyarakat berpendapat bahwa asalkan saja dapat menghasilkan maka perlu untuk dikelola di mana pada akhirnya kepemilikan lahan tetap menjadi pemilik sekarang. Fakta ini memang benar bahwa tidak alih kepemilikan. Tetapi perlu diketahui dengan motivasi seperti ini, orientasi pengelolaan hanya dalam jangka pendek. Perlu pemahaman yang lebih panjang bahwa apa yang dilakukan kini (pengelolaan potensi) merupakan salah satu ujung tombak dan jalan menuju kepada peningkatan ekonomi dan kondisi wilayah yang lebih baik dimasa yang akan datang akibat banyaknya orang mengenal Desa Adat Cau Belayu sebagai daerah tujuan wisata. Berdasarkan sejumlah kendala motivasi yang telah dijabarkan, perlu ditangani dengan baik agar apa yang menjadi motivasi masyarakat tidak langsung menjadi dasar pemikiran dan konsep dasar dalam memanfaatkan dan mengelola potensi ekowisata yang ada.
73
4.3
Pengelolaan Ekowisata yang Telah Dilakukan Penggambaran realisasi mekanisme pengelolaan mengacu kepada matrik
pengelolaan yaitu realisasi tahapan perencanaan ekowisata dan penggambaran elemen kepariwisataan. Bilamana dilihat dari kondisi Desa Adat Cau Belayu pada kondisi eksisting, belum ada mekanisme pengelolaan potensi ekowisata yang dilakukan baik oleh desa dinas maupun oleh desa adat. Secara umum kelengkapan produk rencana pengelolaan yang seharusnya disusun mengacu kepada : 1. Rencana pengelolaan umum yang terdiri atas ; a. Penjabaran Tujuan yang terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus b. Pewilayahan c. Strategi d. Program e. Aktivitas guna pencapaian tujuan 2. Rencana Daerah Konservasi a. Tema pengelolaan b. Alternatif strategi Tiap – tiap kelengkapan produk ini dibandingkan realisasinya apakah telah dilaksanakan, dirumuskan atau belum dilakukan hal apapun terkait dengan pengelolaan potensi ekowisata di Desa Adat Cau Belayu. Analisis yang dilakukan hanya merupakan pembandingan antara kondisi ideal dengan realisasi rencana pengelolaan di Desa Adat Cau Belayu. Di samping pengecekan terhadap
74
kelengkapan produk rencana, juga diupayakan penilaian terhadap tahapan pengelolaan potensi ekowisata yang terdiri atas : 1. Perencanaan wilayah konservasi dan evaluasi pendahuluan wilayah Perencanaan Wilayah Konservasi a. Tahap Pertama : i. Mengidentifikasi sistem ekologi dan keragaman komunitas ii. Mengidentifikasi integritas ekologi iii. Menguji status kesehatan keanekaragaman hayati iv. Menyusun tujuan konservasi pada wilayah target b. Tahap kedua : i. Mengidentifikasi
ancaman
/
stres
yang
mengganggu tujuan konservasi ii. Penyusunan strategi pengelolaan dan restorasi iii. Penghilangan sumber ancaman iv. Evaluasi dan rangking strategi Evaluasi awal wilayah a. Evaluasi Strategi pengelolaan b. Evaluasi Pengembangan ekowisata 2. Diagnostik wilayah secara menyeluruh a. Identifikasi ancaman strategis b. Penentuan zonasi pelaksanaan ekowisata c. Aktivitas yang dapat dilakukan d. Penanggungjawab atas kegiatan ekowisata
potensial
75
e. Mekanisme monitoring yang akan dilakukan 3. Analisis data dan menyiapkan rencana Analisis Data a. Pengumpulan data b. Analisis untuk penyusunan rencana Rencana pengelolaan ekowisata c. Penjabaran visi, tujuan, strategi d. Tujuan khusus e. Aktivitas f. Pewilayahan g. Fasilitasi pelaksanaan 4. Implementasi rencana pengelolaan ekowisata a. Implementasi personil i. Kepemimpinan lembaga pengelola ii. Staff pengelola iii. Pelatihan iv. Komite penasehat ekowisata b. Implementasi program i. Monitoring ii. Evaluasi iii. Rencana Kerja Tahunan iv. Sistem pelaporan
76
5. Mengukur kesuksesan a. Evaluasi ancaman konservasi b. Evaluasi income generating untuk kegiatan konservasi c. Evaluasi keuntungan bagi komunitas lokal Hingga kini, aparat Desa Adat Cau Belayu dan Desa Dinas Cau Belayu belum mengupayakan penyusunan rencana pengelolaan potensi ekowisata. Realisasi kegiatan hanya pada penyusunan program penanganan tebing pada daerah pinggiran Sungai Penet. Sedangkan ditingkat masyarakat, isu dan aspirasi terkait dengan pemanfaatan daerah tebing untuk pembangunan akomodasi wisata, mengintegrasikan kegiatan wisata dan penegasan pemanfaatan daerah untuk kegiatan wisata. Gambaran mengenai realisasi Pengelolaan Potensi Ekowisata dapat dilihat pada lampiran 6. 4.4
Strategi Pengelolaan Ekowisata Formulasi strategi yang akan dijelaskan pada sub bab ini lebih kepada
penjabaran faktor – faktor internal dan eksternal Desa Adat Cau Belayu yang akan dikembangkan kegiatan ekowisata. Faktor – faktor internal di lihat dari kekuatan dan kelemahan dari Desa Adat Cau Belayu sedangkan faktor eksternal lebih melihat kepada materi peluang dan ancaman yang ada dan berkembang seiring dengan pemanfaatan dan pengelolaan potensi ekowisata yang ada. Penjabaran lebih jelas mengenai faktor internal dan eksternal dijabarkan pada uraian sebagai berikut :
77
4.4.1 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal A. Faktor Internal Fokus utama pada penjabaran faktor internal ini menggambarkan kekuatan dan kelemahan yang ada di dalam Desa Adat Cau Belayu dalam pemanfaatan dan pengelolaan potensi ekowisata yang ada. Faktor – faktor ini akan dirumuskan kedalam matriks IFAS untuk dapat diketahui kedudukan perusahaan dalam strategi pengelolaan usaha. 1. Kekuatan a. Letak desa yang sangat strategis karena terletak pada jalur kegiatan eco cycling, kegiatan pariwisata terutama pada daerah Padangaling dibagian utara, Sangeh dibagian timur dan Ayunan serta Baha di bagian selatan. b. Desa adat siap untuk memberikan dana sebagai upaya untuk pemanfaatan potensi ekowisata c. Terdapat setidaknya dua lembaga keuangan di desa (Koperasi dan LPD) yang mampu dan mau membantu dalam hal sumber pendanaan. d. Masyarakat cenderung sangat terbuka dengan adanya rencana pemanfaatan potensi ekowisata e. Masyarakat desa tergolong sanggup dan mampu untuk membentuk sebuah lembaga pengelola dan merumuskan program kerja lembaga pengelola ekowisata.
78
f. Standar gaji yang berlaku di Desa Adat Cau Belayu cenderung rendah akibat letaknya di desa dan merupakan kegiatan sampingan oleh masyarakat (lebih kepada kebanggaan) g. Adanya dukungan penuh dari masyarakat untuk memanfaatkan potensi ekowisata yang ada dan patut untuk dikembangkan h. Seluruh metode komunikasi telah dijangkau di daerah ini baik berupa sambungan telepon, siaran radio maupun televisi 2. Kelemahan a. Belum adanya kerjasama pemasaran dengan pelaku wisata yang ada b. Kondisi jalur wisata cenderung rentan terhadap hujan karena sebagian merupakan jalur tanah c. Periode pengembalian modal yang lama karena mengutamakan kwalitas wisatawan bukannya kuantitas d. Sulitnya pemanfaatan dana pemerintah untuk pengembangan potensi ekowisata e. Minimnya kwalitas SDM pada bidang pelayanan wisata seperti SDM sebagai tour guide f. Belum adanya lembaga pengelola sehingga perlu dibentuk dari awal lengkap dengan administrasinya g. Rencana pengelolaan potensi ekowisata cenderung tidak tetap (datangnya wisatawan) sehingga tidak dapat digunakan sebagai pekerjaan utama oleh pengelola potensi ekowisata
79
h. Belum adanya bentuk komunikasi yang terjalin dengan sumber pelaku wisata yang ada selama ini (dalam kegiatan lain) B.
Faktor Eksternal Faktor eksternal yang dibahas terfokus pada penjabaran peluang dan ancaman
yang ada diluar Desa Adat Cau Belayu yang mempengaruhi upaya pengelolaan potensi ekowisata yang ada. Penjabaran faktor ini akan menjadi bahan dasar dalam analisa EFAS sehingga dirumuskan kedudukan usaha dalam lingkup eksternal. Unsur eksternal yang dijabarkan lebih kepada faktor yang berpengaruh terhadap pengelolaan potensi ekowisata. 1. Peluang a. Bentuk paket ini merupakan produk baru sehingga lebih mudah memasarkan karena tidak banyak yang menawarkan b. Banyak
sumberdana
yang
tidak
langsung
mengarah
kepada
pengembangan pariwisata tetapi pada bidang lain seperti pemeliharaan lingkungan c. Harga produk tidak dapat dipastikan karena mengacu kepada sejauh mana kepuasan wisatawan sehingga hanya akan ada peluang meningkatkan harga d. Banyak terdapat kegiatan sejenis di sekitar Desa Adat Cau Belayu sehingga ada sumber pelatih dibidang pariwisata yang berjarak dekat e. Tidak ada pembatasan permintaan akan produk ekowisata karena terus mengalami perkembangan
80
f. Bentuk produk ekowisata adalah bukan produk musiman sehingga dapat dilaksanakan setiap saat dan tidak tergantung musim g. Terbukanya akses kepada informasi dan komunikasi sehingga memudahkan dalam proses pemasaran h. Lokasi Desa Adat Cau Belayu sangat strategis karena terletak pada jalur penghubung antara Kabupaten Badung – Kabupaten Tabanan – Kabupaten Badung 2. Ancaman a. Konsumen tidak dapat dijaring dengan leluasa karena umumnya hanya dilakukan oleh wisatawan dengan minat khusus b. Bila dilaksanakan kerjasama dengan tour operator diluar untuk membawa wisatawan, pembayaran umumnya dalam jangka waktu tertentu dan tidak secara langsung setelah pelayanan dilakukan atau sebelum pelayanan dilakukan c. Tingkat harga yang cenderung lebih tinggi dari paket wisata lain mengakibatkan produk ini cenderung lebih mahal d. Adanya kecenderungan ketergantungan terhadap tenaga dari luar utamanya untuk tenaga pemasaran e. Karena belum menjadi tempat tujuan wisata utama, tingkat ketergantungan terhadap penyedia wisatawan pada daerah hulu menjadi tinggi
81
f. Cuaca yang sering kali tidak menentu menjadi faktor penghambat penjadwalan penawaran paket wisata (jika ditawarkan dalam jangka waktu lama) g. Adanya strategi pasar sejenis (melalui jalur internet) yang saat ini marak dilaksanakan oleh penyedia produk wisata 4.4.2 Analisis EFAS Dan IFAS Analisis EFAS dan IFAS menekankan ada bagaimana posisi / kedudukan usaha / kegiatan dalam matrik internal dan eksternal. Tahapan analisis EFAS dan IFAS dimulai dengan penjabaran faktor internal dan eksternal yang ada di Desa Adat Cau Belayu. Setelah itu dirumuskan bobot masing – masing faktor dengan metode Perbandingan Berpasangan. Perhitungan dan penentuan besaran bobot dilakukan sendiri oleh peneliti. Penggunaan metode perbandingan berpasangan dilakukan dengan merumuskan tingkat kepentingan antar faktor satu dengan faktor lainnya. Hasil perumusan bobot pada faktor internal diperoleh bahwa bobot tertinggi adalah belum adanya lembaga pengelola sehingga perlu dibentuk dari awal lengkap dengan administrasinya dengan nilai bobot 0,116. Jika di lihat potensi ekowisata yang ada di Desa Adat Cau Belayu, adanya tebing yang curam dengan ketinggian lebih dari 120 meter, keindahan pemandangan lahan jika melihat kearah Alas Pala di Sangeh, keberadaan Pura Titi Gantung dan Pura Dukuh yang merupakan satu – satunya di Bali, merupakan sebuah daya tarik wisata yang memiliki nilai yang tinggi dan patut untuk dikembangkan. Potensi sumber daya alam yang berkwalitas diwilayah ini didukung oleh pola kehidupan masyarakatnya yang masih sangat terjaga. Sebagian masyarakat masih
82
menggunakan sumber mata air untuk kegiatan sehari – hari (minum, mandi dan mencuci), kehidupan berbudaya dan beragama masih kental dilakukan oleh warga masyarakat hingga minimnya konflik masyarakat yang ada di daerah ini. Kelengkapan daya tarik (potensi wisata) yang ada di wilayah ini, wisatawan dapat menikmati banyak ragam daya tarik wisata yang ditawarkan nantinya. Wisatawan dapat menghabiskan waktu yang lebih untuk datang dan menikmati potensi wisata yang ada. Daya tarik wisata yang ada merupakan modal dasar bagi pemanfaatan dan pengembangan kegiatan wisata diwilayah ini. Faktor – faktor dan kegiatan lain hanya menjadi tindaklanjut dari keberadaan potensi ekowisata yang ada. Pada sisi lain, bobot tertinggi dari aspek kekuatan yaitu adanya dukungan penuh dari masyarakat untuk memanfaatkan potensi ekowisata yang ada dan patut untuk dikembangkan. Nilai bobot untuk faktor ini adalah 0,098 yang merupakan nilai faktor tertinggi di faktor ini. Faktor ini memberikan bobot yang tertinggi terhadap motivasi pengelolaan dan pengembangan potensi wisata yang ada. Dari besaran bobot ini dapat diambil kesimpulan bahwa dimasa yang akan datang, pemanfaatan dukungan dari masyarakat untuk mengelola potensi ekowisata yang ada. Gambaran lebih jelas mengenai perhitungan pembobotan untuk faktor internal dapat di lihat pada lampiran 7. Di samping dari aspek internal, dari segi faktor eksternal pembobotan diberikan terhadap dua faktor yaitu faktor ancaman dan faktor peluang. Dari segi faktor ancaman, bobot tertinggi adalah faktor terbukanya akses kepada informasi dan komunikasi sehingga memudahkan dalam proses pemasaran dan faktor Lokasi Desa Adat Cau Belayu
sangat strategis karena terletak pada jalur
83
penghubung antara Kabupaten Badung – Kabupaten Tabanan – Kabupaten Badung. Kedua faktor ini memiliki nilai bobot tertinggi yaitu 0,067. Hal ini menjadi penting untuk dimanfaatkan dimasa yang akan datang di mana kondisi saat ini di mana setiap wilayah telah terjangkau untuk saluran komunikasi dan informasi sehingga perlu untuk dimanfaatkan baik untuk memperkenalkan potensi ekowisata yang ada maupun untuk menjalin informasi lain dengan pihak lain. Pada sisi lain secara fisik posisi Desa Adat Cau Belayu yang merupakan daerah himpitan antara Kabupaten Badung dan perlintasan regional menjadi sebuah potensi aksesbilitas yang sangat baik. Pada faktor peluang, nilai bobot terendah adalah banyak sumber dana yang tidak langsung mengarah kepada pengembangan pariwisata tetapi pada bidang lain seperti pemeliharaan lingkungan dengan nilai bobot 0,037. Pada faktor ancaman, nilai bobot tertinggi adalah masuknya tenaga tour guide yang dibawa oleh rekanan usaha wisata / travel agent sehingga tenaga lokal tidak dimanfaatkan dengan nilai bobot 0,086. Masuknya tenaga tour guide dari luar memang merupakan hal yang sulit untuk ditangani. Selain hal tersebut merupakan kebijakan umum tour operator (sebagai salah satu upaya menekan biaya produksi jasa dan umumnya merupakan keinginan dari tour guide untuk memperoleh penghasilan lebih), hal tersebut juga sering kali menjadi posisi tawar sebuah penyedia jasa wisata. Hal ini perlu ditangani serius agar tenaga kerja lokal dapat dimanfaatkan secara optimal. Jika tenaga tour guide yang dimanfaatkan bukan berasal dari sekitar lokasi, tenaga kerja lokal akan tidak termanfaatkan dan berpotensi munculnya masalah lain seperti : kecemburuan sosial antara pekerja dengan masyarakat lokal, tidak ada jaminan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat lokal dan lain sebagainya. Nilai bobot terendah untuk faktor ancaman
84
yaitu faktor tingkat ketergantungan terhadap penyedia wisatawan pada daerah hulu menjadi tinggi dengan nilai bobot 2,5. Hasil perhitungan penentuan bobot faktor eksternal dapat di lihat pada lampiran 8. Tahap selanjutnya yaitu menuangkan rating terhadap masing – masing faktor. Nilai rating diberikan bervariasi oleh nara sumber yang dianggap berkompeten dan memiliki kemampuan dalam penguasaan lokasi (Identitas narasumber dijabarkan dalam lampiran 9). Pemberian rating didasarkan atas sejumlah hal yaitu : a. Nilai 1 dikategorikan bahwa faktor berpengaruh sangat lemah terhadap rencana pengembangan pemanfaatan potensi wisata b. Nilai 2 dikategorikan bahwa faktor berpengaruh agak lemah terhadap rencana pengembangan pemanfaatan potensi wisata c. Nilai 3 dikaregorikan bahwa faktor berpengaruh cukup kuat terhadap rencana pengembangan pemanfaatan potensi wisata d. Nilai 4 dikategorikan bahwa faktor berpangaruh sangat kuat terhadap rencana pengembangan pemanfaatan potensi wisata Setelah narasumber menentukan rating tiap faktor internal dan eksternal kegiatan (disajikan dalam lampiran 10), kemudian dihitung rata – rata rating dari serangkaian faktor yang ada. Langkah selanjutnya adalah mengalikan rating dengan bobot yang telah dirumuskan dalam langkah sebelumnya. Setelah diberikan rating terhadap tiap faktor, kemudian dijumlahkan untuk tiap menjadi dua kategori faktor yaitu faktor internal yang terdiri atas kekuatan dan kelemahan, faktor eksternal yang terdiri atas peluang dan ancaman. Penjumlahan faktor ini
85
kemudian dituangkan dalam Internal dan Eksternal Matriks. Dari internal dan eksternal matriks kemudian diketahui bagaimana posisi kegiatan yang akan dikembangkan seperti terlihat pada tabel 4.2 Berdasarkan hasil perhitungan, besaran total nilai untuk faktor internal yaitu 3,366 yang masuk kategori tinggi. Sedangkan besaran faktor eksternal yaitu 3,095 yang juga masuk golongan tinggi. Berdasarkan Internal dan Eksternal Matriks, posisi kegiatan berada pada Zona I di mana dibutuhkan konsentrasi secara vertikal (lampiran 11). Tabel 4.2 Analisa Internal Eksternal Matriks
Tinggi 3,0 – 4,0
Sedang 2,0 – 2,99
Rendah 1,0 – 1,99
Tinggi 3,0 - 4,0
Rata – rata 2,0 – 2,99
I GROWTH Konsentrasi melalui integrasi vertikal IV GROWTH Hati - hati
II GROWTH Konsentrasi melalui integrasi horisontal V GROWTH Konsentrasi melalui
III RETRENCHMENT Turnarround
integrasi horisontal STABILITY Tidak ada perubahan
divestment
VII GROWTH Diversifikasi konsentrik
profit strategi VIII GROWTH Diversifikasi konglomerat
Lemah 1,0 – 1,99
VI RETRENCHMENT Captive company atau
IX RETRENCHMENT Bangkrut atau likuidasi
Sumber : Umar, 2005 Keterangan : Posisi Pemanfaatan Potensi Ekowisata
Dengan posisi pada Zona I, potensi ekowisata yang ada masuk dalam kategori growth (tumbuh) di mana dapat diinterpretasikan bahwa pengelolaan yang akan dilakukan masih memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan
86
memanfaatkan pola integrasi secara vertikal. Dengan pola ini strategi dasar adalah strategi pengelolaan yang lebih khas dan lebih banyak memanfaatkan potensi dan peluang yang ada. Pada pola dasar strategi ini, sejumlah hal pokok yang akan dirumuskan yaitu : a. Lebih membuka peluang pasar dan hubungan kerjasama dengan penyedia jasa pada daerah hulu sehingga akan lebih banyak lagi wisatawan yang akan datang dan menikmati paket wisata yang ditawarkan b. Dibutuhkan lebih banyak biaya untuk mengembangan kegiatan ekowisata di Desa Adat Cau Belayu dan membutuhkan sumber – sumber pembiayaan yang lebih besar dan kuat. Untuk itu perlu dijalin hubungan dengan sumber pendanaan baik dengan komitmen lembaga keuangan yang ada di desa atau dengan pihak lembaga keuangan lainnya. c. Perlu di tingkatkan kwalitas SDM yang ada baik dibidang pelayanan wisata maupun pemanfaatan dan pengelolaan potensi ekowisata yang ada. Dibutuhkan pelatihan bagi para tour guide, lembaga pengelola bahkan peningkatan pemahaman kepada masyarakat mengenai rencanan pengelolaan dan pengembangan potensi ekowisata yang sedang berlangsung. d. Rumusan strategi lebih kepada pembangunan produk ekowisata menjadi lebih baik karena apa yang akan ditawarkan akan sangat berbeda dengan kondisi produk ekowisata yang ada di sekitar Desa
87
Adat Cau Belayu. Perlu ditegaskan mengenai penawaran produk unggulan sehingga menjadi sebuah penawaran paket wisata khas di Desa Adat Cau Belayu. e. Dalam upaya untuk pengembangan usaha penawaran produk ekowisata di Desa Adat Cau Belayu, dibutuhkan jalinan komunikasi dan informasi dengan pihak baik seperti pihak tour operator, pihak travel agent sampai dengan calon konsumen yang akan memanfaatkan produk ekowisata. 4.4.3 Analisis SWOT Proses penyusunan analisis SWOT menggunakan analisis diskriptif di mana lebih kepada menginterpretasi faktor – faktor yang ada di Desa Adat Cau Belayu baik faktor internal maupun faktor eksternal. Dalam analisis SWOT, rumusan akhir yang diperoleh adalah serangkaian strategi dasar yang digunakan untuk memanfaatkan dan mengelola potensi ekowisata yang ada di Desa Adat Cau Belayu. Secara umum konsep analisis SWOT akan merumuskan 4 (empat) macam strategi yaitu : a. Strategi
SO
(Stregths
Oppurtunities)
Ciptakan
strategi
yang
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang b. Strategi WO (Weaknesess Oppurtunities) Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang c. Strategi ST (Strehths Threats) Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
88
d. Strategi
WT
(Weaknesess
Threats)
Ciptakan
strategi
yang
meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman Keempat strategi ini kemudian akan digabungkan untuk ditentukan mana strategi prioritas yang akan dilakukan. Dari 4 (empat) macam strategi di atas, ada peluang akan diperoleh strategi yang mirip atau sama sehingga akan dilebur menjadi sebuah strategi dasar yang akan dilakukan oleh lembaga pengelola / pihak yang akan memanfaatkan dan mengelola potensi ekowisata yang ada. Dengan mengedepankan konsep ekowisata, posisi tawar produk menjadi khusus sehingga segmen wisatawan yang akan disasar cenderung berbeda dengan paket wisata yang lain. Dengan adanya pola penawaran khusus, pemasaran akan lebih mudah dan fokus karena target pasar adalah wisatawan dengan minat khusus. Berdasarkan hasil interpretasi dari matrik SWOT, hasil proses analisis dijabarkan sebagai berikut : Strategi SO hasil analisis SWOT yaitu : a. Memperkenalkan produk ekowisata di Desa Adat Cau Belayu kepada wisatawan dan tour operator minat khusus b. Menciptakan branded khas desa sebagai sebuah produk ekowisata yang menarik c. Membangun lingked system dengan pelaku / kegiatan wisata yang ada di sekitar Desa Adat Cau Belayu d. Pemanfaatan sumber dana baik yang berasal dari dana desa maupun sumber lain sebagai modal awal pengembangan paket wisata
89
e. Merumuskan biaya dasar kegiatan wisata termasuk penuangan nilai partisipasi pemilik lahan f. Menentukan besaran nilai paket produk ekowisata yang ditawarkan kepada wisatawan untuk tiap paket yang akan ditawarkan g. Pemanfaatan SDM lokal sebagai tour guide dan posisi lain didalam rencana kegiatan wisata yang akan dilakukan h. Pemanfaatan tenaga dibidang wisata yang sedang berkembang di sekitar Desa Adat Cau Belayu
untuk melatih tenaga kerja lokal
dibidang pelayanan wisata i.
Pembentukan lembaga pengelola potensi ekowisata desa lengkap dengan penyusunan program pengelolaan
j.
Pengikutsertaan masyarakat dalam pelayanan wisata sebagai bentuk partisipasi dan pemberdayaan masyarakat
k. Penyusunan rencana promosi dan pemberitaan mengenai produk ekowisata yang ada di Desa Adat Cau Belayu kepada semua pihak / target market yang akan disasar di Desa Adat Cau Belayu Strategi WO hasil analisis SWOT yaitu : a. Pengembangan jaringan kerjasama dengan pelaku tour operator yang ada terutama pelaku ekowisata b. Penyediaan jalur wisata yang lebih menciptakan keamanan kepada para wisatawan sehingga wisatawan merasa puas
90
c. Memberikan informasi peringatan bahaya bagi para wisatawan disejumlah lokasi / jalur wisata d. Dibutuhkan penyusunan program pendanaan sehingga dana yang dibutuhkan tidak harus disediakan dalam waktu singkat dan harus pada saat awal pengembangan produk ekowisata e. Penjaringan sumber dana pemerintah bukan terhadap pengembangan usaha wisata tetapi lebih kepada pelatihan kemampuan SDM masyarakat, upaya penyediaan fasilitas serta sejumlah kegiatan yang tidak
berhubungan
langsung
dengan
penambahan
modal
pengembangan usaha wisata f. Penegasan mengenai posisi dan mekanisme kerja pelayan wisata yang bersifat tetap atau insidentil g. Pembentukan lembaga pengelola potensi ekowisata yang sah h. Penyusunan sistem perekrutan pekerja wisata pada periode tertentu sehingga dapat ditentukan pekerja yang bertugas / siaga untuk melayani wisatawan yang datang i.
Peningkatan penggunaan media promosi yang bersifat global baik berupa internet dan telepon oleh pelaku pemasaran terhadap produk ekowisata di Desa Adat Cau Belayu
j.
Penyediaan papan informasi terutama pada jalur Denpasar – Bedugul – Singaraja yang di samping sebagai papan penunjuk arah sekaligus sebagai media promosi kegiatan wisata yang ditawarkan
91
Strategi ST hasil analisis SWOT yaitu : a. Pengelolaan produk ekowisata yang lebih terintegrasi antara potensi, lembaga pengelola, desa adat dan masyarakat lokal b. Pemanfaatan fasilitas yang ada di permukiman penduduk untuk melayani kebutuhan wisatawan baik untuk tempat makan siang, beristirahat sejenak, lokasi daya tarik wisata atau kegiatan lain c. Pemanfaatan dukungan pendanaan dari pihak desa adat dan lembaga keuangan desa sehingga masalah keuangan karena dasar kerjasama dengan tour operator dapat ditangani d. Perlu dikembangkan bentuk keterlibatan pemilik lahan di samping hanya sebagai pemilik lahan saja dengan adanya kegiatan ekowisata di Desa Adat Cau Belayu e. Penyusunan program pengurangan pemanfaatan tenaga kerja luar secara bertahap sejalan dengan jalannya kegiatan wisata yang ada f. Pelatihan dan pengembangan kesepahaman terhadap potensi dan materi guiding yang akan diberikan kepada wisatawan agar tidak menyimpang g. Optimalisasi pelibatan masyarakat dalam pelayanan wisata utamanya pada tempat dan waktu tertentu yang berpotensi kerawanan bahaya / bencana
92
Strategi WT hasil analisis SWOT yaitu : a. Dibutuhkan pembangunan jaringan kerjasama dengan pelaku usaha wisata b. Dibutuhkan informasi mengenai kelayakan jadwal pelaksanaan kegiatan wisata yang direkomendasikan oleh penyedia produk wisata agar wisatawan dapat mengetahui waktu yang tepat untuk menikmati paket wisata yang ditawarkan c. Perbaikan sejumlah fasilitas utamanya jalur wisata yang rusak atau kurang layak agar dapat dimanfaatkan dengan baik d. Memberikan kesempatan tenaga kerja dibidang wisata dari luar (yang dibawa oleh tour operator) pada tahap awal sekaligus memberikan kesempatan praktek kerja lapangan bagi tenaga kerja wisata lokal yang sedang berlatih e. Pemanfaatan tenaga pemasaran dari luar sekaligus memberikan kesempatan kepada tenaga kerja pemasaran lokal untuk turut serta bekerja dan menyediakan wisatawan yang akan masuk dan menikmati potensi wisata yang ada f. Penagasan mengenai batasan kegiatan pada wilayah tertentu pada waktu – waktu tertentu yang berpotensi terjadi bencana / bahaya terhadap wisatawan yang datang ke lokasi wisata g. Menjalin hubungan dengan paket wisata sejenis (ekowisata) yang ada di tempat lain untuk menjadi sebuah satu kesatuan paket wisata
93
4.4.4 Analisis QSPM Tujuan utama dari analisis QSPM adalah untuk merumuskan strategi utama dan strategi alternatif yang akan digunakan dalam upaya memanfaatkan dan mengelola potensi ekowisata yang ada di Desa Adat Cau Belayu. Proses analisis QSPM dimulai dengan merumuskan sejauh mana besaran ketertarikan responden terhadap sejumlah strategi hasil rumusan analisis SWOT. Dari 7 (tujuh) orang responden yang dimintakan partisipasinya untuk memberikan nilai terhadap sejumlah strategi, diperoleh nilai rata – rata ketertarikan (Identitas responden dapat di lihat pada lampiran 12). Di samping nilai ketertarikan yang diperoleh dari responden, pada proses analisis ini juga digunakan bobot faktor internal dan eksternal pada analisis EFAS dan IFAS pada sub bab sebelumnya. Perkalian antara dua data ini kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh total attractive score. Jumlah dari total attractive score inilah yang kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh gabungan total nilai pada setiap faktor pada tiap macam strategi yang akan dikembangkan. Rekapitulasi attractive score lihat lampiran 13. Selanjutnya nilai attractive score ini akan menjadi salah satu materi pokok dalam perhitungan total attractive score pada langkah berikutnya. Hasil total attractive score yang akan diperoleh nantinya menujukan besaran kepentingan dan prioritas dari strategi program yang patut untuk dilaksanakan. Nilai terbesar dalam suatu aspek menunjukan bahwa strategi terpilih menjadi prioritas untuk direalisasikan dibandingkan dengan strategi lainnya. Gambaran lebih lengkap mengenai hasil analisis QSPM dapat di lihat pada lampiran 14.
94
Setelah dirumuskan analisis QSPM terhadap strategi utama/induk dari upaya pemanfaatan dan pengelolaan potensi ekowisata yang ada di Desa Adat Cau Belayu, kemudian dirumuskan strategi operasional / fungsional bagi pengelola Cau Belayu Village Tours. Strategi operasional ini dirumuskan sebagai pedoman dari capaian target kerja dari pengelola potensi ekowisata yang ada. Proses perumusan strategi operasional / fungsional lebih kepada interpretasi dari strategi utama / induk yang ada di Desa Adat Cau Belayu. Gambaran lebih jelas, rumusan strategi operasional / fungsional dari masing – masing strategi utama / induk dapat di lihat pada uraian berikut : A. Strategi SO hasil analisis QSPM a. Strategi Kode SO1 : Memperkenalkan produk ekowisata di Desa Adat Cau Belayu
kepada wisatawan dan tour operator peminat khusus. Teknis
kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Promosi melalui penyediaan website Cau Belayu Village Tours
disertai penyediaan iklan pada website bidang ekowisata dan adventure tours 2) Promosi dengan media cetak (poster dan brosur) langsung kepada
wisatawan baik di daya tarik wisata maupun di hotel/restoran 3) Menjalin kerjasama dengan lembaga / organisasi / klub dengan
konsentrasi di bidang lingkungan / ekowisata
95
b. Strategi Kode SO2 : Menciptakan branded khas desa sebagai sebuah produk ekowisata yang menarik. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Perwujudan citra wisata alam dengan mengedepankan tebing / jurang
Tukad Penet serta image paket wisata yang ramah 2) Aplikasi riil tentang citra paket wisata diwujudkan dalam gambar,
lambang dan serangkaian media promosi c. Strategi Kode SO3 : Membangun lingked system dengan pelaku / kegiatan wisata yang ada di sekitar Desa Adat Cau Belayu. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Penawaran kerjasama paket wisata terutama untuk paket Eco Cycling
Tours agar wisatawan mampir dan menikmati daya tarik wisata yang ada di lokasi 2) Kerjasama penyediaan tenaga siap pakai utamanya untuk guide tours
dengan pelaku usaha jasa wisata yang ada di Padang Aling maupun dengan PT. Tour East Indonesia d. Strategi Kode SO4 : Pemanfaatan sumber dana baik yang berasal dari dana desa maupun sumber lain sebagai modal awal pengembangan paket wisata. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Pemanfaatan pendanaan dari Program CBD untuk pengembangan
ekowisata yang ada di Desa Adat Cau Belayu (hal ini telah menjadi
96
aspirasi dari ketua pengelola Program CBD) dengan suku bunga 10% pertahun. 2) Memanfaatkan dana dari LPD Desa Adat Cau Belayu untuk lebih
mengembangkan usaha jasa wisata e. Strategi Kode SO5 : Merumuskan biaya dasar kegiatan wisata termasuk penuangan nilai partisipasi pemilik lahan. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Biaya dasar yang ditetakan adalah biaya tenaga kerja dengan jam
kerja 5 jam dengan upah Rp. 25.000 (disamakan dengan ongkos orang membantu disawah), standar biaya kamar yang ditetapkan sebesar Rp. 100.000 perhari belum termasuk service (besaran diperoleh berdasarkan ketetapan pemberian wisatawan yang pernah datang dan menginap). Besaran harga antaran, untuk kendaraan bak terbuka Rp. 75.000 sampai di Denpasar dan Rp. 100.000 untuk kendaraan minibus. 2) Dasar gaji tim pengelola dengan upah dasar yaitu Rp. 35.000 untuk
tiap pengelolaan (diperoleh dari harga operasional tim Program CBD yang diberikan pada tahun 2009 dan 2010). f. Strategi Kode SO6 : Menentukan besaran nilai paket produk ekowisata yang ditawarkan kepada wisatawan untuk tiap paket yang akan ditawarkan. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu :
97
1) Merumuskan harga
paket wisata untuk tiap paket dengan
memperhitungkan biaya dasar, biaya pengelolaan, keuntungan lembaga pengelola, pengembalian investasi, suku bunga dan fee yang diberikan kepada pihak yang megantarkan wisatawan untuk datang dan menikmati paket wisata g. Strategi Kode SO7 : Pemanfaatan SDM lokal sebagai tour guide dan posisi lain didalam rencana kegiatan wisata yang akan dilakukan. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Perekrutan dan pelatihan para pemuda lokal sebagai staf pelaksana
pada pelayanan produk ekowisata yang ada di Desa Adat Cau Belayu 2) Penetapan mekanisme kerja dengan tenaga kerja lokal baik berupa
penetapan jadwal kerja maupun penetapan gaji yang akan diperoleh h. Strategi Kode SO8 : Pemanfaatan tenaga dibidang wisata yang sedang berkembang di sekitar Desa Adat Cau Belayu untuk melatih tenaga kerja lokal dibidang pelayanan wisata. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Perekrutan tenaga kerja pada kegiatan wisata yang telah berjalan di
wilayah tetangga sebagai tutor calon tenaga pelayanan produk ekowisata i.
Strategi Kode SO9 : Pembentukan lembaga pengelola potensi ekowisata desa lengkap dengan penyusunan program pengelolaan. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu :
98
1) Pembentukan lembaga pengelola potensi ekowisata melalui paruman
desa adat sekaligus menunjuk ketua pengelola beserta ketua masing – masing bidang 2) Pengesahan legalitas lembaga pengelola baik melalui jalur notaris,
penetapan surat ijin usaha perdagangan hingga pengurusan dokumen pajak. j.
Strategi Kode SO10 : Pengikutsertaan masyarakat dalam pelayanan wisata sebagai bentuk partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Masyarakat
dilibatkan langsung dalam pelayan wisata dan
diharapkan dapat memberikan pelayanan yang terbaik agar wisatwan menjadi betah dan ingin lebih banyak menikmati paket wisata yang ada k. Strategi Kode SO11 : Penyusunan rencana promosi dan pemberitaan mengenai produk ekowisata yang ada di Desa Adat Cau Belayu kepada semua pihak / target market yang akan disasar di Desa Adat Cau Belayu. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Promosi yang bersifat langsung dan tidak langsung baik dengan
media cetak, media elektronik maupun media informasi lainnya seperti internet 2) Penyampaian promosi dengan target tertentu seperti organisasi
dibidang lingkungan atau sejumlah perkumpulan pecinta lingkungan
99
B. Strategi WO hasil analisis QSPM a. Strategi Kode WO1 : Pengembangan jaringan kerjasama dengan pelaku tour operator yang ada terutama pelaku ekowisata. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Penjalinan kerjasama dengan jaringan ekowisata desa yang ada di
Bali untuk ikut serta dalam member dan pembangunan kerjasama wisatawan 2) Melakukan sosialisasi produk dan penawaran kerjasama dengan tour
operator yang ada baik dalam bentuk door to door maupun dengan pola launching produk. b. Strategi Kode WO2 : Penyediaan jalur wisata yang lebih menciptakan keamanan kepada para wisatawan sehingga wisatawan merasa puas. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Penetapan jalur wisata dari lokasi melasti sampai dengan lokasi Pura
Titi Gantung melalui jalur barat yang lebih landai dan terlindungi dari lokasi penambangan batu paras 2) Pembangunan pengaman jurang pada sejumlah jalur di sekitar Pura
Titi Gantung 3) Pembersihan jalan setapak dari Beji Panca Resi menuju Resi agar
tidak licin dan basah
100
c. Strategi Kode WO3 : Memberikan informasi peringatan bahaya bagi para wisatawan disejumlah lokasi / jalur wisata. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Pemberian papan peringatan bahaya longsor pada sekitar lokasi
Melasti, daerah sebelah timur Pura Titi Gantung, sebelah timur Resi dan pada daerah sebelah utara Yeh Song 2) Pemberian papan peringatan bahaya licin pada jalur Beji Panca Resi
menuju Resi dan pada jalur Titi Gantung bagian timur. d. Strategi Kode WO4 : Dibutuhkan penyusunan program pendanaan sehingga dana yang dibutuhkan tidak harus disediakan dalam waktu singkat dan harus pada saat awal pengembangan produk ekowisata. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Pengembangan usaha dilakukan secara bertahap sesuai dengan
perkembangan jumlah wisatawan yang datang ke lokasi Desa Adat Cau Belayu. 2) Penetapan biaya pengadaan dan perbaikan infrastruktur hanya pada
tahap awal pengembangan usaha terhadap fasilitas yang dianggap prioritas e. Strategi Kode WO5 : Penjaringan sumber dana pemerintah bukan terhadap pengembangan usaha wisata tetapi lebih kepada pelatihan kemampuan SDM masyarakat, upaya penyediaan fasilitas serta sejumlah kegiatan yang
101
tidak berhubungan langsung dengan penambahan modal pengembangan usaha wisata. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Pengajuan dana perbaikan sarana dan prasarana wilayah utamanya
jalan utama desa yang menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintah kabupaten 2) Pengajuan bantuan teknis pelatihan kepada pemerintah daerah untuk
lebih meningkatkan kemampuan dan keterampilan masyarakat terutama dalam pelayanan wisata yang akan dilakukan f. Strategi Kode WO6 : Penegasan mengenai posisi dan mekanisme kerja pelayan wisata yang bersifat tetap atau insidentil. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Penetapan kontrak kerja dengan penegasan bahwa tenaga tour guide
lebih bersifat insedentil sedangkan ketua pengelola serta ketua bidang merupakan tenaga penuh waktu yang secara penuh bertugas untuk mengelola potensi ekowisata yang ada 2) Menegaskan bahwa posisi tour guide hanya sebagai staf pelaksana
dan dapat bertugas sewaktu – waktu tergantung kedatangan wisatawan g. Strategi Kode (WO7) : Pembentukan lembaga pengelola potensi ekowisata yang sah. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Pengesahakan
lembaga
pengelola
berkoordinasi dengan pihak desa dinas
potensi
ekowisata
dengan
102
h. Strategi Kode (WO8) : Penyusunan sistem perekrutan pekerja wisata pada periode tertentu sehingga dapat ditentukan pekerja yang bertugas / siaga untuk melayani wisatawan yang datang. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Sistem perekrutan pekeja dilakukan paling lambat dua hari sebelum
kedatangan wisatawan agar dapat dilakukan persiapan teknis terkait mekanisme pelayanan wisata 2) Kewenangan perekrutan sepenuhnya menjadi tanggungjawab pihak
pengelola sehingga koordinasi berada ditangan pihak pengelola i.
Strategi Kode (WO9) : Peningkatan penggunaan media promosi yang bersifat global baik berupa internet dan telepon oleh pelaku pemasaran terhadap produk ekowisata di Desa Adat Cau Belayu. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Pengembangan website sebagai media promosi dan perkenalan diri
dengan lebih intensif dan lebih update j.
Strategi Kode (WO10) : Penyediaan papan informasi terutama pada jalur Denpasar – Bedugul – Singaraja yang di samping sebagai papan penunjuk arah sekaligus sebagai media promosi kegiatan wisata yang ditawarkan. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Penyediaan sejumlah informasi pada jalur – jalur utama yang ada di
sekitar Desa Adat Cau Belayu sebagai penunjuk arah lokasi Cau Belayu Village Tour yang sedang dikembangkan
103
C. Strategi ST hasil analisis QSPM a. Strategi Kode ST1 : Pengelolaan produk ekowisata yang lebih terintegrasi antara potensi, lembaga pengelola, desa adat dan masyarakat lokal. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Menetapkan keikutsertaan guide tour dari luar seminimal mungkin
pada tahap awal dan secepatnya mengurangi secara bertahap sesuai dengan peningkatan kemampuan dari guide tour lokal. 2) Mengusahakan kontak antara wisatawan dengan masyarakat baik di
lingkungan permukiman, lokasi kebun warga maupun sawah warga. 3) Berkoordinasi dengan desa adat terkait jadwal kegiatan adat tahunan
di desa sebagai bahan informasi promosi jadwal kunjungan pavorit tahunan b. Strategi Kode ST2 : Pemanfaatan fasilitas yang ada di permukiman penduduk untuk melayani kebutuhan wisatawan baik untuk tempat makan siang, beristirahat sejenak, lokasi daya tarik wisata atau kegiatan lain. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Telah ditetapkannya sejumlah rumah penduduk sebagai homestay
bagi wisatawan yang megambil paket menginap 2) Ditetapkan lokasi permukiman warga yang akan digunakan sebagai
lokasi pembuatan banten 3) Penetapan kantor pusat pengelola terletak di Balai Dusun Cau
Belayu Desa Adat Cau Belayu
104
c. Strategi Kode ST3 : Pemanfaatan dukungan pendanaan dari pihak desa adat dan lembaga keuangan desa sehingga masalah keuangan karena dasar kerjasama dengan tour operator dapat ditangani. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Pendanaan seluruh dana operasional yang dibutuhkan dalam
pelayanan kepada wisatawan sehingga kerjasama dengan tour operator lain tidak terikat dengan standar pendanaan dari rekan kerjasama d. Strategi Kode ST4 : Perlu dikembangkan bentuk keterlibatan pemilik lahan di samping hanya sebagai pemilik lahan saja dengan adanya kegiatan ekowisata di Desa Adat Cau Belayu. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Akan dilibatkannya pemilik lahan dalam proses pelayanan wisata
seperti wawancara dengan pemilik lahan yang sedang berada di kebun untuk menjelaskan mengenai kegiatan keseharian bahkan pemilik lahan akan diminta menyajikan hasil perkebunan seperti buah – buahan dan akan diberikan kompensasi oleh lembaga pengelola Cau Belayu Village Tours. e. Strategi Kode ST5 : Penyusunan program pengurangan pemanfaatan tenaga kerja luar secara bertahap sejalan dengan jalannya kegiatan wisata yang ada. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu :
105
1) Ditetapkan penggunaan tenaga kerja dari luar dapat bersifat penuh
pada 6 (enam) bulan pertama, menjadi 50% pada 6 (enam) bulan kedua dan pada 6 (enam) bulan ketiga akan menyusut hingga 0%. 2) Target pelayanan sepenuhnya oleh tenaga lokal adalah pada tahun
kedua f. Strategi Kode ST6 : Pelatihan dan pengembangan kesepahaman terhadap potensi dan materi guiding yang akan diberikan kepada wisatawan agar tidak menyimpang. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Perumusan materi penyampaian kepada wisatawan baik berupa
keterangan lokasi, sejarah, kegiatan upacara yang umum dilakukan, makna kegiatan dan mitos yang ada 2) Pembekalan teknis tentang materi penyampaian kepada wisatawan
oleh tour guide g. Strategi Kode ST7 : Optimalisasi pelibatan masyarakat dalam pelayanan wisata utamanya pada tempat dan waktu tertentu yang berpotensi kerawanan bahaya / bencana. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Pendampingan dari masyarakat lokal terutama untuk paket wisata
yang cenderung ekstreem dan berpotensi kerawanan. D. Strategi WT hasil analisis QSPM a. Strategi Kode WT1 : Dibutuhkan pembangunan jaringan kerjasama dengan pelaku usaha wisata. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu :
106
1) Penandatanganan kerjasama dengan sejumlah tour operator secara
umum untuk menjaring lebih banyak konsumen (wisatawan) untuk datang dan menikmati produk wisata yang ditawarkan 2) Ikut serta dalam jaringan wisata dunia khususnya yang menawarkan
kegiatan wisata di Bali b. Strategi Kode WT2 : Dibutuhkan informasi mengenai kelayakan jadwal pelaksanaan kegiatan wisata yang direkomendasikan oleh penyedia produk wisata agar wisatawan dapat mengetahui waktu yang tepat untuk menikmati paket wisata yang ditawarkan. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Koordinasi dengan pihak pengurus desa adat baik bendesa adat
maupun pemangku pura untuk menentukan jadwal upacara agama yang dilakukan di pura dan sejumlah kegiatan adat yang akan berlangsung dalam satu tahun c. Strategi Kode WT3 : Perbaikan sejumlah fasilitas utamanya jalur wisata yang rusak atau kurang layak agar dapat dimanfaatkan dengan baik. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Perbaikan jalur timur Pura Titi Gantung untuk dapat dilewati
terutama pada saat setelah turun hujan 2) Perbaikan jalan utama desa sehingga citra lingkungan utama desa
menjadi baik
107
3) Perbaikan jalur selatan desa (jalur jalan subak) untuk dapat
digunakan wisatawan yang akan menikmati wisata di sawah d. Strategi Kode WT4 : Memberikan kesempatan tenaga kerja dibidang wisata dari luar (yang dibawa oleh tour operator) pada tahap awal sekaligus memberikan kesempatan praktek kerja lapangan bagi tenaga kerja wisata lokal yang sedang berlatih. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Penegasan mengenai batasan jumlah wisatwan yang diperkenankan
untuk dilayani oleh tour guide dari luar baik batasan jumlah wisatawan maupun batasan jenis paket yang dapat dilayani 2) Pendampingan tenaga kerja lokal saat tenaga kerja dari tour operator
luar sedang melayani wisatawan e. Strategi Kode WT5 : Pemanfaatan tenaga pemasaran dari luar sekaligus memberikan kesempatan kepada tenaga kerja pemasaran lokal untuk turut serta bekerja dan menyediakan wisatawan yang akan masuk dan menikmati potensi wisata yang ada. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Penetapan besaran fee yang akan didapatkan oleh tenaga pemasaran
yang berasal dari luar 2) Kerjasama dan perekrutan tenaga pemasaran dari luar untuk lebih
mengefektifkan target pasar yang harus dicapai
108
f. Strategi Kode WT6 : Penegasan mengenai batasan kegiatan pada wilayah tertentu pada waktu – waktu tertentu yang berpotensi terjadi bencana / bahaya terhadap wisatawan yang datang ke lokasi wisata. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Secara umum potensi bencana hanya terjadi jika hari hujan melihat
kondisi tracking berada di daerah terjal. Dengan kondisi seperti ini jalur menjadi licin dan berbahaya bagi wisatawan yang akan melewati jalur ini. g. Strategi Kode WT7 : Menjalin hubungan dengan paket wisata sejenis (ekowisata) yang ada di tempat lain untuk menjadi sebuah satu kesatuan paket wisata. Teknis kegiatan yang akan dilakukan yaitu : 1) Mengembangkan paket wisata menjadi paket wisata teritegrasi baik
dengan pengelola produk wisata di Padangaling maupun dengan PT. Tour East Indonesia yang telah mengembangkan jalur Eco Cycling dari Desa Perean di utara 2) Bekerjasama dengan pengelola produk ekowisata desa yang ada di
Bali atau di sekitar Desa Adat Cau Belayu sebagai upaya untuk meningkatkan layanan